Anda di halaman 1dari 15

REFERAT

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT ANAK


RUMAH SAKIT UMUM BETHESDA LEMPUYANGWANGI

HIPOTIROID KONGENITAL

DISUSUN OLEH :

Ezra Elian Yonatan 11 2015 128


Mohamad Soleh 11 2015 425
Yuwen Fondly Hulkyawar 11 2015 125
Chatarina Cindy De Pata 11 2015 414
Agatha Billkiss Ismail 11 2015 278
Tammy Vania 11 2015 096

PEMBIMBING
dr. Bambang Hadi Baroto, Sp.A

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
PERIODE 03 SEPTEMBER 2016 12 NOVEMBER 2016
RUMAH SAKIT UMUM BETHESDA LEMPUYANGWANGI
YOGYAKARTA

1
PENDAHULUAN

Hipotiroid kongenital adalah suatu keadaan kurang atau tidak adanya produksi hormon tiroid
pada bayi baru lahir. Hormon tiroid mempengaruhi metabolisme sel di seluruh tubuh sehingga berperan
penting dalam pertumbuhan dan perkembangan anak. Kekurangan hormon tiroid dapat menyebabkan
gangguan pertumbuhan dan perkembangan, baik fisik maupun mental pada anak. Hal ini dapat terjadi
karena adanya kelainan pada anatomi kelenjar tiroid, gangguan metabolisme tiroid, atau kekurangan
iodium.
Prevalensi hipotiroid kongenital sangat bervariasi antar negara. Perbedaan ini dipengaruhi oleh
etnis dan ras. Prevalensi hipotiroid kongenital di Amerika Serikat sekitar 1:3500 kelahiran
hidup,sedangkan pada populasi kulit hitam sangat jarang. Berdasarkan jenis kelamin, angka kejadian
hipotiroid kongenital dua kali lebih tinggi pada anak perempuan dibandingkan dengan anak laki-laki. Di
seluruh dunia, prevalensi hipotiroid kongenital diperkirakan mendekati 1: 3000 dengan kejadian sangat
tinggi di daerah kekurangan iodium, yaitu 1 : 900. Insiden hipotiroid di Indonesia diperkirakan jauh lebih
tinggi lagi yaitu sebesar 1 : 1500 kelahiran hidup.
Hipotiroid kongenital masih merupakan salah satu penyebab tersering retardasi mental yang dapat
dicegah. Deteksi dini kelainan bawaan melalui skrining pada bayi baru lahir merupakan salah satu upaya
pencegahan untuk mendapatkan generasi yang lebih baik di masa yang akan datang. Skrining
atau uji saring pada bayi baru lahir (Neonatal Screening) adalah tes yang dilakukan pada saat bayi
berumur beberapa hari untuk memilah bayi yang menderita kelainan kongenital dari bayi yang sehat.
Skrining bayi baru lahir dapat mendeteksi adanya gangguan kongenital sedini mungkin, sehinga bila
ditemukan dapat segera dilakukan intervensi secepatnya.

ANATOMI DAN FISIOLOGI KELENJAR TIROID

Kelenjar tiroid adalah kelenjar endokrin yang pertama kali tampak pada fetus, kelenjar ini
berkembang sejak minggu ke-3 sampai minggu ke-4 dan berasal dari endoderm foregut, yang kemudian
akan berkembang memanjang ke kaudal dan disebut divertikulum tiroid. Divertikulum ini berkembang
cepat membentuk 2 lobus yang tumbuh ke lateral sehingga terbentuk kelenjar tiroid terdiri dari 2 lobus
lateralis dengan bagian tengahnya disebut ismus.
Pada minggu ke-7 perkembangan embrional kelenjar tiroid ini mencapai posisinya yang terakhir
yaitu pada ventral dari trakea setinggi vertebra servikalis V, VI, VII dan vertebra torakalis I, dan secara
bersamaan duktus tiroglosus akan hilang. Segala sesuatu yang terjadi selama proses migrasi ini dapat

2
menyebabkan terjadinya tiroid ektopik. Sekitar 75 % pada kelenjar tiroid ditemukan lobus piramidalis
yang menonjol dari ismus ke kranial, ini merupakan sisa dari duktus tiroglosus bagian kaudal.
Pada umur gestasi 10-11 minggu, kelenjar tiroid fetal sudah mampu menghasilkan hormon tiroid,
namun kadarnya masih sedikit. Saat gestasi 18-20 minggu, kadar T4 (tiroksin) dalam sirkulasi fetus sudah
mencapai kadar normal, pada masa ini aksis pituitari-tiroid fetal secara fungsional sudah bebas dari
pengaruh aksis pituitari-tiroid maternal. Produksi T3 (triiodotironin) tergantung dari maturasi enzim
deiodinase hepar, yaitu sekitar umur 30 minggu gestasi.
Thyrotropin Releasing Hormone (TRH) mulai terdapat dalam neuron pada neonatus saat usia 4
minggu sedangkan Thyrotropin Stimulating Hormone (TSH) mulai dihasilkan oleh hipofisis pada usia 9
minggu, dan dapat dideteksi dalam sirkulasi pada usia 11-12 minggu. Kadar TSH dalam darah mulai
meningkat pada usia 12 minggu sampai aterm. Pada usia 4 minggu, janin mulai mensintesis tiroglobulin.
Aktivitas tiroid mulai tampak pada usia 8 minggu kehamilan. Pada usia kehamilan 8-10 minggu, janin
dapat melakukan ambilan (trapping) iodium dan pada usia 12 minggu dapat memproduksi T4 yang secara
bertahap kadarnya terus meningkat sampai mencapai usia 36 minggu. Produksi TRH oleh hipotalamus
dan TSH oleh hipofisis terjadi dalam waktu yang berrsamaan, tetapi integrasi dan fungsi aksis
hipotalamus-hipofisis-tiroid dengan mekanisme umpan baliknya belum terjadi sampai trimester kedua
kehamilan.
Sebelum memasuki trimester kedua kehamilan, perkembangan normal janin sangat bergantung
pada hormon tiroid ibu. Pengaruh kadar hormon tiroid ibu terhadap janin sangat minimal, tapi penyakit
tiroid ibu dapat mempengaruhi fungsi kelenjar tiroid janin atau neonatus. Kira-kira sepertiga kadar T4 ibu
dapat melewati plasenta dan masuk ke janin. Autoantibodi IgG pada ibu penderita tiroiditis autoimun
dapat melewati plasenta dan akan menghambat fungsi kelenjar tiroid fetus. Tiamin yang dipakai untuk
terapi hipertiroid dapat memblok sintesis hormon tiroid fetal, tapi kebanyakan hal ini bersifat transien.
Iodium radioaktif yang dipakai ibu hamil akan merusak kelenjar tiroid fetus secara permanen. Obat-obat
lain yang dapat mempengaruhi kelenjar tiroid adalah litium, estrogen, testosteron, salisilatmdan
antikonvulsan. Jadi, Apabila ibu hamil mengalami kelainan tiroid atau mendapatkan pengobatan anti
tiroid, misalnya penyakit Graves maka, obat anti tiroid juga melewati plasenta sehingga janin beresiko
mengalami hipotiroid.1

3
Gambar 1. Struktur Kelenjar Tiroid2

Kelenjar tiroid merupakan organ yang bentuknya seperti kupu-kupu dan terletak pada leher
bagian bawah di sebelah anterior trakea. Kelenjar ini merupakan kelenjar endokrin yang paling banyak
vaskularisasinya, dibungkus oleh kapsula yang berasal dari lamina pretracheal fascia profunda.Kapsula
ini melekatkan tiroid ke laring dan trakea. Klenjar ini terdiri atas dua buah lobus lateral yang dihubungkan
oleh suatu jembatan jaringan ismus tiroid yang tipis dibawah kartilago krikoidea di leher, dan kadang-
kadang terdapat lobus piramidalis yang muncul dari ismus di depan laring.
Kelenjar tiroid terletak di leher depan setinggi vertebra servikalis 5 sampai trokalis 1, terdiri dari
lobus kiri dan kanan yang dihubungkan oleh ismus. Setiap lobus berbentuk seperti buah pear, dengan
basis di bawah cincin trakea 5 atau 6. Kelenjar tiroid mempunyai panjang lebih kurang 5 cm, lebar 3 cm,
dan dalam keadaan normalkelenjar tiroid pada orang dewasa beratnya antara 10 sampai 20 gram. Aliran
darah kedalam tiroid per gram jaringan kelenjar sangat tinggi (lebih kurang 5ml/menit/gram tiroid, kira-
kira 50x lebih banyak dibanding aliran darah dibagian tubuh lainnya).
Pada sebelah anterior kelenjar tiroid menempel otot pretrakealis (muskulus sternothyroideus dan
muskulus sternohyoideus) kanan dan kiri yang bertemu pada midline.Otot-otot ini disarafi oleh cabang
akhir nervus kranialis hipoglossus desendens dan yang kaudal oleh ansa hipoglossus. Pada bagian
superfisial dan sedikit lateral ditutupi oleh fasia kolli profunda dan superfisial yang membungkus
muskulus sternokleidomastoideus dan vena jugularis eksterna. Sisi lateral berbatasan dengan arteri karotis
komunis, vena jugularis interna, trunkus simpatikus, dan arteri tiroidea inferior. Bagian posterior dari sisi
medialnya terdapat kelenjar paratiroid, nervus rekuren laringeus dan esofagus. Esofagus terletak
dibelakang trakea dan laring sedangkan nervus rekuren laringeus terletak pada sulkus trakeoesofagiku.
Hormon tiroid disintesis oleh glandula tiroidea. Bahan dasar untuk sintesis hormon tiroid adalah
tirosin dan Iodium, dimana keduanya harus diserap dari darah oleh sel-sel folikel. Tirosin, suatu asam
amino, disintesis dalam jumlah memadai oleh tubuh, sehingga bukan suatu zat esensial dalam makanan.
Sebaliknya, Iodium yang diperlukan untuk sintesis hormon tiroid harus diperoleh dari makanan. Sekresi
hormon dipengaruhi oleh TRH dari hipotalamus dan TSH dari hipofisis anterior. TSH memegang peranan
terpenting untuk mengatur sekresi dari kelenjar tiroid. Proses yang dikenal sebagai negative feedback
sangat penting dalam proses pengeluaran hormon tiroid ke sirkulasi. Dengan demikian, sekresi tiroid
dapat mengadakan penyesuaian terhadap perubahan di dalam maupun di luar tubuh. Mekanisme feedback
terhadap hipotalamus dan hipofisis dilakukan oleh T3 dan T4.

