Anda di halaman 1dari 21

Bagian Anestesi dan Reanimasi

Fakultas Kedokteran
Universitas Tadulako

“BUKU KERJA HARIAN, TUGAS TERJEMAHAN DAN LAPORAN


KASUS”

DISUSUN OLEH :

Fitriani
N 111 18 085

Pembimbing:
dr. Ferry Lumintang, Sp. An

DEPARTEMEN ANESTESIOLOGI DAN REANIMASI


RSUD UNDATA FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU

2019
LEMBAR PENYERAHAN JURNAL DAN REFLEKSI KASUS

Nama : Fitriani

Stambuk : N 111 18 085

Disetujui tanggal :12 desember 2019

Dokter pembimbing : dr. ferry Lumintang, Sp. An ………………………

dr. Faridnan, Sp.An ………………………

dr. Sofyan Bulango, Sp.An ………………………

dr. Salsiah Hasan, Sp.An KIC ……………………..

dr. Imtihana Amri, Sp.An …………………….

dr. Ajutor Donny Tandiarrang, Sp. An …………………….

dr. Muhammad Rizal, Sp.An ……………………


LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertandatangan di bawah ini, menyatakan bahwa :

Nama : Wica Nurkasih


NIM : N 111 18 015

Judul Laporan Kasus : Manajemen Anastesi Pada Pasien Fibroadenoma Mammae


(Fam) Menggunakan Teknik General Anastesi (Face
Mask)”

Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepanitraan klinik pada bagian


Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Tadulako :

Bagian Anestesiologi dan Reanimasi

Fakultas Kedokteran

Universitas Tadulako

Palu, Juli 2019

Pembimbing, Mahasiswa

dr. Ferry Lumintang, Sp.An. Wica Nurkasih

BAB I

PENDAHULUAN

Anestesi adalah hilangnya sensasi, biasanya akibat cedera saraf atau reseptor.
Anestesi juga dapat didefinisikan hilangnya kemampuan untuk merasakan nyeri,
disebabkan oleh pemberian obat atau intervensi medis lainnya. [1] Anestesi telah
diberikan pada lebih dari 75 juta pasien operasi di dunia setiap tahun.[2]

Secara garis besar anestesi dibagi menjadi dua kelompok yaitu anestesi
umum dan anestesi regional. Anestesi umum adalah keadaan tidak sadar tanpa
nyeri yang reversible akibat pemberian obat – obatan, serta menghilangkan rasa
sakit seluruh tubuh secara sentral. Perbedaan dengan anestesi regional adalah
anestesi pada sebagian tubuh, keadaan bebas nyeri tanpa kehilangan kesadaran.
Masing-masing anestesi memiliki bentuk dan kegunaan. Seorang ahli anestesi
akan menentukan jenis anestesi yang menurutnya terbaik dengan
mempertimbangkan keuntungan dan kerugian dari masing-masing tindakannya
tersebut.2

Anestesi umum adalah keadaan tidak sadar tanpa nyeri yang reversible
akibat pemberian obat-obatan, serta menghilangkan rasa sakit seluruh tubuh
secara sentral . Anastesi memungkinkan pasien untuk mentolelir tindakan
pembedahan yang dapat menimbulkan rasa sakit tak tertahankan yang berpotensi
meyebabkan perubahan fisiologis tubuh yang ekstrim, dan menghasilkan
kenangan yang tidak meyenangkan. 1,2,3

Anastesi umum adalah suatu keadaan meniadakan nyeri secara sentral


yang dihasilkan ketika pasien di berikan obatobatan untuk amnesia, analgesia,
elumpuhan otot, dan sedasi. Pada pasien yang diberikan anastesi dapat dianggap
berada dalam keadaan ketikdaksadaran yang terkontrol dan reversibel. Anastesi
memungkinkan pasien untuk mentolelir tindakan pembedahan yang dapat
menimbulkan rasa sakit tak tertahankan yang berpotensi meyebabkan perubahan
fisiologis yubuh yang ekstrim, dan menghasilkan kenangan yang tidak
meyenangkan. Komponen anatesi yang ideal terdiri dari : 1. Hipnotik, 2.
Analgesik, 3. Relaksasi otot.

