Anda di halaman 1dari 20

Bagian Ilmu Kesehatan Anak Tutorial Klinik

Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman

HIPOTIROID KONGENITAL

Disusun oleh
Amelia Febrianti Buanawati
1810029009

Pembimbing
dr. Anrih Roi Manthurio, Sp. A

Dibawakan dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik pada


Laboratorium Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman
Samarinda
2020

1
LEMBAR PERSETUJUAN

TUTORIAL KLINIK

HIPOTIROID KONGENITAL

Sebagai salah satu tugas stase Ilmu Kesehatan Anak

Oleh :

Amelia Febrianti Buanawati (1810029009)

Pembimbing

dr. Anrih Roi Manthurio, Sp. A

LAB / SMF ILMU KESEHATAN ANAK

Fakultas Kedokteran

Universitas Mulawarman

RSUD Abdul Wahab Sjahranie

2020

2
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, berkat
rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan Tutorial Klinik tentang “Hipotiroid
Kongenital”. Tutorial ini disusun dalam rangka tugas kepaniteraan klinik di
Laboratorium Ilmu Kesehatan Anak Rumah Sakit Abdul Wahab Sjahranie
Samarinda.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terima
kasih kepada :
1. dr. Ika Fikriah, M. Kes., selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas
Mulawarman.
2. dr. Soehartono, Sp. THT-KL, selaku Ketua Program Studi Profesi Dokter
Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman.
3. dr. A. Wisnu W., Sp. A, selaku Kepala Laboratorium Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman.
4. dr. Anrih Roi Manthurio, Sp. A, selaku dosen pembimbing yang telah
memberikan bimbingan dan saran selama penulis menjalani co-assistancedi
Laboratorium Ilmu Kesehatan Anak, terutama di divisi Endokrinologi Anak.
5. Rekan-rekan dokter muda di Lab/SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD AWS/FK
Universitas Mulawarman.
Penulis menyadari terdapat ketidaksempurnaan dalam penulisan, sehingga
penyusun mengharapkan kritik dan saran demi penyempurnan tutorial klinik
ini.Akhir kata, semoga tutorial klinik ini berguna bagi penyusun sendiri dan para
pembaca.

Samarinda, Agustus 2020

Penyusun

3
DAFTAR PUSTAKA

KATA PENGANTAR............................................................................................3

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................4

BAB 1 PENDAHULUAN......................................................................................5
1.1 Latar Belakang.................................................................................................5
1.2 Tujuan Penulisan.............................................................................................6

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................7


2.1 Definisi..............................................................................................................7
2.2 Epidemiologi.....................................................................................................7
2.3 Etiologi..............................................................................................................8
2.4 Patofisiologi......................................................................................................8
2.5 Gejala Klinis.....................................................................................................9
2.6 Skrining dan Diagnosis..................................................................................10
2.7 Penatalaksanaan............................................................................................12
2.8 Pemantauan....................................................................................................14
2.9 Pencegahan.....................................................................................................17

BAB 3 PENUTUP................................................................................................18
3.1 Kesimpulan.....................................................................................................18
3.2. Saran..............................................................................................................18

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................19

4
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Hipotiroid kongenital (HK) adalah salah satu penyebab retardasi mental
pada anak yang dapat dicegah jika diketahui dan diterapi sejak dini. Hormon tiroid
berperan dalam perkembangan susunan saraf pusat (antara lain migrasi dan
mielinisasi). Diketahui bahwa 95% HK tidak memperlihatkan tanda dan gejala
klinis yang khas saat lahir dan durasi intervensi dini untuk mencegah retardasi
mental singkat. Oleh karenanya, sebagian besar negara maju telah melakukan
program skrining neonatal untuk deteksi dini HK.
Angka kejadian HK secara global berdasarkan hasil skrining neonatal
adalah 1:2000 sampai 1:3000, sedangkan pada era pra-skrining angka kejadiannya
adalah 1:6700 kelahiran hidup. Angka kejadian di beberapa negara Asia Pasifik
yang telah melakukan skrining neonatal HK secara nasional adalah sebagai
berikut yaitu Australia 1:2125, New Zealand, 1:960, China 1:2468, Thailand
1:1809, Filipina 1:2673, Singapura 1:3500, dan Malaysia 1:3029. Skrining HK
neonatal di Indonesia belum terlaksana secara nasional baru sporadis di beberapa
daerah di rumah sakit tertentu. Program pendahuluan skrining HK neonatal di 14
provinsi di Indonesia memberikan insiden sementara 1:2513.
Berdasarkan data registri HK Unit Koordinasi Kerja Endokrinologi Anak
Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) yang bersumber dari beberapa rumah sakit
tertentu di Indonesia, sebagian besar penderita HK mengalami keterlambatan
diagnosis sehingga mengalami gangguan pertumbuhan dan perkembangan
motorik serta gangguan intelektual. Hasil penelitian di Indonesia oleh Pulungan
dkk. memperlihatkan keterlambatan pada pemberian terapi awal mempengaruhi
IQ, yaitu rata-rata 51 pada kasus-kasus yang mendapatkan terapi awal pada usia
1,5 tahun. Pada penelitian ini juga memperlihatkan bahwa kadar FT4 normal
mempertahankan perkembangan intelektual yang lebih baik pada sisa waktu
perkembangan otak.
Hipotiroid kongenital dapat bersifat transien atau permanen dan di
klasifikasikan sesuai letak gangguannya: primer (di kelenjar tiroid) atau