4
Sel-sel follikular kelenjar tiroid mensintesis tirosin dan tiroglobulin.Tirosin berikatan dengan
tiroglobulin. Tirosin yang terkandung dalam tiroglobulin disekresikan ke dalam koloid secara eksositosis.
Iodium dari darah masuk ke dalam sel folikel dengan bantuan iodine pump. Iodium yang sudah sampai ke
koloid akan berikatan dengan tirosin yang terkandung dalam tiroglobulin. Perlekatan satu iodium ke
tirosin menghasilkan monoiodotirosin (MIT) sedangkan perlekatan dua iodium ke tirosin menghasilkan
diiodotirosin (DIT). Selanjutnya, terjadi proses penggabungan antara molekul-molekul tirosin yang telah
beriodium untuk membentuk hormon tiroid. Penggabungan satu MIT dan satu DIT menghasilkan
triiodotironin (T3). Penggabungan dua DIT menghasilkan tetraiodotironin (T4). Antara dua molekul MIT
tidak terjadi penggabungan.
T3 dan T4 kemudian dilepaskan ke dalam darah sedangkan iodium yang terikat pada MIT dan
DIT dipergunakan kembali. Setelah dikeluarkan ke dalam darah, molekul-molekul hormon tiroid yang
sangat lipofilik berikatan dengan beberapa protein plasma. Sebagian besar T3 dan T4 diangkut oleh
Thyroxine Binding Globulin (TBG), suatu protein plasma yang secara selektif berikatan hanya dengan
hormon tiroid. Kurang dari 1 % T3 dan kurang dari 0,1% T4 tetap berada pada bentuk tidak terikat atau
bebas. Hal ini luar biasa mengingat bahwa hanya bentuk bebas dari keseluruhan hormon tiroid, yang
memiliki akses ke reseptor sel sasaran dan mampu menimbulkan efek.
Sekitar 90% dari produk sekretorik yang dibebaskan dari kelenjar tiroid adalah dalam bentuk T4
namun T3 memiliki aktivitas biologik empat kali lebih kuat. Meskipun demikian, sebagian besar dari T4
yang disekresikan diubah menjadi T3, atau diaktifkan, ditanggalkan satu iodiumnya di luar kelenjar tiroid,
terutama di hati dan ginjal. Sekitar 80% T3 dalam darah berasal dari T4 yang telah mengalami proses
penanggalan di perifer. Karena itu, T3 adalah bentuk hormon tiroid utama yang aktif secara biologis di
tingkat sel, meskipun kelenjar tiroid terutama menghasilkan T4.3

DEFINISI

Hipotiroid kongenital adalah kurangnya produksi hormon tiroid pada bayi baru lahir. Hal ini
dapat terjadi karena cacat anatomis kelenjar tiroid, kesalahan metabolisme tiroid, atau kekurangan
iodium. Pembentukan hormon tiroid memerlukan mikronutrien iodium. Hormon ini berfungsi untuk
mengatur produksi panas tubuh, metabolisme, pertumbuhan tulang, kerja jantung, saraf, serta
pertumbuhan dan perkembangan otak. Dengan demikian hormon ini sangat penting peranannya pada bayi
dan anak yang sedang tumbuh. Kekurangan hormon tiroid pada bayi dan masa awal kehidupan, bisa
mengakibatkan hambatan pertumbuhan dan retardasi mental. 4

5
EPIDEMIOLOGI

Hipotiroid kongenital merupakan kelainan endokrin kongenital yang paling sering, dapat terjadi
pada 1 dari 3000-4000 bayi baru lahir. Penyakit ini dapat terjadi secara transient, namun lebih sering
terjadi secara permanen. Hipotiroid, termasuk yang kongenital, paling sering terjadi karena defisiensi
iodine. Hipotiroid neonatal disebabkan oleh disgenesis pada 80-85%, karena dishormogenesis pada 10-
15%, dan antibodi TSH-R pada 5% populasi. Kelainan ini terjadi dua kali lebih sering pada anak
perempuan. Hipotiroid kongenital biasanya bersifat sporadik, namun sampai 2% dari disgenesis tiroid
bersifat familial, dan hipotiroid kongenital yang disebabkan oleh defek organifikasi biasanya diturunkan
resesif. Mutasi yang menyebabkan hipotiroid kongenital semakin banyak ditemukan, namun penyebab
dari sebagian besar populasi masih tidak diketahui. 5

