Anda di halaman 1dari 23

Tinjauan Pustaka

Tromboemboli pada pasien SC dan pengelolaannya

Oleh:

Yulia Erviana, S.Ked

NIM. 1930912320017

Pembimbing

dr. Iwan Nuryawan, Sp.An, Msi.Med, KAO

BAGIAN/SMF ILMU ANESTESIOLOGI DAN TERAPI INTENSIF

FAKULTAS KEDOKTERAN ULM – RSUD ULIN

BANJARMASIN

Juli, 2021

i
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ............................................................................. i

DAFTAR ISI .......................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ................................................................. 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ....................................................... 3

BAB III PENUTUP ............................................................................. 18

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................ 19

ii
BAB I

PENDAHULUAN

Tromboemboli vena (VTE), termasuk deep vein thrombosis (DVT) dan


emboli paru (PE), merupakan kondisi yang mengancam nyawa dan dikenal
sebagai penyebab kematian maternal postpartum, terutama pada pasien yang
menjalani caesarean section (CS).1,2 Tromboemboli, meskipun jarang, adalah
penyebab utama kematian maternal di negara maju.3,4,5 Di United Kingdom,
emboli paru tetap menjadi penyebab utama langsung kematian maternal.6
Kematian maternal dapat disebabkan oleh berbagai macam hal. Kematian
maternal akibat tromboemboli merupakan penyebab yang menjadi perhatian
semua pihak. Tromboemboli vena merupakan kondisi serius yang dapat terjadi
setelah caesarean section (SC).7 Persalinan secara caesar berkaitan dengan
peningkatan risiko tromboemboli sebanyak 3-4 kali lipat dibandingkan dengan
persalinan pervaginam.8
Tromboemboli vena merupakan penyebab utama kematian maternal
selama kehamilan dan selama periode postpartum. Jika dibandingkan dengan
perempuan yang tidak hamil, insidensi kematian selama kehamilan adalah lebih
tinggi empat kali lipat, dan semakin meningkat selama persalinan dan periode
postpartum.2,9,10 Beberapa penelitian mengenai tatalaksana dan pencegahan
terjadinya tromboemboli pada ibu hami telah dilakukan. Pemberian trombofilaksis
paska caesarean section dapat mengurangi risiko terjadinya kematian maternal
akibat tromboemboli.11

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Tromboemboli vena (VTE) mengacu pada semua bentuk trombosis

patologik yang terjadi dalam sirkulasi vena. VTE bermanifestasi sebagai deep

vein thrombosis (DVT) dan pulmonary embolus (PE). Deep vein thrombosis

(DVT) adalah suatu kondisi di mana trombosis terjadi pada sistem vena dalam,

sebagian besar tungkai bawah, baik proksimal (dari dan di atas vena poplitea),

atau distal (di bawah vena poplitea). Sedangkan pulmonary embolus (PE) terjadi

ketika gumpalan darah pecah, dan fragmen ini yang disebut embolus, dibawa

bersama aliran darah dan kemudian bersarang di pembuluh darah arteri paru. 12

B. Epidemiologi

Data menunjukkan bahwa insidensi tromboemboli vena lebih tinggi pada

pasien yang menjalani caesarean section, dibandingkan dengan persalinan

pervaginam.13 Presentase kasus tromboemboli vena setelah persalinan sesar adalah

mendekati 2%. Sebuah studi menunjukkan bahwa persalinan dan periode awal

postpartum sangat berkaitan dengan 20 hingga 80 kali peningkatan terjadinya

tromboemboli vena.14,15

Kehamilan meningkatkan risiko tromboemboli vena (VTE) 4 sampai 5 kali

lipat dibandingkan keadaan tidak hamil.16 Kehamilan merupakan suatu keadaan

protrombotik: VTE bisa 9 sampai 10 kali pada wanita hamil dibandingkan

dengan wanita yang tidak hamil pada usia yang sama. Frekuensi VTE sama
2
disetiap trimester, namun risiko meningkat 5x pada masa nifas. Insiden VTE pada

