Anda di halaman 1dari 11

TONSILITIS

I. ANATOMI DAN FISIOLOGI TONSIL

Tonsil terdiri dari jaringan limfoid yang dilapisi oleh epitel respiratori.Cincin Waldeyer
merupakan jaringan limfoid yangmembentuk lingkaran di faring yang terdiri dari tonsil palatina,
tonsil faringeal (adenoid), tonsil lingual, dan tonsil tubal.

A)Tonsil Palatina
Tonsil palatina adalah suatu massa jaringan limfoid yang terletak di dalam fosa tonsil pada kedua
sudut orofaring, dan dibatasi oleh pilar anterior (otot palatoglosus) dan pilar posterior (otot
palatofaringeus). Tonsil berbentuk oval dengan panjang 2-5 cm, masing-masing tonsil
mempunyai 10-30 kriptus yang meluas ke dalam jaringan tonsil. Tonsil tidak selalu mengisi
seluruh fosa tonsilaris, daerah yang kosong di atasnya dikenal sebagai fosa supratonsilar. Tonsil
terletak di lateral orofaring. Dibatasi oleh:

 Lateral : muskulus konstriktor faring superior


 Anterior : muskulus palatoglosus
 Posterior : muskulus palatofaringeus
 Superior : palatum mole
 Inferior : tonsil lingual

Permukaan tonsil palatina ditutupi epitel berlapis gepeng yang juga melapisi invaginasi atau
kripti tonsila. Banyak limfanodulus terletak di bawah jaringan ikat dan tersebar sepanjang kriptus.
Limfonoduli terbenam di dalam stroma jaringan ikat retikular dan jaringan limfatik difus.
Limfonoduli merupakan bagian penting mekanisme pertahanan tubuh yang tersebar di seluruh
tubuh sepanjang jalur pembuluh limfatik. Noduli sering saling menyatu dan umumnya
memperlihatkan pusat germinal

Fosa Tonsil
Fosa tonsil dibatasi oleh otot-otot orofaring, yaitu batas anterior adalah otot palatoglosus, batas
posterior adalah otot palatofaringeus dan batas lateral atau dinding luarnya adalah otot
konstriktor faring superior. Berlawanan dengan dinding otot yang tipis ini, pada bagian luar
dinding faring terdapat nervus ke IX yaitu nervus glosofaringeal.

Pendarahan
Tonsil mendapat pendarahan dari cabang-cabang arteri karotis eksterna, yaitu 1) arteri maksilaris
eksterna (arteri fasialis) dengan cabangnya arteri tonsilaris dan arteri palatina asenden; 2) arteri
maksilaris interna dengan cabangnya arteri palatine desenden; 3) arteri lingualis dengan
cabangnya arteri lingualis dorsal; 4) arteri faringeal asenden. Kutub bawah tonsil bagian anterior
diperdarahi oleh arteri lingualis dorsal dan bagian posterior oleh arteri palatina asenden, diantara
kedua daerah tersebut diperdarahi oleh arteri tonsilaris. Kutub atas tonsil diperdarahi oleh arteri
faringeal asenden dan arteri palatina desenden. Vena-vena dari tonsil membentuk pleksus yang
bergabung dengan pleksus dari faring. Aliran balik melalui pleksus vena di sekitar kapsul tonsil,
vena lidah dan pleksus faringeal.
Aliran getah bening
Aliran getah bening dari daerah tonsil akan menuju rangkaian getah bening servikal profunda
(deep jugular node) bagian superior di bawah muskulus sternokleidomastoideus, selanjutnya ke
kelenjar toraks dan akhirnya menuju duktus torasikus. Tonsil hanya mempunyai pembuluh getah
bening eferan sedangkan pembuluh getah bening aferen tidak ada.

Persarafan
Tonsil bagian bawah mendapat sensasi dari cabang serabut saraf ke IX (nervus glosofaringeal)
dan juga dari cabang desenden lesser palatine nerves.

Imunologi Tonsil
Tonsil merupakan jaringan limfoid yang mengandung sel limfosit. Limfosit B membentuk kira-
kira 50-60% dari limfosit tonsilar. Sedangkan limfosit Tpada tonsil adalah 40%dan 3% lagi
adalah sel plasma yang matang. Limfosit B berproliferasi di pusat germinal. Immunoglobulin
(IgG, IgA, IgM, IgD), komponen komplemen, interferon, lisozim dan sitokin berakumulasi di
jaringan tonsilar. Sel limfoid yang immunoreaktif pada tonsil dijumpai pada 4 area yaitu epitel
sel retikular, area ekstrafolikular, mantle zonepada folikel limfoiddan pusat germinal pada folikel
limfoid. Tonsil merupakan organ limfatik sekunder yang diperlukan untuk diferensiasi dan
proliferasi limfosit yang sudah disensitisasi. Tonsil mempunyai 2 fungsi utama yaitu 1)
menangkap dan mengumpulkan bahan asing dengan efektif; 2) sebagai organ utama produksi
antibodi dan sensit isasi sel limfosit T dengan antigen spesifik.