ETIOLOGI

Hipotiroidisme Kongenital Menetap


a) Disgenesis
Merupakan penyebab terbanyak hipotiroidisme kongenital non endemik, kira-kira 85-
90% kasus hipotiroidisme kongenital. Disgenesis tiroid sebagai akibat dari tidak adanya jaringan
tiroid total (agenesis), atau parsial (hipoplasia) yang dapat terjadi akibat gagalnya penurunan
kelenjar tiroid ke leher (ektopik). Disini dapat terjadi agenesis unilateral atau hipoplasia, tetapi
biasanya tidak mengganggu fungsi tiroid pada periode bayi baru lahir. Faktor genetik dan
lingkungan mungkin berperan pada etiologi disgenesis tiroid, namun demikian sebagian besar
pasien penyebabnya tetap belum diketahui.
b) Inborn errors of thyroid hormonogenesis
Kurangnya sintesis T4 karena inborn errors of thyroid hormonogenesis, merupakan kelainan
terbanyak hipotiroidisme kongenital karena kelainan genetik, didapatkan pada 10 15% kasus
hipotiroidisme kongenital. Defek yang didapatkan adalah:
o Kegagalan mengkonsentrasikan yodium
o Defek organifikasi yodium karena kelainan enzim TPO atau pada H2O2 generating system
o Defek pada sintesis atau transport tiroglobulin
o Kelainan aktivitas iodotirosin deiodinase
Kelainan yang berhubungan dengan defek organifikasi parsial dan tuli sensorineural disebut
sindrom Pendred. Semua kelainan pada kelompok ini, letak kelenjar tiroid normal namun ukuran
kelenjar tiroid dapat normal atau membesar. Pada kelompok ini diturunkan secara autosomal
resesif dengan mutasi gen tunggal, berdasarkan pemeriksaan molekuler pada kelainan ini
sekarang sudah dapat diidentifikasi.

6
c) Resisten TSH
Sindrom resistensi hormon, bermanifestasi sangat luas, sebagai akibat dari berkurang atau
tidak adanya respon end-organ terhadap hormon yang biologis aktif. Hal ini dapat disebabkan
karena defek pada reseptor atau post reseptor TSH resisten adalah suatu keadaan kelenjar tiroid
refrakter terhadap rangsang TSH. Hilangnya fungsi reseptor TSH, akibat mutasi reseptor TSH
ditemukan defek molekuler pada sebagian besar keluarga kasus dengan resisten TSH. Resisten
TSH ditandai dengan kadar serum TSH tinggi, dan serum hormon tiroid normal atau menurun,
disertai kelenjar tiroid normal atau hipoplastik. Tergantung pada derajad insensitifitas TSH,
tampilan klinis sangat besar variasinya, dapat terjadi hipotiroidisme berat sampai hanya terjadi
sedikit kenaikan TSH namun tidak didapatkan tanda-tanda hipotiroidisme.
d) Sintesis atau sekresi TSH berkurang
Hipotiroidisme sentral, disebabkan karena kelainan pada hipofisis atau hipotalamus, pada
bayi sangat jarang, dengan prevalensi antara 1 : 25.000 sampai 1 : 100.000 kelahiran. Walaupun
jarang, hipotiroidisme sentral sangat penting karena sering berhubungan dengan defisiensi
hormon hipofisis yang lain yang dapat menyebabkan kematian karena hipoglikemia.
e) Menurunnya transport T4 seluler
Kelainan kongenital dari kerja hormon tiroid yang paling baru ditemukan adalah
penurunan transport T4 kedalam sel target. Sindrom ini terjadi akibat mutasi pada gen
monocarboxylate transporter 8 (MCT8), yang berlokasi pada kromosom Xq13.2, merupakan
fasilatator seluler aktif transport hormon tiroid ke dalam sel. Ekspresi MCT8 pada jaringan
khususnya otak, jantung, plasenta, paru, ginjal, otot skeletal dan hepar. Sehingga kelainan ini
menyebabkan hipotiroidisme yang terbatas pada laki-laki, dengan kelainan neurologi berat antara
lain kelambatan perkembangan menyeluruh, distonia, hipotonia sentral, quadriplegia spastik,
rotary nystagmus, gangguan pandangan mata dan pendengaran serta kadar T3 meningkat sangat
tinggi. Pada perempuan heterozigot didapatkan kelainan bentuk tiroid ringan dan tidak ada defek
neurologik. Karena kadar hormon tiroid tinggi, produksinya dapat dikurangi dengan PTU, kadar
T3 yang tinggi tersebut menyebabkan beberapa efek yang mengganggu pada jaringan adipose,
hepar dan jantung. Pengobatan dicoba pada anak 16 tahun dengan kombinasi PTU dan L-
Thyroxine dapat mengurangi keluhan umum, namun tidak memperbaiki retardasi psikomotornya.
f) Resistensi hormon tiroid
Merupakan sindrom akibat dari tidak responsifnya jaringan target terhadap hormon tiroid.
Ditandai dengan meningkatnya kadar FT4 dan FT3 dalam sirkulasi dengan kadar TSH sedikit
meningkat atau normal. Tampilan klinis sangat heterogen, biasanya didapatkan goiter, gangguan
belajar dapat disertai atau tidak dengan hiperaktif, kelambatan pertumbuhan, dan sinus takikardi.
Biasanya baru terdiagnosis pada kehidupan lanjut, tetapi mungkin dapat teridentifikasi pada
periode bayi bila program skrining dengan pemeriksaan TSH. Bayi yang terkena biasanya

