Anda di halaman 1dari 19

BAB 1

REKAM MEDIS

1.1. Indentitas Pasien


o Nama : Ny D
o Tanggal Lahir : 01 November 1979
o Usia : 36 Tahun
o Pekerjaan : Guru Honorer
o Pendidikan : Universitas
o Alamat : Jetis RT 03/01, Jetis, Saptosari, Gunungkidul
o No RM : 00-35-05-11
o Tanggal masuk : 31 Desember 2015
1.2. Anamnesis
o Keluhan utama
Ny D mengeluhkan perutnya terasa kenceng kenceng sejak 2 hari yang lalu,
keluhan tersebut dirasakan hilang timbul.
o Keluhan penyerta
Tidak ada keluhan mual dan muntah, pusing (-), badan terasa lemas (-), nyeri
perut (-), tidak keluar cairan atau darah dari vagina.
o Riwayat penyakit dahulu
Hipertensi : (-)
Diabetes Mellitus : (-)
Jantung : (-)
Tumor/kanker : (-)
Penyakit TORCH : (-)
ISK : (-)
Pernah mengalami kecelakaan pada kaki kanan dan dipasang platina
tahun 1997
o Riwayat penykait keluarga
Hipertensi : (-)
Diabetes Mellitus : (-)
Jantung : (-)

1
Tumor/kanker : (-)
o Riwayat kehamilan
G2P1AboAH1
Anak pertama lahir pada tahun 2013 secara SC dengan bayi laki laki,
lahir aterm, dan berat badan 3100 gram.
Riwayat plasenta previa pada kehamilan anak pertama.
Selama kehamilan periksa ke dokter sebanyak 5x
o Riwayat menstrurasi
Usia menarche : 12 tahun
Lama haid : 5 hari
Jumlah darah : normal
Siklus teratur
Setiap haid mengeluhkan nyeri
Keputihan : belum pernah
HPHT : 12 April 2015 dan HPL : 19 Januari 2016
o Riwayat perkawinan
Status : 2 x menikah
Menikah pertama kali : 25 tahun dan dengan suami sekarang 1 tahun
o Riwayat kontrasepsi
Menggunakan kontrasepsi pil
o Riwayat imunisasi TT
Pernah dilakukan imunisasi TT 1 X
o Riwayat alergi makanan dan obat : tidak ada
1.3. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
Status Gizi : Berlebih ( IMT : 38,44 )
Tanda Vital
Tekanan Darah : 120/90 mmHg
Nadi : 84x/menit
Respirasi : 18x/menit
Suhu : 36,6 C

2
STATUS GENERALIS
A. Kepala
Ukuran Kepala : Normocepali
Rambut : Berwarna hitam dan tidak mudah dicabut
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Hidung : Dalam batas normal
Mulut : Sianosis (-), kering (-), stomatitis aftosa (-), karies
dentis (+).
Telinga : Dalam batas normal
B. Leher
Limfonodi tak teraba, nyeri tekan (-)
Tidak ada pembesaran massa tiroid
C. Thorax
Payudara
Simetris
Tidak ada lesi
Areola hiperpigmentasi ukuran 3x3 cm
Putting ukuran 1x1cm
Retraksi(-)
Nipple discharge (-)
Paru paru
Inspeksi : Deformitas (-), nyeri tekan (-), jejas (-), massa
(-), penggunaan otot bantu nafas (-)
Palpasi : Tidak ada ketinggalan gerak dada, fremitus
normal
Perkusi : Sonor
Auskultasi : Vesikuler, wheezing (-), ronki (-)
Jantung
Inspeksi : Iktus Cordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus Cordis terletak di SIC 5 midklavikula
sinistra.
Perkusi : Batas jantung normal
Auskultasi : Tidak ada bising jantung

