Anda di halaman 1dari 32

MINICEX

HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN

Oleh:
I Dewa Ayu Made Dian Lestari 1902612041
Putu Dony Astika Wiguna 1902612098
Antony Mark 1902612159

Penguji :

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA


DEPARTEMEN/KSM OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA
RSUP SANGLAH DENPASAR
2020

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
rahmat-Nya maka referat minicek dengan topik “Hipertensi Dalam Kehamilan” ini
dapat kami selesaikan tepat pada waktunya.
Referat minicek ini disusun sebagai salah satu syarat mengikuti
Kepaniteraan Klinik Madya (KKM) di Departemen/KSM Ilmu Obstetri dan
Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah. Pada
kesempatan ini kami selaku penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak-
pihak yang telah membantu dalam penyelesaian referat minicek ini.
Ucapan terima kasih penulis tujukan kepada:
1. Dr. dr. I G.N. Harry Wijaya Surya, Sp.OG selaku penanggung jawab
pendidikan profesi dokter Departemen/KSM Obstetri dan Ginekologi FK
UNUD/RSUP Sanglah atas bimbingan secara moral dan materiil yang
diberikan.
2. dr. ……………………………….. selaku pembimbing dan penguji yang telah
memberikan pengarahan, kritik, dan saran di dalam pembuatan referat minicek
ini.
3. Seluruh pihak yang membantu penulis dalam penyusunan referat minicek ini.
Penulis menyadari referat minicek ini masih jauh dari sempurna dan banyak
kekurangan, sehingga saran dan kritik pembaca yang bersifat membangun sangat
penulis harapkan untuk kesempurnaan penulisan referat minicek ini. Semoga
referat minicek ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Denpasar, Oktober 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................................ i

KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii

DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................. 3

2.1 Definisi .......................................................................................................... 3

2.2 Epidemiologi ................................................................................................. 3

2.3 Klasifikasi ...................................................................................................... 4

2.4 Faktor Risiko ................................................................................................. 8

2.5 Patofisiologi................................................................................................. 10

2.6 Diagnosis ..................................................................................................... 14

2.7 Tatalaksana .................................................................................................. 17

2.8 Pencegahan .................................................................................................. 21

2.9 Komplikasi .................................................................................................. 23

2.10 Prognosis ................................................................................................... 24

BAB III SIMPULAN ............................................................................................ 25

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 26

iii
BAB I

PENDAHULUAN

Periode kehamilan adalah periode kehidupan yang membutuhkan perhatian


dan pengawasan yang sangat baik. Selama kehamilan, tubuh ibu akan mengalami
perubahan fisiologi yang signifikan. Selain perubahan-perubahan fisiologis,
perubahan-perubahan yang bersifat patologis juga sering terjadi pada masa
kehamilan. Salah satu penyakit yang sering muncul pada periode kehamilan adalah
hipertensi.

Penyakit hipertensi dalam kehamilan (HDK) merupakan kelainan vaskular


yang terjadi sebelum kehamilan atau timbul dalam kehamilan atau pada masa nifas.
Kondisi ini meliputi preeklampsia dan eklampsia, hipertensi gestasional dan
hipertensi kronik.1 Angka kejadian hipertensi dalam kehamilan diperkirakan sekitar
5-15% dari seluruh kehamilan.1,2 Kasus ini juga menjadi penyebab yang sangat
berperan dalam kasus morbiditas akut berat, cacat jangka panjang dan kematian ibu
serta bayi. Hampir sepersepuluh dari semua kematian ibu di Asia dan Afrika terkait
dengan hipertensi dalam kehamilan, sedangkan seperempat dari semua kematian
ibu di Amerika Latin disebabkan oleh komplikasi hipertensi.2

Angka Kematian Ibu (AKI) saat persalinan di Indonesia menduduki nomor


tiga tertinggi di kawasan Asia Selatan dan Asia Tenggara. Hipertensi dalam
kehamilan menjadi salah satu penyebab kematian ibu yang sedang mengalami
kenaikan proporsinya. Hipertensi dalam kehamilan perlahan mendahului proporsi
perdarahan dan infeksi sebagai penyebab kematian ibu di Indonesia. Pada tahun
2010 diperkirakan lebih dari 30% kematian ibu di Indonesia disebabkan oleh kasus
hipertensi dalam kehamilan.1,2

Hipertensi dalam kehamilan dapat menimbulkan berbagai komplikasi yang


berbahaya bagi ibu dan janin. Kasus hipertensi dalam kehamilan dapat
meningkatkan risiko terjadinya persalinan premature, IUGR (intrauterine growth
retardation), gagal ginjal akut, gagal hati akut, pendarahan saat dan setelah
persalinan, HELLP (hemolysis elevated liver enzymes and low platelet count), DIC

1
(disseminated intravascular coagulation), pendarahan otak, edema paru, kejang
hingga kematian.2,3

Sementara itu di Indonesia kasus hipertensi dalam kehamilan memiliki


kecenderungan karakteristik yang lebih parah. Data dari sebuah penelitian yang
dilakukan di Rumah Sakit Dr. Soetomo, didapatkan bahwa insiden edema paru pada
kasus preeklampsia, yang menjadi salah satu penanda preeklampsia parah, sangat
tinggi.4 Kejadian ini disebabkan oleh berbagai faktor, salah satunya adalah
terlambatnya perujukan dan deteksi dini kasus hipertensi dalam kehamilan di
Indonesia.5

Hipertensi dalam kehamilan memerlukan penatalaksanaan yang tepat


segera setelah diagnosis ditegakkan. Dokter umum sebagai garda terdepan di
pelayanan primer harus mampu mendiagnosis dan memberikan penatalaksanaan
yang tepat dalam kasus ini, sehingga informasi dan pengetahuan terkait Hipertensi
dalam Kehamilan sangat diperlukan. Oleh karena itu kami selaku penulis tertarik
untuk membuat referat mengenai Hipertensi dalam Kehamilan.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Hipertensi merupakan suatu kondisi tekanan darah yang abnormal dalam
arteri. Hipertensi juga dikenal sebagai tekanan darah tinggi, yang dapat
mempengaruhi jutaan orang. Hipertensi dalam kehamilan adalah tekanan darah
mencapai sistolik ≥ 140 mmHg dan diastolik ≥ 90 mmHg.6 Hipertensi pada
kehamilan terjadi selama kehamilan dan biasanya pada usia kehamilan memasuki 20
minggu.7

Pengukuran tekanan darah dilakukan dua kali pengukuran terpisah. Gold


standart untuk memeriksa tekanan darah dengan menggunakan sphygmomanometer.
Hipertensi adalah masalah yang paling sering dalam kehamilan. Hipertensi
merupakan 5-10% komplikasi dalam kehamilan dan merupakan salah satu dari
penyebab kematian tersering selain perdarahan dan infeksi, dan juga banyak
memberikan kontribusi pada morbiditas dan mortalitas ibu hamil. 8

2.2 Epidemiologi
Gangguan hipertensi pada kehamilan adalah salah satu penyebab utama
kematian ibu dan perinatal di negara berkembang. Hipertensi adalah masalah medis
umum yang mempengaruhi 20% - 30% populasi orang dewasa dan lebih dari 5% -
8% dari semua kehamilan di dunia.9 Gangguan hipertensi pada kehamilan menempati
urutan tinggi di antara penyebab morbiditas dan mortalitas ibu.7

