Anda di halaman 1dari 25

BAB 1

REKAM MEDIS

1.1. Indentitas Pasien


o Nama : Ny S
o Tanggal Lahir : 03 Juli 1986
o Usia : 34 Tahun
o Pekerjaan : Swasta
o Pendidikan : S1
o Alamat : Pedak Karangbendo , Bantul
o No RM : 00-11-63-xxx
o Tanggal masuk : 2 November 2020
1.2. Anamnesis
 Keluhan utama
Pada tanggal 2 November jam 09.30 pasien datang ke Rumah Sakit Bethesda
dengan keluhan air ketuban sudah keluar sejak jam 04.30. Air ketuban keluar
sedikit sedikit tapi sering,berwarna jernih, berbau sedikit amis. Pasien
mengatakan bahwa usia kehamilan baru 41 minggu dan perutnya terasa sudah
terasa kencang kencang sejak tanggal 31 Oktober 2020 jam 00.00. Pasien
merasa nyeri perut bagian bawah. Pada saat ketuban merembes tidak disertai
dengan keluarnya lendir darah. Kondisi pasien tidak lemas, mual dan muntah
(-), demam (-), nyeri perut (-). Pasien mengatakan juga bahwa gerakan janin
masih aktif.

 Riwayat kesehatan dahulu


 Hipertensi : (-)
 Diabetes Mellitus : (-)
 Jantung : (-)
 Tumor/kanker : (-)
 Penyakit TORCH : (-)
 ISK : (-)

1
 Riwayat penykait keluarga
 Hipertensi : (+) ibu hipertensi
 Ashtma : (+) bapak
 Diabetes Mellitus : (-)
 Jantung : (-)
 Tumor/kanker : (-)
 Riwayat kehamilan
 G1P0Ah0Ab0
No. Tahun Usia Cara Penolon L/P BB Hidup/Mat Penyulit
Kehamila Persalinan g i
n
1. 2020 41 minggu SC Dokter L Hidup

 HPHT : 18 Januari 2020 dan HPL : 26 Oktober 2020


 Selama kehamilan periksa ke dokter secara rutin
 Belum pernah mengalami flek flek selama kehamilan
 Riwayat menstrurasi
 Usia menarche : 12 tahun
 Lama haid : 7 hari
 Jumlah darah : 3x ganti pembalut
 Siklus :teratur
 Nyeri :-
 Keputihan :-
 Riwayat perkawinan
 Status : 1 x menikah
 Menikah pertama kali : 28 tahun dan dengan suami sekarang 4 tahun
 Riwayat kontrasepsi
 Belum pernah menggunakan kontrasepsi
 Riwayat imunisasi TT
 Pernah dilakukan imunisasi TT 1 X
 Riwayat alergi

2
 As. Mefenamat (reaksi sariawan)

 Life Style terkait kesehatan


 Pasien mengatakan tidak merokok, tidak mengonsumsi alkohol
 Tanda tanda persalinan
 HIS Frekuensi 2x10menit /25 detik teratur kekuatan sedang pembukaan
8cm , presentasi kepala , selaput ketuban rembes , ketuban warna jernih
pecah pada tanggal 2 November 2020 jam 09.30

1.3. Pemeriksaan Fisik Awal


1) Keadaan umum : Baik
2) Kesadaran : Compos mentis
3) GCS :E4V5M6
4) Status Gizi : Cukup
5) Berat Badan : 75 kg
6) Tinggi Badan : 1,54m
7) Tanda Vital
 Tekanan Darah : 130/80 mmHg
 Nadi : 80x/menit
 Respirasi : 22x/menit
 Suhu : 36,3 ºC

STATUS GENERALIS
A. Kepala
 Ukuran Kepala: Normocepali
 Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
 Hidung : Dalam batas normal
 Mulut : Sianosis (-), kering (-), stomatitis aftosa (-), karies
dentis (-)
 Telinga : Dalam batas normal
B. Leher
 Limfonodi tak teraba, nyeri tekan (-)
 Tidak ada pembesaran massa tiroid

3
C. Thorax
 Payudara
 Simetris
 Tidak ada lesi
 Areola hiperpigmentasi ukuran 3x3 cm
 Putting ukuran 1x1cm
 Retraksi(-)
 Nipple discharge (-)
 Paru paru
 Inspeksi : Deformitas (-), nyeri tekan (-), jejas (-), massa
(-), penggunaan otot bantu nafas (-)
 Palpasi : Tidak ada ketinggalan gerak dada, fremitus
normal
 Perkusi : Sonor
 Auskultasi : Vesikuler, wheezing (-), ronki (-)
 Jantung
 Inspeksi : Iktus Cordis tidak terlihat
 Palpasi : Iktus Cordis terletak di SIC 5 midklavikula
sinistra.
 Perkusi : Batas jantung normal
 Auskultasi : Tidak ada bising jantung
D. Abdomen
 Inspeksi : Janin tunggal memanjang , preskep tak masuk
panggul , Osborn test (+), HIS (+),
 Auskulasi : DJJ 147x/menit
 Perkusi : dbn
 Palpasi : Nyeri tekan (-), pembesaran organ (-)
E. Ekstremitas
 Akral hangat, CRT < 2 detik, edema (+), terdapat bekas scar pada kaki
kanan dari paha hingga tungkai.

