Anda di halaman 1dari 33

BAB 1

PENDAHULUAN

Obstructive Sleep Apnea (OSA) ditandai dengan episode berulang dari


kolaps dan obstruksi jalan napas atas saat tidur. Episode obstruksi ini
berhubungan dengan desaturasi oksihemoglobin secara berulang ketika tidur.
OSA terkait dengan rasa kantuk di siang hari yang berlebihan, ini biasanya
disebut sindrom Obstructive Sleep Apnea (OSA). Meskipun penyakit ini umum,
OSA adalah penyakit yang tidak terdeteksi oleh sebahagian besar dokter di
Amerika Serikat.1,2

Ketika saluran nafas tertutup, penderita mengalami henti nafas, dan


penderita akan berusaha terbangun dari tidurnya supaya saluran nafas dapat
kembali terbuka. Proses terbangun dari tidur ini biasanya hanya berlangsung
beberapa detik, tetapi dapat menganggu irama tidur yang berkesinambungan.
Tidak dapatnya seseorang masuk ke tingkat tidur yang dalam dapat menyebabkan
penurunan kualitas hidup seseorang, seperti mengantuk sepanjang hari, penurunan
daya ingat, erectile dysfunction (impotensi), depresi, dan perubahan kepribadian.
Sleep Apnea didefinisikan sebagai timbulnya episode abnormal pada frekuensi
napas yang berhubungan dengan penyempitan saluran napas atas pada keadaan
tidur, dapat berupa henti napas/apnea atau menurunnya ventilasi/hypoapnea.1,2

Dari hasil penelitian tentang tidur, frekuensi apnea dan hipopnea setiap
jam pada tidur ( Apnea-Hipopnea Index, AHI ) merupakan kunci untuk mengukur
atau mengklasifikasikan keparahan dari OSA, akan tetapi indeks ini tidak dapat
mengukur derajat hipoksia yang menyertai, periode bernafas dalam tidur dan
sebagainya. Berdasarkan penyebabnya apnea dapat dibedakan apakah karena
obstruktif ataupun sentral dari usaha pernafasan thoracoabdominal.2,3

1
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Obstructive sleep apnea (OSA) adalah adalah gangguan tidur yang umum
di mana terjadi obstruksi jalan napas lengkap atau sebagian, disebabkan oleh
kolaps faring pada saat tidur, menyebabkan mendengkur keras atau tersedak,
sering terjadi bangun di malam hari, tidur yang terganggu dan kantuk di siang hari
yang berlebihan.1,2
Ketika obstruksi jalan napas terjadi, aliran udara inspirasi menjadi
berkurang (hipopnea) atau sama sekali tidak ada (apnea). Sindrom OSA adalah
didefinisikan sebagai lima atau lebih episode apnea atau hypopnoea per jam
tidur dengan gejala yang terkait (contohnya rasa kantuk di siang hari yang
berlebihan, kelelahan, atau gangguan kognisi) atau 15 atau lebih apneahypopnea
obstruktif peristiwa per jam tidur terlepas dari gejala yang terkait.2,4
Sekarang diakui bahwa OSA sering dikaitkan dengan komplikasi parah
termasuk gangguan kardiovaskular utama, gejala sisa neurokognitif
dan gangguan mood. Memang, ada semakin banyak bukti bahwa ada korelasi kuat
antara penyakit dan hipertensi, penyakit arteri koroner, gagal jantung, aritmia, dan
stroke. Kognitif gangguan dengan perubahan perhatian dan konsentrasi, eksekutif
fungsi dan koordinasi motorik halus adalah keluhan umum pasien dengan OSA.
Akhirnya, depresi dapat mewakili masalah yang signifikan dalam perjalanan
penyakit.1,3

2.2 Anatomi
2.2.1 Hidung

Hidung terdiri atas hidung iuar dan cavum nasi. Cavum nasi dibagi
oleh septum nasi menjadi dua bagian, kanan dan kiri. nares, yang
dipisahkan satu dengan yang lain oleh septum nasi. Pinggir lateral, ala
nasi, berbentuk bulat dan dapat digerakkan. Rangka hidung luar
dibentuk oleh os nasale, processus frontalis maxillaris, dan pars nasalis
ossis frontalis. Di bawah, rangka hidung dibentuk oleh lempeng-

2
lempeng tulang rawan hialin Kulit hidung luar mendapatkan darah dari
cabang-cabang arteria ophthalmica dan arteria maxillaris.4,5
Kulit alanasi dan bagianbawah septum mendapatkan darah dari
cabang-cabang arteria facialis. Suplai Saraf Sensoris Hidung Luar
N.infratrochlearis dan rami nasales externae nervus ophthalmicus
(Nervus cranialis V) dan ramus infraorbitalis nervus maxillaris (Nervus
cranialis V) mengurus hidung luar.4
Cavum nasi terbentang dari nares di depan sampai ke apertura
nasalis posterior atau choanae di belakang, di mana hidung bermuara ke
dalam nasopharlmx. Vestibulum nasi adalah area di dalam cavum nasi
yang terletak tepat di belakang nares. Cavum nasi dibagi menjadi dua
bagiary kiri dan kanan oleh septum nasi. Septum nasi dibentuk oleh
cartilago septi nasi, lamina verticalis osis ethmoidalis, dan vomer.4,7

Gambar 2.1 Anatomi Hidung.4


Cavum nasi mempunyai dasar, atap, dinding lateral dan dinding
medial atau dinding septum. Dasar dibentuk oleh processus palatinus os
maxilla dan lamina horizontalis ossis palatini. Atap sempit dan dibentuk
di sebelah anterior mulai dari bagian bawah batang hidung oleh os
nasale dan os frontale, di tengah oleh lamina cribrosa ossis ethmoidalis,
terletak di bawah fossa cranii anterior, dan di sebelah posterior oleh

3
bagian miring ke bawah corpus ossis sphenoidalis. Dinding Lateral
mempunyai tiga tonjolan tulang disebut concha nasalis superior, media,
dan inferior. Area di bawah setiap concha disebut meatus. Recessus
sphenoethmoidalis adalah sebuah daerah kecii yang terletak di atas
concha nasalis superior. Di daerah ini terdapat muara sinus
sphenoidalis. Meatus Nasi Superior Meatus nasi superior terletak di
bawah concha nasalis superior. Di sini terdapat muara sinus
ethmoidales posterior. Meatus Nasi Media Meatus nasi media terletak
di bawah concha nasalis media. Meatus ini mempunyai tonjolan disebut
bulla ethmoidalis, yang dibentuk oleh sinus ethmoidales medii yang
bermuara pada pinggir atasnya. Sebuah celah melengkung, disebut
hiatus semilunaris, terletak tepat di bawah bulla. Ujung anterior hiatus
yang menuju ke dalam sebuah saluran berbentuk corong disebut
infundibulum, yang kana berhubungan dengan sinus frontalis. Sinus
maxillaris bermuara ke dalam meatus nasi media melalui hiatus
semilunaris.4
Meatus nasi inferior terletak dibawah concha nasalis inferior dan
merupakan tempat muara dari ujung bawah ductus nasolacrimalis, yang
dilindungi oleh sebuah lipatan membrana mucosa.4,5
Dinding medial dibentuk oleh septum nasi. Bagian atas dibentuk
oleh lamina verticalis ossis ethmoidalis dan os vomer. Bagian anterior
dibentuk oleh cartilago septalis. Septum ini jarang terletak pada bidang
median, sehingga belahan cavum nasi yang satu lebih besar dari sisi
lainnya.5,7

2.2.2 Nasofaring

Nasofaring adalah bagian atas tenggorokan (faring) yaitu terletak


diatas palatum molle dan dibelakang rongga hidung. Didalam
submucosa terdapat kumpulan jaringan limfoid yang disebut tonsilla
pharyngea. Isthmus pharyngeus adalah lubang di dasar nasopharyx
diantara pinggir bebas palatum molle dan dinding posterior pharynx.

