Anda di halaman 1dari 39

LAPORAN

KASUS

RHINOSINUSITI
S
OLEH :
SUTRISNO 012106281
VAYA MAHDIA IZZATI - 012106292
PEMBIMBING :
DR. ADI NOLODEWO, SP. THT-KL

Laporan Kasus
Identitas Pasien
Nama
: Tn. Emmanuel S
Umur
: 66 Tahun
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Alamat
: Semarang
Agama
: Kristen
Suku Bangsa
: Jawa

ANAMNESIS
Keluhan Utama:
Nyeri pada hidung hingga tenggorokan dan pada pipi kanan
dan kiri.
Riwayat Penyakit Sekarang:
Keluhan kurang lebih dirasakan sejak 6 bulan yang lalu, nyeri
hilang timbul, bau (+), terdapat cairan pada hidung yang
kadang tertelan hingga tenggorokan, bau (+), pilek (+), batuk
(-), terdapat karies pada gigi geraham dan sudah dicabut.
Pasien juga mengeluh susah untuk tidur terlentang
dikarenakan hidung tersumbat, pasien merasa lebih nyaman
ketika tidur miring. Keluhan lain pada telinga tidak
didapatkan.

Riwayat Penyakit Dahulu :


Hipertensi dan DM disangkal, Riwayat Hemodialisa hingga
sekarang.
Riwayat Alergi Debu (+), Alergi Obat (-)
Riwayat Penyakit Keluarga
Keluarga tidak ada yang menderita seperti ini
Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien berobat menggunakan BPJS Non PBI

PEMERIKSAAN FISIK
Vital Sign
TD : 130/90 mmHg
N : 80 x/menit, regular
RR : 22 x/menit
T : 36,5 o C
BB : 80 kg
TB : 165 cm
KU
: Compos mentis, baik
Kesadaran : Composmentis

PEMERIKSAAN LOKAL
THT-KL
Pemeriksaan

Telinga Kanan

Telinga Kiri

Inspeksi & Palpasi

Kelainan Kongenital (-), Kelainan Kongenital (-),

Auricula

Peradangan

(-),

Nyeri Peradangan

(-),

Nyeri

tekan tragus (-), Nyeri tekan tragus (-), Nyeri


tarik auricula (-), Nyeri tarik auricula (-), Nyeri
ketok/tekan mastoid (-)
Otoskopi

Tanda

peradangan

ketok/tekan mastoid (-)

(-), Tanda

peradangan

(-),

Corpal (-), Cairan (-), Corpal (-), Cairan (-),


Serumen (-), Membran Serumen (-), Membran
timpani

utuh,

reflek timpani

utuh,

reflek

cahaya (+), retraksi (-), cahaya (+), retraksi (-),

Garputala

bulging (-)

bulging (-)

Tidak diperiksa

Tidak diperiksa

Pemeriksaan
Inspeksi Hidung Luar

Hidung Kanan

Hidung Kiri

Bentuk hidung normal, Bentuk hidung normal,


hiperemis (-), Massa pada hiperemis
hidung luar (-)

(-),

Massa

pada hidung luar (-)

Palpasi Sinus

Nyeri tekan/ketok sinus Nyeri tekan/ketok sinus

Paranasal

Maxillaris

kanan

(+), Maxillaris kiri (+), Nyeri

Nyeri tekan/ketok sinus tekan/ketok


Ethmoidalis

Rhinoskopi anterior

(-),

Nyeri Ethmoidalis

tekan/ketok

sinus tekan/ketok

frontalis (-)

frontalis (-)

sinus
(-),

Nyeri
sinus

Mukosa

hiperemis

Septum

deviasi

(-), Septum

deviasi

(-),

Konka

Hipertrofi

(-), Konka

Hipertrofi

(-),

Sekret (-), Massa (-)

(-), Mukosa hiperemis (+),

Sekret purulen sedikit,


Massa (-)