4
STATUS PEMERIKSAAN OBSTETRI
A. Inspeksi : Tampak perut membesar sesuai usia kehamilan
B. Palpasi
 Leopold I : Bokong
 Leopold II : Punggung Kiri
 Leopold III : Kepala
 Leopold IV : Kepala masuk PAP 2/5
C. DJJ : 157 X/menit
D. His
 Frekuensi : 2x10 menit/25 detik teratur
 Kekuatan his : Sedang
STATUS PEMERIKSAAN GINEKOLOGIS
Pemeriksaan genital eksterna
InspeksiPe
-Tampak keluar cairan ketuban sedikit berbau amis
Labia mayor Peradangan (-)
Klitoris Peradangan (-)
Meatus uretra Peradangan (-), sekret keluar (-)
Introitus Vagina Tanda radang (-)
Darah(-)
Tumor (-)
Prolaps uteri (-)
Fluor albus (+)
Palpasi Nyeri tekan supra pubik (-)

Pemeriksaan dalam
Vaginal Toucher Erosi (-)
Polip (-)
Peradangan (-)
serviks lunak, bulat
Pembukaan 8 cm
Darah (-)

5
Lendir (+)
Portio Tebal

1.4. Pemeriksaan Penunjang


o Pemeriksaan darah
Pemeriksaan Hasil Satuan Parameter
Hemoglobin 11,2 g/dl 11,7 – 15,5
Eritrosit 3,8 10e6/uL 3,9-5,2
Leukosit 12,6 Ribu/mmk 4,5 – 11,5
Hematokrit 34 % 35 – 46
Trombosit 235 ribu/mmk 150 – 450
%Lmph 18 % 13-40
%Monosit 3 % 2-11
%Gran 79 % 47-80
Bleeding Time 2’.00” menit 1-3
Clotting time 10’.00” menit 5-15
Golongan darah A
HBsAg Negatif Negatif

o USG
- Janin tampak tunggal, presentasi kepala, punggung kiri, plasenta berada
dikorpus dan tidak menutupi jalan lahir, air ketuban cukup, 60%
perempuan.
1.5. Diagnosis
o Diagnosis pre operasi
G1P0Ab0 hamil 41 minggu hamil aterm dengan KPD

o Diagnosis post operasi


Post Sectio Cesaria
1.6. Rencana Terapi
Informed consent Berikan Oxytocin Drip
Pasang infus RL 20 TPM
Pasang Kateter
Tindakan Operasi Anastesi
SC

Pengawasan Keadaan umum


Tanda vital
Posisi Supine 24 jam dengan 2
bantal
Mual-/muntah-,coba
6
makan/minum
Analgetik : Ketorolac 30 Inj.
i.v.
Antiemetik : ondansentron 4mg
I.V. k/p
Lain-lain lapor dr anastesi

Obat-obatan post operasi Ceftriaxone inj. 1x 1 mg


Ketorolac inj. 3x1mg

1.7. Laporan Operasi


Pasien dilakukan Operasi Sectio Cesaria pada tanggal 14 Januari 2016 dimulai jam
03.15 selesai pada jam 04.15.
o Prosedur operasi rutin
o Setelah dalam stadium narkose dilakukan irisan prafenensteel sepanjang 10cm
o Irisan diperdalam sampai peritoneum parietal
o Plika vesika urinaria dan SBR dibuka semilunar
o Air ketuban berwarna jernih dan jumlah cukup
o Tangan kiri operator meluksir kepala bayi
o Bayi lahir jenis Laki laki, BB 3150 gram,PB 50 cm,LK 33 cm, Apgar Scor 8-9
o Plasenta lahir lengkap
o SBR dijahit selapis jelujur terkunci, kontrol perdarahan negatif
o Dinding perut ditutup lapis demi lapis
o Kulit dijahit dengan intrakutan,operasi selesai
1.9. Follow Up Pasien
Antepartum
Tanggal/Jam Follow Up
13 Januari 2016
17.00 Pasien datang ke RSB Kahyangan dengan keluhan air
ketuban sudah keluar atau rembes sejak jam 11.00. Air
ketuban keluar sedikit sedikit tapi sering,berwarna
jernih,berbau sedikit amis. Pasien menunggu poli sore
dr.Edo,Sp.OG di ruang VK
17.10 VS : TD : 108/69 mmHg, Nadi: 80 x/menit, Suhu:36,5C
Kepala : Normocepali, konjungtiva anemis (-/-), sklera
ikterik (-/-), mukosa oral basah.

7
Leher : KGB tidak teraba dan tidak ada nyeri tekan
Thorax : Cor : Bj S1S2 reguler, bising jantung (-).
Pulmo: Simetris, sonor, vesikuler, ronki (-)
Abdomen : Supel, BU (+), perkusi timpani
Ekstremitas :Akral hangat, CRT < 2 detik, edema (-).
DJJ 138 x/menit
Pemeriksaan dalam :
Vulvavagina normal, portio tebal lunak, Pembukaan 1
cm,ketuban (+), bagian terbawah janin kepala, blood
slym (-)
19.00 Dilakukan USG dan hasilnya Janin tampak tunggal,
presentasi kepala, punggung kiri, plasenta berada
dikorpus dan tidak menutupi jalan lahir, air ketuban
cukup.
Diagnosis : G2P0Ab1 35 minggu+4 hari belum inpartu,
KPD 6 jam
Instruksi dokter:
*Observasi keadaan umum
*Observasi HIS dan DJJ
*Observasi kemajuan persalinan
Dokter memutuskan untuk dilakukan induksi
persalinan.
19.30 Pasien dari poli di pindahkan ke kamar B4. Dipasang
infus RL. Dilakukan induksi dengan pemberian
Oksitosin ½ A dan antibiotik Amoksisilin. Tetesan
diatur 8 tpm. DJJ 138x/menit, HIS 1x/10 menit selama
4’
20.00 Tetesan 12 tpm, DJJ 140x/menit 1x/10 menit selama 5’
20.30 Tetesan 16 tpm, DJJ 137x/menit 1x/10 menit selama 6’
21.00 Tetesan 20 tpm, DJJ 138x/menit 1x/10 menit selama 8’
00.30 Tetesan 30 tpm DJJ 130x/menit 1x/10 menit selama 8’
01.00 Tetesan 32 tpm DJJ 133x/menit 2x/10 menit selama 10’
01.30 Tetesan 36 tpm DJJ 130x/menit 2x/10 menit selama 30’
02.00 Tetesan 40 tpm DJJ 135x/menit 2x/10 menit selama 30’
*Pasien mengeluhkan kesakitan pada perutnya dan air
ketuban masih rembes.

