Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tonsil palatina adalah suatu massa jaringan limfoid yang terletak di dalam fosa tonsil
pada kedua sudut orofaring, dan dibatasi oleh pilar anterior (otot palatoglosus) dan pilar
posterior (otot palatofaringeus). Bagian tonsil antara lain: fosa tonsil, kapsul tonsil, plika
triangularis. Tonsil berfungsi sebagai filter/penyaring organisme yang berbahaya. Bila
tonsil sudah tidak dapat menahan infeksi dari bakteri atau virus tersebut maka akan
timbul tonsilitis.
Tonsilitis adalah suatu proses inflamasi atau peradangan pada tonsil yang disebabkan
oleh virus ataupun bakteri. Tonsilitis akut adalah radang akut pada tonsil akibat infeksi
kuman terutama Streptokokus hemolitikus (50%) atau virus. Jenis Streptokokus meliputi
Streptokokus β hemolitikus, Streptokokus viridans dan Streptokokus piogenes. Bakteri
penyebab tonsilitis akut lainnya meliputi Stafilokokus Sp., Pneumokokus, dan Hemofilus
influenzae. Hemofilus influenzae menyebabkan tonsilitis akut supuratif.
Tonsilitis akut paling sering terjadi pada anak-anak, terutama berusia 5 tahun dan 10
tahun. Penyebarannya melalui droplet infection, yaitu alat makan dan makanan.

B. Tujuan
Untuk mengetahui bagaimana pengertian penyakit Tonsilitis dan bagaimana cara
penanganannya

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. ANATOMI DAN FISIOLOGI TONSIL


Tonsil terdiri dari jaringan limfoid yang dilapisi oleh epitel respiratori. Cincin Waldeyer
merupakan jaringan limfoid yang membentuk lingkaran di faring yang terdiri dari tonsil
palatina, tonsil faringeal (adenoid), tonsil lingual, dan tonsil tuba Eustachius.2

1. Tonsil Palatina
Tonsil palatina adalah suatu massa jaringan limfoid yang terletak di dalam fosa tonsil
pada kedua sudut orofaring, dan dibatasi oleh pilar anterior (otot palatoglosus) dan pilar
posterior (otot palatofaringeus). Tonsil berbentuk oval dengan panjang 2-5 cm, masing-
masing tonsil mempunyai 10-30 kriptus yang meluas ke dalam jaringan tonsil. Tonsil
tidak selalu mengisi seluruh fosa tonsilaris, daerah yang kosong diatasnya dikenal
sebagai fosa supratonsilar. Tonsil terletak di lateral orofaring. Dibatasi oleh:
 Lateral – muskulus konstriktor faring superior

 Anterior – muskulus palatoglosus

 Posterior – muskulus palatofaringeus

 Superior – palatum mole

 Inferior – tonsil lingual


Permukaan tonsil palatina ditutupi epitel berlapis gepeng yang juga melapisi
invaginasi atau kripti tonsila. Banyak limfanodulus terletak di bawah jaringan ikat

2
dan tersebar sepanjang kriptus. Limfonoduli terbenam di dalam stroma jaringan ikat
retikular dan jaringan limfatik difus. Limfonoduli merupakan bagian penting
mekanisme pertahanan tubuh yang tersebar di seluruh tubuh sepanjang jalur
pembuluh limfatik. Noduli sering saling menyatu dan umumnya memperlihatkan
pusat germinal

2. Fosa Tonsil
Fosa tonsil dibatasi oleh otot-otot orofaring, yaitu batas anterior adalah otot palatoglosus,
batas posterior adalah otot palatofaringeus dan batas lateral atau dinding luarnya adalah
otot konstriktor faring superior. Berlawanan dengan dinding otot yang tipis ini, pada
bagian luar dinding faring terdapat nervus ke IX yaitu nervus glosofaringeal.

