Anda di halaman 1dari 27

STUDENT PROJECT

RESUSITASI JANTUNG PARU PADA IBU HAMIL

SGD KUA-03
Disusun oleh:
Ni Luh Sari Darmayanti (1602511006)
Putu Purna Astika Utama (1602511018)
Hearty Indah Oktavian (1602511032)
Komang Ady Widayana (1602511057)
Florensa Krismawati (1602511063)
Kadek Tia Indah Purwitasari (1602511064)
Ida Bagus Yorky Brahmantya (1602511071)
Jordaniel Setiabudi (1602511088)
Made Diyantini (1602511117)
Ayuti Bulaan (1602511132)
Putu Krishna Bayu Suwiradana Putra (1602511140)
I Kadek Prapta Adhi Wibawa (1602511203)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS UDAYANA
2019
STUDENT PROJECT
RESUSITASI JANTUNG PARU PADA IBU HAMIL

SGD KUA-03
Disusun oleh:
Ni Luh Sari Darmayanti (1602511006)
Putu Purna Astika Utama (1602511018)
Hearty Indah Oktavian (1602511032)
Komang Ady Widayana (1602511057)
Florensa Krismawati (1602511063)
Kadek Tia Indah Purwitasari (1602511064)
Ida Bagus Yorky Brahmantya (1602511071)
Jordaniel Setiabudi (1602511088)
Made Diyantini (1602511117)
Ayuti Bulaan (1602511132)
Putu Krishna Bayu Suwiradana Putra (1602511140)
I Kadek Prapta Adhi Wibawa (1602511203)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS UDAYANA
2019

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat-Nya, penulis
dapat menyelesaikan student project yang berjudul “RESUSITASI JANTUNG
PARU PADA IBU HAMIL” tepat pada waktu yang telah ditentukan. Dalam
penyelesaian student project ini, penulis banyak mengalami kesulitan terutama
dalam kurangnya pengetahuan dan kosa kata. Namun berkat bimbingan dari
berbagai pihak, tulisan ini akhirnya bisa terselesaikan. Karena itu sudah
sepantasnya penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. dr. Ida Bagus Krisna Jaya M.Kes., Sp.An., KNA selaku fasilitator
sekaligus evaluator student project yang telah memberikan arahan,
kritik dan saran yang membangun dalam penyusunan student project
ini.
2. Dr. rer. nat. dr. Ni Nyoman Ayu Dewi M.Kes, selaku fasilitator small
group discussion yang telah memberikan arahan, kritik dan saran yang
membangun dalam penyusunan student project ini.
3. Dan semua pihak yang telah memberikan dukungan dalam penulisan
ini yang tidak bisa disebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih memiliki banyak kekurangan.
Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar
bisa lebih baik lagi di kemudian hari.

` Denpasar, 26 maret 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI
HALAMAN
STUDENT PROJECT.............................................................................................. i
KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii
DAFTAR TABEL ................................................................................................. iiii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................... 2
1.3 Tujuan Penulisan ...................................................................................... 2
1.4 Manfaat Penulisan .................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................ 3
2.1 Definisi Resusitasi Jantung Paru dalam Kehamilan ................................. 3
2.2 Etiologi Henti Jantung dalam Kehamilan ................................................ 3
2.3 Diferensial Diagnosis Henti Jantung dalam Kehamilan........................... 4
2.4 Patofisiologi Henti Jantung dalam Kehamilan ......................................... 7
2.5 Resusitasi Jantung Paru dalam Kehamilan ............................................... 8
2.6 Komplikasi ............................................................................................. 15
2.7 Persalinan Darurat .................................................................................. 16
BAB III PENUTUP .............................................................................................. 18
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 19

iii
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Etiologi Henti Jantung dalam Kehamilan .......................................... 4

iv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Teknik manual LUD pada kondisi hamil ............................................ 9

Gambar 2.2 Algoritma BHD pada ibu hamil ....................................................... 10

Gambar 2.3 Algoritma BHL pada kasus henti jantung pada kehamilan ............... 15

v
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kehamilan merupakan suatu proses fisiologis yang dapat mengakibatkan
terjadinya perubahan dari sistem kardiovaskuler yang secara normal dapat
dikonpensasi pada tubuh ibu hamil (Nugroho dan Utama, 2014). Namun tidak
menutup kemungkinan terjadinya gangguan pada jantung yang terjadi saat
kehamilan. Jika kondisi ini terjadi secara terus-menerus maka dapat menyebabkan
terjadinya kegagalan jantung paru pada ibu hamil. Henti jantung paru pada ibu
hamil sangat mungkin terjadi terutama jika sudah ada faktor risiko yang diketahui
sebelumnya seperti umur terlalu muda atau tua, gangguan kardiovaskular yang
sudah ada sebelumnya dan beberapa faktor biologis lainnya. Data terbaru
berdasarkan sampel dari US Nationwide Inpatient menunjukkan bahwa henti
jantung terjadi pada 1:12 000 penerimaan untuk melahirkan. Secara umum, terjadi
800 kematian ibu hamil yang terjadi setiap hari (Jeejeebhoy dkk., 2015).
Henti jantung paru pada kehamilan adalah suatu kondisi klinis yang paling
menantang. Meskipun sebagian besar prinsip resusitasi wanita hamil mirip dengan
resusitasi dewasa namun ada beberapa aspek dan pertimbangan berbeda.
Perbedaan yang paling jelas adalah adanya 2 pasien yang harus diselamatkan,
yaitu ibu dan janin. Di Amerika Serikat terjadi kecenderungan kematian ibu
seperti yang dilaporkan oleh Centers for Disease Control and Prevention dari
tahun 1989 hingga 2009 telah mendokumentasikan peningkatan yang angka
kematian dari 7,2 kematian per 100 000 kelahiran hidup pada tahun 1987 menjadi
17,8 kematian per 100 000 kelahiran hidup pada tahun 2009. Kurangnya
pengetahuan dan keterampilan resusitasi yang belum dilaksanakan dengan baik
menjadi kontributor utama untuk hasil yang buruk setelah henti jantung terjadi
pada ibu hamil. Oleh karena itu, student project dengan judul resusitasi jantung
paru pada ibu hamil sangat penting untuk diketahui dan dipahami karena sebagai
tenaga medis harus bisa melakukan penatalaksanaan dengan cepat dan tepat untuk
meningkatkan prognosis pasien (Jeejeebhoy dkk., 2015).