4
Pada didning lateral terdapat muara tuba auditiva, berbentuk elevasi
yang disebut elevasi tuba. Recessus pharyngeus adalah lekukan kecil
dinding pharynx di belakang elevasi tuba, plica salpingopharyngea
adalah lipatan vertikal membrana mucosa yang menutupi m.
salphingopharyngeus.5,7

2.2.3 Orofaring

Orofaring adalah bagian tengah dari faring yang menghubungkan


bagian superior nasofaring ke rongga mulut bagian posterior dan ke
hipofaring bagian inferior. Orofaring terletak dibelakang cavum oris.
Dasar dibentuk oleh sepertiga posterior lidah dan selah antara lidah dan
epiglotis. Pada garis tengah terdapat plica glossoepiglottica mediana dan
plica glossoepiglotica lateralis pada masing-masing sisi. Lekukan kanan
dan kiri plica glossoepiglotica mediana disebut vallecula.4,5
Pada kedua sisi dinding lateral terdapat arcus ( arcus
palatoglossus dan palatopharyngeus ) dengan tonsila palatina
diantaranya. Arcus palatoglossus adalah lipatan membrana mucosa yang
menutupi musculus palatoglossus. Celah diantara kedua arcus
palatoglossus disebut isthmus faucium dan merupakan batas antara
rongga mulut dan pharyng. Arcus palatopharyngeus adalah lipatan
membrana mucosa yang menutupi musculus palatopharyngeus. Recessus
diantara arcus palatoglossus dan palatopharyngeus diisi oleh tonsilla
palatina.4,7

5
Gambar 2.2 Penampang sagittal kepala dan leher memperlihatkan hubungan
antara cavum nasi, mulut, pharynx dan larynx4

2.2.4 Laringofaring

Laryngopahrynx terletak dibelakang aditus laryngis. Dindin lateral


dibentuk oleh kartilago throidea dan membrana thyroidea. Recessus
piriformis, merupakan cekungan pada membrana mucos yang terletak di
kanan dan dikiri aditus laryngis. Batas laringofaring di sebelah superior
adalah tepi atas epiglotis, batas anterior ialah laring, batas inferior ialah
esofagus, serta batas posterior ialah vertebra servikal. Struktur pertama
yang tampak di bawah lidah ialah valekula. Bagian ini merupakan dua
cengkungan yang dibentuk oleh ligamentum glosoepiglotika medial dan
ligamentum glosoepiglotika lateral pada tiap sisi. Valekula disebut juga
“kantong pil” (pill pockets) sebab pada beberapa orang, kadang – kadang
bila menelan pil akan tersangkut di situ.4,5,7

Di bawah valekula terdapat epiglotis. Pada bayi epiglotis ini


berbentuk omega dan pada perkembangannya akan lebih melebar,
meskipun kadang – kadang bentuk infantile (bentuk omega) ini tetap
sampai dewasa. Dalam perkembangannya, epiglotis ini dapat menjadi
demikian lebar dan tipisnya. Epiglotis berfungsi juga untuk melindungi

6
glotis ketika menelan minuman atau bolus makanan, pada saat bolus
tersebut menuju ke sinus piriformis dan ke esophagus.5

Gambar 2.3 Laringofaring

2.3 Fisiologi tidur


 Siklus Bangun-tidur
Siklus bangun-tidur terdiri dari 8 jam nocturnal sleep dan 16 jam waktu
terjaga yang dipengaruhi oleh 2 hal yaitu homeostasis tidur dan
circardianrhythm.4 Homeostasis adalah suatu proses dimana tubuh berusaha
mempertahankan kondisi internal tubuh agar tetap stabil. Ketika kita bangun,
homeostasis tidur berakumulasi dan akan mencapai titik maksimumnya pada
malam hari, dimana kebanyakan individu akan tertidur pada saat ini. Meskipun
neurotransmitter dalamproses homeostasis tidur masih belum dipahami
sepenuhnya, namun terdapat penelitian yang mengindikasi adenosin sebagai
bahan kimia yang menginduksi tidur. Selama kita terbangun, kadar adenosin
dalam darah akan meningkat,mengakibatkan peningkatan kebutuhan tidur dan
semakin sulit untuk ditolak. Sebaliknya, saat tidur, kadar adenosin menurun

7
sehingga kebutuhan tidur akan berkurang. Beberapa obat seperti kafein, bekerja
dalam menghalangi reseptor adenosine, sehingga mengganggu proses ini.5,6

Gambar 2.4 Struktur anatomi yang berperan dalam Proses tidur


Faktor lainnya yaitu circadian rhythm. Circadian rhythm merupakan suatu
perubahan di tubuh yang bersifat siklik seperti fluktuasi temperatur tubuh,
hormon, dan tidur. Circadian rythm berlangsung selama 24 jam yang diatur oleh
jam biologis otak manusia. Jam biologis manusia terdiri dari kumpulan beberapa
neuron di hipotalamus. Hal ini dipengaruhi oleh lingkungan luar dan jadwal kerja.
Cahaya merupakan lingkungan luar yang mempengaruhi jam biologis dan
membantu menentukan kapan kita merasa harus terjaga.5,6,7
 Tahap-tahap Tidur
Tidur terdiri dari 2 bagian berbeda yaitu tidur non-rapid eye movement
(NREM) dan rapid eye movement (REM). Tidur NREM dibagi menjadi 4
tahap:N1, N2, N3, dan N4. Tidur NREM terjadi selama 75-80% dari total waktu
tidurN1 mewakili 38% dari total waktu tidur. N1 terjadi dalam masa transisi dari
bangun ke tahap tidur lainnya. Pada N1, gelombang alfa yang merupakan
karakteristik sifat terjaga berkurang dan dalam tegangan yang rendah, serta
frekuensi campuran muncul. Selanjutnya N2 akan muncul kira-kira 5-12 menit

8
setelah tahap N1 dan mewakili 45-55% dari total waktu tidur.5 Karakteristik
electroencephalogram (EEG) dari tahap N2 yaitu sleep spindle dan kompleks K.
Gelombang delta mungkin muncul pada awal N2. Pada N3 dan N4 mewakili 15-
20% dari total waktu tidur dan merupakan gelombang tidur lambat atau slow-
wave sleep.7
Karakteristik N3 terdiri dari beberapa amplitudo tinggi aktivitasi tidur
gelombang lambat, sedangkan N4 memiliki karakteristik berupa banyaknya
amplitude tinggi aktivitas gelombang tidur lambat. Tidur REM mewakili 20-25%
dari total waktu tidur. Tidur REM dimulai 60-40 menit setelah tidur NREM.
Karakteristik tidur NREM berupa tegangan rendah campuran aktivitas frekuensi
dengan gelombang alfa lambat dan gelombang teta.7
Kejadian OSA berhubungan dengan penekanan tidur NREM (N3, N4) dan
REM akibat gangguan bernapas. Pada OSA terjadi arousal akibat gangguan napas
yang menyebabkan fragmentasi tidur.6,7