8
*Dilakukan pemeriksaan dalam dan hasilnya:
Vulvavagina normal, portio tebal lunak, Pembukaan 2
cm, ketuban (+), kepala di Hodge 1, bagian terbawah
janin kepala, blood slym (-)
*Lapor dr. Andang,Sp.OG  Acc dilakukan Sectio
Caesaria jam 03.00
*Assesment pre operatif :
VS : TD : 110/70 mmHg, Nadi: 76 x/menit, Suhu:37 C
*Diberikan obat Ceftriaxon
03.15 *Dilakukan Sectio Caesaria
*Obat obatan yang diberikan saat operasi Odansetron,
Oksitosin, Ketorolac, Epedrin.
*Diberikan infus RL
03.40 Bayi lahir jenis kelamin perempuan, BB : 3150 gram,
PB : 50 cm, UK : 33 cm, UD : 33 cm, LILA : 11 cm
Apgar score 8/9. Air ketuban jernih,cukup,plasenta lahir
lengkap.
04.15 Operasi Sectio Caesaria selesai
*Pasien dipindahkan dari kamar OK ke ruangan B4
*VS pasca OP SC TD: 100/70 mmHg, Nadi: 84, Suhu:
37,2

Post Partum
Kamis, 14 Januari 2016
 Keluhan Pasien : Perut terasa nyeri pada bekas OP SC VAS 7,darah masih
merembes melalui jalan lahir, ASI belum keluar.
 VS : TD : 109/63 mmHg, Nadi: 79 x/menit, Suhu:36,3C
 Kepala : Normocepali, konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), mukosa
oral basah.
 Leher : KGB tidak teraba dan tidak ada nyeri tekan
 Thorax : Cor : Bj S1S2 reguler, bising jantung (-). Pulmo: Simetris, sonor,
vesikuler, ronki (-)
 Abdomen : Supel, BU masih jarang, perkusi timpani, nyeri tekan sekitar daerah
OP SC.

9
 Ekstremitas :Akral hangat, CRT < 2 detik, edema (-).
 Intervensi medis :
- Jam 07.15 dilakukan penggantian RL
- Jam 11.30 dan 19.30 diberikan Injeksi Ketorolac
Jumat, 15 Januari 2016
 Keluhan Pasien : Perut terasa nyeri pada bekas OP SC VAS 4, ada keluhan mual
mual, darah yang merembes lewat jalan lahir tinggal sedikit, sudah bisa kentut,
ASI keluar sedikit.
 VS : TD : 120/70/63 mmHg, Nadi: 91 x/menit, Suhu:36,6C
 Kepala : Normocepali, konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), mukosa
oral basah.
 Leher : KGB tidak teraba dan tidak ada nyeri tekan
 Thorax : Cor : Bj S1S2 reguler, bising jantung (-). Pulmo: Simetris, sonor,
vesikuler, ronki (-)
 Abdomen : Supel, BU (+), perkusi timpani, nyeri tekan sekitar daerah
OP SC berkurang
 Ekstremitas :Akral hangat, CRT < 2 detik, edema (-).
 Intervensi medis :
- Jam 05.00 diberikan Injeksi Ceftriaxon dan Ketorolac
Sabtu, 16 Januari 2016
 Keluhan Pasien : Perut sudah tidak terasa nyeri, sudah tidak ada darah yang
merembes, ASI keluar sedikit.
 Pasien sudah dapat duduk
 VS : TD : 120/70/63 mmHg, Nadi: 91 x/menit, Suhu:36,6C
 Kepala : Normocepali, konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), mukosa
oral basah.
 Leher : KGB tidak teraba dan tidak ada nyeri tekan
 Thorax : Cor : Bj S1S2 reguler, bising jantung (-). Pulmo: Simetris, sonor,
vesikuler, ronki (-)
 Abdomen : Supel, BU (+), perkusi timpani, nyeri tekan sekitar daerah
OP SC berkurang
 Ekstremitas :Akral hangat, CRT < 2 detik, edema (-).
 Pasien pulang dari Rumah Sakit Kahyangan jam 11.00

10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Ketuban Pecah Dini


2.1.1. Definisi
Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum waktunya
tanpa disertai tandainpartu dan setelah 1 jam tetap tidak diikuti dengan proses
inpartu sebagaimana mestinya.(Alexander, J. M., 2000)
2.1.2. Insiden
Ketuban pecah dini (KPD) merupakan penyebab yang paling
sering pada saat mendekati persalinan. Angka insidensi ketuban
pecah dini pada tahun 2010 berkisar antara 6-10 % dari semua
kelahiran. Angka kejadian KPD yang paling banyak terjadi ada kehamilan
cukup bulan yaitu 95 %, sedangkan pada kehamilan preterm terjadi sedikit
34 % (Depkes, 2010).
2.1.3. Klasifikasi
o PROM ( Premature Rupture of Membrane)
Ketuban pecah pada saat usia kehamilan ≥ 37 minggu. Pada PROM
penyebabnya mungkin karena melemahnya membran amnion secara