B)Tonsil Faringeal (Adenoid)


Adenoid merupakan masa limfoid yang berlobus dan terdiri dari jaringan limfoid yang sama
dengan yang terdapat pada tonsil. Lobus atau segmen tersebut tersusun teratur seperti suatu
segmen terpisah dari sebuah ceruk dengan celah atau kantong diantaranya. Lobus ini tersusun
mengelilingi daerah yang lebih rendah di bagian tengah, dikenal sebagai bursa faringeus.
Adenoid tidak mempunyai kriptus. Adenoid terletak di dinding belakang nasofaring. Jaringan
adenoid di nasofaring terutama ditemukan pada dinding atas dan posterior, walaupun dapat
meluas ke fosa Rosenmuller dan orifisium tuba eustachius. Ukuran adenoid bervariasi pada
masing-masing anak. Pada umumnya adenoid akan mencapai ukuran maksimal antara usia 3-7
tahun kemudian akan mengalami regresi.

C) Tonsil Lingual
Tonsil lingual terletak di dasar lidah dan dibagi menjadi dua oleh ligamentum glosoepiglotika. Di
garis tengah, di sebelah anterior massa ini terdapat foramen sekum pada apeks, yaitu sudut yang
terbentuk oleh papilla sirkumvalata.

II. DEFINISI
Tonsilitis akut adalah radang akut yang disebabkan oleh kuman streptococcusβ
hemolyticus, streptococcus viridians dan streptococcus pyogenes, dapat juga disebabkan oleh
virus. Tonsilitis Kronis secara umum diartikan sebagai infeksi atau inflamasi pada tonsila
palatina yang menetap. Tonsilitis Kronis disebabkan oleh serangan ulangan dari Tonsilitis Akut
yang mengakibatkan kerusakan yang permanen pada tonsil. Organisme patogen dapat menetap
untuksementara waktu ataupun untuk waktu yang lama dan mengakibatkan gejala-gejala akut
kembali ketika daya tahan tubuh penderita mengalami penurunan. Anamnesa dan pemeriksaan
fisik diagnostik diperlukan untuk menegakkan diagnosa penyakit ini. Pada Tonsilitis Kronis
tonsil dapat terlihat normal, namun ada tanda-tanda spesifik untuk menentukan diagnosa seperti
plika anterior yang hiperemis, pembesaran kelenjar limfe, dan bertambahnya jumlah kripta pada
tonsil.
III. ETIOLOGI
Pada pendería Tonsilitis Kronis jenis kuman yang sering adalah Streptokokus beta
hemolitikus grup A (SBHGA). Selain itu terdapat Streptokokus pyogenes, Streptokokus grup B,
C, Adenovirus, Epstein Barr, bahkan virus Herpes. Penelitian Abdulrahman AS, Kholeif LA, dan
Beltagy di mesir tahun 2008 mendapatkan kuman patogen terbanyak ditonsil adalah
Staphilokokus aureus, Streptokokus beta hemolitikus grup A, E. coli dan Klebsiela.

IV. PATOLOGI
Adanya infeksi berulang pada tonsil maka pada suatu waktu tonsil tidak dapat membunuh
semua kuman sehingga kuman kemudian bersarang di tonsil. Pada keadaan inilah fungsi
pertahanan tubuh dari tonsil berubah menjadi sarang infeksi (fokal infeksi) dan satu saat kuman
dan toksin dapat menyebar ke seluruh tubuh misalnya pada saat keadaan umum tubuh menurun.
Karena proses radang berulang yang timbul maka selain epitel mukosa juga jaringan
limfoid terkikis, sehingga pada proses penyembuhan jaringan limfoid diganti oleh jaringan parut
yang akan mengalami pengerutan sehingga kripta melebar. Secara klinik kripta ini tampak diisi
oleh detritus. Proses berjalan terus sehingga menembus kapsul tonsil dan akhirnya menimbulkan
perlekatan dengan jaringan disekitar fossa tonsilaris. Pada anak proses ini disertai dengan
pembesaran kelenjar limfa submandibula.
Tonsilitis Kronis terjadi akibat pengobatan yang tidak tepat sehingga penyakit pasien
menjadi Kronis. Faktor-faktor yang menyebabkan kronisitas antara lain: terapiantibiotika yang
tidak tepat dan adekuat, gizi atau daya tahan tubuh yang rendahsehingga terapi medikamentosa
kurang optimal, dan jenis kuman yag tidak sama antara permukaan tonsil dan jaringan tonsil

