Anda di halaman 1dari 37

REFERAT

TRAUMA HEPAR

Pembimbing :
dr. Hajar Ariyani, Sp.Rad (K) Int

Oleh :
Divi Aditya Romadhona Putra
201910401011046

SMF RADIOLOGI
RSU HAJI SURABAYA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2019
LEMBAR PENGESAHAN
REFERAT
TRAUMA HEPAR

Referat dengan judul “Trauma Hepar” telah diperiksa dan disetujui sebagai salah
satu tugas dalam rangka menyelesaikan studi kepaniteraan Dokter Muda di bagian
Radiologi RSU Haji Surabaya.

Surabaya, Oktober 2019


Pembimbing

dr. Hajar Ariyani, Sp.Rad (K) Int

2
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb,


Segenap puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang selalu
melimpahkan segala rahmat dan hidayahnya maka tugas Referat yang berjudul
“Trauma Hepar” ini dapat diselesaikan dengan baik. Penyusunan tugas ini
merupakan salah satu tugas yang penulis laksanakan selama mengikuti
kepanitraan di SMF Radiologi di RSU haji Surabaya.
Kami mengucapkan terimakasih kepada dr. Hajar Ariyani, Sp.Rad (K) Int,
selaku dokter pembimbing dalam penyelesaian tugas referat ini, terimakasih atas
bimbingan, saran, petunjuk dan waktunya sehingga dapat menyelesaikan tugas ini.
Kami menyadari bahwa penyusunan tugas ini masih jauh dari
kesempurnaan, untuk kritik dan saran selalu kami harapkan. Besar harapan kami
semoga tugas ini bermanfaat bagi pembaca pada umumnya serta penyusun pada
khususnya.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb

Surabaya, Oktober 2019

Penulis

3
BAB I

PENDAHULUAN

Trauma abdomen merupakan jejas atau luka pada organ abdomen akibat

dari suatu trauma. Berdasakan mechanism of injury dapat dibedakan menjadi

trauma tumpul dan trauma tajam. Trauma pada abdomen memiliki angka kejadian

yang berbeda – beda pada setiap organ yang terkena. Pada pasien yang mengalami

trauma tumpul, organ yang paling sering terkena adalah lien (40-55%), hepar (35-

45%), dan usus halus (5-10%), kemudian untuk trauma penetrans organ yang

sering terkena adalah hepar (40%), usus halus (30%), diafragma (20%), dan kolon

(15%) [ CITATION ATL18 \l 1033 ].

Cedera hepar, atau juga dikenal sebagai laserasi hepar merupakan bentuk

trauma pada hepar. Cedera hepar dapat terjadi karena trauma tumpul seperti

kecelakaan lalu lintas atau penetrasi benda asing seperti pisau. Cedera hepar

berkontribusi terhadap 5% dari seluruh jenis trauma, yang membuat cedera hepar

menjadi cedera abdomen yang  paling banyak ditemukan [CITATION Pip10 \l

1033 ].

Lokasi hepar yang berada di anterior serta ukurannya yang paling besar

diantara organ lainnya menyebabkan hepar lebih mudah terkena trauma. Dahulu,

sebagian besar cedera ditatalaksana dengan pembedahan. Namun, beberapa

literatur bedah menyebutkan bahwa sebanyak 86% kasus cedera hepar saat

dilakukan eksplorasi bedah menunjukkan  perdarahan yang berhenti keluar, selain

itu 67% kasus pada trauma tumpul dapat ditatalaksana tanpa

pembedahan[CITATION Pip10 \l 1033 ].

4
Pencitraan seperti ultrasound  dan CT scan merupakan alat bantu diagnosis

yang sering digunakan dan lebih akurat serta sensitif untuk melihat adanya

perdarahan pada organ hepar. Pada tahun 2013, sebuah study menggunakan

ultrasound untuk mengevaluasi trauma abdomen dan menunjukkan bahwa hepar

merupakan organ yang paling rentan terkena injury[CITATION JWa \l 1033 ].

Trauma hepar diklasifikasikan menurut The American Association for the

Surgery (AAST) kedalam grade I-V. Berdasarakan klasifikasi tersebut, grade I-II

dapat disebut sebagai trauma minor hepar, dengan prevalensi sebesar 80-90% dari

semua trauma hepar. Sedangkan pada grade III keatas disebut trauma serius hepar

dengan angka mortalitas sebesar 10%, dan jika pasien mengalami multiple injury,

makan angka mortalitas meningkat menjadi 25%. Manajemen nonoperatif

diindikasikan jika tidak ada cedera pada organ organ abdomen. Sedangkan,

intervensi bedah dibutuhkan pada trauma hepar grade III keatas dimana terdapat

resiko perdarahan atau kekambuhan[ CITATION Dav12 \l 1033 ].

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Hepar merupakan organ terbesar didalam tubuh, menempati hampir

seluruh regio hypochondrica dextra, sebagian besar epigastrium. Trauma pada

hepar bisa menyebabkan cedera pada hepar atau biasa dikenal dengan laserasi

hepar[CITATION Pip10 \l 1033 ].

2.2 Anatomi

Abdomen adalah bagian tubuhyangberbentuk ronggaterletak diantara

toraks dan pelvis. Rongga ini berisi viscera dan dibungkus dinding (abdominal

wall) yang terbentuk dari dari otot-otot abdomen, columna vertebralis, dan ilium.

Untuk membantu menetapkan suatu lokasi di abdomen,yang paling sering dipakai

adalah pembagian abdomen oleh dua buah bidang bayangan horizontal dan dua

bidang bayangan vertikal. Bidang bayangan tersebut membagi dinding anterior

abdomen menjadi sembilan daerah (regiones). Dua bidang diantaranya berjalan

horizontal melalui setinggi tulang rawan iga kesembilan, yang bawah setinggi

bagian atas crista iliaca dan dua bidang lainnya vertikal di kiri dan kanan tubuh

yaitu dari tulang rawan iga kedelapan hingga ke pertengahan ligamentum

inguinale [ CITATION Fra14 \l 1033 ].

Daerah-daerah itu adalah:

1) hypocondriaca dextra

2) epigastrica

6
3) hypocondriaca sinistra

4) lateralis dextra

5) umbilicalis

6) lateralis sinistra

7) inguinalis dextra

8) suprapubis

9) inguinalis sinistra

Gambar 1. Bidang bayang pembagian abdomen

Proyeksi letak organ abdomen yaitu:

1) Hypocondriaca dextra

Meliputi organ: lobus kanan hepar, kantung empedu, sebagian

duodenumfleksura hepatik kolon, sebagian ginjal kanan dan kelenjar suprarenal

kanan.

2) Epigastrica

Meliputi organ: pilorus gaster, duodenum, pankreas dan sebagian hepar.

7
3) hypocondriaca sinistra

Meliputi organ: gaster, lien, bagian kaudal pankreas, fleksura lienalis

kolon, bagian proksimal ginjal kiri dan kelenjar suprarenal kiri.

4) Lateralis dextra

Meliputi organ: kolon ascenden, bagian distal ginjal kanan, sebagian

duodenum dan jejenum.

5) Umbilicalis

Meliputi organ: Omentum, mesenterium, bagian bawah duodenum,

jejenum dan ileum.

6) Lateralis sinistra

Meliputi organ: kolon ascenden, bagian distal ginjal kiri, sebagian jejenum

dan ileum.

7) Inguinalis dextra

Meliputi organ: sekum, apendiks, bagian distal ileum dan ureter kanan.

8) Suprapubis

Meliputi organ: ileum, vesica urinaria dan uterus (pada kehamilan).

9) Inguinalis sinistra

Meliputi organ: kolon sigmoid, ureter kiri dan ovarium kiri [ CITATION

Fra14 \l 1033 ].

PERMUKAAN HEPAR

1. Facies diaphragmatica (facies superior) hepar, ialah permukaan hepar yang

menghadap ke diaphragma, dibedakan atas empat bagian, yaitu pars :

a. Anterior (pars ventralis)

8
b. Superior

c. Posterior

d. Dextra

Di sisi kanan, pars anterior dipisahkan oleh diaphragma dari costae dan

cartilago costae VI-X, sedangkan di sisi kiri dari costae dan cartilago costae VII-

VIII. Seluruhnya tertutup oleh peritoneum, kecuali disepanjang perlekatannya

dengan ligamentum falciforme hepatis [ CITATION Fra14 \l 1033 ].

Bagian dari pars superior dekat jantung mempunyai cekungan yang

dinamakan impresio (fossa) cardiaca. Di sebelah kanan, pars posterior lebar dan

tumpul sedangkan di sebelah kiri tajam. Agak ke kanan bagian tengah terdapat

sulcus venae cavae (ditempati oleh vena cava inferior). Kira – kira 2-3 cm ke

sebelah kiri vena cava inferior terdapat fissura ligamenta vensosi (ditempati oleh

ligamentum venosum arantii). Diantara keduanya terdapat lobus caudatus

[ CITATION Fra14 \l 1033 ].

Di sebelah kanan vena cava inferior terdapat suatu daerah berbentuk

segitiga yang dinamakan impressio suprarenalis. Di sebelah kiri fissura ligamenti

venosi terdapat sulcus oesophagealis yang ditempati oleh antrum cardiacum

oesophagei. Pada pars dorsalis facies diaphragmaticae terdapat suatu bagian yang

tidak tertutup oleh peritoneum dan melekat pada diaphragma melalui jaringan ikat

longgar. Bagian tersebut dinamakan area nuda hepatis (bare area of the liver)

yang dibatasi oleh partes superior et inferior ligamenti coronaria hepatis. Pars

dextra bersatu dengan ketiga bagian lainnya dari facies diaphragmatica

[ CITATION Fra14 \l 1033 ].

9
2. Facies visceralis (fascia inferior) hepar

Cekung dan menghadap ke dorsokaudal kiri, ditandai oleh adanya alur dan

bekas alat yang berhubungan dengan hepar. Facies visceralis tertutup peritoneum

kecuali di tempat vesica fellea. Alur – alur memberikan gambaran seperti huruf

“H” dan dibentuk oleh :

a. Fossae sagitalis dextra et sinistra (kaki huruf “H”)

b. Porta hepatis (bagian yang melintang)

Fossa sagitalis sinistra (fisura longitudinalis) memisahkan lobus dextra dan

lobus sinistra hepatis. Porta hepatis memotong tegak lurus dan membaginya

menjadi dua bagian, yaitu fissura ligamenti teretis dan fossa duktus venosus.

Fisura ligamenti teretis merupakan bagian ventral, ditempati oleh

ligamentum teres hepatis (embriologi berasal dari V. umbilikalis) dan terdapat

diantara lobus quadratus dan lobus sinister hepatis [ CITATION JWa \l 1033 ].

Fossa ductus venosus terdapat dibagian dorsal diantara lobus caudatus an

lobus sinistra hepar. Ditempati oleh ligamentum venosum arantii (embriologik

berasal dari ductus venosus arantii).

Fossa sagitalis dextra dibagi oleh porta hepatis menjadi dua bagian, yaitu

fossa vesiva fellea (dibagian ventral, ditempati oleh vesika fellea) dan fossa vena

cava inferior (di bagian dorsal ditempati oleh ven cava inferior).

Porta hepatis (fissura transversa) panjangnya kira – kira 5 cm,

memisahkan lobus quadratus disebelah ventral serta lobus caudatus dan proc.

caudatus di dorsal. Porta hepatis ditempati oleh:

 Vena porta

10
 Arteri hepatica

 Ductus choledochus

 Nervus hepaticus

 Ductus lymphaticus

Vena porta, arteri hepatica dan ductus choledochus terbungkus oleh

ligamentum hepatoduodenale. Biasanya hepar dianggap mempunyai dua lobi,

yaitu lobus dextra dan lobus sinistra hepar.

a. Lobus Dextra Hepatis

Lobus dextra 6 kali lebih besar daripada lobus sinistra hepatis dan

menempati regio hypocondrica dextra. Pada lobus dextra terdapat lobus quadratus

dan lobus caudatus Spigeli.

Lobus quadratus terdapat diantara vesica fellea dan fissura ligamenti teretis,

batasnya adalah:

Ventral : margo inferior hepar yaitu bagian yang tipis, tajam dan ditandai oleh

adanya incisura ligamenti teretis.

Dorsal : porta hepatis

Kanan : fossa vesica fellea

Kiri : fissura ligamenti teretis

Lobus caudatus Spigeli terdapat pada facies dorsalis lobus hepatis dextra setinggi

vertebrae Th X-XI, batas – batasnya :

Kaudal : porta hepatis

Kanan : fossa venae cava inferior

Kiri : fissura ligamenti venosi

11
Proc. caudatus adalah penonjolan yang menghubungkan lobus caudatus dan lobus

hepatis dextra, membentang miring ke arah lateral dari tepi distal lobus caudatus

ke facies visceralis lobus hepatis dextra disebelah dorsal porta hepatis.

Lobus Sinistra Hepatis

Lebih kecil dan lebih rata dari lobus dextra, terletak di regio epigastrica

dan regio hypochondrica sinistra.

Hepatic Triad

Ductus choledochus, arteri hepatica dan vena porta yang terbungkus di

dalam ligamentum hepato-duodenale di sebelah ventral foramen epiploicum

Winslowi membentuk suatu triad (tiga serangkai) yang dinamakan hepatic triad,

dengan susunan sebagai berikut:

 Ductus choledochus

 Vena porta

 Arteri hepatica

Gambar 2. Anatomi Hepar

Adapun hepar juga dibagi menjadi 8 Segment, yaitu:

12
1. Segmentum Caudatus (Segment I)

2. Segmentum Lateral (Segment II)

3. Segmentum Lateral anterior sinistra (Segment III)

4. Segmentum Medial (Segment IV)

5. Segmentum Antero-medial (Segment V)

6. Segmentum Antero-lateral dextra (Segment VI)

7. Segmentum Postero-lateral (Segment VII)

8. Segmentum Medial posterior (Segment VIII)

Gambar 3. Segment Hepar

LIGAMENTUM HEPATICAE

1. lipatan peritoneum :

13
a. Ligamentum falciforme hepatis

b. Ligamentum coronaria hepatis

c. Ligamentum triangulare dextra

d. Ligamentum triangulare sinistra

2. Peninggalan embrional : ligamentum teres hepatis (dari vena umbilicalis)

Ligamentum falciforme hepatis dibentuk oleh dua lembaran peritoneum yang

menjadi satu ligamentum coronaria hepatis terdiri dari atas dua lembar, lembar

dibagian dorsal berjalan ke ren dan glandula suprarenalis dextra sehingga

dinamakan ligamentum hepato-renalis. Ligamentum triangulare dextra

(ligamentum lateralis dextra) dibentuk oleh kedua lembaran ligamentum

coronaria hepatis. Ligamentum triangulare sinistra (ligamentum lateralis

sinistra) di sebelah kiri berakhir sebagai suatu ikat fibrosa yang kuat yang

dinamakan appendix fibrosa hepatis.

Diantara hepar dan curvatura minor terdapat ligamnetum hepato-gastricum

sedangkan dengan duodenum dihubungkan oleh ligamentum hepato-duodenale.

Hepar difiksasi oleh :

 Ligamentum coronaria hepatis

 Ligamentum triangulare hepatis

 Vena cava inferior

Vascularisasi hepar, yaitu :

 Arteri hepatica

 Vena porta

 Vv. hepaticae

14
Dalam perjalanannya ke dalam parenkim hepar A. Hepatica dan V. Porta

terbungkus didalam capsula fibrosa Glissoni.

Sedangkan persarafan hepar berasal dari :

 Nn. Vagi dextra et sinistra

 Plexus symphaticus coeliacus

Apparatus excretorius hepar adalah salurang yang berhubungan dengan

penyaluran sekresi yang dihasilkan oleh hepar, terdiri atas :

 Ductus hepaticus

 Vesica fellea

 Ductus cysticus

 Ductus choledochus

Ductus hepaticus dibentuk oleh ductus hepaticus dextra dan ductus

hepaticus sinistra, masing – masing berasal dari lobus hepatis dextra dan lobus

hepatis sinistra. Bersama – sama dengan ductus cysticus, ductus hepaticus

membentuk ductus choleduchus.

2.3 Etiologi

Hepar termasuk kedalam organ solid yang berada di dalam cavum

abdomen. Trauma pada organ solid termasuk hepar, dapat disebabkan karena

trauma tumpul maupun trauma tajam [CITATION Pip10 \l 1033 ].

2.2.1 Trauma Tumpul

Suatu tumbukan langsung, seperti kontak dengan stang kemudi mobil,

terhimpit pintu mobil pada waktu kecelakaan, jatuh dari ketinggian, atau cedera

saat olahraga [ CITATION ATL18 \l 1033 ].

15
Trauma tumpul kadang tidak menimbulkan kelainan yang jelas pada

permukaan tubuh, tetapi dapat mengakibatkan cedera berupa kerusakan daerah

organ sekitar, patah tulang iga, cedera perlambatan (deselerasi), cedera kompresi,

peningkatan mendadak tekanan darah, pecahnya viskus berongga, kontusi atau

laserasi jaringan maupun organ dibawahnya [ CITATION ATL18 \l 1033 ].

Mekanisme terjadinya trauma pada trauma tumpul disebabkan adanya

deselerasi cepat dan adanya organ-organ yang tidak mempunyai kelenturan (non

complient organ) seperti hepar, lien, pankreas, dan ginjal. Secara umum

mekanisme terjadinya trauma tumpul abdomen yaitu:

 Saat pengurangan kecepatan menyebabkan perbedaan gerak di antara

struktur. Akibatnya, terjadi tenaga potong dan menyebabkan robeknya

organ berongga, organ padat, organ visceral dan pembuluh darah,

khususnya pada bagian distalorgan yang terkena. Contoh pada aorta distal

yang mengenai tulang torakal mengakibatkan gaya potong pada aorta

dapat menyebabkan ruptur. Situasi yang sama dapat terjadi pada pembuluh

darah ginjal dan pada cervicothoracic junction.

 Isi intra abdominal hancur diantara dinding abdomen anterior dan columna

vertebra atau tulang toraks posterior. Hal ini dapat menyebabkan ruptur,

biasanya terjadi pada organ-organ padat seperti lien, hati, dan ginjal.

 Gaya kompresi eksternal yang menyebabkan peningkatan tekanan intra-

abdomen yang tiba-tiba dan mencapai puncaknya biasanya menyebabkan

ruptur organ berongga. Berat ringannya perforasi tergantung dari gaya dan

luas permukaan organ yang terkena cedera [ CITATION AJS11 \l 1033 ].

16
2.2.2 Trauma Tajam

Trauma tajam abdomen adalahsuatu ruda paksa yang mengakibatkan luka

pada permukaan tubuhdengan penetrasi ke dalam rongga peritoneum yang

disebabkan oleh tusukan benda tajam. Trauma akibat benda tajam dikenal dalam

tiga bentuk luka yaitu: luka iris atau luka sayat (vulnus scissum), luka tusuk

(vulnus punctum) atau luka bacok (vulnus caesum) [ CITATION AJS11 \l 1033 ].

Luka tusuk maupun luka tembak akan mengakibatkan kerusakan jaringan

karena laserasi ataupun terpotong. Luka tembak dengan kecepatan tinggi akan

menyebabkan transfer energi kinetik yang lebih besar terhadap organ viscera,

dengan adanya efek tambahan berupa temporary cavitation, dan bisa pecah

menjadi fragmen yang mengakibatkan kerusakan lainnya. Kerusakan dapat berupa

perdarahan bila mengenai pembuluh darah atau organ yang padat. Bila mengenai

organ yang berongga, isinya akan keluar ke dalam rongga perut dan menimbulkan

iritasi pada peritoneum [ CITATION ATL18 \l 1033 ].

2.4 Epidemiologi

Trauma merupakan sebab kematian dan kecacatan utama pada dewasa

muda dan anak di Amerika Serikat. Berdasarkan statistic the National Center of

Injury Prevention and Control   pada tahun 2000, trauma (disengaja dan tidak

disengaja) merupakan  penyebab utama kematian pada umur 1-44 tahun. Data

review lebih lanjut menunjukkan  bahwa sebanyak 14.113 orang usia 15-25 tahun

meninggal karena trauma yang tidak disengaja, 73% berhubungan dengan

kecelakaan kendaraan bermotor[ CITATION Eri16 \l 1033 ].

17
Satu review dari the National Pediatric Trauma Registry  oleh Cooper et al

melaporkan 8% dari total 25.301 pasien mengalami trauma abdomen. Sementara

itu, apabila berdasarkan mekanisme trauma abdomen, trauma tumpul pada hepar

sebesar 35-45%, sedangkan pada trauma tajam memiliki prevalensi sebesar 40%.

Cedera hepar berkontribusi terhadap 5% dari seluruh jenis trauma, yang membuat

cedera hepar menjadi cedera abdomen yang paling banyak ditemukan [ CITATION

ATL18 \l 1033 ].

2.5 Klasifikasi

Berdasarkan AAST (American Association for the Surgery of Trauma)

tahun 2018, trauma hepar dibedakan menjadi 5 grade, yaitu [ CITATION Ame18 \l

1033 ]:

1. Grade I

Laceration <1 cm depth

Subcapsular hematoma <1 cm diameter

2. Grade II

Laceration 1-3 cm depth

Subcapsular or central hematoma 1-3 cm diameter

3. Grade III

Laceration 3-10 cm depth

Subcapsular or central hematoma 3-10 cm diameter

4. Grade IV

Laceration >10 cm depth

Subcapsular or central hematoma >10 cm diameter

18
Lobar maceration or devascularization

5. Grade V

Bilobar tissue maceration or devascularization

2.6 Diagnosis

2.6.1 Anamnesis

Secara umum, jangan menanyakan riwayat lengkap hingga cidera yang

mengancam nyawa teridentifikasi dan mendapatkan penatalaksanaan yang sesuai.

AMPLE sering digunakan untuk mengingat kunci dari anamnesis, yaitu Allergies,

Medications, Past medical history, Last meal or other intake, Events leading to

presentation [ CITATION AJS11 \l 1033 ].

Udeani & Seinberg (2011) menyatakan bahwa faktor penting yang

berhubungan dengan pasien trauma tumpul abdomen, khususnya yang

berhubungan dengan kecelakaan kendaraan bermotor perlu digali lebih lanjut,

baik itu dari pasien, keluarga, saksi, ataupun polisi dan paramedis. Hal-hal

tersebut mencakup:

a. Proses kecelakaan dan kerusakan kendaraan

b. Waktu pembebasan (evakuasi) yang dibutuhkan

c. Apakah pasien meninggal

d. Apakah pasien terlempar dari kendaraan

e. Bagaimana fungsi peralatan keselamatan seperti sabuk pengaman dan

airbags

f. Apakah pasien dalam pengaruh obat atau alcohol

19
g. Apakah ada cidera kepala atau tulang belakang

h. Apakah ada masalah psikiatri [CITATION JUd11 \l 1033 ].

2.6.2 Pemeriksaan Fisik

Lakukan penilaian Primary Survey (Airway, Breathing, Circulation,

Disability, dan  Exposure) tanda-tanda vital (tekanan darah, frekuensi nadi, suhu

tubuh, frekuensi nafas), status generalis (kepala, mata, hidung, mulut, leher,

thorax, abdomen, ekstremitas), dan pemeriksaan defisit neurologis pada pasien

trauma. Selanjutnya lakukan penilaian Secondary Survey ( Allergy, Medication,

Past  Illnesses, Last Meal, dan Event.)

Kemudian, pada pemeriksaan fisik abdomen dapat ditemukan sebagai berikut:

 Inspeksi

Periksa perut depan dan belakang, dan juga bagian bawah dada dan

perineum, harus diperiksa untuk goresan, robekan, luka, benda asing yang

tertancap serta status hamil. Penderita dapat dibalikkan dengan hati –  hati untuk

mempermudah pemeriksaan lengkap.

 Palpasi

  Nyeri tekan, defans, kekakuan atau nyeri lepas lokal atau umum

menandakan trauma peritoneum.  Krepitasi atau ketidakstabilan costae  bagian

bawah menandakan trauma hepar.

 Perkusi

20
Perkusi pada pemeriksaan abdomen digunakan untuk melihat adanya

asites. Pada pasien dengan peritonitis perkusi didapat hipertimpani.

 Auskultasi

Penurunan bising usus pada peritonitis serta temuan continuous bruit  pada

pasien dengan trauma tajam abdomen [ CITATION JWa \l 1033 ].

2.6.3 Pemeriksaan Penunjang

1. ULTRASONOGRAFI - FAST

Ultrasonografi (US) pertama kali digunakan pada pasien trauma di Eropa

tahun 1970-an. Sejak tahun 1980-an di Amerika, penggunaan US pada trauma

telah digunakan secara luas . Tujuan pemeriksaan FAST adalah untuk mendeteksi

cairan bebas intraperitoneal dan pericardial dalam kasus trauma. US merupakan

pemeriksaan yang murah, cepat dan dapat diulang, seta mempunyai spesifisitas

lebih tinggi untuk laparotomi terapeutik. US dapat mendeteksi minimal 250 mL

cairan bebas Morisson’s pouch. Sensitifitas FAST untuk mendeteksi cairan bebas

intraperitoneal dari berbagai penelitian adalah 64-98%, sedangkan spesifisitasnya

86-100%. Variasi yang besar dalam hasil tersebut disebabkan adanya perbedaan

tingkat pengalaman operator (sonografer berpengalaman, ahli radiologi, ahli

bedah dan residen) dan standar referensi yang digunakan [ CITATION WuY16 \l

1033 ] .

FAST umumnya digunakan untuk metode imejing diagnostik pada pasien

dengan trauma abdomen, namun diagnosis cedera organ solid abdomen sangat

terbatas. Kecepatan sangat penting karena jika perdarahan intraabdominal ada,

probabilitas kematian akan meningkat sekitar 1% tiap 3 menit penundaan

21
dilakukannya intervensi.Tempat akumulasi cairan jika ada cedera organ solid,

adalah : Hepatorenal recess (Morisson’s pouch), Splenorenal recess, Paracolic

gutter, Retrovesical pouch (pada pria) dan Pouch of Dauglas (pada wanita).

Keuntungan FAST yang paling penting yaitu US merupakan metode

imejing bedside yang cepat dan dapat diintegrasikan dalam resusitasi.

Kemampuan ini sangat membantu terutama pada pasien dengan hemodinamik

yang tidak stabil dimana ahli bedah traumatologi dapat membuat keputusan

klinikyang cepat. Sebagai tambahan, US bersifat non-ionisasi dan tidak

menggunakan kontras nefrotoksik sehingga merupakan prosedur tindakan yang

aman [CITATION Pip10 \l 1033 ].

USG digunakan pada penderita dengan hemodinamik stabil atau tidak

stabil. USG secara luas untuk evaluasi trauma abdomen terutama trauma

pediatrik. Dengan menggunakan mesin USG dengan resolusi tinggi, maka

pemeriksaan ini lebih cepat, murah, dan bersifat relatif organ spesifik, bersifat

”portable” dan bisa digunakan di ruangan saat resusitasi berlangsung. Keakuratan

pemeriksaan USG tergantung pemeriksanya (”more operator dependent”). Faktor

yang mempengaruhi penggunaannya adalah obesitas, adanya udara subkutan

ataupun bekas operasi abdomen sebelumnya [CITATION Pip10 \l 1033 ].

TEKNIK PEMERIKSAAN

1. Posisi pasien

Posisi pasien sebaiknya diperiksa dalam posisi supine. posisi lain

(Trendelenburg, dan dekubitus) dapat memfasilitasi penyatuan cairan di

22
daerah tergantung, sehingga berpotensi meningkatkan hasil deteksi, dan harus

dipertimbangkan jika izin skenario klinis.

2. Transduser (Probe)

Pemilihan Probe tergantung pada ukuran pasien. Untuk orang dewasa yang

khas, penetrasi gelombang suara harus minimal 20 cm, oleh karena itu

digunakan 2,5-5 MHz, bentuk melengkung pada Probe ini memungkinkan

medan pandang jauh lebih luas tetapi memiliki resolusi yang terbatas. Pada

pasien anak, Probe curvilinier dengan frekuensi tinggi memiliki resolusi yang

lebih baik dan masih dapat menghasilkan gelombang suara dengan penetrasi

kedalaman yang memadai.

Gambar 4. Teknik pemeriksaan FAST pada abdomen

DAERAH PEMERIKSAAN

FAST scan terdiri dari 6 posisi dasar dalam mendeteksi ada atau tidaknya

cairan pada rongga peritoneum dan pericardium. Mampu mendeteksi lebih dari

23
100-250 ml cairan bebas. CT scan sebagai pembandingnya mampu mendeteksi

lebih dari kira-kira 100 ml cairan bebas dalam rongga abdomen.

Untuk mencari cairan abnormal “transduser” ditempatkan pada :

1. Subcostal atau Subxiphoid

2. Right Upper Quadrant (kuadran kanan atas)

3. Left Upper Quadrant (kuadran kiri atas)

4. Paracolic gutter

5. Regio Pelvis

24
Gambar 5.. Daerah pemeriksaan

Regio abdomen pada pemeriksaan FAST dan Posisi Transduser pada

Pemeriksaan dasar FAST

FAST view pada abdomen

1. Right Upper Quadrant view (Kuadran kanan atas) menilai Hepatorenal

recess (Morisson’s pouch )

Probe diposisikan di garis axilaris anterior kanan pada intercosta 7-9,

posisi probe marker kearah kepala, sagital terhadap tubuh. Tampilannya harus

menunjukkan hati, ginjal dan diafragma. Hepatorenal recess (Morisson’s

pouch) adalah ruang potensial yang terletak d kuadran kanan atas diantara

kapsul Glisson dari hepar dan fascia Gerota dari ginjal kanan. Dalam keadaan

normal, tidak terdapat cairan diantara organ tersebut, dan fascia tampak

sebagai garis hiperekhoik yang memisahkan hepar dan ginjal.

Gambar 6. US FAST Normal pada Hepatorenal recess (Morisson’s pouch)


pada kuadran kanan atas.

25
Gambar 7. US FAST Abnormal pada Hepatorenal recess: adanya celah
berwarna hitam yang berada diantara dua organ menunjukkan adanya cairan
bebas dalam rongga peritoneum.

Gambaran yang dapat mengimitasi pneumoperitoneum meliputi

bayangan sebuah costa, artifak ring-down dari paru yang terisi udara, dan

udara kolon anterior yang interposisi terhadap liver. Udara di kuadran kanan

atas dapat keliru dengan kolesistitis emfisematosa, kalsifikasi mural,

kalsifikasi vesika fellea, vesika fellea porselen, adenomiosis, udara di dalam

abses, tumor, udara bilier, atau udara di dalam vena porta. Udara

intraperitoneal sering sulit dideteksi daripada udara di lokasi abnormal karena

udara intralumen di sekitar.Namun, bahkan sejumlah kecil udara bebas dapat

dideteksi secara anterior atau anterolateral diantara dinding abdomen dan

dekat liver, dimana lingkaran usus biasanya tidak ditemukan. Sulit untuk

membedakan udara ekstralumen dengan udara intramural atau intraluminal

26
[ CITATION Eri16 \l 1033 ].

Gambar 8. USG Kuadran Kanan Atas

Gambar 9. USG abdomen pada laki laki 35 tahun dengan trauma tumpul hepar.
Ditemukan bayangan hiperekoik pada lateral kanan hepar yang menunjukkan
hematoma subcapsularis

KEUNGGULAN PEMERIKSAAN USG FAST

1. Pemeriksaan USG bisa dikerjakan oleh dokter “emergency” maupun residen

bedah.

2. Pemeriksaan cepat hanya berkisar 2 menit.

3. Tidak mahal, non-invasif, dan sangat portabel.

4. Bersifat non-ionisasi dan tidak menggunakan kontras.

5. Dapat menilai toraks, dan rongga retro peritoneal disamping rongga

peritoneum.

27
6. Pemeriksaan serial dapat mendeteksi perdarahan yang terus berlangsung dan

meningkatkan ketepatan diagnostik.

KEKURANGAN PEMERIKSAAN USG FAST

1. Untuk mendapatkan hasil positif diperlukan cairan intraperitoneal minimal 70

cc dibandingkan DPL yang hanya 20 cc.

2. Akurasinya tergantung pada kemampuan operator atau pembaca hasil dan

turun akurasinya bila pernah operasi abdomen.

3. Secara teknik sulit pada pasien yang tidak suportif/ gelisah, pada pasien yang

terlalu gemuk atau adanya emfisema subkutis yang masif, dan pada pasien

dengan kehamilan dari trimester 3.

4. Sensitifitasnya rendah untuk perforasi usus halus dan cedera pancreas.

5. Tidak dapat mendeteksi secara langsung adanya perdarahan aktif dan asal

perdarahan tersebut.

6. Meskipun bekuan darah memberikan gambaran yang khas, tapi FAST tidak

dapat dengan tepat menentukan jenis cairan bebas intraperitoneal.

2. CT SCAN ABDOMEN

CT merupakan kriteria standar untuk mendeteksi pneumoperitoneum, yang

lebih sensitif dibanding foto polos abdomen. Namun, CT tidak selalu dibutuhkan

jika dicurigai pneumoperitoneum dan lebih mahal dan memiliki efek radiasi yang

besar.  CT berguna untuk mengidentifikasi bahkan sejumlah kecil udara

intraluminal, terutama ketika temuan foto polos abdomen tidak spesifik. CT

kurang terpengaruh oleh posisi pasien dan teknik yang digunakan. Namun, CT

28
tidak selalu dapat menbedakan antara pneumoperitoneum yang disebabkan oleh

kondisi benigna atau kondisi lain yang membutuhkan operasi segera.

Pneumoperitoneum dengan udara di anterior kadang sulit dibedakan dengan udara

pada usus yang dilatasi. Sebagai tambahan, dengan CT sulit untuk melokalisasi

perforasi, adanya udara bebas pada peritoneum merupakan temuan nonspesifik.

Hal ini dapat disebabkan oleh perforasi usus, paska operasi, atau dialisis

peritoneal [ CITATION Eri16 \l 1033 ].

Pada posisi supine, udara yang terletak di anterior dapat dibedakan dengan

udara di dalam usus.Jika ada perforasi, cairan inflamasi yang bocor juga dapat

diamati di dalam peritoneum.Penyebab perforasi kadang dapat didiagnosis

[ CITATION Eri16 \l 1033 ].

Pada CT dan radiologi konvensional, kontras oral digunakan untuk

mengopasitaskan lumen GIT dan memperlihatkan adanya kebocoran.Pemeriksaan

kontras dapat mendeteksi adanya kebocoran kontras melalui diniding usus yang

mengalami perforasi; namun, dengan adanya ulkus duodenum perforasi dengan

cepat ditutupi oleh omentum sehingga bisa tidak terjadi ekstravasasi kontras.

Keuntungan CT scan adalah :

Kemampuannya menentukan organ spesifik yang mengalami trauma.

Penanganan konservatif modern dari trauma yang tidak mengancam jiwa (non life

threatening injuries) pada hepar dan limpa, CT scan mampu untuk menunjukkan

seberapa besar kerusakan organ dengan pemeriksaan CT serial. Disamping itu CT

mampu mendiagnosa trauma intraperitoneal atau retroperitoneal, dan bersifat non-

invasive, dan tidak berkomplikasi [CITATION Pip10 \l 1033 ].

29
Kelemahan CT scan adalah :

Memerlukan waktu mulai dari transport, pemeriksaan dan interpretasi

hasil yang didapat, meskipun dilakukan oleh spesialis trauma akan memakan

waktu 1 jam. Sehingga dengan tertundanya (delayed) diagnosa berpotensi untuk

mengancam jiwa. Disamping itu CT scan membutuhkan ”specialist personel” dan

”spesialist equipment”. CT scan tidak mampu mendiagnosa organ berongga

terutama perforasi, walaupun hal ini bisa diatasi dengan pemakaian media kontras

[ CITATION Pip10 \l 1033 ].

Grade I

- Subcapsular hematoma<1cm,

- Superficial laceration<1cm deep

Grade II

- Parenchymal laceration 1-3cm deep.

- Subcapsular hematoma1-3 cm thick.

30
Grade III

- Parenchymal laceration> 3cm deep

- Subcapsular hematoma> 3cm diameter

Grade IV

- Parenchymal/supcapsular hematoma> 10cm in diameter

- Destruksi lobus hepar

Grade V

31
- Global destruction or devascularization of the liver.

2.7 Penatalaksanaan Trauma Hepar

Tatalaksana yang utama pada trauma hepar adalah memperbaiki Airway,

Breathing, Circulation. kemudian dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu non-

operatif dan operatif:

 Penatalaksanaan Non-Operatif

Merupakan pilihan pertama pada penderita dengan hemodinamik stabil.

Angka keberhasilan yang tinggi tidak tergantung pada derajat keparahan

berdasarkan CT scan, atau derajat hemoperitoneum yang terjadi. Keuntungan dari

penatalaksanaan non-operatif adalah menghindari terjadinya laparotomi non-

terapetik beserta komplikasinya, mengurangi kebutuhan transfusi, dan komplikasi

intra-abdominal yang lebih sedikit [ CITATION WuY16 \l 1033 ].

CT abdomen merupakan studi yang paling sensitif dan spesifik dalam

mengidentifikasi dan menentukan derajat kerusakan hepar dan lien. Adanya

kontras yang bebas atau perdarahan yang sedang  berlangsung merupakan indikasi

untuk angiografi dan embolisasi [ CITATION WuY16 \l 1033 ].

32
Penatalaksanaan non-operatif meliputi observasi tanda vital,  pemeriksaan

fisik, dan nilai laboratorium yang dilakukan secara serial. Bila salah satu

memburuk, maka hal tersebut merupakan indikasi untuk intervensi pembedahan.

 Penatalaksanaan Operatif

Tatalaksananya meliputi tiga upaya dasar, yaitu mengatasi  perdarahan,

mencegah infeksi dengan debrideman jaringan hati yang avaskuler dan

penyaliran, serta rekonstruksi saluran empedu. P e n g h e n t i a n untuk

sementara waktu dilakukan dengan cara  penekanan

manual langsung daerah yang berdarah dengan t a m p o n , a t a u

d e n g a n k l e m v a s k u l e r a t r a u m a t i c

d i d a e r a h foramen winslow. Penutupan

ligamentum hepatoduodenale di dinding foramen

w i n s l o w d e n g a n j a r i a t a u k l e m v a s k u l e r , y a n g disebut perasat

Pringle menyebabkan a. hepatika dan v. porta tertutup sama sekali. Jaringan hati

dapat menahan keadaan iskemia sampai 60 menit apabila dilakukan oklusi itu.

Waktu tersebut umumnya cukup untuk melakukan resusitasi dan menghentikan

perdarahan secara definitive [ CITATION WuY16 \l 1033 ].

Upaya kedua adalah mencegah atau mengatasi infeksi dengan memasang

penyalir ektern karena penyebab infeksi adalah kebocoran empedu dan jaringan

nekrotik. Kadang di pasang penyalir T ke dalam duktus koledokus dengan tujuan

dekompresi dan mencegah pembuntuan akibat edema.

33
Upaya ketiga adalah rekonstruksi saluran empedu. Karena kerusakan

empedu yang besar tidak mungkin sembuh spontan maka tempat kebocoran harus

dicar dan dilakukan rekonstruksi [ CITATION WuY16 \l 1033 ].

2.8 Komplikasi

Insidensi komplikasi keseluruhan pada cedera hepar adalah < 7% namun

dapat menjadi sebesar 15% - 20% pada grade trauma hepar tinggi. Laserasi

parenkim yang dalam dapat menyebabkan fistula bilier atau formasi biloma. Pada

fistula bilier, empedu dapat keluar bebas kedalam cavum abdomen atau cavum

toraks. Fistula bilier dapat diterapi dengan dekompresi bilier melalui  Endoscopic

Retrograde Cholangiopancreatography (ERCP). Sementara itu, biloma adalah

suatu kumpulan abses karena empedu. Biloma dapat diterapi dengan drainase

perkutaneus [ CITATION Eri16 \l 1033 ].

Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Miklosh Bala dkk menyebutkan

bahwa 22 dari 46 pasien mengalami komplikasi akibat trauma hepar. Komplikasi

yang ditemukan adalah kebocoran empedu (11 pasien), formasi biloma (5 pasien),

perdarahan berulang (4  pasien), abses intrahepar (1 pasien), kolesistitis akut (1

pasien) dan kegagalan hepar (2  pasien).

Abses terbentuk pada 3 –  5 % trauma yang sering disebebkan akibat

jaringan yang terpapar oleh empedu. Diagnosis dapat ditegakkan pada pasien yang

merasakan nyeri, temperatur yang meningkat, serta peningkatan lekosit pada

beberapa hari setelah cedera yang dikonfirmasi melalui CT scan. Abses dapat

diterapi dengan drainase  perkutaneus, namun laparotomi dapat diperlukan bila

manajemen perkutaneus gagal [ CITATION Eri16 \l 1033 ].

34
2.9 Prognosis

Prognosis trauma hepar bergantung pada seberapa besar grade pada

pasien. Pasien dengan trauma hepar grade 3 keatas dapat dikatakan sebagai

trauma hepar serius, dimana angka mortalitasnya sebesar 10%, dan jika pasien

memiliki cedera multiple, angka mortalitas dapat meningkat menjadi 25%.

Trauma hepar serius yang bersamaan dengan cedera pada vena cava parahepatic

dengan angka mortalitas diatas 50%. Diagnosis dini, penilaian tepat, penanganan

syok yang cepat, rencana penatalaksanaan yang optimal serta fungsi organ yang

masih baik merupakan factor yang berpengaruh terhadap penurunan angka

mortalitas dan perbaikan dalam penatalaksanaan [ CITATION Eri16 \l 1033 ].

BAB III

KESIMPULAN

Trauma pada abdomen memiliki angka kejadian yang berbeda – beda pada

setiap organ yang terkena. Pada pasien yang mengalami trauma tumpul, organ

yang paling sering terkena adalah hepar (35-45%) kemudian untuk trauma

penetrans organ yang sering terkena adalah hepar (40%).

Diagnosis trauma hepar dapat ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan

fisik, dan pemeriksaan penunjang. Pada pemeriksaan penunjang, dapat dilakukan

USG FAST untuk mengetahui adanya cairan bebas di peritoneum. Pada

pemerikssan penunjang ini dapat menentukan grading dari trauma hepar, yang

menurut AAST dibedakan menjadi grade I-V.

35
Penatalaksanaan pada kasus trauma hepar adalah memperbaiki terlebih

dahulu airway, breathing, dan circulation. Apabila sudah diperbaiki, terdapat 2

macam tatalaksana yaitu dengan non-operatif maupun operatif.

36
DAFTAR PUSTAKA

American Association for the Surgery Trauma, 2018. Liver Injury. New York:
Elseiver.

ATLS, 2018. Advance Trauma Life Support. Chicago: American College of


Surgeons.

Legone, E. L., 2016. Blunt Abdominal Trauma. Emedicine.

Netter, F. H., 2014. Atlas of Human Anatomy. 6th ed. Philadelphia: Elseiver.

Piper, G. & Peitzman, A., 2010. Current Managementof Hepatic Trauma. The
Surgical Clinics of North America.

Sabistan, D. C., 2012. Sabistan Textbook of Surgery : The Biological Basis of


Modern Surgical Practice. Canada: Elseiver.

Salomone, A. J. & Salomone, J. P., 2011. Emergency Medicine: Abdominal Blunt


Trauma. Emedicine.

Udeani, J. & Steinberg, R. S., 2011. Blunt Abdominal Trauma. Emedicine.

Ward, J., L, A. & AB, P., 2015. Management of Blunt Liver Injury. European
Journal Trauma Emergency Surgery.

Yu, W. Y., 2016. Treatment Strategy for Hepatic Trauma. Chinese Journal of
Traumatology.

37

Anda mungkin juga menyukai