kehamilan dan masa nifas 1-2/1.000, sedangkan insiden EP antenatal: 0,13/1.000

ibu hamil. Emboli paru merupakan penyebab utama dari kematian ibu (11% dari

semua kematian ibu hamil).14,15

Sebuah studi Skandinavia berskala besar yang dilakukan antara 2001 dan

2011, menilai risiko tromboemboli selama 180 hari pasca persalinan,

menunjukkan kejadian kumulatif 18,4 / 10.000 persalinan, dibandingkan dengan

4,7 / 10.000 pada wanita yang tidak hamil; dengan risiko tertinggi pada minggu

pertama postpartum. Di sisi lain, risiko absolut VTE antepartum baru-baru ini

diperkirakan mencapai 8-9 / 10.000 persalinan. Temuan ini konsisten dengan

literatur, yang menyatakan adanya perkiraan risiko VTE 6 sampai 9 kali lebih

tinggi selama trimester ketiga, 84 kali lipat lebih tinggi pada 2-6 minggu pertama

pasca persalinan, dan naik 60 kali lipat lebih tinggi dalam 3 bulan pertama pasca

persalinan, dibandingkan dengan populasi yang tidak hamil. Ini berhubungan

dengan kehamilan ibu, perubahan fisiologis parameter hemostatik dengan puncak

keadaan pro-koagulan pada trimester ketiga dan masa postpartum awal, serta

diperkuat oleh kerusakan vaskular yang melekat pada saat melahirkan. Namun,

sementara risiko VTE mendominasi selama periode waktu ini, besarnya risiko

pada trimester pertama dan kedua tidak boleh diremehkan, dan mungkin

meningkat oleh pro-koagulan yang terkait dengan tahap awal kehamilan, seperti

hiperemesis sindrom hiperstimulasi gravidarum atau ovarium.15

3
Gambar 2. Angka kejadian tromboemboli vena pada kehamilan berdasar usia gestasi17

C. Faktor Risiko

Faktor fisiologis maupun faktor lain dapat menyebabkan terjadinya

tromboemboli. Caesarean section merupakan faktor risiko terjadinya

tromboemboli. Faktor lain seperti obesitas, paritas tinggi, infeksi, pre-eklampsia,

dehidrasi dan immobilitas, serta riwayat keluarga juga memiliki peranan penting

dalam kejadian tromboemboli vena.7

Terdapat beberapa faktor risiko tromboemboli pada kehamilan. Beberapa

faktor tersebut antara lain kehamilan multiple, obesitas, merokok, gaya hidup

tidak sehat, immobilisasi, riwayat tromboemboli vena sebelumnya, diabetes

gestasional, usia lebih dari 35 tahun, primipara, pre-eklampsia, abrupsi plasenta

dan plasenta previa.7

Faktor risiko untuk terjadinya tromboembolisme selama kehamilan

ditunjukkan pada tabel 1. Yang paling penting adalah adanya riwayat thrombosis.

Sekitar 15 sampai 25 persen dari semua kasus tromboemboli vena selama

4
kehamilan adalah peristiwa berulang (American College of Obstetricians and

Gynecologists, 2011). Risiko yang dapat dihitung untuk tromboembolisme kira-

kira dua kali lipat pada wanita dengan kehamilan multifetal, anemia, hiperemesis,

perdarahan, dan kelahiran sesar. Risiko lebih besar pada kehamilan yang

dipersulit oleh infeksi pasca melahirkan. Dalam studi kasus kontrol yang baru-

baru ini dilakukan terhadap hampir 100.000 wanita dengan follow up 10 tahun,

Waldman dan rekan (2013) menemukan bahwa risiko tromboemboli vena sedikit

lebih tinggi pada wanita dengan usia lanjut dan kira-kira dua kali lipat pada

wanita dengan paritas, gangguan hipertensi, persalinan sesar, atau obesitas. Risiko