Prevalensi hipertensi pada wanita usia reproduksi diperkirakan 7,7%.10


Gangguan hipertensi dalam kehamilan, istilah umum yang mencakup hipertensi yang
sudah ada sebelumnya dan kehamilan, preeklamsia, dan eklamsia, menyulitkan
hingga 10% kehamilan dan merupakan penyebab signifikan dari morbiditas dan
mortalitas maternal dan perinatal.11 Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan
terdapat 14% kematian ibu global dikarenakan oleh gangguan hipertensi kehamilan.
Di negara Amerika Latin dan Karibia 25,7% kematian ibu disebabkan oleh gangguan
hipertensi kehamilan, serta di negara-negara Asia dan Afrika, itu berkontribusi 9,1%
dari kematian ibu dan bahkan sekitar 16% di negara-negara Afrika sub-Sahara.12,13,14

3
Angka Kematian Ibu (AKI) saat persalinan di Indonesia menduduki nomor
tiga tertinggi di kawasan Asia Selatan dan Asia Tenggara. Berdasarkan data dari
Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2012, AKI di Indonesia mencapai
359 per 100.000 kelahiran hidup dan Angka Kematian Bayi (AKB) mencapai 32 per
1000 kelahiran hidup.15 Adapun lima penyebab kematian ibu terbesar adalah
perdarahan, Hipertensi dalam Kehamilan, infeksi, partus lama/macet dan abortus.
Kematian ibu di Indonesia tetap didominasi oleh tiga penyebab utama kematian
(triad) yaitu perdarahan, Hipertensi dalam kehamilan dan infeksi. Proporsi ketiga
penyebab kematian ibu telah berubah, perdarahan dan infeksi cenderung mengalami
penurunan sedangkan proporsi Hipertensi dalam kehamilan (HDK) semakin
meningkat. Lebih dari 30% kematian ibu di Indonesia pada tahun 2010 disebabkan
oleh HDK.11 Sebagian besar kematian yang terkait dengan gangguan hipertensi dapat
dihindari dengan menyediakan waktu yang cukup dan perawatan yang efektif untuk
perempuan khususnya mengalami komplikasi.17

2.3 Klasifikasi
Klasifikasi hipertensi pada kehamilan oleh Working Group of the NHBPEP
(2000) dibagi menjadi 4 tipe, yaitu:8

1. Hipertensi gestasional :
Diagnosis Hipertensi Gestasional ditegakkan bila didapatkan tekanan
darah ≥ 140/90 mmHg pada usia kehamilan ≥ 20 minggu, tanpa disertai
adanya proteinuria. Tekanan darah pada kasus hipertensi gestasional
berangsur normal dalam 12 minggu setelah persalinan.8
2. Preeklampsia dan eklampsia
Preeklampsia ditandai dengan adanya peningkatan tekanan darah ≥
140/90 mmHg disertai adanya proteinuria (300 mg/24 jam atau +1 pada
pemeriksaan dipstick). Preeklampsia berat didefinisikan sebagai adanya
peningkatan tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg dan diastolik ≥ 110 mmHg
yang disertai proteinuria ≥ +2. Pada preeklampsia berat, sejumlah penanda
laboratorium seperti fungsi ginjal dan fungsi hepar ditemukan meningkat,
namun pada preeklampsia ringan peningkatannya hanya minimal atau bahkan
tidak ada peningkatan sama sekali. Eklampsia didefinisikan sebagai
timbulnya kejang pada wanita penderita preeklampsia yang tidak disebabkan

4
oleh hal lain. Kejang pada eklampsia bersifat general dan dapat terjadi
sebelum, saat, atau sesudah persalinan.8
3. Hipertensi kronis
Hipertensi kronis didefinisikan sebagai hipertensi yang ditemukan
sebelum kehamilan atau sebelum usia kehamilan mencapai 20 minggu, atau
hipertensi yang ditemukan pertama kali pada usia kehamilan > 20 minggu dan
tidak kembali turun ke tekanan darah normal dalam 12 minggu setelah
persalinan.8
4. Preeklampsia superimposed pada hipertensi kronis
Superimposed preeklampsia didefiniskan sebagai timbulnya
proteinuria untuk pertama kali (≥ 300 mg/24 jam) di usia kehamilan ≥ 20
minggu, pada wanita hamil yang sebelumnya telah terdiagnosa dengan
hipertensi (hipertensi kronis). Apabila seorang wanita menderita hipertensi
dan proteinuria sebelum usia kehamilan 20 minggu, maka diagnosis
superimposed preeklampsia dapat ditegakkan bila didapatkan peningkatan
tekanan darah lebih dari sebelumnya, peningkatan proteinuria, terjadinya
trombositopenia (kurang dari 100.000/μL).8

5
Tabel 1. Klasifikasi Hipertensi dalam Kehamilan

Menurut American College of Obstetricians and Gynecologists, klasifikasi


hipertensi dalam kehamilan yaitu:8,18

1) Hipertensi gestasional, bila tekanan darah > 140/90 mmHg pada usia
kehamilan > 20 minggu tanpa riwayat hipertensi sebelumnya dan tanpa
disertai dengan proteinuria.
2) Preeklampsia merupakan sindrom khusus kehamilan yang dapat
memengaruhi hampir setiap sistem organ terjadi pada usia kehamilan
diatas 20 minggu, disertai keadaan sebagai berikut:

6
• Tekanan darah sistolik ≥140 mmHg atau diastolik ≥ 90 mmHg
yang terjadi setelah umur kehamilan diatas 20 minggu tanpa
riwayat hipertensi sebelumnya
• Proteinuria 5 gr atau lebih perliter dalam 24 jam atau kualitatif 3+
atau 4+.
Preeklampsia berat (PEB) yaitu dengan tanda-tanda
preeklampsia disertai dengan:

a) Tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg atau diastolik ≥ 110


mmHg pada 2 x pemeriksaan 6 jam setelah pasien dalam
keadaan istirahat.
b) Oligouri, yaitu jumlah urine kurang dari 500 cc per 24
jam/kurang dari 0,5 cc/kgBB/jam. Adanya gangguan
serebral, gangguan penglihatan, dan rasa nyeri di
epigastrium.
c) Nyeri epigastrium atau nyeri pada kuadran kanan atas
abdomen
d) Terdapat edema paru dan sianosis
e) Hemolisis mikroangiopatik
f) Trombositopeni (< 100.000 sel/mm3 atau penurunan
trombosit dengan cepat)
g) Gangguan fungsi hati.: peningkatan kadar alanin dan
aspartate aminotransferase. (AST dan atau ALT ≥ 70
IU/L)
h) Pertumbuhan janin terhambat
Pada wanita dengan preeklamsia, kejang yang tidak dapat dikaitkan
dengan penyebab lain disebut Eklamsia. Kejang bersifat umum, dan mungkin
muncul sebelum, selama, atau setelah persalinan.

3) Superimposed preeclampsia ( ≥1 kriteria dibawah ini) :


• Proteinuria onset baru pada wanita dengan hipertensi kurang
dari 20 minggu
• Jika hipertensi dan proteinuria timbul < 20 minggu

7
• Proteinuria meningkat tiba – tiba jika hipertensi dan
proteinuria timbul < 20 minggu
• Hipertensi meningkat tiba – tiba pada wanita dengan rewayat
hipertensi terkontrol
• Trombositopenia ( trombosit < 100.000 /mm3)
• Peningkatan SGOT dan SGPT
Gejala dengan hipertensi kronis dengan nyeri kepala
persisten, skotoma atau nyeri ulu hati juga dapat disebut
dengan superimposed preeclampsia.

