Pembimbing :
Dr. Nany Hairunisa,MCHSc
Disusun Oleh :
Aqdam Fauqo Al’adli 03014019
Aldrich Chandra 03015011
Annisa Himmatul Ulya 03015028
Chyntia Fitri Utami 03015050
Ida Ayu Putu Ratih Septiari 03015087
MAKALAH
Anemia Aplastik akibat Paparan Benzena
( )
ii
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN.....................................................................................ii
DAFTAR ISI ..........................................................................................................iii
DAFTAR GAMBAR .............................................................................................iv
DAFTAR TABEL ...................................................................................................v
DAFTAR SINGKATN...........................................................................................vi
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................2
2.1 Benzena..............................................................................................................2
2.2 Anatomi dan Fisiologi......................................................................................11
2.3 Definisi Anemia Aplastik.................................................................................18
2.4 Epidemiologi ...................................................................................................18
2.5 Etiologi ............................................................................................................19
2.6 Patofisiologi ....................................................................................................21
2.7 Manifestasi Klinis ...........................................................................................23
2.8 Penegakkan Diagnosis ....................................................................................23
2.9 Diagnosis Banding ..........................................................................................25
2.10 Tatalaksana ....................................................................................................27
2.11 Komplikasi ....................................................................................................28
2.12 Prognosis .......................................................................................................28
2.13 Pencegahan dan Pengendalian.......................................................................28
BAB III DISKUSI KASUS ...................................................................................31
BAB IV KESIMPULAN .......................................................................................37
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................38
LAMPIRAN...........................................................................................................41
iii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Pelabelan benzene berdasarkan GHS.....................................................3
Gambar 2. Skema mekanisme benzene....................................................................5
Gambar 3. Bone marrow pada tulang panggul ......................................................12
Gambar 4. Bone red dan yellow marrow...............................................................12
Gambar 5. Vaskularisasi bone marrow .................................................................13
Gambar 6. Maturasi sel darah ..............................................................................14
Gambar 7. Spesimen tulang dengan biopsy pada pasien anemia aplastik.............25
Gambar 8. Spesimen tulang dengan biopsy pada pasien normal ..........................26
Gambar 9. Algoritma Tatatalaksana Anemia aplastik ………………………….. 30
Gambar 10. Hirarki Pengendalian Risiko Kesehatan dan Keselamatan Kerja …. 38
iv
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Daftar Penelitian Hubungan Benzena dengan Kesehatan.....................10
Tabel 2.2 Klasifikasi etiologi anemia aplastik ......................................................19
Tabel 2.3 Faktor Risiko Anemia aplastik ………………………………………. 22
Tabel 3.1 Jurnal pendukung ……………………………………………………...34
v
DAFTAR SINGKATAN
ALP : Alkaline Phospatase
ALT : Alanine Aminotransferase
ALG : Anti Lymphocyte Globulin
AST : Aspartate Phospatase
ATG : Anti Thymocyte Globuline
ACHIH : American Conference of Governmental Industrial Hygienists
APD : Alat Pelindung Diri
BBLR : Berat Badan Lahir Rendah
BUN : Blood Urea Nitrogen
G-CSF : Granulocyte Colony Stimulating Factor
GHS : Globally Harmonized System
GvHD : Graft Versus Host Disease
Hb : Hemoglobin
IAASG : International Agranulocytosis and Aplastic Anemia Study Group
LDH : Lactate Dehidrogenase
MSDS : Material Safety Data Sheet
NIOSH : National Institute for Occupational Safety and Health
NRMI : Nuclear Imaging Resonance Imaging
OSHA : Occupational Safety and Health Administration
PEL : Permissible Exposure Limit
REL : Recommended Exposure Limit
ROS : Reactive Oxygen Species
STEL : Short Term Exposure Limit
TIBC : Total Iron Binding Capacity
TNF : Tumor Necrosis Factor
vi
TLV : Threshold Limit Value
TWA : Time Weight Average
vii
BAB I
PENDAHULUAN
Penggunaan bahan kimia dewasa ini telah berkembang sangat luas. Bahan kimia
yang banyak digunakan adalah pelarut organik diantaranya benzena. Benzena
digunakan untuk berbagai proses di industri seperti industri rubber, sepatu, cat,
komponen bahan bakar motor dan deterjen, pestisida, serta farmasi. 1 Benzena adalah
cairan tidak berwarna dengan bau manis, menguap sangat cepat di udara dan sukar larut
dalam air. Paparan benzena pada manusia dapat memberikan efek kesehatan terutama
mengganggu sistem saraf pusat, sistem hematopoietik, dan sistem kekebalan tubuh.
Efek secara akut dapat berupa iritasi laring, pusing, pucat, sesak napas, sakit kepala,
kelelahan, mengantuk, dan pingsan. Sedangkan efek secara kronis dapat berupa kanker.2
Paparan benzena dilingkungan kerja telah diatur nilai ambang batasnya. Menurut
NIOSH nilai ambang batas benzena ditempat kerja adalah 0,1 ppm.3 Di Amerika Serikat
terdapat 51 kasus leukopenia, pansitopeni, eosinfolia, dan trombositopenia, pembesaran
platelet dan anemia akibat paparan benzena dengan konsentrasi 30-210 ppm. 4 Menurut
Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia nomor
PER/13/MEN/X/2011 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika dan Kimia di Tempat
Kerja, Nilai Ambang Batas dari benzena adalah 0,5 ppm.5
Anemia adalah kondisi kadar hemoglobin (Hb) yang ada dalam darah kurang
dari batas normal. Anemia aplastik adalah anemia yang disertai oleh pansitopenia yang
merupakan suatu keadaan yang ditandai oleh adanya anemia, leukopenia, dan
trombositopenia pada darah tepi.6 Penyebab anemia aplastik sebagian besar adalah
idiopatik, namun anemia aplastik sering dikaitkan dengan paparan radiasi dan bahan
kimia, infeksi virus dan dengan penyakit lain.7 Insiden terjadinya anemia aplastik akibat
inhalasi benzena di Eropa dan Israel sebanyak dua kasus per 1 juta populasi setiap
tahunnya. Di Thailand dan Cina, angka kejadiannya sebanyak lima hingga tujuh orang
per satu juta populasi.
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Benzena
2.1.1 Pendahuluan
Benzena (C H ) adalah senyawa hidrokarbon organik berbentuk cairan yang
6 6
umum digunakan sebagai bahan pelarut. Benzena merupakan salah satu senyawa kimia
yang paling banyak digunakan dalam proses sintesis berbagai polimer, resin, dan serat
sintetis.8,9
Pekerjaan yang berhubungan dengan pengolahan kulit, petrokimia, laboratorium
ilmiah, industri karet, bahan bakar berdasar batu bara, pengolahan baja, percetakan, dan
pengolahan plastik berisiko terpapar benzena dalam kadar yang tinggi. 7 Selain itu,
pekerjaan seperti pekerja penerbangan, pengendara bis, polisi, pekerja kargo tanker,
pekerja di pemukiman kota, dan nelayan dapat terpapar benzena akibat penggunaan
produk petroleum.10 Selain itu, asap rokok juga merupakan salah satu sumber paparan
benzena yang cukup umum ditemukan.8
Benzena dianggap sebagai senyawa yang berbahaya oleh OSHA Hazard
Communication Standard (29 CFR 1910.1200), dan diketahui memiliki sifat mudah
terbakar kategori 2 (titik nyala < 23oC dan titik didih > 35oC), dapat menyebabkan
gangguan kulit kategori 2 (iritasi), gangguan mata kategori 2A (iritasi berat),
mutagenisitas sel germinal kategori 1 (dapat mengakibatkan mutasi sel germinal),
karsinogenisitas kategori 1 (dapat mengakibatkan kanker), dan toksisitas organ spesifik
akibat paparan berulang kategori 1 (dapat mengakibatkan toksisitas yang signifikan).3,11
2.1.2 Pengelolaan dan Penyimpanan menurut Material Safety Data Sheet (MSDS) 3
Anjuran pengelolaan:
2
Gunakan peralatan yang tidak menimbulkan percik api
Waspada terhadap pelepasan muatan elektrostatik
Jangan tertelan
Simpan pada wadah asli atau wadah alternatif dengan bahan yang sesuai, tutup
dengan kencang saat tidak digunakan
Jangan memakai ulang wadah bekas
Simpan dan gunakan jauh dari suhu panas, percikan api, bara api, atau sumber
pengapian lainnya.