Rhinoskopi posterior

Tidak diperiksa

Tidak diperiksa

Transiluminasi

Tidak diperiksa

Tidak diperiksa

Pemeriksaan
Mulut

Mulut & Tenggorokan


Mukosa hiperemis (-), kelainan lidah (-), Uvula
ditengah, terdapat sisa pencabutan gigi Molar rahang
atas kanan kiri

Tonsila Palatina

T1-T1, hiperemis -/-. Detritus -/-, kripte melebar -/-

KGB Leher

Tidak diperiksa

USULAN PEMERIKSAAN
PENUNJANG
Pemeriksaan Penunjang
Usulan Pemeriksaan Penunjang : X-Foto Sinusparanasal, CTScan Sinusparanasal

DIAGNOSIS
Suspek Rhinosinusitis Maksilaris

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

DEFINISI
Definisi klinis dari rhinosinusitis merupakan inflamasi
mukosa hidung dan sinus paranasal disertai dua atau lebih
simptom, salah satu atau lebih dari etiologi bakteria, nasal
blockage/obstruction/congestion dan nasal discharge
(anterior/posterior nasal drip), facial pain, reduction or loss
of smell, pada CT scan ditemukan mukosa osteomeatal
complex dan atau sinus edem, serta lama gejala
diklasifikasikan menjadi akut (<12 minggu, simptom dapat
sembuh sempurna) dan kronik (>12 minggu simptom hilang
tidak sempurna dan dapat eksaserbasi).

ETIOLOGI & FAKTOR


PREDISPOSISI
Sinus paranasal berhubungan dengan hidung melalui lubang
kecil. Epitel hidung dan sinus paranasal dilapisi oleh
pseudostratified columnar ciliated epithelium. Epitel
mengandung sel goblet dan nasal glands, menghasilkan
sekresi nasal yang selalu membasahi dan membentuk
lapisan mucus. Partikel dan bakteri ditangkap oleh mukus
kemudian oleh enzim lizozim dan laktoferin dinetralisir
sehingga menjadi tidak berbahaya, selanjutnya ditransport
ke nasofaring. Semua sinus dalam keadaan normal bersih
dari secret karena dibersihkan oleh mucociliary transport.

Beberapa faktor etiologi dan predisposisi antara lain ISPA


akibat virus, bermacam rhinitis terutama rhinitis alergi, rhinitis
hormonal pada wanita hamil, polip hidung, kelainan anatomi
seperti deviasi septum atau hipertrofi konka, sumbatan
kompleks osteo-meatal, infeksi tonsil, infeksi gigi, kelainan
imunologik, diskinesia silia seperti pada sindroma Kartegener,
dan di luar negeri adalah penyakit fibrosis kistik.
Pada anak, hipertrofi adenoid merupakan faktor penting
penyebab sinusitis sehingga perlu dilakukan adenoidektomi
untuk
menghilangkan
sumbatan
dan
menyembuhkan
rhinosinusitisnya. Faktor lain yang juga berpengaruh adalah
lingkungan yang berpolusi, udara dingin dan kering, serta
kebiasaan merokok. Keadaan ini lama-lama menyebabkan
perubahan mukosa dan merusak silia.

PATOFISIOLOGI
Kesehatan sinus dipengaruhi oleh patensi ostium-ostium sinus
dan lancarnya klirens mukosiliar di dalam kompleks osteomeatal. Mukus juga mengandung substansi antimikrobial dan
zat-zat yang berfungsi sebagai mekanisme pertahanan tubuh
terhadap kuman yang masuk bersama dengan udara
pernapasan.
Organ-organ yang membentuk kompleks osteo-meatal letaknya
berdekatan dan bila terjadi edema, mukosa yang berhadapan
akan saling bertemu sehingga silia tidak dapat bergerak dan
ostium tersumbat. Akibatnya terjadi tekanan negatif di dalam
rongga sinus yang menyebabkan terjadinya transudasi, mulamula serous. Kondisi ini bisa dianggap rhinosinusitis nonbakterial dan biasanya sembuh dalam beberapa hari tanpa
pengobatan.