secara signifikan lebih besar pada wanita yang memiliki kelahiran mati atau yang

menjalani peripartum histerektomi.16

Tabel 1 Faktor risiko terkait dengan peningkatan kejadian Tromboemboli16

5
D. Patofisiologi

Rudolf Virchow (1856) mendalilkan bahwa stasis, trauma lokal pada

dinding pembuluh darah, dan hiperkoagulabilitas cenderung berperan terhadap

perkembangan trombosis vena. Risiko untuk masing-masing kenaikan ini selama

kehamilan adalah normal. Sebagai contoh, kompresi vena panggul dan vena kava

inferior oleh uterus yang membesar menunjukkan kondisi dimana sistem vena

ekstremitas bawah akan sangat rentan terhadap stasis. Tinjauan oleh Marik dan

Plante (2008), menyatakan adanya pengurangan 50 persen kecepatan vena pada

kaki yang berlangsung dari trimester ketiga sampai enam minggu pasca

persalinan. Stasis adalah faktor risiko predisposisi paling konstan untuk trombosis

vena. Stasis vena dan persalinan mungkin juga berkontribusi terhadap cedera sel

endotel. Terakhir, adanya peningkatan sintesis faktor pembekuan selama

kehamilan juga mendukung koagulasi.16

Kehamilan normal mempengaruhi 3 komponen trias Virchow:

hiperkoagulabilitas akibat peningkatan sebagian besar faktor prokoagulan,

penurunan antikoagulan alami, dan penurunan potensi fibrinolitik; stasis,

dihasilkan dari kompresi mekanik vena cava inferior dan vena panggul oleh uterus

yang membesar karena peningkatan hormon yang dimediasi kapasitansi vena dan

dari kompresi berlebihan yang terkait kehamilan pada vena iliaka kiri oleh arteri

iliaka kanan; dan cedera endotel yang terjadi pada preeklampsia, serta akibat

trauma yang diakibatkan oleh persalinan. Banyak komplikasi kehamilan dan / atau

persalinan yang selanjutnya dapat meningkatkan hiperkoagulabilitas, termasuk

kehamilan multipel, infeksi, kelahiran sesar, dan perdarahan.16

6
Wanita yang menjalani operasi sesar akan memiliki risiko lebih tinggi

mengalami tromboemboli dibandingan wanita dengan yang tidak menjalani

operasi sesar. Kehamilan akan mengakibatkan modifikasi hemostasis, perubahan

besar terhadap faktor koagulasi seperti fibrinogen, faktor VIII dan faktor von

willebrand, berkurangnya inhibitor seperti protein S dan munculnya status

hipofibrinolitik. Terutama pada periode postpartum, wanita yang menjalani

operasi sesar akan mengalami aktivasi koagulasi yang lebih hebat dibandingkan

wanita dengan persalinan pervaginam, ditandai dengan meningkatnya kadar D-

dimer. Hal ini dapat diakibatkan oleh kondisi yang menjadi indikasi prosedur

operasi sesar itu sendiri. Selain itu, aktivitas fisik juga berkurang pada wanita

yang baru menjalani operasi sesar dibandingkan dengan wanita yang melahirkan

secara pervaginam.18,19

a. Trombofilia

Beberapa protein regulatori penting berperan sebagai inhibitor dalam

kaskade koagulasi. Adanya defisiensi dari protein-protein penghambat ini, baik

yang diturunkan atau didapat secara kolektif disebut sebagai trombofilia. Hal ini

dapat menyebabkan hiperkoagulabilitas dan tromboemboli vena berulang.

Meskipun gangguan ini secara kolektif hadir pada sekitar 15 persen populasi kulit

putih Eropa, trombofilia merupakan penyebab sekitar 50 persen dari semua

kejadian tromboemboli selama kehamilan.20

7
Gambar 1.Trombofilia herediter menyebabkan gangguan kaskade koagulasi20

b. Defisiensi protein C

Ketika trombin terikat pada trombomodulin pada sel endotel pembuluh

darah kecil, aktivitas prokoagulan dinetralkan. Pengikatan ini juga mengaktifkan

protein C, suatu antikoagulan alami yang dengan protein S mengendalikan

pembentukan trombin, sebagian dengan menonaktifkan faktor Va dan VIIIa.