1
2

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian diatas, maka rumusan masalah yang dapat disusun
yaitu:
1.2.1 Apakah definisi resusitasi jantung paru dalam kehamilan?
1.2.2 Apakah etiologi henti jantung dalam kehamilan?
1.2.3 Apakah diferensial diagnosis henti jantung dalam kehamilan?
1.2.4 Bagiamanakah patofisiologi henti jantung dalam kehamilan?
1.2.5 Bagaimanakah resusitasi jantung paru dalam kehamilan?
1.2.6 Bagaimanakah komplikasi yang kemungkinan terjadi?
1.2.7 Bagaimanakah persalinan darurat itu?
1.3 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan dari student project ini adalah sebagai berikut:
1.3.1 Untuk mengetahui definisi resusitasi jantung paru dalam
kehamilan.
1.3.2 Untuk mengetahui etiologi henti jantung dalam kehamilan.
1.3.3 Untuk mengetahui diferensial diagnosis henti jantung dalam
kehamilan.
1.3.4 Untuk mengetahui patofisiologi henti jantung dalam kehamilan.
1.3.5 Untuk mengetahui resusitasi jantung paru dalam kehamilan.
1.3.6 Untuk mengetahui komplikasi yang kemungkinan terjadi.
1.3.7 Untuk mengetahui persalinan darurat.
1.4 Manfaat Penulisan
Manfaat penulisan student project ini yaitu:
1.4.1 Manfaat Teoritis
Menambah ilmu pengetahuan dan wawasan mengenai resusitasi
jantung paru pada ibu hamil.
1.4.2 Manfaat Praktis
Dapat meningkatkan mutu pelayanan kesehatan khususnya
memiliki kemampuan resusitasi jantung paru pada ibu hamil dengan cepat
dan tepat.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Definisi Resusitasi Jantung Paru dalam Kehamilan


Kondisi kegawat daruratan merupakan kondisi mengancam yang dapat terja
disemua orang tanpa memandang tempat dan waktus sehingga memerlukan
tindakan cepat dan tepat. Salah satu pertolongan yang tepat dan cepat pada kasus
kegawat daruratan adalah Cardio Pulmonary Resusitation (CPR) atau Rususitasi
Jantung Paru (RJP). RJP merupakan tindakan intervensi kematian biologis dengan
tujuan mengembalikan dan mempertahankan fungsi vital orang padav korban
henti jantung dan henti napas. Tindakan intervensi tersebut terdiri dari pemberian
kompresi dada dan bantuannapas (Sinz, 2010). RJP pada kehamilan merupakan
tindakan pemberian kompresi dada dan bantuan napas yang memerlukan
penanganan lebih khusus karena pada populsi ini memiliki kerentanan yang tinggi
serta melibatkan dua nyawa yaitu ibu dan janin. Berdasarkan AHA 2015
Guidelines for Cardiopulmonary Resucitation and Emergency Cardiovascular
Care, RJP secara umum dimulai kompresi dada dengan urutan C-A-B.(AHA,
2015)
2.2. Etiologi Henti Jantung dalam Kehamilan
Kasus maternal cardiac arrest (MCA) memiliki etiologi yang luas.
American Heart Association (AHA) merangkum etiologi dasar MCA dalam
sebuah mnemonik ABCDEFGH. A untuk anesthetic causes dan accident
(kecelakaan), B untuk bleeding atau perdarahan, C untuk cardiovascular, D untuk
drugs atau obat-obatan, E untuk emboli, F untuk fever atau demam, G untuk
general atau keadaan umum non-obstetrik, dan H untuk hipertensi. Padanegara
maju, penyebab paling umum dari MCA adalah tromboemboli vena yang diikuti
oleh preeclampsia dan eklampsia (Zelop, 2018 ;Kikuchi, 2018; Bennett, 2016).

3
4

Tabel 2.1 Etiologi Henti Jantung dalam Kehamilan (AHA, 2017)

2.3 Diferensial Diagnosis Henti Jantung dalam Kehamilan


2.3.1 Penyakit Katup Jantung pada Wanita dengan Kehamilan
Penyakit jantung katup pada wanita muda paling sering disebabkan oleh
penyakit jantung rematik, kelainan kongenital, dan endokarditis yang dapat
meningkatkan resiko pada ibu dan janin yang dikandung pada saat kehamilan.
Manifestasi klinis miokarditis, demam rematik harus dipertimbangkan terutama
didapati gejala demam, gangguan sendi, nodul subkutan, critema marginatum,
atau korea dan jika ada tanda-tanda infeksi streptokokus grup A. Demam rematik
paling sering sebagai penyebab timbulnya stenosis katup mitral, kelainan
regurgitasi katup mitral, aorta, dan tricuspid yang tersendiri, kelainan ganda dan
tripel (Bahri, -). Beberapa penyakit katup jantung yang dijumpai pada wanita
dengan kehamilan:
5