Anastesi umum menggunakan cara melalui intravena dan secara inhalasi


untuk memungkinkan akses bedah yang memadai ke tempat dimana kan
dilakukan operasi. Satu hal yang perlu dicatat adalah bahwa anastesi umum
mungkin tidak selalu menjadi pilihan terbaik, tergantung pada presentasi klinis
pasien. Suatu keadaan tidak sadar yang bersifat sementara yang diikuti oleh
hilangnya rasa nyeri di seluruh tubuh akibat pemberian obat anestesia.5,6,7

Anestesi umum adalah tindakan untuk meniadakan nyeri secara sentral


disertai hilangnya kesadaran yang bersifat pulih kembali (reversible), dengan kata
lain pasien yang diberikan anestsia umum akan mengalami “Trias Anestesia”
yaitu: Hipnotik (mati ingatan), Analgesia (mati rasa), dan relaksasi otot
rangka/penurunan tonus (mati gerak). Tindakan anestesi-analgesia berlandaskan
kepada farmakologi dan fisiologi. Teknik anestesia umum yaitu anestesia umum
intravena, anestesi umum inhalasi dan anestesia imbang[1]

Fibroadenoma (FAM) merupakan neoplasma jinak yang utama terdapat pada


wanita muda, biasanya pada usia 20 tahun atau setelah pubertas. Penegakan
diagnosa fibroadenoma mammae adalah dilakukan pemeriksaan fisik, kemudian
akan dilakukan mammogram (x-ray pada mammae) atau ultrasound pada
mammae apabila diperlukan. Yang paling pasti dan tepat dalam diagnosa terhadap
fibroadenoma mammae ini adalah penggunaan sample biopsi[3]

Tumor payudara juga merupakan jenis tumor yang paling umum terdapat di
Eropa pada tahun 2006, dengan 429.900 kasus baru atau 13,5% dari semua
penyakit tumor baru2. Sejak tahun 1990, tingkat kematian akibat tumor payudara
menurun di Amerika Serikat Amerika Serikat sebesar 24% dan pengurangan
serupa telah diamati di Negara-negara lain3,4. Perhitungan matematika
menunjukkan bahwa baik adopsi dari skrining mamografi dan ketersediaan ajuvan
kemoterapi dan tamoxifen telah menyumbangkan peranan yang sama dalam
pengurangan kasus tumor payudara5. Meskipun tumor payudara secara tradisional
kurang lazim terdapat di negara-negara berkembang, namun angka kejadian di
daerah-daerah tersebut meningkat. Bab ini akan membahas karakteristik penting
dari tumor payudara, menekankan informasi praktis yang penting bagi dokter dan
hasil uji clinical trial sebagai pedoman pertimbangan terapeutik.
Sebelum merencanakan terapi tumor payudara, diagnosis klinis dan
histopatologik serta tingkat penyebarannya harus dipastikan dahulu. Diagnosis
klinis harus sama dengan diagnosis histopatologik. Bila keduanya berbeda, harus
ditentukan yang mana yang keliru. Atas dasar diagnosis tersebut, termasuk tingkat
penyebaran penyakit, disusunlah rencana terapi dengan mempertimbangkan
manfaat dan mudarat setiap tindakan yang akan diambil. Bila bertujuan kuratif,
tindakan radikal yang berkonsekuensi mutilasi harus dikerjakan demi
kesembuhan. Akan terapi, bila tindakannya paliatif, alasan nonkuratif menentukan
terapi yang akan dipilih.

BAB II

KASUS
1) Identitas Pasien

Nama : Ny. H
Umur : 25-12-1973 (46 tahun)
Jenis Kelamin : Perempuan
Berat Badan : 55 kg
Agama : Islam
Alamat : Tondo
Diagnosis : Fibroadenoma Mammae Sinistra
No RM : 01006398
Tanggal Operasi : 12 Juli 2019

2) Anamnesis
A. Keluhan utama
Benjolan di payudara kiri sejak 1 tahun yang lalu
B. Riwayat Penyakit Sekarang
Benjolan di payudara kiri sejak 1 tahun yang lalu. Awalnya
benjolan kecil sebesar kelerang tapi lama-kelamaan benjolan semakin
membesar berukuran sebesar telur bebek. Nyeri yang dirasakan hilang
timbul. Ketika diraba benjolan di payudara kiri, benjolan dapat
digerakkan, permukaan licin, teraba lunak, dan nyeri tekan (+). Riwayat
alergi obat dan makanan disangkal. Riwayat memakai gigi palsu
disangkal. Riwayat asma disangkal. Pasien tidak demam.