3
D. Abdomen
Inspeksi : Striae gravidarum
Auskulasi : Peristaltik usus normal
Perkusi : Pekak
Palpasi : Nyeri tekan (-)
E. Ekstremitas
Akral hangat, CRT < 2 detik, edema (+), terdapat bekas scar pada kaki
kanan dari paha hingga tungkai.
STATUS PEMERIKSAAN OBSTETRI
A. Inspeksi : Tampak adanya striae gravidarum
B. Palpasi
Pemeriksaan Leopold sulit dinilai
C. Auskultasi : DJJ 140 X/menit
D. His
Frekuensi : 1x10 menit/5 detik dan tidak teratur
Kekuatan his : lemah
STATUS PEMERIKSAAN GINEKOLOGIS
Pemeriksaan genital eksterna
Inspeksi
Labia mayor Peradangan (-)
Klitoris Peradangan (-)
Meatus uretra Peradangan (-), sekret keluar (-)
Introitus Vagina Tanda radang (-)
Darah(-)
Tumor (-)
Prolaps uteri (-)
Fluor albus (-)
Palpasi Nyeri tekan supra pubik (-)

4
1.4. Pemeriksaan Penunjang
o Pemeriksaan darah
Pemeriksaan Hasil Satuan Parameter
Hemoglobin 12,2 g/dl 11,7 15,5
Leukosit 14,40 Ribu/mmk 4,5 11,5
Hematokrit 36,1 % 35 49
Trombosit 395 ribu/mmk 150 450
Golongan darah B

o USG
- Janin tampak tunggal, presentasi kepala, punggung kiri, plasenta berada di
segmen bawah rahim dan menutupi jalan lahir, air ketuban banyak, TBJ
3000 gram, jenis kelamin perempuan.
1.5. Diagnosis
o Diagnosis pre operasi
G2PIAB0Ah1 38 minggu, plasenta previa, riw SC pro SC, polihidramnion.
o Diagnosis post operasi
Endometriosis
1.6. Tatalaksana
o Farmakologi
31 Desember 2015- 1 Januari 2016 diberikan obat secara parenteral
- Ceftriazone 2x1 gram
- Ranitidin 2x1 gram
- Ketorolac 2x1gram
- Alinamin 2x1gram
- Metronidazol 1x1 gram
2-3Januari 2016 diberikan obat secara parenteral
- Parasetamol 3x1
- Vit B compelx 2x1
o Non farmakologi
Sectio Cesarea

5
1.7. Laporan Operasi
o Prosedur operasi rutin
o Setelah dalam stadium narkose dilakukan irisan prafenensteel sepanjang 10cm
o Irisan diperdalam sampai peritoneum parietal
o Plika vesika urinaria dan SBR dibuka
o Air ketuban berwarna jernih dan jumlah banyak
o Bayi dengan 4 lilitan tali pusat
o Tangan kiri operator meluksir kepala bayi, bayi lahir jenis Perempuan
o Plasenta lahir lengkap
o Ditemukan jaringan endometrium dibagian luar dinding uterus
o SBR dijahit selapis jelujur terkunci, kontrol perdarahan negatif
o Dinding perut ditutup lapis demi lapis
o Kulit dijahit dengan intrakutan,operasi selesai

6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Plasenta Previa


2.1.1. Definisi
Plasenta Previa adalah implantasi plasenta disekitar osteum uteri
internum yang dapat berakibat perdarahan pada kehamilan (Cunningham et
al.,2010). Plasenta previa merupakan komplikasi obstetri yang terjadi pada
trimester kedua dan ketiga kehamilan (Manuaba et al.,2008).
2.1.2. Insiden
Dari keseluruhan insiden telah dilaporkan bahwa keseluruhan plasenta
previa pada saat persalinan adalah 4 dari 1000 kelahiran. Pada trisemester
kedua, plasenta previa dapat ditemukan di 4% sampai 6% dari kehamilan
(Sheiner et al.,2001). Pada beberapa Rumah Sakit Umum Pemerintah
dilaporkan angka kejadian plasenta previa berkisar 1,7 % sampai dengan 2,9
%. Sedangkan di negara maju angka kejadiannya lebih rendah yaitu kurang
dari 1 % yang mungkin disebabkan oleh berkurangnya wanita yang hamil
dengan paritas tinggi. Kejadian plasenta previa terjadi kira-kira 1 dari 200
persalinan, insiden dapat meningkat diantaranya sekitar 1 dari 20 persalinan
pada ibu yang paritas tinggi (Colin and Shushan,2007).
2.1.3. Klasifikasi
Plasenta previa digolongkan menurut hubungan plasenta terhadap
pembukaan serviks bagian dalam saat dilakukan penilaian (Cunningham et
al.,2010).