a. Stenosis Mitral
Stenosis mitral rematik merupakan kelainan katup yang paling sering
ditemui secara klinis pada wanita dengan kehamilan. Kelainan ini
sering berhubungan dengan kongesti paru, edema, dan aritmia atrium
semasa kehamilan dan segera setelah melahirkan.Gejala ini semakin
jelas pada kehamilan 20 minggu dan dapat bertambah jelek pada saat
melahirkan (Bahri, -).
b. Regurgitasi Mitral
Regurgitasi mitral pada wanita muda disebabkan oleh demam rematik
dan atau prolaps katup mitral. Kondisi ini masih dapat ditoleransi
semasa kehamilan karena berkurangnya resistensi vaskular sistemik.
Gejala yang timbul sering dimanifestasikan dengan mudah capek dan
dispnea (Bahri,-).
c. Stenosis Aorta
Valvular stenosis aorta kongenital sering merupakan penyebab
stenosis aorta pada wanita muda.Pada stenosis yang berat dianjurkan
untuk menunda konsepsi sampai selesai koreksi bedah atau ballon
valvulotom, naum jika kehamilan telah terjadi tindakan pencegahan
hipovolemia sangat penting dilakukan (Homenta, 2014).
d. Regurgitasi Aorta
Regurgitasi aorta dapat disebabkan oleh demam rematik, endokarditis,
dilatasi annulus aorta, katup aorta bicuspid dan diseksi
aorta.Regurgitasi aorta umumnya dapat ditoleransi semasa kehamilan
(Homenta, 2014).
2.3.2 Penyakit Jantung Bawaan pada Wanita dengan Kehamilan
Semakin majunya dalam mendiagnosis dan terapi, angkat harapan hidup
penderita penyakit jantung bawaan semakin meningkat dan dapat mengalami
kehamilan di usia dewasanya sehingga perlu pertimbangan dalam menangani
penderita penyakit jantung bawaan yang dideritanya seperti meningkatnya resiko
morbiditas dan mortalitas maternal secara signifikan, meningkatnya derajat lesi
pada ibu akan meningkatkan angka kematian janin, akan menambah resiko 2 - 15
persen hingga 50 persen kepada janin mengalami penyakit jantung bawaan yang
6

diturunkan dari ibunya, dan pentingnya pemberian antibiotika profilaksis untuk


mencegah infektif endokarditis semasa kehamilan (Homenta, 2014).
a. Defek Septum Atrium
Defek septum atrium bisa tidak diketahui sebelum kehamilan, karena
gejala dan tandanya sering sering tidak jelas.Bila salah satu orang tua
mengalami defek septum atrium, kemungkinan anaknya mempunyai
penyakit jantung bawaan sebesar 5 - 10 persen (Bahri, -).
b. Defek Septum Ventrikel
Penderita defek septum ventrikeldapat disertai gagal jantung kongestif
atau aritmia semasa kehamilan, kemungkinan janin mempunyai
penyakit jantung bawaan sebesar 5 - 10 persen (Bahri, -).
c. Tetralogy Fallot
Bila kelainan ini tidak dikoreksi akan meningkatkan mortalitas
maternal dan kehilangan janin hingga lebih dari 50 persen serta risiko
keturunan untuk mendapatkan penyakit jantung sekitar 5 - 10 persen
(Homenta, 2014).
d. Penyakit Jantung Koroner
Penyakit jantung koroner dalam kehamilan dapat sebagai akibat
aterosklerosis, terutama dengan hiperlipidemia familial, diabetes
mellitus, hipertensi atau riwayat merokok. Penyebab lain adalah
diseksi arteri koroner, spasme, emboli atau vaskulitis tetapi ini jarang
terjadi (Homenta, 2014).
2.3.3 Penyakit Jantung Hipertensi pada Wanita dengan Kehamilan
Hipertensi pada masa kehamilan menjadi penyebab utama mortalitas dan
morbiditas maternal. Anamnesis yang teliti diperlukan untuk mengetahui
hipertensi telah terjadi sebelum kehamilan atau pada saat kehamilan. Hipertensi
bisa didapat sebelum kehamilan sekitar 1-5 persen dan dapat menetap semasa
kehamilan serta yang terjadi saat kehamilan dapat mengalami hipertensi sekitar 5-
7 persen (Cunningham, 2014). Umumnya gangguan hipertensi dapat merupakan
komplikasi 12 sampai 22 persen kehamilan. Hipertensi semasa kehamilan dapat
diklasifikasi dalam 3 kategori yaitu hipertensi kronik, hipertensi gestasional, dan
pre eklampsi dengan atau tanpa hipertensi sebelumnya (Cunningham, 2014).
7

2.4 Patofisiologi Henti Jantung dalam Kehamilan


Henti jantung muncul akibat berhentinya semua sinyal kendali listrik di
jantung, yaitu tifdak ada lagi irama yang spontan. Henti jantung timbul selama
pasien mengalami hipoksia berat yang diakibatkan oleh respirasi yang tidak
adequat. Hipoksia akan menyebabkan otot dan saraf tidak mampu untuk
mempertahankan konsentrasi elektrolit yang normal di sekitar membran, sehingga
dapat mempengaruhi eksatibilitas membran dan menyebabkan hilangnya irama
normal. Saat henti jantung, pasien mengalami insufisiensi pernafasan akan
menyebabkan hipoksia dan asidosis respiratorik. Kombinasi hipoksia dan asidosis
respiratorik menyebabkan kerusakan dan kematian sel, terutama pada organ yang
lebih sensitif seperti otak, hati, dan ginjal, yang pada akhirnya akan menyebabkan
kerusakan otot jantung yang cukup berat sehingga dapat terjadi henti jantung.
Penyebab henti jantung yang lain adalah sebagai akibat dari kegagalan
sirkulasi atau syok karena kehilangan cairan atau darah, atau pada gangguan
distribusi cairan dalam sistem sirkulasi. Kehilangan cairan tubuh atau darah bisa
akibat dari gastroenteritis, luka bakar atau trauma, sementara pada gangguan
distribusi cairan mungkin disebabkan oleh sepsis atau anafilaksis. Organ-organ
kekurangan nutrisi esensial dan oksigen sebagai akibat dari perkembangan syok
menjadi henti jantung melalui kegagalan sirkulasi dan pernapasan yang
menyebabkan hipoksia dan asidosis. Sebenarnya kedua hal ini dapat terjadi secara
bersamaan. Pada henti jantung, oksigenasi jaringan akan terhenti oksigenasi ke
otak. Hal tersebut akan menyebabkan terjadi kerusakan otak yang tidak bisa
diperbaiki meskipun hanya terjadi dalam hitungan detik sampai menit. Kematian
dapat terjadi dalam waktu 8 sampai 10 menit. Oleh karena itu, tindakan resusitasi
harus segera mungkin dilakukan.
Pada wanita hamil, henti jantung adalah keadaan yang sangat rumit,
dikarenakan oleh adanya perubahan patofisiologi yang terjadi selama kehamilan,
terutama kompresi aortocaval. Selama resusitasi jantung paru dilakukan dengan
pijatan dadat tertutup pada pasien yang tidak hamil, maksimal curah jantung,
mendekati 30% dari normal. Pada pasien dengan kehamilan ≥ 20 minggu,
berbaring di posisi terlentang, curah jantungnya menurun, ini berarti bahwa jika
pasien menderita henti jantung ketika ditempatkan dalam posisi terlentang, secara
8