Jangan menghirup uap/kabut
Jangan mengelola hingga seluruh anjuran keamanan sudah dibaca dan dipahami
Anjuran kebersihan kerja:
Dilarang makan, minum, dan merokok di tempat material ini dikelola dan
disimpan
Pekerja perlu mencuci tangan dan muka sebelum makan, minum, dan merokok
Lepaskan pakaian dan APD yang terkontaminasi sebelum memasukin area
makan
Anjuran penyimpanan:
Simpan berdasarkan peraturan lokal yang berlaku
Simpan di area terpisah yang telah diakui
Simpan di wadah aslinya, terlindung dari sinar matahari langsung, di tempat
yang kering, sejuk, dan dengan ventilasi yang baik, jauh makanan, dan minuman
Eliminasi semua sumber pengapian
Simpan di tempat terkunci
Pisahkan dari material yang mengoksidasi
Tutup wadah dengan erat dan tersegel hinggal siap untuk digunakan
Wadah yang sudah dibuka perlu disegel kembali dan ditaruh dalam posisi tegak
untuk mencegah kebocoran
Jangan disimpan di wadah yang tidak berlabel
3
Gambar 1. Pelabelan benzena berdasarkan Globally Harmonized System (GHS)3
4
CYP4502E1, didapatkan radikal-radikal bebas dan metabolit quinone seperti
phenol, hydroqionone, benzoquinone, dan 1,2,4-benzenaotriol. Berbagai
penelitian mensugestikan dampak toksik benzena diakibatkan oleh radikal bebas
dan metabolit-metabolit yang telah disebutkan. Radikal bebas dan metabolit
yang dihasilkan diketahui mencetuskan peroksidasi lipid dan bersifat
histotoksik, sedangkan peroksidasi lipid akan mengakibatkan produksi radikal
bebas lebih lanjut. Selain itu, radikal bebas, ROS, dan metabolit benzena
diketahui dapat mengakibatkan kerusakan DNA.8
1. Sistem hematologi
Paparan kronis benzena berhubungan dengan penurunan hemoglobin, jumlah
trombosit, dan jumlah leukosit. Berdasarkan suatu penelitian pada para pekerja yang
terpapar benzena (paparan per minggu 7,4 mg/m3) di China, jumlah neutrofil dan
volume rerata trombosit disebut sebagai parameter yang paling dipengaruhi oleh
paparan benzena. Sebuah penelitian pada pekerja pabrik sepatu (konsentrasi uap 6,0 -
47,2 mg/m3) menunjukkan adanya penurunan Hb dan MCHC. Penelitian lain
menyebutkan paparan benzena secara kronis merupakan faktor risiko terjadinya
penyakit hematologis seperti anemia aplastik dan leukemia.8
2. Sistem imunologi
5
Beberapa penelitian eksperimental maupun epidemiologi menunjukkan bahwa
paparan benzena dapat menekan jumlah dan fungsi sistem imun, seperti sel imun dan
immunoglobulin serum. Sebuah penelitian eksperimental menunjukkan penurunan
jumlah limfosit T dan B pada tikus yang menginhalasi benzena (konsentrasi 319 - 638
mg/m3) selama 8 minggu. Penelitian eksperimental lain menemukan penurunan jumlah
limfosit (limfopenia) dan supresi mitogenesis sel T dan B pada tikus yang terpapar
benzena dari air minum (166 mg/m3) selama 4 minggu. Penelitian epidemiologis pada
pekerja SPBU menunjukkan adanya penurunan komponen sistem imun seperti
immunoglobulin, sel T-CD4, dan rasio CD4/CD8. Penelitian epidemiologis lain pada
pekerja tanker cargo yang terpapar 0,479 mg/m3 benzena 12 jam/hari selama 3 hari,
ditemukan penurunan jumlah IgM, IgA, dan sel T-CD4. Mekanisme terjadinya efek
imunotoksik akibat benzena diduga berhubungan dengan kerusakan kromosom dan
DNA, dan stress oksidatif. 8
6
sehingga mekanisme ini diduga yang mengakibatkan efek toksik terhadap
spermatogenesis. Paparan benzena juga meningkatkan jumlah kromosom aneuploid
pada sperma, sehingga sperma yang terbentuk menjadi cacat. 8
4. Sistem saraf
Paparan kronis benzena diduga dapat mengakibatkan gangguan neurologis.
Sebuah penelitian terhadap 8 pasien yang sebelumnya terpapar larutan yang
mengandung benzena (konsentrasi 9-88%), ditemukan gangguan neurologis pada 6
pasien berupa atrofi ekstremitas bawah dan neuropati pada ekstremitas atas. Penelitian
tersebut mensugestikan bahwa benzena dapat berdampak toksik terhadap sistem saraf
perifer.
Berdasarkan penelitian eksperimental pada binatang, benzena diimplikasikan
dapat mengakibatkan perubahan kognitif, motorik, dan perilaku. Sebuah penelitian pada
binatang hamil menunjukkan bahwa paparan benzena (injeksi subkutan 0,1mg/kg pada
hari ke-15 gestasi) mengakibatkan neonatus yang dilahirkan mengalami gangguan
perilaku, motorik, dan kognitif. Hasil dari penelitian lain menunjukkan bahwa paparan
benzena (secara oral, 950 mg/kg) mengakibatkan penurunan kadar asetilkolin pada
hipokampus tikus, dan penurunan kadar dopamin dan norepinefrin pada otak tengah
tikus.8 Pembentukan ROS dan stres oksidatif diduga merupakan mekanisme yang
berperan dalam toksisitas sistem neurologis akibat paparan benzena. 8
5. Sistem respirasi
Paparan akut benzena diketahui memberikan efek toksik terhadap sistem
respirasi manusia. Terdapat sebuah artikel case-report mengenai kecelakaan kerja yang
mengakibatkan paparan uap benzena dengan konsentrasi tinggi yang mengakibatkan 3
korban mengalami kematian. Hasil autopsi korban menunjukkan hemoragi dan edema
pada paru-paru. Artikel lain membicarakan tentang intoksikasi benzena pada seorang
laki-laki berusia 18 tahun. Hasil dari autopsi menunjukkan gambaran bronchitis dan
7
hemoragi masif pada paru-paru. 8
Selain dampak dari paparan akut, paparan kronik benzena juga mengakibatkan
efek toksik pada sistem respirasi. Pada sebuah penelitian eksperimental, inhalasi
benzena dengan konsentrasi 958,4 mg/m3 selama 7 hari mengakibatkan apoptosis pada
parenkim paru.8
6. Sistem endokrin
Benzena merupakan senyawa organik yang diketahui memiliki efek menganggu
sistem endokrin. Sebuah penelitian epidemiologis pada pekerja SPBU yang terpapar
selama 2-15 tahun menunjukkan peningkatan kadar tetra-iodotironin (T4) dan tiroksin
bebas (FT4), dan penurunan kadar thyroid-stimulating hormone (TSH) dan tri-
iodotironin (T3). Gangguan pada aktifitas pituitari-hipotalamik-adrenokortikal
ditemukan pada sebuah penelitian eksperimental dimana hewan penelitian diberikan
31–790 mg/m3 benzena secara oral. Selain itu, terdapat artikel yang mengatakan
paparan benzena dari bensin meningkatkan risiko terjadinya kanker pankreas.8
7. Sistem kardiovaskular
Terdapat beberapa penelitian epidemiologis yang mengatakan paparan benzena
dapat menjadi faktor penyebab terjadinya hipertensi. Suatu penelitian epidemiologis