Protein C yang diaktifkan juga menghambat sintesis inhibitor

plasminogenactivator. Aktivitas protein C sebagian besar tidak berubah pada

kehamilan. Namun, berdasarkan penelitian terhadap 440 wanita sehat, Said dan

rekan menemukan bahwa aktivitas protein C meningkat secara signifikan

sepanjang trimester pertama kehamilan. Para peneliti berspekulasi bahwa

peningkatan ini berperan dalam mempertahankan awal kehamilan melalui jalur

regulasi antikoagulan dan inflamasi. Lebih dari 100 mutasi dominan autosomal

8
gen protein C telah dijelaskan. Prevalensi defisiensi protein C adalah 2 hingga 3

per 1000, tetapi banyak dari individu ini tidak memiliki riwayat trombosis karena

ekspresi fenotipik sangat bervariasi. Estimasi prevalensi ini sesuai dengan nilai

ambang aktivitas fungsional 50 hingga 60 persen, yang digunakan oleh sebagian

besar laboratorium dan yang terkait dengan peningkatan risiko enam hingga 12

kali lipat untuk tromboemboli vena.21

E. Diagnosis

Diagnosis dapat dilakukan dengan melihat gejala dan tanda awal pada

tromboemboli anatara lain sebagai berikut:18

Trombosis Vena Dalam (DVT) Emboli Paru


 Nyeri kaki atau ketidaknyamanan  Dispnoea
(terutama di kaki kiri)  Kolaps
 Pembengkakan  Nyeri dada
 Nyeri tekan  Hemoptisis
 Pireksia  Pingsan
 Eritema, peningkatan suhu kulit,  JVP meningkat
dan edema  Tanda-tanda fokal di dada
 Nyeri perut bagian bawah (TVD  Gejala dan tanda yang terkait
tinggi) dengan TVD
 Peningkatan leukosit

Gejala-gejala DVT yang paling umum adalah edema yang terjadi pada 88%

wanita hamil dan 79% wanita postpartum, serta ketidaknyamanan pada daerah

ekstremitas (pada 79% kehamilan).18 Untuk DVT, pemeriksaan yang dapat

dilakukan adalah sebagai berikut :

 Kontras venografi dengan shielding uterus

 MRI(Magnetic Resonance Imaging)

9
Sedangkan jika diduga emboli paru, maka pemeriksaan yang dapat dilakukan

adalah sebagai berikut :18

 EKG(Electrocardiograph).
 CXR(Chest X-Ray)
 ABG(Arterial Blood Gas)
 Pemeriksaan ventilasi / perfusi paru (V / Q atau Q scan)
 Spiral CT -Scan/ MRI
 Pemeriksaan ultrasound dupleks bilateral kaki.18

Jika pada pemeriksaan radiologi didapatkan risiko VTE yang rendah, namun

ada kecurigaan klinis yang tinggi, pengobatan antikoagulan harus dilanjutkan,

dengan pemeriksaan ulang dalam 1 minggu.18

Gambar 3. Algoritma untuk evaluasi pasien dengan suspek trombosis vena dalam pada
kehamilan. CT = computed tomography; MR = resonansi magnetik. (Diadaptasi dari
American College of Chest Physicians, Guyatt, 2012.) Tanda dan gejala termasuk
pembengkakan seluruh kaki, dengan atau tanpa keterlibatan panggul, bokong, atau sakit
punggung.16,22

10
Gambar 4. Algoritma diagnostik American Thoracic Society and Society of Thoracic
Radiology untuk terduga emboli paru selama kehamilan CTPA = computed tomographic
pulmonary angiography; CUS = compression ultrasonography; CXR = chest x-ray; PE =
pulmonary embolism; V/Q = ventilation/perfusion scintigraphy.16,23

F. Terapi

1. Antikoagulan

a. Unfractioned Heparin (UFH)

Unfractioned Heparin (UFH) telah menjadi pengobatan standar dalam

manajemen awal VTE termasuk EP. Rejimennya adalah: Loading dose 5000IU,

diikuti dengan maintanace infus IV 1000-2000IU / jam dengan konsentrasi infus

awal 1000IU / jam. Ukur level APTT 6 jam setelah loading dose, kemudian ukur

minimal sekali sehari, Rasio target APTT terapeutik biasanya 1,5-2,5 nilai kontrol

laboratorium rata-rata. Penggunaan UFH yang berkepanjangan selama kehamilan

dapat menyebabkan osteoporosis, fraktur, dan reaksi alergi pada kulit. 24

11
b. Low molecular weight heparin (LMWH)