4) HELLP syndrome (ada 2 kriteria)

o Menurut Sibai et al (salah satu kriteria dibawah ini)


1. Hemolisis, lactate dehydrogenase > 600 U/L, atau total
bilirubin > 1.2 mg/dL
2. SGOT > 70 U/L
3. Trombosit <100,000 /mm3
o Menurut Martin et al (salah satu kriteria dibawah ini)
1. Lactate dehydrogenase > 600 U/L
2. SGOT atau SGPT > 40 IU/L
3. Trombosit<150,000/mm3.
2.4 Faktor Risiko
Terdapat beberapa faktor risiko yang menyebabkan adanya gangguan
multifktorial pada hipertensi dalam kehamilan adalah sebagai berikut:

1. Primigravida
Pada primigravida (ibu yang pertama kali hamil) mudah
mengalamistress dalam menghadapi persalinan. Stress emosi yang
terjadi pada primigravida mengakibatkan terjadinya peningkatan pelepasan
corticotropic-releasing hormone (CRH) oleh hipothalamus, sehingga
menyebabkan peningkatan kortisol. Efek dari kortisol yaitu mempersiapkan
tubuh guna merespon terhadap semua stressor dengan meningkatkan respons
simpatis, termasuk respons yang ditujukan untuk meningkatkan curah
jantung dan mempertahankan tekanan darah. Hipertensi pada kehamilan

8
terjadi akibat kombinasi peningkatan curah jantung dan resistensi perifer
total. Wanita dengan preeklamsia, tidak mengalami penurunan sensitivitas
terhadap vasopeptida-vasopeptida tersebut, sehingga terjadi peningkatan
besar volume darah dan meningkatkan curah jantung dan tekanan darah.19
2. Usia maternal
Usia ideal untuk kehamilan dan persalinan yaitu usia 20-30 tahun.
Pada wanita hamil usia dibawah 20 tahun ternyata berisiko 2-5 kali lebih
tingggi mengalami komplikasi sehingga menyebabkan kematian maternal.
Setiap remaja primigravida mempunyai resiko lebih besar mengalami
hipertensi dalma kehamulan dan meningkat lagi saat usia diatas 35 tahun. 20
3. Obesitas
Obesitas merupakan keadaan terjadi penimbunan lemak berlebihan di
jaringan lemak tubuh dan dapat mengakibatkan terjadinya beberapa
penyakit. Hubungan obesitas dan hipertensi dalam kehamilan ini sering
dikaitkan dengan peningkatan risiko penyakit kardiovaskular. Terjadinya
resistensi leptin merupakan penyebab yang mendasari beberapa perubahan
hormonal, metabolik, neurologi dan hemodinamik pada hipertensi dengan
obesitas.21

4. Riwayat Hipertensi
Hipertensi merupakan salah satu penyakit yang mengakibatkan
kesakitan yang tinggi. Hipertensi atau penyakit darah tinggi adalah
gangguan pada pembuluh darah yang mengakibatkan suplai oksigen dan
nutrisi yang dibawa oleh darah terhambat sampai ke jaringan tubuh yang
membutuhkannya. Secara umum, hipertensi merupakan suatu keadaan
tanpa gejala, yaitu tekanan darah yang tinggi di dalam arteri menyebabkan
meningkatnya risiko terhadap penyakit-penyakit yang berhubungan
dengan kardiovaskuler seperti stroke, gagal ginjal, serangan jantung, dan
kerusakan ginjal. Komplikasi dari adanya riwayat hipertensi
mengakibatkan superimpose preeklampsia dan hipertensi kronis dalam
kehamilan.22
5. Gangguan Ginjal

9
Penyakit ginjal seperti gagal ginjal akut yang dialami oleh ibu hamil
menyebabkan hipertensi dalam kehamilan. Hal ini berkaitan dengan
kerusakan glomerulus yang menimbulkan gangguan filtrasi dan
vasokontriksi pembuluh darah.8
6. Riwayat Keluarga
Terdapat peranan genetik pada hipertensi dalam kehamilan. Hal ini
terjadi karena terdapat riwayat keluarga yang mengalami hipertensi dalam
kehamilan.8
7. Kunjungan kehamilan / ANC
Kunjungan kehamilan / ANC (Antenatal Care) merupakan salah satu
upaya yang dapat dilakukan sebagai pencegahan awal dari preeklampsia.
Data atau informasi awal terkait dengan tekanan darah sebelum hamil akan
sangat membantu petugas kesehatan untuk membedakan antara hipertensi
kronis dengan preeklsampsia. Pelayanan ANC berpengaruh pada kejadian
preeklampsia dapat terjadi karena masih belum maksimalnya pelayanan
ANC yang diberikan kepada ibu hamil.23
2.5 Patofisiologi
Berikut merupakan beberapa mekanisme yang menjelaskan kemungkinan
penyebab terjadinya hipertensi dalam kehamilan, yaitu meliputi:

1) Implantansi Plasenta dengan Invasi abnormal trofoblas pada pembuluh darah


uterus
Implantasi yang normal ditandai oleh remodeling arteri spiralis dalam
deciduas basalis. Trofoblas endovaskular menggantikan lapisan endotel
vaskular dan otot untuk memperbesar diameter arteri spiralis. Invasi
trofoblas juga memasuki jaringan sekitar arteri spiralis, sehingga
memudahkan lumen spiralis mengalami distensi dan dilatasi. Distensi dan
vasodilatasi lumen arteri apiralis ini memberi dampak penurunan tekanan
darah, penurunan resistensi vaskular, dan peningkatan aliran darah pada
utero plasenta, dan mengakibatkan aliran darah ke janin cukup banyak dan
perfusi jaringan juga meningkat, sehingga janin dapat berkembang dengan
baik. 24

10
Pada preeklampsia terjadi invasi tropoblas yang tidak sempurna. Lapisan
otot arteri spiralis tidak memungkinkan mengalami distensi dan
vasodilatasi. Hal tersebut menyebabkan arteri spiralis mengalami
vasokontriksi, dan terjadi kegagalan remodeling arteri spiralis, sehingga
aliran darah utero plasenta menurun, mengakibatkan perfusi yang berkurang
dan lingkungan hipoksia pada akhirnya menyebabkan pelepasan
mikropartikel yang memicu respons inflamasi sistemik terjadilah hipoksia
dan iskemia plasenta. Defective placentation atau kerusakan plasenta
diduga dapat menyebabkan wanita yang rentan (hamil) mengalami
hipertensi gestasional, sindrom preeklamsia, persalinan prematur, janin
dengan hambatan pertumbuhan, dan / atau solusio plasenta. 24

Gambar 1. Invasi Abnormal Trofoblas


2) Iskemia plasenta, radikal bebas, dan disfungsi endotel
Pada saat kehamilan terjadi proses remodelling, namun disini terjadi
kegagalan remodelling sehingga menghasilkan oksidan atau radikal bebas
yang merupakan senyawa penerima molekul dan mempunyai elektron yang
tidak berpasangan. Plasenta yang mengalami iskemia dan hipoksia akan
menghasilkan oksidan atau radikal bebas. Salah satu oksidan yang dihasilkan
iskemia plasenta adalah radikal hidroksil yang bersifat toksik, terutama
terhadap membran sel endotel pembuluh darah karena letaknya langsung
berhubungan dengan aliran darah. Radikal hidroksil akan merusak membran