menemukan prevalensi hipertensi lebih tinggi pada kelompok yang terpapar benzena,
tetapi pada penelitian ini tidak terdapat data konsentrasi dan durasi paparan. Hasil
penelitian epidemiologis lain pada pekerja pabrik petrokimia menunjukkan bahwa
paparan benzena dan pelarut organik lainnya dapat mengakibatkan hipertensi dan
perubahan patologis pada EKG.8
Mekanisme terjadinya hipertensi dan gangguan kardiovaskular lainnya akibat
paparan benzena diduga melalui gangguan metabolisme nitrat oksida (NO), tetapi
mekanisme pastinya masih belum diketahui. Selain itu, data penelitian epidemiologis
yang menunjukkan bahwa benzena dapat mengakibatkan hipertensi masih sangat
terbatas (tidak ada data konsentrasi dan durasi paparan).8
8. Hepar
Hepar merupakan organ yang rentan terhadap efek toksik hidrokarbon. Paparan
kronik hidrokarbon seperti benzena diketahui berdampak buruk terhadap enzim-enzim
8
hepar. Hasil penelitian eksperimental pada tikus yang diberikan 100mg/kg benzena
secara oral menunjukkan peningkatan aktivitas lactate dehidrogenase (LDH), alkaline
phosphatase (ALP), aspartate transaminase (AST), dan alanine aminotransferase
(ALT). Penelitian eksperimental lain menunjukkan penurunan aktivitas enzim P450-
2E1 sebanyak 34% dan peningkatan aktivitas glutation sebesar 30% pada tikus yang
diberikan 50 mg/kg benzena selama 3 minggu. Selain yang telah disebutkan, benzena
juga diketahui meningkatkan berat hepar, penurunan kadar protein dalam hepar, dan
perubahan metabolisme obat pada hepar hewan penelitian. 8
Berdasarkan sebuah penelitian case-control pada 92 pekerja yang secara kronis
terpapar benzena (4,798 mg/m3) melalui inhalasi, ditemukan peningkatan kadar enzim
hepar (AST dan ALT). Mekanisme yang berperan diduga berupa degenerasi selular,
penurunan regulasi ekspresi gen, stres oksidatif, dan jalur lainnya.8
9. Renal
Paparan terhadap hidrokarbon terhalogenasi, hasil penyulingan petroleum,
ethylene glycol, dan dioxane dapat mengakibatkan oliguria dan azotemia. Suatu
penelitian eksperimental pada tikus yang dipaparkan benzena dengan dosis 800 mg/kg
selama 30 hari, ditemukan dampak nefrotoksik seperti peningkatan kadar blood urea
nitrogen (BUN) sebanyak 33% dan peningkatan kadar kreatinin serum sebanyak 30%.
Sebuah penelitian pada 53 pekerja kilang minyak menunjukkan bahwa paparan kronis
hidrokarbon (termasuk benzena) dalam kadar yang rendah tidak berdampak negatif
terhadap ginjal.8
9
Tabel 2.1. Daftar penelitian mengenai hubungan paparan benzena dengan dampak kesehatan.8
10
2.2 Anatomi dan Fisiologi
Bone marrow (Sumsum tulang) adalah organ yang bertanggung jawab untuk
produksi sel darah pada manusia dan merupakan organ terbesar keempat menurut
beratnya, yaitu setelah tulang, otot dan lemak. Pada manusia, berat sumsum tulang
sekitar 4-5% dari total berat badan. Sumsum tulang lunak dan mengisi rongga modular
osseus, terdiri dari beberapa ruang kecil antara trabekula dan rongga yang lebih besar di
12
dalam poros tulang panjang. Secara struktural, sumsum tulang terdiri dari dua unsur
utama yaitu specialized fibroblast (adventitial reticular cell) yang menyekresi kerangka
dari serat retikulin (fine collagen fibers) yang berfungsi menyokong perkembangan sel-
sel darah dan jaringan sinusoid darah yang dilapisi oleh selapis sel endotel. Sinus
vascular ini menunjuang sel-sel hemopoietik, menyalurkan ke vena sentral longitudinal
menuju ke systemic venous circulation.13
Ada dua jenis sumsum tulang, yaitu sumsum merah (hematopoietik, aktif) dan
sumsum kuning (berlemak, tidak aktif). 12 Sumsum merah ditemukan terutama di tulang
pipih, seperti tulang panggul, sternum, tengkorak, tulang iga, vertebrae dan tulang
belikat serta di ujung metafisis dan epifisis tulang panjang, seperti femur, tibia dan
humerus, dimana tulangnya bersifat concellous atau spongy.14 Warna merah dari
sumsum hematopoietik disebabkan oleh adanya hemoglobin dalam sel darah merah dan
sumber-sumbernya bersama dengan sel darah putih serta trombosit mencapai 60% dari
keseluruhannya, sisanya terdiri dari sel lemak. Sumsum kuning dibuat hampir
seluruhnya (95%) dari lemak dengan sangat sedikit unsur hematopoietik dan warnanya
berasal dari pigmen karotenoid yang ditemukan dalam sel lemak. Sel lemak sumsum
merah mengandung sedikit lebih banyak asam lemak tidak jenuh daripada sumsum
kuning. Sumsum merah terdiri dari sekitar 40% air, 40% lemak dan 20% protein,
sedangkan sumsum kuning mengandung sekitar 15% air, 80% lemak dan 5% protein. 12
Sumsum kuning ditemukan di bagian diaphysis. Pada saat seseorang mencapai usia
lanjut, hampir semua sumsum merah digantikan oleh sumsum kuning, namun sumsum
kuning dapat kembali menjadi merah jika membutuhkan sel darah merah, seperti pada
kasus kehilangan darah. 14
11
Gambar 3. Bone Marrow pada tulang panggul 14
Pasokan arteri ke sumsum tulang sebagian besar berasal dari nutrient artery.
Pada tulang panjang, satu atau dua nutrient artery memasuki korteks tulang secara
melalui nutrient foramina yang menuju ke nutrient canals. Arteri mengalir ke tengah
medullary cavity, dimana terbagi menjadi cabang ascending dan descending yang
berjalan sejajar dengan axis tulang panjang. Hal ini menimbulkan beberapa cabang
radial yang lebih kecil meluas keluar dan ke permukaan bagian dalam korteks.
Kemudian, bercabang ke jaringan sinusoid berdinding tipis yang menyebar diantara sel-
sel lemak sumsum tulang. Selain itu, kapiler yang berasal dari nutrient artery masuk ke
haversian canals korteks, beranastomosis dengan kapiler intrakortikal, yaitu
vaskularisasi sumsum berhubungan dengan vaskularisasi tulang, dan masuk kembali ke
rongga sumsum untuk membuka sinusoid. Sinusoid akhirnya mengalir ke sinus vena
12
sentral besar dan menuju emissary veins. Hematopoiesis berlangsung di hematopoiesis
cords yang terletak di ruang ekstravaskuler antara sinusoid.12
Darah adalah suatu suspens partikel dalam suatu larutan koloid cair yang
mengandung elektrolit. Tanpa darah yang cukup seseorang dapat mengalami gangguan
kesehatan dan bahkan dapat mengakibatkan kematian. Darah terdiri atas dua bagian,
bagian cair yang disebut plasma (55%) dan unsur–unsur padat yaitu sel-sel darah (45%).