5
sekunder/sentral (di hipofisis dan/atau hipotalamus); berat ringannya hipotiroid:
(kadar serum TSH > 100 mIU/L dianggap berat; dan usia awitan hipotiroid
(intrauterin lebih berat)). Bentuk yang paling sering ditemukan adalah HK primer
permanen (kadar serum TSH tinggi) akibat disgenesis tiroid. Pada HK permanen
pengobatan harus dilakukan seumur hidup sedangkan untuk yang transien tidak
perlu.

1.2 Tujuan Penulisan


Tujuan penulisan tutorial klinik ini untuk mempelajari mengenai
tentang Hipotiroid Kongenital.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

6
2.1 Definisi
Hipotiroid kongenital adalah keadaan menurun atau tidak berfungsinya
kelenjar tiroid yang didapat sejak lahir. Hal ini terjadi karena kelainan anatomi
atau gangguan metabolisme pembentukan hormon tiroid atau defisiensi iodium
(Kemenkes RI, 2014).

2.2 Epidemiologi
Angka kejadian hipotiroid kongenital bervariasi antar negara, dipengaruhi
oleh faktor etnis dan ras. Diseluruh dunia angka kejadian hipotiroid kongenital
1:3000 dengan kejadian sangat tinggi didaerah kurang iodium 1:300900.
Prevalensi lebih tinggi pada keturunan asia dan sangat jarang pada populasi kulit
hitam (Kemenkes RI, 2014). Kasus hipotiroid kongenital di jepang 1:7.600 /
jumlah kelahiran. Di Singapura 1:3000-3500, sedangkan negara terdekat kita
malaysia 1;3026 (Kemenkes RI, 2015).

Prevalensi hipotiroid di Indonesia belum diketahui secara pasti.


Berdasarkan data di unit endokrinologi dari beberapa rumah sakit di Indonesia
tahun 2010 ditemukan 595 kasus hipotiroid kongenital. Di RSCM pada tahun
1992-2004 terdapat 93 kasus dengan perbandingan perempuan terhadap laki-laki
adalah 57:36 (61%:39%). Tahun 2012-2013 di RSCM dan RSHS menunjukkan
bahwa kejadian hipotiroid kongenital tahun 2000-2014 dari 213.669 bayi baru
lahir yang di skrining hipotiroid kongenital, didapatkan hasil positif sejumlah 85
bayi atau 1:2513 ini menunjukkan bahwa angka tersebut lebih tingg/i dari rasio
global yaitu 1:3000. Lebih dari 70% penderita hipotiroid kongenital di diagnosis
setelah umur 1 tahun, hanya 2,3% yang didiagnosis kurang dari 3 bulan.
Berdasarkan Riset Kesehatan (Riskesdas) 2007 didapatkan kadar Thyroid
Stimulating Hormon (TSH) sebagai salah satu penunjang diagnostik hipotiroid
sebesar 2,7% pada laki-laki dan 2,2% perempuan (Kemenkes RI, 2015).

2.3 Etiologi
Penyebab Hipotiroid Kongenital diantaranya:

7
1. Penyebab bawaan (kongenital) : Disgenetik kelenjar tiroid: ektopik,
agenesis, aplasi atau hipoplasi., Dishormonogenesis, ’Hypothalamic-
pituitary hypothyroidism’.
2. Bersifat sementara : Induksi obat-obatan, Antibodi maternal,
Idiopatik. Ibu mendapat: Bahan goitrogen atau Pengobatan yodium
radio-aktif.
3. Penyebab yang didapat (”acquired”) : tiroiditis limfositik menahun,
bahan-bahan goitrogen (yodium, tiourasil, dsb), tiroidektomi, penyakit
infiltratif (sistinosis, hipopituitarisme).