Bila kondisi ini menetap, sekret yang terkumpul dalam sinus


merupakan media yang baik untuk tumbuhnya dan
multiplikasi bakteri. Sekret menjadi purulen. Keadaan ini
disebut dengan rhinosinusitis akut bakterial dan memerlukan
terapi antibiotik.
Jika terapi tidak berhasil (misalnya karena ada faktor
predisposisi), inflamasi berlanjut, terjadi hipoksia dan bakteri
anaerob berkembang. Mukosa makin membengkak dan ini
merupakan rantai siklus yang terus berputar sampai akhirnya
perubahan mukosa menjadi kronik yaitu hipertrofi, polipoid
atau pembentukan polip dan kista. Pada keadaan ini mungkin
diperlukan tindakan operasi.

KLASIFIKASI &
MIKROBIOLOGI
Konsensus internasional tahun 1995 membagi rhinosinusitis
hanya akut dengan batas sampai 8 minggu dan kronik jika
lebih dari 8 minggu. Konsensus tahun 2004 membagi
menjadi akut dengan batas sampai 4 minggu, subakut
dengan batas 4 minggu sampai dengan 3 bulan, dan kronik
jika lebih dari 3 bulan.

Sinusitis kronik dengan penyebab rinogenik umumnya


merupakan lanjutan dari sinusitis akut yang tidak terobati
secara adekuat. Pada sinusitis kronik adanya faktor
predisposisi harus dicari dan diobati secara tuntas.
Menurut berbagai penelitian, bakteri utama yang ditemukan
pada sinusitis akut adalah Streptococcus pneumonia (30 50%), Haemophylus influenzae (20 40%), da Moraxella
catarrhalis (4%). Pada anak, M. catarrhalis paling sering
ditemukan (20%).

Pada sinusitis kronik, faktor predisposisi lebih berperan,


tetapi umumnya bakteri yang ada lebih condong ke arah
bakteri gram negatif dan anaerob.
Faktor predisposisi yang berhubungan dengan rhinosinusitis
kronik :
1. Hambatan gerak silia
Aktivitas silia sangat penting untuk membersihkan sinus dan
mencegah infeksi kronik sinus. Sekunder diskinesis silia
dijumpai pada rhinosinusitis kronik yang memungkinkan
irreversible walaupun kadang-kadang pada suatu saat
mengalai restoration.

2. Alergi
Atopi merupakan faktor predisposisi rinosinusitis kronik.
Prevalensi rinosinusitis kronik meningkat pada penderita
atopi.
3. Asma
Belakangan terbukti bahwa allergic inflamation di upper and
lower respiration menimbulkan inflamasi mukosa yang
berkaitan dengan rinosinusitis. Rinosinusitis dan asma
sering kali dijumpai bersama pada satu penderita. Penelitian
radiologi menunjukan bahwa sinus pada penderita asma
mukosanya abnormal.

4. Disfungsi Sistem Imun


Disfungsi sistem imun ada hubungan dengan rhinosinusitis
kronik. Dengan demikian diperlukan tes imunologi.
5. Faktor Genetik
Walaupun penyakit sinus kronik dijumpai pada anggota keluarga,
namun tidak ada faktor genetik abnormal. Genetic faktor
dikaitkan dengan rinosinusitis kronik yaitu pada penyakit cystic
fibrosis, primary cilliary dyskinesis (Kartaganers syndrom).
6. Pregnancy and Endocrine state
Selama pregnancy mengalami nasal congestion, terjadi antara 1/5
dari wanita hamil. Patogenesis dari kelainan tersebut belum
dapat diterangkan. Ada beberapa teori yang mencoba
menjelaskan diantaranya efek langsung (direk) hormonal
diantaranya estrogen dan progesteron dan placental growth
hormone di rongga hidung.