Komponen plasma terdiri dari 91-92% air yang berperan sebagai medium transport dan
8-9% zat padat. Unsur sel darah terdiri dari sel darah merah (eritrosit), beberapa jenis
sel darah putih (leukosit) dan trombosit. Eritrosit berfungsi sebagai transport atau
pertukaran oksigen dan karbondioksida, leukosit berfungsi untuk mengatasi infeksi dan
trombosit untuk hemostasis. 15,16
2.2.2.1 Hematopoiesis
Pada pemeriksaan kariotipe yang canggih (kromosom), semua sel darah merah
normal dianggap berasal dari satu sel induk (stem cell) dengan kemampuan bermitosis.
Sel induk dapat berdiferensiasi menjadi sel induk limfoid dan sel induk myeloid yang
menjadi sel-sel progenitor. Diferensiasi terjadi pada keadaan yang terdapat faktor
perangsang koloni, seperti eritropoietin untuk pembentukan eritrosit dan Granulocyte
13
Colony-stimulating Factor (G-CSF) untuk pembentukan leukosit. Sel progenitor
mengadakan diferensiasi melalui satu jalan, melalui serangkaian pembelahan dan
pematangan, kemudian sel-sel ini menjadi sel dewasa tertentu yang beredar dalam
darah. Sel induk sumsum tulang dalam keadaan normal terus mengganti sel yang mati
dan memberi respons terhadap perubahan akut seperti perdarahan atau infeksi dengan
berdiferensiasi menjadi sel tertentu yang dibutuhkan. Sistem makrofag-monosit
merupakan bagian dari system hematologic dan terdiri dari monosit dalam darah dan sel
prekusornya dalam sumsum tulang. Monosit jaringan yang lebih dewasa disebut sebagai
makrofag, yaitu suatu leukosit spesifik yang bertanggung jawab atas fagositosis pada
reaksi peradangan. 16,17
1. Eritropoesis
Perkembangan eritrosit ditandai dengan penyusutan ukuran (makin tua
makin kecil), perubahan sitoplasma (dari basofilik makin tua acidofilik),
perubahan inti yaitu nukleoli makin hilang, ukuran sel makin kecil,
14
kromatin makin padat dan tebal, warna inti gelap Tahapan perkembangan
eritrosit yaitu sebagai berikut : 15,17
a. Proeritroblas
e. Retikulosit
a. Mieloblas
Mieloblas adalah sel yang paling muda yang dapat dikenali dari
granulositopoiesis.Diameter berkisar antara 10-15µm. Intinya yang bulat
dan besar memperlihatkan kromatin halus serta satu atau dua anak inti.
b. Promielosit
Sel ini agak lebih besar dari mielobas. Intinya bulat atau lonjong, serta
anak inti yang tak jelas.
c. Mielosit
d. Metamielosit
Leukosit non-granular
17
a. Limfosit
b. Monosit
3. Trombopoiesis
Anemia aplastik merupakan suatu kelainan dari sindrom klinik yang diantaranya
ditandai oleh defisiensi sel darah merah, neutrophils, monosit dan platelet tanpa adanya
bentuk kerusakan sumsum lainnya. Dalam pemeriksaan sumsum dinyatakan hampir
tidak ada hematopoetik sel perkusi dan digantikan oleh jaringan lemak. Kerusakan ini
bisa disebabkan oleh zat kimia beracun, virus tertentu, atau bisa juga karena faktor
18
keturunan. Anemia aplastik tergolong penyakit yang jarang dengan insiden di negara
maju 3-6 kasus/ 1 juta penduduk/ tahun.18
2.4 Epidemiologi
2.5 Etiologi
Penyebab penyakit anemia aplastik sebagian besar adalah idiopatik (50-70%), namun
anemia aplastik sering dikaitkan dengan paparan radiasi dan paparan bahan kimia.
Anemia aplastik dapat juga terkait dengan infeksi virus dan dengan penyakit lain.7
19
Benzena
Reaksi Idiosinkratik
Kloramfenikol
NSAID
Anti epileptik
Virus
Virus Epstein-Barr (mononukleosis infeksiosa)
Virus Hepatitis (hepatitis non-A, non-B, non-C, non-G)
Parvovirus (krisis aplastik sementara, pure red cell aplasia)
Human immunodeficiency virus (sindroma immunodefisiensi yang didapat)
Penyakit-penyakit Imun
Eosinofilik fasciitis
Hipoimunoglobulinemia
Timoma dan carcinoma timus
Penyakit graft-versus-host pada imunodefisiensi
Paroksismal nokturnal hemoglobinuria
Kehamilan
Idiopathic aplastic anemia
Anemia Aplastik yang diturunkan (Inherited Aplastic Anemia)
Anemia Fanconi
Diskeratosis kongenita
Sindrom Shwachman-Diamond
Disgenesis reticular
Amegakariositik trombositopenia
Anemia aplastik familial
Preleukemia (monosomi 7, dan lain-lain.)
Sindroma nonhematologi (Down, Dubowitz, Seckel)
1. Radiasi
Pada paparan radiasi dimana stem sel dan progenitor sel rusak hal tersebut akan
menyebabkan aplasia sumsum tulang. Radiasi dapat merusak DNA dimana
20
jaringan-jaringan dengan mitosis yang aktif seperti jaringan hematopoiesis
sangat sensitif. Bila stem sel hematopoiesis yang terkena maka terjadi anemia
aplastik.19
2. Bahan-bahan Kimia
Benzena merupakan bahan kimia yang paling berhubungan dengan anemia
aplastik. Berdasarkan pengamatan pada pekerja pabrik sekitar abad ke-20an,
benzena sering mengakibatkan keracunan pada sumsum tulang. Selain
menyebabkan keracunan sumsum tulang, benzena juga menyebabkan
abnormalitas hematologi yang meliputi anemia hemolitik, hiperplasia sumsum,
metaplasia mieloid, dan akut mielogenous leukemia. Benzena dapat meracuni
tubuh dengan cara dihirup dan dengan cepat diserap oleh tubuh, namun
terkadang benzena juga dapat meresap melalui membran mukosa dan kulit
dengan intensitas yang kecil. Meskipun benzena sering digunakan dalam bahan
kimia pabrik, sebagai obat, pewarna pakaian, dan bahan yang mudah meledak
benzena juga sering digunakan sebagai bahan pelarut. 20
3. Obat-obatan
Anemia aplastik dapat terjadi atas dasar hipersensitivitas atau dosis obat
berlebihan. Praktis semua obat dapat menyebabkan anemia aplastik pada
seseorang dengan predisposisi genetik. Yang sering menyebabkan anemia
aplastik adalah kloramfenikol. Obat-obatan lain yang juga sering dilaporkan
adalah fenilbutazon, senyawa sulfur, dan antikonvulsan, obat-obatan sitotoksik
misalnya mieleran atau nitrosourea.21
4. Infeksi
Anemia aplastik dapat disebabkan oleh infeksi virus seperti virus hepatitis, virus
Epstein-Barr, HIV dan rubella. Virus hepatitis merupakan penyebab yang paling
sering. Pansitopenia berat dapat timbul satu sampai dua bulan setelah terinfeksi
hepatitis. Walaupun anemia aplastik jarang diakibatkan hepatitis akan tetapi
terdapat hubungan antara hepatitis seronegatif fulminan dengan anemia
aplastik.7Infeksi virus biasanya berhubungan dengan supresi minimal pada
sumsum tulang, biasanya terlihat neutropenia dan sedikit jarang
21
trombositopenia.22
5. Faktor Genetik
Kelompok ini sering dinamakan anemia aplastik konstitusional dan sebagian
dari padanya diturukan menurut hukum mendell, contohnya anemia Fanconi.
Anemia Fanconi merupakan kelainan autosomal resesif yang ditandai oleh
hipoplasia sumsung tulang disertai pigmentasi coklat dikulit, hipoplasia ibu jari
atau radius, mikrosefali, retardasi mental dan seksual, kelainan ginjal dan
limpa.21
Tabel 2.3 Faktor Risiko Anemia aplastik.23
Faktor risiko
Paparan Harian Tinggal atau bekerja di dekat pabrik kimia atau radiasi
pengion, tinggal di apartemen atau rumah yang baru di
renovasi.