2.4 Patofisiologi
Hormon Tiroid yaitu Tiroksin yang terdiri dari Triiodotironin (T3) dan
Tetra-iodotironin (T4), merupakan hormon yang diproduksi oleh kelenjar tiroid
(kelenjar gondok). Pembentukannya memerlukan mikronutrien iodium. Hormon
ini berfungsi untuk mengatur produksi panas tubuh, metabolisme, pertumbuhan
tulang, kerja jantung, syaraf, serta pertumbuhan dan perkembangan otak. Dengan
demikian hormon ini sangat penting peranannya pada bayi dan anak yang sedang
tumbuh. Kekurangan hormon tiroid pada bayi dan masa awal kehidupan, bisa
mengakibatkan hambatan pertumbuhan (cebol/stunted) dan retardasi mental
(keterbelakangan mental).

Perjalanan hormon tiroid dalam kandungan dapat dijelaskan sebagai


berikut. Selama kehamilan, plasenta berperan sebagai media transportasi elemen-
elemen penting untuk perkembangan janin. Thyroid releasing hormone (TRH) dan
iodium yang berguna untuk membantu pembentukan hormon tiroid (HT) janin
bisa bebas melewati plasenta. Demikian juga hormon tiroksin (T4). Namun
disamping itu, elemen yang merugikan tiroid janin seperti antibodi (TSH receptor
antibody) dan obat anti tiroid yang dimakan ibu, juga dapat melewati plasenta.
Sementara TSH, yang mempunyai peranan penting dalam pembentukan dan
produksi HT, justru tidak bisa melewati plasenta. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa keadaan hormon tiroid dan obat obatan yang sedang
dikonsumsi ibu sangat berpengaruh terhadap kondisi hormon tiroid janinnya.

8
Bayi HK yang baru lahir dari ibu bukan penderita kekurangan iodium,
tidak menunjukkan gejala yang khas sehingga sering tidak terdiagnosis. Hal ini
terjadi karena bayi masih dilindungi hormon tiroid ibu melalui plasenta.

Di daerah endemik kekurangan iodium (daerah GAKI), ibu rentan


menderita kekurangan iodium dan hormon tiroid sehingga tidak bisa melindungi
bayinya. Bayi akan menunjukkan gejala lebih berat yaitu kretin endemik. Oleh
karena itu, dianjurkan untuk dilakukan skrining terhadap ibu hamil di daerah
GAKI menggunakan spesimen urin untuk mengetahui kekurangan iodium.

2.5 Gejala Klinis


Masa pembentukan jaringan otak dan periode pertumbuhan pesat susunan
saraf pusat terjadi pada masa kehamilan dan tiga tahun pertama kehidupan anak.
Bila seorang bayi dengan hipotiroid kongenital tidak diketahui dan tidak diobati
sejak dini, pertumbuhannya akan terhambat dan mengalami retardasi mental.

Hipotiroid kongenital dapat terjadi permanen seumur hidup atau hanya


sementara (transien), tetapi karena terjadi pada masa perkembangan pesat otak
dapat berdampak besar pada perkembangan anak (Kemenkes RI, 2015).
Hipotiroid kongenital yang terjadi pada bayi baru lahir dengan ibu bukan
penderita kekurangan iodium, tidak menunjukkan gejala yang khas karena bayi
masih dilindungi hormon tiroid ibu melalui plasenta. Pada bayi hipotirod
kongenital dari ibu yang menderita kekurangan iodium gejalanya lebih berat
(Kemenkes RI, 2014).

Lebih dari 95% bayi dengan HK tidak memperlihatkan gejala saat dilahirkan.
Kalaupun ada sangat samar dan tidak khas. Tanpa pengobatan, gejala akan
semakin tampak dengan bertambahnya usia. Hipotiroid juga dapat menyebabkan
gangguan pubertas dan fertilitas. Beberapa penderita menunjukkan pubertas dini
dengan macro-orchidism pada laki-laki dan pembesaran ovarium disertai kista
multipel pada anak wanita.