7. Variasi Anatomi
Variasi anatomi seperti konka bulosa, septum deviasi dan
displacement uncinate process, merupakan faktor potensial
terjadinya sinusitis. Kelainan anatomi seperti tersebut
menyebabkan aliran udara di meatal kompleks terhambat.
Demikian juga aliran sekret tidak lancar.
8. Faktor Environment
Asap rokok dikaitkan dengan prevalensi rinosinusitis
yang tinggi di Canada
Udara berpolusi
Pada individu dengan sosial ekonomi rendah

SINUSITIS DONTOGEN
Sinusitis dentogen merupakan salah satu penyebab penting
sinusitis kronis. Dasar sinus maksila adalah prosesus
alveolaris tempat akar gigi rahang atas, sehingga rongga sinus
maksila hanya terpisahkan oleh tulang tipis dengan akar gigi.
Bahkan kadang-kadang tanpa tulang pembatas. Infeksi gigi
rahang atas seperti infeksi apikal akar gigi atau inflamasi
jaringan periodontal mudah menyebar secara langsung ke
sinus, atau melalui pembuluh darah dan limfe.
Harus curiga adanya sinusitis dentogen pada sinusitis maksila
kronik yang mengenai satu sisi dengan ingus purulen dan
napas berbau busuk. Untuk mengobati sinusitisnya, gigi yang
terinfeksi harus dicabut atau dirawat, dan pemberian antibiotik
yang mencakup bakteri anaerob. Seringkali juga perlu
dilakukan irigasi sinus maksila.

SINUSITIS JAMUR
Sinusitis jamur adalah infeksi jamur pada sinus paranasal,
suatu keadaan yang tidak jarang ditemukan. Angka
kejadiannya meningkat dengan meningkatnya pemakaian
antibiotik, kortikosteroid, obat-obat imunosupresan dan
radioterapi. Kondisi yang merupakan predisposisi antara lain
diabetes melitus, neutropenia, penyakit AIDS, dan perawatan
yang lama di rumah sakit. Jenis jamur yang sering
menyebabkan infeksi sinus paranasal ialah spesies Aspergilus
dan Candida.
Perlu diwaspadai adanya sinusitis jamur pada kasus sebagai
berikut: sinusitis unilateral, yang sukar disembuhkan dengan
terapi antibiotik. Adanya gambaran kerusakan tulang dinding
sinus, atau bila ada membran berwarna putih keabu-abuan
pada irigasi antrum.

Para ahli membagi sinusitis jamur sebagai bentuk invasif dan noninvasif. Sinusitis jamur invasif terbagi menjadi invasif akut fulminan dan
invasif kronik indolen.
Sinusitis jamur invasif akut, ada invasi jamur ke jaringan dan vaskular.
Sering terjadi pada pasien diabetes yang tidak terkontrol, pasien dengan
imunosupresi seperti leukemia dan neutropenia, pemakaian steroid
lama dan terapi imunosupresan. Imunitas yang rendah dan invasi
pembuluh darah menyebabkan penyebaran jamur sangat cepat dan
dapat merusak dinding sinus, jaringan orbita, dan sinus kavernosus. Di
kavum nasi, mukosa berwarna biru kehitaman dan ada mukosa konka
atau septum yang nekrotik. Sering berakhir dengan kematian.
Sinusitis jamur invasif kronik biasanya terjadi pada pasien dengan
gangguan imunologik atau metabolik seperti diabetes. Bersifat kronik
progresif dan bisa juga menginvasi sampai ke orbita atau intrakranial,
tetapi gambaran kliniknya tidak sehebat yang bersifat fulminan karena
perjalanan penyakitnya lebih lambat. Gejalanya seperti sinusitis
bakterial, tetapi sekretnya kental dengan bercak-bercak kehitaman, yang
bila dilihat dengan mikroskop merupakan koloni jamur.

Sinusitis jamur non-invasif, atau misetoma, merupakan kumpulan


jamur di dalam rongga sinus tanpa invasi ke dalam mukosa dan
tidak sampai mendestruksi tulang. Sering mengenai sinus maksila.
Gejala klinis sering menyerupai sinusitis kronis berupa rinore
purulen, post nasal drip, dan napas bau. Kadang-kadang ada massa
jamur juga di kavum nasi. Pada operasi bisa ditemukan materi
jamur berwarna cokelat kehitaman dengan atau tanpa pus di dalam
sinus.
Terapi untuk sinusitis jamur invasif ialah pembedahan, debridemen,
anti jamur sistemik, dan pengobatan terhadap penyakit dasarnya.
Obat standar ialah amfoterisin B, bisa ditambah dengan rifampisin
atau flusitosin agar lebih efektif. Pada misetoma hanya perlu terapi
bedah untuk membersihkan massa jamur, menjaga ventilasi dan
drainase sinus. Tidak diperlukan anti jamur sistemik.