V. TANDA DAN GEJALA KLINIS


Gejala klinis tonsilitis kronik adalah nyeri tenggorok atau nyeri telan ringan, kadang-kadang
terasa seperti ada benda asing di tenggorok dimana mulut berbau, badan lesu, nafsu makan
menurun, sakit kepala dan badan terasa meriang – meriang.
Tanda klinik pada tonsilitis kronis adalah (Primara IW,1999 dalam Boedi Siswantoro, 2003) :
 Pilar/plika anterior hiperemis
 Kripte tonsil melebar
 Pembesaran kelenjar sub angulus mandibular teraba
 Muara kripte terisi pus
 Tonsil tertanam atau membesar

Tanda klinik tidak harus ada seluruhnya, minimal ada kripte melebar dan pembesaran
kelenjar sub angulus mandibula. Gabungan tanda klinik yang sering muncul adalah kripte
melebar, pembesaran kelenjar angulus mandibula dan tonsil tertanam atau membesar

VI. DIAGNOSA DAN PEMERIKSAAN PENUNJANG TONSILITIS KRONIS


Dari pemeriksaan dapat dijumpai :
a. Tonsil dapat membesar bervariasi.
b. Dapat terlihat butiran pus kekuningan pada permukaan medial tonsil
c. Bila dilakukan penekanan pada plika anterior dapat keluar pus atau material menyerupai
keju
d. Warna kemerahan pada plika anterior bila dibanding dengan mukosa faring, tanda ini
merupakan tanda penting untuk menegakkan diagnosa infeksi kronis pada tonsil.

Pada pemeriksaan didapatkan pilar anterior hiperemis, tonsil biasanya membesar (hipertrofi)
terutama pada anak atau dapat juga mengecil (atrofi), terutama pada dewasa, kripte melebar
detritus (+) bila tonsil ditekan dan pembesaran kelenjar limfe angulus mandibula
Thane & Cody membagi pembesaran tonsil dalam ukuran T1 – T4 :
T1 : batas medial tonsil melewati pilar anterior sampai ¼ jarak pilaranterior – uvula
T2 : batas medial tonsil melewati ¼ jarak pilar anterior uvula sampai ½ jarak anterior –
uvula
T3 : batas medial tonsil melewati ½ jarak pilar anterior – uvula sampai ¾ jarak pilar anterior
– uvula
T4 : batas medial tonsil melewati ¾ jarak anterior – uvula sampai uvula atau lebih
Pada pemeriksaan penunjang dapat dilakukan :

a. Mikrobiologi
Penatalaksanaan dengan antimikroba sering gagal untuk mengeradikasi kuman patogen dan
mencegah kekambuhan infeksi pada tonsil. Kegagalan mengeradikasi organisme patogen
disebabkan ketidaksesuaian pemberian antibiotika atau penetrasi antibiotika yang inadekuat.
Gold standard pemeriksaan tonsil adalah kultur dari dalam tonsil. Berdasarkan penelitian Kurien
di India terhadap 40 penderita Tonsilitis Kronis yang dilakukan tonsilektomi, didapatkan
kesimpulan bahwa kultur yang dilakukan dengan swab permukaan tonsil untuk menentukan
diagnosis yang akurat terhadap flora bakteri Tonsilitis Kronis tidak dapat dipercaya dan juga
valid. Kuman terbayak yang ditemukan yaitu Streptokokus beta hemolitikus diukuti Staflokokus
aureus.

b. Histopatologi
Penelitian yang dilakukan Ugras dan Kutluhan tahun 2008 di Turkey terhadap 480 spesimen
tonsil, menunjukkan bahwa diagnosa Tonsilitis Kronis dapat ditegakkan berdasarkan
pemeriksaan histopatologi dengan tiga kriteria histopatologi yaitu ditemukan ringan- sedang
infiltrasi limfosit, adanya Ugra’s abses dan infitrasi limfosit yang difus. Kombinasi ketiga hal
tersebut ditambah temuan histopatologi lainnya dapat dengan jelas menegakkan diagnosa
Tonsilitis Kronis.

VII. PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan pasien tonsilitis secara umum :


1. Jika penyebab bakteri, diberikan antibiotik peroral (melalui mulut) selama 10 hari,jika
mengalami kesulitan menelan, bisa diberikan dalam bentuk suntikan.
2. Pengangkatan tonsil (Tonsilektomi) dilakukanjika (Kriteria Middleton):
 Tonsilitis terjadi sebanyak 7 kali atau lebih / tahun.
 Tonsilitis terjadi sebanyak 5 kali atau lebih / tahun dalam kurun waktu 2 tahun.
 Tonsilitis terjadi sebanyak 3 kali atau lebih / tahun dalam kurun waktu 3 tahun.
 Tonsilitis tidak memberikan respon terhadap pemberian antibiotik.