praktis, tidak akan ada curah jantung sama sekali meskipun telah dilakukan
resusitasi jantung paru dengan benar. Pasien pada kehamilan lanjut juga memiliki
kecenderungan terjadinya hipoksemia dan asidosis, lebih beresiko terjadi aspirasi
paru, dan meningkatnya kejadian sulitnya intubasi dibandingkan dengan populasi
yang tidak hamil. Perubahan ini terjadi oleh banyaknya kehamilan dengan
obesitas, dimana keadaan tersebut membuat resusitasi lebih sulit (Jeejeebhoy
dkk., 2015).
2.5 Resusitasi Jantung Paru dalam Kehamilan
Terdapat perbedaan anatomi dan fisiologi pada kehamilan. Tahap
stabilisasi sirkulasi dalam kondisi hamil pada kasus henti jantung memerlukan
beberapa pertimbangan khusus. Salah satunya adalah perbedaan fisiologi dan
anatomi jika dibandingkan dengan yang tidak hamil. Pada kondisi hamil terjadi
peningkatan cardiac output sebesar 30-50% akibat peningkatan stroke volume dan
laju denyut jantung sebanyak 15-20 kali per menit (San-Frutosdkk., 2011; Tan
dan Tan, 2013). Selain itu terjadi penurunan resistensi pembuluh darah sistemik
akibat berbagai vasodilator endogen seperti progesteron, estrogen, dan nitric
oxide (Carbillon dkk., 2000). Hormon progesteron memiliki efek relaksasi sfingter
gastroesofagus dan peningkatan waktu transit isi saluran cerna yang
meningkatkan risiko ibu hamil mengalami aspirasi isi lambung (Lawson dkk.,
1985; Chiloiro dkk., 2001). Metabolisme obat juga berubah pada kondisi hamil
akibat perubahan fisiologi ginjal (Chiloiro dkk., 2001).
Secara anatomi pembesaran uterus dapat menyebabkan peningkatan
afterload jantung akibat penekanan pada aorta, dan penurunan venous return
akibat penekanan pada vena cava inferior (Jeejeebhoy dkk., 2015). Kompresi pada
kedua aorta dan vena cava tersebut diistilahkan dengan aortocaval compression.
Oleh karena penekanan tersebut, ibu hamil yang berada pada posisi supinasi
(telentang) cenderung dapat mengalami hipotensi. Hipotensi sistemik ini dapat
mengganggu berbagai mekanisme kompensasi tubuh yang berusaha menjaga
aliran darah ke uterus, sehingga berdampak bagi janin yang dikandung
(Jeejeebhoy dkk., 2015). Penekanan aortocaval dapat dihindari dengan
melakukan teknik left uterine displacement (LUD) manual seperti yang
ditunjukkan pada Gambar 2.1.
9

Gambar 2.1 Teknik manual LUD pada kondisi hamil dengan satu tangan (kiri)
dan dua tangan (kanan)(Jeejeebhoy dkk., 2015)
Teknik manual LUD dapat dilakukan dengan satu tangan atau dua tangan.
Manual LUD dua tangan dilakukan dengan menangkupkan uterus dan diangkat
serta dibawa ke kiri dari pembuluh darah maternal, dilakukan dari sebelah kiri
pasien.Manual LUD satu tangan dilakukan dengan mendorong uterus ke arah atas
dan ke kiri dari pembuluh darah maternal, dilakukan dari kanan pasien.Namun
perlu diperhatikan agar penolong tidak melakukan dorongan ke arah bawah secara
tidak sengaja, karena hal ini justru meningkatkan penekanan pada vena cava
inferior dan sangat berdampak pada hemodinamik ibu hamil (Jeejeebhoy dkk.,
2015).
Manual LUD membuat akses untuk manajemen saluran nafas dan
defibrilasi menjadi lebih mudah. Ketika manual LUD dilakukan, pasien masih
dapat berbaring dalam posisi supinasi dan mendapatkan upaya resusitasi yang
maksimal, termasuk kompresi dada dengan kualitas tinggi (high-quality chest
compression) (Jeejeebhoy dkk., 2015). Oleh karena itu teknik ini harus dilakukan
secara kontinu selama proses resusitasi berlangsung.
2.5.1 Bantuan Hidup Dasar Henti Jantung Pada Kehamilan
Algoritma bantuan hidup dasar (BHD) pada kehamilan dijelaskan
berdasarkan panduan dari American Heart Association (AHA) tahun 2015 yang
ditampilkan pada Gambar 2.2 (Jeejeebhoy dkk., 2015). Seluruh tahap BHD harus
diinisiasi segera dan simultan (bukan sekuensial) begitu henti jantung
teridentifikasi pada ibu hamil. Anggota tim BHD yang disarankan minimal
berjumlah empat orang agar seluruh langkah dapat dilakukan dengan efektif
(Jeejeebhoy dkk., 2015).
10

Secara umum, langkah resusitasi yang disarankan tidak jauh berbeda


dengan langkah pada orang dewasa.Setelah sistem gawat darurat diaktifkan,
selanjutnya adalah melakukan identifikasi nafas dan nadi karotis dalam waktu
sepuluh detik. Jika nafas dan nadi tidak ditemukan, maka catat waktu kejadian dan
mulai kompresi dada kualitas tinggi. Tiga anggota tim lain membagi tugas
menyiapkan automated external defibrillator (AED), melakukan manajemen
saluran nafas, dan melakukan manual LUD secara kontinu (Jeejeebhoy dkk.,
2015).

Gambar 2.2 Algoritma BHD pada ibu hamil (Jeejeebhoy dkk., 2015)
11

Manajemen Saluran Nafas dan Pernafasan(Airway and Breathing)


Ibu hamil memiliki cadangan oksigen yang sangat terbatas dan kebutuhan
metabolisme yang meningkat, sehingga memerlukan bantuan ventilasi segera.
Manuver yang disarankan untuk membebaskan saluran nafas adalah head tilt-chin
lift pada kasus non trauma (Jeejeebhoy dkk., 2015). Kemudian lakukan pemberian
100% oksigen dengan bag-mask ventilation dengan laju ≥ 15 L/menit (Vanden
Hoek dkk., 2010; Jeejeebhoy dkk., 2015). Masker harus dipasang tanpa kebocoran
di sekitar masker dan disarankan menggunakan teknik dua tangan. Nafas bantuan
diberikan setiap satu detik. Setiap tiga puluh kompresi dada disertai dengan dua
bantuan nafas. Berikan volume tidal yang cukup, dibuktikan dengan terangkatnya
dada dan kabut di sekitar masker wajah. Jika belum tampak maka perlu dilakukan
perbaikan pemasangan masker (Jeejeebhoy dkk., 2015). Perlu diperhatikan bahwa
hiperventilasi ditemukan dapat menurunkan kemungkinan selamat pada pasien,
terlebih jika hiperventilasi ini mengganggu efektivitas kompresi dada (Berg dkk.,
2001).
Manajemen Sirkulasi (Circulation)
Saat melakukan kompresi dada untuk membantu sirkulasi pasien,
disarankan menggunakan papan punggung yang kokoh.Hal ini dilakukan karena
tempat tidur di rumah sakit tidak kokoh dan kompresi dada biasanya justru
menyebabkan perubahan posisi matras, sehingga kompresi dada menjadi tidak
efektif. Namun dalam menyiapkan papan punggung ini harus diperhatikan agar
tidak menunda dilakukannya kompresi dada (Perkins dkk., 2003; Perkins dkk.,
2006; Andersen dkk., 2007; Perkins dkk., 2009; Noordergraaf dkk., 2009). Pasien
diposisikan dengan posisi supinasi dan manual LUD harus dilakukan secara
kontinu. Kompresi dada dilakukan di posisi yang sama dengan kompresi pada
orang dewasa secara umum. Saat melakukan kompresi, dada harus dibiarkan
kembali secara penuh (complete chest recoil). Laju kompresi yang disarankan
adalah 100 kali per menit dengan kedalaman 5 cm. Rasio kompresi dan ventilasi
yang disarankan adalah 30:2 (Jeejeebhoy dkk., 2015).
12

2.5.2 Bantuan Hidup Lanjut Henti Jantung Pada Kehamilan


Algoritma bantuan hidup lanjut (BHL) pada kehamilan dijelaskan
berdasarkan panduan dari American Heart Association (AHA) tahun 2015 yang
ditampilkan pada Gambar 2.3. Mengaktifkan tim henti jantung maternal adalah
tugas paling mendasar yang harus dilakukan ketika terjadi henti jantung pada ibu
hamil. Setiap rumah sakit harus memiliki metode khusus dalam mengaktifkan tim
henti jantung maternal, sebagai contoh, ”maternal code blue”. Tim BHL henti
jantung ibu hamil akan melanjutkan tugas BHD dan melakukan manajemen jalan
napas lanjutan,memasukkan akses intravena di atas diafragma,dan memberikan
obat BHL bila diperlukan (Jeejeebhoy dkk., 2015).
Manajemen Saluran Nafas dan Pernafasan (Airway and Breathing)
Intubasi endotrakeal harus dilakukan olehseorang laryngoscopist
berpengalaman. Dimulai dengan endotracheal tube (ETT) dengan diameter dalam
6,0 hingga 7,0 mm. Apabila upaya intubasi endotrakeal pertama gagal, maka
dapat dilakukan intubasi endotrakeal kedua kalinya. Jika masih gagal, dapat
dilanjutkan dengan strategi penempatan jalan nafas supraglotis. Jika oksigenasi
dan ventilasitidak berhasil dengan perangkat supraglotik atau ETT dan mask
ventilasi tidak mungkin, maka akses jalan nafas invasif darurat harus dilakukan
(krikotirotomi). Upaya intubasi yang berkepanjangan harus dihindari untuk
mencegah trauma saluran napas dan perdarahan. Kapnografi harus digunakan jika
tersedia untukmenilai penempatan ETT yang benar, kualitas kompresi dada,dan
kembalinya sirkulasi spontan (ROSC). Interupsi kompresi dada harus
diminimalkan selama melakukan pembukaan jalan napas lanjutan (Jeejeebhoy
dkk., 2015).
Pengobatan Aritmia Selama Henti Jantung
Terapi medis selama henti jantung pada pasien hamil tidak berbeda dengan
pasien tidak hamil. Untuk pasien dengan fibrilasi ventrikel refraktori (shock
resistant) dan takikardia, obat pilihannya adalah amiodarone 300 mg dengan
injeksi cepat, dosis lanjutan adalah 150 mg jika dibutuhkan (Jeejeebhoy dkk.,
2015).
13

Obat Lainnya yang Dibutuhkan Selama Bantuan Hidup Lanjut.