7
asimptomatik. Sebagian besar kasus akibat dari mutasi gen TRb dan mengikuti pola penurunan
autosomal dominan. Insiden diperkirakan 1:50.000 bayi baru lahir.5

Hipotiroid Kongenital Transien


a) Defisiensi iodium atau iodium yang berlebihan
Hipotiroidisme transien karena defisiensi iodium sering didapatkan didaerah yang relatif
defisiensi iodium, atau pemberian yodium yang berlebihan. Defisiensi yodium atau yodium yang
berlebihan, pada janin maupun pada bayi baru lahir sangat peka pengaruhnya terhadap tiroid,
sehingga harus dihindarkan penggunaan iodium pada ibu selama kehamilan atau penggunaan
langsung pada bayi karena bayi tidak dapat menurunkan uptake iodium tiroid dalam merespon
kelebihan iodium sebelum usia kehamilan 36 minggu. Faktor lain, yaitu absorbsi iodium melalui
kulit, dan menurunnya clearance ginjal terhadap iodium pada bayi prematur juga memegang
peranan penting. Dilaporkan, sumber-sumber iodium termasuk obat-obatan (kalium iodida,
amiodarone), bahan kontras radiologi (untuk pyelogram intravena, cholecystogram oral atau
amniofetografi), dan larutan antiseptik (iodium povidon) yang digunakan untuk pembersih kulit
atau vagina dapat berpengaruh.
b) Pengobatan ibu dengan obat antitiroid
Hipotiroidisme transien dapat terjadi pada bayi yang ibunya diberikan obat antitiroid
(PTU atau metimasol, atau karbimasol) untuk pengobatan penyakit Graves. Bayi sangat peka
terhadap efek obat antitiroid walaupun dosis yang digunakan ibu sesuai dengan pedoman yang
dianjurkan. Bayi dengan hipotiroidisme yang disebabkan oleh obat dari ibu, ditandai dengan
pembesaran kelenjar tiroid. Bilamana kelenjar tiroid cukup besar dapat menyebabkan gangguan
pernafasan, khususnya bila ibu diberikan dosis obat yang tinggi. Hipotiroidisme dan goiter akan
sembuh secara spontan dengan hilangnya obat dari sirkulasi bayi. Pemberian pengobatan,
biasanya tidak selalu diperlukan.
c) Antibodi reseptor tirotropin ibu
Reseptor TSH (TSHR), merupakan pasangan protein-G, merupakan reseptor berbentuk
seperti jangkar terhadap permukaan sel epitel tiroid (tirosid). Hormon TSH disintesis dari sel
tirotrop hipofisis anterior kemudian berikatan dengan TSHR yang mengatur pertumbuhan dan
perkembangan kelenjar tiroid untuk mensintesis dan melepaskan hormon tiroid. TSHR juga
merupakan autoantigen mayor pada penyakit Graves yang targetnya adalah antigen spesifik sel
T, autoantibodi ini kemudian merangsang kelenjar tiroid dan terjadi hipertiroidisme, atau dapat
juga memblok TSH endogen sehingga terjadi hipotiroidisme. Pada penyakit Graves antibodi
yang memblok reseptor TSH ibu, berhubungan erat dengan antibodi yang merangsang reseptor
(TSH receptor stimulating Abs), yang ditransmisikan ke janin dengan titer yang cukup untuk
menyebabkan hipotiroidisme kongenital transien.5