totalis parsialis marginalis letak rendah

7
o Plasenta previa totalis
Ostium uteri internum tertutup seluruhnya oleh plasenta. Implantasi
plasenta menutupi seluruh osteum uteri internum. Perdarahan pada plasenta
previa totalis dapat menimbulkan perdarahan massif, karena saat pembentukan
segmen bawah rahim (SBR) retroplasenter langsung berhadapan dengan
kanalis servikalis (Cunningham et al,2010).
o Plasenta previa parsialis
Ostium uteri internum tertutup sebagian oleh plasenta. Plasenta previa
parsialis juga dapat menyebabkan perdarahan massif karena sebagian sirkulasi
retroplasenter langsung berhubungan dengan kanalis servikalis. Insidens
plasenta previa parsialis sekitar 40-45% dari semua plasenta previa
(Cunningham et al.,2010).
o Plasenta previa marginalis
Implantasi plasenta di sekitar osteum uteri internum, dengan ujungnya
berada pada tepi osteum internum (Manuaba et al.,2008).
o Plasenta previa letak rendah
Plasenta berimplantasi pada segmen bawah uterus sedemikian rupa
sehingga tepi plasenta tidak mencapai ostium internum, tetapi terletak
berdekatan dengan ostium tersebut(Cunningham et al.,2009) (Ujungnya
sekitar 4 cm dari osteum uteri internum) (Manuaba et al ,2008).
2.1.4. Etiologi
Etiologi plasenta previa sampai saat ini belum diketahui secara pasti,
namun ada beberapa teori dan faktor resiko yang berhubungan dengan
plasenta previa (Sheiner et al.,2001)
2.1.5. Faktor Risiko
o Usia Ibu
Usia ibu yang semakin lanjut meningkatkan risiko plasenta previa.
Hasil penelitian (Wardana and Karkata.,2007) menyatakan usia wanita
produktif yang aman untuk kehamilan dan persalinan adalah 20-35 tahun.
Diantara lebih dari 36.000 perempuan yang terlibat dalam penelitian
FASTER, mereka yang berusia lebih dari 35 tahun memiliki risiko 1,1
persen untuk mengalami plasenta previa, dibandingkan dengan risiko 0,5
persen pada perempuan yang berusia kurang dari 35 tahun (Cleary-
Goldman et al.,2005). Hasil penelitian (Wardana and Karakata,2007)