Gejala dan tanda yang dapat muncul:

a. letargi (aktivitas menurun)

9
b. ikterus (kuning)
c. makroglosi (lidah besar)
d. hernia umbilikalis
e. hidung pesek
f. konstipasi
g. kulit kering
h. skin mottling (cutis marmorata)/burik
i. mudah tersedak
j. suara serak
k. hipotoni (tonus otot menurun)
l. ubun-ubun melebar
m. perut buncit
n. mudah kedinginan (intoleransi terhadap dingin)
o. miksedema (wajah sembab)
p. udem scrotum

2.6 Skrining dan Diagnosis


Interpretasi hasil skrining
1. Deteksi dini HK melalui skrining pada bayi baru lahir adalah strategi
terbaik saat ini.
2. Skrining hipotiroid kongenital pada bayi baru lahir dilakukan dengan
memeriksa TSH.
3. Pemeriksaan TSH pada bayi aterm dilakukan pada usia 2- 4 hari atau saat
akan keluar dari Rumah Sakit.
4. Skrining HK pada bayi baru lahir dinyatakan positif jika kadar TSH ≥ 20
mU/L.
5. Bayi dengan hasil skrining positif harus dikonfirmasi dengan pemeriksaan
ulang serum TSH dan FT4.
6. Diagnosis HK ditegakkan bila kadar TSH tinggi dan FT4 rendah.
7. Pada bayi yang tidak dilakukan skrining diagnosis ditegakkan melalui
gejala klinis dan pemeriksaan serum TSH dan FT4.

10
Pemeriksaan serum TSH dan FT4 harus selalu merujuk pada rentang nilai
normal yang sesuai usia, sehingga nilai normal neonatus yang digunakan untuk
menilai hasil skrining HK pada neonatus.
Deteksi dan terapi dini HK melalui program skrining neonatal mencegah
kecacatan karena gangguan perkembangan saraf dan mengoptimalkan
perkembangannya. Tujuan skrining neonatal adalah mendeteksi semua bentuk HK
primer baik yang ringan, sedang, dan berat. Strateginya adalah dengan mendeteksi
HK berat sedini mungkin, Kecacatan yang disebabkan HK primer sebagian besar
karena pasien tidak mendapat terapi sebelum usia 3 bulan.
Skrining dengan menggunakan pemeriksaan TSH merupakan pemeriksaan
yang paling sensitif untuk mendeteksi HK primer. Skrining HK primer efektif
pada usia setelah 24 jam, meskipun waktu yang terbaik untuk pemeriksaan adalah
48 jam sampai dengan 72 jam setelah lahir. Pemeriksaan yang dilakukan sebelum
usia 48 jam meningkatkan angka positif-palsu karena adanya TSH surge pada
bayi baru lahir.

Skrining menurut NHI (QUEBECH)

11
Ket: total skor: 13; skor: 1-3 hipotiroid transient; skor ≥ 4 diduga positif hipotiroid

No. Gejala Klinis (bobot


score)
1 Sulit menelan 1
2 Konstipasi 1
3 Lemas/tidak aktif 1
4 Hipotonia 1
5 Hernia Umbilikalis 1
6 Lidah membesar 1
7 Kulit bintik-bintik 1
8 Kulit kering dan kasar 1.5
9 UUK terbuka 1.5
10 Tipe wajah Khas 3

12
2.7 Penatalaksanaan
Tujuan tatalaksana HK adalah menjamin pertumbuhan dan perkembangan
(neurodevelopment) seoptimal mungkin mencapai potensi genetiknya. Untuk
mencapai hal tersebut perlu dipertimbangkan faktor-faktor yang akan
memengaruhi hasil pengobatan yaitu kecukupan obat, berat ringannya HK,
kepatuhan, sosioekonomi dan komorbiditas. Pemantauan jangka panjang secara
periodik FT4 dan TSH sangat penting, untuk menjamin kadar tiroid yang adekuat.

1. Jenis obat
- L-T4 (levotiroksin) merupakan satu-satunya obat untuk HK.
- Levotiroksin diberikan sesegera mungkin setelah diagnosis ditegakkan.
- Terapi terbaik dimulai sebelum bayi berusia 2 minggu.

13
2. Dosis
- Dosis awal levotiroksin adalah 10-15μg/kgBB/hari
- Dosis selanjutnya disesuaikan dengan hasil pemeriksaan TSH dan FT4
berkala dengan dosis perkiraan sesuai umur seperti dalam tabel 1.