8
PATOFISIOLOGI

Kelenjar tiroid mulai berkembang pada umur 24 hari gestasi sebagai suatu divertikulum, yaitu
suatu pertumbuhan dari endoderm pada bucopharyngeal cavity. Kelenjar tiroid yang berkembang turun
pada leher anterior, pada branchial pouches ke-4 dan mencapai posisi orang dewasa setinggi C5-7 pada
minggu ke-7 gestasi. Proses migrasi dari faring posterior ke leher anterior ini dapat terhenti yang
mengakibatkan timbulnya kelenjar tiroid ektopik.
Pada umur gestasi 10-11 minggu, kelenjar tiroid fetal sudah mampu menghasilkan hormon tiroid,
namun kadarnya masih sedikit. Saat gestasi 18-20 minggu, kadar T4 (tiroksin) dalam sirkulasi fetus sudah
mencapai kadar normal, pada masa ini aksis pituitari-tiroid fetal secara fungsional sudah bebas dari
pengaruh aksis pituitari-tiroid maternal. Produksi T3 (triiodotironin) tergantung dari maturasi enzim
deiodinase hepar, yaitu sekitar umur 30 minggu gestasi.
Kelenjar tiroid memerlukan tirosin dan iodium untuk membuat T4 dan T3, iodium masuk ke
dalam sel folikel kelenjar tiroid dengan cara transport aktif. Di dalam sel, iodium akan dioksidasi oleh
enzim tiroid peroksidase menjadi iodida. Kemudian terjadi organifikasi, yaitu iodida akan berikatan
dengan molekul tirosin sehingga terbentuk Monoiodotirosin (MIT) dan Diiodotirosin (DIT). Kemudian
terjadi proses coupling. Dua molekul DIT akan membentuk tetraiodotironin atau tiroksin (T4) dan satu
molekul MIT dengan satu molekul DIT akan membentuk triiodotironin (T3). Tiroglobulin dengan T3 dan
T4 berikatan dan disimpan dalam lumen folikel.TSH akan mengaktifkan enzim-enzim yang dibutuhkan
untuk melepaskan ikatan T3 dan T4 dari tiroglobulin. T4 merupakan hormon utama yang diproduksi dan
dilepaskan oleh kelenjar tiroid dan hanya 10-40% dari T3 dalam sirkulasi yang dilepaskan oleh kelenjar
tiroid, sedangkan sisanya dihasilkan dari proses monodeiodonisasi dari T4 di kelenjar perifer.
T3 merupakan mediator utama yang mempunyai efek biologis dari kelenjar tiroid dengan
mengadakan interaksi dengan reseptor nuclear specific. Bila terjadi abnormalitas dari reseptor tersebut
akan mengakibatkan terjadinya hormon tiroid resisten. PemeriksaanT3 dilakukan apabila dicurigai adanya
resisten hormon tiroid yaitu ditemukan gejala klinis hipotiroid namun kadar T4 dan TSH-nya normal,
serta dibuktikan tidak adanya kelainan kadar T3.
Pengaruh kadar hormon tiroid ibu terhadap fetus sangat minimal, tapi penyakit tiroid ibu dapat
mempengaruhi fungsi kelenjar tiroid fetus atau neonatus. Hormon T4 dapat melewati plasenta secara
bebas, sedangkan hormon-hormon tiroid lain tidak. Autoantibodi IgG pada ibu penderita tiroiditis
autoimun dapat melewati plasenta dan akan menghambat fungsi kelenjar tiroid fetus. Tiamin yang dipakai
untuk terapi hipertiroid dapat memblok sintesis hormon tiroid fetal, tapi kebanyakan hal ini bersifat
transien. Iodium radioaktif yang dipakai ibu hamil akan merusak kelenjar tiroid fetus secara permanen.

9
Obat-obat lain yang dapat mempengaruhi kelenjar tiroid adalah litium, estrogen, testosteron, salisilatdan
antikonvulsan (karbamazepin, fenobarbital, difenilhidantoin, fenitoin).
Hormon tiroid memberikan efek yang luas pada pertumbuhan, perkembangan dan metabolisme,
termasuk perubahan konsumsi oksigen, metabolisme protein, karbohidrat, lipid dan vitamin. Hormon
tiroid diperlukan untuk pertumbuhan otak dan proses mielinisasi dari sistem konektivitas jaringan saraf.
Periode kritis terbesar untuk perkembangan otak akan dipengaruhi hipotiroid, yaitu pada beberapa
minggu atau bulan setelah lahir.6

MANIFESTASI KLINIS

Bayi baru lahir yang menderita hipotiroid kongenital umumnya 90% tidak memperlihatkan
gejala. Kalaupun ada gejalanya tidak spesifik, seperti usia gestasi lebih dari 42 minggu, berat lahir lebih
dari 4 kg, ikterus berkepanjangan (>3 hari), ubun-ubun yang lebar, letargi, kurang aktif, minum sering
tersedak dengan kesulitan bernapas, hipotermi, pucat, sianosis perifer, suara tangis serak, dan konstipasi.
Seringkali, bayi yang terkena digambarkan sebagai good babies karena mereka jarang menangis dan
mereka tidur hampir sepanjang waktu. Tanpa pengobatan gejala akan semakin tampak dengan
bertambahnya usia. Gejala yang muncul antara lain perut buncit, hernia umbilikalis, lidah menjadi tebal
(makroglosi), hipotoni, kulit kasar, kering dan berbercak, dan miksedema. Bila sudah muncul gejala
klinis, berarti telah terjadi retardasi mental. 5

Tabel 1. Skor Apgar pada Hipotiroid Kongenital6

Gejala Klinis Skor


Hernia umbilicalis 2
Tipe wajah khas edematus 2
Pucat, dingin, hipotermi 1
Makroglosi 1
Hipotoni 1
Ikterus lebih dari 3 hari 1
Fontanella posterior terbuka (>3cm) 1
Kulit kasar, kering 1
Konstipasi 1
Kehamilan > 40 minggu 1
Berat badan lahir > 3,5 kg 1
Kromosom Y tidak ada (wanita) 1
Total 15

10
Dicurigai adanya hipotiroid bila skor Apgar hipotiroid kongenital > 5, tetapi tidak adanya gejala
atau tanda yang tampak, tidak menyingkirkan kemungkinan hipotiroid kongenital.

Gambar 3. Bayi dengan Hipotiroid Kongenital (a) Postur hipotonik, fitur wajah kasar, dan
hernia umbilikalis. (b) Makroglosia6

PENATALAKSANAAN

a. Medikamentosa

Pengobatan hipotiroidisme membutuhkan hormon tiroid eksogen. Na-L-tiroksin/Na


levotiroksin/Na-L-T4 merupakan obat terpilih karena potensinya yang seragam dan penyerapannya
yang baik.