8
menyatakan peningkatan umur ibu merupakan faktor risiko plasenta
previa, karena sklerosis pembuluh darah arteli kecil dan arteriole
miometrium menyebabkan aliran darah ke endometrium tidak merata
sehingga plasenta tumbuh lebih lebar dengan luas permukaan yang lebih
besar, untuk mendapatkan aliran darah yang adekuat.
o Multiparitas
Multiparitas juga berkaitan dengan peningkatan risiko plasenta
previa. Penelitian telah melaporkan lebih banyak kasus plasenta previa
dengan meningkatnya paritas. Pada multipara, plasenta previa disebabkan
vaskularisasi yang berkurang dan perubahan atrofi pada desidua akibat
persalinan masa lampau. Aliran darah ke plasenta tidak cukup dan
memperluas permukaannnya sehingga menutupi pembukaan jalan lahir
(Sumapraja and Rachimhadi, 2005).
o Riwayat pelahiran caesar
Untuk alasan yang tidak diketahui, riwayat pelahiran Caesar
meningkatkan resiko plasenta previa. Pada penelitian terhadap 30.132
perempuan yang menjalani persalinan Caesar dilaporkan terjadi
peningkatan risiko plasenta previa pada perempuan yang memiliki riwayat
pelahiran Caesar (Friedman and Silver.,2007)
o Riwayat abortus atau kuretase
Wanita yang mengalami satu kali atau lebih abortus spontan maupun
abortus yang dinduksi, 30% lebih mungkin untuk memiliki kehamilan
dengan plasenta previa dibandingkan dengan yang tidak memiliki riwayat
abortus sebelumnya (Sheiner et al.,2001).
o Riwayat plasenta previa
Pasien yang telah memiliki riwayat plasenta previa sebelumnya
meningkatkan resiko untuk terjadi plasenta previa di kehamilan berikutnya.
Etiologi dari peningkatan faktor resiko ini masih belum jelas , tetapi
mungkin disebabkan adanya faktor genetik dalam fenomena ini (Sheiner et
al.,2001).
2.1.6. Patofisiologi
Letak plasenta biasanya umumnya di depan atau di belakang dinding
uterus, agak ke atas ke arah fundus uteri. Hal ini adalah fisiologis karena
permukaan bagian atas korpus uteri lebih luas, sehingga lebih banyak tempat

9
untuk berimplantasi. Di tempat-tempat tertentu pada implantasi plasenta
terdapat vena-vena yang lebar (sinus) untuk menampung darah kembali. Pada
pinggir plasenta di beberapa tempat terdapat suatu ruang vena yang luas untuk
menampung darah yang berasal dari ruang interviller di atas. Darah ibu yang
mengalir di seluruh plasenta diperkirakan naik dari 300 ml tiap menit pada
kehamilan 20 minggu sampai 600 ml tiap menit pada kehamilan 40 minggu.
Pada kehamilan 24 minggu lapisan sinsitium dari vili tidak berubah akan
tetapi dari lapisan sitotropoblast sel-sel berkurang dan hanya ditemukan
sebagai kelompok-kelompok sel-sel; stroma jonjot menjadi lebih padat,
mengandung fagosit-fagosit, dan pembuluh-pembuluh darahnya lebih besar
dan lebih mendekati lapisan tropoblast (Kay,2003).
Perdarahan antepartum yang disebabkan oleh plasenta previa
umumnya terjadi pada triwulan ketiga karena saat itu segmen bawah uterus
lebih mengalami perubahan berkaitan dengan semakin tuanya kehamilan,
segmen bawah uterus akan semakin melebar. Perdarahan ini terjadi apabila
plasenta terletak diatas ostium uteri interna atau di bagian bawah segmen
rahim. Pembentukan segmen bawah rahim dan pembukaan ostium interna
akan menyebabkan robekan plasenta pada tempat perlekatannya (Cunningham
et al.,2006).
Sumber perdarahannya ialah sinus uterus yang robek karena
terlepasnya plasenta dari dinding uterus, atau karena robekan sinus marginalis
dari plasenta. Perdarahannnya tak dapat dihindarkan karena ketidakmampuan
serabut otot segmen bawah uterus untuk berkontraksi menghentikan
perdarahan, tidak sama dengan serabut otot uterus menghentikan perdarahan
pada kala III dengan plasenta yang letaknya normal. Makin rendah letak
plasenta, makin dini perdarahan terjadi. Oleh karena itu, perdarahan pada
plasenta previa totalis akan terjadi lebih dini daripada plasenta letak rendah
yang mungkin baru berdarah setelah persalinan mulai (Oxorn,2003).