Dalam penanganan henti jantung, vasopressor seperti epinefrin dan
vasopresin telah digunakan dengan tujuan meningkatkan aliran darah miokard dan
otak. Berbagai penelitian yang membandingkan pasien BHL dengan obat
danpasien BHL tanpa obat, menunjukkan hasil berupa peningkatan kembalinya
sirkulasi spontan (ROSC) pada pasien dengan pemberian epinefrin, tetapi tidak
ada perbedaan untuk kelangsungan hidup jangka panjangnya.Tidak ada data yang
membandingkan penggunaan epinefrin dan vasopresin selama henti jantung pada
pasien hamil, tetapi karena vasopressin dapat menginduksi kontraksi uterus dan
kedua agen tersebut dianggap setara pada pasien tidak hamil, maka epinefrin
adalah agen yang lebih disukai. Pada kasus henti jantung pada kehamilan dapat
dipertimbangkan pemberian 1 mg epinefrin IV / IO setiap 3 hingga5 menit
selama henti jantung (Jeejeebhoy dkk., 2015).
Penilaian Janin Selama Henti Jantung
Penilaian janin tidak harus dilakukan selama resusitasi. Evaluasi terhadap
jantung janin tidak akan membantu, melainkan hanya akan menghambat atau
menunda resusitasi dan pemantauan ibu. Selama dilakukan resusitasi jantung
paru, fokus harus tetap pada resusitasi ibu, pemulihan nadi ibu, dan tekanan
darahdengan oksigenasi yang memadai. Jika ibu mencapai ROSC dan kondisinya
stabil, maka pengawasan jantung janin dapat dilakukan kapan saja yang dianggap
tepat (Jeejeebhoy dkk., 2015).
Kelahiran Caesar Perimortem
Jika henti jantung pada wanita hamil (dengan ketinggian fundus pada atau
di atas umbilikus) belum mencapai ROSC dengan langkah resusitasi biasa dengan
teknik LUD manual, maka disarankan untuk dilakukan kelahiran caesar
perimortem saat resusitasi berlanjut. Keputusan tentang waktu optimal
dilakukannya kelahiran caesar perimortem atau PMCD untuk bayi dan ibu
itumembutuhkan pertimbangan beberapa faktor seperti penyebab henti jantung,
patologi ibu dan fungsi jantung, usia kehamilan, dan sumber daya (ditunda
hinggatenaga medis yang memenuhi syarat tersedia untuk melakukan prosedur
ini). Semakin cepat dilakukan PMCD maka hasil akan lebih baik (Jeejeebhoy
dkk., 2015).
14

Beberapa laporan kasus menunjukkan bahwa tindakan PMCD selama henti


jantung pada ibu hamil mengakibatkan kembalinya sirkulasi spontan (ROSC) atau
peningkatan status hemodinamik ibu.Tidak ada kasus yang menyebutkan bahwa
status ibu menjadi memburuk setelah persalinan caesar. Hal penting untuk diingat
adalah bahwa ibu dan bayi dapat meninggal jika tim medis tidak dapat
mengembalikan aliran darah ke jantung ibu (Jeejeebhoy dkk., 2015).
PMCD harus sangat dipertimbangkan untuk pasien yang belum mencapai
ROSC setelah 4 menit upaya resusitasi. Interval waktu ini dipilih untuk
meminimalkan risiko kerusakan neurologis, yang mulai berkembang setelah 4
hingga 6 menit henti jantung. Jika viabilitas ibu tidak memungkinkan (cedera
yang fatal atau pulselessness yang berkepanjangan), maka prosedur iniharus
segera dimulai (Jeejeebhoy dkk., 2015).
Prosedur kelahiran caesar perimortem harus dilakukan di tempat resusitasi,
karena waktu tidak boleh terbuang hanya untuk memindahkan pasien. Upaya
resusitasi harus tetap dilanjutkan selama proses kelahiran caesar perimortem,
termasuk teknik LUD manual (Jeejeebhoy dkk., 2015).
Setelah prosedur PMCD, jika resusitasi ibu telah berhasil, pemberian
antibiotik dan oksitosin mungkin dipertimbangkan (Jeejeebhoy dkk., 2015).
15

Gambar 2.3 Algoritma BHL pada kasus henti jantung pada kehamilan
(Jeejeebhoy dkk., 2015)
2.6 Komplikasi
Upaya resusitasi memerlukan manipulasi iatrogenik invasif pada pasien
seperti RJP eksternal, defibrilasi eksternal, intubasi endotrakeal dan kanulasi
pembuluh darah perifer dan sentral. Langkah-langkah ini sangat penting untuk
keberhasilan resusitasi, tetapi dapat merusak kesehatan pasien sehingga dapat
menyebabkan cedera atau komplikasi pada pasien saat dilakukannya prosedur
resusitasi jantung paru ini. Komplikasi yang sering terjadi erythema kulit, fraktur
tulang rusuk, fraktur tulang sternum, lesi trakea, dan perdarahan retrofaring.
Komplikasi yang jarang terjadi liver injuries, Aortic ruptures, Stomach lesions,
16

