Anda di halaman 1dari 42

Bagian Ilmu Kesehatan Anak Tutorial Klinik

Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman

RETARDASI MENTAL

Disusun oleh :
Manalu Sesilia Anita Tiodora 1810029055

Pembimbing
dr. Diane Meytha Supit, Sp. A(K)

Dibawakan dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik pada


Laboratorium Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman
Samarinda
2020
LEMBAR PERSETUJUAN

TUTORIAL

RETARDASI MENTAL

Sebagai salah satu syarat untuk mengikuti ujian Stase Anak

Oleh :
Manalu Sesilia Anita Tiodora (1810029055)

Pembimbing

dr. Diane Meytha Supit, Sp. A(K)

LAB / SMF ILMU KESEHATAN ANAK


Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman
RSUD Abdul Wahab Sjahranie
2020

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, berkat
rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan Tutorial tentang “Retardasi Mental”.
Tutorial ini disusun dalam rangka tugas kepaniteraan klinik di Laboratorium Ilmu
Kesehatan Anak Rumah Sakit Abdul Wahab Sjahranie Samarinda.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terima
kasih kepada :
1. dr. Ika Fikriah, M. Kes., selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas
Mulawarman.
2. dr. Soehartono, Sp. THT-KL, selaku Ketua Program Studi Profesi Dokter
Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman.
3. dr. Achmad Wisnu, Sp. A, selaku Kepala Laboratorium Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman.
4. dr. Diane Meytha Supit, Sp. A(K), selaku dosen pembimbing yang telah
memberikan bimbingan dan saran selama penulis menjalani co-assistance di
Laboratorium Ilmu Kesehatan Anak Divisi Tumbuh Kembang.
5. Rekan-rekan dokter muda di Lab/SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD AWS/FK
Universitas Mulawarman.
Penulis menyadari terdapat ketidaksempurnaan dalam penulisan, sehingga
penyusun mengharapkan kritik dan saran demi penyempurnan tutorial klinik ini.
Akhir kata, semoga tutorial klinik ini berguna bagi penyusun sendiri dan para
pembaca.

Samarinda, Januari 2020

Penyusun

iii
DAFTAR ISI

COVER.............................................................................................................i
LEMBAR PERSETUJUAN.............................................................................ii
KATA PENGANTAR......................................................................................iii
DAFTAR ISI....................................................................................................iv
BAB 1 PENDAHULUAN...............................................................................1
1.1 Latar Belakang .....................................................................................1
1.2 Tujuan...................................................................................................2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA.....................................................................3
2.1 Definisi..................................................................................................3
2.2 Klasifikasi.............................................................................................4
2.3 Epidemiologi.........................................................................................5
2.4 Komorbiditas.........................................................................................7
2.4.1 Prevalensi..............................................................................................7
2.4.2 Gangguan Neurologis...........................................................................7
2.4.3 Sindrom Genetik...................................................................................7
2.4.4 Sindrom Psikososial..............................................................................8
2.5 Etiologi..................................................................................................8
2.5.1 Faktor Genetik......................................................................................8
2.5.2 Gangguan Defisiensi Enzim Lain.........................................................11
2.6 Diagnosis...............................................................................................16
2.6.1 Anamnesis.............................................................................................17
2.6.2 Wawancara Psikiatrik...........................................................................17
2.6.3 Pemeriksaan Fisis..................................................................................17
2.6.4 Pemeriksaan Neurologis.......................................................................17
2.6.5 Gambaran Klinis...................................................................................18
2.6.6 Pemeriksaan Laboratorium...................................................................18
2.6.7 Penilaian Psikologis..............................................................................19
2.7 Diagnosis Banding................................................................................30
2.8 Penatalaksanaan....................................................................................31
2.8.1 Pencegahan Primer................................................................................32
2.8.2 Pencegahan Sekunder dan Tersier........................................................32
2.9 Perjalanan Gangguan dan Prognosis.....................................................36
BAB 3 KESIMPULAN DAN SARAN...........................................................37
3.1 Kesimpulan...........................................................................................37
3.2 Saran.....................................................................................................37
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................38

iv
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Retardasi mental bukanlah suatu penyakit melainkan akibat suatu proses
patologis di otak yang ditandai adanya keterbatasan fungsi adaptif dan
intelektual.1 Retardasi mental adalah suatu keadaan perkembangan jiwa yang
terhenti atau tidak lengkap sehingga berpengaruh pada tingkat kecerdasan secara
menyeluruh, misalnya kemampuan kognitif, bahasa, motorik, dan sosial.2
Penyebab retardasi mental seringkali tidak teridentifikasi, dan akibat-akibatnya
terlihat jelas pada seseorang dalam bentuk kesulitan secara intelektual dan
keterampilan hidup.1 Diperkirakan lebih dari 120 juta orang diseluruh dunia
menderita gangguan ini, sedangkan di Indonesia 1-3% dari jumlah penduduk
menderita retardasi mental.3 Keterbatasan yang timbul sebagai akibat dari
retardasi mental menjadikan retardasi mental tidak hanya merupakan masalah
kedokteran, namun juga merupakan masalah pendidikan dan masalah sosial baik
bagi keluarga penderita maupun bagi masyarakat.4
Untuk mendiagnosis retardasi mental, perlu anamnesis cermat dengan
orang tua mengenai kehamilan, persalinan, dan perkembangan anak, yaitu
adaptasi sosial dan intelektual. Fungsi intelektual dapat dinilai melalui tes
intelegensi. Uji intelegensia pertama kali diperkenalkan oleh psikolog Perancis
yang bernama Alfred Binet dan Theodore Simon pada tahun 1900. William Stern
pada tahun 1912 membuat konsep intelligence quotient (IQ), atau hasil-bagi
inteligensi (HI), sebagai suatu perbandingan antara mental age (MA) dan
chronological age (CA). Selain uji intelegensi tersebut, masih ada pula uji
intelegensi lain, seperti Stanford Binet Intelligence Scale dan Wechsler
Intelligence Scale for Children (WISC-III).3 Adapun pembagian tingkat
inteligensi adalah sebagai berikut: sangat superior (>130), superior (110-130),
normal (86-109), keadaan bodoh (68-85), debilitas (52-67), imbesilitas (20-51),
dan idiosi (<20).4
Sejak Public Law 94-142 (Education for all Handicapped Children Act)
disetujui pada tahun 1975, sistem sekolah umum telah diberi mandat untuk

1
menyediakan layanan pendidikan yang memadai bagi anak dengan disabilitas.
Individuals with Disabilities Act of 1990 memperluas dan memodifikasi peraturan
di atas. Saat ini, penyediaan pendidikan umum untuk semua anak, termasuk anak
dengan disabilitas, diatur berdasarkan hukum dan harus diberikan “di dalam
lingkungan yang paling tidak membatasi”.1
Survei epidemiologis menunjukkan bahwa hingga dua pertiga anak dan
orang dewasa dengan retardasi mental memiliki gangguan mental komorbid;
angka ini beberapa kali lebih tinggi dibandingkan pada sampel komunitas yang
tidak mengalami retardasi mental. Prevalensi psikopatologi tampaknya terkait
dengan derajat retardasi mental. Studi epidemiologis terkini menemukan bahwa
40,7% anak berusia antara 4 dan 18 tahun yang memiliki disabilitas intelektual
memenuhi kriteria sedikitnya satu gangguan psikiatri. Keparahan retardasi
berdampak kepada jenis gangguan psikiatri. Mereka yang mengalami retardasi
mental berat lebih kecil kemungkinannya untuk menunjukkan gejala psikiatri.1

1.2 Tujuan
Tujuan dibuatnya tutorial ini adalah untuk menambah wawasan bagi
dokter muda mengenai “Retardasi Mental”, serta sebagai salah satu syarat
mengikuti ujian stase Ilmu Kesehatan Anak.

2
BAB 2
ISI

2.1 Definisi
Menurut Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa edisi ke-III
(PPDGJ III), retardasi mental adalah suatu keadaan perkembangan jiwa yang
terhenti atau tidak lengkap, yang terutama ditandai oleh terjadinya hendaya
keterampilan selama masa perkembangan, sehingga berpengaruh pada tingkat
kecerdasan secara menyeluruh, misalnya kemampuan kognitif, bahasa, motorik,
dan sosial. Retardasi mental dapat terjadi dengan atau tanpa gangguan jiwa atau
gangguan fisik lainnya. Hendaya perilaku adaptif selalu ada, tetapi dalam
lingkungan sosial terlindung dimana sarana pendukung cukup tersedia, hendaya
ini mungkin tidak tampak sama sekali pada penyandang retardasi mental ringan. 2
Karakter keempat digunakan untuk menentukan luasnya hendaya perilaku, bila
hal ini bukan disebabkan oleh suatu gangguan lain yang menyertai2 :
F7x.0 = Tidak ada, atau terdapat hendaya perilaku minimal
F7x.1 = Terdapat hendaya perilaku yang bermakna dan memerlukan perhatian
atau terapi
F7x.8 = Hendaya perilaku lainnya
F7x.9 = Tanpa penyebutan dari hendaya perilaku
Bila penyebab retardasi mental diketahui, maka suatu kode tambahan dari
ICD-10 harus digunakann (misalnya F72 Retardasi Mental Berat ditambah E00
Sindrom Defisiensi Yodium Kongenital).2 Namun demikian, penyandang retardasi
mental bisa mengalami semua gangguan jiwa yang ada. Prevalensi dari gangguan
jiwa lainnya sekurang-kurangnya 3 sampai 4 kali lipat pada populasi ini
dibandingkan dengan populasi umum. Selain itu, penyandang retardasi mental
mempunyai risiko lebih besar untuk diekspoitasi dan diperlakukan salah secara
fisik atau seksual (physical/sexual abuse). Selalu ada hendaya perilaku adaptif,
tetapi dalam lingkungan sosial terlindung dengan sarana pendukung yang baik,
hendaya ini mungkin tidak tampak sama sekali pada penyandang retardasi mental
ringan.5

3
2.2 Klasifikasi
Menurut revisi teks edisi keempat Diagnostic and Statistical Manual of
Mental Disorder (DSM-IV-TR), retardasi mental didefinisikan sebagai fungsi
intelektual umum yang sangat di bawah rata-rata sehingga menyebabkan atau
disertai gangguan perilaku adaptif, yang bermanifestasi selama periode
perkembanga, sebelum usia 18 tahun. Diagnosis ini ditegakkan tanpa memandang
apakah orang tersebut memiliki juga gangguan fisis atau gangguan jiwa lainnya.
Fungsi intelektual umum ditentukan dengan penggunaan uji baku inteligensi, dan
istilah di bawah rata-rata secara bermakna didefinisikan sebagai intelligence
quotient (IQ) 70 atau lebih rendah atau dua standar deviasi di bawah rata-rata
untuk uji yang khas tersebut. Fungsi adaptif dapat diukur dengan menggunakan
skala baku, seperti Vineland Adaptive Behavior Scale. Pada skala ini, komunikasi,
keterampilan hidup sehari-hari, sosialisasi, dan keterampilan motorik (hingga 4
tahun, 11 bulan) diberi angka dan menghasilkan kumpulan perilaku adaptif yang
terkait dengan keterampilan yang diharapkan pada usia tertentu.1
Sekitar 85% orang yang mengalami retardasi mental berada di dalam
kategori retardasi mental ringan. Retardasi mental dipengaruhi oleh faktor genetik,
lingkungan, dan psikososial, dan di tahun-tahun sebelumnya, perkembangan
retardasi mental sering dikaitkan dengan deprivasi psikososial berat. Namun,
baru-baru ini, peneliti semakin mengenali kecenderungan adanya peran sejumlah
besar faktor biologis yang samar, termasuk kelainan kromosom, intoksikasi timbal
subklinis, dan pajanan pranatal terhadap obat, alkohol, serta toksin lain. Lebih
lanjut, terdapat peningkatan bukti-bukti bahwa sekelompok kecil orang yang
mengalami retardasi mental, seperti orang dengan fragile X syndrome, sindrom
Down, dan sindrom Prader-Willi, memiliki pola perkembangan sosial, bahasa,
dan kognitif serta manifestasi perilaku yang khas.1

4
Tabel 2.1 Ciri Perkembangan Orang dengan Retardasi Mental1
Derajat Usia Prasekolah (0-5) Usia Sekolah (6-20) Dewasa (21 dan lebih)
Retardasi Pematangan dan Pelatihan dan Kemapanan Sosial dan
Mental Perkembangan Pendidikan Keterampilan Kerja
Retardasi hebat; Terdapat sejumlah Terdapat sejumlah
kapasitas untuk perkembangan perkembangan bicara
berfungsi di dalam motorik; dapat dan motorik; bisa
area sensori-motorik berespons terhadap mencapai perawatan diri
Sangat
kecil; memerlukan pelatihan kemandirian yang sangat terbatas;
Berat
asuhan perawat; minimal atau terbatas membutuhkan asuhan
memerlukan bantuan perawat.
terus-menerus dan
pengawasan

Perkembangan motorik Dapat bicara atau belajar Dapat berpartisipasi secara


buruk; pembicaraan berkomunikasi; dapat sebagian untuk
minimal; umumnya dilatih kebiasaan perawatan diri di bawah
tidak bisa mengambil kesehatan dasar; bisa pengawasan
manfaat dari pelatihan mengambil manfaat menyeluruh; dapat
Berat kemandirian; dari pelatihan mengembankan
keterampilan kebiasaan yang keterampilan pertahanan
komunikasi sedikit sistematik; tidak bisa diri hingga taraf
atau tidak ada mengambil manfaat kegunaan minimal
dari pelatihan kujuruan dalam lingkungan yang
terpantau.

Dapat bicara atau belajar Dapat mengambil Bisa mencapai perawatan


berkomunikasi; manfaat dari pelatihan diri di dalam pekerjaan
kewaspadaan sosial keterampilan sosial tanpa keterampilan atau
buruk; perkembangan dan pekerjaan; semiterampil di dalam
motorik sedang; bisa cenderung tidak dapat tempat pernaungan;
Sedang mengambil manfaat mengikuti materi membutuhkan
dari pelatihan akademik lebih dari pengawasan dan
kemandirian; dapat kelas dua; dapat petunjuk ketika berada
ditatalaksana dengan belajar berpergian di dalam stres sosial
pengawasan sedang sendiri ke tempat- atau ekonomi ringan
tempat yang dikenali

Bisa mengembangkan Dapat mempelajari Biasanya dapat mencapai


keterampilan sosial keterampilan akademik keterampilan sosial dan
dan komunikasi; hingga kira-kira kelas kejuruan yang cukup
retardasi minimal enam pada akhir masa untuk menyokong diri
dalam area sensori- remaja; dapat sendiri secara minimal
Ringan motorik; sering tidak diarahkan untuk tetapi membutuhkan
dapat dibedakan penyesuaian sosial petunjuk dan bantuan
dengan orang normal ketika berada di bawah
sampai usia yang lebih stres sosial atau
tua ekonomi yang tidak
biasa

2.3 Epidemiologi
Dengan pendekatan modern yang menggunakan IQ dan perilaku adaptif
sebagai parameter dan populasi yang tidak diseleksi maka prevalensi retardasi

5
mental adalah 1% pada populasi umum. Prevalensi untuk retardasi mental ringan
0,37-0,59% sedangkan untuk retardasi mental sedang, berat, dan sangat berat
adalah 0,3-0,4%. Prevalensi yang tertinggi dengan sendirinya terdapat pada anak
sekolah karena mereka dihadapkan pada tugas belajar akademik yang memerlukan
kemampuan kognitif. Pada usia dewasa, prevalensi menurun karena khususnya
untuk bekerja dibutuhkan keterampilan adaptif yang baik. Retardasi mental lebih
banyak terdapat pada laki-laki dibandingkan perempuan.5
Menurut suatu survei yang dilakukan di Amerika Serikat, maka prevalensi
gangguan yang merupakan kombinasi antara retardasi mental dan gangguan
perkembangan lainnya adalah 1,58% sedangkan retardasi mental saja adalah
0,78%. Pasien yang menderita retardasi mental sering kali juga menderita
gangguan medis lainnya, yaitu gangguan neurologis dan panca-indera yang
diperkirakan sebesar 15-30%. Cacat motorik termasuk cerebral palsy diperkirakan
sebesar 20-30% gangguan lain menyertainya.5
Prevalensi retardasi mental diperkirakan sebanyak 1-3% dari jumlah
populasi.4 Insiden retardasi mental sulit dihitung karena retardasi mental ringan
kadang-kadang tidak dikenali hingga masa kanak-kanak pertengahan. 5 Prevalensi
retardasi mental ringan adalah yang terbanyak, yaitu 85% dari keseluruhan kasus,
retardasi mental sedang sebanyak 10% dari keseluruhan kasus, retardasi mental
berat 4% dari keseluruhan kasus, dan hanya sekitar 1-2% yang mengalami
retardasi mental sangat berat.4
Pada beberapa kasus, meskipun fungsi intelektual terbatas, keterampilan
adaptif yang baik tidak terganggu sampai masa kanak-kanak akhir atau masa
remaja awal, dan diagnosis tidak ditegakkan sebelum masa tersebut. 5 Insiden
tertinggi pada anak usia sekolah, dengan usia puncak 10 hingga 14 tahun.
Retardasi mental kira-kira lebih sering pada laki-laki sekitar 1,5 kali dibandingkan
perempuan. Pada lansia, prevalensinya lebih rendah; orang dengan retardasi
mental berat memiliki angka mortalitas tinggi akibat komplikasi gangguan fisik
yang terkait.4

6
2.4 Komorbiditas
2.4.1 Prevalensi
Survei epidemiologis menunjukkan bahwa hingga dua pertiga anak dan
orang dewasa dengan retardasi mental memiliki gangguan mental komorbid;
angka ini beberapa kali lebih tinggi dibandingkan pada sampel komunitas yang
tidak mengalami retardasi mental. Prevalensi psikopatologi tampaknya terkait
dengan derajat retardasi mental. Studi epidemiologis terkini menemukan bahwa
40,7% anak berusia antara 4 dan 18 tahun yang memiliki disabilitas intelektual
memenuhi kriteria sedikitnya satu gangguan psikiatri. Keparahan retardasi
berdampak kepada jenis gangguan psikiatri. Mereka yang mengalami retardasi
mental berat lebih kecil kemungkinannya untuk menunjukkan gejala psikiatri.1

2.4.2 Gangguan Neurologis


Di dalam tinjauan terkini mengenai gangguan psikiatri pada anak dan
remaja dengan retardasi mental dan epilepsi, kira-kira sepertiganya juga memilki
gangguan autistik atau keadaan mirip autistik. Kombinasi retardasi mental,
epilepsi aktif, dan autisme atau keadaan mirip autistik terjadi 0,07% di dalam
populasi umum.1

2.4.3 Sindrom Genetik


Sejumlah bukti menunjukkan bahwa sindrom berdasar genetik seperti
fragile X syndrome, sindrom Prader-Willi, dan sindrom Down terkait dengan
manifestasi perilaku spesifik yang komorbid. Orang dengan fragile X syndrome
diketahui memiliki angka gangguan defisit perhatian/hiperaktivitas (attention
deficit/hiperactivity disorder-ADHD) yang sangat tinggi (hingga tigaperempat
dari pasien yang diteliti). Tingginya perilaku interpersonal dan fungsi bahasa yang
menyimpang sering memenuhi kriteria gangguan autistik dan gangguan
kepribadian menghindar. Sindrom Prader-Willi hampir selalu disertai gangguan
makan komplusif, hiperfagia, dan obesitas.6

7
2.4.4 Sindrom Psikososial
Kesulitan komunikasi meningkatkan kerentanan orang dengan retardasi
mental terhadap perasaan frustasi dan canggung. Perilaku yang tidak sesuai,
seperti penarikan diri, lazim ditemukan. Perasaan terasing dan tidak mampu yang
terus-menerus, telah dikaitkan dengan perasaan ansietas, marah, disforia, dan
depresi.6

2.5 Etiologi
Faktor etiologis retardasi mental terutama dapat berupa genetik,
perkembangan, didapat, atau kombinasi berbagai faktor.1 Penyebab retardasi
mental dikelompokkan menjadi retardasi mental primer dan retardasi mental
sekunder. Retardasi mental primer mungkin disebabkan faktor keturunan
(retardasi mental genetik) dan faktor yang tidak diketahui. Retardasi mental
sekunder disebabkan faktor-faktor dari luar yang diketahui dan faktor-faktor ini
memengaruhi otak mungkin pada waktu prenatal, perinatal atau postnatal.4
Penyebab genetik meliputi kondisi kromosomal dan diwariskan; faktor
perkembangan mencakup perubahan kromosom seperti trisomi atau pajanan
pranatal terhadap infeksi dan toksin; dan sindrom yang didapat mencakup trauma
perinatal (seperti prematuritas) dan faktor sosiokultural. Di antara gangguan
metabolik dan kromosom, sindrom Down, fragile X syndrome, dan fenilketonuria
(PKU) adalah gangguan tersering yang biasanya menghasilkan sedikitnya
retardasi mental sedang. Orang dengan retardasi mental ringan kadang-kadang
memiliki pola familial yang tampak pada orang tua dan saudara kandungnya.
Kurangnya gizi, pengasuhan, dan stimulasi sosial turut berperan dalam
perkembangan retardasi mental. Pengetahuan terkini mengesankan bahwa faktor,
genetik, lingkungan, biologis, dan psikososial turut bekerja di dalam retardasi
mental.6

2.5.1 Faktor Genetik


Kelainan kromosom autosomal menyebabkan retardasi mental, meskipun
penyimpangan kromosom seks tidak selalu menyebabkan retardasi mental (seperti

8
sindrom Turner dengan XO dan sindrom Klinefelter dengan variasi XXY, XXXY,
dan XXYY).6
2.5.1.1 Sindrom Down
Meskipun teori dan hipotesis yang dikembangkan di dalam 100 tahun
belakangan ini melimpah-ruah, penyebab sindrom Down masih belum diketahui.
Masalah penyebab bahkan semakin rumit sejak dikenalinya baru-baru ini tiga
jenis penyimpangan kromosom di dalam sindrom Down1 :
1) Pasien dengan trisomi 21 (tiga kromosom 21, yang seharusnya dua)
menujukkan mayoritas yang berlebihan; pasien tersebut memiliki 47
kromosom, dengan ekstra kromosom 21.
2) Gagal berpisah pada pembelahan sel setelah fertilisasi menyebabkan
mosaikisme, keadaan adanya sel normal dan trisomi di dalam berbagai
jaringan.
3) Di dalam translokasi, terdapat penyatuan dua kromosom, sebagian besar yaitu
kromosom 21 dan 15, sehingga tetap menghasilkan 46 kromosom, meskipun
ada tambahan kromosom 21. Gangguan ini, tidak seperti trisomi 21, biasanya
diwariskan.
Retardasi mental merupakan gambaran yang menumpang tindih sindrom
Down. Sebagian besar orang dengan sindrom ini mengalami retardasi sedang atau
berat, hanya sebagian kecil yang memiliki IQ di atas 50. Perkembangan mental
tampak normal dari lahir hingga usia 6 bulan; nilai IQ secara bertahap menurun
dari hampir normal pada usia 1 tahun hingga sekitar 30 pada usia yang lebih tua.
Penurunan inteligensi dapat nyata atau jelas; uji infantil mungkin tidak
mengungkapkan tingkat defek sepenuhnya, yang mungkin terungkap ketika uji
yang lebih canggih digunakan pada masa kanak-kanak awal. Menurut banyak
sumber, anak dengan sindrom Down terlihat tenang, ceria, dan kooperatif, serta
mudah berdaptasi di rumah. Pada remaja, gambaran berubah: anak remaja dapat
mengalami berbagai kesulitan emosional, gangguan perilaku, dan (terkadang)
gangguan psikotik.1,6
Diagnosis sindrom Down ditegakkan dengan relatif mudah pada anak
berusia lebih tua tetapi sering sulit pada bayi yang baru lahir. Tanda yang paling
penting pada neonatus mencakup hipotonia menyeluruh, fisura palpebra miring,

9
kulit leher berlebih, tengkorak datar dan kecil, tulang pipi tinggi, dan lidah
menonjol. Tangan lebar dan tebal, dengan garis transversal tunggal pada telapak
tangan serta jari kelingking pendek dan melengkung ke dalam. Refleks moro
lemah atau tidak ada. Lebih dari 100 tanda atau stigmata telah digambarkan di
dalam sindrom Down tetapi jarang ditemukan semuanya pada satu orang. Harapan
hidup dulunya kira-kira 12 tahun; dengan ditemukannya antibiotik, hanya sedikit
pasien muda yang tidak dapat melawan infeksi, tetapi banyak yang tidak dapat
hidup di atas usia 40 tahun. Meskipun demikian, harapan hidup mereka
meningkat.6
Orang dengan sindrom Down cenderung menunjukkan kemunduran nyata
di dalam bahasa, memori, keterampilan merawat diri, dan memecahkan masalah
pada usia 30-an. Studi pasca kematian pada pasien dengan sindrom Down di atas
usia 40 tahun menunjukkan tingginya insidensi plak senilis dan kekusutan
neurofiblil, seperti yang ditemukan pada penyakit Alzheimer. Kekusutan
neurofibril diketahui terdapat pada berbagai penyakit degeneratif, sedangkan plak
senilis tampak paling sering ditemukan pada penyakit Alzheimer dan sindrom
Down. Karena itu, patofisiologi kedua gangguan ini memiliki kesamaan dalam
beberapa hal.1
2.5.1.2 Fragile X Syndrome
Fragile X syndrome merupakan penyebab tunggal retardasi mental yang
terbanyak kedua. Sindrom ini terjadi akibat mutasi kromosom X pada tempat yang
dikenal sebagai fragile site (Xq27.3). Profil perilaku orang dengan sindrom ini
mencakup tingginya angka ADHD, gangguan belajar, dan gangguan
perkembangan pervasif, seperti autisme.6
2.5.1.3 Sindrom Prader-Willi
Sindrom Prader-Willi didalilkan terjadi akibat delesi kecil yang mengenai
kromosom 15, biasanya terjadi secara sporadis. Prevalensinya kurang dari 1 dalam
10.000. Orang dengan sindrom ini menunjukkan perilaku makan kompusif dan
sering obesitas, retardasi mental, hipogonadisme, perawakan kecil, hipotonia, dan
kaki serta tangan yang kecil. Anak dengan sindrom ini sering memiliki perilaku
menentang dan menyimpang.1

10
2.5.1.4 Fenilketonuria
PKU diturunkan sebagai ciri mendelian autosomal resesif sederhana.
Sebagian besar pasien dengan PKU mengalami retardasi berat, tetapi beberapa di
antaranya dilaporkan memiliki inteligensi dalam batas ambang atau normal.
Meskipun gambaran klinisnya beragam, anak dengan PKU biasanya hiperaktif;
mereka menunjukkan perilaku yang aneh dan tidak dapat diduga, serta sulit diatur.
Perilakunya kadang-kadang menyerupai anak dengan autisme atau skizofrenia.6
2.5.1.5 Gangguan Rett
Gangguan Rett dihipotesiskan sebagai sindrom retardasi mental dominan
terkait-X, bersifat degeneratif, dan hanya mengenai perempuan. Kemunduran
keterampilan komunikasi, perilaku motorik, dan fungsi sosial dimulai pada kira-
kira usia 1 tahun. Gejala mirip-autistik lazim ditemukan, demikian juga ataksia,
seringai wajah, menggeretakkan gigi, dan hilangnya pembicaraan.6
2.5.1.6 Sindrom Lesch-Nyhan
Sindrom Lesch-Nyhan adalah gangguan langka yang disebabkan oleh
defisiensi enzim yang terlibat di dalam metabolisme purin. Gangguan ini terkait-
X; pasien mengalami retardasi mental, mikrosefali, kejang, koreoatetosis, dan
spastisitas. Sindrom ini juga disertai mutilasi diri kompulsif berat dengan
menggigit mulut serta jari. Sindrom Lesch-Nyhan merupakan contoh lain sindrom
yang ditentukan secara genetik dengan pola perilaku yang spesifik dan dapat
diduga.1

2.5.2 Gangguan Defisiensi Enzim Lain


2.5.2.1 Faktor Perkembangan dan Faktor yang Didapat
1) Periode Pranatal
Infeksi maternal selama kehamilan, terutama infeksi virus, diketahui
menimbulkan kerusakan janin dan retardasi mental. Derajat kerusakan janin
bergantung pada berbagai variabel seperti jenis infeksi virus, usia gestasional
janin, dan keparahan penyakit.1
a. Rubella (Campak Jerman)
Rubella telah mengantikan sifilis sebagai penyebab utama
malformasi kongenital dan retardasi mental yang disebabkan oleh infeksi

11
maternal. Anak dari ibu dengan infeksi ini dapat menunjukkan beberapa
kelainan, termasuk penyakit jantung kongenital, retardasi mental,
katarak, tuli, mikrosefali, dan mikroftalmia. Penentuan waktu sangatlah
penting, karena derajat dan frekuensi komplikasi berbanding terbalik
dengan usia kehamilan pada waktu infeksi maternal. Rubella maternal
dapat dicegah dengan imunisasi.6
b. Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS)
Banyak janin dari ibu dengan AIDS tidak pernah mencapai usia
cukup bulan karena aborsi spontan atau lahir mati. Pada mereka yang
dilahirkan dan terinfeksi human immunodeficiency virus (HIV), hingga
setengahnya mengalami ensefalopati progresif, retardasi mental, dan
kejang dalam tahun-tahun pertama kehidupan. Anak yang dilahirkan
terinfeksi HIV seringkali hanya dapat hidup beberapa tahun; meskipun
demikian, sebagian besar bayi yang dilahirkan oleh ibu yang terinfeksi
HIV, tidak terinfeksi virus tersebut.6
c. Sindrom Alkohol Janin
Sindrom alkohol janin mengakibatkan retardasi mental dan
gambaran fenotipik yang khas berupa dismorfisme wajah yang mencakup
hipertelorisme, mikrosefali, fisura palpebra yang pendek, lipatan
epikantus yang dalam, serta hidung yang pesek dan terdongak ke atas.
Anak yang memiliki sindrom ini sering mengalami gangguan belajar,
ADHD, dan retardasi mental tanpa dismorfisme wajah.6
d. Pajanan Obat Pranatal
Pajanan pranatal terhadap opiat, seperti heroin, sering menghasilkan
bayi yang kecil untuk usia kehamilan, dengan lingkar kepala di bawah
persentil ke-10 dan gejala putus zat yang nyata dalam 2 hari pertama
kehidupannya. Gejala putus zat pada bayi mencakup iritabilitas,
hipertonia, tremor, muntah, menangis dengan nada tinggi, serta pola tidur
abnormal. Kejang tidak lazim terjadi, tetapi sindrom putus zat dapat
mengancam nyawa bayi jika tidak diobati. Diazepam (Valium),
phenobarbital (Luminal), chlorpromazine (Thorazine), dan paregoric
telah digunakan untuk menerapi putus zat opiat pada neonatus.1,6

12
e. Komplikasi Kehamilan
Toksemia kehamilan dan diabetes maternal yang tidak terkontrol
membahayakan bagi janin dan kadang-kadang menimbulkan retardasi
mental. Malnutrisi maternal selama kehamilan sering menimbulkan
prematuritas dan komplikasi obstetris lain. Perdarahan vagina, plasenta
previa, pelepasan plasenta yang prematur, dan prolaps tali pusat dapat
merusak otak janin karena menimbulkan anoksia. Potensi efek
teratogenik agen farmakologis yang diberikan selama hamil telah
dipublikasikan secara luas setelah tragedi thalidomide (obat yang
menyebabkan tingginya persentase bayi cacat ketika diberikan kepada
perempuan hamil). Penggunaan lithium (Eskalith) selama kehamilan
baru-baru ini dikaitkan dengan beberapa malformasi kongenital, terutama
sistem kardiovaskular (contoh : anomali Ebstein).1,6

2) Periode Perinatal
Beberapa bukti menunjukkan bahwa bayi prematur dan bayi dengan berat
lahir rendah memilki risiko tinggi mengalami gangguan neurologis dan
intelektual yang nyata selama masa sekolah. Sejumlah studi baru-baru ini
mendokumentasikan bahwa di antara anak-anak dengan berat lahir sangat
rendah (kurang dari 1.000 gram), 20% ditemukan mengalami cacat bermakna,
termasuk cerebral palsy, retardasi mental, autisme, dan inteligensi rendah
dengan masalah belajar yang berat.1

3) Gangguan Masa Kanak-Kanak yang Didapat


Kadang-kadang, status perkembangan anak berubah secara dramatis
sebagai akibat penyakit spesifik atau trauma fisik. Dahulu, kadang-kadang
sulit untuk memastikan gambaran lengkap kemajuan perkembangan anak
sebelum adanya penyakit atau trauma, tetapi efek merugikan pada
perkembangan atau keterampilan anak terjadi setelahnya.1
a. Infeksi
Infeksi yang paling serius dan mempengaruhi integritas otak adalah
ensefalitis dan meningitis. Sebagian besar episode ensefalitis disebabkan
oleh virus. Meningitis yang terlambat didiagnosis, bahkan jika kemudian

13
diikuti terapi antibiotik, dapat mempengaruhi perkembangan kognitif
anak secara serius.6
b. Trauma Kepala
Penyebab cedera kepala yang paling dikenal baik dan menimbulkan
kecacatan perkembangan, termasuk kejang, adalah kecelakaan kendaraan
bermotor, tetapi lebih banyak lagi cedera kepala yang disebabkan oleh
kecelakaan rumah tangga, seperti jatuh dari meja, dari jendela yang
terbuka, dan dari tangga. Penganiayaan anak juga merupakan penyebab
cedera kepala.6
c. Masalah Lain
Salah satu penyebab kerusakan otak parsial adalah asfiksia akibat
hampir tenggelam. Pajanan jangka panjang terhadap timbal adalah
penyebab gangguan inteligensi dan keterampilan belajar yang telah
ditetapkan. Tumor intrakranial dengan berbagai jenis dan asalnya,
pembedahan, dan kemoterapi juga dapat merugikan fungsi otak.6

2.5.2.2 Faktor Lingkungan dan Sosiokultural


Retardasi ringan dapat terjadi sebagai akibat kekurangan gizi, pengasuhan,
serta stimulasi yang tepat secara bermakna. Anak yang mengalami keadaan ini
dapat mengalami kerusakan jangka panjang pada perkembangan fisik dan
emosinya. Lingkungan pranatal yang diganggu oleh perawatan medis yang buruk
dan gizi maternal yang buruk dapat merupakan faktor yang turut berperan di
dalam timbulnya retardasi mental ringan. Kehamilan remaja merupakan faktor
risiko dan disertai komplikasi obstetri, prematuritas, serta berat lahir rendah.
Perawatan medis pascalahir yang buruk, malnutrisi, pajanan zat toksik seperti
timbal, dan trauma fisik adalah faktor risiko retardasi mental ringan.
Ketidakstabilan keluarga, sering berpindah-pindah, dan jumlah pengasuh yang
banyak tetapi tidak memadai dapat mengurangi hubungan emosional yang penting
pada bayi, menyebabkan gagal tumbuh, serta potensi risiko terhadap otak yang
sedang berkembang.1

Tabel 2.2 Tiga Puluh Gangguan Hendaya dengan Kelainan Metabolisme Bawaan1

14
Penurunan Diagnosis Retardasi
Gangguan Defek Enzim Tanda Klinis
Hereditera Pranatal Mental

I. METABOLISME
LEMAK

Penyakit Niemann-Pick
Grup A, infantil Tidak diketahui Hepatomegali
Grup B, dewasa A.R Sfingomielinase + ± Hepatosplenomegali
Grup C dan D,
Tidak diketahui - + Infiltrasi paru
intermediat
Hepatosplenomegali,
Penyakit Gaucher Infantil A.R β-Glukosidase + ±
palsi pseudobulbar
Perubahan makular,
Penyakit Tay-Sach A.R Heksosaminidase A + +
kejang, spastisitas
Gangliosidosis Hepatosplenomegali,
A.R β-Galaktosidase + +
Menyeluruh perubahan tulang
Galaktoserebrosida
Penyakit Krabbe A.R + + Kaku, kejang
β-Galaktosidase
Leukodistrofi Kaku, gagal
A.R Serebrosida sulfatase + +
metakromatik perkembangan
Hepatosplenomegali,
Penyakit Wolman
A.R Lipase asam + - kalsifikasi adrenal,
muntah, diare
Lipogranulomatosis Serak, artropati, nodul
A.R Seramidase asam + +
Farber subkutan
Angiokeratoma, gagal
Penyakit Fabry X.R α-Galaktosidase + -
ginjal

II. METABOLISME
MUKOPOLISAKARIDA

Sindrom Hurler MPS I A.R Iduronidase + + ?


Penyakit Hurler II X.R Iduronat sulfatase + + ?
Berbagai tingkat
Berbagai sulfatase perubahan tulang,
Sindrom Sanfilippo III A.R + +
(tipe A-D) hepatosplenomegali
restriksi sendi, dll
N-asetilgalaktosamin-
Penyakit Morquio IV A.R + ?
6-sulfat sulfatase
Sindrom Maroteaux-
A.R Arilsulfatase B + ± ?
Lamy VI

III. METABOLISME
OLIGOSAKARIDA
DAN GLIKOPROTEIN

Glikoprotein N- Hepatomegali,
Penyakit sel-I A.R asetilglukosaminil- + + perubahan tulang,
fosfotransferase gusi bengkak
Hepatomegali,
Mannosidosis A.R Mannosidase + + perubahan tulang,
wajah kasar

15
Fukosidosis A.R Fukosidase + + Sama dengan di atas

IV. METABOLISME ASAM


AMINO

Fenilalanin Eksema, rambut


Fenilketonuria A.R - +
hidroksilase pirang, bau apek
Hemosistinuria A.R Sistationin β-sintetase + + Ektopia lentis,
(lanjutan)
Penurunan Diagnosis Retardasi
Gangguan Defek Enzim Tanda Klinis
Hereditera Pranatal Mental

IV.METABOLISME ASAM
AMINO
fenotipe mirip
Hemosistinuria A.R Sistationin β-sintetase + + Marfan, anomali
kardiovaskular
Lesi kulit
Tirosin amin
Tirosinosis A.R - + hiperkeratotik,
transaminase
konjungtivitis
Asamketo
Penyakit urine sirup
A.R dekarboksilase + + Ketoasidosis berulang
maple
rantai bercabang
Ketoasidosis
berulang,
Metilmalonil-CoA
Asidemia metilmalonik A.R + + hepatomegali,
mutase
retardasi
pertumbuhan
Propionil-CoA
Asidemia propionik A.R + + Sama seperti di atas
karboksilase
Hiperglisinemia Enzim pemecahan
A.R + + Kejang
nonketotik glisin
Kebanyakan Ensefalopati akut
Gangguan siklus urea Enzim siklus urea + +
A.R berulang, muntah
Gangguan transpor Tidak ada yang
Penyakit Hartnup A.R - -
ginjal konsisten

V. LAIN-LAIN

Hepatomegali,
Galaktosa-1-fosfat
Galaktosemia A.R + + katarak, gagal
uridil-transferase
ovarium
Faktor yang tidak
Degenerasi Penyakit hati, cincin
diketahui di dalam
hepatolentikular A.R - ± Kayser-Fleischer,
metabolisme
Wilson masalah neurologis
tembaga
Penyakit rambut kusut Rambut abnormal,
X.R Sama dengan di atas + -
Menkes degenerasi otak
Hiposantin guanin
Sindrom Lesch-Nyhan X.R fosforibosiltransfer + + Kelainan Perilaku
ase
a
A.R., penurunan resesif autosom; X.R., penurunan resesif terkait-X

2.6 Diagnosis
Diagnosis retardasi mental dapat ditegakkan setelah anamnesis, penilaian
intelektual standar, dan pengukuran fungsi adaptif menunjukkan bahwa perilaku
anak saat ini secara signifikan berada di bawah tingkat yang diharapkan.

16
Diagnosis ini sendiri tidak merinci penyebab atau prognosis. Uji laboratorium
dapat digunakan untuk mengetahui penyebab serta prognosis.6

2.6.1 Anamnesis
Anamnesis paling sering diambil dari orangtua atau pengasuh, dengan
perhatian khusus terhadap kehamilan ibu, dan persalinan; adanya riwayat keluarga
dengan retardasi mental; orangtua dengan perkawinan sedarah; dan gangguan
herediter. Sebagai bagian dari anamnesis, klinisi menilai keseluruhan tingkat
fungsi dan kapasitas intelektual orangtua, serta iklim emosional di dalam rumah.1

2.6.2 Wawancara Psikiatrik


Dua faktor yang sangat penting ketika mewawancarai pasien : sikap
pewawancara dan cara berkomunikasi dengan pasien. Pewawancara tidak boleh
terarahkan oleh usia mental pasien, karena tidak dapat secara utuh mencirikan
orang tersebut. Kemampuan verbal pasien, termasuk bahasa reseptif dan ekspresif,
harus dinilai sesegera mungkin, dengan mengamati komunikasi verbal dan
nonverbal antara pemberi perawatan dan pasien serta dengan melakukan
anamnesis. Pertanyaan yang mengarahkan harus dihindari karena orang dengan
retardasi dapat mudah tersugesti dan ingin menyenangkan orang lain. Pengarahan
dan struktur yang samar-samar, serta penguatan mungkin perlu untuk membuat
mereka tetap berada di dalam topik atau tugasnya. Secara umum, pemeriksaan
psikiatrik pada pasien dengan retardasi harus mengungkapkan bagaimana pasien
menghadapi tahap-tahap perkembangan.1,6

2.6.3 Pemeriksaan Fisis


Bagian tubuh yang berbeda-beda mungkin memilki ciri khas tertentu yang
dihasilkan penyebab prenatal dan lazim ditemukan pada orang dengan retardasi
mental. Selama pemeriksaan, klinisi harus mengingat bahwa anak dengan
retardasi mental, terutama mereka dengan masalah perilaku terkait, memiliki
peningkatan risiko mengalami penganiayaan anak.6

17
2.6.4 Pemeriksaan Neurologis
Rontgen tengkorak biasanya dilakukan secara rutin tetapi hanya
memberikan kejelasan pada relatif sedikit keadaan, seperti kraniosinostosis,
hidrosefalus, dan gangguan lain yang mengakibatkan kalsifikasi intrakranial
(contohnya toksoplasmosis, sklerosis tuberosa, angiomatosis serebral, dan
hipoparatiroidisme). Pemindaian computed tomography (CT) dan magnetic
resonance imaging (MRI) telah menjadi alat yang penting untuk mengungkap
patologi sistem saraf pusat (SSP) yang terkait retardasi mental. Temuan berupa
hidrosefalus internal, atrofi korteks, atau porensefali yang kadang-kadang
ditemukan pada anak dengan retardasi mental berat dan dengan kerusakan otak
tidak dianggap penting untuk gambaran umum.6

2.6.5 Gambaran Klinis


Survei telah mengidentifikasi beberapa gambaran klinis yang terdapat
dalam frekuensi yang lebih besar pada orang dengan retardasi mental
dibandingkan populasi umum. Gambaran ini, yang dapat terjadi sendiri atau
sebagai bagian dari gangguan mental, termasuk hiperaktivitas, toleransi yang
rendah terhadap frustasi, agresi, ketidakstabilan afektif, perilaku motorik
stereotipik berulang, dan berbagai perilaku mencederai diri sendiri. Perilaku
mencederai diri sendiri tampak lebih sering dan lebih intens pada retardasi mental
yang semakin berat. Penentuan apakah gambaran klinis ini merupakan gangguan
mental komorbid atau gejala sisa langsung keterbatasan perkembangan yang
terkait dengan retardasi mental sering sulit dilakukan.1,6

2.6.6 Pemeriksaan Laboratorium


Uji laboratorium yang digunakan untuk menjelaskan penyebab retardasi
mental mencakup analisis kromosom, tes urin dan darah untuk gangguan
metabolik, serta pencitraan saraf. Kelainan kromosom merupakan satu-satunya
penyebab retardasi mental yang paling lazim ditemukan pada orang yang
penyebab retardasinya dapat diidentifikasi.1
2.6.6.1 Studi Kromosom

18
Penentuan kariotipe di dalam laboratorium genetik dipertimbangkan setiap
kali kecurigaan adanya gangguan kromosom atau ketika penyebab retardasi
mental tidak teridentifikasi. Amniosentesis, yaitu sejumlah kecil cairan amnion
diambil dari rongga amnion transabdominal pada kira-kira usia kehamilan 15
minggu, berguna di dalam mendiagnosis kelainan kromosom pranatal.
Amniosentesis sering dipertimbangkan jika terdapat risiko janin yang meningkat
untuk sindrom Down, seperti meningkatnya usia maternal. Banyak gangguan
herediter serius dapat diperkirakan dengan amniosentesis, dan harus
dipertimbangkan pada perempuan hamil berusia di atas 35 tahun. Chronic villi
sampling (CVS) adalah teknik penapisan untuk menentukan kelainan kromosom
janin. Jika hasilnya abnormal, keputusan untuk mengakhiri kehamilan dapat
diambil dalam trimester pertama.6
2.6.6.2 Analisis Darah dan Urin
Sindrom Lesch-Nyhan, galaktosemia, PKU, sindrom Hurler, dan sindrom
Hunter merupakan contoh gangguan yang mencakup retardasi mental dan dapat
diidentifikasi melalui analisis enzim yang sesuai atau asam amino maupun
organik. Kelainan enzim di dalam gangguan kromosom, terutama sindrom Down,
menjanjikan untuk alat diagnostik yang berguna. Kelainan pertumbuhan yang
tidak dapat dijelaskan, gangguan kejang, tonus otot yang buruk, ataksia, kelainan
tulang atau kulit, dan kelainan mata adalah beberapa indikasi untuk dilakukannya
uji fungsi metabolik.6

2.6.7 Penilaian Psikologis


Uji psikologis yang dilakukan oleh psikolog berpengalaman, merupakan
bagian dari evaluasi standar untuk retardasi mental. Skala Gesell dan Bayley serta
Cattel Infant Inteligence Scale adalah yang paling sering digunakan pada bayi.
Untuk anak, Stanford Binet Inteligence Scale dan Wechsler Inteligence Scale for
Children edisi ketiga (WISC-III) adalah yang paling luas digunakan di Amerika
Serikat.1

19
Tabel 2.3 Contoh yang Mewakili Sindrom Retardasi Mental serta Fenotipe Perilaku1
Gangguan Patofisiologi Gambaran Klinis serta Fenotipe Perilaku
Trisomi 21, 95% kegagalan
Hipotonia, fisura palpebra condong ke atas, depresi
pemisahan kromosom, kira-
pertengahan wajah, jembatan hidung yang datar
kira 4% translokasi; 1/1.000
dan lebar, lipatan simian, perawakan pendek,
kelahiran hidup. 1:2.500 pada
meningkatnya insidensi kelainan tiroid dan
perempuan berusia di bawah
Sindrom Down penyakit jantung kongenital.
30 tahun, 1:80 di atas usia 40
Pasif, sopan, hiperaktivitas masa kanak-kanak, keras
tahun; 1:32 pada usia 45 tahun;
kepala, proses verbal > pendengaran,
kemungkinan produksi
meningkatnya risiko depresi, dan demensia tipe
berlebihan β-amiloid karena
Alzheimer pada masa dewasa.
defek pada 21q21.1
Wajah panjang, telinga lebar, hipoplasia pertengahan
wajah, palatum berarkus tinggi, perawakan pendek,
markoorkidisme, prolaps katup mitral, sendi lentur,
Inaktivasi gen FMR-1 pada X
strabismus.
q27.3 akibat pengulangan basa
Hiperaktivitas, tidak perhatian, ansietas, strereotipik,
CGG, metilasi; resesif; 1:1.000
Fragile X keterlambatan bicara dan bahasa, penurunan IQ,
kelahiran laki-laki; 1:3.000
syndrome pandangan tidak suka, penghindaran sosial, malu,
perempuan; Mengakibatkan
iritabilitas, gangguan belajar pada beberapa
10-12% retardasi mental pada
perempuan; retardasi mental ringan pada
laki-laki
perempuan yang terkena, retardasi mental sedang
atau berat pada laki-laki; IQ verbal > IQ
penampilan.
Hipotonia, gagal tumbuh pada masa bayi, obesitas,
tangan dan kaki kecil, mikroorkidisme, perawakan
Delesi pada 15q12 (15q11-
pendek, mata berbentuk almond, rambut pirang dan
15q13) dengan asal paternal;
kulit terang, wajah datar, skoliosis, masalah
beberapa kasus disomi
ortopedik, dahi menonjol, dan penyempitan
Sindrom Prader- uniparental maternal; dominan
bitemporal.
Willi 1/10.000 kelahiran hidup; 90%
Perilaku kompulsif, hiperfagia, penimbunan,
sporadik, gen kandidat : small
impulsivitas, retardasi mental ambang hingga
nuclear ribonucleoprotein
sedang, labilitas emosi, tantrum, rasa mengantuk di
polypeptide (SNRPN)
siang hari yang berlebihan, suka mencubit kulit,
ansietas, agresi.
Rambut pirang dan mata biru (66%); wajah dismorfik
termasuk mulut dengan senyum lebar; bibir atas
Delesi pada 15q12 (15q11-
tipis, dagu lancip; epilepsi (90%) dengan EEG
15q13) dengan asal maternal;
khas; ataksia, lingkar kepala kecil, 25%
dominan; delesi yang sering
Sindrom mikrosefalik.
pada subunit reseptor B-3
Angelman Kecenderungan untuk senang, tertawa paroksismal,
GABA, prevalensi tidak
tangan terkepak, bertepuk; retardasi mental sangat
diketahui tetapi jarang, kira-
berat; gangguan tidur dengan bangun di malam
kira 1/20.000-1/30.000
hari; kemungkinan meningkatnya insiden ciri
autistik; kesenangan akan air dan musik.
Tidak adanya pregnancy Alis mata tidak terputus, bibir atas yang tipis dan
associated plasma protein A mengarah ke bawah, mikrosefali, perawakan
(PAPPA) yang terkait dengan pendek, kaki dan tangan kecil, hidung kecil dan
kromosom 9q33; fenotipe yang mengarah ke atas, lubang hidung anteversi,
Sindrom Cornelia
serupa terkait dengan trisomi malformasi ekstremitas atas, gagal tumbuh.
de Lange
5p, kromosom cincin 3; jarang Mencederai diri sendiri, keterbatasan bicara pada
(1/40.000-1/100.000 kelahiran kasus berat, keterlambatan bahasa, menghindari
hidup); kemungkinan dipeluk, gerakan stereotipik, berputar-putar,
hubungan dengan 3q26.3 retardasi berat hingga sangat berat.

20
Sindrom William 1/20.000 kelahiran; delesi Perawakan pendek, ciri wajah yang tidak biasa
hemizigot yang mencakup termasuk dahi lebar, jembatan hidung cekung, pola
lokus elastin kromosom 7q11- iris seperti bintang, gigi berjarak lebar, dan bibir
23; autosomal dominan. yang penuh; wajah mirip peri; kelainan ginjal dan
kardiovaskular, kelainan tiroid; hiperkalsemia.
Ansietas, hiperaktivitas, ketakutan, santai, ramah,
keterampilan verbal > keterampilan visuospasial.
Sindrom cri-du- Delesi parsial 5p; 1/50.000; Wajah bulat dengan hipertelorisme, lipatan epikantus,
chat regionya mungkin 5p15.2 fisusra palpebra yang miring, hidung lebar dan
datar, telinga letak rendah, mikrognatia; retardasi
(lanjutan)
Gangguan Patofisiologi Gambaran Klinis serta Fenotipe Perilaku

Sindrom cri-du- Delesi parsial 5p; 1/50.000; pertumbuhan pranatal; infeksi pernapasan dan
chat regionya mungkin 5p15.2 telinga; penyakit jantung kongenital; kelainan
gastrointestinal.
Retardasi mental berat, tangisan infantil mirip kucing,
hiperaktivitas, stereotipik, menciderai diri sendiri.
Sindrom Smith- Insidensi tidak diketahui, Wajah lebar, pertengahan wajah datar; tangan pendek
Magenis perkiraan 1/25.000 kelahiran dan lebar; jari kaki kecil; suara serak dan dalam.
hidup; delesi parsial atau utuh Retardasi mental berat; hiperaktivitas; menciderai diri
pada 17p11.2 sendiri yang berat termasuk menggigit tangan,
membenturkan kepala, dan mencabut kuku kaki
dan tangan; memeluk diri sendiri secara
stereotipik; mencari perhatian; agresi, gangguan
tidur (penurunan REM).
Sindrom 1/250.000, kira-kira laki-laki = Perawakan pendek dan mikrosefali, ibu jari lebar dan
Rubinstein- perempuan; sporadik; besar, hidung besar, jembatan hidung lebar,
Taybi cenderung autosomal dominan; hipertelorisme, ptosis, fraktur yang sering,
mikrodelesi 16p13.3 pada kesulitan pemberian makan saat bayi, penyakit
beberapa kasus jantung kongenital, kelainan EEG, kejang.
Konsentrasi buruk, perhatian mudah teralih, kesulitan
bahasa ekspresif, IQ penampilan > IQ verbal;
senang, mencintai, ramah, responsif terhadap
musik; perilaku merangsang diri sendiri; pasien
yang lebih tua memiliki labilitas mood dan temper
tantrum.
Tuberosklerosis Tumor jinak (hamartoma) dan Epilepsi, autisme, hiperaktivitas, impulsivitas, agresi;
Kompleks 1 dan malformasi (hamartia) SSP, spektrum retardasi mental dari tidak ada (30%)
2 kulit, ginjal, jantung; dominan; hingga sangat berat; perilaku mencederai diri
1/10.000 kelahiran; 50% TSC sendiri; gangguan tidur.
1, 9q34; 50% TSC2, 16p13
Neurofibromatosi 1/2.500-1/4.000; laki-laki = Berbagai manifestasi; bercak café au lait;
s tipe 1 (NF1) perempuan; autosomal neurofibroma kutaneus, nodul Lisch; perawakan
dominan; 50% mutasi baru; pendek dan makrosefali pada 30-45%.
lebih dari 90% alel NF1 Setengahnya dengan kesulitan bicara dan bahasa;
paternal mengalami mutasi; 10% dengan retardasi mental sedang hingga sangat
gen NF1 17q11.2; produk gen berat; IQ verbal > IQ penampilan; perhatian mudah
adalah neurofibromin yang teralih, impulsif, hiperaktif, cemas; mungkin
dianggap sebagai gen penekan disertai meningkatnya insiden gangguan mood dan
tumor. ansietas.
Sindrom Lesch- Defek pada hiposantin guanin Ataksia, korea, gagal ginjal, pirai.
Nyhan fosforibosiltransferase dengan Sering dengan perilaku menggigit diri sendiri yang
akumulasi asam urat; Xq26-27; berat; agresi; ansietas; retardasi mental ringgan
resesif; jarang (1/10.000- hingga sedang.
1/38.000)
Galaktosemia Defek pada galaktosa-1-fosfat Muntah pada awal masa bayi, ikterik,
uridiltransferase atau hepatosplenomegali; katarak di kemudian hari,
galaktokinase atau empiramase; berat badan turun, menolak makanan,
autosomal resesif; 1/62.000 meningkatnya tekanan intrakranial dan
kelahiran di Amerika Serikat. meningkatnya risiko sepsis, gagal ovarium, gagal
tumbuh, kerusakan tubulus ginjal.
Kemungkinan retardasi mental bahkan dengan terapi,
defisit visuospasial, gangguan bahasa, laporan

21
meningkatnya masalah perilaku, ansietas,
penarikan diri secara sosial, pemalu.
Fenilketonuria Defek pada fenilalanin Gejala tidak ada saat neonatus, timbulnya kejang di
hidroksilase (PAH) atau kemudian hari (25% menyeluruh), kulit putih, mata
kofaktor (biopterin) dengan biru, rambut pirang, ruam.
akumulasi fenilalanin; kira-kira Jika tidak diterapi : retardasi mental ringan hingga
1/11.500 kelahiran; bervariasi sangat berat, keterlambatan bahasa, perusakan,
sesuai dengan lokasi geografis; mencederai diri sendiri, hiperaktivitas.
gen untuk PAH, 12q22-24.1;
autosomal resesif
(lanjutan)
Gangguan Patofisiologi Gambaran Klinis serta Fenotipe Perilaku

Sindrom Hurler 1/100.000; defisiensi pada Onset dini; perawakan pendek, hepatosplenomegali;
aktivitas α-ʟ-iduronidase; hirsutisme, kornea berkabut, kematian sebelum
autosomal resesif usia 10 tahun, dwarfisme, ciri wajah kasar, infeksi
pernapasan berulang.
Retardasi mental sedang hingga berat, cemas,
ketakutan, jarang agresif.
Sindrom Hunter 1/100.000, resesif terkait-X; Masa bayi normal; onset gejala pada usia 2-4 tahun;
defisiensi iduronat sulfatase; wajah kasar yang khas dengan jembatan hidung
Xq28 datar, lubang hidung lebar; tuli, ataksia, hernia
lazim ditemukan; hati dan limpa yang membesar,
sendi kaku, infeksi berulang, retardasi
pertumbuhan, kelainan kardiovaskular.
Hiperaktivitas, retardasi mental pada usia 2 tahun;
keterlambatan bicara; pembicaraan hilang pada
usia 8-10 tahun; gelisah, agresif, tidak perhatian,
kelainan tidur; apatis, perburukan penyakit terus-
menerus.
Sindrom alkohol Konsumsi alkohol maternal Mikrosefali, perawakan pendek, hipoplasia bagian
janin (trimester III>II>I); 1/3.000 tengah wajah; fisura palpebra pendek, bibir atas
kelahiran hidup di negara Barat; tipis, retrognatia pada masa bayi, mikrognatia pada
1/300 dengan efek alkohol pada masa remaja, filtrum yang halus dan panjang
janin hipoplastik.
Retardasi mental ringan hingga sedang, iritabilitas,
tidak perhatian, hendaya memori.

Retardasi Mental sebagai Fenomena Biomedis


Etiologi medis dari retardasi mental dapat dikelompokkan dalam 3 kategori besar,
yaitu5 :
1) Kesalahan dalam morfogenesis dari susunan saraf pusat
2) Perubahan dalam lingkungan biologis intrinsik
3) Pengaruh ekstrinsik (hipoksia, trauma, keracunan, dan sebagainya)

Kesalahan dalam Morfogenesis dari Susunan Saraf Pusat


Dalam kategori ini telah terjadi perubahan dalam perkembangan embrio
dan fetus. Kurang lebih 4% dari bayi yang lahir hidup dalam tahun pertama
kehidupannya menunjukkan kelainan ini. Menurut penelitian yang dilakukan oleh
Holmes pada tahun 1980, 2,4% bayi baru lahir (newborns) menujukkan anomali
yang berat dan sebanyak 60% berhubungan dengan keadaan genetik atau

22
penyebab selama dalam kandungan (in utero). Kesalahan dalam morfogenesis
dapat terjadi karena malformasi (kegagalan jaringan untuk terbentuk secara
normal sejak saat konsepsi), deformasi (perubahan dari jaringan yang
berkembang secara normal yang terkena kekuatan mekanis yang abnormal) dan
gangguan/trauma terhadap rahim/uterus atau keracunan jaringan. Peristiwa-
peristiwa ini mempunyai kesamaan tetapi berbeda dalam mekanisme sehingga
berbeda juga dalam pengaruh terhadap bentuk dan fungsi susunan saraf pusat.4,5
Sebagai contoh adalah Myelodysplasia (Spina Bifida) yang mungkin
berhubungan dengan retardasi mental merupakan sindrom malformasi yang
bersifat multipel/ganda. Meskipun beberapa organ yang terkena tetapi kesalahan
primer adalah perkembangan atau differensiasi dari early neural tube dan
akibatnya adalah persyarafan yang abnormal dari berbagai organ. Deformasi
mungkin terjadi karena berntuk rahim/uterus yang abnormal sehingga menekan
tulang kepala yang sedang berkembang sehingga bentuknya berubah atau gerakan
fetus terhambat sehingga terjadi kontraktur yang tetap dan ketika lahir terdapat
kelainan pada panggul atau kaki. Kelainan yang terakhir ini tidak menyebabkan
retardasi mental, tetapi kelainan neurologis mungkin bisa menyebabkannya.3,5
Gangguan/trauma terjadi karena zat-zat yang bersifat teratogenik, zat
kimia, dan toksin. Zat-zat tersebut menghambat morfogenesis. Zat yang dalam
jangka panjang menghambat morfogenesis antara lain alkohol, kokain, dan lain-
lain. Meskipun secara fisik tidak jelas tampak efeknya pada waktu lahir. Keadaan
lain yang juga menghambat adalah infeksi virus (toxoplasma, rubella,
cytomegalovirus), demam pada ibu hamil, dan gangguan vaskuler yang terjadi
dalam rahim pada plasenta atau pembuluh darah cerebral pada fetus.5

Pedoman Diagnostik menurut PPDGJ III2


1) Tingkat kecerdasan (inteligensia) bukan satu-satunya karakteristik, melainkan
harus dinilai berdasarkan sejumlah besar keterampilan spesifik yang berbeda.
Meskipun ada kecenderungan umum bahwa semua keterampilan ini akan
berkembang ke tingkat yang serupa pada setiap individu, namun dapat terjadi
suatu ketimpangan yang besar, khususnya pada penyandang retardasi mental.
Orang tersebut mungkin memperlihatkan hendaya berat dalam satu bidang

23
tertentu (misalnya bahasa), atau mungkin mempunyai suatu area keterampilan
tertentu yang lebih tinggi (misalnya tugas visuo-spasial sederhana) yang
berlawanan dengan latar belakang adanya retardasi mental berat. Keadaan ini
menimbulkan kesulitan pada saat menentukan kategori diagnosis.
2) Penilaian tingkat kecerdasan harus berdasarkan semua informasi yang
tersedia, termasuk temuan klinis, perilaku adaptif (yang dinilai dalam kaitan
dengan latar belakang budayanya), dan hasil tes psikometrik.
3) Untuk diagnosis yang pasti, harus ada penurunan tingkat kecerdasan yang
mengakibatkan berkurangnya kemampuan adaptasi terhadap tuntutan dari
lingkungan sosial biasa sehari-hari.
4) Gangguan jiwa dan fisik yang menyerta retardasi mental, mempunyai
pengaruh besar pada gambaran klinis dan penggunaan dari semua
keterampilannya.
5) Penilaian diagnostik adalah terhadap “kemampuan umum” (global ability)
bukan terhadap suatu area tertentu yang spesifik dari hendaya atau
keterampilan.
Tingkat IQ yang ditetapkan hanya merupakan petunjuk dan seharusnya
tidak diterapkan secara kaku dalam memandang keabsahan permasalahan lintas
budaya. IQ harus ditentukan berdasarkan tes inteligensia baku yang telah
memperhitungkan norma kebudayaan setempat. Pemeriksaan IQ yang dipilih
harus sesuai dengan tingkat fungsi individu dan keadaan kecacatan spesifik yang
ada, misalnya masalah pengungkapan bahasa, hendaya pendengaran, keterlibatan
fisik. Skala maturitas dan adaptasi sosial juga yang telah dibakukan setempat,
harus dilengkapi apabila memungkinkan dengan melakukan wawancara orangtua
atau pengasuh yang memahami keterampilan individu dalam kehidupan sehari-
hari. Tanpa penggunaan prosedur baku ini, diagnosis tersebut harus dianggap
sebagai perkiraan sementara saja.5
Menurut American Association on Mental Retardation (AAMR) 2002,
retardasi mental adalah suatu keadaan dengan ciri-ciri sebagai berikut : ”Retardasi
mental adalah suatu disabilitas yang ditandai dengan suatu limitasi/keterbatasan
yang bermakna baik dalam fungsi intelektual maupun perilaku adaptif yang

24
diekspresikan dalam keterampilan konseptual, sosial, dan praktis. Keadaan ini
terjadi sebelum usia 18 tahun”.5
AAMR menggunakan suatu pendekatan multi-dimensional atau
biopsikososial yang mencakup 5 dimensi, yaitu5 :
1) Kemampuan intelektual
2) Perilaku adaptif
3) Partisipasi, interaksi, dan peran sosial
4) Kesehatan fisik dan mental
5) Konteks : termasuk budaya dan lingkungan
Definisi retardasi mental ini menekankan komorbiditas dari gangguan ini
dengan gangguan jiwa lain yang menentukan fungsi individu. Definisi baru ini
tidak hanya mengandalkan kekurangan dan abnormalitas individu dengan
diagnosis retardasi mental. Fungsi dari individu dengan retardasi mental
merupakan hasil interaksi dari kemampuannya, lingkungan, dan sarana
pendukung. Derajat retardasi mental dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti
misalnya terdapatnya berbagai disabilitas (misalnya gangguan panca-indera),
tersedianya sarana pendidikan, sikap dari caregiver dan stimulasi yang diberikan.
Definisi menurut Diagnostic and Statistical Manual IV-TR (DSM IV-TR) adalah
sama dengan definisi AAMR, tetapi ditambahkan batas derajat IQ 70 dan retardasi
mental dibagi dalam 4 kategori, yaitu ringan, sedang, berat, dan sangat berat dan
dicantumkan 10 macam perilaku adaptif yang harus tertera pada Axis II.4,5

Kriteria Diagnostik untuk Retardasi Mental Menurut DSM IV-TR2


A. Fungsi intelektual di bawah rata-rata (IQ 70 atau kurang), seperti penalaran,
pemecahan masalah, perencanaan, pemikiran abstrak, penilaian, pembelajaran
akademis, dan pembelajaran dari pengalaman, dikonfirmasi oleh penilaian
klinis dan uji kecerdasan secara individual terstandarisasi.
B. Kekurangan atau gangguan dalam perilaku adaptif (= kekurangan individu
untuk memenuhi tuntutan standar perilaku sesuai dengan usianya dari
lingkungan budayanya) dalam sedikitnya 2 hal, yaitu : komunikasi, self-care,
kehidupan rumah-tangga, keterampilan sosial/interpersonal, menggunakan

25
sarana komunitas, mengarahkan diri sendiri, keterampilan akademis
fungsional, pekerjaan, waktu senggang, kesehatan, dan keamanan.
C. Awitan terjadi sebelum usia 18 tahun

Kode Diagnostik dan Derajat Retardasi Mental Menurut DSM IV-TR2


317 Retardasi Mental Ringan (F70), IQ 50-55 sampai 70
318 Retardasi Mental Sedang (F71), IQ 35-40 sampai 50-55
318.1 Retardasi Mental Berat (F72), IQ 20-25 sampai 35-40
318.2 Retardasi Mental Sangat Berat (F73), IQ di bawah 20 atau 25
319 Retardasi Mental tidak tergolongkan (F79), bila tak dapat dilakukan
pemeriksaan IQ

Retardasi Mental Ringan (F70)


Penyandang retardasi mental ringan biasanya agak terlambat dalam belajar
bahasa tetapi sebagian besar dapat mencapai kemampuan berbicara untuk
keperluan sehari-hari, mengadakan percakapan dan dapat diwawancarai.
Kebanyakan dari mereka juga dapat mandiri penuh dalam hal merawat diri sendiri
(makan, mandi berpakaian, buang air besar dan kecil) dan mencapai keterampilan
praktis serta keterampilan rumah tangga, walaupun perkembangannya agak
lambat dibandingkan anak normal.5
Kesulitan utama biasanya tampak dalam pekerjaan sekolah yang bersifat
akademik. Banyak di antara mereka mempunyai masalah khusus dalam membaca
dan menulis. Namun demikian, penyandang retardasi mental ringan bisa sangat
tertolong dengan pendidikan yang dirancang untuk mengembangkan keterampilan
mereka dan mengkompensasi kecacatan mereka. Kebanyakan penyandang
retardasi mental ringan yang tingkat inteligensia lebih tinggi mempunyai potensi
melakukan pekerjaan yang lebih membutuhkan kemampuan praktis daripada
kemampuan akademik, termasuk ppekerjaan tangan yang tidak memerlukan
keterampilan atau hanya memerlukan sedikit keterampilan saja.5

26
Dalam konteks sosio-kultural yang memerlukan sedikit prestasi akademik,
sampai tingkat tertentu peyandang retardasi mental ringan tidak mengalami
masalah. Namun demikian, bila juga terdapat immaturitas emosional dan sosial
yang nyata, maka tampak akibat kecacatannya misalnya ketidakmampuan
mengatasi tuntutan pernikahan, pengasuhan anak atau kesulitan menyesuaikan diri
dengan harapan dan tradisi budaya. Pada umumnya, kesulitan perilaku, emosional
dan sosial dari penyandang retardasi mental ringan dan kebutuhan untuk terapi
dan dukungan untuk hal tersebut, timbul dari mereka sendiri. Mereka lebih mirip
dengan mereka yang normal inteligensinya daripada masalah spesifik dari
penyandang retardasi mental sedang dan berat. Etiologi organik sudah lebih
banyak diidentifikasi di antara pasien, meskipun belum merupakan mayoritas.3,5
Pedoman Diagnostik2
1) Bila menggunakan tes IQ baku yang tepat, maka IQ berkisar antara 50
sampai 69 menunjukkan retardasi mental ringan.
2) Pemahaman dan penggunaan bahasa cenderung terlambat pada berbagai
tingkat, dan masalah kemampuan berbicara yang mempengaruhi
perkembangan kemandirian dapat menetap sampai dewasa. Walaupun
mengalami keterlambatan dalam kemampuan bahasa tetapi sebagian besar
dapat mencapai kemampuan berbicara untuk keperluan sehari-hari.
Kebanyakan juga dapat mandiri penuh dalam merawat diri sendiri dan
mencapai keterampilan praktis dan keterampilan rumah tangga, walaupun
tingkat perkembangannya agak lambat daripada normal. Kesulitan utama
biasanya tampak dalam pekerjaan sekolah yang bersifat akademik, dan
banyak masalah khusus dalam membaca dan menulis.
3) Etiologi organik hanya dapat diidentifikasi pada sebagian kecil penderita.
4) Keadaan lain yang menyertai, seperti autisme, gangguan perkembangan lain,
epilepsi, gangguan tingkah laku, atau disabilitas fisik dapat ditemukan dalam
berbagai proporsi. Bila terdapat gangguan demikian, maka harus diberi kode
diagnosis tersendiri.

Retardasi Mental Sedang (F71)

27
Penyandang retardasi mental kategori ini lambat dalam mengembangkan
pemahaman dan penggunaan bahasa, prestasi akhir yang dapat dicapai dalam
bidang ini terbatas. Keterampilan merawat diri dan keterampilan motorik juga
terlambat. Sebagian dari mereka memerlukan pengawasan seumur hidup.
Kemajuan dalam pendidikan sekolah terbatas tetapi sebagian dari mereka ini
dapat belajar keterampilan dasar yang dibutuhkan untuk membaca, menulis, dan
berhitung. Program pendidikan khusus dapat memberi kesempatan bagi mereka
untuk mengembangkan potensi mereka yang terbatas dan memperoleh beberapa
keterampilan dasar.5
Ketika dewasa penyandang retardasi mental sedang biasanya mampu
melakukan pekerjaan praktis yang sederhana, bila tugas-tugasnya disusun rapi dan
diawasi oleh pengawas yang terampil. Jarang ada yang dapat hidup mandiri
sepenuhnya pada masa dewasa. Namun demikian, pada umumnya mereka dapat
bergerak bebas dan aktif secara fisik dan mayoritas menunjukkan perkembangan
sosial dalam kemampuan mengadakan kontak, berkomunikasi dengan orang lain
dan terlibat dalam aktivitas sosial yang sederhana.4,5
Pedoman Diagnostik2
1) IQ biasanya berada dalam rentang 35 sampai 49.
2) Umumnya ada profil kesenjangan (discrepancy) dari kemampuan, beberapa
dapat mencapai tingkat yang lebih tinggi dalam keterampilan visuo-spasial,
yang tidak sesuai, beberapa dapat mencapai tingkat yang lebih tinggi dalam
keterampilan visuo-spasial daripada tugas-tugas yang tergantung pada bahasa,
sedangkan yang lainnya sangat canggung tetapi dapat mengadakan interaksi
sosial dan percakapan sederhana. Tingkat perkembangan bahasa bervariasi :
ada yang dapat mengikuti percakapan sederhana, sedangkan yang lain hanya
dapat berkomunikasi seadanya untuk kebutuhan dasar mereka. Ada yang
tidak pernah belajar menggunakan bahasa, meskipun mereka mungkin dapat
mengerti instruksi sederhana dan belajar menggunakan isyarat tangan untuk
kompensasi disabilitas berbicara mereka.
3) Suatu etiologi organik dapat diidentifikasi pada kebanyakan penyandang
retardasi mental sedang.

28
4) Autisme masa kanak atau gangguan perkembangan pervasif lainnya terdapat
pada sebagian kecil kasus, dan mempunyai pengaruh besar pada gambaran
klinis dan tipe penatalaksanaan yang dibutuhkan. Epilepsi, disabilitas
neurologik dan fisik juga lazim ditemukan meskipun kebanyakan penyandang
retardasi mental sedang mampu berjalan tanpa bantuan. Kadang-kadang
didapatkan gangguan jiwa lain, tetapi karena tingkat perkembangan
bahasanya yang terbatas sehingga sulit menegakkan diagnosis dan harus
tergantung dari informasi yang diperoleh dari orang lain yang mengenalnya.
Setiap gangguan penyerta harus diberi kode diagnosis tersendiri.

Retardasi Mental Berat (F72)


Pedoman Diagnostik2
1) IQ biasanya berada dalam rentang 20 sampai 34.
2) Pada umumnya mirip dengan retardasi mental sedang dalam hal :
a. Gambaran klinis,
b. Terdapatnya etiologi organik, dan
c. Kondisi yang menyertainya,
d. Tingkat prestasi yang rendah,
3) Kebanyakan penyandang retardasi mental berat menderita gangguan motorik
yang mencolok atau defisit lain yang menyertainya, menunjukkan adanya
kerusakan atau penyimpangan perkembangan yang bermakna secara klinis
dari susunan saraf pusat.

Retardasi Mental Sangat Berat (F73)


Sebagian besar dari mereka tidak dapat bergerak atau sangat terbatas
dalam gerakannya, mungkin juga terdapat inkontinensia, dan hanya mampu
mengadakan komunikasi non verbal yang belum sempurna. Mereka tidak atau
hanya mempunyai sedikit sekali kemampuan untuk mengurus sendiri kebutuhan
dasar mereka sendiri, dan senantiasa memerlukan bantuan dan pengawasan.5
Pedoman Diagnostik2
1) IQ biasanya di bawah 20.

29
2) Pemahaman dan penggunaan bahasa terbatas, paling banter mengerti perintah
dasar dan mengajukan permohonan sederhana.
3) Keterampilan visuo-spasial yang paling dasar dan sederhana tentang memilih
dan mencocokkan mungkin dapat dicapainya, dan dengan pengawasan dan
petunjuk yang tepat, penderita mungkin dapat sedikit ikut melakukan tugas
praktis dan rumah tangga.
4) Suatu etiologi organik dapat diidentifikasi pada sebagian besar kasus.
5) Biasanya ada disabilitas neurologik dan fisik lain yang berat yang
mempengaruhi mobilitas, seperti epilepsi dan hendaya daya lihat dan daya
dengar. Sering ada gangguan perkembangan pervasif dalam bentuk sangat
berat khususnya autisme yang tidak khas (atypical autism), terutama pada
penderita yang dapat bergerak.

Retardasi Mental Lainnya (F78)


Kategori ini hanya digunakan bila penilaian dari tingkat retardasi mental
dengan memakai prosedur biasa sangat sulit atau tidak mungkin dilakukan karena
adanya gangguan sensorik atau fisik, misalnya buta, bisu, tuli, dan penderita yang
perilakunya terganggu berat atau fisiknya tidak mampu.2

Retardasi Mental YTT (F78)


Jelas terdapat retardasi mental, tetapi tidak ada informasi yang cukup
untuk menggolongkannya dalam salah satu kategori tersebut di atas.2

2.7 Diagnosis Banding


Pada retardasi mental gangguan dalam bidang intelektual dan perilaku
adaptif bersifat menyeluruh sedangkan pada gangguan belajar dan gangguan
komunikasi terbatas pada suatu bidang/aspek tertentu. Gangguan ini mungkin
terdapat bersama retardasi mental bila gangguan tersebut lebih menonjol daripada
retardasi mental. Pada gangguan perkembangan pervasif terdapat kerusakan
kualitatif (qualitative impairment) dalam komunikasi dan interaksi sosial
sedangkan anak dengan retardasi mental mampu untuk mengadakan relasi dengan
orang lain meskipun dengan cara yang imatur bila dibandingkan dengan anak

30
yang sebaya. Diagnosis demensia ditegakkan bila terdapat kerusakan kognitif
yang spesifik dan ganda serta gangguan daya ingat pada saat pemeriksaan yang
tadinya tidak terdapat. Diagnosis demensia dapat ditegakkan pada setiap usia
sedangkan retardasi mental hanya sebelum usia 18 tahun. Secara teoritis diagnosis
demensia dan retardasi mental dapat ditegakkan bila kerusakan pada otak terjadi
postnatal tetapi karena sulit untuk menentukan derajat fungsional premorbid maka
tidak dianjurkan untuk menegakkan diagnosis ganda sebelum usia 4-6 tahun atau
pada kasus dengan gejala-gejala yang dapat diterangkan oleh diagnosis retardasi
mental saja.4,5
Menurut definisi, retardasi mental harus dimulai sebelum usia 18 tahun.
Beberapa hendaya sensorik, terutama tuli dan buta, dapat dikelirukan dengan
retardasi mental jika selama uji tidak digunakan alat bantu. Defisit pembicaraan
dan cerebral palsy sering membuat anak tampak mengalami retardasi, bahkan saat
inteligensinya berada dalam batas ambang atau normal. Jenis penyakit kronis dan
melemahkan apapun dapat menurunkan fungsi anak pada semua area. Gangguan
konfulsif dapat memberikan kesan adanya retardasi mental, terutama saat adanya
kejang yang tidak terkontrol. Sindrom otak kronis dapat mengakibatkan cacat
tertentu, tidak dapat membaca (aleksia), tidak dapat menulis (agrafia), tidak dapat
berkomunikasi (afasia), dan beberapa cacat lain yang mungkin terdapat pada
orang dengan inteligensi normal atau bahkan superior. Anak dengan gangguan
belajar, yang dapat terjadi bersamaan dengan retardasi mental, mengalami
keterlambatan atau kegagalan perkembangan pada area khusus, seperti membaca
atau matematika, tetapi anak tersebut berkembang normal pada area lain.
Sebaliknya, anak dengan retardasi mental menunjukkan keterlambatan umum
pada sebagian besar area perkembangan.1
Retardasi mental dan gangguan perkembangan pervasif sering terdapat
bersamaan. Karena tingkat fungsi mereka yang biasa saja, anak dengan gangguan
perkembangan pervasif memiliki lebih banyak masalah dengan hubungan sosial
dan mengalami penyimpangan bahasa yang lebih dibandingkan anak yang
mengalami retardasi mental. Anak di bawah usia 18 tahun yang memenuhi kriteria
diagnostik demensia dan menunjukkan IQ kurang dari 70 diberikan diagnosis
demensia dan retardasi mental. Mereka yang IQ nya turun hingga kurang dari 70

31
setelah usia 18 tahun dan yang memiliki onset baru gangguan kognitif tidak
diberikan diagnosis retardasi mental tetapi hanya diagnosis demensia.1

2.8 Penatalaksanaan
Retardasi mental dikaitkan dengan berbagai gangguan psikiatri komorbid
dan paling sering membutuhkan berbagai dukungan psikososial. Terapi orang
dengan retardasi mental didasari pada penilaian akan kebutuhan sosial dan
lingkungan serta perhatian terhadap keadaan komorbidnya. Terapi optimal untuk
keadaan yang dapat menyebabkan retardasi mental adalah pencegahan primer,
sekunder, dan tersier.1
2.8.1 Pencegahan Primer
Pencegahan primer meliputi tindakan yang dilakukan untuk
menghilangkan atau mengurangi keadaan yang menimbulkan terjadinya gangguan
yang terkait dengan retardasi mental. Cara-caranya mencakup edukasi untuk
meningkatkan pengetahuan masyarakat umum dan kesadaran akan retardasi
mental; upaya profesional kesehatan yang berkelanjutan untuk meyakinkan dan
memperbaiki kebijakan kesehatan; undang-undang untuk menyediakan perawatan
kesehatan anak dan ibu yang optimal; dan eradikasi gangguan yang diketahui
diakibatkan oleh kerusakan SSP.6

2.8.2 Pencegahan Sekunder dan Tersier


Ketika suatu gangguan yang dikaitkan dengan retardasi mental telah
diidentifikasi, gangguan ini harus diterapi untuk memperpendek perjalanan
penyakit (pencegahan sekunder) dan untuk meminimalkan gejala sisa atau
hendaya selanjutnya (pencegahan tersier). Gangguan endokrin dan metabolik
herediter, seperti PKU dan hipotiroidisme, dapat diterapi dengan efektif pada
tahap awal dengan pengendalian diet atau terapi sulih hormon. Anak dengan
retardasi mental sering memiliki kesulitan emosi dan perilaku yang memerlukan
terapi psikiatrik. Kemampuan sosial dan kognitifnya yang terbatas memerlukan
modalitas terapi psikiatrik yang dimodifikasi dan didasari pada tingkat inteligensi
anak tersebut.6
2.8.2.1 Edukasi untuk Anak

32
Tatanan edukasi untuk anak yang mengalami retardasi mental harus
mencakup program komprehensif yang memberikan pelatihan keterampilan
adaptif, pelatihan keterampilan sosial, dan pelatihan kejuruan. Perhatian khusus
harus difokuskan pada komunikasi dan upaya untuk memperbaiki kualitas
kehidupan. Terapi kelompok sering menjadi format yang berhasil asalkan anak
dengan retardasi mental dapat belajar dan mempraktikan situasi kehidupan nyata
yang dihipotesiskan dan mendapatkan umpan balik yang mendukung.1,6
2.8.2.2 Terapi Perilaku, Kognitif, dan Psikodinamik
Terapi perilaku telah digunakan selama beberapa tahun untuk membentuk
dan meningkatkan perilaku sosial serta untuk mengendalikan dan meminimalkan
perilaku agresif dan destruktif orang tersebut. Terapi kognitif, seperti
menghilangkan keyakinan yang salah serta latihan relaksasi dengan instruksi
sendiri, telah direkomendasikan untuk pasien retardasi mental yang dapat
mengikuti perintah. Terapi psikodinamik digunakan pada pasien dan keluarganya
untuk mengurangi konflik mengenai pengharapan yang menimbulkan ansietas,
kemarahan, dan depresi yang menetap.1,6
2.8.2.3 Edukasi Keluarga
Salah satu area yang paling penting yang dapat dilakukan klinisi adalah
memberikan edukasi kepada keluarga pasien dengan retardasi mental mengenai
cara untuk meningkatkan kompetensi dan harga diri sambil mempertahankan
pengharapan yang realistik untuk pasien. Orang tua bisa mendapatkan keuntungan
dari konseling yang berkelanjutan atau terapi keluarga dan harus diberikan
kesempatan untuk mengekspresikan perasaan bersalah, putus asa, sedih,
penyesalan berulang, dan kemarahan terhadap gangguan serta masa depan
anaknya. Psikiater harus siap untuk memberikan orang tua semua dasar dan
informasi medis terkini mengenai penyebab, terapi, dan area terkait lainnya
(seperti pelatihan khusus dan perbaikan defek sensorik).1
2.8.2.4 Intervensi Sosial
Olimpiade Khusus Internasional adalah program olahraga rekreasionak
yang dibuat untuk populasi ini. Di samping menyediakan forum untuk
mengembangkan kebugaran fisik, Olimpiade Khusus juga meningkatkan interaksi
sosial, persahabatan, dan diharapkan, harga diri umum.6

33
2.8.2.5 Farmakologi
Pendekatan farmakologis untuk terapi gangguan mental komorbid pada
pasien dengan retardasi mental sama untuk pasien tanpa retardasi mental. Semakin
banyak data yang menyokong penggunaan berbagai obat psikotropik untuk pasien
dengan gangguan jiwa dan juga retardasi mental.1 Obat-obatan yang sering
digunakan dalam terapi retardasi mental adalah terutama untuk menekan gejala-
gejala hiperkinetik. Metilfenidat (Ritalin) dapat memperbaiki keseimbangan
emosi dan fungsi kognitif. Imipramin, dekstroamfetamin, klorpromazin,
flufenazin, fluoksetin kadang-kadang dipergunakan oleh psikiatri anak. Untuk
menaikkan kemampuan belajar pada umumnya diberikan tioridazin (melleril),
metilfenidat, amfetamin, asam glutamat, gamma aminobutyric acid (GABA).3
Ada yang menganggap bahwa terapi retardasi mental kurang memuaskan
berhubung gangguan ini tidak dapat disembuhkan. Perlu diingat bahwa tugas
seorang dokter tidak hanya menyembuhkan tetapi juga meningkatkan kualitas
hidup pasiennya. Penatalaksanaan retardasi mental meliputi 3 aspek, yaitu5 :
1) Pendekatan yang berhubungan dengan etiologi, misalnya menetapkan diet
secara dini untuk pasien yang penyebabnya adalah fenilketonuria atau
substansi hormon tiroid untuk defisiensi hormon ini.
2) Terapi untuk gangguan fisik dan mental yang menyertai retardasi mental
3) Pendidikan yang sesuai dan rehabilitasi
Sebelum tahun 1975 penyandang retardasi mental dirawat dalam
institusi/lembaga-lembaga karena dianggap mereka tidak mampu merawat diri
sendiri. Dewasa ini di Indonesia masih ada lembaga yang merawat pasien dengan
retardasi mental dan juga masih banyak Sekolah Luar Biasa. Pendekatan yang
terbaru adalah dengan sistem INKLUSI, yaitu pendidikan yang sebagian menyatu
dengan sekolah biasa dan di samping itu ada program khusus untuk mengatasi
keterbatasan mereka. Setelah dewasa mereka diharapkan juga dapat bekerja dalam
lingkungan kerja yang biasa tetapi di bawah supervisi. Dengan demikian
diharapkan supaya pasien dengan retardasi mental dapat hidup dengan bermanfaat
dalam masyarakat.5

Peranan Psikiatri dalam Retardasi Mental

34
Telah diketahui bahwa psikiatri dan gangguan jiwa mengahdapi stigma
yang menghambat penatalaksanaan yang baik untuk pasien yang menyandang
gangguan jiwa. Keadaan ini juga berlaku untuk retardasi mental. Pasien dengan
gangguan jiwa dan retardasi mental memang berbeda dengan orang normal
sehingga menggugah perasaan orang. Banyak yang merasa takut menghadapi
mereka sehingga diusahakan untuk menjauhkan diri dari mereka dan merawat
mereka dalam lembaga-lembaga. Dengan kemajuan ilmu pengetahuan, termasuk
juga dalam bidang farmakoterapi maka penatalaksanaan pasien dengan gangguan
jiwa dan retardasi mental menjadi lebih baik.4,5
Kerjasama dengan orangtua dalam menghadapi pasien dengan retardasi
mental selalu dibutuhkan. Biasanya diagnosis retardasi mental berat sudah dapat
ditegakkan pada masa bayi (misalnya sindrom Down). Di samping itu, anak
tersebut mungkin juga menderita gangguan fisik atau cacat lainnya sehingga
masalah kesehatan yang dihadapi cukup parah. Dokter yang menghadapi pasien
dengan retardasi mental berat menghadapi tugas yang cukup berat karena harus
menerangkan gangguan ini kepada orangtua.5
Diagnosis retardasi mental ringan biasanya ditegakkan ketika anak
memasuki Sekolah Dasar. Orangtua biasanya telah memperhatikan terjadinya
beberapa perlambatan dalam perkembangan tetapi tidak menyadarinya dan juga
tidak memeriksakan anaknya untuk menanyakan kemungkinan anaknya menderita
retardasi mental. Diagnosis retardasi mental meskipun ringan tetap merupakan
suatu stressor bagi orangtua yang telah “kehilangan” (loss) anak yang normal.
Reaksi orangtua terhadap “berita buruk” ini dapat bermacam-macam, mungkin
terjadi reaksi depresi tetapi mungkin juga perasaan mereka “campur aduk” atau
dapat juga reaksi pertamanya adalah negatif kemudian menolak dan akhirnya baru
bisa menerima. Meskipun demikian beberapa orangtua tetap sulit untuk menerima
bahwa anaknya menderita retardasi mental.3,5
Keadaan paling sulit pada masa remaja adalah perlunya remaja dan
orangtuanya menyadari bahwa kesulitan kognitif yang dialami bersifat permanen.
Tidak ada program pendidikan khsusus apapun yang dapat mengubah keadaan ini.
Bagi pasien yang menderita retardasi mental ringan keadaan ini lebih sulit lagi
berhubung mereka menyadari kekurangan yang mereka miliki. Kesehatan fisik

35
mereka mungkin sekali tidak berbeda dengan remaja normal tetapi untuk
merencanakan masa depan “yang biasa” sangat sulit. Banyak di antara mereka
mempunyai citra diri yang rendah dan mengalami kesulitan dalam komunikasi
dengan teman sebaya dan juga dengan lawan jenis.3,4
Berhubung keadaan tersebut di atas menyebabkan pasien yang menderita
retardasi mental cenderung mengalami berbagai macam psikopatologi yang terjadi
karena keadaan dirinya sendiri maupun sebagai reaksi terhadap sikap orangtua
dan lingkungan. Berbagai penelitian juga telah dilakukan untuk menemukan
etiologi, jenis, dan prevalensi gangguan jiwa yang komorbid dengan retardasi
mental. Menurut penelitian kohort yang dilakukan oleh Stromme & Diseth pada
tahun 2000 di Norwegia dengan menggunakan ICD 10 revision WHO 1992, pada
mereka yang menderita retardasi mental berat 42% dan pada mereka yang
menderita retardasi mental ringan 32% menderita gangguan jiwa. Gangguan jiwa
yang paling sering ditemukan adalah gangguan perkembangan pervasif dan
hiperkinesis.4,5
Secara singkat dapat dikatakan bahwa peran psikiatri dalam bidang retardasi
mental adalah sebagai berikut5 :
1) Memberikan pelayanan klinis kepada pasien yang menderita retardasi mental
setelah dilakukan pemeriksaan yang komprehensif
2) Mencegah terjadinya komorbiditas dengan gangguan jiwa lainnya dengan
cara menegakkan diagnosis dini dan memberi dukungan emosional kepada
pasien dan keluarganya
3) Menjadi anggota tim multi-disiplin yang mencoba mengadakan
penatalaksanaan komprehensif untuk pasien dan keluarganya
4) Melakukan penelitian

2.9 Perjalanan Gangguan dan Prognosis


Pada sebagian besar kasus retardasi mental, hendaya intelektual yang
mendasari tidak membaik, tetapi tingkat adaptasi orang yang mengalaminya
secara positif dapat dipengaruhi oleh lingkungan yang mendukung dan berkualitas
baik. Pada umumnya, orang dengan retardasi mental ringan dan sedang memiliki
fleksibilitas tertinggi dalam beradaptasi terhadap berbagai keadaan lingkungan.5

36
BAB 3
KESIMPULAN DAN SARAN

3.1 Kesimpulan
Dalam makalah ini telah dibahas definisi menurut beberapa sumber antara
lain PPDGJ III, DSM IV-TR, dan AAMR. Klasifikasi retardasi mental yang
terdiri dari ringan, sedang, berat, dan sangat berat juga dibicarakan. Gangguan
jiwa yang menyertai (komorbid) retardasi mental dibahas dengan
penatalaksanaannya.5 Retardasi mental adalah suatu kondisi dimana : terjadi
penurunan fungsi intelektual (IQ≤70 atau dua tingkat dibawah standar deviasi
rata-rata), terjadi defisit fungsi adaptasi sosial, dan onset terjadi selama masa
perkembangan (sebelum 18 tahun).2
Prevalensi retardasi mental diperkirakan sebanyak 1-3% dari jumlah
populasi.7 Penyebab retardasi mental dikelompokkan menjadi retardasi mental
primer dan retatdasi mental sekunder. Retardasi mental primer mungkin
disebabkan faktor keturunan (retardasi mental genetik) dan faktor yang tidak
diketahui. Retardasi mental sekunder disebabkan faktor-faktor dari luar yang
diketahui dan faktor-faktor ini memengaruhi otak mungkin pada waktu prenatal,
perinatal atau postnatal.4 Diagnosis retardasi mental ditetapkan berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang lainnya.1
Penatalaksanaan retardasi mental terdiri atas farmakoterapi, psikoterapi, serta
pendidikan dan latihan.3,4

3.2 Saran
Mengingat masih banyaknya kekurangan dari laporan tutorial ini, baik dari
segi bahasa maupun penulisan, dan sebagainya. Untuk itu saya mengharapkan

37
kritik dan saran dari dosen-dosen yang mengajar dan tutor, serta dari berbagai
pihak demi kesempurnaan laporan tutorial ini.

DAFTAR PUSTAKA

1. Sadock BJ, Sadock VA. Kaplan & Sadock Buku Ajar Psikiatri Klinis Edisi 2
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2016.

2. Maslim, R. (2013). Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas


dari PPDGJ-III dan DSM-5. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-
Unika Atmajaya.

3. Sularyo TS, Kadim M. Retardasi Mental. Sari Pediatri Desember 2000:170-


177.

4. Maramis WF, Maramis AA. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. 2 ed. Surabaya:
Airlangga University Press; 2009.

5. Humries WE. Retardasi Mental. Dalam Elvira SD, Hadisukanto G. Buku Ajar
Psikiatri Edisi Kedua. Jakarta: Badan Penerbit FKUI; 2013. p. 446-455.

Kaplan, H., Sadock, B., & Grebb, J. (2010). Kaplan - Sadock Sinopsis Psikiatri
Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis Jilid 2. Tangerang: Binarupa Aksara
Publisher

6.

7. Sadock BJ, Sadock VA. Kaplan & Sadock's Synopsis of Psychiatry:


Behavioral Sciences/Clinical Psychiatry. 10th ed: Lippincott Williams &
Wilkins; 2007.

38

Anda mungkin juga menyukai