11
sel endotel yang mengandung banyak asam lemak tidak jenuh menjadi
peroksida lemak.8
Terdapat kerusakan sel endotel akibat sel endotel terpapar terhadap peroksida
lemak, dimulai dari membran sel endotel, sehingga menyebabkan
terganggunya fungsi endotel, bahkan rusaknya struktur sel endotel. Keadaan
ini disebut sebagai disfungsi endotel, yang mengakibatkan : 24
- Ganggguan metabolisme prostaglandin, dimana salah satu fungsi endotel
adalah memproduksi prostaglandin, yaitu menurunnya produksi
prostasiklin (PGE2) yang merupakan vasodilator kuat.
- Agregasi sel-sel trombosit pada daerah endotel yang mengalami
kerusakan. Agregasi trombosit akan menutup tempat-tempat di lapisan
endotel yang mengalami kerusakan. Agregasi trombosit memproduksi
tromboksan (TXA2) yang merupakan vasokontriktor kuat. Normalnya
kadar prostasiklin lebih tinggi daripada tromboksan. Pada preeklampsia
kadar tromboksan lebih tinggi dari kadar prostasiklin sehingga terjadi
vasokonstriksi, sehingga terjadi kenaikan tekanan darah.
- Perubahan khas pada sel endotel kapiler glomerulus (glomerular
endotheliosis).
- Peningkatan permeabilitas kapiler.
- Peningkatan produksi bahan-bahan vasopresor, yaitu endotelin. Kadar
vasodilator menurun, sedangkan endotelin (vasokontriksi) meningkat.
- Peningkatan faktor koagulasi.
3) Intoleransi imunologis antara jaringan ibu, paternal (plasenta), dan janin
Pada kehamilan normal, respon imun tidak menolak adanya hasil konsepsi
yang bersifat asing. Hal ini disebabkan adanya human leukocyte antigen
protein G (HLA-G), yang berperan penting dalam modulasi respon imun,
sehingga ibu tidak menolak hasil konsepsi. Adanya HLA-G pada plasenta
dapat melindungi trofoblas janin dari lisis oleh natural killer cell (NK) ibu.8
Adanya HLA-G akan mempermudah invasi sel trofoblas ke dalam jaringan
desidua ibu, jadi HLA-G merupakan prokondisi untuk terjadinya invasi
trofoblas ke dalam jaringan desidua ibu selain untuk menghadapi sel NK. Pada
plasenta hipertensi dalam kehamilan, terjadi penurunan HLA-G.

12
Berkurangnya HLA-G di desidua didaerah plasenta, menghambat invasi
trofoblas ke dalam desidua. Pada awal trimester kedua kehamilan perempuan
yang mempunyai kecenderungan terjadi preeklampsia, ternyata mempunyai
proporsi sel yang lebih rendah di banding pada normotensif.8

4) Faktor genetik termasuk gen predisposisi yang diturunkan dan pengaruh


epigenetik.
Risiko anak perempuan mengalami preeklampsia dari ibu dengan riwayat
preeklampsia adalah 20-40%, 11-37% preeklampsia diderita oleh saudara
kandung ibu penderita preeklampsia, dan 22-47% pada wanita kembar
mengalami preeklampsia. Predisposisi herediter preeklampsia merupakan
hasil interaksi dari ratusan gen yang diturunkan dari maternal maupun paternal
yang mengontrol fungsi metabolic dan enzimatik di setiap sistem organ.
Ekspresi gen ini akan berbeda pada setiap orang tergantung pula dengan
interaksi terhadap faktor lingkungan. Terdapat kaitan tentang perubahan gen
antara HLA-DR4 dan hipertensi yang disertai proteinuria. Beberapa varian
gen angiotensinogen T235 memiliki insiden yang lebih tinggi terhadap
kejadian preeklampsia dan pertumbuhan janin terhambat. Terdapat pula
kemungkinan keterkaitan antara trombofilia yang diturunkan dengan kejadian
hipertensi pada kehamilan. Polimorfisme gen untuk TNF, limfotoksin-
alpha, interleukin-1B telah dipelajari dengan hasil yang bervariasi.25
5) Defisiensi Nutrisi
Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa pada populasi umum, ibu
yang banyak mengkonsumsi buah dan sayuran dengan kandungan
antioksidan berhubungan dengan penurunan tekanan darah. Insiden
preeklampsia meningkat 2 kali pada ibu dengan konsumsi asam ascorbic
kurang dari 85 mg. Minyak ikan mengandung banyak asam lemak tidak
jenuh yang dapat menghambat produksi tromboksan, menghambat aktivitas
trombosit, dan mencegah vasokonstriksi pembuluh darah.26

13
2.6 Diagnosis
Klasifikasi hipertensi dalam kehamilan memiliki kriteria sebagai berikut:
27,28,30

• Hipertensi Kronis :
Adanya peningkatan tekanan darah ≥ 140/90 mmHg sebelum
kehamilan atau pada usia kehamilan < 20 minggu, tidak disertai proteinuria,
dan tidak menghilang setelah 12 minggu paska persalinan.27,28
• Hipertensi Gestational :
Peningkatan tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg dan/atau tekanan
darah diastolik ≥ 90 mmHg untuk pertama kalinya pada wanita hamil, dimana
tekanan darah sebelum kehamilan adalah normal, pada usia kehamilan > 20
minggu, tidak disertai dengan proteinuria. Pengukuran tekanan darah
dilakukan dua kali dengan jarak waktu 6 jam dan tekanan darah kembali normal
dibawah 12 minggu paska persalinan.27,28
• Preeklampsia :
Peningkatan tekanan darah pada wanita hamil setelah usia kehamilan >
20 minggu dimana sebelum kehamilan tekanan darah adalah normal, dan
disertai dengan adanya proteinuria. Pengukuran dilakukan dua kali dengan
jarak waktu setidaknya 4 jam. Sampel urin menggunakan urin 24 jam.
Proteinuria menghilang setelah 6 minggu paska persalinan. Dibagi menjadi
preeklampsia ringan dan preeklampsia berat.27,29
- Preeklampsia Ringan :
Peningkatan tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg tetapi < 160
mmHg, dan tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg tetapi <110 mmHg,
disertai dengan proteinuria > 0,3 g/24 jam atau dengan menggunakan
pengukuran kualitatif (dipstick) +1.27,29
- Preeklampsia Berat :
Peningkatan tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg, dan peningkatan
tekanan darah diastolik ≥ 110 mmHg, disertai dengan proteinuria > 5 gr/24
jam atau dengan pengukuran kualitatif (dipstick) +3. Dapat dijumpai
dengan keterlibatan organ lain, yang ditandai dengan: trombositopenia (<
100.000 sel/L), mikroangiopati hemolisis (peningkatan LDH),

14
peningkatan enzim hati SGOT/SGPT, nyeri kepala dan gangguan
penglihatan,, edema paru, oligouria (< 500 mL/24 jam), dan serum
kreatinin > 1,2 mg/dL.27,29
• Superimposed Preeklampsia :
Preeklampsia yang terjadi pada pasien dengan hipertensi kronis
sebelumnya, ditandai dengan adanya proteinuria yang muncul saat usia
kehamilan > 20 minggu. Seringkali ditandai dengan peningkatan drastis
proteinuria, trombositopenia (< 100.000 sel/L) 27,28
• Eklampsia :
Preeklampsia yang disertai oleh kejang-kejang dan/atau koma tanpa
ditemukannya penyebab lainnya (epilepsi, perdarahan subaraknoid,
meningitis, dll).27,28
Penegakkan diagnosis hipertensi dalam kehamilan dapat dilakukan
dengan metode sebagai berikut:

Untuk menegakkan diagnosis hipertensi dalam kehamilan, maka dapat


dilakukan hal-hal sebagai berikut : 27,28,30

1. Anamnesis
Melakukan anamnesis pada pasien atau keluarga pasien untuk mengetahui
adanya keluhan atau gejala sebelum atau selama masa kehamilan, riwayat
kehamilan sebelumnya, riwayat penyakit terdahulu, riwayat penyakit keluarga,
riwayat konsumsi obat, serta gaya hidup. Keluhan atau gejala dapat berupa
nyeri kepala, gangguan visus penglihatan, rasa panas pada wajah, dispnea,
nyeri dada, mual muntah, dan kejang. Riwayat penyakit terdahulu seperti
riwayat penyakit sistemik seperti hipertensi, diabetes mellitus, penyakit
jantung dan ginjal. Selain itu, riwayat kehamilan sebelumnya, terutama
keberadaan hipertensi dalam kehamilan sebelumnya serta komplikasi yang
dialami pada kehamilan sebelumnya.. Gaya hidup meliputi kebiasaan sehari-
hari, pekerjaan, pola makan, dan kebiasaan merokok dan konsumsi alkohol
juga harus ditanyakan.27,28

15
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang utama adalah pengukuran tekanan darah yang
dilakukan dengan cara meminta pasien duduk di kursi dengan punggung
bersandar pada sandaran kursi, sementara lengan yang akan diukur disejajarkan
setinggi jantung, diberikan penyangga jika diperlukan. Lengan atas harus
dibebaskan dari lengan baju dengan cara menggulungnya ke atas. Jika wanita
hamil tidak memungkinkan untuk diukur tekanan darah dalam posisi duduk,
maka pasien dapat diminta untuk berbaring miring ke arah kiri. Dalam waktu
30 menit sebelum pemeriksaan pasien diminta untuk tidak mengonsumsi kopi
atau minum obat-obat stimulan adrenergik serta harus beristirahat kurang lebih
5 menit sebelum dilakukan pengukuran tekanan darah. Alat yang dipakai untuk
mengukur tekanan darah adalah sfigmomanometer. Pengukuran tekanan darah
yang menyatakan adanya hipertensi dalam kehamilan adalah bila dari hasil
pengukuran didapatkan tekanan darah sekurang-kurangnya 140 mmHg pada
sistolik atau 90 mmHg pada diastolik pada dua kali pemeriksaan yang berjarak
15 menit menggunakan lengan yang sama. Kriteria hipertensi tersebut akan
diperkuat dengan pemeriksaan penunjang protein dalam urin. 28

3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan dalam kasus hipertensi
sebagai komplikasi kehamilan adalah terutama pemeriksaan proteinuria untuk
menegakkan diagnosis dini preeklampsia. Pemeriksaan proteinuria dapat
dilakukan dengan dua metode, yaitu secara Esbach dan dipstick. Pengukuran
secara Esbach adalah metode pengukuran secara kuantitatif, dimana dikatakan
proteinuria bila didapatkan jumlah protein ≥ 300 mg dari total jumlah urin
selama 24 jam. Metode pemeriksaan dipstick dilakukan secara kualitatif,
dimana interpretasi uji dipstick urin adalah: 7,31

+1 = 0,3 – 0,45 g/L

+2 = 0,45 – 1 g/L

+3 = 1 – 3 g/L

+4 = > 3 g/L

16
Pada wanita hamil dengan kecurigaan preeklampsia ringan, maka dapat
dilakukan pemeriksaan urin lengkap, terutama pemeriksaan proteinuria. Pada
wanita hamil dengan adanya kecurigaan preeklampsia berat, maka selain
pemeriksaan urin lengkap, diperlukan juga pemeriksaan laboratorium lainnya
seperti darah lengkap, tes fungsi hati, dan tes fungsi ginjal, untuk mendeteksi
adanya komplikasi pada organ lainnya. Pemeriksaan terhadap janin seperti
USG dan kardiotokografi juga sebaiknya dilakukan untuk mengetahui kondisi
janin.24

DIAGNOSIS ONSET TANDA LAIN


Hipertensi kronis Sebelum kehamilan/<20
minggu kehamilan
Hipertensi gestasional >20 minggu kehamilan Pertama kali
Preeklampsia ringan >20 minggu kehamilan Proteinuria (+): dipstick
+1
Preeklampsia berat >20 minggu kehamilan Proteinuria (+): dipstick
+3
Trombositopenia
Oligouria
Gangguan pengelihatan
Gangguan fungsi ginjal&
hati
Super-imposed Hipertensi kronis Proteinuria > 20 minggu
preeklampsia
Eklamsia >20 minggu kehamilan Kejang

2.7 Tatalaksana
Tujuan penatalaksanaan hipertensi dalam kehamilan adalah untuk
menurunkan tekanan darah sistolik < 125mmHg dan tekanan darah diastolik 90-
100 mmHg. Penatalaksanaan hipertensi pada kehamilah disesuaikan pada diagnosis
pasien tersebut, apakah termasuk ke dalam preeklampsia ringan atau preeklampsia
berat. Target terapi yang adalah untuk menurunkan Pasien dengan preeklampsia

17
ringan umumnya hanya memerlukan rawat jalan, tidak perlu tirah baring, diet
reguler, melakukan pemeriksaan fetal assessment seperti USG dan non-stressed test
(NST), dan melakukan kontrol kandungan (ANC) setiap minggu. Jika pada usia
kehamilan < 37 minggu dan tanpa adanya perburukan gejala, maka kehamilan dapat
dipertahankan sampai usia kehamilan aterm. Bila usia kehamilan ≥ 37 minggu,
maka kehamilan akan dipertahankan sampai timbul onset partus atau mencapai 40
minggu, atau dapat dilakukan induksi persalinan. Jika terjadi perburukan gejala
preeklampsia ringan seperti hasil fetal assessment yang buruk, adanya
kecenderungan terjadi preeklampsia berat atau adanya gejala preeklampsia berat,
atau tidak adanya perbaikan kondisi setelah beberapa kali kontrol, maka pasien
harus dilakuka rawat inap. Penanganan aktif dapat dilakukan bila usia kehamilan
sudah aterm, hasil fetal assessment buruk dan mengarah ke emergensi, dan terdapat
tanda-tanda impending eklampsia.7,28

Penatalaksanaan preeklampsia berat diberikan berdasarkan usia kehamilan.


Tujuan dari penatalaksanaan preeklampsia berat adalah mengontrol tekanan darah
agar tidak semakin meningkat, terminasi kehamilan dengan trauma minimal bagi
ibu dan bayi, melahirkan bayi yang mampu hidup di lingkungan luar kandungan,
dan melakukan penyembuhan terhadap ibu. Ibu hamil dengan preeklampsia berat
harus segera dirawat inap di rumah sakit dengan tirah baring miring ke sisi kiri
secara intermiten. Diberikan pula infus dengan ringer laktat atau ringer dekstrose
5%. Memberikan pengawasan ketat terhadap ibu hamil dengan preeklampsia,
karena mudah berubahnya tekanan darah. Gejala preeklampsia berat atau dengan
adanya keluhan nyeri kepala, penurunan visus penglihatan, adanya klonus, nyeri
pada kuadran atas kanan perut, dan tanda kejang direkomendasikan pemberian
magnesium sulfat (MgSO4) pada saat tersebut. Pemberian MgSO4 dibagi menjadi:
7,24

• Loading dose (initial dose) bila hanya tersedia MgSO4 40% : dosis awal 4 g
MgSO4 40% dilarutkan dalam normal saline 10 cc IV pelan / 10-15 menit.
• Bila tersedia MgSO4 20% initial dose dapat diberikan 4 g (20 cc MgSO4 20%
dilanjutkan dengan dosis maintenance dengan MgSO4 40% dalam syringe
pump/infuse dengan kecepatan 1-2 g/jam). 24,32

18
24,32
Cara pemberian MgSO4 :

• Ambil 4 g MgSO4 40% (10 cc) dilarutkan dalam normal Saline IV / 10-15
menit.
• Sisanya, 6 g MgSO4 (15 cc) dimasukan ke dalam satu botol larutan Ringer
Dektrose 5% diberikan per infus dengan kecepatan 1-2 g/jam atau habis dalam
6 jam.