Riwayat Penyakit Dahulu


1. Hipertensi (-)
2. Diabetes melitus (-)
3. Penyakit jantung (-)
4. Asma (-)
5. Liver (-)
6. Ginjal (-)
7. Alergi makanan dan obat (-)
8. Operasi sebelumnya (-)
Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat penyakit hipertensi (-), asma (-), jantung (-), diabetes


melitus (-).

3) Pemeriksaan Fisik
A. B1 (Breath)

Airway bebas, gurgling (-), snoring (-), crowing (-), potrusi


mandibula (-), buka mulut 4 jari pasien, jarak mentohyoid 4 cm,
jarak hyothyroid 5 cm, leher pendek (-), gerak leher bebas (+),
tonsil (T1/T1) faring hiperemis (-), frekuensi respirasi 20 kali per
menit, askultasi respirarsi vesikular (+/+), rhonki (-/-), wheezing
(-/-), massa (-), gigi ompong (-), gigi palsu (-), gigi goyang (-), skor
mallampati 1 (pilar faring, fauces, uvula, palatum mole, palatum
durum terlihat jelas)

B. B2 (Blood)
Akral hangat : ekstremitas atas (+/+), ekstremitas bawah (+/+).
Tekanan darah 130/70 mmHg, denyut nadi 60 kali/menit secara regular
dan kuat angkat, bunyi jantung S1/S2 murni reguler.

C. B3 (Brain)
Kesadaran komposmentis, pupil isokor ±2,5 mm/±2,5 mm, defisit
neurologis (-)
D. B4 (Bladder)
Buang air kecil normal dengan frekuensi 4-5 kali sehari, berwarna
kuning
E. B5 (Bowel)
Abdomen : tampak datar kesan normal, peristaltik (+) kesan
normal, massa (-), nyeri tekan (+) regio ilica dextra et sinistra, tympani
(+) seluruh regio abdomen
F. B6 (Back & Bone)
Skoliosis (-), lordosis (-), kifosis (-), edema ekstremitas (-)

4) Pemeriksaan tambahan
 Hasil Pemeriksaan Laboratorium
Hasil Rujukan Satuan
Hemoglobin 13.8 L: 13-17, P: 11-15 g/dl
Leukosit 6.97 4.000-10.000 /mm3
Eritrosit 4.86 L: 4.5-6.5 P: 3.9-5.6 Juta/ul
Hematokrit 40.2 L: 40-54 P: 35-47 %
Trombosit 327 150.000-500.000 /mm3

Hasil Laboratorium Kimia Darah


Hasil Rujukan Satuan
GDS 108.6 60-199 Mg/dL

Hasil Laboratorium Seroimmunologi


Hasil Rujukan
HbsAg Non-Reaktif Non-reaktif
Anti HIV Non reaktif Non reaktif

5) Diagnosis Kerja : Fibroadenoma Mammae Sinistra


6) Tindakan : Eksisi Tumor
7) Assesment
 Status fisik ASA I
 Acc. Anestesi
 Diagnosis pra-bedah : Fibroadenoma Mammae Sinistra
8) Plan
 Jenis anestesi : Anestesi Umum
 Teknik anestesi : Anestesi Inhalasi
 Jenis pembedahan : Eksisi Tumor Mammae Sinistra
9) Persiapan Anestesi
a. Ruangan

1) Surat persetujuan operasi (√), surat persetujuan anestesi


(√)
2) Pusa (+) 8 jam pre operasi
3) Mandi sebelum ke kamar operasi
4) Tidak menggunakan make up dan sejenisnya pada saat ke
kemar operasi
5) IVFD (Intravenous Fluid Drop) 20 tetes/menit

b. Dikamar operasi

Hal-hal yang perlu disiapkan :

1) Meja operasi dengan peralatan yang diperlukan


2) Mesin anestesi dengan sistem aliran gasnya
3) Monitor : EKG, tekanan darah, nadi, respirasi, SpO2
4) Alat pantau : spygmomanometer, suhu tubuh, pulse
oxymeter, kabel elektroda dan elektroda
5) Alat-alat resusitasi (STATICS)
6) Tiang infus
7) Meja anestesi
8) Penerangan
9) Desinfeksi : kasa steril, povidon iodine, alkohol, handskun
steril
10) Cairan resusitasi : RL 500 mL 2 kolf, koloid 500 mL 1
kolf
11) Persiapan untuk general anestesi (Inhalasi dengan sungkup
muka) : Fentanyl 70 mcg, propofol 100 mg, disposible
syring 5 cc dan 10 cc, dan lain-lainnya, Setelah kesadaran
menurun, berikan O2, N2O dan sevofluran dengan
menggunakan sungkup muka nafas spontan dan kendali.
12) Anestesi pemeliharaan presentase perbandingan untuk O2 :
N2O adalah 50:50 , dan sevoflurance 2-3% (nafas spontan)
dan 0,5 – 1,0% (nafas kendali).Pasien masih melakukan
gerakan setelah dilakukan pembedahan, dosis propofol
ditambah 50 mg IV kembali.
13) Obat resusitasi : misalnya adrenalin, atropin, aminofilin,
dan lain-lainnya
14) Nasal kanul
15) Obat premedikasi : misalnya ondancentron 4 mg,
ketorolac 30 mg, dan lain-lainnya
16) Catatan medik anestesi
10) Laporan Anestesi
a) Diagnosis pra-bedah : Fibroadenoma Mammae