Gastric rupture, Post-defibrillation rhabdomyolysis, Spleen lesions, dan Air


embolism (Claas dan Michael, 2009).
2.7 Persalinan Darurat
Segera setelah henti jantung pada pasien yang hamil diketahui, tim terlatih
yang terdiri dari dokter kandungan, dokter anak, dan dokter anastesi harus segera
diberitahu agar dapat melakukan upaya aktif dalam menyelamatkan pasien dan
janinnya. Dokter kandungan harus segera mulai mempesiapkan kemungkinan
dilakukannya postmortem caesarian delivery (PMCD), yang didefinisikan sebagai
persalinan setelah ibu mengalami henti jantung (Jeejeebhoy et al., 2015). PMCD
harus segera diinisiasi setelah 4 menit kegagalan usaha resusitasi dengan target
pengeluaran janin dalam waktu 5 menit dari inisiasi upaya resusitasi. Jika ibu
memiliki luka atau injury yang jelas tidak dapat diselamatkan, tidak perlu
menunggu untuk memulai PMCD (Kikuchi & Deering, 2017).
Baik ibu maupun janin mendapatkan keuntungan dari dilakukannya
PMCD. Persalinan dari janin secara signifikan meningkatkan usaha resusitasi ibu
dengan menghilangkan ACC (aotocaval compression), dimana adanya ACC ini
dapat menyebabkan terjadinya penurunan pre-load yang selanjutnya menyebabkan
hipotensi dan bradikardia (Jeejeebhoy et al., 2015). Meskipun selama upaya
resusitasi LUD (left uterine displacement) telah dilakukan, namun hal ini mungkin
tidak cukup untuk menghilangkan ACC. Sebuah tinjauan dari kasus PMCD,
menemukan bahwa dilakukannya persalinan memberikan kelangsungan hidup
pada ibu sebanyak 19 dari 60 kasus. (Einav et al., 2012). Dilakukannya PMCD
memberikan manfaat yang jelas guna mengurangi risiko cedera otak akibat
hipoksia. Selain itu, tidak semua pasien ibu hamil adalah kandidat untuk PMCD.
Prosedur ini hanya disarankan jika rahim meluas setidaknya ke tingkat umbilikus.
Namun, terlepas dari kelayakan janin dan usia kehamilan, PMCD harus
dipertimbangkan jika pembesaran uterus berpotensi menyebabkan ACC (Svinos,
2008).
17

PMCD harus dilakukan dilokasi dimana ibu mendapatkan tindakan


resusitasi. Transfer ke ruang operasi tidak dianjurkan karena keterlambatan
sampai waktu persalinan dan fakta bahwa transfer menyebabkan penurunan
kualitas RJP (Lipman et al., 2010). Selanjutnyam jangan menyia-nyiakan waktu
menunggu peralatan bedah atau dilakukannya abdominal preparation. Pisau
bedah adalah satu-satunya peralatan yang dibutukan untuk memulai operasi sesar.
Selama operasi sesar, upaya resusitasi dan LUD manual harus tetap dilanjutkan.
Berkenaan dengan teknik untuk operasi sesar, baik sayatan vertical dan
Pfannenstiel telah diterima dan berada dalam kebijakan dokter kandungan
(Jeejeebhoy et al., 2015). Jika henti jantung adalah sekunder yang disebabkan
oleh trauma, sayatan vertical lebih disarankan untuk memberikan visualisasi perut
yang lebih baik. Jika tidak, beberapa tenaga kesehatan mungkin merasa lebih
nyaman melakukan sayatan Pfannestiel. PMCD yangberhasil telah dilaporkan
menggunakan sayatan Pfannenstiel (Jeejeebhoy et al., 2015). Setelah persalinan,
rahim harus dibersihkan dan ditutup. Ketika perfusi telah pulih, penting untuk
diperhatikan bahwa mungkin ada perdarahan tambahan dari rahim dan hal ini bisa
dipantau. Jika pasien berhasil diresusitasi, antibiotic harus diberikan. Oksitosin
juga bisa diberikan dengan hati-hati karena potensinya menyebabkan gagal
jantung (Dyer et al., 2011)
BAB III
PENUTUP
Resusitasi jantung paru dalam kehamilan memiliki kerentanan yang tinggi
serta memerlukan penanganan lebih khusus karena melibatkan dua nyawa yaitu
ibu dan janin. Etiologi dari kasus MCA sangat luas seperti; kecelakaan,
perdarahan, kardiovaskular, obat- obatan, emboli, demam dan keadaan umum
non-obstetrik. Diagnosis banding dari henti jantung dalam kehamilan dapat dibagi
menjadi 3 yaitu; penyakit katup jantung pada wanita hamil, penyakit jantung
bawaan pada wanita hamil dan penyakit jantung hipertensi pada wanita hamil.
Pada kehamilan, terjadi perbedaan anatomi dan fisiologis, ,maka dari itu pada
kasus henti jantung harus memerlukan pertimbangan khusus. Manual LUD
dilakukan agar akses untuk manajemen saluran nafas dan defibrilasi menjadi lebih
mudah, teknik ini harus dilakukan secara kontinu selama proses resusitasi
berlangsung.
AHA 2015 sudah menjelaskan tentang BHD pada kehamilan. Jika henti
jantung sudah teridentifikasi maka seluruh tahap BHD yang anggota timnya
disarankan minimal empat orang harus bekerja secara efektif dan bekerja secara
simultan bukan sekuensial. Selanjutnya, tim BHL akan melanjutkan tugas BHD
dan melakukan manajemen jalan napas lanjutan,memasukkan akses intravena di
atas diafragma,dan memberikan obat BHL jika diperlukan. Terapi untuk pasien
dengan fibrilasi ventrikel refraktori(shock resistant) dan takikardia, pilihan
obatnya adalah amiodarone 300 mg dengan injeksi cepat, dosis lanjutan adalah
150 mg jika dibutuhkan. Kasus henti jantung pada kehamilan dapat
dipertimbangkan pemberian 1 mg epinefrin IV / IO setiap 3 hingga 5 menit
selama henti jantung. Tim terlatih yaitu: dokter kandungan, dokter anak, dan
dokter anastesi harus segera diberitahu agar dapat melakukan upaya aktif dalam
menyelamatkan ibu dan janinnya. Dokter kandungan harus segera mulai
mempesiapkan kemungkinan dilakukannya postmortem caesarian delivery
(PMCD).