11
fisiologis.Kondisi klinis seperti inkompetensi serviks dan polihidramnion
telah diidentifikasi sebagai faktor risiko yang jelas dalam beberapa kasus
ketuban pecah dini (Robert et all, 2014)
o PPROM ( Preterm Premature Rupture of membrane)
Premature Premature Ruptur of membran merupakan kondisi dimana
terjadi ruptur spontan membran janin sebelum mencapai umur kehamilan
37 minggu dan sebelum onset persalinan (Medina and Hill, 2006)
2.1.4. Etiologi
Etiologi pada sebagian besar kasus dari KPD hingga saat ini masih
belum diketahui. KPD kehamilan preterm sering diakibatkan oleh adanya
infeksi. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa bakteri yang terikat pada
membran melepaskan substrat, seperti protease yang menyebabkan
melemahnya membran. Penelitian terakhir menyebutkan bahwa matriks
metaloproteinase merupakan enzim spesifik yang terlibat dalam pecahnya
ketuban oleh karena infeksi
2.1.5. Faktor Risiko
o Usia ibu
Karakteristik pada ibu berdasarkan usia sangat berpengaruh terhadap
kesiapan ibu selama kehamilan maupun menghadapi persalinan Usia untuk
reproduksi optimal bagi seorang ibu adalah antara umur 20-35 tahun.
Dibawah atau diatas usia tersebut akan meningkatkan resiko kehamilan dan
persalinan. Usia seseorang sedemikian besarnya akan mempengaruhi sistem
reproduksi, karena organ organ reproduksinya sudah mulai berkurang
kemampuannya dan keelastisan dalam menerima kehamilan.
o Riwayat Ketuban Pecah Dini
Pengalaman yang pernah dialami oleh ibu bersalin dengan
kejadian KPD dapat berpengaruh besar pada ibu jika menghadapi
kondisi kehamilan. Riwayat KPD sebelumnya beresiko 2-4 kali
mengalami ketuban pecah dini kembali. Patogenesis terjadinya KPD
secara singkat ialah akibat penurunan kandungan kolagen dalam
membran sehingga memicu terjadinya ketuban pecah dini dan ketuban
pecah preterm. Wanita yang pernah mengalami KPD pada kehamilan
atau menjelang persalinan maka pada kehamilan berikutnya akan lebih

12
beresiko dari pada wanita yang tidak pernah mengalami KPD
sebelumnya karena komposisi membran yang menjadi rapuh dan
kandungan kolagen yang semakin menurun pada kehamilan
berikutnya.
o Inkompetensi Servik
Inkompetensia serviks adalah istilah untuk menyebut kelainan pada
otot-otot leher atau leher rahim (serviks) yang terlalu lunak dan
lemah, sehingga sedikit membuka ditengah-tengah kehamilan karena
tidak mampu menahan desakan janin yang semakin besar.
Inkompetensia serviks adalah serviks dengan suatu kelainan anatomi
yang nyata, disebabkan laserasi sebelumnya melalui ostium uteri atau
merupakan suatu kelainan kongenital pada serviks yang
memungkinkan terjadinya dilatasi berlebihan tanpa perasaan nyeri dan
mules dalam masa kehamilan trimester kedua atau awal trimester 11
ketiga yang diikuti dengan penonjolan dan robekan selaput janin serta
keluarnya hasil konsepsi
o Tekanan intra uterm yang meninggi atau meningkat secara berlebihan
Tekanan intra uterin yang meninggi atau meningkat secara
berlebihan dapat menyebabkan terjadinya ketuban pecah dini,
misalnya :
 Trauma akibat hubungan seksual dan pemeriksaan dalam
 Gemeli/hamil kembar. Kehamilan kembar adalah suatu kehamilan dua
janin atau lebih. Pada kehamilan gemelli terjadi distensi uterus yang
berlebihan, sehingga menimbulkan adanya ketegangan rahim secara
berlebihan. Hal ini terjadi karena jumlahnya berlebih, isi rahim yang
lebih besar dan kantung (selaput ketuban ) relative kecil sedangkan
dibagian bawah tidak ada yang menahan sehingga mengakibatkan
selaput ketuban tipis dan mudah pecah.
o Paparan Rokok
KPD terjadi akibat berkurangnya kekuatan membran yang disebabkan
oleh infeksi dari vagina dan servik. Kekuatan membran ketuban juga dapat
terganggu akibat pengaruh nikotin dari rokok.Nikotin yang terkandung
dalam rokok sangat berbahaya terhadap kehamilan dan persalinan,

13
sebagaimana penelitian yang dilakukan olehAmasha dan Jaraeh di Jordania
pada tahun 2012 didapatkan data bahwa terdapat perbedaan yang
signifikan pada proses persalinan dan kondisi kesehatan bayi pada ibu
perokok dibandingkan ibu bukan perokok (Amasha, 2012)
o Paritas
Semakin tinggi paritas ibu akan makin mudah terjadi infeksi cairan
amnion akibat rusaknya struktur serviks akibat persalinan sebelumnya
o Kekurangan Vitamin C
Vitamin C diperlukan untuk pembentukan dan pemeliharaan jaringan
kolagen. Selaput ketuban (yang dibentuk oleh jaringan kolagen) akan
mempunyai elastisitas yang berbeda tergantung kadar vitamin C dalam
darah ibu

o Keadaan Sosio Ekonomi


Sosio-ekonomi yang rendah, status gizi yang kurang akan
meningkatkan insiden KPD, lebih-lebih disertai dengan jumlah persalinan
yang banyak, serta jarak kelahiran yang dekat.
2.1.6. Patofisiologi
Pecahnya selaput ketuban saat persalinan disebabkan oleh melemahnya
selaput ketuban karena kontraksi uterus dan peregangan yang berulang. Daya
regang ini dipengaruhi oleh keseimbangan antara sintesis dan degradasi
komponen matriks ekstraseluler pada selaput ketuban.