Tabel 2. Dosis Umum Hormon Tiroid6

Usia Na L-T4 (g/kg BB)


0-3 bulan 10-15
3-6 bulan 8-10
6-12 bulan 6-8
1.5 tahun 5-6
6-12 tahun 4-5
>12 tahun 2-3

11
Dosis harus selalu disesuaikan dengan keadaan klinis dan biokimiawi serum tiroksin dan
TSH menurut umur. Pemberian pil tiroksin dengan cara digerus/dihancurkan dan bisa dicampur
dengan ASI atau air putih. Pemberian obat jangan bersamaan dengan senyawa berikut ini karena
akan mengganggu penyerapan obat, yaitu produk kacang kedelai, zat besi konsentrat, kalsium,
aluminium hydroxide, cholestyramine dan resin lain, suplemen tinggi serat dan sucralfate.
Terapi sulih hormon dengan pil tiroksin harus secepatnya diberikan begitu diagnosis
ditegakkan. IDAI menganjurkan pemberian dosis permulaan 10-15 g/kg. Pada bayi cukup bulan
diberikan rata-rata 37,5-50 g/hari. Besarnya dosis hprmon tergantung berat ringannya kelainan.
Bayi dengan hipotiroid kongenital berat, yaitu dengan kadar T4 < 5 g, sebaiknya diberikan 50 g.
Pemberian 50 g cepat menormalisir kadar T4 dan TSH. Hasil pengobatan sangat dipengaruhi oleh
usia pasien saat terapi dimulai dan jumlah dosis. Pada hipotiroid kongenital berat perlu dosis yang
lebih tinggi.6

b. Non-medikamentosa
Edukasi orang tua mengenai penyakit bayi, perjalanan penyakit, dan pengobatan yang
dianjurkan (cara pemberian obat, kepatuhan), serta tanda/gejala kekurangan dan kelebihan dosis
obat. Pada kekurangan dosis, tanda/gejala meliputi hipoaktif, edema, obstipasi, kulit kering,
teraba dingin dan tidak berkeringat. Sedangkan pada dosis berlebih akan dijumpai tanda/gejala
berupa gelisah, kulit panas, lembab, banyak keringat, berat badan merunun dan sering buang air
besar.
Diet; memberi cukup iodium dalam setiap makanan, hindari makanan yang mengandung pengawet,
menjaga asupan kalori, protein, vitamin serta mineral yang cukup.
Melakukan pemantauan
a) Jadwal pemantauan, bertujuan untuk penyesuaian dosis perlu dilakukan pemeriksaan ulang
pada kadar TSH dan T4/FT4 dengan jadwal sebagai berikut:
o Setelah 2 minggu dan 4 minggu sejak pengobatan toriksin
o Pada 6 bulan pertama tiap 1 atau 2 bula
o Pada umur 6 bulan 3 tahun, tiap 3 atau 4 bulan
o Pada umur 3 tahun 18 tahun, pemeriksaan dilakukan tiap 6 12 bulan. Pemeriksaan
sebaiknya dilakukan lebih sering jika kepatuhan meragukan atau ada perubahan dosis.
Pada perubahan dosis obat pemeriksaan sebaiknya diulang 4 minggu setelah
perubahan dosis.
b) Target nilai TSH, T4 dan FT4
Target nilai TSH, T4 dan FT4 selama pengobatan tahun pertama:
o Nilai T4 serum, 130-206 nmol/L (10-16 g/dl)
o FT4 18-30 pmol/L (1,4-2,3 g/dl) dan kadar FT4 ini dipertahankan pada nilai di atas
1,7 g/dl (75% dari kisaran normal). Kadar ini merupakan kadar optimal.
o Kadar TSH serum sebaiknya dipertahankan di bawah 5 mU/L

12
c) Pemantauan lainnya
o Pertumbuhan/antropometri
o Perkembangan
o Fungsi mental dan kognitif
o Tes pendengaran
o Umur tulang tiap tahun6

PROGNOSIS

Diagnosis seawal mungkin dan terapi yang adekuat akan memberikan hasil yang lebih baik.
Pengobatan yang segera dilakukan pada umur minggu-minggu pertama atau kurang dari 1 bulan
mempunyai prognosis perkembangan intelektual yang lebih baik. Meskipun demikian, studi menunjukkan
bahwa walaupun diterapi sedini mungkin dikatakan tetap ada kelainan intelektual meski sedikit. Bila
terapi dimulai setelah usia 6 bulan, saat tanda hipotiroid klasik muncul, fungsi intelektualnya sudah
menurun secara bermakna. Tanpa pengobatan, bayi yang terkena akan mengalami gangguan pertumbuhan
fisik secara keseluruhan (cebol) dengan keterbelakangan mental yang tidak dapat dipulihkan dikemudian
hari. Dengan adanya program skrining neonatus untuk deteksi dini hipotiroidisme kongenital, maka
dampak ini bisa dicegah.4