2.4 Epidemiologi

Meskipun OSA dijelaskan di tengah-tengah yang terakhir abad, data yang


menggambarkan prevalensi penyakit ini adalah tidak tersedia sampai 1993 ketika
hasil dari Wisconsin Studi Sleep Cohort dilaporkan. Penelitian ini melibatkan
602 peserta yang berusia 30-60 tahun dan dievaluasimenggunakan
polysomnography semalam. Prevalensi OSA (didefinisikan sebagai AHI ≥ 5)
dalam penelitian ini adalah 24% pada pria dan 9% pada wanita, dan prevalensi
sindrom OSA (OSAS), yaitu, OSA dengan gejala yang terkait (didefinisikan
sebagai AHI ≥ 5 dan kantuk di siang hari) adalah 4% pada pria dan 2% pada pria
wanita. Prevalensi OSA diperkirakan di Selatan Rumah tangga Pennsylvania,
1.741 peserta antara usia 20 dan 100 tahun dievaluasi menggunakan PSG
semalam. Prevalensi OSA dalam penelitian cross-sectional ini adalah mirip
dengan Penelitian Wisconsin Sleep Cohort: Prevalensi OSA (AHI ≥ 10) adalah
17% pada pria dan 5% pada wanita dan prevalensi OSAS dengan gejala yang
bersamaan adalah 3,3% pada pria dan 1,2% pada wanita.1
OSAS adalah penyakit kedua dalam urutan frekuensi di antara gangguan
pernapasan yang berbeda, hanya dilampaui oleh asma. Sindrom ini dapat

9
menyerang semua kelompok umur, dan diperkirakan mempengaruhi 2-4% dari
populasi orang dewasa, meskipun lebih sering terjadi pada pria paruh baya. Satu
dari setiap 5 orang dewasa menderita OSAS sedang, dan satu dari setiap 15 orang
menderita OSAS sedang hingga berat (3). Sindrom ini ditandai oleh pernapasan
tegang, penurunan kadar oksigen dalam darah, dan gairah yang mengganggu tidur
normal . Beberapa kasus berisiko tinggi terhadap kesehatan, dan pasien mungkin
mengalami kantuk yang berlebihan di siang hari, sakit kepala di pagi hari,
gangguan konsentrasi, masalah sosial, dan gangguan sistemik9

2.5 Etiologi

Perlu diketahui bahwa selama terjaga, aktivitas otot saluran napas bagian atas
lebih besar dari normal untuk membantu mengkompensasi penyempitan saluran
napas dan resistensi saluran napas yang tinggi. 10 Abnormalitas struktural yang
mempengaruhi pasien untuk mengalami OSA adalah:

 Kolaps dari dinding lateral faring yang tersusun dari m. palatoglossus, m.


palatopharyngeus, m. styloglosus, m. stylohyoid, m. stylopharyngeus, dan
m. hyoglossus). 9,10
 Abnormalitas jaringan lunak dan struktur kraniofasial, perubahan ukuran
tulang kranial pada OSAS termasuk penurunan panjang mandibula, posisi
tulang hyoid yang lebih rendah, dan retro posisi pada maksila, uvula yang
lebih lebar, danpalatum durum yang lebih tinggi dan sempit, mengurangi
lebar lumen faring.Struktur kraniofasial yang berbeda tersebut umumnya
diturunkan secara genetik, 3,9
 Gangguan anatomi seperti hipertrofi tonsil, lidah besar (macroglosia),
elongasi fasial, kelainan rahang; mandibular hipoplasia (retrognathia,
micrognathia) obstruksi nasal seperti polip, deviasi septum, tumor atau
stenosis, kelainan yang tedapat pada Pierre-Robin Syndrome dan Down
syndrome.3,9,10
 Kelainan fungsi kontrol neuromuskular pada otot dilator faring berperan
terhadap kolapsnya saluran napas. Defek kontrol ventilasi di otak

10
menyebabkan kegagalan atau terlambatnya refleks otot dilator faring, saat
pasien mengalami periode apnea hipopnea.10

Obesitas dapat berkontribusi pada penurunan ukuran saluran napas bagian atas
dengan meningkatkan jumlah lemak yang tersimpan di dalam jaringan lunak dari
pharynx atau dengan menekan faring dengan massa lemak superfisial di leher.
Dalam penelitian dikatakan, indeks masa tubuh (IMT) > 30 kg/m 2 memiliki
prevalensiterjadinya OSA lebih dari 50%.3,10,12

2.6 Faktor Risiko


 Usia
Menurut penelitian, semakin meningkat usia, semakin meningkat risiko untuk
terjadinya OSAS sehingga usia sekitar 65 tahun dan kemudian terjadi plateau
pada prevalensi. Prevalensi OSAS pada orang tua ditemukan sekitar 28%-62%
pada laki-laki dan 19,5-60% pada perempuan. Untuk menjelaskan hubungan
antara OSA dan usia, berbagai hipotesis telah diajukan dan diuji. Fungsi dan
struktur saluran napas bagian atas telah menjadi fokus perhatian pada berbagai
laporan yang menyelidiki peningkatan usia dan patofisiologi saluran napas atas.
Sebagai contoh, penuaan dikaitkan dengan peningkatan resistensi saluran napas
bagian atas, peningkatan lemak parapharyngeal, penurunan ukuran faring, dan
gangguan refleks otot faring yang penting untuk mempertahankan patensi saluran
napas atas.1
 Jenis Kelamin
OSAS lebih sering terjadi pada pria, dengan rasio pria-wanita 2–4: 1 dalam
studi berbasis komunitas dan sekitar 10: 1 dalam sampel rujukan klinik tidur.
Perbedaan antara komunitas berbasis gender dan prevalensi klinik OSAS dapat
dijelaskan oleh fakta bahwa wanita sering tidak memiliki simtomatologi klasik
OSAS. Perempuan mungkin lebih cenderung melaporkan sakit kepala pagi,
kesulitan memulai tidur, dan kelelahan terkait dengan OSA dibandingkan dengan
laporan gelisah pada waktu tidur dan menngalami apnea. Selanjutnya, wanita
dengan OSA lebih cenderung dirawat karena depresi, insomnia, dan memiliki
hypothyroidism dibandingkan dengan pria pada derajat OSAS yang sama.9

11
Perbedaan berdasarkan jenis kelamin pada kejadian OSAS mungkin terjadi
disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk pengaruh hormonal, dan bentuk tubuh
berdasarkan jenis kelamin, seperti morfologi kraniofasial dan penumpukan lemak.
Struktur dan fungsi saluran udara bagian atas berbeda berdasarkan jenis kelamin,
dimana jalan napas bagian atas yang lebih pendek dan lebih kecil diamati pada
wanita dibandingkan dengan pria. Meskipun perbedaan anatomi saluran napas
bagian atas mungkin muncul menjadi predisposisi wanita daripada pria ke saluran
udara atas runtuh, pria ditemukan memiliki saluran udara yang lebih panjang
dibandingkan dengan wanita, sehingga mengakibatkan peningkatan kerentanan
untuk kolaps. Data juga menunjukkan bahwa wanita memiliki saluran udara
bagian atas yang lebih stabil.2,9
Penjelasan lain yang mungkin tentang perbedaan berdasarkan jenis kelamin
dalam risiko OSA adalah variasi dalam distribusi jaringan adiposa antara pria dan
wanita. Pria cenderung memiliki lebih banyak lemak di tubuh bagian atas
termasuk leher (android), dengan demikian predisposisi untuk kolaps napas
bagian atas dibandingkan dengan wanita yang cenderung memiliki lemak tubuh
lebih rendah (gynoid).7 Konsisten dengan pengamatan ini adalah pengukuran leher
lingkar dan lingkar pinggang berkorelasi lebih baik dengan tingkat keparahan
OSA daripada IMT. Sebuah studi pencitraan, pencitraan resonansi magnetik,
menegaskan bahwa pria juga memiliki lebih dominan jaringan lemak dan jaringan
lunak faring dengan wanita.9
 Obesitas
OSAS mempunyai prevalensi yang tinggi pada populasi obesitas dan berat
badan lebih. Mekanisme terjadinya OSAS pada obesitas karena terdapat
penyempitan saluran nafas bagian atas akibat penimbunan jaringan lemak di
dalam otot dan jaringan lunak di sekitar saluran nafas, maupun kompresi eksternal
leher dan rahang.2,9
 Genetik
Menurut penelitian sebelumnya, menggambarkan tingginya prevalensi OSAS
antara anggota keluarga, menyarankan bahwa OSA memiliki faktor genetik selain
pengaruh obesitas. Faktor risiko lain yang menjadi predisposisi OSA ditentukan
secara genetis termasuk morfologi karakteristik kraniofasial dan mekanisme