10
2.1.7. Gambaran Klinik
o Perdarahan pervaginam
Perdarahan dapat terjadi pada awal minggu ke-20 kehamilan tetapi
paling yang umum selama trisemester ketiga kehamilan. Tanda utama
perdarahan plasenta previa yaitu darah berwarna merah terang. Kejadian
yang paling khas pada plasenta previa adalah perdarahan tanpa nyeri.
(Kay,2003).
o Kelainan letak janin
Tertutupnya segmen bawah rahim oleh plasenta dapat menghalangi
masuknya bagian terendah janin. Apabila janin dalam presentasi kepala,
kepala janin akan didapatkan masih mengambang di pintu-atas
panggul.
Terjadi kelainan letak janin, seperti letak sungsang, letak lintang, kepala
belum masuk PAP (Pintu Atas Panggul) atau miring. Tidak jarang terjadi
kelainan letak janin dalam rahim dapat menimbulkan asfiksia sampai
kematian janin dalam rahim (Chalik,2008).
o Tanpa gejala
Beberapa wanita dengan plasenta previa tidak memiliki gejala apapun.
Dalam kasus ini plasenta previa hanya dapat didiagnosis oleh USG
(Kay,2003).
2.1.8. Diagnosis
Apabila plasenta previa terdeteksi pada awal pertama atau trimester
kedua, sering kali lokasi plasenta akan bergeser ketika rahim membesar.
Untuk memastikannya dapat dilakukan pemeriksaan USG, namun bagi
beberapa wanita mungkin bahkan tidak terdiagnosis sampai persalinan,
terutama dalam kasus-kasus plasenta previa sebagian (Faiz and Ananth, 2003).
o Anamnesis
Pada anamnesis dapat dinyatakan beberapa hal yang berkaitan dengan
perdarahan antepartum seperti umur kehamilan saat terjadinya perdarahan,
apakah ada rasa nyeri, warna dan bentuk terjadinya perdarahan, frekuensi
serta banyaknya perdarahan. Perdarahan jalan lahir pada kehamilan setelah
22 minggu berlangsung tanpa rasa nyeri, tanpa alasan, terutama pada
multigravida (Wiknjosastro,2006).

11
o Pemeriksaan luar
Inspeksi. Dapat dilihat perdarahan yang keluar pervaginam: banyak atau
sedikit, darah beku dan sebagainya. Jika telah berdarah banyak maka ibu
akan terlihat anemis.
Palpasi. Janin sering belum cukup bulan, jadi fundus uteri masih rendah,
sering dijumpai kesalahan letak janin, bagian terbawah janin belum
turun, apabila letak kepala, biasanya kepala masih goyang atau terapung
(floating) di atas pintu atas panggul (Sheiner et al.,2001).
o Ultrasonografi
Dengan USG dapat ditentukan implantasi plasenta atau jarak tepi
plasenta terhadap ostium. Bila jarak tepi kurang dari 5 cm disebut plasenta
letak rendah. Bila tidak dijumpai plasenta previa, dilakukan pemeriksaan
inspekulo untuk melihat sumber perdarahan lain (Oyelese and
Smulian,2006).
o Pemeriksaan inspekulo
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui apakah perdarahan
berasal dari ostium uteri eksternum atau dari kelainan serviks dan vagina.
Apabila perdarahan berasal dari ostium uteri eksternum, adanya plasenta
previa harus dicurigai (Johnson et al.,2003).
2.1.9. Diagnosis Banding
o Solusio Plasenta
Solusio plasenta adalah pelepasan plasenta dari korpus uteri sebelum
pengeluaran janin. Biasanya terjadi pada triwulan ketiga, apabila terjadi
sebelum kehamilan 20 minggu disebut abortus imminen.
o Vasa Previa
Vasa previa adalah kelainan tali pusat yang jarang akibat dari insersi
velamentosa, suatu keadaan dimana pembuluh-pembuluh umbilikalis
memisah di dalam selaput agak jauh dari tepi plasenta.
o Ruptur Uteri
Ruptur Uteri atau yang disebut dengan disrupsi dinding uterus
merupakan salah satu dari kedaruratan obstetrik yang paling serius. Angka
mortalitas maternal berkisar dari 3-15% dan mortalitas janin mendekati