PENCEGAHAN

Sebagian besar kasus hipotiroidisme kongenital tidak dapat dicegah. Berikut ini adalah beberapa hal
yang dapat dilakukan untuk mengurangi risiko:
Tidak melakukan pengobatan iodium radioaktif atau menggunakan iodium sebagai antiseptik selama
kehamilan
Mengkonsumsi cukup iodium dan tidak berlebih selama kehamilan
Sumplementasi iodium dapat mencegah gondok endemik dan kretinisme, tapi tidak dapat mencegah
hipotiroid kongenital sporadis. Bila diinginkan pencegahan yang lebih efektif dapat diberi suntikan
intramuskular larutan iodium dalam minyak (lipiodol). Dianjurkan untuk memberi suntikan pada
semua orang sampai usia 20 tahun sedangkan pada wanita sampai 45 tahun (usia subur). Suntikan
diberi tiap 3-5 tahun sekali.
Program skrining hipotiroid kongenital pada neonatus sudah dilakukan di negara maju, sedangkan
untuk negara berkembang seperti Indonesia, skrining hipotiroid masih belum menjadi kebijakan
nasional. Tujuan utama skrining hipotiroid adalah untuk eradikasi retardasi mental akibat hipotiroid
kongenital. Skrining dilakukan dengan mengukur kadar T4 atau TSH yang dilakukan pada kertas
saring pada usia 3-4 hari. Negara-negara di Amerika Utara menggunakan kadar T4 sebagai metode
skrining utama dilanjutkan dengan pengukuran kadar TSH untuk kasus dengan kadar T4 berada pada

13
persentil 10-20. Jepang dan sebagian besar negara di Eropa menggunakan kadar TSH sebagai metode
skrining utama dengan pengukuran kadar T4 untuk pemeriksaan lanjutan. Apapun metode skrining
yang digunakan, bayi yang memiliki kadar TSH awal >50 uU/mL memiliki kemungkinan sangat
besar untuk menderita hipotiroid kongenital permanen, sedangkan kadar TSH 20-50 uU/mL dapat
menunjukkan hipotiroid transien atau positif palsu.7

KESIMPULAN

Hipotiroid kongenital adalah kekurangan hormon tiroid pada bayi baru lahir. Hal ini dapat terjadi
karena cacat anatomis kelenjar tiroid, kesalahan metabolisme tiroid, atau kekurangan iodium.
Pembentukan hormon tiroid memerlukan mikronutrien iodium. Gejala klinis hipotiroid kongenital pada
bayi baru lahir biasanya tidak begitu jelas. Oleh karena itu, diagnosis klinis awal harus didasarkan pada
indeks kecurigaan yang tinggi terhadap tanda dan gejala non-spesifik, seperti ikterus yang
berkepanjangan, hipotermia ringan, pembesaran fontanela posterior, kegagalan untuk menyusu dengan
baik atau gawat napas saat pemberian makan. Dengan diagnosis awal dan terapi yang adekuat akan
memberikan pronosis yang lebih baik, sehingga dapat mencegah terjadinya gangguan pertumbuhan dan
retardasi mental yang berat. Oleh karena itu, sangat penting untuk dilakukan skrining hipotiroid
kongenital pada setiap bayi baru lahir, sehingga apabila didapati adanya hipotiroid maka dapat di tangani
sedini mungkin sebelum bertambah berat.

DAFTAR PUSTAKA

1. Batubara, Jose RL. Buku ajar endokrinologi anak: ganggguan kelenjar tiroid. Edisi ke-1. Jakarta:
Badan Penerbit IDAI; 2010. hal.205-12.
2. Netter Medical Artwork. Thyroid gland structure [Gambar dari internet]. 21 Oktober 2014 [Diakses:
31 Oktober 2016] . Diakses dari: http://www.netterimages.com/image/4526.htm
3. Sherwood L. Fisiologi manusia: dari sel ke sistem. Edisi ke-6. Jakarta: EGC; 2011.hal.757-60.
4. Jospe N. Endokrinologi. Dalam: Marcdante KJ, Kliegman RM, Jenson HB, Behrman RE. Nelson
ilmu kesehatan anak esensial. Edisi ke-6. Singapore: Saunders Elsevier; 2014. Bab 23,
Endokrinologi; hal.711-2.

14
5. Grumbach MM. Sistem endokrin. Dalam: Rudolph AM, Hoffman JIE, Rudolph CD. Buku ajar
pediatri rudolph. Volume 3. Jakarta: EGC; 2006. Bab 22, Sistem endokrin; hal. 1930-5.
6. Daniel MS. Congenital hypothyroidism [Materi dan gambar dari internet]. 03 April 2014 [Diakses:
31 Oktober 2016]. Diakses dari: http://emedicine.medscape.com/article/919758-overview#showall
7. Department of Pediatrics: Division of Pediatric Endocrinology. Congenital
hypothyroidism [Materi dari internet]. Januari 2008 [Diakses: 31 Oktober 2016].
Diakses dari: http://pediatrics.med.nyu.edu/endocrinology/patient-
care/congenital-hypothyroidism

15

Anda mungkin juga menyukai