3. Cara Pemberian
- Pemberian levotiroksin secara oral
- Tablet bisa dihancurkan dan dicampurkan dengan air minum
- Orang tua harus dijelaskan cara pemberian levotiroksin dan pentingnya
ketaatan minum obat.
- Levotiroksin bisa diberikan pagi atau malam hari sebelum atau bersama
dengan makan asalkan diberikan dengan cara dan waktu yang sama setiap
harinya.
- Pemberian levotiroksin tidak boleh bersamaan dengan pemberian susu
kedelai, zat besi, dan kalsium.

4. Pengambilan keputusan terapi


- Hasil skrining menggunakan kertas saring yang positif (TSH ≥ 20 mU/L)
harus dikonfirmasi dengan darah serum sebelum dimulai terapi.
- Pengobatan harus segera dimulai jika FT4 serum rendah.
- Hasil laboratorium yang meragukan (TSH yang tinggi tetapi FT4 normal)
harus dirujuk ke PPK III atau dokter spesialis konsultan endokrinologi
anak untuk dievaluasi dan ditangani lebih lanjut.

14
5. Penanganan lebih lanjut oleh dokter spesialis konsultan endokrin anak
- Penanganan kasus oleh dokter konsultan endokrin anak tergantung dari
kondisi klinis, laboratoris dan pemantauan selanjutnya:
a. Jika kadar TSH serum (vena) > 20 mU/L, terapi harus dimulai
meskipun FT4 normal.
b. Jika kadar TSH serum (vena) ≥ 6 - 20 mU/L sesudah usia 21 hari
bayi sehat, dengan kadar FT4 normal, direkomendasikan untuk
melakukan:
 investigasi lebih lanjut dengan antara lain pemeriksaan
pencitraan untuk mencari diagnosis pasti atau
 dilakukan diskusi dengan keluarga untuk memberikan
suplementasi levotiroksin segera dan dievaluasi ulang dikemudian
hari saat tanpa mendapatkan pengobatan (usia 3 tahun) atau
 terapi ditunda dan diulang laboratorium 2 minggu
kemudian. Apabila tetap meragukan terapi akan segera diberikan.

Pemberian terapi awal levotiroksin dalam 2 minggu pertama kehidupan


menunjukkan hasil yang sangat bermakna terhadap perkembangan syaraf dan
dalam mencapai outcome intelektual pada anak dengan HK.
Berat ringannya HK ditentukan dari kadar T4 (apabila kadar T4<5
pmol/L=berat, 5-<10 pmol/L=sedang, dan 10-15 pmol/L=ringan) dan dengan
berat ringannya usia tulang (regio genu) merupakan faktor prediktif terhadap
perkembangan syaraf. Tidak adanya salah satu atau kedua epifisis genu diketahui
terkait dengan kadar T4 saat diagnosis dan prognosis IQ, sehingga merupakan
indeks hipotiroid intrauterin yang reliabel.
Terapi dini dengan dosis obat yang memadai selama masa anak dan remaja
dapat mencegah hambatan pertumbuhan dan kematangan tulang, tanpa
dipengaruhi oleh berat ringannya HK.

15
2.8 Pemantauan
Pemantauan perkembangan meliputi dua hal; fungsi kognitif termasuk defisit
IQ, perilaku, daya ingat dan perhatian, kemudian sensori motor termasuk motorik
halus, dan gangguan pendengaran. Perhatian terhadap tingkah laku harus sudah
mulai dilakukan sejak saat diagnosis sampai usia sekolah. Gangguan memori
dapat dikoreksi dengan pelatihan tertentu. Pemeriksaan berulang uji pendengaran
tidak hanya pada saat bayi, tetapi juga harus dilakukan sebelum usia sekolah dan
selanjutnya jika diperlukan

1. Pemantauan Laboratorium
- Untuk menentukan cukup tidaknya dosis obat yang diberikan, harus
dilakukan pemantauan kemajuan klinis maupun biokimiawi secara
berkala.
- Pemantauan laboratorium meliputi pemeriksaan FT4 atau T4 total
(TT4) dan TSH secara periodik.
- Kadar TSH diupayakan dalam rentang nilai rujukan menurut umur.
- Darah untuk pemeriksaan laboratorium sebaiknya diambil paling cepat
4 jam setelah pemberian tiroksin.
- Pemantauan laboratorium sebaiknya dilakukan pada dua minggu
setelah terapi awal levotiroksin.
- Pemantauan selanjutnya sebagai berikut:
 Tiap 1 sampai 3 bulan sampai umur 12 bulan.
 Tiap 2 sampai 4 bulan antara umur 1–3 tahun.
 Dari umur 3 tahun sampai pertumbuhan berhenti, pemeriksaan
secara teratur tiap 3 sampai 12 bulan.
 Pemeriksaan TSH dan FT4 harus diulangi 4 sampai 6 minggu
setelah perubahan dosis levotiroksin
.
2. Target Pemeriksaan
- Target kadar TSH < 5 mU/L, diharapkan bisa tercapai dalam waktu 2
minggu setelah terapi dimulai.