LMWH adalah agen pilihan untuk pencegahan dan pengobatan VTE pada

kehamilan, berdasarkan ekstrapolasi data dari uji coba pada populasi yang tidak

hamil dan pada sejumlah besar data pengamatan yang menunjukkan keamanan

dan kemanjuran selama kehamilan. Selain itu, LMWH juga dikaitkan dengan

risiko yang lebih rendah untuk trombositopenia yang diinduksi heparin,

perdarahan, dan osteoporosis daripada heparin. Pada mereka yang menerima

profilaksis, pemantauan kadar anti-Xa tidak dianjurkan, dan untuk wanita gemuk

belum jelas apakah strategi pemberian dosis alternatif, seperti dosis berdasarkan

berat badan atau penyesuaian dosis tetap harus dibuat. LMWH lebih efektif

dibanding UFH, dengan mortalitas yang lebih rendah dan komplikasi perdarahan

yang lebih sedikit pada subjek yang tidak hamil.24

LMWH sama efektifnya dengan UFH untuk pengobatan EP. Regimen dosis

bd untuk LMWH direkomendasikan dalam pengobatan VTE pada kehamilan

(enoxaparin 1mg / kg bd; dalteparin 100U / kg bd hingga maksimum 18 000U / 24

jam). Pengguna jangka panjang LMWH memiliki risiko osteoporosis dan patah

tulang yang lebih rendah dibandingkan pengguna UFH. Aktivitas anti-Xa puncak

(3 jam pasca injeksi) harus diukur untuk memastikan wanita tersebut mendapat

antikoagulan yang sesuai. Kisaran target untuk tingkat anti-Xa adalah 0,35-0,70 •

IU / mL.24

Pada VTE, terapi dengan antikoagulasi harus dilanjutkan selama setidaknya

6 bulan. Setelah melahirkan, perawatan harus dilanjutkan sedikitnya 6 minggu.

Warfarin dapat digunakan paskapersalinan dan aman untuk ibu menyusui. Kaki

12
harus diangkat dan stocking kompresi elastis dapat digunakan untuk mengurangi

edema; mobilisasi direkomendasikan. Filter vena kava inferior dapat

memungkinkan terjadinya EP berulang, walaupun terdapat antikoagulasi yang

adekuat atau jika antikoagulasi memiliki kontraindikasi. Pada terapi trombolitik

EP masif yang mengancam jiwa, fragmentasi trombus kateter perkutan atau

embolektomi bedah mungkin diperlukan. Bila DVT mengancam viabilitas

tungkai, embolektomi bedah atau terapi trombolitik dapat dipertimbangkan.24

2. Antikoagulan selama persalinan

Pasien wanita hamil harus diedukasi bahwa dalam proses persalinan, tidak

diperkenankan lagi menyuntikkan heparin lebih lanjut. Untuk menghindari risiko

hematoma epidural, anestesi regional harus dihindari sampai setidaknya 12 jam

setelah dosis terakhir LMWH (24 jam jika dia sedang dalam dosis terapeutik).

LMWH tidak boleh diberikan setidaknya 4 jam setelah kateter epidural telah

dilepas, kateter epidural tidak boleh dilepas dalam 10-12 jam setelah injeksi

LMWH. Peningkatan risiko hematoma luka. Drainase luka harus diperhatikan.