Perilaku individu Merokok dan alkohol.
Dampak kesehatan yang ditimbulkan akibat paparan benzena secara akut, yaitu
menyebabkan gangguan pada sistem saraf, kurangnya suplai oksigen ke otak, pusing,
denyut jantung yang cepat, sakit kepala, tremor, kebingungan dan juga pingsan. Paparan
benzena secara kronis dapat menyebabkan anemia. 24 Salah satu dampak lanjut dari
kerusakan sumsum tulang adalah risiko terjadinya penurunan jumlah elemen sel darah
secara progresif. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Rothman et al, terjadi
penurunan parameter hematologi (sel darah merah, sel darah putih, hematokrit) selama
pekerja terpapar oleh benzena. Pada penelitian Robbins et al, benzena dapat
22
menyebabkan kegagalan sel induk myeloid yang mengakibatkan berkurangnya produksi
hemoglobin dan sel darah merah.25
Anemia aplastik ditandai dengan hilangnya atau disfungsi sel induk dan sel
progenitor hematopoietik. Hal tersebut melibatkan hilangnya jumlah sel induk secara
kuantitatif dan kelainan kualitatif dalam fungsi sel induk. Tiga garis keturunan yang
berasal dari sel hematopoietik berkurang secara signifikan pada pasien anemia aplastik,
sedangkan sel non-hematopoietik dan adiposit meningkat dalam proliferasi. Selain itu,
adanya peningkatan apoptosis sel progenitor sumsum tulang pada pasien anemia
aplastik. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Maciejewski et al, apoptosis dimediasi
Fas pada sel progenitor CD34 + menyebabkan penipisan sel induk hematopoietik. Fas
merupakan reseptor Tumor Necrosis Factor (TNF) yang dalam kondisi fisiologis, Fas
diekspresikan pada beberapa permukaan sel, termasuk sel T yang teraktivasi, sel B,
monosit dan granulosit untuk mengatur proliferasi dan atau clearance. 26
1. Sindrom anemia
a. Sistem kardiovaskuler : rasa lesu, cepat lelah, palpitasi, sesak napas intoleransi
terhadap aktivitas fisik, angina pectoris hingga gejala payah jantung.
b. Susunan saraf : sakit kepala, pusing, telingga mendenging, mata berkunang
kunang terutama pada waktu perubahan posisi dari posisi jongkok ke posisi
berdiri, iritabel, lesu dan perasaan dingin pada ekstremitas.
c. Sistem pencernaan : anoreksia, mual dan muntah, flaturensi, perut kembung,
enek di hulu hati, diare atau obstipasi.
d. Sistem urogeniatal : gangguan haid dan libido menurun.
e. Epitel dan kulit: kelihatan pucat, kulit tidak elastis atau kurang cerah, rambut
tipis dan kekuning kuningan
2. Gejala perdarahan : ptekie, ekimosis, epistaksis, perdarahan subkonjungtiva,
perdarahan gusi, hematemesis/melenaatau menorhagia pada wanita. Perdarahan organ
dalam lebih jarang dijumpai, namun jika terjadi perdarahan otak sering bersifat fatal.
24
3. Tanda-tanda infeksi: ulserasi mulut atau tenggorokan, selulitis leher, febris, sepsis
atau syok septik
25
menyatakan sebuah tanda pengurangan dalam neutrofil. Platelet juga mengalami
pengurangan, tetapi fungsinya masih normal. Penemuan lainnya yaitu besi
serum normal atau meningkat, Total Iron Binding Capacity (TIBC) normal, HbF
meningkat.18,20
2. Penemuan pada Sumsum Tulang.
Sumsum tulang biasanya mempunyai tipikal mengandung spicule dengan ruang
lemak kosong, dan sedikit sel hematopoetik. Limfosit, plasma sel, makrofag, dan
sel induk mungkin mencolok, tetapi ini mungkin merupakan refleksi dari
kekurangan sel lain dari pada meningkatnya elemen ini.20
Gambar 7 Spesimen sumsum tulang dengan biopsi dari pasien anemia aplastik 20
3. Penemuan Radiologi.
Nuclear Magnetic Resonance Imaging (NMRI) dapat digunakan untuk
membedakan antara lemak sumsum dan sel hemapoetik. Ini dapat memberikan
perkiraan yang lebih baik untuk aplasia sumsum tulang dari pada teknik
26
morpologi dan mungkin membedakan sindrom hipoplastik mielodiplastik dari
anemia aplastik.20
Diagnosis banding anemia yaitu dengan setiap kelainan yang ditandai dengan
pansitopenia perifer. Beberapa penyebab pansitopenia dibagi menjadi dua bagian yaitu
1. Kelainan pada sumsum tulang
Anemia aplastik
Myelodisplastik
Leukemia akut
Myelofibrosis
Penyakit Infiltratif: limfoma, myeloma, carcinoma, hairy cell leukemi
Anemia megaloblastik
2. Kelainan bukan sumsum tulang
Hipersplenisme
Sistemik lupus eritematosus
Infeksi: tuberculosis, AIDS, leishmaniasis, brucellosis
Sepsis berat
Hipotiroid
a. Myelodisplastik
Kelainan yang paling sering mirip dengan anemia aplastik berat yaitu sindrom
myelodisplastik dimana kurang lebih 5 sampai 10 persen kasus sindroma
myelodisplasia tampak hipoplasia sumsum tulang. Beberapa ciri dapat membedakan
anemia aplastik dengan sindrom myelodisplastik yaitu pada myelodisplasia terdapat
morfologi film darah yang abnormal (misalnya poikilositosis, granulosit dengan
anomali pseudo-Pelger- Hüet), prekursor eritroid sumsum tulang pada myelodisplasia
menunjukkan gambaran disformik serta sideroblast yang patologis lebih sering
ditemukan pada myelodisplasia daripada anemia aplastik. Selain itu, prekursor
granulosit dapat berkurang atau terlihat granulasi abnormal dan megakariosit dapat
menunjukkan lobulasi nukleus abnormal (misalnya mikromegakariosit unilobuler).20
27
b. Leukemia Akut
Kelainan seperti leukemia akut dapat dibedakan dengan anemia aplastik yaitu dengan
adanya morfologi abnormal atau peningkatan dari sel blast atau dengan adanya
sitogenetik abnormal pada sel sumsum tulang. Leukemia akut juga biasanya disertai
limfadenopati, hepatosplenomegali, dan hipertrofi gusi.18
c. Idiopathic Myelofibrosis.
2.10 Tatalaksana18
29
Gambar 9. Algoritma Tatatalaksana Anemia aplastik.27
Komplikasi yang paling umum dari anemia aplastik, yaitu perdarahan, sepsis, kegagalan
cangkok sumsum (terjadi setelah transplantasi sumsum tulang) atau tranformasi ke
kelainan limfoproliferatif. Hal ini dapat ditangani dengan pengawasan dan pengobatan
simptomatik, seperti antibiotik, kemoterapi dan atau transfusi.28
30
2.12 Prognosis
Prognosis atau perjalanan penyakit anemia aplastik sangat bervariasi, tetapi tanpa
pengobatan pada umumnya memberikan prognosis yang buruk. Prognosis dapat dibagi
tiga, yaitu :
a. Kasus berat dan progresif, rata-rata meninggal dalam 3 bulan (10-15% kasus)
b. Pasien dengan perjalanan penyakit kronik dengan remisi dan relapse dapat
meninggal dalam 1 tahun (50% kasus)
c. Pasien yang mengalami remisi sempurna atau parsial (sebagian kecil pasien).
