Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman
Oleh:
Pascalius Aprilian M
1210015069
Pembimbing:
dr. Diane Meytha Supit, Sp. A(K)
1
LEMBAR PERSETUJUAN
TUTORIAL
Oleh :
Pembimbing
dr. Diane Meytha Supit, Sp. A(K)
2
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, berkat
rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan Tutorial tentang “Autism Spectrum
Disorder”. Tutorial ini disusun dalam rangka tugas kepaniteraan klinik di
Laboratorium Ilmu Kesehatan Anak Rumah Sakit Abdul Wahab Sjahranie
Samarinda.
2. dr. Soehartono, Sp. THT-KL, selaku Ketua Program Studi Profesi Dokter
Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman.
3. dr. Achmad Wisnu, Sp. A, selaku Kepala Laboratorium Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman.
4. dr. Diane Meytha Supit, Sp. A(K), selaku dosen pembimbing yang telah
memberikan bimbingan dan saran selama penulis menjalani co-assistance di
Laboratorium Ilmu Kesehatan Anak Divisi Tumbuh Kembang.
Penyusun
3
DAFTAR ISI
Hal
HALAMAN JUDUL.................................................................................................i
KATA PENGANTAR..............................................................................................iii
DAFTAR ISI............................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
1.1. Latar Belakang................................................................................................1
1.2. Tujuan..............................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................2
2.1. Anatomi dan Fisiologi.....................................................................................2
2.2. Definisi............................................................................................................4
2.3. Etiologi............................................................................................................4
2.4. Klasifikasi........................................................................................................5
2.5. Diagnosis.........................................................................................................5
2.6. Penatalaksanaan..............................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................16
4
BAB 1
PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
Menambah pengetahuan tentang Autisme Spectrum Disorder (ASDs).
Sebagai salah satu syarat mengikuti ujian stase Ilmu Kedokteran Jiwa.
5
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
2.2 Epidemiologi
Menurut CDC, autisme terdapat pada 1 dari 166 kelahiran. Berdasarkan penelitian
statistik Departemen pendidikan Amerika Serikat angka pertumbuhan autisme adalah 10-27%
pertahun. National Institute of Mental Health America (NIMH) memperkirakan antara 2 dan
6 per 1.000 orang menderita autisme. Penelitian yang telah dilakukan oleh American
Academy of Pediatrics (AAP) menyatakan bahwa setidaknya ASDs terjadi pada 1 dalam 59
anak-anak. Anak laki-laki yang terdiagnosa ASDs dinyatakan 5 kali lebih sering
dibandingkan dengan anak perempuan.
2.3 Etiologi
Etiologi pasti dari penyebab autisme tidak diketahui dan belum dapat dibuktikan secara
empiris, namun autisme dapat terjadi karena multifaktorial, termasuk faktor genetik maupun
lingkungan diduga mempunyai peran yang signifikan. Ada beberapa teori yang menjelaskan
mengenai faktor-faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya autisme yaitu:
a. Teori Biologis
Teori biologis itu sendiri terbagi lagi menjadi:
Faktor Genetik
Keluarga yang memiliki anak dengan gangguan autis memiliki risiko lebih tinggi
dibandingkan dengan keluarga yang normal. Dinyatakan apabila 1 keluarga memiliki
1 anak autis maka risiko untuk memiliki anak kedua dengan kelainan yang sama
mencapai 5%, risiko yang lebih besar dibandingkan dengan populasi umum.
6
Prenatal, Natal dan Post Natal
Perdarahan yang terjadi pada kehamilan awal, obat-obatan, tangis bayi yang terlambat
ketika baru lahir, gangguan pernapasan dan anemia merupakan salah satu faktor yang
dapat mempengaruhi terjadinya autisme. Kegagalan pertumbuhan otak karena tidak
tercukupinya nutrisi karena faktor ekonomi.
Neuroanatomi
Kimia otak yang paling jelas dijumpai abnormal kadarnya pada anak dengan autis
adalah serotonin 5-hydroxytryptamine (5-HT), yaitu sebagai neurotransmiter yang
bekerja sebagai pengantar sinyal di sel-sel saraf. Anak-anak penyandang autisme
dijumpai 30-50% mempunyai kadar serotonin tinggi dalam darah. Perkembangan
norepinefrine (NE), dopamin (DA), dan 5-HT juga mengalami gangguan.
b. Teori Psikososial
Beberapa ahli berpendapat bahwa autisme dianggap sebagai akibat hubungan yang
dingin/tidak akrab antara orang tua ibu dan anak. Demikian juga orang yang mengasuh
seorang anak dengan emosional kaku dan atau obsesif tidak hangat bahkan cenderung
dingin dapat menyebabkan anak asuhannya menjadi autistik.
Keracunan logam berat dapat terjadi pada anak yang tinggal dekat dengan tambang batu
bara, emas dan lain-lain. Keracunan logam berat pada makanan yang dikonsumsi ibu
yang sedang hamil, misalnya ikan dengan kandungan logam berat yang tinggi. Pada
penelitian diketahui dalam tubuh anak-anak penderita autism terkandung timah hitam
dan merkuri dalam kadar yang relatif tinggi.
7
a. Autis dengan keterbelakangan mental sedang dan berat (IQ dibawah 50).
Prevalensi 60% dari anak autistik.
b. Autis dengan keterbelakangan mental ringan (IQ 50 – 70). Prevalensi 20% dari
anak autis.
c. Autis yang tidak mengalami keterbelakangan mental (IQ diatas 70). Prevalensi
20% dari anak autis.
b. Sindrom Asperger
Anak yang menderita Sindrom Asperger biasanya berusia lebih dari 3 tahun dan
memiliki masalah bahasa. Penderita dengan sindrom ini lebih cenderung
8
memiliki intelegensi rata-rata atau lebih tinggi. Namun seperti halnya gangguan
autistik, mereka kesulitan berinteraksi dan berkomunikasi.
d. Sindrom Rett
Sindrom ini terjadi hanya pada anak perempuan. Mulanya anak tumbuh normal.
Pada usia satu hingga empat tahun, terjadi perubahan pola komunikasi dengan
pengulangan gerakan tangan dan pergantian gerakan tangan.
keterampilan sosialnya.
Berikut penyajian tabel untuk menjelaskan perbedaan secara klinis dari lima jenis
gangguan pervasif tersebut diatas.
9
Tabel 2.1 Diagnosa Banding Autisme dengan Gangguan Perkembangan Pervasif Lainnya
10
g. Sering mengulang kata-kata yang baru saja mereka dengar atau yang pernah
mereka dengar sebelumnya tanpa bermaksud untuk berkomunikasi dan tanpa
memahami artinya. Perilaku ini di namakan parroting atau echoing.
h. Bila bertanya kepada lawan bicara, lebih sering menggunakan kata ganti orang
dengan terbalik. Contoh: menunjuk dirinya sebagai “kamu” sedangkan orang lain
sebagai “saya”.
i. Lebih sering terlihat tidak ingin berkomunikasi.
j. Tidak dapat memulai dan atau melanjutkan percakapan.
k. Kesukaran dalam mengekspresikan perasaan atau emosinya melalui nada suara.
l. Tidak menunjukkan atau memakai gerakan tubuh untuk menyampaikan
keinginannya, tetapi cenderung dengan mengambil tangan orang tuanya untuk
mengambil objek yang mereka inginkan.
m. Mengalami gangguan dalam berkomunikasi nonverbal; mereka sering tidak
menggunakan gerakan tubuh dalam berkomunikasi untuk mengekspresikan
perasaannya, misalnya dengan menggelengkan kepala, melambaikan tangan,
mengangkat alis, dan sebagainya.
n. Memiliki ingatan yang baik, terutama tentang angka, huruf, lagu, nyanyian iklan
di televisi, atau topik tertentu namun dalam suasana yang tidak sesuai.
o. Dapat kehilangan kemampuan berbahasa dan kemampuan sosial, yang biasanya
terjadi pada usia antara 15 bulan dan 24 bulan (sering disebut regression).
4) Karakteristik kognitif
a. Hampir 75 – 80% anak autis mengalami retardasi mental dengan derajat rata-rata
sedang.
11
b. Sebanyak 50% dari idiot savants (retardasi mental yang menunjukkan
kemampuan luar biasa) adalah seorang penyandang autisme.
5) Perbedaan perilaku (perilaku repetitif dan perilaku obsesif) pada anak dengan
autisme:
a. Cenderung memiliki sikap membatu, berputar, berayun, memutar jari, berjalan
pada jari kaki/jinjit dalam waktu yang cukup lama atau mengepakkan tangan
(sering disebut “stereotypic behavior”).
b. Rutinitas, perintah dan kebiasaan lainnya sangatlah susah untuk dirubah.
c. Sangat terobsesi dengan beberapa atau aktifitas yang tidak biasa, dan akan
melakukannya secara berulang pada siang hari.
d. Selalu bermain hanya dengan potongan mainan saja, sangat jarang bermain
dengan bentukan mainan seutuhnya.
e. Jarang terlihat merasakan kesakitan atau nyeri.
f. Mungkin akan sangat sensitif atau tidak sensitif sama sekali terhadap bau, suara,
cahaya, tekstur, dan sentuhan.
g. Memiliki tatapan atau penglihatan yang tidak biasa – biasanya mereka akan
melihat suatu objek dari sudut yang tidak biasa.
12
Seorang anak dengan ASDs mungkin tidak akan berusaha untuk
mengkompensasi cara bicara yang tertunda atau mungkin akan membatasi
pembicaraan untuk menirukan apa yang terdengar di televisi atau apa saja
yang baru dia dengar.
c. Usia 24 bulan
Seorang anak dengan perkembangan khas membawa gambar untuk
menunjukkan kepada orang tuanya dan akan berbagi kesenangannya itu
kepada orang tuanya.
Seorang anak dengan ASDs mungkin akan membawakan mainan namun
tidak akan melihat wajah orang tuanya dan tidak berbagi kesenangannya
ketika dia bermain dengan mainannya tersebut.
13
termasuk menanyakan kepada orang tua dan pengasuh anak pasien beberapa pertanyaan,
mengobservasi pasien, melakukan pemeriksaan fisik pasien dan melakukan beberapa jenis
test yang lain yang sekiranya dapat membantu dalam proses penegakkan diagnosis yang
lebih spesifik, dan idealnya serangkaian pemeriksaan dan test ini dilakukan oleh tim
dokter professional.
American Academy of Pediatrics (AAP) merekomendasikan agar semua anak
diperiksa untuk ASDs pada pemeriksaan anak-anak mereka yang berusia 18 dan 24 bulan.
Dengan beginilah diagnosis dini dari autisme dapat lebih baik dideteksi dan segera
dilakukan penanganan lebih dini.
14
Instrumen Screening untuk ASDs
CARS rating system (Childhood Autism Rating Scale), dikembangkan oleh Eric
Schopler pada awal 1970an, berdasarkan pengamatan terhadap perilaku. Di
dalamnya terdapat 15 nilai skala yang mengandung penilaian terhadap hubungan
anak dengan orang, penggunaan tubuh, adaptasi terhadap perubahan, respon
pendengaran, dan komunikasi verbal.
Checklist for Autism in Toddlers (CHAT) digunakan untuk screening autisme pada
usia 18 bulan. Dikembangkan oleh Simon Baron-Cohen pada awal 1990an untuk
melihat apakah autisme dapat terdeteksi pada anak umur 18 bukan. alat screening
ini menggunakan kuesioner yang terbagi 2 sesi, satu melalui penilaian orang tua,
yang lain melalui penilaian dokter yang menangani.
15
Autisme Screening Questionnaire adalah 40 poin skala screening yang telah
digunakan untuk anak usia 4 tahun ke atas untuk mengevaluasi kemampuan
berkomunikasi dan fungsi sosialnya.
c) Adanya suatu pola yang dipertahankan dan diulang-ulang dari perilaku, minat dan
aktivitas (minimal 1 gejala):
Kesibukan (preokupasi) dengan satu atau lebih pola ketertarikan stereotipik yang
abnormal baik dalam hal intensitas maupun fokus.
Tampak terikan kepada rutinitas maupun ritual spesifik yang tidak berguna.
Kebiasaan motorik yang stereotipik dan repetitif (misalnya mengibaskan atau
memutar-mutar tangan atau jari, atau gerakan tubuh yang kompleks).
Preokupasi persisten dengan bagian dari suatu obyek.
16
B. Keterlambatan atau fungsi yang abnormal tersebut terjadi sebelum umur 3 tahun, dengan
adanya gangguan dalam 3 bidang yaitu: interaksi sosial; penggunaan bahasa untuk
komunikasi sosial; bermain simbol atau imajinasi.
C. Kelainan tersebut bukan disebabkan oleh penyakit Rett atau gangguan disintegratif
(sindrom Heller).
2.9 Penatalaksanaan
Pada dasarnya ASDs tidak dapat disembuhkan, dan tidak ada pengobatan “one-size-fits-
all”. Tujuan terapi pada autis adalah untuk mengurangi masalah sosial, komunikasi,
fungsional dan perilaku serta untuk meningkatkan kemampuan belajar dan perkembangannya
terutama dalam penguasaan bahasa. Dengan deteksi sedini mungkin dan dilakukan
manajemen multidisiplin yang sesuai yang tepat waktu, diharapkan dapat tercapai hasil yang
optimal dari perkembangan anak dengan autisme. Penatalaksanaannya dibagi menjadi dua,
yaitu non medikamentosa dan medikamentosa.
1. Non Medikamentosa
a. Terapi Edukasi
Intervensi dalam bentuk pelatihan keterampilan sosial, keterampilan
sehari-hari agar anak menjadi mandiri. Tedapat berbagai metode
penganjaran antara lain metode TEACHC (Treatment and Education of
Autistic and related Communication Handicapped Children) metode ini
merupakan suatu program yang sangat terstruktur yang mengintegrasikan
metode klasikal yang individual, metode pengajaran yang sistematik
terjadwal dan dalam ruang kelas yang ditata khusus.
b. Terapi Perilaku
Intervensi terapi perilaku sangat diperlukan pada autisme. Apapun
metodenya sebaiknya harus sesegera mungkin dan seintensif mungkin
yang dilakukan terpadu dengan terapi-terapi lain. Metode yang banyak
dipakai adalah ABA (Applied Behaviour Analisis) dimana
keberhasilannya sangat tergantung dari usia saat terapi itu dilakukan
(terbaik sekitar usia 2 – 5 tahun).
c. Terapi Wicara
Intervensi dalam bentuk terapi wicara sangat perlu dilakukan, mengingat
tidak semua individu dengan autisme dapat berkomunikasi secara verbal.
17
Terapi ini harus diberikan sejak dini dan dengan intensif dengan terapi-
terapi yang lain.
d. Terapi Okupasi
Terapi ini dilakukan dengan tujuan agar individu dengan autisme dapat
melakukan gerakan, memegang, menulis, melompat dengan terkontrol dan
teratur sesuai kebutuhan saat itu.
e. Sensori Integrasi
Adalah pengorganisasian informasi semua sensori yang ada (gerakan,
sentuhan, penciuman, pengecapan, penglihatan, pendengaran)untuk
menghasilkan respon yang bermakna. Melalui semua indera yang ada otak
menerima informasi mengenai kondisi fisik dan lingkungan sekitarnya,
sehingga diharapkan semua gangguan akan dapat teratasi.
g. Intervensi Keluarga
Pada dasarnya anak hidup dalam keluarga, perlu bantuan keluarga baik
perlindungan, pengasuhan, pendidikan, maupun dorongan untuk dapat
tercapainya perkembangan yang optimal dari seorang anak, mandiri dan
dapat bersosialisai dengan lingkungannya. Untuk itu diperlukan keluarga
yang dapat berinteraksi satu sama lain (antar anggota keluarga) dan saling
mendukung. Oleh karena itu pengolahan keluarga dalam kaitannya dengan
manajemen terapi menjadi sangat penting, tanpa dukungan keluarga
rasanya sulit sekali kita dapat melaksanakan terapi apapun pada individu
dengan autisme.
2. Medikamentosa
Individu yang destruktif seringkali menimbulkan suasana yang tegang bagi
lingkungan keluarga, pengasuh, sekolah maupun terapisnya. Kondisi ini seringkali
memerlukan medikasi dengan medikamentosa yang mempunyai potensi untuk
18
mengatasi hal ini dan sebaiknya diberikan bersama-sama dengan intervensi
edukasional, perilaku dan sosial.
a. Jika perilaku destruktif yang menjadi target terapi, manajemen terbaik
adalah dengan dosis rendah antipsikotik/neuroleptik tapi dapat juga dengan
agonis alfa adrenergik dan antagonis reseptor beta sebagai alternatif.
Neuroleptik
- Neuroleptik tipikal potensi rendah: Thioridazin dapat menurunkan
agresifitas dan agitasi.
- Neuroleptik tipikal potensi tinggi: Haloperidol dapat menurunkan
agresifitas, hiperaktifitas, iritabilitas dan stereotipik.
- Neuroleptik atipikal: Risperidon akan tampak perbaikan dalam
hubungan sosial, atensi dan absesif.
Agonis reseptor alfa adrenergik
- Klonidin, dilaporkan dapat menurunkan agresifitas, impulsifitas
dan hiperaktifitas.
Beta adrenergik blocker
- Propanolol dipakai dalam mengatasi agresifitas terutama yang
disertai dengan agitasi dan anxietas.
19
racun dari dalam tubuhnya. Intervensi biomedis dilakukan setelah hasil tes
laboratorium diperoleh. Semua gangguan metabolisme yang ada diperbaiki
dengan obat-obatan maupun pengaturan diet.
2.10 Prognosis
Intervensi dini yang tepat dan program pendidikan terspesialisasi serta pelayanan
pendukung mempengaruhi hasil pada penderita autisme. Autisme tidak fatal dan tidak
mempengaruhi harapan hidup normal. Penderita autis yang dideteksi dini serta langsung
mendapat perawatan dapat hidup mandiri tergantung dari jenis gangguan autistik apa yang
diderita dan berapa umurnya saat terdeteksi dan ditangai sebagai penderita autis.
20
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
21
DAFTAR PUSTAKA
Alimin, Zaenal., dkk. 2008. Model Pembelajaran Untuk Mengembangkan Interaksi Dan
Komunikasi Anak Autistic Spectrum Disorder (ASD). Indonesia : Departemen Koperasi
Inspektorat jenderal
Delaney, dkk. 2010. 101 Permainan dan Aktivitas Untuk Anak-Anak Penderita Autism,
Asperger, dan Gangguan Pemrosesan Sensorik. Yogyakarta : Andi
Fadhli, Aulia. 2010. Buku Pintar Kesehatan Anak. Yogyakarta : Penerbit Pustaka
Anggrek.
Hadis, Abdul. 2006. Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus-Autistik : bahan ajar dan bacaan
untuk : mahasiswa, dosen, guru, orangtua, masyarakat dan pemerhati anak autistic. Bandung :
Alfabeta
Kopacz, Jeanne. 2004. Color in Three Dimensional Design. New York: The Mcgraw Hill
companies, Inc.
Naga, Dali S., dkk. 2006. Jurnal Provitae Vol. 2. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia.
Priyatna, Adi. 2010. Amazing Autism. Indonesia : Elex Media Computindo.
Pamudji,dkk. 2007. Model Penyembuhan Anak Autisme Melalu Terapi Terpadu.
Indonesia : Departemen Koperasi Inspektorat Jenderal
Ririmasse, Yona. 2005. Keajaiban Kasih Dalam Dunia Autis. Jakarta : BPK Gunung
Mulia.
Sari, Sriti Mayang. 2010. Implementasi Desain Par-tisipasi dalam Desain Interior Ruang
Terapi Perilaku Anak Autis dengan Menggunakan Metode ABA/Lovass. Laporan
Penelitian, Surabaya: Uni-versitas Kristen Petra.
22
Wade, Carole., Carol Tavris. 2011. PSIKOLOGI, Edisi 9, jilid 1. Jakarta :Erlangga.
Wijayakusuma, Hembing. 2006. Psikoterapi anak autisma : teknik bermain kreatif non
verbal & verbal : terapi khusus untuk autisma. Jakarta : Pustaka Populer Obor
Yatim, Faisal DTM&H, MPH. 2009. Autisme : Suatu Gangguan Jiwa Pada Anak-Anak. Jakarta
: Yayasan Obor Indonesia.
::Internet ::
Nurdin, Rofianisa. 13 Agustus 2016. Galeri : Sebuah Ruang yang Dibatasi,(online),
(http://arsitekturbicara.wordpress.com/2011/08/16/galeri-sebuah-ruang-yang-dibatasi/ ,
diakses pada 30 April 2016)
Harnowo, Putro Agus. 02 April 2012. Jumlah Anak Autis di 2012 Makin Banyak, (online),
(http://health.detik.com/read/2012/04/02/100034/1882522/763/jumlah-anak-autis-di-2012-
makin-banyak di akses pada 26 maret 2013 pukul 21:04)
23