3. Pendarahan
Tonsil mendapat pendarahan dari cabang-cabang arteri
karotis eksterna, yaitu 1) arteri maksilaris eksterna (arteri
fasialis) dengan cabangnya arteri tonsilaris dan arteri
palatina asenden; 2) arteri maksilaris interna dengan
cabangnya arteri palatina desenden; 3) arteri lingualis
dengan cabangnya arteri lingualis dorsal; 4) arteri faringeal
asenden. Kutub bawah tonsil bagian anterior diperdarahi
oleh arteri lingualis dorsal dan bagian posterior oleh arteri
palatina asenden, diantara kedua daerah tersebut
diperdarahi oleh arteri tonsilaris. Kutub atas tonsil diperdarahi oleh arteri faringeal asenden dan
arteri palatina desenden. Vena-vena dari tonsil membentuk pleksus yang bergabung dengan
pleksus dari faring. Aliran balik melalui pleksus vena di sekitar kapsul tonsil, vena lidah dan
pleksus faringeal
Aliran getah bening dari daerah tonsil akan menuju rangkaian getah bening servikal profunda
(deep jugular node) bagian superior di bawah muskulus sternokleidomastoideus, selanjutnya ke
kelenjar toraks dan akhirnya menuju duktus torasikus. Tonsil hanya mempunyai pembuluh getah
bening eferan sedangkan pembuluh getah bening aferen tidak ada

3
4. Persarafan
Tonsil bagian bawah mendapat sensasi dari cabang serabut saraf ke IX (nervus
glosofaringeal) dan juga dari cabang desenden lesser palatine nerves.

5. Imunologi Tonsil
Tonsil merupakan jaringan limfoid yang mengandung sel limfosit. Limfosit B membentuk
kira-kira 50-60% dari limfosit tonsilar. Sedangkan limfosit T pada tonsil adalah 40% dan 3%
lagi adalah sel plasma yang matang. Limfosit B berproliferasi di pusat germinal.
Immunoglobulin (IgG, IgA, IgM, IgD), komponen komplemen, interferon, lisozim dan
sitokin berakumulasi di jaringan tonsilar. Sel limfoid yang immunoreaktif pada tonsil
dijumpai pada 4 area yaitu epitel sel retikular, area ekstrafolikular, mantle zone pada folikel
limfoid dan pusat germinal pada folikel ilmfoid.
Tonsil merupakan organ limfatik sekunder yang diperlukan untuk diferensiasi dan proliferasi
limfosit yang sudah disensitisasi. Tonsil mempunyai 2 fungsi utama yaitu 1) menangkap dan
mengumpulkan bahan asing dengan efektif; 2) sebagai organ utama produksi antibodi dan
sensitisasi sel limfosit T dengan antigen spesifik.

6. Tonsil Faringeal (Adenoid)


Adenoid merupakan masa limfoid yang berlobus dan terdiri dari jaringan limfoid yang sama
dengan yang terdapat pada tonsil. Lobus atau segmen tersebut tersusun teratur seperti suatu
segmen terpisah dari sebuah ceruk dengan celah atau kantong diantaranya. Lobus ini tersusun
mengelilingi daerah yang lebih rendah di bagian tengah, dikenal sebagai bursa faringeus.
Adenoid tidak mempunyai kriptus. Adenoid terletak di dinding belakang nasofaring. Jaringan
adenoid di nasofaring terutama ditemukan pada dinding atas dan posterior, walaupun dapat
meluas ke fosa Rosenmuller dan orifisium tuba eustachius. Ukuran adenoid bervariasi pada
masing-masing anak. Pada umumnya adenoid akan mencapai ukuran maksimal antara usia 3-
7 tahun kemudian akan mengalami regresi.

4
7. Tonsil Lingual
Tonsil lingual terletak di dasar lidah dan dibagi menjadi dua oleh ligamentum
glosoepiglotika. Di garis tengah, di sebelah anterior massa ini terdapat foramen sekum pada
apeks, yaitu sudut yang terbentuk oleh papilla sirkumvalata

5
TONSILITIS AKUT

A. DEFINISI
Tonsilitis adalah peradangan tonsil palatina yang
merupakan bagian dari cincin Waldeyer. Penyebaran infeksi
melalui udara (air bone droplets), tangan dan ciuman. Dapat
terjadi pada semua umur, terutama pada anak. Tonsilitis akut
adalah peradangan pada tonsil yang masih bersifat ringan.1