Sayatan kulit harus ditutup dengan jahitan. Wanita beresiko tinggi yang ingin

menjalani terapi antikoagulan dapat menggunakan UFH, karena memiliki waktu

paruh yang lebih pendek dan sepenuhnya berlawanan dengan protamine

sulphate.24

G. Intervensi Profilaksis

Trombofilaksis setelah tindakan caesar section terbukti mengurangi

kematian maternal akibat tromboemboli vena. Beberapa profilaksis yang terbukti

13
bermanfaat antara lain Sequential mechanical compression devices, simple

graduated compression socks, low molecular weight heparin (LMWH),

fractionated heparin (FH) dan unfractionated heparin (UFH). Pada tahun 2011,

the American College of Obstetricians and Gynecologists (ACOG)

mempublikasikan opini yang mendukung penggunaan rutin pneumatic

compression devices selama perioperatif operasi sesar. Sequential mechanical

compression devices terbukti mengurangi risiko tromboemboli dengan

meningkatkan aliran darah femur melalui mekanisme kompresi pada tungkai

bawah, sepadan dengan menstimulasi fibrinolisis melalui peningkatan konsentrasi

tissue plasminogen activator dan menurunkan kadar inhibitor. Bagaimanapun,

untuk mencegah trombosis vena, alat harus digunakan secara berkelanjutan,

dimana manfaat alat ini akan hilang jika diberhentikan selama 10 menit. 25

Penggunaan LMWH sebagai profilaksis pada wanita post operasi sesar

dengan risiko rendah masih menjadi kontroversi. Penalataksaan terbaru tidak

merekomendasikan LMWH sebagai trombofilaksis pada situasi dimana pasien

tidak memiliki faktor risiko sama sekali. Namun “Confidential Inquiry into

Maternal Deaths” atau CEMACH melaporkan bahwa faktor risiko tidak

ditemukan pada 20% pada pasien yang meninggal karena tromboemboli vena. 26,27

Pada wanita yang menjalani persalinan sesar tanpa adanya faktor risiko

tambahan untuk tromboemboli vena, maka American College of Chest Physicians

(ACCP) merekomendasikan untuk tidak menggunakan profilaksis. Bagi wanita

dengan satu kriteria mayor atau dua kriteria minor, direkomendasikan

menggunakan terapi obat profilaksis. Pada pasien dengan risiko yang sangat

14
tinggi, maka kombinasi profilaksis mekanik dan farmalogi diperlukan. Sementara

itu profilaksis direkomendasikan bagi semua wanita yang sebelumnya pernah

mengalami tromboemboli vena.28

Tabel 2. Faktor risiko tromboemboli vena menurut ACCP 28

Tabel 3. Rekomendasi ACPP untuk profilaksis farmakologi antenatal

15
LMWH adalah agen pilihan untuk tromboprofilaksis antenatal. Obat ini

sama efektifnya dengan heparin yang tidak terfraksinasi (UFH) pada kehamilan,

dan lebih aman. Pemantauan kadar anti-Xa biasanya tidak diperlukan saat

menggunakan LMWH untuk tromboprofilaksis. Dalam defisiensi antitrombin,

pemantauan anti-Xa sangat penting, karena dosis LMWH yang lebih tinggi

mungkin diperlukan. Berikut indikasi dan durasi minimum tromboprofilaksis :

 VTE yang sebelumnya dipicu / tidak berhubungan dengan estrogen: LMWH

selama 6 minggu paskakelahiran.  

 VTE yang sebelumnya tidak diprovokasi atau terkait estrogen, atau VTE

berulang atau riwayat keluarga sebelumnya (derajat 1) VTE: LMWH

antenatal dan untuk 6 minggu post-partum.

 VTE dan trombofilia sebelumnya: LMWH antenatal dan untuk 6 minggu

post-partum.

 Trombofilia turunan atau didapat asimptomatik: tromboprofilaksis tergantung

pada trombofilia spesifik dan adanya faktor risiko lainnya.

 Kekurangan antitrombin III: pantas diberikan LMWH dosis tinggi karena

dikaitkan dengan risiko 30% VTE pada kehamilan.

 Tiga atau lebih faktor risiko persisten moderate: LMWH selama 5 hari

pascakelahiran.29,30

16
Tabel 4. Guideline internasional lain untuk terapi profilaksis farmakologi
pasien post operasi sesar 24

Tabel 5. Rangkuman rekomendasi trombofilaksis pasien post persalinan


dengan operasi sesar 24

17
BAB III

PENUTUP

Thromboemboli merupakan suatu kegawatdaruratan obstetri yang

Insidensnya masih tinggi di negara berkembang maupun negara maju.