12
50%. Kejadian ruptur uteri sangat jarang dan ditandai oleh nyeri hebat
yang tiba-tiba (Sumapraja and Rachimhadi, 2005).
2.1.10. Tatalaksana
o Terapi ekspektatif (pasif)
Tujuan ekspektatif ialah supaya janin tidak terlahir prematur, penderita
dirawat tanpa melakukan pemeriksaan dalam melalui kanalis servisis.
Pemantauan klinis dilakukan secara ketat dan baik. Syarat-syarat terapi
ekspektatif:
Kehamilan preterm dengan perdarahan sedikit yang kemudian
berhenti.
Belum ada tanda-tanda in partu.
Keadaan umum ibu cukup baik (kadar hemoglobin dalam batas
normal).
Janin masih hidup.
o Terapi aktif
Wanita hamil di atas 22 minggu dengan perdarahan pervaginam yang
aktif dan banyak, harus segera ditatalaksana secara aktif tanpamemandang
maturitas janin. Cara menyelesaikan persalinan dengan plasenta previa.
Seksio sesarea
Persalinan dengan seksio sesarea bertujuan untuk secepatnya
mengangkat sumber perdarahan dengan demikian memberikan
kesempatan kepada uterus untuk berkontraksi menghentikan
perdarahannya dan untuk menghindari perlukaan serviks dan segmen-
segmen uterus apabila dilakukan persalinan pervaginam
(Prawirohardjo,2006).
Melahirkan pervaginam
Persalinan pervaginam bertujuan agar bagian terbawah janin
menekan plasenta, sehingga perdarahan berkurang atau berhenti.
(Cunningham et al.,2010)

13
2.1.11. Komplikasi
o Komplikasi pada ibu
Dapat terjadi anemia bahkan syok dan kematian ibu jika
perdarahan berlebih
Selama persalinan plasenta previa dapat menyebabkan ruptur atau
robekan jalanlahir, prolaps tali pusat, perdarahan postpartum,
perdarahan intrapartum, serta dapat menyebakan melekatnya
plasenta sehingga harus dikeluarkan secara manual atau bahkan
dilakukan kuretase
Infeksi karena perdarahan yang banyak (Manuaba et al,2008).
o Komplikasi pada janin
Kelainan letak janin
Prematuritas, sebelum persalinan minggu ke-37 kehamilan dengan
morbiditas dan mortalitas tinggi.
Pertumbuhan janin lambat karena pasokan darah yang tidak
mencukupi.(Manuaba et al.,2008).
2.2. Polihidramnion
2.2.1. Definisi
Polihidramnion (hidramnion) adalah kondisi medis pada kehamilan
berupa kelebihan cairan ketuban dalam kantung ketuban. Hal ini biasanya
didiagnosis jika indeks cairan amnion (AFI) dari pemeriksaan USG lebih besar
dari 24 cm ( 24 cm). Di mana volume dari air ketuban > 2000 ml (Carter et
all, 2015)
2.2.2. Etiologi
Pada polihidramnion, penyebab yang mendasari volume cairan amnion
berlebihan bisa diketahui dalam beberapa kondisi klinis dan tidak sepenuhnya
dapat diketahui pada beberapa kondisi klinis lainnya. Penyebabnya dapat
meliputi:
o Kehamilan kembar dengan sindrom transfusi antar janin kembar
(peningkatan cairan ketuban pada janin kembar penerima dan penurunan
cairan ketuban pada janin kembar pendonor) atau kehamilan multipel.
o Anomali janin, termasuk atresia esofagus (biasanya berhubungan dengan
fistula trakeoesofageal), atresia duodenum, dan atresia usus lainnya.