14
Gambar skematik struktur selaput ketuban saat aterm.
Pada ketuban pecah dini terjadi perubahan-perubahan seperti penurunan
jumlah jaringan kolagen dan terganggunya struktur kolagen, serta peningkatan
aktivitas kolagenolitik. Degradasi kolagen tersebut terutama disebabkan oleh
matriks metaloproteinase (MMP). MMP merupakan suatu grup enzim yang dapat
memecah komponen-komponen matriks ektraseluler. Enzim tersebut diproduksi
dalam selaput ketuban. MMP-1 dan MMP-8 berperan pada pembelahan triple helix
dari kolagen fibril (tipe I dan III), dan selanjutnya didegradasi oleh MMP-2 dan
MMP-9 yang juga memecah kolagen tipe IV. Pada selaput ketuban juga diproduksi
penghambat metaloproteinase / tissue inhibitor metalloproteinase (TIMP). TIMP-1
menghambat aktivitas MMP-1, MMP-8, MMP-9 dan TIMP-2 menghambat
aktivitas MMP-2. TIMP-3 dan TIMP-4 mempunyai aktivitas yang sama dengan
TIMP-1.
Keutuhan dari selaput ketuban tetap terjaga selama masa kehamilan oleh
karena aktivitas MMP yang rendah dan konsentrasi TIMP yang relatif lebih tinggi.
Saat mendekati persalinan keseimbangan tersebut akan bergeser, yaitu didapatkan
kadar MMP yang meningkat dan penurunan yang tajam dari TIMP yang akan
menyebabkan terjadinya degradasi matriks ektraseluler selaput ketuban.
Ketidakseimbangan kedua enzim tersebut dapat menyebabkan degradasi patologis
pada selaput ketuban. Aktivitas kolagenase diketahui meningkat pada kehamilan

15
aterm dengan ketuban pecah dini. Sedangkan pada preterm didapatkan kadar
protease yang meningkat terutama MMP-9 serta kadar TIMP-1 yang rendah.
Gangguan nutrisi merupakan salah satu faktor predisposisi adanya gangguan
pada struktur kolagen yang diduga berperan dalam ketuban pecah dini. Mikronutrien
lain yang diketahui berhubungan dengan kejadian ketuban pecah dini adalah asam
askorbat yang berperan dalam pembentukan struktur triple helix dari kolagen. Zat
tersebut kadarnya didapatkan lebih rendah pada wanita dengan ketuban pecah dini.
Pada wanita perokok ditemukan kadar asam askorbat yang rendah.
Infeksi
Infeksi dapat menyebabkan ketuban pecah dini melalui beberapa mekanisme.
Beberapa flora vagina termasuk Streptokokus grup B, Stafilokokus aureus dan
Trikomonas vaginalis mensekresi protease yang akan menyebabkan terjadinya
degradasi membran dan akhirnya melemahkan selaput ketuban. Respon terhadap
infeksi berupa reaksi inflamasi akan merangsang produksi sitokin, MMP, dan
prostaglandin oleh netrofil PMN dan makrofag. Interleukin-1 dan tumor nekrosis
faktor α yang diproduksi oleh monosit akan meningkatkan aktivitas MMP-1 dan
MMP-3 pada sel korion. Infeksi bakteri dan respon inflamasi juga merangsang
produksi prostalglandin oleh selaput ketuban yang diduga berhubungan dengan
ketuban pecah dini preterm karena menyebabkan iritabilitas uterus dan degradasi
kolagen membran. Beberapa jenis bakteri tertentu dapat menghasilkan fosfolipase
A2 yang melepaskan prekursor prostalglandin dari membran fosfolipid. Respon
imunologis terhadap infeksi juga menyebabkan produksi prostaglandin E2 oleh sel
korion akibat perangsangan sitokin yang diproduksi oleh monosit. Sitokin juga
terlibat dalam induksi enzim siklooksigenase II yang berfungsi mengubah asam
arakidonat menjadi prostalglandin. Sampai saat ini hubungan langsung antara
produksi prostalglandin dan ketuban pecah dini belum diketahui, namun
prostaglandin terutama E2 dan F2α telah dikenal sebagai mediator dalam persalinan
mamalia dan prostaglandin E2 diketahui mengganggu sintesis kolagen pada selaput
ketuban dan meningkatkan aktivitas dari MMP-1 dan MMP-33. Indikasi terjadi
infeksi pada ibu dapat ditelusuri metode skrining klasik, yaitu temperatur rektal ibu
dimana dikatakan positif jika temperatur rektal lebih 38°C, peningkatan denyut
jantung ibu lebih dari 100x/menit, peningkatan leukosit dan cairan vaginal berbau.
2.1.7. Diagnosis