18
19

DAFTAR PUSTAKA

American Heart Association (AHA).2015. Part 5: Adult Basic Life Support and
Cardiopulmonary Resuscitation Quality: Guidelines Update for
Cardiopulmonary Resuscitation and Emergency Cardiovascular Care.

Andersen LØ, Isbye DL, Rasmussen LS. (2007). Increasing compression depth
during manikin CPR using a simple backboard. Acta Anaesthesiol Scand,
51:747–50.
American Heart Association (AHA). 2005. Part 5: Guidelines for Cardiopulmonar
Resucitation and Emergency Cardiovasvular Care. Circulation; 112 (Issue
24 Suppl); December 13.
Bahri, Anwar T. Wanita Kehamilan dan Penyakit Jantung. Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara.

Bennett, T. A., Katz, V. L., &Zelop, C. M. (2016). Cardiac arrest and


resuscitation unique to pregnancy. Obstetrics and Gynecology Clinics,
43(4), 809-819.

Berg RA, Sanders AB, Kern KB, Hilwig RW, Heidenreich JW, Porter ME, Ewy
GA. (2001). Adverse hemodynamic effects of interrupting chest
compressions for rescue breathing during cardiopulmonary resuscitation
for ventricular fibrillation cardiac arrest. Circulation, 104:2465–70.
Cunningham FG et al. 2014. Hipertensive Disorders in Pregnancy. William
Obstetrics 23rd Ed. New York: McGraw-Hill Companies.

Claas,T.B and Michael, T. 2009. Frequent and rare complications of resuscitation


attempts. Intensive Care Med (2009) 35:397–404 DOI 10.1007/s00134-
008-1255-9.

Carbillon L, Uzan M, Uzan S. (2000). Pregnancy, vascular tone, and maternal


hemodynamics: a crucial adaptation. Obstet Gynecol Surv, 55:574–81.
Chiloiro M, Darconza G, Piccioli E, De Carne M, Clemente C, Riezzo G. (2001).
Gastric emptying and orocecal transit time in pregnancy. J Gastroenterol,
36:538–43.
Dyer RA, Butwick AJ, Carvalho B. 2011. Oxytocin for labour and caesarean
delivery: implications for the anaesthesiologist. CurrOpin
Anaesthesiol.24:255–261.

Einav S, Kaufman N, Sela HY. 2012. Maternal cardiac arrest and perimortem
cesarean delivery: evidence or expert-based? Resucitation. 83:1191-1200
Homenta, Rampengan S. 2014. Penyakit Jantung pada Kehamilan. Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.
20

Jeejeebhoy FM, Zelop CM, Lipman S, et al. 2015. Cardiac arrest in pregnancy: a
scientific statement from the American Heart Association. Circulation.
132: 1747-1773.

Kikuchi, J &Deering, S. 2017. Cardiac arrest in pregnancy. Seminars in


perinatology. 42 (1): 33-38.

Lawson M, Kern F Jr, Everson GT. (1985). Gastrointestinal transit time in human
pregnancy: prolongation in the second and third trimesters followed by
postpartum normalization. Gastroenterology, 89:996–9.
Lipman SS, Daniels KI, Carvalho B, et al. 2010. Deficits in the provision of
cardiopulmonary resuscitation during simulated obstetric crises. Am J
Obstet Gynecol. 203(2):E171–e175 179.

Noordergraaf GJ, Paulussen IW, Venema A, van Berkom PF, Woerlee PH,
Scheffer GJ, Noordergraaf A. (2009). The impact of compliant surfaces on
in-hospital chest compressions: effects of common mattresses and a
backboard. Resuscitation, 80:546–52.

Perkins GD, Benny R, Giles S, Gao F, Tweed MJ. (2003). Do different mattresses
affect the quality of cardiopulmonary resuscitation? Intensive Care Med,
29:2330–5.
Perkins GD, Smith CM, Augre C, Allan M, Rogers H, Stephenson B, Thickett
DR. (2006). Effects of a backboard, bed height, and operator position on
compression depth during simulated resuscitation. Intensive Care Med,
32:1632–5.

Perkins GD, Kocierz L, Smith SC, McCulloch RA, Davies RP. (2009).
Compression feedback devices over estimate chest compression depth
when performed on a bed.Resuscitation, 80:79–82.

San-Frutos L, Engels V, Zapardiel I, Perez-Medina T, Almagro-Martinez J,


Fernandez R, Bajo-Arenas JM. (2011). Hemodynamic changes during
pregnancy and postpartum: a prospective study using thoracic electrical
bioimpedance. J Matern Fetal Neonatal Med, 24:1333–40.

SvinosH. 2008. Towards evidence based emergency medicines: best BETs from
the Manchester Royal Infimary, BET1: emergency caesarean section in
cardiac arrest before the third trimester. Emerg Med J. 25:764-765.

Sinz E, Lavonas EJ, Jeejeebhoy FM. 2010 American Heart Association


Guidelines for Cardiopulmonary Resuscitation andEmergency Cardio-
vascular Care. Part 12: Cardiac arrest in specialsituations. Circulation2010;
122: S829-61
Tan EK, Tan EL. (2013). Alterations in physiology and anatomy during
pregnancy.Best Pract Res Clin Obstet Gynaecol, 27:791–802.
21

Vanden Hoek TL, Morrison LJ, Shuster M, Donnino M, Sinz E, Lavonas EJ,
Jeejeebhoy FM, Gabrielli A. (2010). Part 12: cardiac arrest in special
situations: 2010 American Heart Association guidelines for
cardiopulmonary resuscitation and emergency cardiovascular care
[published correction appears in Circulation. 2011;123:e239 and
Circulation. 2011;124:e405]. Circulation, 122(suppl 3):S829–S861.

Zelop, C. M., Einav, S., Mhyre, J. M., & Martin, S. (2018). Cardiac arrest during
pregnancy: ongoing clinical conundrum. American journal of obstetrics
and gynecology, 219(1), 52-61.

Anda mungkin juga menyukai