14
o Kelainan SSP dan penyakit neuromuskuler yang menyebabkan disfungsi
menelan.
o Diabetes mellitus tidak terkontrol pada ibu.
o Kelainan kromosom, trisomi 21 yang paling umum, diikuti dengan trisomi
18 dan trisomi 13 (Carter et all, 2015)
2.2.3. Patofiologi
Integrasi dari aliran cairan yang masuk dan keluar dari kantung
ketuban menentukan volume cairan ketuban. Polihidramnion dapat terjadi
antara lain:
o Produksi cairan ketuban yang berlebih
Diduga air ketuban dibentuk oleh sel-sel amnion, tetapi air ketuban
dapat bertambah cairan lain masuk kedalam ruangan amnion, misalnya air
kencing janin dan cairan otak anensefalus. Penyebab polihidramnion yang
sering terjadi pada diabetes ibu selama trimester ketiga masih belum
diketahui. Salah satu kemungkinan penjelasannya adalah bahwa
hiperglikemia ibu menyebabkan hiperglikemia janin dan menimbulkan
dieresis osmotik yang akhirnya menyebabkan jumlah cairan amnion
berlebihan.
o Pengaliran air ketuban terganggu
Air ketuban yang dibentuk, secara rutin dikeluarkan dan diganti
dengan yang baru. Salah satu cara pengeluaran adalah ditelan oleh janin,
diabsorpsi oleh usus kemudian dialirkan ke plasenta untuk akhirnya
masuk kedalam peredaran darah ibu. Ekskresi air ketuban ini akan
terganggu bila janin tidak bisa menelan seperti pada atresia esofagus dan
anensefalus (Ogunyemi, 2012)
2.2.4. Diagnosis
o Anamnesis
Perut lebih besar dan terasa berat dari biasa.
Pada yang ringan keluhan-keluhan subjektif tidak banyak.
Pada yang akut dan pada pembesaran uterus yang cepat, maka terdapat
keluhan-keluhan yang disebabkan karena tekanan pada organ, terutama
pada diafragma, seperti: sesak (dispnoe), nyeri ulu hati, dan sianosis.
Nyeri perut karena tegangnya uterus, mual dan muntah

15
Edema pada tungkai, vulva, dinding perut
Pada proses akut dan perut besar sekali, bisa syok, berkeringat dingin,
dan sesak.
o Pemeriksaan fisik
Perut tegang dan nyeri tekan serat nyeri edema pada dinding perut,
vulva dan tungkai.
Fundus uteri lebih tinggi dari tuanya kehamilan sesungguhnya.
Bagian-bagian janin sukar dikenali karena banyaknya cairan.
Kalau pada letak kepala, kepala janin bias diraba, maka ballottement
jelas sekali.
Karena bebasnya janin bergerak dan kepala tidak terfiksir, maka dapat
terjadi kesalahan-kesalahan letak janin.
Denyut jantung janin sukar didengar atau kalo terdengar halus sekali
o Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan USG. Operator berpengalaman dapat mendeteksi
polihidramnion secara subyektif. Suatu pendekatan kuantitatif dapat
dilakukan dengan membagi rongga rahim menjadi empat kuadran atau
kantong. Kantong vertikal terbesar diukur dalam sentimeter dan volume
total dihitung dengan mengalikan tingkat ini dengan 4. Hal ini dikenal
sebagai Amnion Fluid Index (AFI). Polihidramnion didefinisikan sebagai
AFI lebih dari 24 cm atau kantong tunggal cairan minimal 8 cm yang
menghasilkan volume cairan total lebih dari 2.000.
2.2.5. Diagnosis Banding
Bila seorang ibu datang dengan perut yang lebih besar dari kehamilan yang
seharusnya, kemungkinan:
o Gemeli
o Asites
o Kista ovarium
o Kehamilan beserta tumor