Penatalaksanaan pasien tonsilitis adalah :


1. Penatalaksanaan tonsilitis akut :
a. Antibiotik golongan penicilin atau sulfanamid selama 5 hari dan obat kumur atau obat
isap dengan desinfektan, bila alergi dengan diberikan eritromisin atau klidomisin.
b. Antibiotik yang adekuat untuk mencegah infeksi sekunder, kortikosteroid untuk
mengurangi edema pada laring dan obat simptomatik.
c. Pasien diisolasi karena menular, tirah baring, untuk menghindari komplikasi kantung
selama 2 sampai 3 minggu atau sampai hasil usapan tenggorok 3 kali negatif.
d. Pemberian antipiretik

2. Penatalaksanaan tonsillitis kronik


a. Terapi lokal untuk hygiene mulut dengan obat kumur atau hisap.
b. Terapi radikal dengan tonsilektomi bila terapi medikamentosa atau terapi konservatif
tidak berhasil.
Indikasi Tonsilektomi
Menurut AMERICAN ACADEMY OF OTOLARYNGOLOGY – HEAD AND NECK
SURGERY (AAO-HNS) (1995), indikator klinis untuk prosedur surgikal adalah seperti berikut:
 Indikasi Absolut
a. Pembengkakan tonsil yang menyebabkan obstruksi saluran napas, disfagia berat,
gangguan tidur dan komplikasi kardiopulmoner
b. Abses peritonsil yang tidak membaik dengan pengobatan medis dan drainase
c. Tonsilitis yang menimbulkan kejang demam
d. Tonsilitis yang membutuhkan biopsi untuk menentukan patologi anatomi

 Indikasi Relatif
a. Terjadi 3 episode atau lebih infeksi tonsil per tahun denganterapi antibiotik adekuat
b. Halitosis akibat tonsilitis kronik yang tidak membaikdengan pemberian terapi medis
c. Tonsilitis kronik atau berulang pada karier streptokokus yang tidak membaik dengan
pemberian antibiotik β-laktamaseresisten
d. Hipertrofi tonsil unilateral yang dicurigai merupakan suatukeganasan.

Obstruksi nasofaringeal dan orofaringeal yang berat sehingga boleh mengakibatkan


terjadinya gangguan apnea ketika tidur merupakan indikasi absolute untuk surgery. Pada kasus
yang ekstrim, obstructive sleep apneaini boleh menyebabkan hipoventilasi alveolar, hipertensi
pulmonal dan kardiopulmoner

Kontraindikasi Tonsilektomi
Terdapat beberapa keadaan yang disebutkan sebagai kontraindikasi, namun bila sebelumnya
dapat diatasi, operasi dapat dilaksanakan dengan tetap memperh itungkan imbang “manfaat dan
risiko”. Keadaan tersebut adalah:
1. Gangguan perdarahan
2. Risiko anestesi yang besar atau penyakit berat
3. Anemia
4. Infeksi akut yang berat
TeknikpemmeriksaanHipertrofiAdenoid
A. Direct
-. Transoralmelihatlangsungkenasofaringsetelahpalatummollediretraksi
-. Rinoskopi anterior FenomenaPalatumMolle (FPM)Negatif

B. Indirect
-. Rinoskopi posterior melihatnasofaringdariarahorofaring.
-. Nasofaringoskopipalpasijaritelunjuk di masukkankenasofaringdappatmeraba
adenoid yang membesar

C. X-ray
DAFTAR PUSTAKA

1. Ashae, R. 2005. http://www.kidsource.com/ASHA/otitis.html. What is Tonsilitis?


2. Gates, G.A. 2005. http://www.nidcd.nih.gov/health/hearing/otitism.asp. Journal of
3. Tonsilitis.
4. Ramsey, D.D. 2003. http://www.illionisuniv.com/infection/Midear.html. Tonsilitis
5. Rusmarjono dan Soepardi EA. Faringitis, Tonsilitis, dan Hipertrofi Adenoid. 2010. Buku
Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan Kepala & Leher. Edisi Keenam.
Cetakan ke-5. Balai Penerbit FKUI. Jakarta
6. Djaafar, Z. 2001. Kelainan Telingan Tengah. Buku Ajar Ilmu Penyakit Telinga,
Hidung dan Tenggorok. Edisi ke-5. Jakarta: 49-62
7. Robertson, J.S. 2004. http://www.emedicine.com/emerg/topic351.htm. Journal of
Tonsilitis.
8. Soepardi, Efiaty Arsyad. 2001. Beku ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok,
Kepala Leher. ed. 6. Jakarta : FKUI 2007.

Anda mungkin juga menyukai