12
kontrol ventilasi. Morfologi kraniofasial telah diidentifikasi menjadi indikator
kuat untuk risiko pengembangan OSA. Selain itu, kelainan kraniofasial adalah
sebagian dari kelainan genetik di mana OSA sangat lazim, seperti sindrom Down
dan sindrom Marfan.2,9
 Menopause
Perubahan terkait menopause pada distribusi lemak tubuh, seperti obesitas
sentral dan peningkatan adipositas di sekitar saluran napas bagian atas,
meningkatkan risiko saluran napas atas untuk kolaps airway. Selain itu, tonus dari
otot-otot seperti geniglossus, pharyngeal dilator primer, lebih menurun selama
terjaga dalam pascamenopause dibandingkan dengan premenopause. Selain itu,
estrogen dan progestin memiliki peran dalam mengatur penggerak ventilasi, yang
dapat menyebabkan ketidakseimbangan kekuatan yang menyebabkan kolaps pada
saluran napas atas meningkat. Akhirnya, kadar estrogen dan progestin yang
rendah pada menopause dapat menyebabkan disinkronisasi otot-otot inspirasi dan
otot-otot faring yang kemungkinan menyebabkan obstruksi saluran napas bagian
atas.1,9
 Obstruksi nasal
Sumbatan hidung menyebabkan keterbatasan aliran udara, suatu efek yang
lebih terasa saat tidur dan itu bisa memperburuk apnea dan desaturasi nokturnal
terkait dengan OSA. Faktor mekanis yang berbeda dapat menyebabkan sumbatan
hidung termasuk anomali anatomis, seperti deviasi septum, dan penyakit radang
yang menyebabkan edema mukosa, yaitu rinitis. Selain itu, penderita yang
mempunyai tonsil dan adenoid yang besar cenderung mendapatkan OSAS.1,9
 Anatomi kraniofasial
Karakteristik kraniofasial yang berbeda telah dikaitkan dengan perkembangan
OSA dengan menyebabkan penyempitan saluran napas bagian atas dan
peningkatan kolaps saluran udara bagian atas termasuk tulang hyoid yang
terposisi di inferior, penempatan rahang atas dan rahang bawah di posterior, lidah
dan palatum molle yang membesar, dan area cross-sectional velopharyngeal yang
lebih kecil. 9

13
 Merokok
Merokok menyebabkan kesulitan untuk memulai tidur, fragmentasi tidur, dan
menyebabkan kantuk di siang hari. Efek inflamasi pada merokok pada saluran
napas dan perubahan volume paru-paru dapat mempengaruhi peningkatan kolaps
saluran napas bagian atas, dan efek nikotin saat stabilitas tidur dan dorongan
ventilasi juga dapat memainkan peran. Apakah merokok adalah faktor risiko yang
benar untuk OSA adalah masih belum jelas.1,2,9
 Alkohol
Alkohol kemungkinan memperparah OSAS melalui mekanisme yang berbeda
termasuk pengurangan selektif aktivitas otot genioglosal, penurunan respons
ventilasi untuk hiperkapnia dan hipoksia, peningkatan resistensi saluran napas
bagian atas, dan meningkatkan kecenderungan saluran udara bagian atas yang
tidak stabil untuk kolaps. 1,2
 Ukuran leher besar
Laki-laki dan perempuan dengan ukuran leher besar: 17 inci atau lebih untuk
laki-laki dan 16 inci atau lebih untuk perempuan cenderung untuk mendapatkan
OSAS.9

14
2.7. Patofisiologi

Bernapas adalah fungsi dari pusat pernapasan yang mengontrol otot-otot


pernafasan untuk memungkinkan aliran udara melalui saluran udara untuk
memastikan pertukaran gas di paru-paru. Setiap disfungsi pada tingkat pusat
pernafasan (ventilasi tidak stabil), saluran napas bagian atas (obstruksi), atau
kombinasi keduanya dapat menyebabkan pola pernapasan abnormal dan lebih
menonjol saat tidur, menyebabkan terjadinya penurunan pertukaran gas dan sering
terbangun.8
 Patensi jalan napas atas
Saluran napas bagian atas pada manusia adalah tabung yang dapat kolaps
dengan dominasi jaringan lunak dan sedikit tulang atau support yang kaku. Pada
manusia normal, saluran napas bagian atas paten selama terjaga dan tidur sebagai
kekuatan net cenderung untuk menjaga saluran napas bagian atas terbuka dan
membutuhkan setidaknya -5 cm H2O untuk kolaps di bawah kondisi pasif.
Namun, hal ini berbeda pada kasus orang obesitas dalam hal saat tidur, tekanan
saluran udara yang dibutuhkan untuk kolaps jalan napas dekat dengan tekanan
atmosfer dan bahkan positif.6,11
Saat paling berisiko untuk kolaps total saluran napas pada akhir ekspirasi
dimana tekanan jaringan lebih tinggi dari tekanan intraluminal. faktor anatomi
juga meningkatkan risiko OSA seperti yang terjadi pada individu obesitas yang
dimana meningkat lemak parapharyngeal. Keadaan kraniofasial tertentu seperti
retrognatia (mundurnya mandibula/ maxilla) mungkin terkait dengan peningkatan
risiko OSA karena saluran yang lebih kecil dan saluran napas bagian atas lebih
ramai.8,10
Postur individu dapat mempengaruhi ukuran saluran napas bagian atas sebagai
posisi terlentang dikaitkan dengan prolaps lidah dan struktur palatum posterior,
dan itu menjelaskan alasan mengapa OSA biasanya lebih buruk dalam posisi
terlentang. kekuatan lain yang menjadi faktor pencegah dari kolaps saluran napas
bagian atas ialah aktivasi otot faring. Lebih dari 20 otot faring bertindak dalam
hitungan kompleks dan terkoordinasi untuk mempertahankan patensi jalan napas
atas. Yang paling banyak dipelajari adalah otot genioglossus yang memiliki 3
kontrol saraf utama: (1) aktivasi refleks yang dimediasi dari genioglossus melalui