16
2.2.6. Komplikasi
Persalinan premature
Ketuban pecah dini
Prolaps tali pusat
Perdarahan pasca partum
Malpresentasi janin
2.2.7. Tatalaksana
o Langkah pertama adalah untuk mengidentifikasi apakah penyebab yang
mendasari.
o Polihidramnion ringan dapat cukup dipantau dan diobati secara konservatif.
o Persalinan prematur biasa dilakukan karena overdistensi dari rahim, dan
langkah-langkah harus diambil untuk meminimalkan komplikasi ini.
Termasuk pemeriksaan antenatal yang teratur dan pemeriksaan rahim dan
bedrest sampai cukup bulan.
o Scan ultrasound serial harus dilakukan untuk memantau AFI dan monitor
pertumbuhan janin.
o Induksi persalinan harus dipertimbangkan jika gawat janin berkembang. Di
atas 35 minggu mungkin lebih aman untuk dilahirkan (Ogunyemi, 2012)

17
DAFTAR PUSTAKA

Anwar, M. (2011) Ilmu Kandungan. Edk 3. Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo :


Jakarta
Colin, C.M., Shushan, A., 2007. Complication of Menstruation; Abnormal Uterine
Bleeding. In: Decherney, A.H., Nathan, L, Goodwin, T.M.,Laufer, N.
Current Diagnosis & Treatment Obstetrics & Gynecology. United States of
America: The McGraw-Hill Companies, 570-571.
Cunningham G.F., Leveno K.J., Bloom S.L., Hauth J.C., Rouse D.J., Spong C.Y.,
(2010). Williams Obstetrics. 23rd ed. USA : McGraw-Hill Company.
Cunningham F.G., Leveno K.J., Bloom S.L., Hauth J.C., Rouse D.J., Spong C.Y.
(2006). Obstetri Williams Volume 1. Edisi 21. Jakarta : EGC
Faiz, AS., Ananth CV. (2003). Etiologi and risk factor for plasenta previa : an
overview and meta-analysis of observational studies. [Internet], J Matern
Fetal Neonatal Med. Maret 13 (3) pp. 175-90. Available
from:<http://www.ncbi.nlm..gov/entrez/query.fcgi?db=pubmed&cmd=Re
-trieve&dopt= Abstra ...>[Accessed 16 Oktober 2014].
Friedman, H.S., & Silver,R.S. (2007). Foundation of psychology. New York : Oxford
University press.
Johnson LG, Sergio F and Lorenzo G. (2003). The relationship of placenta previa and
history of induced abortion. International Journal of Gynaecology and
Obstetrics. 81(2): 191198.
Kay HH .(2003). Placenta previa and abruption. In JR Scott et al. (eds). Danforth's
Obstetrics and Gynecology, 9th ed. Philadelphia: Lippincott Williams and
Wilkins, pp: 365-379.
Manuaba I.B.C, Manuaba I.B.G.F dan Manuaba I.B.G. (2008). Gawat Darurat
Obstetri Ginekologi Sosial untuk Profesi Bidan. Jakarta: EGC. p:7889
Ogunyemi, D. (2012) Polyhydramnios. Obstetric Imaging Chapter 120 hal 551-556
Copyright 2012 by Saunders, an imprint of Elsevier Inc.
Oxorn, H. (2003). Patologi dan Fisiologi Persalinan. Jakarta: Yayasan Essentia
Medika.p:42539
Oyelese Y and Smulian JC. (2006). Placenta previa, placenta accreta, and vasa
previa. Obstetrics and Gynecology. 107(4): 927941.
Prawiroharjo,Sarwono, (2006). Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal

18
dan Neonatal.Jakarta
Sheiner GI. Shoham-Vardi, Hallak M. Hershkowitz R. Katz M and Major M. (2001).
Placenta previa: Obstetric risk factors and pregnancy outcome. J. Matern
Fetal. Med 10: 414-419.
Sumapraja S. dan Rachimhadhi T. (2005). Perdarahan Antepartum dalam: Wiknjosastro
H. IlmuKebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
p: 36385
Wiknjosastro, H. (2006). Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
SarwonoPrawirohardjo;.p.181-191.
Wardana G.A dan Karkata M.K. (2007). Faktor Resiko Plasenta Previa.dalam CDK.
34: 22932

19

Anda mungkin juga menyukai