16
Menegakkan diagnosis KPD secara tepat sangat penting, karena diagnosis
yang positif palsu berarti melakukan intervensi seperti melahirkan bayi terlalu
awal atau melakukan seksio yang sebetulnya tidak ada indikasinya. Sebaliknya
diagnosis yang negatif palsu berarti akan membiarkan ibu dan janin mempunyai
resiko infeksi yang akan mengancam kehidupan janin, ibu atau keduanya. Oleh
karena itu, diperlukan diagnosis yang cepat dan tepat
o Anamnesis
Anamnesa pasien dengan KPD merasa basah pada vagina atau
mengeluarkan cairan yang banyak berwarna putih jernih, keruh, hijau, atau
kecoklatan sedikit-sedikit atau sekaligus banyak, secara tiba-tiba dari jalan
lahir. Keluhan tersebut dapat disertai dengan demam jika sudah ada infeksi.
Pasien tidak sedang dalam masa persalinan, tidak ada nyeri maupun kontraksi
uterus. Riwayat umur kehamilan pasien lebih dari 20 minggu.
o Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik abdomen, didapatkan uterus lunak dan tidak
adanya nyeri tekan. Tinggi fundus harus diukur dan dibandingkan dengan
tinggi yang diharapkan menurut hari pertama haid terakhir. Palpasi abdomen
memberikan perkiraan ukuran janin dan presentasi. Pemeriksaan dalam
dilakukan untuk menentukan penipisan dan dilatasi serviks.
o Pemeriksaan penunjang
- Dengan tes lakmus, cairan amnion akan mengubah kertas lakmus merah
menjadi biru.
- Pemeriksaan leukosit darah, bila meningkat > 15.000 /mm3 kemungkinan
ada infeksi.
- USG untuk menentukan indeks cairan amnion, usia kehamilan, letak
janin, letak plasenta, gradasi plasenta serta jumlah air ketuban.
- Kardiotokografi untuk menentukan ada tidaknya kegawatan janin secara
dini atau memantau kesejahteraan janin. Jika ada infeksi intrauterin atau
peningkatan suhu, denyut jantung janin akan meningkat (Cuningham)
2.1.8. Tatalaksana
 KPD dengan kehamilan Aterm
 Diberikan antibiotik

17
 Observasi suhu rektal tidak meningkat, ditunggu 24 jam, bila sudah ada
tanda tanda inpartu dilakukan terminasi
 Bila saat datang sudah lebih dari 24 jam, tidak ada tanda tanda inpartu,
dilakukan terminasi
 KPD dengan kehamilan Prematured
 TBJ > 1500 gram
- Ampicilline 1gram/hari tiap 6 jam, im/iv selama 2 hari dan
gentamycin 60-80mg tiap 8-12jam sehari selama 2 hari
- Kortikosteroid untuk merangsang maturasi paru (Betamethasone
12mg iv 2 kali selang 24 jam)
- Observasi, 2 x 24, bila belum inpartu segera terminasi.
- Observasi suhu rektal tiap 3 jam, bila ada kecenderungan
meningkat > 37,6 C segera terminasi.
 TBJ < 1500 gram
- Observasi 2 x24 jam
- Observasi suhu rektal tiap 3 jam
- Pemberian antibiotic / kortikosteroid (sama dengan di atas)
- VT selama observasi tidak dilakukan, kecuali ada his / inpartu
- Bila T rektal meningkat > 37,6 C segera terminasi
- Bila 2 x 24 cairan tidak keluar : USG untuk melihat jumlah air
ketuban. Cukup : observasi dan lanjutkan kehamilan sampai
dengan 5 hari. Sedikit : segera dilakukan terminasi
- Bila 2x24 jam cairan ketuban masih tetap keluar segera
terminasi.
- Bila konservatif, sebelum pulang penderita diberi nasehat :Segera
kembali ke RS bila ada tanda tanda demam atau keluar cairan
lagi, tidak boleh koitus,tidak boleh manipulasi vaginal
(Agus Abadi, 2008)
2.1.9. Komplikasi
o Persalinan Prematur
Setelah ketuban pecah biasanya segera disusul oleh persalinan. Periode
laten tergantung umur kehamilan. Pada kehamilan aterm 90% terjadi di
dalam 24 jam setelah ketuban pecah. Pada kehamilan aterm 90% terjadi

18
dalam 24 jam setelah ketuban pecah. Pada kehamilan antara 28-34
minggu 50% persalinan dalam 24 jam. Pada kehamilan kurang dari 26
minggu persalinan terjadi dalam 1 minggu.
o Infeksi
Risiko infeksi ibu dan anak meningkat pada ketuban pecah dini. Pada
ibu terjadi korioamnionitis. Pada bayi dapat terjadi septikemia,
pneumonia, omfalitis. Umumnya terjadi korioamnionitis sebelum janin
terinfeksi. Korioamnionitis merupakan komplikasi infeksi yang dapat
terjadi pada perempuan hamil yang mengalami ketuban pecah dini.
Beberapa gejala yang bisa muncul seperti demam, nadi cepat,
berkeringat, uterus pada perabaan lembek dan keluar cairan berbau dari
vagina. Pada ketuban pecah dini prematur, infeksi lebih sering daripada
aterm. Secara umum, insiden infeksi sekunder pada ketuban pecah dini
meningkat sebanding dengan lamanya periode laten.
o Hipoksia dan asfiksia
Dengan pecahnya ketuban terjadi oligohidramnion yang menekan tali
pusat hingga terjadi asfiksia atau hipoksia. Terdapat hubungan antara
terjadinya gawat janin dan derajat oligohidramnion, semakin sedikit air
ketuban, janin semakin gawat. Tanda gawat janin adalah DJJ <
100x/menit atau >160x/menit serta denyut jantung tidak teratur.
o Sindrom deformitas bayi
Ketuban pecah dini yang terjadi terlalu dini menyebabkan pertumbuhan
janin terhambat, kelainan disebabkan kompresi muka dan anggota badan
janin, serta hipoplasia pulmonal (Soewarto,2009)