15
mechanoreceptors laring dalam menanggapi tekanan luminal negatif, (2) neuron
pernapasan di medula, yang mengaktifkan otot genioglossus 50-100 ms lebih awal
dari diafragma untuk mempertahankan jalan napas paten sebelum inspirasi, dan
(3) motor neuron hypoglossal yang memiliki input rangsang konstan selama
keadaan bangun dari serotonergik saluran napas atas dan neuron adrenergik.8,10,11
 Kontrol ventilasi
Kontrol pernapasan pusat pada batang otak meregulasi kadar oksigen
(O2) dan karbon dioksida (CO2) dalam darah dengan ketat dengan berbagai jenis
mekanisme umpan balik yang melibatkan berbagai kemoreseptor dan
mekanoreseptor, sehingga perubahan pola dan kedalaman ventilasi bervariasi
untuk menjaga kadar gas darah dalam batasan yang ketat. Sistem kompleks ini
dapat menjadi tidak stabil. Ketidakstabilan dari sistem dapat dijelaskan dengan
system loop gain, yang merupakan konsep engineering. Loop gain adalah rasio
dari respon koreksi (ventilasi) terhadap sumbatannya itu sendiri. Sistem high-gain
merespon dengan capat dan agresif terhadap sumbatan, dimana sistem low-gain
merespon lambat dan lemah. Dua variabel utama yang mempengaruhi loop gain
merupakan controller gain dan plant gain, keduanya penting dalam stabilitas
ventilasi. Controller gain mewakili respon kemoresponsif atau hipoksia dan
ventilasi hiperkapnik. Controller gain yang meningkat umumnya akibat
responcepat hiperkapnik. Plant gain mencerminkan keefektifan ventilasi untuk
mengurangi CO2. Meningkatnya loop gain menyebabkan tidak stabilnya ventilasi
pada keadaan bangun dan tidur, meskipun ini sedikit tidak tampak selama bangun
karena pola bernapas selama tersadar banyak dipengaruhi oleh kebiasaan, seperti
berbicara dan makan. Loop gain yang meningkat dipercaya berperan dalam
patofisiologi dari OSA dimana pusat bernapas merespon cepat dan agresif
terhadap perubahan kecil CO2, sehingga mengakibatkan menurunnya kadar CO2
dibawah apneu threshold, sehingga menyebabkan berhenti sementaranya proses
bernapas menyebabkan retensi CO2 dan selanjutnya.8

2.8. Diagnosis

Diagnosis OSA didasarkan pada anamnesis, presentasi klinis dan temuan fisik
sugestif penyakit dalam hubungannya dengan data objektif yang diperoleh dari

16
pemantauan penelitian tidur. OSA adalah penyakit yang sangat lazim dan, jika
tidak diobati, dapat mengakibatkan kerugian yang cukup berarti pada kehidupan
sosial, ekonomi, dan terdapat gejala sisa. Mengingat hal ini, penemuan oleh
penyedia layanan kesehatan adalah sangat penting.11

1. Anamnesis
Ketika mengevaluasi pasien untuk OSA, memperoleh riwayat kesehatan
menyeluruh merupakan hal penting. Pasien harus ditanya tentang mendengkur,
gelisah tidur, terengah-engah atau tersedak, alasan untuk bangun pada malam
hari, dini hari kelelahan, kantuk di siang hari, bangun dengan sakit kepala, dan
rata-rata waktu mereka pergi ke tempat tidur, berapa lama waktu yang
dibutuhkan mereka tertidur, dan rata-rata waktu mereka keluar dari tempat tidur
di pagi hari. Ini akan membantu untuk menyingkirkan gangguan tidur lainnya
seperti insomnia, gangguan irama sirkadian tidur, dan sindrom tidur tidak
cukup sebagai penyebab kantuk mereka.9
Sebuah riwayat pengobatan menyeluruh harus diperoleh untuk
menyingkirkan obat-obatan yang dapat menyebabkan kantuk atau
mempengaruhi tidur. Pasien juga harus ditanya tentang hipertensi apapun,
penyakit jantung, stroke, diabetes, depresi, gangguan tiroid, kendaraan
bermotor atau kecelakaan yang berhubungan dengan pekerjaan, dan riwayat
keluarga menyeluruh harus diperoleh mengenai OSAS. Mendapatkan sejarah
dari pasangan juga bisa sangat membantu berkenaan dengan mendengkur dan
setiap peristiwa pernafasan (yaitu, terengah-engah, tersedak, mantra apnea,
gelisah tidur, atau gerakan anggota badan periodic.9
Kuesioner seperti Epworth Sleepiness Scale (ESS) dan kuisioner functional
outcome of Sleep membantu untuk memberikan penilaian subjektif dari kantuk
berlebihanpada siang hari. ESS meminta pasien untuk menilai kemungkinan
tertidur delapan skenario yang berbeda. Tingkat pasien setiap skenario dengan
skor dari 0 (tidak akan pernah tertidur) sampai ke skor 3 (kesempatan tinggi
tertidur). Skor 10 atau lebih (dari kemungkinan 24) signifikan bagi kantuk
patologis.10,11

Epworth Sleepiness Scale

17
0 = tidak akan pernah tertidur
1 = sedikit kesempatan tertidur
2 = moderat kesempatan tertidur
3 = tinggi kesempatan tertidur

Tabel 2.1 Epworth Sleepiness Scale 8,9

Gejala
- Rasa mengantuk yang berlebihan pada siang hari atau excessive
daytime sleepiness. Efek OSA akibat terganggunya tidur malam.
- Sakit kepala di pagi hari
- Mulut kering, bau mulut ketika bangun
- Mudah tersinggung

18
- Susah untuk konsentrasi
- Depresi
- Snoring
- Choking
- Snorting
- Gasping
- Insomnia
- Nocturia

Tabel 2.2 Daftar Gejala OSAS 11

2. Pemeriksaan Fisis
Pemeriksaan fisik pasien untuk SDB harus mencakup pemeriksaan
umum dengan penekanan khusus pada tinggi badan, berat badan, indeks
massa tubuh (BMI), dan lingkar leher selain pemeriksaan rinci dari saluran
napas bagian atas. Hidung, nasofaring, rongga mulut, orofaring, hipofaring,
dan laring semua harus diperiksa untuk menilai patensi mereka dan
mengesampingkan semua halangan anatomis atau patologis.11 Cavum Nasi
sebaiknya diperiksa dengan spekulum hidung sebelum dan sesudah
dekongestan topikal (kecuali kontraindikasi). Endoskopi Fiberoptik juga
dapat digunakan untuk memeriksa cavum nasi dan nasofaring. Sumbatan
hidung dan mulut pernapasan berkontribusi kolaps saluran napas atas dan
SDB oleh beberapa mekanisme. Pertama, obstruksi nasi menyebabkan mulut

19
terbuka agar pasien datang bernapas. Kedua, obstruksi nasi dan pernapasan
melalui mulut menyebabkan peningkatan resistensi bagian atas yang
menyebabkan peningkatan kolaps bagian bawah melalui hilangnya reflex
nasal.9

Ketika memeriksa rongga mulut dan posisi mandibula dan oklusi gigi
(Kelas I, II, dan III) harus dicatat. Sebuah mandibula retrognathic akan
menyebabkan perpindahan posterior lidah dan penyempitan saluran napas
faring. Mandibularis tori yang besar juga akan menyebabkan perpindahan
posterior lidah. Scalloping terlihat di sepanjang tepi lateral lidah merupakan
indikasi dari lidah besar.jika ada harus dicatat. Ukuran tonsil yang dinilai 1
sampai 4.8,9

Tonsillar Grade
o 0 = tidak ada tonsil
o 1 = Tonsil kecil dan tetap tersembunyi dalam fossa tonsil
o 2 = Tonsil memperpanjang sampai ke tepi pilar tonsil
o 3 = Tonsil hipertrofi dan melampaui pilar tetapi tidak
menyentuh di garis tengah
o 4 = Tonsil hipertrofi dan menyentuh di garis tengah

Ukuran dan posisi langit-langit lunak dan uvula harus dicatat,


termasuk hubungan antara langit-langit lunak dan posisi lidah. Hal ini
sering dinilai dengan klasifikasi Mallampati atau klasifikasi Friedman.
Klasifikasi Mallampati adalah untuk ahli anestesi untuk menilai pasien
yang mungkin sulit untuk intubasi. Pasien membuka mulut mereka lebar
dan menjulurkan lidah. Modifikasi Friedman, pasien membuka mulut
mereka lebar dengan lidah dalam posisi netral.11 Sebuah fiberoptik
nasopharyngoscope harus digunakan untuk memeriksa nasofaring,
orofaring, dan hipofaring. Daerah retropalatal dari orofaring dan daerah
retrolingual dari hipofaring adalah dua area umum untuk runtuh.11 Untuk
batas tertentu, tingkat kolapsnya dapat dinilai dengan apa yang dikenal
sebagai manuver Mueller. Selama manuver ini hidung pasien yang terjepit