Tromboemboli dapat bermanifestasi klinis sebagai emboli paru maupun trombosis

vena dalam yang dapat mengancam jiwa. Patogenesis terjadinya tromboemboli

meliputi stasis vena, injury endotel dan keadaan hiperkoagulasi. Meskipun

penegakan diagnosis tromboemboli vena lebih sulit pada kehamilan, namun harus

dilakukan sedini mungkin agar tidak timbul komplikasi.

Diagnosis tromboemboli yaitu dengan melihat tanda dan gejala yang dapat

bermanifestasi sebagai tanda dan gejala emboli paru maupun trombosis vena

dalam, serta dengan menggali riwayat faktor resiko pasien. Pemeriksaan

penunjang yang dapat dilakukan untuk diagnosis tromboemboli meliputi tes

laboratorium maupun radiologi.

Terapi pasien dengan tromboemboli yaitu meliputi penggunaan

antikoagulan yang dapat meliputi LMWH (Low molecular wight heparin) ataupun

UFH (Unfractioned Heparin) yang dipilih berdasarkan kondisi pasien. Untuk

pencegahan tromboemboli pada ibu hamil dengan resiko tinggi terkena

tromboemboli, dapat diberikan trombofilaksis sesuai dengan kondisi pasien

tersebut. Pada saat persalinan, antikoagulan harus dimanipulasi untuk mengurangi

risiko komplikasi perdarahan sambil meminimalkan risiko trombosis.

18
DAFTAR PUSTAKA

1. Wheeler A.Venous thromboembolisminmedically ill patients: identifying risk


and strategies for prevention. Clin Cornerstone 2005;7:23-31.

2. Jacobsen AF, Skjeldestad FE, Sandset PM. Incidence and risk patterns of
venous thromboembolism in pregnancy and puerperium–a register-based
case-control study. Am J Obstet Gynecol 2008;198:233.e1-7.

3. Petersen EE, Davis NL, Goodman D, et al. Vital signs: pregnancy-related


deaths, United States, 2011-2015, and strategies for prevention, 13 states,
2013-2017. MMWR Morb Mortal Wkly Rep 2019;68:423–9.

4. Berg CJ, Callaghan WM, Syverson C, Henderson Z. Pregnancy related


mortality in the United States, 1998 to 2005. Obstet Gynecol
2010;116:1302e9.

5. Khan KS, Wojdyla D, Say L, Gulmezoglu AM, Van Look PF. Who analysis
of causes of maternal death: a systematic review. Lancet 2006;367:1066e74.

6. Cantwell R, Clutton-Brock T, Cooper G, Dawson A, Drife J, Garrod D, et al.


Centre for maternal and child enquiries (CMACE). Saving mothers' lives:
reviewing maternal deaths to make motherhood safer: 2006e2008. The eighth
report of the confidential enquiries into maternal deaths in the United
Kingdom. BJOG 2011;118(Suppl. 1):1e203.

7. Veena R, Radhamani MV, Deepa S. The risks for thromboembolism


following caesarean section. Int J Reprod Contracept Obstet Gynecol
2019;8:1167-70.

8. Blondon M, Casini A, Hoppe KK, Boehlen F, Righini M, Smith NL. Risks of


venous thromboembolism after cesarean sections: a meta-analysis. Chest
2016;150:572–96.

9. James AH, Jamison MG, Brancazio LR, et al. Venous thromboembolism


during pregnancy and the postpartum period: incidence, risk factors, and
mortality. Am J Obstet Gynecol 2006;194:1311-5.

10. Heit JA,Kobbervig CE, JamesAH, et al. Trends in the incidence of venous
thromboembolism during pregnancy or postpartum: a 30-year population-
based study. Ann Intern Med 2005;143: 697-706.

11. Clark SL, Christmas JT, Frye DR, Meyers JA, Perlin JB. Maternal
mortalityin the United States: predictability and the impact of protocols on
19
fatalpostcesarean pulmonary embolism and hypertension-related
intracranialhemorrhage. Am J Obstet Gynecol 2014;211:32.e1–9.