Sebelum ditemukan adanya transplantasi sumsum tulang, 25% dari pasien meninggal
dalam waktu 4 bulan dan 50% meninggal dalam waktu 1 tahun. Pada pasien yang
mengalami transplantasi sumsum tulang, angka kesembuhannya adalah 70-90%,
walaupun 20%-30% dari pasien yang melakukan transplantasi sumsum tulang
mengalami Graft versus Host Disease (GvHD). Pemberian terapi imunosupresif yang
intensif memberikan peningkatan yang signifikan pada Blood Count pada 78% pasien
dalam 1 tahun. Walaupun ada resiko 36% dari pasien kambuh setelah 2 tahun.18
31
5. Alat Pelindung Diri (APD) – kacamata safety, perlindungan pendengaran,
pelindung wajah, respirator, dan sarung tangan.
• Edukasi agar para pekerja tidak membersihkan diri menggunakan pengencer cat
• Penggunaan alat pelindung diri yang relevan sangat penting untuk mencegah
paparan benzena. Alat pelindung diri yang digunakan antara lain coverall,
masker respirator, goggles, sarung tangan, sepatu.
32
BAB III
DISKUSI KASUS
Tn.A, 38 tahun datang ke Poli RS.X dengan keluhan merasa lemah hingga
mengganggu aktivitas sejak 3 hari yang lalu. Rasa lemah dirasakan terus menerus.
Rasa lemah dirasakan saat beraktifitas dan membaik saat istirahat. Rasa lemah
disertai dengan pusing, mudah lelah, sulit berkonsentrasi, wajah pucat dan mudah
kedinginan. Terdapat demam sejak 3 hari yang lalu. Demam naik turun. Riwayat
berpergian ke daerah endemis disangkal. Pasien merasa lebih mudah flu dan batuk
serta mudah mimisan. Nafsu makan dan berat badan menurun namun tidak
signifikan. Riwayat batuk lama disangkal. Tidak ada gangguan BAB dan BAK.
Pasien tidak memiliki riwayat penyakit sebelumnya, riwayat penyakit hematologi
pada keluarga disangkal, dan riwayat pengobatan disangkal. Pasien memiliki riwayat
33
merokok selama 11 tahun dan konsumsi alkohol disangkal. Pasien sehari-hari bekerja
sebagai operator cat di perusahan otomotif kecil selama 23 tahun. Perusahaan
tersebut tidak menyediakan APD dan tidak membuat MSDS, sehingga pasien tidak
menggunakan APD selama bekerja.
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan pansitopenia. Hasil pemeriksaan X-
Ray dan CT Scan Thoraks tidak ditemukan kelainan. Pada USG Abdomen tidak
ditemukan hepatosplenomegali. Pada biopsi sumsum tulang didapatkan hypocelluler
bone marrow dan pemeriksaan histokimia CD34 (+)<1%, mast extracellular
CD117(+) ratio <1%, myeloperoxidase (+) and reticular fiber grade of 0. Pasien
didiagnosis mengalami anemia aplastik dan sudah dilakukan transplantasi sumsum
tulang. Saat ini pasien sudah berhenti bekerja.
34
Hemoglobin 8,9 g/dL → anemia
Leukosit 1200 /uL → Leukopenia
Neutrofil 500 /uL → Neutropenia
Limfosit 400 /uL→ Limfositopenia
Trombosit 13000 /uL→ Trombositopenia
Biopsi sumsum tulang : hypocelluler bone marrow
Pasien merupakan operator cat pada Perusahaan otomotif kecil. Di tempat kerja,
pasien melakukan persiapan permukaan dengan membersihkan permukaan dengan
thinner, dikeringkan lalu diamplas, lalu membersihkan permukaan dari debu amplas
dengan thinner dan dikeringkan. Setelah itu, dilakukan masking dengan menutupi
bagian permukaan yang tidak dicat menggunakan plastik dan lakban kertas. Selanjutnya
mengoperasikan spray gun dengan cara operator memposisikan spray gun dengan jarak
15-20 cm tegak lurus dengan permukaan yang akan dicat. Spray gun disemprotkan dan
digerakkan dengan stabil. Pengecetan diawali menggunakan cat dasar (primer). Setelah
cat dasar kering kemudian ditimpa dengan cat warna yang diinginkan. Diakhiri dengan
cat bening. Kemudian cat dibiarkan mongering. Selanjutnya dilakukan pemolesan yaitu
hasil pengecatan yang tidak rata (kasar) dihaluskan menggunakan amplas dan polishing
compound. Terakhir dibilas dengan air bersih.32 Selama proses pengecatan, pasien
terpapar uap benzena sebesar 36 ppm dan sebesar 18 ppm pada proses pengeringan.33
Pasien selalu menghirup uap cat yang sangat menyengat pada saat bekerja
dikarenakan pasien tidak mengunakan APD. Salah satu komposisi bahan kimia yang
ada didalam cat adalah benzena.32 Benzena merupakan bahan kimia yang mudah
menguap, sehingga paparan paling umum terjadi secara inhalasi dan sebagian kecil
secara ingesti serta kontak kulit. Selain itu, pajanan benzena lebih mudah terdeposit dan
terakumulasi dalam organ-organ penting manusia seperti otak, hati, paru, ginjal, dan
organ lainnya. 20
35
36
3. Langkah 3 : Menentukan Hubungan Pajanan di Lingkungan Kerja dengan Penyakitnya
Tabel 3.1 Jurnal pendukung hubungan pajanan di lingkungan kerja dengan penyakitnya
37
4. Langkah 4 : Menentukan kecukupan Jumlah Pajanan Untuk Dapat
Menyebabkan Terjadinya Penyakit
Pada pekerja harus diperhatikan mengenai nilai ambang batas maksimal pajanan suatu
zat atau bahan. Menurut NIOSH nilai ambang batas benzena ditempat kerja adalah 0,1
ppm. Menurut OSHA nilai regulasi paparan benzena adalah 1 ppm. 3 Sementara menurut
Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia nomor
PER/13/MEN/X/2011 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika dan Kimia di Tempat
Kerja, nilai ambang batas dari benzena adalah 0,5 ppm.5 Pasien sudah bekerja selama 23
tahun, dengan jumlah jam kerja 8 jam dalam sehari. Selain itu, kondisi ruangan kerja
pasien tidak ada ventilasi yang cukup, sehingga udara yang tercemar oleh benzena
akan semakin sering terhirup. Kondisi lain pekerja tidak menggunakan APD seperti
masker saat diruangan kerja akan mempercepat masuknya udara yang bercampur
benzena ke dalam saluran pernapasan.
Pada pasien ini memiliki riwayat merokok satu bungkus sehari selama 11 tahun.
Sebelumnya pasien tidak memiliki keluhan yang serupa dan tidak pernah
mengkonsumsi obat-obatan. Pasien selama bekerja tidak menggunakan APD.
Pada pasien ini tidak ditemukan adanya faktor lain diluar pekerjaan yang dapat
menyebabkan rasa lemah hingga menganggu aktifitas.
Suatu diagnosis Penyakit akibat kerja (PAK) ditegakkan apabila langkah – langkah 1 –
4 sudah terpenuhi dengan jelas, dan tidak terdapat pencetus pada langkah 5 dan 6
(faktor individu dan faktor diluar pekerjaan). Apabila ditemukan faktor pada langkah 5
dan 6, maka diagnosis PAK perlu untuk dipertimbangkan lagi. Pada kasus diatas anemia
aplastik merupakan PAK pada pekerja di perusahaan kecil otomotif akibat paparan
benzena.
38
3.3 Manajemen Pengendalian Risiko Kesehatan dan Keselamatan Kerja pada
Kasus30,31
1. Eliminasi
Eliminasi tidak dapat diterapkan pada kasus ini.
2. Substitusi
Mengganti cat berpelarut benzena dengan cat berpelarut heptana
3. Engineering control
Pada pengendalian dilakukan dengan pemasangan ventilasi, isolasi ruang
pengecatan dan pengeringan di lingkungan kerja.
4. Administrative control
Pengendalian dilakukan dengan melakukan edukasi Kesehatan
Keselamatan Kerja (K3), membuat rotasi shift kerja, melakukan pelatihan
metode kerja, dan membuat MSDS perusahaan.
