KEPANITERAAN KLINIK
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
Rumah Sakit : RSUD Tarakan Jakarta
IDENTITAS PASIEN
Nama : An. S.A Jenis kelamin : Perempuan
Tempat / tanggal lahir : Jakarta, 2 Juli 2018 Suku bangsa : Betawi
Umur : 5 bulan 12 hari Agama : Islam
Status perkawinan : Belum Menikah Pendidikan : -
Pekerjaan : - Masuk RS : 12 Desember 2018
Alamat : Cipinang Tengah
ANAMNESIS
Diambil dari : Alloanamnesis yaitu ibu dari pasien, Ibu D. Tanggal 14 Desember 2018 Jam
16.30.
Keluhan utama :
Perut kembung dan membesar
Riwayat Imunisasi :
(+)Hep. B 4 kali (+)Polio 3 kali (+)BCG 1 kali (+)DTP 3 kali
Keterangan : Riwayat imunisasi lengkap
Riwayat Keluarga
Tidak ada keluarga yang mengalami keluhan serupa dengan OS. Riwayat penyakit jantung,
diabetes melitus, kelainan pada tiroid, tumor, alergi disangkal.
Pemeriksaan
STATUS UMUM
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : tampak sakit sedang, compos mentis, anak rewel.
Tanda-tanda vital : T : 38,90 C RR : 30x/menit HR: 136x/menit.
Anthropometrics : TB : 63 Cm BB: 3,7 Kg
Lingkar kepala: 41 cm
Kepala : Normocephali.
Mata : kelopak mata cekung, konjungtiva anemis -/-, Sklera Ikterik -/-, pupil isokor.
Telinga : Normotia, membran timpani utuh, refleks cahaya +
Hidung : sela hidung datar Septum deviasi (-), sekret (+) bening
Tenggorokan : T1-T1 tenang, tidak hiperemis
Leher : KGB dan tiroid tidak membesar
Gigi-Mulut : mulut mengecil, lidah menjulur, mukosa mulut basah.
Thorax
Paru-paru
Inspeksi : pergerakan dada pada keadaan statis dan dinamis simetris, kanan dan
kiri
Perkusi : sulit dinilai
Palpasi : tidak ada nyeri, tidak ada retraksi sela iga, fremitus taktil kanan dan kiri
sama
Auskultasi : Rhonki (-) Wheezing (-)
Jantung
Inspeksi : Iktus cordis tidak terlihat
Palpasi : Teraba iktus cordis pada sela iga IV linea midclavicula kiri
Perkusi : Sulit dinilai
Auskultasi : BJ I-II regular, Gallop (-), Murmur (+)
Abdomen
Inspeksi : abdomen cembung, terdapat luka bekas operasi dan stoma bag pada
kuadran kiri bawah
Palpasi : nyeri tekan (-), nyeri lepas (-), turgor baik
Hati : Tidak teraba
Limpa : Tidak teraba
Ginjal : ballotement dan bimanual (-)
Perkusi : timpani di seluruh lapang perut.
Auskultasi : bising usus normal
Ekstremitas (lengan & tungkai)
Tonus: Normotonus
Massa: Eutrofi
Sendi: Normal
Edema: Sianosis
- - - -
- - - -
STATUS LOKALIS
Abdomen
Inspeksi : abdomen cembung, terdapat luka bekas operasi dan stoma bag pada
kuadran kiri bawah
Palpasi : nyeri tekan (-), nyeri lepas (-), turgor baik
Hati : Tidak teraba
Limpa : Tidak teraba
Ginjal : ballotement dan bimanual (-)
Perkusi : timpani di seluruh lapang perut.
Auskultasi : bising usus normal
Pemeriksaan penunjang
Hematologi rutin
Hb : 10,8g/dL
Ht : 29,9%
Eritrosit : 3.390.000/uL
Leukosit : 7.680/uL
Trombosit : 387.000/uL
MCV : 88.2%
MCH : 31.9PG
MCHC : 36.1%
Hitung jenis
Basofil : 0%
Eosinofi : 4%
Neutrofil : 46%
Limfosit : 42%
Monosit : 8%
LED : 2mm/jam
Hemostasis
PT + INR
INR : 1.12
PT : 12.1 detik
APTT : 34.7 detik
Fungsi Hati
Albumin : 4.2
Elektrolit
Na/K/Cl : 143/4.5/110
RINGKASAN (RESUME)
Pasien dengan keluan perut kembung dan sulit bab sejak berusia 3 bulan. Telah dilakukan
biopsy dan didiagnosis oleh dokter Bedah Anak dengan hirschprung disease sejak 3 bulan yang
lalu. Pasien telah dilakukan tindakan laparotomy leveling colostomy ec hirschprung associated
enterokolitis pada tanggal 12 Desember 2018. Diketahui pasien juga menderita down
syndrome.