BAB III

PEMBAHASAN

19
Pasien Ny. W usia 24 tahun datang ke Rumah Sakit Bersalin Kahyangan 13 Januari
2016 pukul 17.00 dengan keluhan utama keluar air dari jalan lahir. Setelah melakukan
anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang maka didapatkan diagnosis
G1P0A1 gravid 35 minggu inpartu kala I fase laten dengan ketuban pecah dini
Diagnosis KPD didasarkan pada anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
laboratorium. Diagnosis KPD yang tepat sangat penting untuk menentukan penanganan
selanjutnya. Oleh karena itu, usaha untuk menegakkan diagnosis KPD harus dilakukan
dengan cepat dan tepat.
3.1. Anamnesis
Pasien Ny. W (24) hamil 35 minggu datang ke RSB Kahyangan 13 Januari 2016
pukul 17.00 dengan keluhan utama keluar air ketuban sejak ± 6 jam SMRS . Air keluar
sedikit sedikit tapi sering,berwarna jernih,berbau sedikit amis. Pasien mengatakan bahwa
perutnya belum kencang kencang secara teratur dan belum keluarnya cairan seperti darah
pada jalan lahir. Perut kencang kencang yang belum teratur dan belum keluar darah
menunjukkan kondisi inpartu. Dalam anamnesis terhadap pasien ditanyakan juga faktor
risiko KPD seperti riwayat keputihan, merokok, koitus pada beberapa hari terakhir,
asupan nutrisi, kecukupan asupan vitamin C. Pasien mengatakan adanya keputihan
selama kehamilan ini, sudah tidak melakukan koitus selama hamil tua ini, nafsu makan
baik dan menu bervariasi, pasien tidak merokok.
Ketuban pecah dini pada kasus ini dapat dipicu oleh keputihan. Seorang wanita lebih
rentan mengalami keputihan pada saat hamil karena pada saat hamil terjadi perubahan
hormonal yang salah satu dampaknya adalah peningkatan jumlah produksi cairan dan
penurunan keasaman vagina. Keputihan pada kehamilan juga dapat terjadi akibat adanya
infeksi. Dari berbagai macam keputihan yang dapat terjadi selama kehamilan, yang
paling sering adalah kandidiosis vaginalis, vaginosis bakterial dan trikomoniasis.
Mikroorganisme tersebut bisa mensekresi protease yang akan menyebabkan terjadinya
degradasi membran dan akhirnya melemahkan selaput ketuban.

3.2. Pemeriksaan Fisik


Pasien ini lalu dilakukan pemeriksaan fisik generalis, pemeriksaan status obstetri,
pemeriksaan dalam dan pengukuran DJJ untuk mengetahui kondisi janin dalam
kandungan. Pada pemeriksaan fisik menunjukkan keadaan umum pasien baik. Suhu dan
nadi pasien terpantau dalam batas normal. Suhu dipantau untuk mengetahui apakah

20
pasien mengalami demam atau tidak. Pemeriksaan obstetri menandakan adanya janin
tunggal, presentasi kepala, punggung kiri dan kepala sudah masuk PAP. HIS pada pasien
ini masih belum teratur 1x/10 menit selama 10 detik. HIS yang teratur akan
menyebabkan pendataran pada bagian servik dan akhirnya mempengaruhi kemajuan
pembukaan. Perkembangan HIS terus dipantau hingga pasien diputuskan untuk
dilakukan SC. Selain pemantauan HIS juga dipantau DJJ janin untuk mengetahui apakah
kondisi janin baik dalam kandungan. Pemeriksaan DJJ untuk mengetahui secara awal
ada tidaknya kondisi distress janin. Beberapa tanda yang dapat mengindikasikan adanya
distress janin antara lain ketika DJJ < 100x/menit atau >160x/menit serta denyut jantung
tidak teratur. Pemantauan dari jam 17.10 sampai jam 02.00 menunjukkan DJJ baik dalam
rentang 130-140x/menit.
Pada kasus, pasien ini dilakukan pemeriksaan dalam pada saat pertama kali datang
untuk menentukan ada tidaknya pembukaan. Pemeriksaan dalam pertama dilakukan pada
jam 17.10 menunjukan vulvavagina normal, portio tebal lunak, pembukaan masih 1
cm,ketuban (+),tidak adanya lendir darah, sedikit keputihan. Pemeriksaan dilanjutkan
pada jam 02.00 dini hari untuk mengetahui pembukaan setelah dilakukan induksi dengan
drip oksitosin. Pada saat itu pembukaan hanya 2 cm. Kondisi tersebut menandakan
induksi gagal.
Berdasarkan teori, pemeriksaan fisik pada kasus KPD ini penting untuk menentukan
ada tidaknya tanda-tanda infeksi pada ibu. Hal ini terkait dengan penatalaksanaan KPD
selanjutnya dimana risiko infeksi ibu dan janin meningkat pada KPD. Umumnya dapat
terjadi korioamnionitis sebelum janin terinfeksi. Selain itu juga didapatkan adanya nadi
yang cepat.
3.3. Pemeriksaan Penunjang
Pada pasien ini dilakukan pemeriksaan USG untuk melihat kondisi janin.
Pemeriksaan USG didapatkan hasil janin tunggal, presentasi kepala, punggung kiri dan
kepala sudah masuk PAP, plasenta ada di korpus, tidak menutupi jalan lahir,air ketuban
cukup, 60% perempuan. Kondisi tersebut menandakan belum adanya olihidramnion.
Selain USG dilakukan pemeriksaan darah terutama untuk melihat profil Hb, Leukosit,
Eritrosit, Hematokrit. Pada pemeriksaan darah dalam batas normal kecuali pada AL di
dapatkan leukosit 12,6 ribu/mmk lebih tinggi dari nilai normal 4,5 – 11,5 ribu/mmk.
Kondisi umum pasien memang masih dalam kondisi baik walaupun telah menunjukkan
adanya leukositosis dan menjadi adanya infeksi. Korioamnionitis merupakan komplikasi
infeksi yang dapat terjadi pada perempuan hamil yang mengalami ketuban pecah dini.