20
dekat dan dengan mulut mereka ditutup pasien diminta untuk menghirup
terhadap jalan napas tertutup sementara retropalatal dan daerah
retrolingual diperiksa untuk runtuh dengan lingkup serat optik.3
Pemeriksaan ini dilakukan dengan pasien duduk dan kemudian diulang
dengan pasien berbaring. Pemeriksaan serat optik juga akan

memungkinkan untuk pemeriksaan dasar lidah dan positioning-nya, tonsil


lingual, patensi glotis, dan mobilitas pita suara.8
Gambar 2.5 klasifikasi Mallampati 9

3. Pemeriksaan Penunjang
a. Polisomnografi
Metode standar baku emas untuk mendiagnosa OSA dan
menyediakan metode untuk menentukan tingkat PAP diperlukan untuk
pengobatan. Selama PSG, informasi rinci diperoleh dengan menggunakan
electroencephalogram, electromyogram, elektro-oculogram,
elektrokardiogram, snore mikrofon, posisi tubuh dan gerakan kaki, aliran
udara oronasal, upaya dinding dada, dan saturasi oksihemoglobin, serta
merekam video. Pemantauan studi tidur penuh dilakukan selama jam tidur
biasa dengan 6 jam rekaman secara optimal diperlukan untuk menegakkan
diagnosis. Biasanya, pasien kembali ke laboratorium untuk penelitian tidur
tindak lanjut untuk membangun tekanan yang memadai diperlukan untuk
menghilangkan peristiwa pernapasan.8 Dalam rangka meningkatkan
efisiensi, studi perpecahan malam dapat dilakukan, yang melibatkan
bagian awal rekaman tidur yang dibutuhkan untuk menegakkan diagnosis
diikuti oleh PAP titrasi. Studi malam perpecahan memiliki kelemahan
yang melekat karena untuk waktu perekaman singkat untuk bagian

21
diagnostik, mewakili kurang dari ideal metode diagnostik untuk pasien
dengan probabilitas pretest rendah (sebagai waktu tidur lebih lama sering
diperlukan untuk menegakkan diagnosis), dan mengingat bahwa bagian
terapi dari studi split malam mungkin tidak memberikan waktu yang
cukup untuk menetapkan pengaturan PAP terapi yang optimal. 6 Banyak
faktor yang dapat mempengaruhi akurasi PSG dalam memastikan
diagnosis OSA. PSG adalah tes yang sangat spesifik dan sensitif untuk
pasien dengan probabilitas pretest tinggi. Namun, ini tidak terjadi untuk
pasien dengan tes yang rendah kemungkinan OSA. Mempertimbangkan
ambang dari AHI dari 15 hasil di tingkat negatif palsu dari sekitar 20%.
Faktor-faktor yang dapat mengakibatkan variabilitas malam-ke-malam
yang posisi tubuh dan penggunaan obat-obatan yang mempengaruhi
persentase tidur REM (yaitu, apnea cenderung terjadi pada posisi
terlentang dan tidur REM).3,8

2.9. Penatalaksanaan

Sekarang pilihan perawatan yang berbeda tersedia untuk


manajemen OSAS yang efektif. Setelah lebih dari tiga dekade sejak
penggunaan pertama, tekanan jalan napas positif terus menerus (CPAP)
masih diakui sebagai perawatan standar emas. Nasal CPAP (nCPAP)
sangat efektif dalam mengendalikan gejala, meningkatkan kualitas hidup
dan mengurangi gejala klinis apnea tidur. Modalitas tekanan jalan nafas
positif lainnya tersedia untuk pasien yang tidak toleran terhadap CPAP
atau membutuhkan tekanan positif tingkat tinggi. Perangkat kemajuan
mandibula, terutama jika dibuat khusus, efektif dalam OSA ringan sampai
sedang dan memberikan alternatif yang layak untuk pasien yang tidak
toleran terhadap terapi CPAP. Peran operasi masih kontroversial.
Uvulopalatopharyngoplasty adalah prosedur mapan dan dapat
dipertimbangkan ketika pengobatan dengan CPAP telah gagal, sedangkan
operasi maxillarmandibular dapat disarankan untuk pasien dengan
malformasi kraniofasial. Sejumlah prosedur invasif minimal untuk
mengobati mendengkur saat ini sedang dievaluasi. Penurunan berat badan
meningkatkan gejala dan morbiditas pada semua pasien dengan obesitas

22
dan operasi bariatric adalah pilihan pada obesitas berat. Pendekatan
multidisiplin diperlukan untuk manajemen penyakit yang akurat.8,10

1. Terapi konservatif

a. Terapi posisional
Karena mekanisme anatomis dan fisiologis, posisi tubuh saat tidur
mempengaruhi frekuensi dan tingkat keparahan kejadian obstruktif. Posisi
terlentang, terutama karena efek gravitasi pada lidah dan posisi palatum
molle, umumnya terkait dengan peningkatan jumlah apnoea / hipopnoea.
Banyak strategi terapi posisional tersedia. Ini termasuk 'teknik bola tenis'
sederhana, yang terdiri dari bola tenis diikat ke belakang untuk mencegah
posisi terlentang, perangkat alarm terlentang dan sejumlah bantal posisi.
Terapi dianggap berhasil ketika AHI pasca perawatan di bawah 10, dan
tujuan ini umumnya tercapai ketika pemilihan kandidat yang tepat
dilakukan. Meskipun terapi posisional adalah terapi yang diterima lebih
baik, penting untuk menjelaskan bahwa manfaat klinis dari perawatan ini
tetap lebih rendah daripada pengobatan dengan CPAP.10

- Penurunan berat badan


Manajemen OSA membutuhkan pendekatan multidisiplin jangka
panjang. Pilihan perilaku, medis dan bedah tersedia untuk perawatan.
Ukuran perilaku yang paling efektif adalah penurunan berat badan. Dalam
studi prospektif, acak terkontrol. Penurunan berat badan 10,7 kg
disejajarkan dengan penurunan 40% AHI pada pasien dengan penyakit
ringan. Diet rendah energi diikuti oleh perbaikan klinis yang signifikan
pada pria obesitas dengan sleep apnea sedang hingga berat; dalam
penelitian ini pengurangan 67% dari AHI diamati dan pasien dengan OSA
parah mendapat manfaat paling banyak dari intervensi. Pada orang dewasa
yang kelebihan berat badan / obesitas menetap, olahraga mungkin
bermanfaat untuk pengobatan OSA selain hanya memfasilitasi penurunan
berat badan. Peningkatan dorongan pernapasan dan tonus otot yang stabil
di jalan napas atas mungkin menjelaskan pengaruh manfaat dari latihan
fisik pada tingkat keparahan OSA.9,11,12

23
- Edukasi dan intervensi tingkah laku

Pasien dengan apnea tidur obstruktif harus diperingatkan terhadap


penggunaan alkohol atau obat penenang pada waktu tidur. Seringkali
pasien dengan sleep apnea merasa bahwa mereka perlu mengambil sesuatu
untuk membantu mereka tidur karena mereka selalu lelah dan tidak
mendapatkan tidur yang nyenyak. Alkohol dan obat penenang akan
memicu tidur yang sangat nyenyak, sehingga membuat apnea jauh lebih
jelas, dan menumpulkan dorongan pasien untuk membangkitkan diri
mereka sendiri untuk melanjutkan bernafas. Pasien juga harus dikonseling
tentang pentingnya penurunan berat badan yang berdampak langsung pada
SDB, dan pentingnya terapi posisi. Pengurangan berat badan sangat efektif
dan bahkan menyembuhkan dalam banyak kasus; Namun, sulit untuk
mencapai dan mempertahankannya. Tidur dalam posisi terlentang
memungkinkan lidah jatuh ke posterior yang meningkatkan penyumbatan
saluran napas. Pada banyak pasien apnea mereka adalah yang terburuk
atau hanya terjadi pada posisi terlentang, oleh karena itu terapi posisi dapat
membantu atau mencegah. Ini melibatkan melatih pasien untuk tidak tidur
telentang dengan menjahit kaus kaki dengan bola di dalamnya ke bagian
belakang baju malam, atau menggunakan paket fanny dengan bola tenis di
dalamnya diikat ke belakang. Ada bantal yang tersedia secara komersial
untuk membantu terapi posisi juga 10,12