MANIFESTASI KLINIS
Keluhan utama rinosinusitis akut ialah hidung tersumbat
disertai nyeri/rasa tekanan pada muka dan ingus purulen, yang
seringkali turun ke tenggorok (post nasal drip). Dapat disertai
gejala sistemik seperti demam dan lesu.
Keluhan nyeri atau rasa tekanan di daerah sinus yang
terkena merupakan ciri khas sinusitis akutserta kadangkadang nyeri juga terasa di tempat lain (referred pain).
Nyeri pipi menandakan sinusitis maksila, nyeri di antara
atau di belakang orbita menandakan sinusitis ethmoid, nyeri
di dahi atau seluruh kepala menandakan sinusitis frontal.
Pada sinusitis sfenoid, nyeri dirasakan di verteks, oksipital,
belakang orbita, dan daerah mastoid. Pada sinusitis maksila
kadang-kadang ada nyeri alih ke gigi dan telinga.

Gejala lain adalah sakit kepala, hiposmia/anosmia,


halitosis, post nasal drip yang menyebabkan batuk dan
sesak napas pada anak.

Keluhan sinusitis kronik tidak khas sehingga sulit


didiagnosis. Kadang-kadang hanya 1 atau 2 gejala-gejala
di bawah ini yaitu sakit kepala kronik, post nasal drip,
batuk kronik, gangguan tenggorok, gangguan telinga
akibat sumbatan kronik muara tuba eustachius, gangguan
ke
paru
seperti
bronkhitis
(sino-bronkhitis),
bronkhiektasis dan yang penting adalah serangan asma
yang meningkat dan sulit diobati. Pada anak, mukopus
yang tertelan dapat menyebabkan gastroenteritis.

DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik,
dan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan fisik dengan
rhinoskopi anterior, dan posterior, pemeriksaan naso-endoskopi
sangat dianjurkan untuk diagnosis yang lebih tepat dan dini.
Tanda khas ialah adanya pus di meatus medius (pada sinusitis
maksila dan ethmoid anterior dan frontal) atau di meatus superior
(pada sinusitis ethmoidalis posterior dan sfenoid). Pada
rinosinusitis akut, mukosa edema dan hiperemis. Pada anak
sering ada pembengkakan dan kemerahan pada kantus medius.
Pemeriksaan pembantu yang penting adalah foto polos atau
CT-Scan. Foto polos posisi Waters, PA, lateral, umumnya
hanya mampu menilai kondisi sinus-sinus besar seperti sinus
maksila dan frontal. Kelainan akan terlihat perselubungan, airfluid level, atau penebalan mukosa.

CT-Scan sinus merupakan gold standard diagnosis


sinusitis karena mampu menilai secara anatomi hidung
dan sinus, adanya penyakit dalam hidung dan sinus
secara keseluruhan dan perluasannya. Namun karena
mahal hanya dikerjakan sebagai penunjang diagnosis
sinusitis kronis yang tidak membaik dengan pengobatan
atau pra-operasi sebagai panduan operator saat
melakukan operasi sinus.
Pada pemeriksaan transiluminasi sinus yang sakit akan
menjadi suram atau gelap. Pemeriksaan ini sudah jarang
dilakukan karena sangat terbatas kegunaannya.

Pemeriksaan mikrobiologik dan tes resistensi dilakukan


dengan mengambil sekret dari meatus medius/superior,
untuk mendapatkan antibiotik yang tepat guna. Lebih baik
lagi bila diambil sekret yang keluar dari pungsi sinus
maksila.