16
- Kadar FT4 berada di atas nilai pertengahan kadar rujukan menurut
umur (Contoh rentang rujukan FT4 0,8 - 2,3 ng/dl, target 1,4 – 2,3
ng/dl).

3. Re-evaluasi Hipotiroid kongenital


- Evaluasi ulang untuk mencari penyebab pasti (permanen atau transien)
dilakukan pada usia 3 tahun.
- Evaluasi ulang yang meliputi pemeriksaan fungsi tiroid lebih lanjut
dan radiologi dilakukan oleh konsultan endokrinologi anak.

4. Jadwal dan pemantauan kunjungan rawat jalan

Jadwal dan pemantauan kunjungan rawat jalan anak dengan


hipotiroid kongenital dipresentasikan pada tabel 2.

5. Edukasi Penyuluhan atau penjelasan kepada orang tua pasien dengan HK


meliputi:
- Penyebab HK
- Pentingnya diagnosis dan terapi dini guna mencegah hambatan tumbuh
kembang.

17
- Menekankan pentingnya minum obat secara teratur sesuai jadwal yang
dianjurkan dokter.
- Tidak menghentikan pengobatan tanpa instruksi dokter
- Gejala kekurangan atau kelebihan dosis levotiroksin
- Sebaiknya orang tua juga diberikan instruksi tertulis tentang cara
pemberian obat levotiroksin

Semua upaya untuk mencapai hasil pengobatan yang optimal tidak mungkin
berhasil tanpa adanya kepatuhan untuk melakukan evaluasi secara periodik/
terjadwal. Dalam hal ini edukasi pada setiap kunjungan sangat mempengaruhi
kepatuhan.

2.9 Pencegahan
Suplemen diet iodida dapat mencegah gondok endemik dan kretinisme,
tetapi tidak hipotiroidisme kongenital sporadis. Iodisasi garam adalah metode
biasa, namun minyak goreng, tepung, dan air minum juga telah diiodinasi untuk
tujuan ini. Suntikan intramuskular long-acting minyak beryodium (lipiodol) telah
digunakan di beberapa daerah, dan lipiodol juga bisa efektif.

18
BAB 3
KESIMPULAN DAN SARAN

3.1 Kesimpulan
Hipotiroid Kongenital (HK) adalah keadaan menurun atau tidak
berfungsinya kelenjar tiroid yang didapat sejak lahir. Hal ini terjadi karena
kelainan anatomi atau gangguan metabolisme pembentukan hormon tiroid atau
defisiensi iodium. HK merupakan salah satu penyebab retardasi mental yang dapat
dicegah dengan terapi dini. Skrining bayi baru lahir merupakan strategi diagnosis
terbaik untuk deteksi dini HK. Terapi awal dengan levotiroksin adekuat akan
memberikan hasil yang optimal. Hasil laboratorium yang meragukan harus
dikonsulkan ke dokter spesialis endokrin anak. Pemantauan klinis dan
laboratorium dilakukan secara berkala. Edukasi keluarga sangat penting dalam
optimalisasi pengobatan.

3.2. Saran
Penulis menerima kritik dan saran yang membangun demi kebaikan
tutorial klinik ini.

19
DAFTAR PUSTAKA

IDAI, 2015. Bayi baru lahir harus skrining hipotiroid kongenital,


IDAI, 2017. Panduan Praktik Klinis Ikatan Dokter Anak Indonesia :
Diagnosis dan Tata Laksana Hipotiroid Kongenital. Jakarta
Kemenkes RI. 2014. Peraturan Menteri Kesehatan No 78 tentang skrining
hipotiroid kongenital, Jakarta
Kemenkes RI, 2015. Info data Pusat Data dan Informasi Kementerian
Kesehatan RI Situasi dan analisis penyakit tiroid. Jakarta
Anonymous, 2014. Penting Skrining Hipotiroid Kongenital. Tersedia online:
UKK Endokrinologi IDAI. 2014. Rekomendasi Skrining Hipotiroid
Kongenital Bayi Baru Lahir, Tersedia online:
[http://idai.or.id/professional-resources]

20

Anda mungkin juga menyukai