Syarat-syarat pemberian MgSO4 lanjutan:24,32

• Adanya refleks tendon dalam (Refleks patella normal)


• Laju pernapasan > 16 kali/menit
• Produksi urin dalam 4 jam sebelumnya > 100 cc; 0,5 cc/kgBB/jam
• Tersedia Kalsium Glukonat 10% dalam 10 cc (antidotum). Antidotum
diberikan bila timbul gejala dan tanda intoksikasi MgSO 4, maka diberikan
injeksi Kalsium Glukonat 10% dalam 10 cc IV pelan dalam waktu 3 menit.

Bila kembali terjadi kejang setelah pemberian dosis awal maupun lanjutan
dari MgSO4, maka dapat diberikan lagi MgSO4 20% 2 gram IV. Apabila masih
tetap kejang (refrakter terhadap MgSO4), maka dapat diberikan salah satu regimen
dibawah ini:25

• 100 mg IV sodium thiopental


• 10 mg IV diazepam
• 250 mg IV sodium amobarbital
Obat antihipertensi direkomendasikan pada preeklampsia dengan hipertensi
berat, yaitu tekanan darah sistolik ≥ 180 mmHg dan/atau tekanan darah diastolik ≥
110 mmHg, atau MAP > 125 mmHg. Pilihan obat antihipertensi yang dapat
diberikan adalah CCB, nifedipin 10 mg oral dilanjutkan dengan 10 mg oral setiap
30 menit sampai target penurunan tekanan darah terpenuhi (penurunan tekanan
darah sistolik 20-30% tekanan darah sistolik awal atau MAP < 125 mmHg). Apabila
tidak terjadi penurunan tekanan darah, nifedipin tetap diberikan setiap 30 menit
dengan melakukan monitoring ketat tekanan darah minimal setiap 15 menit dan
monitoring kontinu janin dengan CTG. Dosis maksimal nifedipin dalam sehari
adalah 120 mg. Setelah dosis awal diberikan dan tekanan darah membaik,

19
dilanjutkan pemberian dosis lanjutan nifedipin oral 10 mg tiap 6 jam. Pemantauan
tekanan darah dilakukan setiap 1 jam setelah keberhasilan dosis awal dan
dilanjutkan setiap 4 jam kecuali bila pasien sedang tidur. Apabila selama perawatan
tekanan darah kembali meningkat, dan pemberian kembali nifedipin tidak dapat
menurunkan tekanan darah (hipertensi refrakter), maka obat antihipertensi bisa
dikombinasi dengan metil dopa 500-3000 mg per oral dibagi 2-4 dosis atau
diberikan nicardipin secara IV drip. Pada kasus hipertensi emergensi apabila tidak
terjadi penurunan tekanan darah dengan nifedipin dalam 6 jam, maka obat dapat
diganti dengan nicardipine atau clonidine.25,33

Penanganan terhadap kehamilan ibu dapat dibagi menjadi penanganan secara


konservatif atau secara agresif, dengan penjelasan sebagai berikut: 25

• Ekspektatif / konservatif :

Manajemen ekspektatif atau konservatif direkomendasikan pada kasus


preeklampsia berat dengan usia kehamilan < 34 minggu dengan kondisi ibu dan
janin yang stabil. Fasilitas Kesehatan harus mencukupi dan juga tersedianya
perawatan intensif maternal dan neonatal. Pasien dengan preeklampsia berat
direkomendasikan untuk melakukan rawat inap selama melakukan perawatan
ekspektatif. Pemberian kortikosteroid direkomendasikan untuk membantu
pematangan paru janin, dimana kortikosteroid yang diberikan adalah
deksametason dengan dosis 12 mg IM setiap 24 jam selama 2 kali pemberian.33,34

• Aktif / agresif :

Manajemen aktif atau agresif dapat dilakukan bila umur kehamilan ≥ 34


minggu, dan kehamilan dapat diakhiri setelah mendapat ibu mendapat terapi
medikamentosa untuk stabilisasi. Kehamilan harus segera diakhiri tanpa
memandang umur kehamilan bila dijumpai adanya kejang-kejang, gagal ginjal akut,
edema paru, solutio plasenta dan fetal distress. Pada pasien dengan sindrom
HELLP, persalinan bisa ditunda dalam 48 jam bila umur kehamilan < 34 minggu,
untuk memberikan kesempatan pematangan paru. 26,33

20
Beberapa hal penting yang harus diperhatikan dalam penatalaksanaan
secara aktif atau agresif adalah sebagai berikut : 24,26,33

• Persalinan sedapat mungkin diarahkan pervaginam.


• Bila pasien belum inpartu :
o Dilakukan induksi persalinan bila skor Bishop > 5. Bila perlu, dilakukan
pematangan serviks dengan misoprostol. Induksi persalinan harus sudah
mencapai kala II dalam waktu 24 jam.
o Indikasi seksio sesarea adalah :
- Tidak memenuhi syarat persalinan pervaginam.
- Induksi persalinan gagal.
- Terjadi gawat janin.
• Bila pasien sudah inpartu :
o Kemajuan persalinan dikelola dengan partograf WHO atau kurva Friedman.
o Monitor tekanan darah tiap 30 menit.
o Tindakan operatif pervaginam (vakum atau forceps sesuai indikasi) ; tidak
rutin dikerjakan kecuali :
- Tekanan darah tidak terkontrol (MAP > 125 mmHg)
- Tanda-tanda impeding eklampsia.
- Kemajuan kala II tidak adekuat (20 menit dipimpin tidak lahir).
• Seksio sesarea dilakukan apabila terdapat kegawatan ibu dan/atau janin, atau
indikasi obstetrik.
• Bila harus dilakukan SC, pilihan anestesianya adalah regional atau epidural dan
tidak dianjurkan anestesia umum.