- Continuous positive airway pressure (CPAP)

CPAP adalah pengobatan pilihan pada kebanyakan pasien dengan


OSA karena efektivitasnya yang luar biasa dalam mengurangi gejala dan
kemungkinan gejala sisa penyakit. CPAP bertindak sebagai belat tekanan
fisik untuk mencegah kolapsnya jalan napas bagian atas atau seluruhnya
selama tidur. Studi polisomnografi telah menunjukkan bahwa pengobatan
dengan CPAP mampu mengembalikan patensi jalan napas sepanjang
siklus pernapasan dan untuk membalikkan apnea dan hipopnea. Kantuk di
siang hari dan kinerja neurokognitif dapat secara signifikan ditingkatkan
dengan terapi CPAP. Dalam sebuah penelitian observasional pada pria

24
dengan OSA, penurunan insiden kejadian kardiovaskular fatal dan non-
fatal diamati pada pasien yang diobati dengan CPAP hidung. Dalam uji
coba terkontrol plasebo baru-baru ini pada pasien dengan sindrom.
metabolik, pengobatan CPAP tiga bulan meningkatkan kontrol tekanan
darah dan kelainan metabolisme. Penurunan berat badan dan pengurangan
lemak intra-abdominal diamati setelah terapi CPAP, mungkin sebagai
konsekuensi dari penurunan hypersomnolence siang hari dan peningkatan
aktivitas fisik. Kegagalan pasien untuk mematuhi terapi merupakan
keterbatasan utama CPAP. Efek buruk CPAP termasuk iritasi, nyeri, ruam,
dan kerusakan kulit pada titik kontak topeng; kekeringan atau iritasi pada
selaput hidung dan faring, hidung tersumbat dan rinore, dan iritasi mata
akibat kebocoran udara juga sering terjadi. Claustrophobia, distensi
lambung dan usus dan infeksi telinga dan sinus adalah efek samping yang
kurang umum. Penyediaan pelembab yang dipanaskan bersama dengan
program pendidikan sistematis disarankan untuk meningkatkan kepatuhan
pasien terhadap CPAP jalan faring (pelumas jaringan lunak).9

Gambar 2.6 Bagan Pilihan terapi OSAS 10

25
Gambar 2.8 Oral Appliance 8 Gambar
2.7 Indikasi
manajemen penatalaksanaan OSAS berdasarkan AHI 10
2. Operasi

Pembedahan mungkin merupakan alternatif terapi yang efektif.


Modifikasi bedah jalan nafas atas telah dilakukan selama beberapa dekade
sebagai pengobatan untuk OSA. Penggunaan perawatan tersebut,
bagaimanapun, tetap kontroversial terutama karena kurangnya penelitian
terkontrol dan kriteria standar untuk mendefinisikan efikasi bedah.
Pemilihan pasien dan pengalaman ahli bedah yang tepat sangat penting
untuk keberhasilan terapi. Opsi bedah mencakup beberapa prosedur,
dengan tingkat invasif yang berbeda, yang bertujuan untuk mengurangi
obstruksi jalan napas anatomis. Osteotomi gerak rahang atas Maxillo-
mandibular dirancang untuk memperbesar jalan nafas velo-
orohypopharyngeal dengan memajukan jaringan faring anterior (langit-

26
langit lunak, dasar lidah, dan otot-otot suprahyoid) yang melekat pada
tulang maksila, mandibula, dan tulang hyoid. Pengurangan substansial dan
konsisten pada AHI adalah diamati setelah pengobatan memuaskan, pasien
mulai melakukan tindak lanjut jangka panjang. 6,8,11

Pembedahan untuk SDB biasanya diperuntukkan bagi pasien


dengan mendengkur primer, pasien dengan sindrom apnea tidur obstruktif
yang telah gagal atau tidak dapat menggunakan CPAP, atau untuk
meningkatkan kepatuhan CPAP pada pasien dengan obstruksi signifikan
terkait dengan pembesaran amandel, obstruksi hidung, dll. Ada banyak
tersedia prosedur yang menangani berbagai tingkat obstruksi, dan rencana
bedah harus disesuaikan untuk setiap pasien berdasarkan pemeriksaan
fisik, pemeriksaan serat optik, endoskopi tidur, atau studi sefalometrik.
Pembedahan bertingkat sering diperlukan pada pasien dengan SDB dan
dapat meningkatkan hasil. Beberapa pasien mungkin memilih untuk
memiliki prosedur yang dipentaskan sebagai lawan dari semuanya. Level
yang akan ditangani meliputi: 8

Daerah Obstruksi Penanganan

Septoplasty
Hidung Defleksi septum nasi Nasal valve surgery
Turbinate surgery
Pembesaran konka inferior hidung Polypectomy
Endoscopic adenoidectomy
Removal obstructive concha bullosa

Orofaring Lipatan tonsila yang berlebihan, uvula Uvulopalatofaringoplasti (UPPP)


yang menonjol, palatum mole yang Uvulopalatal flap
kendor Sphincteroplasty
Transpalatal advenacement
pharyngoplasty

Hipertrofi tonsila pembesaran tonsila Tonsilektomi


lingualis

Hipofaring dan Kolaps otot konstriktor faringis, Trakeostomi, perbaikan hioid atau
Supraglotis pergeseran lidah ke belakang mandibula

Tabel 2.3 Pilihan Pembedahan Pembaikan Untuk Obstruksi Jalan Napas Atas Pada Apnea Waktu Tidur 9

2.10. Diagnosis Banding


Penyakit / Kondisi Gejala yang membedakan

27
Episodik apnea yang rekuren tanpa upaya untuk
Central sleep apnea dan bernapas CSB terkait dengan gagal jantung
Cheyne-Stokes respiration kongestif, gagal ginjal, atau penyakit
(CSB) serebrovaskular yang mana ianya tidak seharusnya
ada pada OSAS
Kadar kantuk pada narkolepsi mungkin lebih
tinggi berbanding OSAS pada Skala Tidur
Narkolepsi Epworth
Narkolepsi disertai cataplexy, halusinasi
hipnagogik dan sleep paralysis
Disertai gejala rasa terbakar pada dada,
GastroEsofageal Reflux
regurgitasi, dan disfagia, hingga nyeri perut dan
Disease nokturnal
mual.
Asma nokturnal adalah asma dengan gejala seperti
sesak dada, sesak napas, batuk, dan mengi di
Asma nokturnal malam hari, dapat membuat tidur terganggu dan
membuat penderita merasa lelah dan terganggu
aktivitas harian pada siang hari.