Pada pemeriksaan fisik di dapatkan, keadaan umum pasien tampak sakit sedang. Tanda-tanda
vital, terdapat peningkatan suhu. Pada status lokalis region abdomen, perut mencembung dan
terdapat luka bekas operasi dan stoma bag pada kuadran kiri bawah.
DIAGNOSIS KERJA
HAEC post Kolostomi
Down Syndrome
Susp PDA
Dasar diagnosis:
Pada anamnesis, didapatkan pasien dengan keluhan perut kembung dan sulit BAB sejak
usia 3 bulan. Telah didiagnosis HAEC oleh dokter Bedah Anak dan telah dilakukan
kolostomi pada tanggal 12 Desember 2018. Pada pemeriksaan fisik didapatkan perut
cembung dengan luka bekas operasi dan stoma bag pada kuadran kiri bawah.
Pada pemeriksaan fisik wajah, tampak sela hidung yang datar, mulut yang mengecil
dan lidah yang menonjol keluar
Pada auskultasi jantung, didapatkan bunyi mur-mur.
Pada pemeriksaan TTV, terdapat peningkatan suhu tubuh.
PENATALAKSANAAN :
Medikamentosa
Paracetamol drop 1 tetes/hari
Cefotaxime 3x200
Metronidazole 3x50
Non Medikamentosa
1. Tirah baring
2. Diet ASI 8x120cc
3. Konsul dokter Sp.JP
PROGNOSIS
Ad vitam : Dubia ad bonam
Ad functionam : Dubia ad bonam
Ad sanationam : Dubia ad bonam
Analisis Kasus
Tinjauan Pustaka
Pendahuluan
Penyakit Hirschsprung juga disebut dengan aganglionik megakolon kongenital adalah salah
satu penyebab paling umum dari obstruksi usus neonatal (bayi berumur 0-28 hari).15 Penyakit
Hirschsprung merupakan penyakit dari usus besar (kolon) berupa gangguan perkembangan
dari sistem saraf enterik. Pergerakan dalam usus besar didorong oleh otot. Otot ini
dikendalikan oleh sel-sel saraf khusus yang disebut sel ganglion. Pada bayi yang lahir dengan
penyakit Hirschsprung tidak ditemui adanya sel ganglion yang berfungsi mengontrol
kontraksi dan relaksasi dari otot polos dalam usus distal. Tanpa adanya sel-sel ganglion
(aganglionosis) otot-otot di bagian usus besar tidak dapat melakukan gerak peristaltik (gerak
mendorong keluar feses).
Anatomi dan Fisiologi Kolon
Usus besar atau kolon berbentuk tabung muskular berongga dengan panjang sekitar 1,5 m
yang terbentang dari sekum hingga kanalis ani. Diameter usus besar lebih besar daripada usus
kecil yaitu sekitar 6,5 cm (2,5 inci), namun semakin dekat dengan anus diameternya pun
semakin kecil. Usus besar dibagi menjadi sekum, kolon, dan rektum. Pada sekum terdapat
katup ileosekal dan apendiks yang melekat pada ujung sekum. Sekum menempati sekitar dua
atau tiga inci pertama dari usus besar. Katup ileosekal mengendalikan aliran kimus dari ileum
ke dalam sekum dan mencegah terjadinya aliran balik bahan fekal dari usus besar ke dalam
usus halus.
Kolon terbagi atas kolon asenden, tranversum, desenden, dan sigmoid. Kolon membentuk
kelokan tajam pada abdomen kanan dan kiri atas berturut-turut disebut dengan fleksura
hepatika dan fleksura lienalis. Kolon sigmoid mulai setinggi krista iliaka dan membentuk
lekukan berbentuk-S. Lekukan bagian bawah membelok ke kiri sewaktu kolon sigmoid
bersatu dengan rektum. Bagian utama usus yang terakhir disebut sebagai rektum dan
membentang dari kolon sigmoid hingga anus (muara ke bagian luar tubuh). Satu inci terakhir
dari rektum disebut sebagai kanalis ani dan dilindungi oleh otot sfingter ani eksternus dan
internus. Panjang rektum dan kanalis ani adalah sekitar 15 cm (5,9 inci).
Usus besar memiliki berbagai fungsi yang semuanya berkaitan dengan proses akhir isi usus.
Fungsi usus besar yang paling penting adalah absorpsi air dan elektrolit. Kolon sigmoid
berfungsi sebagai reservoir yang menampung massa feses yang sudah terdehidrasi sampai
berlangsungnya defekasi. Kolon mengabsorpsi sekitar 800 ml air per hari dengan berat akhir
feses yang dikeluarkan adalah 200 gram dan 80%-90% diantaranya adalah air. Sisanya terdiri
dari residu makanan yang tidak terabsorpsi, bakteri, sel epitel yang terlepas, dan mineral yang
tidak terabsorpsi.
Riwayat Sindrom Down
Sekitar 12% dari kasus penyakit Hirschsprung terjadi sebagai bagian dari sindrom yang
disebabkan oleh kelainan kromosom. Kelainan kromosom yang paling umum beresiko
menyebabkan terjadinya penyakit Hirshsprung adalah Sindrom Down. 2-10% dari individu
dengan penyakit Hirschsprung merupakan penderita sindrom Down. Sindrom Down adalah
kelainan kromosom di mana ada tambahan salinan kromosom 21. Hal ini terkait dengan
karakteristik fitur wajah, cacat jantung bawaan, dan keterlambatan perkembangan anak.
Faktor Ibu
Umur
Umur ibu yang semakin tua (> 35 tahun) dalam waktu hamil dapat meningkatkan risiko
terjadinya kelainan kongenital pada bayinya. Bayi dengan Sindrom Down lebih sering
ditemukan pada bayi-bayi yang dilahirkan oleh ibu yang mendekati masa menopause.
Ras/Etnis
Di Indonesia, beberapa suku ada yang memperbolehkan perkawinan kerabat dekat (sedarah)
seperti suku Batak Toba (pariban) dan Batak Karo (impal). Perkawinan pariban dapat disebut
sebagai perkawinan hubungan darah atau incest. Perkawinan incest membawa akibat pada
kesehatan fisik yang sangat berat dan memperbesar kemungkinan anak lahir dengan kelainan
kongenital.
Etiologi
Sel neuroblas bermigrasi dari krista neuralis saluran gastrointestinal bagian atas dan
selanjutnya mengikuti serabut-serabut vagal yang telah ada ke kaudal. Penyakit Hirschsprung
terjadi bila migrasi sel neuroblas terhenti di suatu tempat dan tidak mencapai rektum. Sel-sel
neuroblas tersebut gagal bermigrasi ke dalam dinding usus dan berkembang ke arah
kraniokaudal di dalam dinding usus.
Mutasi gen banyak dikaitkan sebagai penyebab terjadinya penyakit Hirschsprung. Mutasi
pada Ret proto-onkogen telah dikaitkan dengan neoplasia endokrin 2A atau 2B pada penyakit
Hirschsprung. Gen lain yang berhubungan dengan penyakit Hirschsprung termasuk sel
neurotrofik glial yang diturunkan dari faktor gen yaitu gen endhotelin-B dan gen endothelin -
3.
Patofisiologi
Istilah megakolon aganglionik menggambarkan adanya kerusakan primer dengan tidak
adanya sel-sel ganglion parasimpatik otonom pada pleksus submukosa (Meissner) dan
myenterik (Auerbach) pada satu segmen kolon atau lebih. Ketidakadaan ini menimbulkan
keabnormalan atau tidak adanya gerakan tenaga pendorong (peristaltik), yang menyebabkan
akumulasi/ penumpukan isi usus dan distensi usus yang berdekatan dengan kerusakan
(megakolon). Selain itu, kegagalan sfingter anus internal untuk berelaksasi berkontribusi
terhadap gejala klinis adanya obstruksi, karena dapat mempersulit evakuasi zat padat (feses),
cairan, dan gas.
Persarafan parasimpatik yang tidak sempurna pada bagian usus yang aganglionik
mengakibatkan peristaltik abnormal, konstipasi dan obstruksi usus fungsional. Di bagian
proksimal dari daerah transisi terjadi penebalan dan pelebaran dinding usus dengan
penimbunan tinja dan gas yang banyak.
Penyakit Hirschsprung disebabkan dari kegagalan migrasi kraniokaudal pada prekursor sel
ganglion sepanjang saluran gastrointestinal antara usia kehamilan minggu ke-5 dan ke-12.
Distensi dan iskemia pada usus bisa terjadi sebagai akibat distensi pada dinding usus, yang
berkontribusi menyebabkan enterokolitis (inflamasi pada usus halus dan kolon), yang
merupakan penyebab kematian pada bayi/anak dengan penyakit Hirschsprung.
Anamnesis
Adapun tanda-tanda yang dapat dilihat pada saat melakukan anamnesis adalah adanya
keterlambatan pengeluaran mekonium pertama yang pada umumnya keluar > 24 jam, muntah
berwarna hijau, adanya obstipasi masa neonatus. Jika terjadi pada anak yang lebih besar
obstipasi semakin sering, perut kembung, dan pertumbuhan terhambat. Selain itu perlu
diketahui adanya riwayat keluarga sebelumnya yang pernah menderita keluhan serupa,
misalnya anak laki-laki terdahulu meninggal sebelum usia dua minggu dengan riwayat tidak
dapat defekasi.
Pemeriksaan Fisik
Pada neonatus biasa ditemukan perut kembung karena mengalami obstipasi. Bila dilakukan
colok dubur maka sewaktu jari ditarik keluar maka feses akan menyemprot keluar dalam
jumlah yang banyak dan tampak perut anak sudah kembali normal. Pemeriksaan ini bertujuan
untuk mengetahui bau dari feses, kotoran yang menumpuk dan menyumbat pada usus bagian
bawah dan akan terjadi pembusukan.
Pemeriksaan Radiologi
Apabila dari foto barium enema tidak terlihat tanda-tanda khas penyakit Hirschsprung, maka
dapat dilanjutkan dengan foto retensi barium, yakni foto setelah 24-48 jam barium dibiarkan
membaur dengan feses. Gambaran khasnya adalah terlihatnya barium yang membaur dengan
feses ke arah proksimal kolon. Sedangkan pada penderita yang tidak mengalami Hirschsprung
namun disertai dengan obstipasi kronis, maka barium terlihat menggumpal di daerah rektum
dan sigmoid.
Biasanya biopsi hisap dilakukan pada tiga tempat yaitu dua, tiga, dan lima sentimeter
proksimal dari anal verge. Apabila hasil biopsi hisap meragukan, maka dilakukan biopsi
eksisi otot rektum untuk menilai pleksus Auerbach. Dalam laporannya, Polley (1986)
melakukan 309 kasus biopsi hisap rektum tanpa ada hasil negatif palsu dan komplikasi.
Manometri Anorektal
Pemeriksaan manometri anorektal adalah suatu pemeriksaan objektif yang mempelajari
fungsi fisiologi defekasi pada penyakit yang melibatkan sfingter anorektal. Dalam praktiknya,
manometri anorektal dilaksanakan apabila hasil pemeriksaan klinis, radiologis, dan histologis
meragukan. Pada dasarnya, alat ini memiliki dua komponen dasar yaitu transuder yang
sensitif terhadap tekanan seperti balon mikro dan kateter mikro, serta sistem pencatat seperti
poligraph atau komputer.
Beberapa hasil manometri anorektal yang spesifik bagi penyakit Hirschsprung adalah
hiperaktivitas pada segmen dilatasi, tidak adanya kontraksi peristaltik yang terkoordinasi pada
segmen usus aganglionik, sampling reflex tidak berkembang yang artinya tidak dijumpainya
relaksasi sfingter interna setelah distensi rektum akibat desakan feses atau tidak adanya
relaksasi spontan.
Gambaran Klinis
Ada trias gejala klinis yang sering dijumpai yakni pengeluaran mekonium yang terlambat,
muntah hijau dan distensi abdomen. Pengeluaran mekonium yang terlambat (lebih dari 24
jam pertama) merupakan tanda klinis yang signifikan. Swenson (1973) mencatat angka 94%
dari pengamatan terhadap 501 kasus, sedangkan Kartono mencatat angka 93,5% untuk waktu
24 jam dan 72,4% untuk waktu 48 jam setelah lahir. Muntah hijau dan distensi abdomen
biasanya dapat berkurang ketika mekonium dapat dikeluarkan segera.
Distensi abdomen merupakan manifestasi obstruksi usus dan dapat disebabkan oleh kelainan
lain seperti atresia ileum. Muntah yang berwarna hijau disebabkan oleh obstruksi usus, yang
dapat pula terjadi pada kelainan lain dengan gangguan pasase usus, seperti pada atresia ileum,
enterokolitis netrotikans neonatal, atau peritonitis intrauterine. Enterokolitis merupakan
ancaman komplikasi yang serius bagi penderita penyakit Hirschsprung yang dapat menyerang
pada usia berapa saja namun yang paling tinggi saat usia dua-empat minggu, meskipun sudah
dapat dijumpai pada usia satu minggu. Gejalanya berupa diare, distensi abdomen, feses
berbau busuk, dan disertai demam.
Penatalaksanaan
Sampai pada saat ini, penyembuhan penyakit Hirschsprung hanya dapat dilakukan dengan
pembedahan. Tindakan-tindakan medis dapat dilakukan tetapi untuk menangani distensi
abdomen dengan pemasangan pipa anus atau pemasangan pipa lambung dan irigasi rektum.
Pemberian antibiotika dimaksudkan untuk pencegahan infeksi terutama untuk enterokolitis
dan mencegah terjadinya sepsis. Cairan infus dapat diberikan untuk menjaga keseimbangan
cairan, elektrolit, dan asam basa tubuh.
Penanganan bedah pada umumnya terdiri atas dua tahap yaitu tahap pertama dengan
pembuatan kolostomi dan tahap kedua dengan melakukan operasi definitif. Tahap pertama
dimaksudkan sebagai tindakan darurat untuk mencegah komplikasi dan kematian. Pada
tahapan ini dilakukan kolostomi, sehingga akan menghilangkan distensi abdomen dan akan
memperbaiki kondisi pasien. Tahapan kedua adalah dengan melakukan operasi definitif dengan
membuang segmen yang ganglionik dengan bagian bawah rektum.
Komplikasi
Komplikasi pasca tindakan bedah penyakit Hirschsprung dapat digolongkan atas kebocoran
anastome, stenosis, enterokolitis dan gangguan fungsi sfingter. Enterokolitis telah dilaporkan
sampai 58% kasus pada penderita penyakit Hirschsprung yang diakibatkan oleh karena
iskemia mukosa dengan invasi bakteri dan translokasi. Perubahan-perubahan pada komponen
musin dan sel neuroendokrin, kenaikan aktivitas prostaglandin E1, infeksi Clostridium
difficile atau rotavirus dicurigai sebagai penyebab terjadinya enterokolitis. Pada keadaan yang
sangat berat enterokolitis akan menyebabkan megakolon toksik yang ditandai dengan demam,
muntah hijau, diare hebat, distensi abdomen, dehidrasi dan syok. Terjadinya ulserasi nekrosis
akibat iskemia mukosa diatas segmen aganglionik akan menyebakan terjadinya sepsis,
pnematosis dan perforasi usus.
Infeksi pada penyakit Hirschsprung bersumber pada kondisi obstruksi usus letak rendah.
Distensi usus mengakibatkan hambatan sirkulasi darah pada dinding usus, sehingga dinding
usus mengalami iskemia dan anoksia. Jaringan iskemik mudah terinfeksi oleh kuman, dan
kuman menjadi lebih virulen. Terjadi invasi kuman dari lumen usus, ke mukosa, sub mukosa,
lapisan muscular, dan akhirnya ke rongga peritoneal atau terjadi sepsis. Keadaan iskemia
dinding usus dapat berlanjut yang akhirnya menyebabkan nekrosis dan perforasi. Proses
kerusakan dinding usus mulai dari mukosa, dan dapat menyebabkan enterokilitis.
3. Hackam D.J., Newman K., Ford H.R. 2005. Chapter 38 Pediatric Surgery in:
Schwartz’s PRINCIPLES OF SURGERY. 8th edition. McGraw-Hill. New
York.p.1496-8.
6. Leonidas J.C., Singh S.P., Slovis T.L. 2004. Chapter 4 Congenital Anomalies of
The Gastrointestinal Tract In: Caffey’s Pediatric Diagnostic Imaging 10th
edition. Elsevier-Mosby. Philadelphia.p.148-53.
18