2.8 Pencegahan
Pencegahan hipertensi dalam kehamilan yang dapat dilakukan adalah dari
non-farmakologi dan farmakologi. Upaya non-farmakologi meliputi edukasi,
deteksi prenatal dini dan manipulasi diet. Sedangkan upaya farmakologi mencakup
pemberian aspirin dosis rendah dan antioksidan.7

21
1. Edukasi

Edukasi mengenai beberapa faktor risiko terjadinya hipertensi dalam


kehamilan seperti adanya penyakit sistemik penyerta, riwayat hipertensi dalam
kehamilan sebelumnya, dan kebiasaan sehari-hari serta pola makan yang dapat
memicu obesitas, perlu ditekankan kepada pasien. Dalam kehamilan
selanjutnya, pasien disarankan untuk menghindari aktivitas fisik yang terlalu
berat, rutin melakukan olahraga ringan yang aman bagi wanita hamil,
mengonsumsi diet yang tepat, serta mengonsumsi antioksidan seperti vitamin
C. Kejadian hipertensi pada kehamilan paska melahirkan harus dievaluasi
kembali agar tidak terulang dan mendatangkan risiko serta komplikasi. Wanita
yang telah mengalami preeklampsi atau eklampsia akan lebih rentan
mengalami komplikasi hipertensi pada kehamilan berikutnya. 26,34

2. Deteksi Prenatal Dini

Selama kehamilan, waktu pemeriksaan prenatal yang dijadwalkan adalah


1 kali saat trimester pertama, 1 kali saat trimester kedua dan 2 kali pada
trimester ketiga. Pada pemeriksaan secara rutin selama kehamilan, apabila
ditemukan hipertensi dalam kehamilan dini maka dapat dilakukan pengukuran
tekanan darah secara berkala. Kunjungan dapat ditambah bergantung pada
kondisi maternal. Wanita hamil dengan hipertensi yang nyata (≥ 140/90
mmHg), terutama bila terdapat tanda adanya preeklampsia berat, perlu
dilakukan rawat inap untuk mengevaluasi hipertensi dan komplikasi yang
mungkin terjadi. Pemeriksaan urinalisis untuk melihat adanya proteinuria pada
pasien dengan hipertensi dalam kehamilan menjadi pemeriksaan utama yang
dapat menegakkan diagnosis dini preeklampsia.34

3. Manipulasi Diet

Manipulasi diet yang dapat dilakukan pada wanita hamil untuk mencegah
terjadinya hipertensi dalam kehamilan adalah pembatasan asupan garam. Diet
tinggi kalsium dan pemberian kapsul dengan kandungan minyak ikan dapat
menyebabkan penurunan bermakna tekanan darah serta mencegah hipertensi
dalam kehamilan.26,34

22
4. Aspirin Dosis Rendah

Penurunan kejadian preekalmpsia dapat dilakuakn dengan pemberian


pemberian aspirin dosis rendah 60 mg pada wanita. Pemberian aspirin dosis
rendah dikatakan dapat menurunkan terjadinya disfungsi endotel karena
adanya supresi selektif sintesis tromboksan oleh trombosit serta tidak
terganggunya produksi prostasiklin.34

5. Antioksidan

Pemberian antioksidan pada ibu hamil mampu menurunkan aktivasi sel


endotel untuk pencegahan hipertensi dalam kehamilan, terutama preeklampsia.
Antioksidan yang dapat diberikan adalah vitamin C dan vitamin E.34

2.9 Komplikasi
Komplikasi hipertensi dalam kehamilan dapat berakibat pada maternal
ataupun neonatal. Komplikasi yang dapat mengenai ibu dapat berupa perdarahan
intraserebral, sindrom HELLP (haemolysis, elevated liver enzyme, low platelet
count), DIC (disseminated intravascular coagulation), payah jantung, gagal ginjal,
ablasio retina, ruptur hepar, dan ablasio plasenta. Komplikasi pada janin dapat
berupa pertumbuhan janin yang terhambat atau kematian janin dalam kandungan. 26

Sindrom HELLP terjadi pada < 1% dari seluruh kehamilan, tetapi terjadi pada
20% kehamilan dengan preeklampsia berat. Diagnosis Sindrom HELLP sulit
ditegakkan karena gejalanya menyerupai bermacam penyakit lain. Evaluasi
sindrom HELLP membutuhkan tes darah lengkap dan tes transaminase hati atau tes
fungsi hati. Terdapatnya sindrom HELLP dapat meningkatkan kejadian kematian
ibu saat bersalin yang diakibatkan oleh perdarahan, kegagalan organ multipel, dan
gangguan pembekuan darah. Wanita dengan sindrom HELLP sebaiknya diberi
magnesium sulfat saat masuk rumah sakit hingga 24-48 jam setelah persalinan.
Mengakhiri kehamilan juga sebaiknya dilakukan pada wanita dengan sindrom
HELLP tanpa memandang usia gestasi.35

Abruptio plasenta adalah lepasnya plasenta dari dinding rahim diakibatkan


oleh penurunan perfusi darah ke uteroplasenta sehingga terjadinya iskemia pada

23
plasenta. Lepasnya plasenta dapat menyebabkan terjadinya perdarahan dan
kerusakan plasenta yang dapat memperburuk kondisi ibu dan janin.36

Kejadian iskemia pada plasenta juga menyebabkan terhambatnya


pertumbuhan akibat tidak adanya nutrisi dan oksigen yang disebabkan oleh kondisi
preeklampsia. Janin akan mengalami hipoksia dan kekurangan nutrisi pada
trimester akhir yang dapat mempengaruhi pertumbuhan dan pematangan berbagai
organ pada janin.36

2.10 Prognosis
Prognosis untuk hipertensi dalam kehamilan berbeda tergantung dari kondisi
yang dialami pasien. Pada pasien dengan preeklampsia ringan atau hipertensi
gestasional cukup baik, karena kondisi hipertensi dapat kembali normal setelah
terminasi kehamilan. Namun, kondisi hipertensi dapat menetap pada pasien dengan
preeklampsia berat, eklampsia, dan superimposed preeklampsia, berbagai
komplikasi yang ada dapat memperburuk kondisi ibu dan janin, bahkan hingga
menyebabkan kematian. Kondisi hipertensi ini dapat menimbulkan berbagai
komplikasi jangka panjang yang ada dapat menetap setelah terminasi, sehingga
dapat menimbulkan berbagai komplikasi jangka panjang.25

24
BAB III

SIMPULAN

Hipertensi pada kehamilan merupakan kasus yang sering terjadi yaitu


sekitar 5-15% kasus kehamilan. Hipertensi dalam kehamilan berpotensi
meningkatkan risiko morbiditas dan mortalitas pada ibu, janin dan perinatal. Di
Indonesia hipertensi pada kehamilan masih menjadi masalah karena
karakteristiknya yang cenderung parah, salah satunya akibat keterlambatan proses
perujukan dan diagnosis.
Hipertensi pada kehamilan dapat digolongkan menjadi hipertensi
gestasional, preeklampsia, eklampsia, superimposed preeklampsia pada hipertensi
kronis, dan hipertensi kronis. Beberapa factor yang dapat mempengaruhi terjadinya
hipertensi dalam kehamilan diantaranya primigravida, usia maternal, obesitas,
riwayat hipertensi, gangguan ginjal, riwayat keluarga, dan kunjungan kehamilan
(ANC). Patofisilogi yang mungkin terlibat dalam terjadinya hipertensi dalam
kehamilan diantaranya proses gangguan implantasi plasenta, iskemia plasenta,
intoleransi immunologis, faktor genetic dan defisiensi nutrisi.
Diagnosis hipertensi dalam kehamilan dilakukan melalui proses anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan penunjang seperti
urinalisis untuk melihat adanya proteinuria juga menjadi penunjang diagnosis.
Tujuan dari tatalaksana pasien dengan hipertensi dalam kehamilan adalah
mengontrol tekanan darah agar tidak semakin meningkat, terminasi kehamilan
dengan trauma minimal bagi ibu dan bayi, melahirkan bayi yang mampu hidup di
lingkungan luar kandungan, dan melakukan penyembuhan terhadap ibu.
Pencegahan berupa non-farmakologi atau farmakologi perlu dilakukan untuk
mencegah berulangnya hipertensi dalam kehamilan dan mencegah terjadinya
komplikasi berlanjut. Prognosis untuk hipertensi dalam kehamilan berbeda
tergantung dari klasifikasi hipertensi dalam kehamilan yang dialami pasien.

25
DAFTAR PUSTAKA

1. Sari N, Rahayujati T, Hakimi M. Kasus Hipertensi pada Kehamilan di


Indonesia. Berita Kedokteran Masyarakat. 2018;32(9):295.
2. Sirait, A. Prevalensi Hipertensi Pada Kehamilan di Indonesia dan Berbagai
Faktor yang Berhubungan (Riset Kesehatan Dasar 2007). Buletin Penelitian
Sistem Kesehatan. 2012;15(2):103-104.
3. Dr. dr. Haidar AlatasSpPD-KGH, MH. M. Hipertensi pada Kehamilan.
PAPDI Cab Purwokerto. 2019;
4. Wardhana MP, Dachlan EG, Dekker G. Pulmonary edema in preeclampsia:
an Indonesian case–control study. J Matern Neonatal Med [Internet].
Informa UK Ltd.; 2018;31(6):689–95.
5. Cahyanti R, Hadijono S. The preventable factors of maternal mortality from
preeclampsia in Indonesia: Chance in public health perspectives. Int J
Gynecol Obstet [Internet]. R. Cahyanti, Obstetrics and Gynecology
Department, Faculty of Medicine, University of Diponegoro, Semarang,
Jawa Tengah, Indonesia; 2015;131:E89.

6. Laura A,et all.How to manage hypertension in pregnancy effectively.British


Journal of Clinical Pharmacology.2011.1365:394-395.
7. Khosravi S, Dabiran S, Lotfi M, Asnavandy M. Study of the Prevalence of
Hypertension and Complications of Hypertensive Disorders in Pregnancy.
Open Journal of Preventive Medicine. 2014;4(11):860-867.
8. Cunningham F, Leveno K, Bloom S, Hauth J, Rouse D, Spong C, et al.
Pregnancy Hypertension. William Obstetrics, edisi ke-24. New York:
McGraw-Hill, 2014 : 706-756.
9. De Cherney, A.H., Nathan, L., Laufer, N. and Roman, A.S. (2012) Current
Diagnosis & Treatment: Obstetrics & Gy- necology. 11th Edition, Chapter 26:
Hypertension in Pregnancy.
10. Bateman BT, Shaw KM, Kuklina EV, Callaghan WM, Seely EW, Hernández-
Díaz SPLoS One. 2012; 7(4):e36171.
11. American College of Obstetricians and Gynecologists., Task Force on
Hypertension in Pregnancy.Obstet Gynecol. 2013 Nov; 122(5):1122-31

26
12. Khan KS, Wojdyla D, Say L, Gülmezoglu AM, Van Look PF. WHO analysis
of causes of maternal death: a systematic review. The Lancet [Internet]. 2006
Apr [cited 2020 May 21];367(9516):1066–74. Available from:
https://linkinghub.elsevier.com/retrieve/pii/S01 40673606683979
13. Steegers EA, von Dadelszen P, Duvekot JJ, Pijnenborg R. Pre-eclampsia. The
Lancet [Internet]. 2010 Aug [cited 2020 Oct 5];376(9741):631–44. Available
from: https://linkinghub.elsevier.com/retrieve/pii/S01 40673610602796
14. Say L, Chou D, Gemmill A, Tunçalp Ö, Moller A-B, Daniels J, et al. Global
causes of maternal death: a WHO systematic analysis. Lancet Glob Health
[Internet]. 2014 Jun [cited 2020 Oct 06];2(6):e323–33. Available from:
https://linkinghub.elsevier.com/retrieve/pii/S22 14109X1470227X
15. Kemenkes RI. Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2015-2019.
Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia; 2015.
16. Kemenkes RI. Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta: Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia; 2017.
17. WHO. Prevention and Treatment of Pre-Eclampsia and Eclampsia. Geneva:
World Health Organization; 2011.
18. Sibai, MD. Evaluation and management of severe preeclampsia before 34
weeks gestation, SMFM in American Journal of Obstetrics and Gynecology.
2014
19. Saraswati, N., & Mardiana. (2016). Faktor Risiko yang Berhubungan
dengan Kejadian Preeklampsia Pada Ibu Hamil (Studi Kasus di RSUD
Kabupaten Brebes Tahun 2014). Unnes Journal of Public Health, 5(2).
20. Manuaba.C.Manuaba F,Manuaba.Pengantar Kuliah
Obstetri.EGC.Jakarta.2007.401-417
21. Fahira,N.A&Arifuddin,A. Faktor Risiko Kejadian Preeklampsia Pada Ibu
Hamil Di Rsu Anutapura Kota Palu.Jurnal Kesehatan Tadulako.Juli
2017.Vol.3.NO.2
22. Nyirenda T., GS Cusack., BM Mtimuni.The Effect of Mother’s Age, Parity
and Antenatal clinic Attendance on Infant Birth Weight. Malawi Medical
Journal. December 2013. Vol. 7. No. 3.

27
23. Sarminah, 2012. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kunjungan
Antenatal Care Di Provinsi Papua Tahun 2010 (Analisis Data Sekunder
Riskesdas, 2010). Depok: Universitas Indonesia
24. Katsiki N, Godosis D, Komaitis S, Hsatzitolio A. Hypertention in
Pregnancy : Classification, Diagnosis and Treatment. Medical Journal
Aristotle University of Thessaloniki. 2010;37(2):9-18.

25. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL. Obstetrical Complication. Williams
Obstetrics. Mc Grawl Hill Education. 2014;728-779
26. Prawirohardjo S. Hipertensi dalam Kehamilan dalam : Ilmu Kebidanan
Edisi Keempat. PT Bina Pustaka. 2013;530-561.
27. American Journal of Obstetrics and Gynecology. 2000. Report of the
National High Blood Pressure Education Program Working Group on High
Blood Pressure in Pregnancy.;183(1):s1-s22.
28. Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia. Pedoman Nasional
Pelayanan Kesehatan Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia :
Diagnosis dan Tata Laksana Pre-Eklampsia. POGI. 2016;1-59.
29. Kee Hak L, Steinberg G, Ramus R. Preeclampsia: Practice Essentials,
Overview, Pathophysiology [Internet]. Emedicine.medscape.com. 2018
[cited 7 October 2020]. Available from:
https://emedicine.medscape.com/article/1476919-overview
30. Brown M, Magee L, Kenny L, Karumanchi S, McCarthy F, Saito S et al.
Hypertensive Disorders of Pregnancy. Hypertension. 2018;72(1):24-43.
31. Osman O, Maynard S. Proteinuria in pregnancy-Review. Frontiers in
Women’s Health. 2019;4(2).
32. Lu J, Nightingale C. Magnesium Sulfate in Eclampsia and Pre-Eclampsia.
Clinical Pharmacokinetics. 2000;38(4):305-314.
33. Karkata MK, Kristanto H. Panduan Penatalaksanaan Kasus Obstetri.
Himpunan Kedokteran Fetomaternal. 2012;115-130.
34. Powe CE, Levine RJ, Karumanchi A. Preeclampsia, A Disease of The
Maternal Endothelium : The Role of Antiangiogenic Factors and
Implications for Later Cardiovascular Disease. American Heart Association
Journals. 2016;123(24):2856-2869.

28
35. Angsar MD. Hipertensi dalam Kehamilan. Edisi 4. PT Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo. 2009;530-559.
36. Wiknjosastro H, Saifuddin AB, Rachimhadhi T. Pre-Eklamsia dan
Eklamsia dalam Ilmu Kebidanan Edisi 3. Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo. 2007;281-301.

29

Anda mungkin juga menyukai