Tabel 2.4 Tabel Diagnosis Banding OSAS 8,12

2.11. Komplikasi

Pasien OSA kronis jika tidak diobati dapat meningkatkan morbiditas dan
mortalitas yang signifikan karena kondisi berikut, yang dapat kembali normal
dengan keberhasilan pengobatan OSA. Penurunan kewaspadaan psikomotorik
menghasilkan tujuh kali lipat peningkatan risiko kecelakaan kendaraan bermotor.8

 Aritmia jantung
 Stroke
 Angina dan infark miokard
 Gagal jantung kongestif
 Kor pulmonal dan gagal jantung kronis
 Hipertensi: Sistemik dan pulmonal

28
 Edema perifer
 Polycythemia
 Kantuk siang hari yang berlebihan dapat menyebabkan
o Kecelakaan saat mengemudi kendaraan atau mengoperasikan
mesin berbahaya.
o Lebih sedikit olahraga dan lebih banyak penambahan berat badan
dan apnea tidur yang lebih berat.
 Toleransi glukosa dan resistensi insulin terganggu
 Konsentrasi terganggu
 Tidur yang terganggu dari pasangan tempat tidur

- Hipertensi
Obstructive sleep apnea syndrome telah terbukti berhubungan dengan
perkembangan hipertensi bahkan ketika variabel usia dan obesitas diperhitungkan.
Hal ini kemungkinan besar terkait dengan peningkatan tonus simpatik dari
hipoksemia dan rangsangan yang sering terlihat pada OSAS. Perawatan OSAS
telah terbukti dapat memperbaiki hipertensi pada individu-individu ini. Selama
kejadian apnea,terjadi penurunan curah jantung, peningkatan aktivasi sistem saraf
simpatik, dan peningkatan resistensi pembuluh darah sistemik. Pada resolusi
episode apnea, ada peningkatan aliran balik vena ke sisi kanan jantung yang
mengarah ke peningkatan curah jantung terhadap peningkatan resistensi vaskular.
Ini menyebabkan peningkatan tekanan darah secara mendadak. Siklus ini terus
berlanjut beberapa kali sepanjang malam, dan akhirnya peningkatan aktivasi
sistem saraf simpatik tetap ada, bahkan selama jam-jam terjaga9

- Penyakit Kardiovaskular

Studi prospektif telah menunjukkan insiden penyakit arteri koroner yang


lebih tinggi pada pasien dengan OSAS. Apnea berulang dapat menyebabkan
kejadian trombotik akut, sekunder akibat peningkatan aktivasi trombosit, dan
atherosclerosis kronis. Menipisnya suplai oksigen miokardial selama kejadian
apnea dapat menyebabkan iskemia akut.8,9

- Gagal Jantung Kongestif

29
Obstructive sleep apnea dapat memperburuk gagal jantung kongestif
melalui peningkatan afterload pada jantung yang sudah gagal yang menyebabkan
berkurangnya curah jantung. Selain itu, pelepasan katekolamin dari kejadian
apnea, berkontribusi pada memburuknya fungsi jantung.11

- Aritmia Jantung

Aritmia jantung dapat dilihat pada pasien dengan OSAS. Bradikardia


aritmia adalah yang paling sering terlihat. Bradikardia dimulai pada penghentian
respirasi, diikuti oleh takikardia pada pembukaan kembali respirasi, terkait dengan
peningkatan aktivitas simpatis dari hipoksia dan arousal. Aritmia lain yang terlihat
di SDB termasuk takikardia supraventrikular, kontraksi ventrikel prematur (PVC),
dan perubahan interval QT. Keberhasilan pengobatan apnea tidur obstruktif telah
terbukti efektif mengendalikan aritmia.3,11

- Stroke

Vaskular serebral berada di bawah tekanan yang sama dengan vaskular


jantung pada pasien dengan OSAS, dan sebagai risiko peningkatan penyakit arteri
koroner, risiko penyakit arteri serebral juga meningkat. Selama kejadian apnea
ada penurunan tekanan sistemik dan peningkatan tekanan intrakranial yang
menyebabkan penurunan perfusi serebral. Penurunan perfusi serebral
meningkatkan kemungkinan untuk kejadian iskemik. Selain itu, peningkatan
perubahan aterosklerotik ke endotelium dan peningkatan risiko kejadian trombotik
juga dapat dilihat dari fluktuasi aliran darah serebral, seperti yang terlihat pada
vaskular jantung.3

- Gangguan Metabolik

Beberapa mekanisme biologis telah diteliti menghubungkan OSAS dan


resistensi insulin / diabetes mellitus. Hipoksia intermiten terkait dengan
peningkatan aktivitas simpatetik secara langsung dapat mengubah metabolisme
glukosa atau secara tidak langsung meningkatkan hormon pengatur lainnya seperti
kortisol dan, mungkin, hormon pertumbuhan yang meningkatkan resistensi
insulin. Selain itu, peningkatan stres oksidatif yang terkait dengan hipoksia
intermiten menghasilkan oksigen radikal bebas dan menghasilkan keadaan respon

30
inflamasi yang telah terbukti meningkatkan resistensi insulin. Baik OSAS dan
resistensi insulin sebagian besar merupakan akibat dari obesitas di seluruh dunia.
Namun, tidak jelas apakah peningkatan resistensi insulin pada pasien dengan
OSAS terjadi melalui jalur 1tres oksidatif atau, melalui keadaan peningkatan
respon inflamasi sistemik. 9

- Fungsi Kognitif dan Kecelakaan Kendaraan Bermotor

Pasien dengan OSAS sering tidak menyadari gejala nokturnal mereka.


Namun, gejala siang hari memiliki dampak besar pada fungsi kognitif dan kualitas
hidup. Fungsi kognitif umumnya diklasifikasikan dalam studi klinis dan penelitian
ke dalam tiga kategori besar: perhatian, memori dan pembelajaran, dan kinerja
eksekutif. Pasien dengan OSA biasanya mengalami kesulitan dalam bekerja,
masalah ingatan, dan konsentrasi, dan gejala-gejala ini paling berkorelasi dengan
tingkat hipoksia pada malam hari. Di sisi lain, pengobatan OSA secara linier
terkait dengan peningkatan disfungsi kognitif, dan pasien dengan penyakit berat
cenderung memberi manfaat yang paling mengejutkan bahwa pasien dengan OSA
berada pada risiko yang lebih tinggi untuk kecelakaan kendaraan bermotor.11

31
BAB 3
KESIMPULAN

OSA Syndrome adalah kondisi yang umum terjadi tetapi sering tidak
dikenali dengan gejala terkait seperti dengkuran keras (snoring) atau tersedak
(choking), sering terbangun (arousal), gangguan tidur, dan kantuk berlebihan di
siang hari (Excessive Daytime Sleepiness, ESS), kelelahan, gangguan kognisi
dengan komplikasi serius, terutama karena itu penting sekuele kardiovaskular dan
neurokognitif. Salah satu faktor yang berperan seiring berkembangnya zaman
adalah obesitas yang meningkat, prevalensi kondisi ini cenderung meningkat, ini
mewakili masalah kesehatan masyarakat yang penting. Anamnesis yang
memadaidan penggunaan tes diagnostik yang tepat, seperti polisomnografi, dapat
dipercaya memberikan identifikasi akurat pasien dengan OSA syndrome. Edukasi
tentang penurunan berat badan dan perubahan gaya hidup efektif sebagai lini
pertama di Fasilitas Layanan Primer untuk OSA ringan hingga sedang. Berbagai
literatur mengatakan bahwa CPAP dianggap pengobatan paling efektif yang
bertujuan mengurangi gejaladan komplikasi kardiovaskular dan neurokognitif.
Pembedahan cocok untuk dipilih pasien, tetapi manfaat jangka panjangnya masih
belum didukung oleh bukti yang konsisten dalam populasi besar. Pemahaman
mekanisme dasar pada OSA yang lebih baik, dapat mengarah pada peningkatan
strategi terapeutik dan pengurangan dampak psikososiekonomi dari kondisi ini.

32
33

Anda mungkin juga menyukai