21
Beberapa gejala yang bisa muncul seperti demam, nadi cepat, berkeringat, uterus pada
perabaan lembek, keluar cairan berbau dari vagina dan pemeriksaan laboratorium
menunjukkan adanya leukositosis. Pada pasien tidak dijumpai adanya tanda
korioamnioitis.
3.4. Tatalaksana
Tatalaksana pada kasus ketuban pecah dini meliputi 4 hal yakni pastikan diagnosis
bahwa pasien memang mengalami KPD, pastikan umur kehamilan, evaluasi ada tidaknya
infeksi maternal ataupun infeksi janin, apakah dalam keadaan inpartu, terdapat gawat
janin. Pada kasus diketahui pasien dengan kehamilan 35 minggu inpartu dan mengalami
KPD. Pada pemeriksaan penunjang tampak adanya leukositosis. Terapi awal yang
diberikan pada pasien adalah pemberian antibiotik amoksisilin. Karena ketuban sudah
pecah sekitar ± 6 jam SMRS dengan pembukaan servik yang hanya 1 cm maka
dikawatirkan jika air ketuban keluar terus maka akan terjadi oligohidramnion. Selain itu
juga dapat terjadi adanya infeksi melalui jalan lahir. Tatalaksana selanjutnya adalah
dilakukan induksi persalinan dengan drip oksitosin. Tujuan dilakukan induksi dengan
oksitosin adalah untuk mempengaruhi aktivitas uterus sehingga mampu menghasilkan
kontraksi yang adekuat untuk membuka serviks dan mendorong janin untuk turun
(descent). Selama dilakukan induksi dilakukan pemantaun HIS dan DJJ. Kondisi DJJ
pasien tampak baik dari awal masuk hingga pemantauan jam 02.00. Pada tanggal 14
Januari 2016 jam 02.00 oksitosin drip pada 40 tpm DJJ 135x/menit 2x/10 menit selama
30’ sedangkan pembukaan servik hanya 2 cm. Pasien tampak sangat kesakitan dan
meminta dilakukan sectio caesar. Pada jam 03.00 dilakukan tindakan sectio caesar atas
indikasi kala 1 fase laten yang memanjang dengan KPD. Sectio Caesaria dilakukan
dengan menggunakan teknik regional anastesi yaitu spinal anastesi dengan menggunakan
obat anastesi berupa Regivel HCl, yang merupakan merk dagang dari obat Bupivacain
HCL. Anastesi regional ini berfungsi untuk menekan transmisi impuls nyeri dan
menekan saraf otonom ke adrenal. Setelah itu diberikan obat-obatan lainnya berupa
Oxytocin yang berfungi sebagai uterotonika yang digunakan setelah kelahiran janin dan
berfungsi untuk membantu kelahiran plasenta. Ondansentron diberikan untuk mencegah
terjadinya mual dan muntah, dan ketorolac diberikan sebagai analgetik. Bayi lahir dalam
kondisi sehat dengan jenis kelamin perempuan, BB : 3150 gram, PB : 50 cm, UK : 33
cm, UD : 33 cm, LILA : 11 cm Apgar score 8/9. Air ketuban jernih,cukup,plasenta lahir
lengkap. Setelah dilakukan OP Sectio Caesar pasien di rawat inap untuk pemantauan

22
kondisi. 3 hari post SC pasien sudah diperbolehkan pulang karena kondisi sudah sehat
dan baik.

BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

4.1. Kesimpulan

23
o Ketuban pecah dini pada usia kehamilan preterm ini disebabkan oleh adanya
keputihan yang dialami oleh ibu.
o Adanya proses infeksi seperti keputihan dapat merangsang enzim yang berperan
dalam degradasi selaput ketuban
4.2. Saran
o Dilakukan tes ntrazine untuk penentuan cairan ketuban
o Dilakukan pemeriksaan vagina swab untuk mengetahui mikroorganisme penyebab
keputihan tersebut

DAFTAR PUSTAKA

24
Agus Abadi, dkk. 2008. Pedoman Diagnosis dan Terapi Bag/SMF Ilmu Kebidanan dan
Penyakit Kandungan Edisi III. Surabaya : RSU Dr. Soetomo.

Amasha. H, Jaraeh. M. (2012) Increased risk of preterm premature rupture of membranes at


early gestational ages among maternal cigarette smokers. Science Journal, Volume 6, Issue 2
(April-June 2012)

Cunningham G.F., Leveno K.J., Bloom S.L., Hauth J.C., Rouse D.J., Spong C.Y.,(2010).
Williams Obstetrics. 23rd ed. USA : McGraw-Hill Company.

Jazayeri, A . (2015) Premature Rupture of Membranes. [Internet] Available


http://emedicine.medscape.com/article/261137 [Diakses 21 Januari 2016]

Medina, and Ashiley. (2006) Preterm Premature Rupture of Membranes: Diagnosis and
Management. Florida Hospital Family Practice Residency Program, Orlando, FloridaAm Fam
Physician. 2006 Feb 15;73(4):659-664.

Prawirohardjo, Sarwono. 2014. Ilmu Kebidanan. PT Bina Pustaka : Jakarta.

Sudiarta, G. Bakteruri Asimptomatis Meningkatkan Risiko Ketuban Pecah Dini Preterm


Tesis, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana; 2014.

Robert K, Robert Resnik, Jay D. Iams (2014). Creasy and Resnik's Maternal-Fetal Medicine:
Principles and Practice. 7 rd ed. USA : McGraw-Hill Company, 42, 663-672.e4

Soewarto, S. 2009. Ketuban Pecah Dini. Dalam: Winkjosastro H., Saifuddin A.B., dan
Rachimhadhi T. (Editor). Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo. Hal. 677-680.

25

Anda mungkin juga menyukai