b) Diagnosis post-bedah :-

c) Jenis pembedahan : Eksisi Tumor

d) Jenis anastesi : General anestesi

e) Teknik anastesi : Anestesi Inhalasi

f) Posisi : Supinasi

g) Premedikasi anestesi : Fentanyl 70 mcg

h) Injeksi anastesi : Propofol 100 mg


berikan O2, N2O dan sevofluran dengan
menggunakan sungkup muka nafas spontan dan
kendali
i) Medikasi tambahan : Ketorolac 30 mg

j) Maintenance : O2 3 lpm.
(Hasil monitoring intraoperative terlampir)
k) Respirasi : Spontan

l) Anestesi mulai : 09.00 WITA

m) Operasi mulai : 09.10 WITA

n) Lama operasi : 40 menit

o) Lama anestesi : 50 menit

p) Cairan yang masuk durante operasi : RL II Kolf Tekanan darah dan


frekuensi nadi (Terlampir)
q) Perdarahan : ± 50 cc

r) Urin tampung :-

Lampiran 1

Hasil Monitoring Intraoperatif

Pukul Tekanan Nadi Saturasi Terapi


(WITA Darah (kali/menit) Oksigen
) (mmHg) (SpO2)
09.00 120/80 60 100 % Midazolam 2,5 mg
Fentanyl 70 mcg
09. 05 121/78 62 100 % General Anastesi
-Sevofloran 2,5 %
-Propofol 100 mg
09.10 100/70 60 100 %
09.15 100/75 59 100 %
09.20 127/70 68 99 % Propofol 50 mg
09.25 110/68 62 100 %
09.20 90/60 60 100 %
09.25 100/68 61 100 %
09.30 100/71 62 100 %
09.35 90/70 61 100% Sevofluran 1,5 %
09.40 100/70 62 100 %
09.45 110/73 60 100% Ketorolac 30 mg
09.50 110/78 61 100%
09.55 110/78 62 100%

3. Post-Anestesi (pasien ke Recovery Room)

a. Evaluasi tekanan darah, nadi, pernapasan, dan aktivitas motorik

b. Beri O2 3 liter/menit, via nasal kanul

c. Bromage score pasien yaitu 4, sehingga pasien belum boleh pindah ke


ruang perawatan dan harus dilakukan evaluasi (bila ≤2 boleh pindah
ke ruangan)

d. Bila mual (-), muntah (-), peristaltik (+), boleh makan dan minum
sedikit-sedikit

BAB III
PEMBAHASAN

Pada kasus ini pasien menderita FAM sinistra dan akan dilakukan operasi
dengan metode eksisi biopsi. Pada tindakan operasi ini akan dilakukan anesetesi
umum atau general anesthesia (GA). Pemilihan GA dilakukan dengan
mempertimbangkan aspek 4si (posisi, lokasi, manipulasi, dan durasi) dimana
pembedahan ini dilakukan di daerah toraks dan dari segi jenis kelamin pasien
yang adalah wanita maka adanya faktor emosional terutama rasa malu yang lebih
dominan mendukung untuk dilakukannya GA[3]