12. Purwanto DS. Management of venous thromboembolic disorders. Jurnal


Biomedik. 2011; 3(3):144-149.

13. Calderwood CJ, Greer IA. The role of factor V Leiden in maternal health and
the outcome of pregnancy. Curr Drug Targets 2005;6:567-76.

14. Rampengan, HM. Peyakit Jantung Pada Kehamilan. 2014.

15. Malinowski KA, Bomba-O poń D, Parrish J, et all. 2017. Venous


thromboembolism in obese pregnant women: approach to diagnosis and
management

16. Cunningham F Gary, et al. Thromboembolic Disorder; in Williams


Obstetrics. 24th ed. McGraw Hill Education. Chapter 52. P 1028-1050.

17. Springel Edward H. Thromboembolism in Pregnancy. Medscape. Update


2016. Cited July 2021 https://emedicine.medscape.com/article/2056380-
overview

18. Devis P, Kluttinen MG, Deep venous thrombosis in pregnancy: incidence,


pathogenesis and endovascular management. (Suppl 3). 2017.:S309-S319.
doi: 10.21037/cdt.2017.10.08

19. Epiney M, Boehlen F, Boulvain M, et al. D-dimer levels during delivery and
the postpartum. Journal of thrombosis and haemostasis : JTH. 2005;3(2):268-
271.

20. Springel Edward H. Thromboembolism in Pregnancy. Medscape. Update


2016. Cited June 2021 https://emedicine.medscape.com/article/2056380-
overview

21. Guyatt GH, Akl EA, Crowther M, et al: Executive summary:Antithrombotic


therapy and prevention of thrombosis, 9th ed: American College of Chest
Physicians evidence-based clinical practice guidelines. Chest 141:7S, 2012

22. Leung AN, Bull TM, Jaeschke R, et al. An official American


ThoracicSociety/ Society of Thoracic Radiology Clinical Practice
Guideline:evaluation of suspected pulmonary embolism in pregnancy. Am J
RespirCrit Care Med .2011.184:1200.

20
23. McLean K.Cushman M.Thromboembolism and stroke inpregnancy.American
Society of Hematology.Department of Obstetrics,Gynecology and
Reproductive Sciences. University of Vermont,Burlington.2016.

24. Palmerola KL, D’Alton ME, Brock CO, Friedman AM. A comparison of
recommendations for pharmacologic thromboembolism prophylaxis after
caesarean delivery from three major guidelines. BJOG 2015; DOI:
10.1111/1471-0528.13706.

25. Evangelista, MS. Slompo, K. Timi, JRS. Venous Thromboembolism and


Route of Delivery – Review of the Literature. Rev Bras Ginecol Obstet. 2017.

26. Ismail SK, Norris L, Muttukrishna S, Higgins JR. Thrombin generation post
elective caesarean section: effect of low molecular weight heparin. Thromb
Res 2012;130(05):799–803. Doi: 10.1016/j.thromres.2012.01.008

27. Pandey S, Sharma J, Manandhar BL, Adhikari A. Acute pulmonary embolism


after ce Andrade BAM, Gagliardo GI, P ret FJA. Tromboembolism.

28. Bates SM, Greer IA, Middeldorp S, Veenstra DL, Prabulos AM, Vandvik
PO. VTE, thrombophilia, antithrombotic therapy, and pregnancy:
antithrombotic therapy and prevention of thrombosis, 9th ed: American
College of Chest Physicians evidence-based clinical practice guidelines.
Chest 2012;141:e691S–e6736. Doi: 10.1378/chest.11-2300

29. Anderson JA, Weitz JI:.Hypercoagulable states. Crit Care Clin . 2011. 27 :
93.

30. Kenny L, McCrae K, Cunningham FG: Platelets, coagulation, and the liver.
In Taylor RN, Roberts JM, Cunningham FG (eds): Chesley’s Hypertensive
Disorders in Pregnancy, 4th ed. Amsterdam, Academic Press, 2014.

21

Anda mungkin juga menyukai