5. Alat Pelindung Diri
Pemakaian masker respirator dapat mengurangi uap cat yang terhirup,
coverall, sarung tangan, dan sepatu kerja dapat mengurangi pajanan cat
yang mengenai kulit, serta goggle dapat mengurangi pajanan yang
mengenai mata.
39
BAB IV
KESIMPULAN
Benzena merupaka senyawa kimia yang digunakan dalam berbagai industri. Efek
penggunaan benzena dapat menyebabkan berbagai masalah kesehatan salah satunya
adalah sistem hematologi. Benzena dapat meracuni tubuh dengan cara dihirup dan
dengan cepat diserap oleh tubuh, namun terkadang benzena juga dapat meresap melalui
membran mukosa dan kulit dengan intensitas yang kecil. 20 Paparan kronis benzena
berhubungan dengan penurunan hemoglobin, jumlah trombosit, dan jumlah leukosit.
Paparan benzena secara kronis merupakan faktor risiko terjadinya penyakit hematologis
seperti anemia aplastik dan leukemia.8
Anemia aplastik adalah anemia yang disertai oleh pansitopenia yang merupakan
suatu keadaan yang ditandai oleh adanya anemia, leukopenia, dan trombositopenia pada
darah tepi.6 Gejala-gejala yang timbul antara lain lemah, palpitasi, takikardi, pucat,
perdarahan, dan infeksi. Tatalaksana yang diberikan yaitu kortikosteroid, transfusi
tulang, dan transplantasi sumsum tulang.18 Pencegahan anemia aplastik pada pekerja
akibat paparan benzena adalah isolasi ruang pengecatan dan pengeringan, pemsangan
ventilasi, rotasi shift kerja, pelatihan metode pekerja, dan penggunaan APD.
40
DAFTAR PUSTAKA
41
11. Globally Harmonized System of Classification and Labelling of Chemicals
(GHS), 4th Edition. New York: United Nations. 2011.
12. Moulopoulos LA, Koutoulidis V. Bone Marrow MRI: A Pattern-Based
Apprarch. Italia: Springer-Verlag. 2015. p1-6
13. Wiradharma D, Pusparini, Alvina. Konsep Dasar Imunologi. Jakarta : Sagung
Seto. 2017. p7-8
14. Panchbhavi VK. Bone marrow anatomy. Page available at:
https://emedicine.medscape.com/article/1968326-overview#showall. Accessed
on Sep 2020.)
15. Lichtman MA, Koury MJ. Williams hematology: Structure of the marrow and
the hematopoietic microenvironment. In: Kaushansky K, Lichtman MA, Beutler
E, Kipps TJ, Seligsohn U, Prchal JT, eds. 8th ed. New York : McGraw-Hill.
2010. p 62–104
16. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi: Konsep klinis proses-proses penyakit. 6th
ed. Jakarta : EGC. 2012. p247-249
17. Ward JM, Cherian S, Linden MA. Comparative Anatomy and Histology:
Hematopoietic and Lymphoid Tissues. Elsevier. 2018. P 365-401
18. Bakta, IM. Hematologi Klinik ringkas. EGC: Jakarta. 2013. p: 98-109.
19. Aru W. Sudoyo, Siti Setiati, Idrus Alwi Dkk. Anemia Aplastik. Dalam: Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II Edisi VI. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2016.
p. 637-43
20. Kaushansky K. Williams Hematology. USA: The McGraw-Hill Companies.
2010. H 463-465.
21. Bakta IM. Pendekatan terhadap pasien anemia. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Edisi V. Jakarta pusat : Interna Publishing;2011. H. 1109-15.
22. Ronald Hoffman MD,Edward J. Benz Jr. MD,dkk Hematology : Basic
Principles and Practice 7th ed. 2018;153-68.
23. Wu LQ, Shen YY, Zhang Y, et al. Multiple risks analysis for aplastic anemia in
Zhejiang, China: A case-control study. Medicine (Baltimore). 2019;98(8)
24. Sipayung LP, Suryanto D, Megawati ER. Korelasi paparan benzena dengan
gambaran complete blood count Karyawan SPBU X dan Y. Jurnal MKM. 2016;
42
12(2): h82-90
25. Nikmah WI, Yusniar HD, Budiyono. Hubungan antara paparan benzena dengan
profil darah pada pekerja di industry percetakan X kota Semarang. JKM. 2016;
4(5): h213-20.)
26. Wang L, Liu H. Pathogenesis of aplastic anemia. Hematology. 2019; 24(1):
p559-66.)
27. Moldovianu AM, Popp A, Varady Z, Tanase A, Marculescu A, Dobrea C,
Vasilache D et al. Update in acquire aplastic anemia: Can we do more for our
patients. Documenta Haematologica.2015;34(1-2):1-31
28. Moore CA, Krishnan K. Aplastic anemia. Page available at:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK534212/. Accessed on Sep 2020.)
29. Identifikasi bahaya, penilaian risiko & pengendalian risiko di tempat kerja"
.WorkSafe Victoria . Diarsipkan dari versi asli tanggal 2013-10-23 . Accesed On
Okt 2020
30. Elisa, Nine. Analisis Risiko Paparan Benzene terhadap Kadar Fenol dalam Urin
pada Pekerja Pengecatan Mobil di Kabupaten Wonogiri. Universitas
Diponegoro. 2010
31. Kamal A, Rashid A. Benzena Exposure Among Auto-Repaır Workers From
Workplace Ambıence: A Pioneer Study From Pakistan. Int J Occup Med
Environ Health 2014;27(5):830–9.
32. Salihoglu G, Salihoglu NK. A review on paint sludge from automotive
industries: Generation, Characteristics, and Manajemen. J JENVMAN.
2016;16(9):223-35.
33. Jahangiri M, Adl J, Shahtaheri SJ, Kakooe H, et al. Air monitoring of aromatic
hydrocarbons during automobile spray painting for developing change schedule
of respirator cartridges. J Environ Health Sci Eng. 2014;12:41.
43
LAMPIRAN
Berkas Okupasi
No Berkas : 15125
Data Administrasi
Nama Tn. A
Agama Islam
Pendidikan SMA
41
Data Pelayanan
42
Tugas
43
Urutan kegiatan Bahaya Potensial Gangguan Risiko
(tuliskan urutan sesuai kesehatan yang kecelakaan
bagan alur di no 2) mungkin kerja
Biologi 3. Bahaya
Fisik Kimia Ergonomi Psikososial
Potensial
( Persiapan permukaan - Debu - Uap dan - - membungkuk - - Rhinitis potential
Luka
- Gesekan percikan - gerakan - Konjuntivitis hazard)
thinner monoton - Dermatitis Kontak dan risiko
(Toluene, dan berulang. - LBP kecelakaan
Xylene, - Posisi statis - RSI
kerja pada
Methanol, - Pneumonia
Acetone, pekerja
Methyl serta pada
ethyl lingkungan
ketone) kerja
Masking - - - - - - -
Mengoperasikan spray - - Uap dan - - membungkuk - - Anemia aplastik Trauma kimia pada
gun percikan - Leukemia akut mata
cat - Konjungtivitis
(Benzene, - keratitis Trauma akibat
Barium - LBP ledakan kompresor
sulfat, - Pneumonia
Polyester - Dermatitis kontak
Resin,
Toluene,
Acrylic)
Cat dibiarkan mengering - uap cat - - - - Anemia aplastik
(Benzene, - Konjungtivitis
Barium
sulfat,
Polyester
Resin,
Toluene,
Acrylic)
Pemolesan - Debu - - - membungkuk - - LBP 44
- Gesekan - gerakan
monoton
dan berulang.
- Posisi statis
45
4. Hubungan pekerjaan dengan penyakit yang dialami (gejala / keluhan yang
ada)
Paparan benzena dari resin dan pelarut cat pada saat pengoperasian spraygun dan
pengeringan cat menjadi penyebab terjadi anemia aplastik pada pasien.
Keterangan :
1. Tanyakan kepada pasien atau pasien dapat mengisi sendiri
2. Isilah : keluhan yang sering dirasakan oleh pasien dengan memberti
tanda/mengarsir bagian- bagian sesuai dengan gangguan muskulo skeletal
yang dirasakan pasien
Tanda pada gambar area yang dirasakan :
Kesemutan = x x x Pegal-pegal = / / / / /
Baal = vvv Nyeri = /
46
6. B R I E F SURVEY
Berikan tanda ‘√’ pada bagian kanan atau kiri sesuai dengan hasil anamsesis /
observasi
Kesimpulan :
47
I. PEMERIKSAAN FISIK
1. Tanda Vital
2. Status Gizi
a.Kesadaran : composmentis
5. Kepala
a.Tulang : Jejas (-), Krepitasi (-)
b.Kulit Kepala : Jejas (-)
c.Rambut : Warna hitam, tak mudah di cabut, distribusi merata
d. Bentuk wajah : Normocephal, simetris
48
6. Mata mata kanan mata-kiri Ket
h. Iris :
t.a.k t.a.k
k. Penglihatan 3 dimensi :
t.a.k t.a.k
49
7.Telinga Telinga kanan Telinga kiri
a. Daun Telinga : t.a.k t.a.k
b. Liang Telinga :
g. Swabach :
Tidak dilakukan Tidak dilakukan
h.Lain – lain : tidak dilakukan
8. Hidung
50
8 7654321 12345678
8 7654321 12345678
11. Tenggorokan
a. Pharynx : t.a.k
b. Tonsil :
hiperemis (-)
Kanan : Kiri :
Ukuran :
T1
c. Palatum : t.a.k
d. Lain- lain :
12. Leher
51
e. Tekanan Vena Jugularis :
tidak meningkat
f. Trachea : ditengah
g. Lain-lain : …..
13. Dada
a. Bentuk :
Normal
b. Lain – lain :
Kanan
b. Perkusi Sonor
Iktus Kordis :
Batas Jantung
normal
Bunyi Jantung : Bunyi jantung I-II regular, murmur (-), gallop (-)
15. Abdomen
52
a. Inspeksi : perut datar, simetris
h. Ballotement : (-)
i. Nyeri costo vertebrae : (-)
16. Genitourinaria
Kanan Kiri
18. Tulang/sendi Ekstremitas atas
- simetris kanan dan kiri : simetris
- gerakan : t.a.k t.a.k
53
Range of motion :
Abduksi- Neer’s test : t.a.k
Adduksi – Hawkin’s test : t.a.k
Drop Arm test : t.a.k
Yergason test : t.a.k
Speed test : t.a.k
- Tulang : t.a.k
- Sensibiltas : +/+
- Oedem : (-)
- Varises : (-)
- Kekuatan otot : 5555/5555
- Pemeriksaan Phalllen test : tak dilakukan pemeriksaan
- Pemeriksaan Thinnel test : tak dilakukan pemeriksaan
- Pemeriksaan Finskeltein test : tak dilakukan pemeriksaan
- Vaskularisasi : dalam batas normal
- Kelainan kuku/jari : t.a.k
- Akral dingin
- Gerakan :
1. Trofi : normotrofi
2. Tonus : dbn
NIII(Okulomotorius) : t.a.k
NIV(Trokhlearis) : t.a.k
55
NV(Trigeminus) : t.a.k
NVI(Abdusen) : t.a.k
NVII(Facialis) : t.a.k
NVIII(Vestibulokokhlearis) : t.a.k
NIX(Glosofaringeus) : t.a.k
NX(Vagus) : t.a.k
NXI(Aksesorius) : t.a.k
NXII(Hipoglosus) : t.a.k
lainnya : + +
lainnya : - -
a. Kulit : dbn
c. Kuku : dbn
d. Lain-lain : dbn
56
25. Status Lokalis:
Anemia aplastik
58
Langkah Diagnosis kesatu Diagnosis kedua Diagnosis
Ketiga
59
1. Diagnosis Klinis Anemia aplastik
Dasar diagnosis - Lemah seluruh tubuh dan mengganggu aktifitas sejak 3 hari yang lalu.
- Rasa lemah dirasakan terus menerus
(anamnesis,
- Rasa lemah dirasakan saat beraktifitas dan membaik saat istirahat.
pemeriksaan fisik, - Rasa lemah disertai dengan pusing, mudah lelah, sulit berkonsentrasi, wajah pucat
dan mudah kedinginan.
pemeriksaan - Pada pemeriksaan fisik didapatkan takikardi, takipneu, konjungtiva anemis dan akral
dingin.
penunjang, body - Pada pemeriksaan penunjang didapatkan pansitopenia, hematokrit menurun, dan
hypoceluller bone marrow
tempat kerja
Fisik - Debu amplas
- Gesekan amplas
Kimia
- Uap dan percikan thinner
- Uap dan percikan cat
Biologi -
3.Evidence Based
(sebutkan secara Paparan kronis benzena berhubungan dengan penurunan hemoglobin, jumlah
teoritis) pajanan di trombosit, dan jumlah leukosit. Pada pasien ini didapatkan konsentrasi pajanan
tempat kerja yang ditempat kerja sebesar 7,81 ppm, dengan jumlah jam terpajan per hari yaitu 8
menyebabkan diagnosis jam dan massa kerja selama 23 tahun. Selama bekerja tidak menggunakan
klinis di langkah 1. APD. Pasien mengeluh lemah seluruh tubuh hingga mengganggu aktivitas,
sulit berkonsentrasi, wajah pucat, dan terdapat demam. Hasil pemeriksaan
60
darah didapatkan pansitopenia dan hematokrit menurun. Berdasarkan suatu
penelitian pada para pekerja yang terpapar benzena (paparan per minggu 7,4
Dasar teorinya apa mg/m3) di China, jumlah neutrofil dan volume rerata trombosit disebut sebagai
parameter yang paling dipengaruhi oleh paparan benzena. Sebuah penelitian
pada pekerja pabrik sepatu (konsentrasi uap 6,0 - 47,2 mg/m3) menunjukkan
adanya penurunan Hb dan MCHC. Penelitian lain menyebutkan paparan
benzena secara kronis merupakan faktor risiko terjadinya penyakit hematologis
seperti anemia aplastik dan leukemia
Lainnya...........
61
individu yang - Kurangnya edukasi terhadap K3
berpengaruh thd - Merokok 1 bungkus sehari selama 11 tahun
- Tidak menggunakan APD selama bekerja
Timbulnya diagnosis
klinis? Bila ada,
sebutkan
6 . Apa terpajan bahaya Tidak ada
potensial yang sama spt
di langkah 3 di luar
tempat kerja?
Bila ada, sebutkan
7 . Diagnosis Okupasi Anemia aplastik akibat paparan benzena ditempat kerja
62
IX. PROGNOSIS
1. Klinis (transplantasi)
ad vitam : dubia ad bonam
ad functionam : dubia ad bonam
ad sanationam : dubia ad bonam
63
X. PERMASALAHAN PASIEN & RENCANA PENATALAKSANAAN
Tatalaksana nonmedikamentosa:
Edukasi berhenti merokok
Asupan nutrisi adekuat
Olahraga teratur
Tatalaksana okupasi :
Eliminasi : tidak dapat dilakukan
Substitusi : Bahan jenis cat benzena
digantikan dengan bahan jenis cat
heptana
Engineering control : pemasangan
ventilasi, isolasi ruang pengecatan dan
pengeringan
Administrative control : edukasi K3,
rotasi shift kerja, pelatihan metode
kerja, pembuatan MSDS di
perusahaan.
APD : masker respirator, coverall,
goggle, sepatu kerja, sarung tangan
64