Evaluasi pra anestesi dilakukan beberapa hari sebelum operasi yang meliputi
anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan Laboratorium, radiologi dan yang
lainnya, konsultasi dan koreksi terhadap kelainan fungsi organ vital, dan
menentukan prognosis pasien perioperatif. Tujuan dari dilakukannya evaluasi
adalah untuk menentukan klasifikasi ASA. Pada kasus ini dari anamnesis
didapatkan bahwa pasien mengeluhkan adanya benjolan pada payudara kiri dan
terasa nyeri sejak 1 tahun yang lalu. Pasien datang dalam keadaan cemas/ansietas.
Pasien tidak memiliki riwayat penyakit sistemik, riwayat operasi, maupun riwayat
alergi. Pasien juga tidak menggunakan gigi palsu dan tidak ada gigi yang goyang.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan bahwa keadaan umum pasien baik.
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah pemeriksaan darah lengkap
dengan hasil semua normal, faal hemostasis, dan dari FNAB disimpulkan
fibroadenoma. Dari evaluasi dapat maka pasien kasus ini diklasifikasikan sebagai
ASA 1. [2]

Premedikasi yang diberikan pada pasien kasus ini adalah ondansetron 4 mg,
pemberian obat ini untuk mencegah terjadinya mual dan muntah yang dapat
mengakibatkan obstruksi saluran napas. Selain itu diberikan pula Fentanyl dengan
dosis 1-2 mc/kgBB sebagai analgesia, fentanyl memiliki sifat analgetik yang
sangat kuat, namun pada dosis diatas 3mcg/kgBB dapat menimbulkan depresi
frekuensi dan volume napas.[6]

Sebagai induksi anestesia digunakan propofol yang diberikan dalam dosis


2mg/kgBB. Pada kasus ini propofol yang diberikan sebnayak 100mg, namun
karena kesadaran pasien belum menurun, maka ditambahkan lagi sebanyak 50mg.
Untuk mempertahankan efek hipnotik pada pasien diberikan sevofluran yang
merupakan anestetik inhalasi 2% ditambah dengan pemberian N2O dan O2 dengan
perbandingan 3:2 melalui sungkup muka. Sevofluran dipilih karena memiliki efek
terhadap kardiovaskular yang cukup stabil dan jarang menyebabkan aritmia.
Setelah pemberian sevofluran dihentikan, sevofluran cepat dikeluarkan oleh
tubuh. Sebagai analgetik pasca operasi diberikan ketorolac 30 mg yang diberikan
secara IV. Ketorolac ini merupakan obat anti inflamasi non steroid yang
digunakan untuk inflamasi akut dan juga memiliki feel analgesik yang bisa
digunakan sebagai pengganti morfin pada keadaan pasca operasi ringan dan
sedang [7]

Setelah operasi berakhir, pasien dibangunkan untuk melihat status kesadaran


dan melakukan penilaian skor Alderete, dimana hal-hal yang dinilai pada skor
Alderete adalah nilai warna kulit, pernafasan, sirkulasi, kesadaran, dan aktivitas.
Pada kasus ini diperoleh skor Alderete 9 yang berarti pasien dapat dirawat
diruangan.[8]

Perhitungan keseimbangan cairan pada pasien ini dihitung dengan cara :

1. Cairan masuk

Pre-operatif : RL 300 mL

Durante operatif : RL 500 mL +

Total input cairan : 800 mL

2. Cairan keluar

Perdarahan : 50

Urin :-+

Total output cairan : 50 cc

3. Terapi cairan

Berat Badan : 55 kg

Jumlah perdarahan : 50 cc

EBV =BB x 65 mL/kg BB

=55 kg x65 mL/kg


=3.575 mL

%Perdarahan =Jumlah perdarahan : EBV x 100%

= 50 cc : 3.575 x 100%

=1,39%

4. Perhitungan cairan

a. Input yang diperlukan selama operasi

Cairan maintanance (M)

M = 10 kg pertama = 10 kg x 4 cc = 40 cc

10 kg kedua = 10 kg x 2 cc = 20 cc

Sisa BB = 35 kg x 1 cc = 35 cc +

Total = 95 cc/jam

Sehingga, M yang dibutuhkan selama 1 jam yaitu 95 cc/jam

b. Defisit cairan selama puasa (P)

P = lama puasa x M

= 6 x 95 cc

= 570 cc

c. Cairan yang masuk saat puasa

= jumlah infus (tpm) x lama puasa (menit) / 20

= 20 x 480 / 20

= 480 cc

d. Cairan defisit puasa - cairan masuk saat puasa

= 760 cc – 480 cc
= 280 cc

5. Stress operasi

Stress operasi sedang = 4 cc/kgBB/jam x BB (kg)