Sinuskopi dilakukan dengan pungsi menembus dinding


medial sinus maksila melalui meatus inferior, dengan alat
endoskop bisa dilihat kondisi sinus maksila yang
sebenarnya, selanjutnya dapat dilakukan irigasi sinus
untuk terapi.

PENATALAKSANAAN
Tujuan terapi sinusitis ialah mempercepat penyembuhan,
mencegah komplikasi, dan mencegah perubahan menjadi
kronis. Prinsip pengobatan ialah membuka sumbatan di
kompleks osteo-meatal sehingga drainase dan ventilasi
sinus-sinus pulih secara alami.

Antibiotik dan dekongestan merupakan terapi pilihan pada


sinusitis akut bakterial, untuk menghilangkan infeksi dan
pembengkakan mukosa serta membuka sumbatan ostium
sinus. Antibiotik yang dipilih adalah golongan penisilin
seperti amoksisilin. Jika diperkirakan kuman telah resisten
atau memproduksi beta-laktamase, maka dapat diberikan
amoksisilin-klavulanat atau jenis sefalosporin generasi ke-2.
Pada sinusitis antibiotik diberikan selama 10-14 hari
walaupun gejala klinik sudah menghilang. Pada sinusitis
kronik diberikan antibiotik yang sesuai untuk kuman gram
negatif dan anaerob.

Selain dekongestan oral dan topikal, terapi lain dapat


diberikan jika diperlukan, seperti analgetik, mukolitik, steroid
oral/topikal, pencucian rongga hidung dengan NaCl atau
diatermi. Antihistamin tidak rutin diberikan karena sifat
antikolinergiknya dapat menyebabkan sekret jadi lebih
kental. Bila ada alergi berat sebaiknya diberikan antihistamin
generasi ke-2. Irigasi sinus maksila atau Proetz displacement
juga merupakan terapi tambahan yang dapat bermanfaat.
Imunoterapi dapat dipertimbangkan jika pasien menderita
kelainan alergi yang berat.

TERAPI OPERATIF
Tindakan operasi
Bedah sinus endoskopi fungsional (BSEF/FESS) merupakan
operasi terkini untuk sinusitis kronik yang memerlukan
operasi. Tindakan ini telah menggantikan hampir semua jenis
bedah sinus terdahulu karena memberikan hasil yang lebih
memuaskan dan tindakan lebih ringan dan tidak radikal.
Indikasinya berupa: sinusitis kronik yang tidak membaik
setelah terapi adekuat, sinusitis kronik disertai kista atau
kelainan yang ireversibel, polip ekstensif, adanya komplikasi
sinusitis serta sinusitis jamur.

KOMPLIKASI
Komplikasi sinusitis yang berat biasanya terjadi pada
sinusitis akut atau pada sinusitis kronis dengan eksarsebasi
akut, berupa komplikasi orbita atau intrakranial.
Kelainan orbita, disebabkan oleh sinus paranasal yang
berdekatan dengan mata, yaitu sinus ethmoid, kemudian
frontal dan maksila. Penyebaran infeksi terjadi melalui
tromboflebitis dan perikontinuitatum. Kelainan yang dapat
timbul ialah edema palpebra, selulitis orbita, abses
periosteal, abses orbita, dan selanjutnya dapat terjadi
trombosis sinus kavernosus.
Kelainan intrakranial dapat berupa meningitis, abses
ekstradural/subdural, abses otak dan trombosis sinus
kavernosus.

Komplikasi juga dapat terjadi pada sinusitis kronis, berupa:


Osteomielitis dan abses periosteal. Paling sering timbul
akibat sinusitis frontal dan biasanya ditemukan pada anakanak. Pada osteomielitis sinus maksila dapat timbul fistula
oroantral atau fistula pada pipi.
Kelainan paru seperti bronkhitis kronik dan bronkiektasis.
Adanya kelainan sinus paranasal disertai dengan kelainan
paru ini disebut sino-bronkhitis. Selain itu, dapat juga
menyebabkan kambuhnya asma bronkhial yang sukar
dihilangkan sebelum sinusitisnya disembuhkan.

TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai