Anda di halaman 1dari 27

DEPARTEMEN ILMU RADIOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA


Jl. Mayjen Sutoyo No.2, Cawang, Jakarta 13650 1

BAB I
PENDAHULUAN

Trauma merupakan suatu masalah kesehatan yang cukup serius karena terjadi pada
kalangan usia muda.1 Trauma merupakan penyebab kematian ke-3 di dunia, setelah penyakit
kardiovaskular dan kanker dan merupakan penyebab utama kematian pada individu dengan usia
prduktif yaitu usia dibawah 40 tahun.2 Trauma abdomen merupakan salah satu penyebab
kematian ke-3 pada pasien trauma dan dapat ditemukan sekitar 7–10% dari jumlah seluruh
kasus trauma.3 Klasifikasi trauma abdomen yaitu trauma tajam (penetrans) dan trauma tumpul
(non penetrans).4 Angka kejadian trauma tumpul abdomen didapatkan sekitar 80% dari
keseluruhan trauma abdomen.1
Di Eropa, trauma tumpul abdomen terjadi sekitar 80% dari keseluruhan trauma
abdomen. Di Indonesia, penyebab cedera secara umum disebabkan oleh kecelakaan sepeda
motor dan jatuh dengan prevalensi cedera tertinggi didapatkan pada kelompok usia 15 – 24
tahun.5 Data tahun 2015 di RS Sanglah, dari 2755 tindakan di ruang operasi, 720 kasus
berkaitan cedera kepala, 455 kasus berkaitan dengan fraktur ekstremitas, dan 64 kasus berkaitan
trauma abdomen.6
Pada trauma abdomen, cedera organ intra abdomen yang didapatkan umumnya
merupakan organ solid, terutama lien dan hepar dimana kedua organ ini dapat menyebabkan
perdarahan intra abdomen. Sedangkan untuk organ berongga cukup jarang terjadi, dan
seringnya dihubungkan dengan seat-belt atau deselerasi kecepatan tinggi.1,7
Seringkali gejala dan tanda pada trauma abdomen tidak jelas dan signifikan, sehingga
menyebabkan miss diagnosis. Hal ini dapat mengarah pada pengembangan morbiditas jangka
panjang dan tingkat kematian yang tinggi. Diagnosis yang cepat pada cedera abdomen
merupakan langkah yang penting untuk penatalaksanaan selanjutnya untuk mencegah
morbiditas dan mortalitas kasus trauma abdomen.8 Radiologi telah membuat dampak yang
signifikan pada kehidupan pasien trauma dengan membedakan pasien yang dapat dikelola
secara konservatif dari mereka yang membutuhkan intervensi bedah atau lainnya, dan dengan
membantu mengarahkan intervensi yang paling tepat bagi mereka yang membutuhkannya.
DEPARTEMEN ILMU RADIOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
Jl. Mayjen Sutoyo No.2, Cawang, Jakarta 13650 2

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Trauma Abdomen


Trauma abdomen adalah trauma yang melibatkan daerah antara diafragma pada bagian
atas dan pelvis pada bagian bawah. Trauma abdomen dibagi menjadi dua tipe yaitu trauma
tumpul abdomen dan trauma tembus abdomen.1

2.2. Anatomi Abdomen


Abdomen adalah bagian tubuh yang berbentuk rongga terletak diantara toraks dan pelvis.
rongga ini berisi viscera dan dibungkus dinding abdomen yang terbentuk dari dari otot
abdomen, columna vertebralis, dan tulang ilium. Untuk membantu menetapkan suatu lokasi di
abdomen, yang paling sering dipakai adalah pembagian abdomen oleh dua buah bidang
bayangan horizontal dan dua bidang bayangan vertikal. Bidang bayangan tersebut membagi
dinding anterior abdomen menjadi sembilan daerah (regiones). Dua bidang diantaranya
berjalan horizontal melalui setinggi tulang rawan iga kesembilan, yang bawah setinggi bagian
atas crista iliaca dan dua bidang lainnya vertikal di kiri dan kanan tubuh yaitu dari tulang rawan
iga kedelapan hingga ke pertengahan ligamentum inguinale. Regio abdomen tersebut adalah:
1) hypocondriaca dextra, 2) epigastrica, 3) hypocondriaca sinistra, 4) lumbalis dextra, 5)
umbilical, 6) lumbalis sinistra, 7) inguinalis dextra, 8) pubica/hipogastrica, 9) inguinalis
sinistra.9
1. Hypocondriaca dextra meliputi organ : lobus kanan hati, kantung empedu, sebagian
duodenum fleksura hepatik kolon, sebagian ginjal kanan dan kelenjar suprarenal kanan.
2. Epigastrica meliputi organ: pilorus gaster, duodenum, pankreas dan sebagian dari hepar.
3. Hypocondriaca sinistra meliputi organ: gaster, limpa, bagian kaudal pankreas, fleksura
lienalis kolon, bagian proksimal ginjal kiri dan kelenjar suprarenal kiri.
4. Lumbalis dextra meliputi organ: kolon ascenden, bagian distal ginjal kanan, sebagian
duodenum dan jejenum.
5. Umbilical meliputi organ: Omentum, mesenterium, bagian bawah duodenum, jejenum
dan ileum.
6. Lumbalis sinistra meliputi organ: kolon ascenden, bagian distal ginjal kiri, sebagian
jejenum dan ileum.
DEPARTEMEN ILMU RADIOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
Jl. Mayjen Sutoyo No.2, Cawang, Jakarta 13650 3

7. Inguinalis dextra meliputi organ: sekum, apendiks, bagian distal ileum dan ureter kanan.
8. Pubica/Hipogastric meliputi organ: ileum, vesica urinaria dan uterus (pada kehamilan).
9. Inguinalis sinistra meliputi organ: kolon sigmoid, ureter kiri dan ovarium kiri.

Gambar 1. Anatomi Regio Abdomen

Dengan mengetahui proyeksi organ intra-abdomen tersebut, dapat memprediksi organ


mana yang kemungkinan mengalami cedera jika dalam pemeriksaan fisik ditemukan kelainan
pada daerah atau regio tersebut.9
Untuk kepentingan klinis rongga abdomen dibagi menjadi tiga regio yaitu : rongga
peritoneum, rongga retroperitoneum dan rongga pelvis. rongga pelvis sebenarnya terdiri dari
bagian dari intraperitoneal dan sebagian retroperitoneal. Rongga peritoneal dibagi menjadi dua
yaitu bagian atas dan bawah. rongga peritoneal atas, yang ditutupi tulang tulang toraks,
termasuk diafragma, liver, lien, gaster dan kolon transversum. Area ini juga dinamakan sebagai
komponen torako-abdominal dari abdomen. Sedangkan rongga peritoneal bawah berisi usus
halus, sebagian kolon ascenden dan descenden, kolon sigmoid, caecum, dan organ reproduksi
pada wanita.10
Rongga retroperitoneal terdapat di abdomen bagian belakang, berisi aorta abdominalis,
vena cava inferior, sebagian besar duodenum, pancreas, ginjal, dan ureter, permukaan
paskaerior kolon ascenden dan descenden serta komponen retroperitoneal dari rongga pelvis.
DEPARTEMEN ILMU RADIOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
Jl. Mayjen Sutoyo No.2, Cawang, Jakarta 13650 4

Sedangkan rongga pelvis dikelilingi oleh tulang pelvis yang pada dasarnya adalah bagian
bawah dari rongga peritoneal dan retroperitoneal. Berisi rektum, kandung kencing, pembuluh
darah iliaka, dan organ reproduksi interna pada wanita.9
2.2.1 Vaskularisasi Viscera Abdomen11
Aorta abdominalis turun pada bidang median sepanjang corpus vertebrae, bercabang
menjadi tiga cabang arteri besar yaitu Truncus coeliacus yang mendarahi organ-organ abdomen
atas, dan Aa. Mesentrica superior dan inferior yang mendarahi intestinum.
a. Truncus coeliacus terbagi menjadi tiga arteri utama yang mendarahi viscera di epigastrium
(gaster, duodenum, hepar, vesical biliaris, pankreas dan lien). Cabang utama yaitu A.
gastrica sinistra yang beranostomosis dengan A. gastrica dekstra pada curvature minor dan
mendarahi gaster. Cabang kedua yaitu A. hepatica communis yang berjalan ke sisi kanan
dan terbagi menjadi:
- A. hepatica propria yang bercabang menjadi A. gastrica dextra dan mendarahi hepar
dan vesica biliaris (a. cystica)
- A. gastroduodenalis: beranostomosis dengan A. pancreaticoduodenalis inferior dari A.
mesenterica superior untuk mendarahi caput pankreas dan duodenum.
Cabang ketiga yaitu a. splenica yang berjalan ke sisi kiri inferior untuk mendarahi limpa.
b. A. mesenterica superior bercabang-cabang menjadi: Aa. jejunales dan Aa. ileales ke sisi
kiri yang mendarahi jejunum dan ileum, A. colica media yang akan beranastomosis dengan
A. colica sinistra dari A. mesenterica inferior (anastomosis RIOLAN) untuk mendarahi
colon transversum dan colon descendens, A. colica dextra yang mendarahi colon
ascendens, dan A. ileocolica ke sisi kanan yang mendarahi ileum terminal, sekum dan
sebagian colon ascendens.
c. A. mesenterica inferior bercabang menjadi: A. colica sinistra, Aa. sigmoideae yang
mendarahi colon sigmoideum, dan A. rectalis superior yang mendarahi rectum.
DEPARTEMEN ILMU RADIOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
Jl. Mayjen Sutoyo No.2, Cawang, Jakarta 13650 5

Gambar 2. Pendarahan Arteri Gastrointestinal

V. mesenterica inferior bermuara ke dua vena yaitu V. mesenterica superior dan V. splenica,
lalu kedua vena ini bermuara ke V. portae hepatis. Vena portae hepatis ini mengumpulkan
semua darah balik dari organ-organ intraabdomen yang bermuara ke V. Cava inferior dan akan
bermuara langsung ke jantung.

Gambar 3. Pendarahan Vena Gastrointestinal


DEPARTEMEN ILMU RADIOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
Jl. Mayjen Sutoyo No.2, Cawang, Jakarta 13650 6

2.3. Klasifikasi Trauma Abdomen


Kecelakaan atau trauma yang terjadi pada abdomen, umumnya banyak diakibatkan oleh
trauma tumpul. Trauma pada abdomen disebabkan oleh 2 kekuatan yang merusak, yaitu :12
1. Paksaan /benda tumpul
Merupakan trauma abdomen tanpa penetrasi ke dalam rongga peritoneum. Luka tumpul
pada abdomen bisa disebabkan oleh jatuh, kekerasan fisik atau pukulan, kecelakaan
kendaraan bermotor, cedera akibat berolahraga, benturan, ledakan, deselarasi, kompresi
atau sabuk pengaman. Lebih dari 50% disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas.
2. Trauma tembus
Merupakan trauma abdomen dengan penetrasi ke dalam rongga peritoneum. Luka tembus
pada abdomen disebabkan oleh tusukan benda tajam atau luka tembak.

2.4. Patofisiologi Trauma Abdomen


Mekanisme terjadinya trauma sangat penting diketahui untuk menilai besarnya energi
trauma yang mengenai pasien. Trauma tumpul abdomen merupakan trauma yang mengenai
abdomen yang disebabkan oleh trauma dengan energi yang tinggi. Pada trauma tumpul
abdomen, cedera organ intra abdomen yang didapatkan umumnya merupakan organ solid,
terutama limpa dan hati dimana kedua organ ini dapat menyebabkan perdarahan intra abdomen.
Sedangkan untuk organ berongga cukup jarang terjadi, dan seringnya dihubungkan dengan
seat-belt atau deselerasi kecepatan tinggi. Kunci sukses penanganan trauma tumpul abdomen
adalah kewaspadaan yang tinggi adanya cedera intra-abdomen pada setiap pasien trauma,
sehingga bisa mendeteksi sedini mungkin adanya cedera intaabdomen.13
Patofisiologi cedera intra-abdomen pada trauma tumpul abdomen berhubungan dengan
mekanisme trauma yang terjadi. Pasien yang mengalami trauma dengan energi yang tinggi akan
mengalami goncangan fisik yang berat sehingga menyebabkan cedera organ. Ada beberapa
mekanisme cedera pada trauma tumpul abdomen yang dapat menyebabkan cedera organ intra-
abdomen, yaitu: 14
1. Benturan langsung terhadap organ intra-abdomen diantara dinding abdomen anterior dan
posterior.
2. Cedera avulsi yang diakibatkan oleh gaya deselerasi pada kecelakaan dengan kecepatan
tinggi atau jatuh dari ketinggian. Gaya deselerasi dibagi menjadi deselerasi horizontal dan
deselerasi vertikal. Pada mekanisme ini terjadi peregangan pada struktur-struktur organ
DEPARTEMEN ILMU RADIOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
Jl. Mayjen Sutoyo No.2, Cawang, Jakarta 13650 7

yang terfiksir seperti pedikel dan ligamen yang dapat menyebabkan perdarahan atau
iskemik.
3. Gaya kompresi eksternal yang menyebabkan peningkatan tekanan intra- abdomen yang
tiba-tiba dan mencapai puncaknya biasanya menyebabkan cedera organ berongga. Berat
ringannya perforasi tergantung dari gaya dan luas permukaan organ yang terkena cedera.
4. Laserasi organ intra-abdomen yang disebabkan oleh fragmen tulang (fraktur pelvis,
fraktur tulang iga).
5. Peningkatan tekanan intra-abdomen yang masif dan mendadak dapat menyebabkan
cedera diafragma bahkan cedera kardiak.
Trauma langsung abdomen atau deselerasi cepat menyebabkan rusaknya organ intra-
abdomen yang tidak mempunyai kelenturan (noncomplient organ) seperti hati, limpa, ginjal
dan pankreas. Pola injuri pada trauma tumpul abdomen sering disebabkan karena kecelakaan
antar kendaraan bermotor, pejalan kaki yang ditabrak kendaraan bermotor, jatuh dari
ketinggian dan pemukulan dengan benda tumpul. Trauma tumpul abdomen terjadi karena
kompresi langsung abdomen dengan objek padat yang mengakibatkan robeknya subscapular
organ padat seperti hati atau limpa. Bisa juga karena gaya deselerasi yang menyebabkan
robeknya organ dan pembuluh darah pada regio yang terfiksir dari abdomen (hati atau arteri
renalis). Atau bisa karena kompresi eksternal yang menyebabkan peningkatan intraluminal
yang menyebabkan cedera organ berongga. Trauma tumpul abdomen yang mayoritas sering
mengenai organ limpa sekitar 40% - 55%, hati 35% - 45% dan usus halus 5%- 10%.14

2.5. Diagnosis Trauma Abdomen


Tindakan pertama yang dilakukan saat berhadapan dengan pasien trauma dengan sebab
apapun adalah melakukan primary survey untuk menyelamatkan pasien dari ancaman
kematian. Semua tindakan pemeriksaan dilakukan secepat mungkin dalam memastikan kondisi
airway, breathing, dan circulation. Tanda vital yang diperiksa saat pasien trauma datang ke
ruang gawat darurat menjadi petunjuk tingkat cedera yang terjadi.14
Masalah sirkulasi merupakan masalah pada primary survey yang sering dihadapi pada
pasien trauma abdomen. Syok karena perdarahan harus bisa dinilai secepat mungkin untuk
tindakan lebih lanjut. Gejala klinis pada suatu perdarahan bisa belum terlihat jika kekurangan
darah kurang dari 10% dari total volume darah karena pada saat ini masih dapat dikompensasi
oleh tubuh. Bila perdarahan terus berlangsung maka tubuh tidak mampu lagi
DEPARTEMEN ILMU RADIOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
Jl. Mayjen Sutoyo No.2, Cawang, Jakarta 13650 8

mengkompensasinya dan menimbulkan gejala-gejala klinis. Secara umum, syok hipovolemik


karena perdarahan menimbulkan gejala peningkatan frekuensi jantung dan nadi (takikardi),
pengisian nadi yang lemah, kulit dingin dengan turgor yang jelek, ujung-ujung ekstremitas
dingin, dan pengisian kapiler lambat. Ketidakstabilan hemodinamik yang terjadi pada kondisi
syok hipovolemik berupa penurunan curah jantung, penurunan tekanan darah, peningkatan
tahanan pembuluh darah, dan penurunan tekanan vena sentral.15
Penegakan diagnosis cedera intra-abdomen pada pasien trauma abdomen secara umum
berdasarkan anamnesis tentang riwayat trauma, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
Pemeriksaan ini dilakukan saat secondary survey dalam penilaian awal pasien trauma.16
Pemeriksaan fisik abdomen harus dilakukan dengan cara yang teliti dan sistematis.
Inspeksi untuk melihat adanya goresan/laserasi, robekan, luka, benda asing yang tertancap serta
status hamil pada perempuan. Adanya jejas, laserasi di dinding perut, atau perdarahan dibawah
kulit (hematoma) setelah trauma dapat memberikan petunjuk adanya kemungkinan kerusakan
organ di bawahnya. Ekimosis pada flank (Grey Turner Sign) atau umbilikus (Cullen Sign)
merupakan indikasi perdarahan retroperitoneal, tetapi hal ini biasanya lambat dalam beberapa
jam sampai hari. Adanya distensi pada dinding perut merupakan tanda penting karena
kemungkinan adanya pneumoperitonium, dilatasi gaster, atau adanya iritasi peritoneal.
Pergerakan pernafasan perut yang tertinggal merupakan salah satu tanda kemungkinan adanya
peritonitis. Laserasi abdomen yang terlihat sesuai pola sabuk pengaman mobil (Seat Belt Sign)
sering ditemukan sebagai tanda klinis terjadinya cedera organ intra-abdomen.17
Pada auskultasi dinilai apakah ada bising usus atau tidak. Pada robekan (perforasi) usus,
bising usus selalu menurun, bahkan kebanyakan menghilang sama sekali. Adanya bunyi usus
pada auskultasi toraks kemungkinan menunjukkan adanya trauma diafragma. Perdarahan
intraperitoneum atau kebocoran (ekstravasasi) usus dapat memberikan gambaran ileus,
mengakibatkan hilangnya bunyi usus. Cedera pada struktur yang berdekatan seperti cedera
tulang iga, tulang belakang, panggul juga dapat menyebabkan ileus meskipun tidak terdapat
cedera di intra-abdomen, sehingga tidak adanya bunyi usus bukan berarti pasti ada cedera
intraabdominal.18
Pemeriksaan dengan perkusi menyebabkan pergerakan peritoneum, dan dapat
menunjukkan adanya peritonitis tetapi masih meragukan. Perkusi juga dapat menunjukan bunyi
timpani akibat dilatasi lambung akut di kuadran atas atau bunyi redup bila ada hemiperitoneum.
Perkusi redup hati yang menghilang menunjukkan adanya udara bebas dalam rongga perut yang
DEPARTEMEN ILMU RADIOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
Jl. Mayjen Sutoyo No.2, Cawang, Jakarta 13650 9

berarti kemungkinan terdapatnya robekan (perforasi) dari organ-organ usus. Nyeri ketok
seluruh dinding perut menunjukkan adanya tanda-tanda peritonitis umum.16
Pada palpasi yang paling penting adalah menilai nyeri. Lokasi nyeri sangat penting untuk
mengetahui kemungkinan organ yang terkena. Nyeri abdomen secara menyeluruh merupakan
tanda yang penting kemungkinan peritonitis akbat iritasi peritoneum, baik oleh darah maupun
isi usus. Defans muscular (involuntary guarding) adalah tanda yang penting dari iritasi
peritoneum.19
Pemeriksaan penunjang yang rutin dilakukan dalam manajemen pasien trauma abdomen
adalah : laboratorium, foto toraks dan abdomen, USG, Diagnostic Peritoneal Lavage (DPL),
CT scan dan laparoskopi diagnostik. Pemeriksaan dilakukan tergantung pada stabilitas
hemodinamik pasien dan prediksi tingkat keparahan cedera. Pasien trauma abdomen dengan
hemodinamik stabil dapat dievaluasi dengan USG abdomen, atau CT scan. Pasien trauma
dengan ketidakstabilan hemodinamik harus dievaluasi dengan USG di ruang resusitasi jika
tersedia, atau dengan lavage peritoneum untuk menyingkirkan cedera intra-abdomen.20

Gambar 4 . Algoritma diagnostik penggunaan FAST pada pasien trauma


DEPARTEMEN ILMU RADIOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
Jl. Mayjen Sutoyo No.2, Cawang, Jakarta 13650 10

2.6. Gambaran Radiologi Trauma Abdomen


Pada penanggulangan trauma abdomen dengan curiga perdarahan, tindakan yang
terpenting adalah menangani syok dan mendeteksi dini apakah memerlukan tindakan bedah.
Pemeriksaan lanjutan ini sangat penting untuk memastikan diagnosis dan mengetahui
keberadaan serta perkiraan jumlah cairan bebas intra-abdominal.21
Dalam pemeriksaan perdarahan intra-abdomen, CT Scan memiliki sensitivitas 97% dan
spesifisitas 95%. Meskipun memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang jauh lebih besar, CT scan
memiliki banyak keterbatasan, antara lain memerlukan waktu pemeriksaan yang cukup lama
dengan proses transfer pasien dari ruang instalasi rawat darurat ke departemen radiologi,
membutuhkan kondisi vital pasien yang stabil, dan bahaya radiasi cukup besar sehingga tidak
diperkenankan untuk pasien hamil.21
FAST memiliki sensitivitas 92% dan spesifisitas 95% untuk mengetahui keberadaan
perdarahan intra-abdomen. Dengan nilai sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi, FAST banyak
memiliki keuntungan, antara lain cepat, tidak invasif, dan tanpa radiasi. FAST dapat
memperkirakan jumlah cairan bebas atau perdarahan yang terkumpul dalam rongga abdomen
sehingga seharusnya dapat membantu ahli bedah untuk menentukan penatalaksanaan yang akan
dilakukan sehubungan perkiraan kejadian syok perdarahan atau kebutuhan tindakan eksplorasi
laparotomi.21
2.6.1 FAST (Focussed Assessment with Sonography in Trauma)
Pemeriksaan USG di unit gawat darurat pada pasien trauma dikenal dengan nama
FAST. Tujuan evaluasi FAST dalam kasus trauma abdomen adalah untuk mencari cairan bebas
dalam rongga abdomen. Hal ini dapat dilakukan dengan cepat dan tidak invasif, dengan tingkat
keakuratan sama dengan DPL untuk mendeteksi adanya cairan intraperitoneum. FAST dapat
mendeteksi adanya laserasi pada hati dan ginjal, namun tidak mampu secara tepat memastikan
seberapa dalam dan luas laserasi yang terjadi. Tidak diperlukan adanya tindakan lebih lanjut
setelah FAST dinyatakan negatif pada pasien yang stabil.22
Ada batasan untuk pemeriksaan FAST terlepas dari protokol yang digunakan. Untuk
pemeriksaan abdomen, deteksi trauma tumpul mesenterika, usus, diafragma, retroperitoneal,
serta cedera penetrasi yang terisolasi ke peritoneum cukup sulit. Positif palsu dapat dikarenakan
adanya asites, hiperstimulasi ovarium, ruptur kista ovarium, dan resusitasi volume intravaskular
masif akibat transudasi cairan intravaskular ke intraperitoneal.23
DEPARTEMEN ILMU RADIOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
Jl. Mayjen Sutoyo No.2, Cawang, Jakarta 13650 11

FAST scan terdiri dari 4 posisi dasar dalam mendeteksi ada atau tidaknya cairan pada
rongga peritoneum dan pericardium. Dengan posisi penderita terlentang, “transduser”
ditempatkan pada : 21
a. Right Upper Quadrant (perihepatik) : menilai lobus kanan hepar, fossa hepatorenal, dan
ginjal kanan
b. Left Upper Quadrant (perisplenik) : menilai lien, fossa splenorenal dan ginjal kiri
c. Regio Pelvis (suprapubik) : menilai cavum douglas, buli, dan genitalia interna
d. Subcostal atau Subxiphoid : menilai lobus kiri hepar dan pericardium

Gambar 5. Area scanning FAST. a) kuadran kanan atas; b) kuadran kiri atas; c) suprapubic
view; d) subxiphoid view.

a. Right Upper Quadrant view (perihepatik) 23


Probe diposisikan di garis axilaris anterior kanan pada intercostal 7-9, posisi probe
marker kearah kepala, sagital terhadap tubuh. Tampilannya harus menunjukkan hati, ginjal
dan diafragma. Hepatorenal recess (Morisson’s pouch) adalah ruang potensial yang terletak
di kuadran kanan atas diantara kapsul Glisson dari hepar dan fascia Gerota dari ginjal
kanan. Dalam keadaan normal, tidak terdapat cairan diantara organ tersebut, dan fascia
tampak sebagai garis hiperekhoik yang memisahkan hepar dan ginjal. Hemoperitoneum
DEPARTEMEN ILMU RADIOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
Jl. Mayjen Sutoyo No.2, Cawang, Jakarta 13650 12

biasanya akan tampak gambaran anekhoik atau hipoekhoik bila dibandingan dengan organ
padat disekitarnya. Perdarahan yang berkelanjutan dan telah berlangsung lama akan tampak
lebih teratur bentuknya dan lebih ekhogenik.

Gambar 6. US FAST Normal pada Hepatorenal recess (Morisson’s pouch)


pada kuadran kanan atas.

Gambar 7. US FAST Abnormal pada Hepatorenal recess: adanya gambaran anechoik (warna
hitam) yang berada diantara hepar dan ginjal kanan menunjukkan adanya cairan bebas dalam
rongga peritoneum.
DEPARTEMEN ILMU RADIOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
Jl. Mayjen Sutoyo No.2, Cawang, Jakarta 13650 13

b. Left Upper Quadrant view (perisplenik) 23


Probe diposisikan di garis aksilaris anterior kiri pada intercosta 10 dan 11 bidang sagital
terhadap tubuh untuk melihat splenorenal recess, marker ke arah kepala. Tampilannya
harus menunjukkan limpa, ginjal dan diafragma. Probe diputar untuk mendapatkan
tampilan longitudinal dan menunjukkan adanya suatu cairan antara limpa dan ginjal.
Splenorenal recess adalah ruang potensial di kuadran kiri atas abdomen antara lien dengan
facia Gerota renal kiri. Normalnya tidak terdapat cairan bebas, dan fascia tampak sebagai
garis hiperekhoik yang memisahkan kedua organ.

Gambar 8. US FAST Normal pada Splenorenal recess pada kuadran kiri atas

Gambar 9 . US FAST Abnormal pada Splenorenal recess : Adanya bercak kehitaman diantara
dua organ menunjukkan adanya cairan bebas di dalam rongga peritoneum. Cedera pada organ
terkadang dapat terlihat.
DEPARTEMEN ILMU RADIOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
Jl. Mayjen Sutoyo No.2, Cawang, Jakarta 13650 14

Pemeriksaan FAST umumnya dimaksudkan untuk mendeteksi cairan bebas


intraperitoneal. Namun FAST juga dapat menggambarkan kelainan parenkim organ solid
yang mengindikasikan cedera. Selama beberapa jam pertama setelah trauma, gumpalan
darah pada organ yang cedera mungkin memiliki echogenitas yang mirip dengan parenkim
organ, dan hal ini seringkali missed.

Gambar 10. Hematoma subcapsular pada lien tampak hyperechoic (tanda panah)

c. Suprapubik view (Regio Pelvis) 23


Probe ditempatkan longitudinal di garis tengah abdomen di atas simfisis pubis dalam
bidang sagital dan disapu dari sisi ke sisi kemudian diputar secara melintang dan diulang
untuk memberikan pandangan dari rektum, kandung kemih dan cavum Douglas.. Posisi
reverse Trendelenburg dapat meningkatkan deteksi cairan bebas di rongga pelvis. Pada
pasien wanita usia reproduksi, sejumlah kecil cairan bebas hingga 50 mL dalam kantong
Douglas dianggap fisiologis, dan jumlah yang melebihi 50 mL harus dianggap patologis
dalam kasus trauma. Dengan demikian, tidak adanya riwayat cedera atau kondisi patologis
lainnya, cairan bebas tidak boleh ditemukan di ruang rektovesikular pada pria.
DEPARTEMEN ILMU RADIOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
Jl. Mayjen Sutoyo No.2, Cawang, Jakarta 13650 15

Gambar 11. US FAST Regio Pelvis normal

Gambar 12. US FAST Regio Pelvis Abnormal : adanya cairan bebas (hipoekhoik berwarna
hitam) pada Cavum Douglas

d. Subcostal/ Subxiphoid view 23


Transduser ditempatkan di daerah subxiphoid pada thoraks, sedikit agak menekan
terhadap dinding abdomen dengan seluruh transduser mungkin diperlukan untuk
mengarahkan berkas pancaran retrosternal untuk mendapatkan gambar. Ini menunjukkan
gambaran pergerakan jantung, dalam 4 tampilan ruang. Jantung mudah dikenali, karena
geraknya yang karakteristik. Jantung akan dikelilingi oleh lapisan echogenic perikardium.
DEPARTEMEN ILMU RADIOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
Jl. Mayjen Sutoyo No.2, Cawang, Jakarta 13650 16

Gambar 13 . FAST Subcostal Normal

Gambar 14. FAST Subcostal Abnormal : tampak adanya celah hitam (hipoechoid) berada
diantara lapisan dinding jantung yang diduga cairan dalam kantung pericardial.

2.6.2 Computed Tomography (CT Scan) Abdomen 24, 25


CT scan adalah pemeriksaan pilihan dalam trauma abdomen. Kontras intravena selalu
digunakan (kecuali jika dikontraindikasikan) untuk mengidentifikasi area yang devaskularisasi,
hematoma, perdarahan aktif, atau adanya urin ekstra-luminal (setelah kontras melewati ginjal).
Kontras rektal terkadang diberikan dalam trauma penetrasi untuk mencari laserasi usus.
DEPARTEMEN ILMU RADIOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
Jl. Mayjen Sutoyo No.2, Cawang, Jakarta 13650 17

Temuan yang harus dicari dalam trauma abdomen adalah sebagai berikut:
- Hemoperitoneum : cairan (biasanya darah) bebas dalam intraabdomen
- Kontras yang berkaitan dengan ekstravasasi aktif  area densitas tinggi dibandingkan
dengan pembuluh darah terdekat (atau aorta).
- Laserasi: area hipodens berbentuk linier
- Hematoma intra-parenkim: daerah berbentuk oval atau bulat
- Kontusio: daerah hipodens samar yang tidak jelas dan perfusi yang kurang baik
- Pneumoperitoneum : udara bebas intra abdomen
- Devaskularisasi organ atau bagian organ
- Hematoma subkapsular

Gambar 15. Temuan CT scan pada trauma abdomen


DEPARTEMEN ILMU RADIOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
Jl. Mayjen Sutoyo No.2, Cawang, Jakarta 13650 18

a. Lien

Gambar 16. CT Scan Cedera Lien


A. Terdapat kumpulan cairan berbentuk bulan sabit di ruang subkapsular, yang menekan
parenkim lien normal, menggambarkan hematoma subkapsular (panah putih)
B. Laserasi limpa (panah putih) dan hepar (panah hitam) dan kontusio hepar (panah hitam
putus-putus). Ada juga pneumoperitoneum (panah putih putus-putus)
C. Ekstravasasi aktif dari darah yang ditingkatkan kontras (panah hitam pekat) dan
hematoma intrasplenik (panah putih).

Gambar 17. Grade Cedera Lien


DEPARTEMEN ILMU RADIOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
Jl. Mayjen Sutoyo No.2, Cawang, Jakarta 13650 19

b. Hepar

Gambar 18. Hematoma Subcapsular dan Laserasi Hepar


Tampak lesi berbentuk lentikular yang terkumpul sesuai dengan bentuk garis luar hati (panah
hitam) menggambarkan hematoma subkapsular. Tampak pula laserasi pada lobus kanan hepar
(anak panah terputus).

Gambar 19. Laserasi Hepar. Terdapat ekstravasasi aktif dari darah yang ditingkatkan kontras
(panah hitam) dari laserasi intrahepatik dengan hematoma (panah hitam putus-putus), serta
hematom subkapsular dan hemoperitoneum (panah putih pekat).
DEPARTEMEN ILMU RADIOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
Jl. Mayjen Sutoyo No.2, Cawang, Jakarta 13650 20

Gambar 20. Grade Cedera Hepar

c. Ginjal

Gambar 21. CT Scan Cedera Ginjal


A. Defek linier hipodens yang menunjukkan laserasi ginjal (panah hitam) dan hematoma
subkapula (panah putih).
B. Laserasi ginjal (panah hitam), dan hematoma perinefrik (panah hitam putus-putus).
DEPARTEMEN ILMU RADIOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
Jl. Mayjen Sutoyo No.2, Cawang, Jakarta 13650 21

Gambar 22. Grade Cedera Ginjal

Gambar 23. Terdapat robekan ureter pada proksimal yang ditunjukkan oleh kontras
ekstraluminal (panah putih), mewakili urin yang mengandung kontras yang bocor
DEPARTEMEN ILMU RADIOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
Jl. Mayjen Sutoyo No.2, Cawang, Jakarta 13650 22

d. Buli-buli

Gambar 24. CT Scan Cedera Buli


A. Urin yang mengandung kontras (panah putih) telah bocor ke ruang ekstraperitoneal dari
perforasi buli. Kontras, ujung kateter Foley, dan udara terlihat di dalam kandung kemih
(B).
B. Kontras mengalir bebas dari kandung kemih (B) ke daerah paracolic (panah putih solid)
dan membentuk usus (panah putih putus-putus).

2.6.3 Foto Polos Abdomen 3 Posisi 25


Trauma abdomen dapat menyebabkan keadaan akut abdomen, terutama pada perforasi
hollow viscus organ. Foto polos abdomen menjadi pencitraan utama pada akut abdomen. Foto
polos abdomen berguna untuk melihat adanya udara atau cairan bebas intra-abdomen.
Pengambilan foto meliputi abdomen tiga posisi yaitu supine, erect, dan left lateral dekubitus.
Pada foto polos abdomen atau foto dada posisi tegak, terdapat gambaran udara
(radiolusen) berupa daerah berbentuk bulan sabit (semilunar shadow/ cupulla sign) diantara
diafragma kanan dan hepar atau diafragma kiri dan lien. Juga bisa tampak area lusen bentuk
oval (perihepatik) di anterior hepar. Pada posisi lateral dekubitus kiri, didapatkan radiolusen
antara batas lateral kanan dari hepar dan permukaan peritoneum.
DEPARTEMEN ILMU RADIOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
Jl. Mayjen Sutoyo No.2, Cawang, Jakarta 13650 23

Gambar 25. Pneumoperitoneum, tampak udara bebas diantara dinding abdomen dan
hepar (panah putih). Tampak air fluid level yang menandakan adanya cairan bebas dalam
abdomen (panah hitam).

Gambar 26. (Kiri) Cupula sign, adanya udara bebas dibawah diafragma. (Kanan)
Rigler sign yang memvisualisasikan dinding terluar lingkaran usus disebabkan udara di luar
lingkaran usus dan udara normal intralumen.
DEPARTEMEN ILMU RADIOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
Jl. Mayjen Sutoyo No.2, Cawang, Jakarta 13650 24

Gambar 27. Pneumoperitoneum massif, (Kiri) Falciform ligament sign (Kanan) Footbal sign
DEPARTEMEN ILMU RADIOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
Jl. Mayjen Sutoyo No.2, Cawang, Jakarta 13650 25

BAB III
KESIMPULAN

Pada trauma abdomen cedera organ intra abdomen yang didapatkan umumnya
merupakan organ solid, terutama lien dan hepar dimana kedua organ ini dapat menyebabkan
perdarahan intra abdomen. Pemeriksaan penunjang yang utama pada trauma abdomen adalah
dengan FAST, namun CT scan merupakan pilihan utama pada pasien stabil.
FAST digunakan untuk mendeteksi adanya cairan bebas intra abdomen, dengan fokus
pada 4 daerah yaitu perihepatik, perisplenik, suprapubic, subcostal atau subxiphoid. Selain
menilai apakah ada cairan bebas, FAST juga dapat menilai adanya cedera organ namun
gambarannya tidak khas. CT scan digunakan untuk menilai adanya perdarahan, udara bebas,
hingga cedera organ intraabdomen. Selain FAST dan CT scan, foto polos abdomen 3 posisi
digunakan pada keadaan trauma abdomen karena dapat menimbulkan keadaan akut abdomen.
Gambaran yang dapat ditemukan adalah udara bebas dalam cavum abdomen, atau adanya
cairan bebas, namum hal ini tidak spesifik.
DEPARTEMEN ILMU RADIOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
Jl. Mayjen Sutoyo No.2, Cawang, Jakarta 13650 26

DAFTAR PUSTAKA

1. Guillon, F. 2011. Epidemiology of Abdominal Trauma. CT of the Acute Abdomen,


Medical Radiology. Diagnostic Imaging. Berlin: Springer-Verlag p.15-26
2. Tentilier,E., Masson,F. 2000. Epidemiology of Trauma. In: Beydon, L., Carli, P. and Riou,
B., Eds., Severe trauma, Arnette, Paris,p.1-15.
3. Costa, G., Tierno, S.M., Tomassini, F., Venturini, L., Frezza,B., Cancrini,G., Stella,F.
2010. The epidemiology and clinical evaluation of abdominal trauma. Ann. Ital Chir, 81,
95-102.
4. Umboh,I.J., Sapan,H.B., Lampus, H. 2016. Hubungan penatalaksanaan operatif trauma
abdomen dan kejadian laparotomy negatif di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado.
Journal Biomedik. Manado, p. 52-57.
5. Riskesdas. 2013. Riset Kesehatan Dasar. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.
6. Anonim. 2015. Rekapitulasi Tindakan Operasi OK IRD RS Sanglah tahun 2015.
7. Demetriades, D., Karaikakis, M., Toutouzas, K., Alo, K., Velmahos, G., Chan, L., 2002.
Pelvic Fractures: Epidemiology and Predictors of Associated Abdominal Injuries and
Outcomes. Journal of American College of Surgeon, 195, 1-10
8. Boutros, S. M., Nassef, M. A., & Ghany, A. F. 2015. Blunt abdominal trauma: The role of
focused abdominal sonography in assessment of organ injury and reducing the need for
CT. Alexandria Journal of Medicine, 52: 35-41.
9. Griffith, J. R. Anatomy at a Glance, Journal of Pediatric and Adolescent Gynecology. 2003.
10. Trauma, A. college of surgeons committee on (2012) ‘Initial assessment and management’,
Advanced trauma life support: ATLS student course manual, pp. 2–22.
11. Anatomi
12. Hudak & Gallo. 2001. Keperawatan Kritis : Pendekatan Holistik. Jakarta : EGC.
13. Gad, M. A., Saber, A., Farrag, S., Shams, M. E. and Ellabban, G. M. ‘Incidence, patterns,
and factors predicting mortality of abdominal injuries in trauma patients’, North American
Journal of Medical Sciences. 2012; 4(3): 129–134.
14. Mehta, N., Babu, S. and Venugopal, K. ‘An experience with blunt abdominal trauma:
evaluation, management and outcome’. Clinics and practice. 2014; 4(2): 599.
DEPARTEMEN ILMU RADIOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
Jl. Mayjen Sutoyo No.2, Cawang, Jakarta 13650 27

15. Mackersie RC, Tiwary AD, S. and SR, H. D. ‘Intra-abdominal injury following blunt
trauma. Identifying the high-risk patient using objective risk factors’. Arch Surg. 2010; 124
(7): 809-13.
16. Schurink G. ‘The value of physical examination in the diagnosis of patients with blunt
abdominal trauma: a retrospective study’. Injury. 2011; 28(28): 261–5.
17. Beal, A. L., Ahrendt, M. N., Irwin, E. D., Lyng, J. W., Turner, S. V, Beal, C. A., Byrnes,
M. T. and Beilman, G. A. ‘Prediction of blunt traumatic injuries and hospital admission
based on history and physical exam’, World Journal Of Emergency Surgery. World Journal
of Emergency Surgery. 2016; 11(1): 46.
18. Hoff, W. S., Holevar, M., Nagy, K. K., Patterson, L., Young, J. S., Arrillaga, A., Najarian,
M. P. and Valenziano, C. P. ‘Practice management guidelines for the evaluation of blunt
abdominal trauma: the East practice management guidelines work group.’, The Journal of
trauma. 2002; 53(3): 602–615.
19. Rostas, J., Cason, B., Simmons, J., Frotan, M. A., Brevard, S. B. and Gonzalez, R. P. ‘The
validity of abdominal examination in blunt trauma patients with distracting injuries’,
Journal of Trauma and Acute Care Surgery. 2015; 78(6): 1095–1101.
20. Vlies, C. H. Van Der. ‘Changing patterns in diagnostic and treatment strategies in blunt
abdominal injury to solid abdominal organs.’, International journal of emergency
medicine. Springer Open Ltd. 2017; 4(1): 47.
21. Yueniwati Y, Darinafitri I. Kesesuaian FAST dan Pilihan Penatalaksanaan Pasien Trauma
Tumpul Abdomen di RS Saiful Anwar, Malang. Medika. 2013. 9: 696-702.
22. Radwan,M.M., Zidan,F.M.A. 2006. Focused Assessment Sonography Trauma (FAST) and
CT scan in blunt abdominal trauma: surgeon‟s perspective. African Health Sciences, 6(3):
187- 190
23. Richards JR, McGahan JP. Focused assessment with sonography in Trauma (FAST) in
2017: What Radiologists Can Learn. Radiology. 2017; 283 (1): 30-48.
24. Ledbetter S, Smithuis R. Acute Abdomen, Role of CT in Trauma.
Diakses dari: http://www.radiologyassistant.nl/en/p466181ff61073/acute-abdomen-role-
of-ct-in-trauma.html#i4663197c31486/. 14 Maret 2018.
25. Herring W. Recognizing the Imaging Findings of Trauma. In: Learning Radiologi
Recognizing the Basics. Chapter 19. 3rd Ed. Elsevier, 2016; 19: 174-180.

Anda mungkin juga menyukai