= 4 cc/kgBB/jam x 55 kg

= 220 cc/jam

6. Total kebutuhan cairan selama operasi 1 jam

= M + defisit cairan selama puasa + stress operasi + urin + defisit darah


selama operasi

= 95 cc + 570 cc + 220 cc + 50 cc

= 935 cc

7. Keseimbangan cairan

Cairan masuk – cairan keluar = 800 cc – 50 cc

= 750 cc

Pada kasus ini, cairan yang masuk ke dalam tubuh pasien sebanyak 800 cc
yang terdiri dari cairan kristaloid. Untuk cairan yang keluar dari tubuh pasien
yaitu sebanyak 50 cc (darah 50 cc). Sehingga keseimbangan cairan pasien yaitu
sebanyak +750 cc, yang artinya cairan yang masuk dan keluar tubuh pasien lebih
650 cc. Untuk mengganti darah yang hilang, bisa menggunakan cairan kristaloid,
koloid, atau transfusi. Akan tetapi, pada pasien ini belum dibutuhkan transfusi
karena darah yang keluar hanya sebanyak 1,39%. Sehingga untuk mengganti
darah yang keluar hanya perlu menggunakan koloid atau kristaloid. Pada pasien
ini menggunakan kristaloid, sehingga jumlah darah yang keluar perlu dikalikan 3
(darah keluar 50 cc x 3 = 150 cc, cairan yang telah digunakan untuk mengganti
darah sebelumnya sebanyak 100 cc, sehingga perlu tambahan 50 cc lagi untuk
mengganti darah yang keluar). Dengan demikian, kelebihan keseimbangan cairan
sebanyak 750 cc dapat digunakan sebagai tambahan untuk mengganti darah yang
hilang, sehingga cairan yang tersisa sebanyak 700 cc. Akan tetapi, bila dikurangi
dengan jumlah kebutuhan cairan pasien selama operasi 1 jam yaitu, 95 cc/jam
untuk maintanance, 570 cc defisit cairan selama puasa, 230 cc stress operasi
sedang, maka pasien masih kekurangan cairan sebanyak 195 cc.

BAB IV

KESIMPULAN

Anastesi menggunakan anastesi inhalasi dengan sungkup muka karena


durasi operasi tidak lama. Diberikan dexametason untuk meminimalisir terjadinya
alergi obat, kemudian pasien diposisikan tidur terlentang dan dipasang oro-
pharyngeal airway (OPA) dan diberikan anastesi inhalasi dengan sunkup muka
(face mask) ukuran 3 dengan mempertahankan jalan napas head tilt-chin lift-jaw
thrust, anastesi inhalasi menggunakan kombinasi Isoflurance 2L/menit dengan O2
3L/menit.

Observasi post operasi dilakukan selama 1 jam, dan dilakukan pemantauan


vital sign (tekanan darah, nadi, suhu dan respiratory rate) setiap 30 menit. Oksigen
tetap diberikan 2-3 liter/menit. Setelah pasien sadar dan kondisi stabil maka
pasien dibawa ke ruangan bedah untuk dilakukan tindakan perawatan lanjutan.

DAFTAR PUSTAKA

1. W.A. Newman D. Kamus saku kedoketeran dorland edisi 28. Jakarta :


EGC ; 2011
2. Istiqoma DK, Zullier I, Inayah. Evaluasi efektivitas dan keamanan
penggunaan obat anestesi umum di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta.
2012
3. Supardi Sabroto. Ortopedi. Dalam: Buku Ajar Ilmu Bedah, 2009. Jakarta.
Penerbit: Bagian Ilmu Bedah Universitas Indonesia.
4. Jennifer H, Luke B. Patient positioning during anesthesia. General
Anesthesia. 2015;1-6
5. Girindro AS, Suwarman, Rudi KK. Perbandingan antara uji mallampati
modifikasi dan mallampati ekstensi sebagai prediktor kesulitan intubasi
endotrakeal di RSUP DR. Hasan Sadikin Bandung. Jurnal Anestesi
Perioperatif. 2017;5(3):164
6. Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin. Persiapan anestesi dan
premidaksi. Makassar : FK UNHAS ; 2010
7. Fahruddin, Imtihanah A, Wahyudi. Perbandingan efek antara
dexmedetomidin dosis 0,25 mcg/kgBB dan 0,5 mcg/kgBB intravena
terhadap durasi blok anestesi spinal pada bedah ekstremitas bawah. Jurnal
Kesehatan Tadulako. 2017;3(2):2
8. dr. Mangku Gede, Sp.An.KIC., dr. Senapathi T.G.A. Sp.An., Buku Ajar
Ilmu Anestesi dan Reanimasi. Jakarta. PT Indeks. 2010.

Anda mungkin juga menyukai