B. ETIOLOGI
Penyebab tonsilitis bermacam – macam, diantaranya adalah yang tersebut dibawah ini
yaitu :
 Streptokokus beta hemolitikus
 Streptokokus viridans
 Streptokokus piogenes
 Virus influenza
Infeksi ini menular melalui kontak dari sekret hidung dan ludah ( droplet infections )

C. Patologi Tonsilitis Akut

Tonsil dibungkus oleh suatu kapsul yang sebagian besar berada pada fosa tonsil
yang terfiksasi oleh jaringan ikat longgar. Tonsil terdiri dari banyak jaringan limfoid
yang disebut folikel. Setiap folikel memiliki kanal (saluran) yang ujungnya bermuara
pada permukaan tonsil. Muara tersebut tampak oleh kita berupa lubang yang disebut
kripta. Saat folikel mengalami peradangan, tonsil akan membengkak dan membentuk
eksudat yang akan mengalir dalam saluran (kanal) lalu keluar dan mengisi kripta yang
terlihat sebagai kotoran putih atau bercak kuning. Kotoran ini disebut detritus. Detritus
sendiri terdiri atas kumpulan leukosit polimorfonuklear, bakteri yang mati dan epitel
tonsil yang terlepas. Tonsilitis akut dengan detritus yang jelas disebut tonsilitis
folikularis. Tonsilitis akut dengan detritus yang menyatu lalu membentuk kanal-kanal
disebut tonsilitis lakunaris.Detritus dapat melebar dan membentuk membran semu
(pseudomembran) yang menutupi tonsil. Adanya pseudomembran ini menjadi alasan

6
utama tonsilitis akut didiagnosa banding dengan angina Plaut Vincent, angina
agranulositosis, tonsilitis difteri, dan scarlet fever.

D. MANIFESTASI KLINIS
Tanda dan gejala tonsilitis akut adalah :
 faring hiperemis
 nyeri tenggorok
 edema faring
 nyeri telan
 pembesaran tonsil
 sulit menelan
 tonsil hiperemia
 demam
 mulut berbau
 mual, anoreksia
 otalgia ( sakit di telinga )
 kelenjar limfa leher membengkak
 malaise

E. PEMERIKSAAN FISIK
Pada pemeriksaan pada tonsil akan didapati tonsil hipertrofi, tetapi kadang-kadang atrofi,
hiperemi dan odema yang tidak jelas. Didapatkan detritus atau detritus baru tampak jika
tonsil ditekan dengan spatula lidah. Kelenjar leher dapat membesar tetapi tidak terdapat
nyeri tekan.1,2
Ukuran tonsil pada tonsilitis kronik dapat membesar (hipertrofi) atau atrofi. Pembesaran
tonsil dapat dinyatakan dalam ukuran T1 – T4. Cody& Thane (1993) membagi pembesaran
tonsil dalam ukuran berikut :
T1 = batas medial tonsil melewati pilar anterior
sampai ¼ jarak pilar anterior uvula
T2 = batas medial tonsil melewati ¼ jarak pilar
anterior-uvula sampai ½ jarak pilar anterior-uvula
T3 = batas medial tonsil melewati ½ jarak pilar
anterior-uvula sampai ¾ jarak pilar anterior-uvula
T4 = batas medial tonsil melewati ¾ jarak pilar
anterior-uvula atau lebih.

7
F. DIAGNOSIS
Penderita tonsilitis akut awalnya mengeluh rasa kering di tenggorok. Kemudian berubah
menjadi rasa nyeri di tenggorok dan rasa nyeri saat menelan. Makin lama rasa nyeri ini
semakin bertambah nyeri sehingga anak menjadi tidak mau makan. Nyeri hebat ini dapat
menyebar sebagai referred pain ke sendi-sendi dan telinga. Nyeri pada telinga (otalgia)
tersebut tersebar melalui nervus glossofaringeus (IX).
Keluhan lainnya berupa demam yang suhunya dapat sangat tinggi sampai menimbulkan
kejang pada bayi dan anak-anak. Rasa nyeri kepala, badan lesu dan nafsu makan berkurang
sering menyertai pasien tonsilitis akut. Suara pasien terdengar seperti orang yang mulutnya
penuh terisi makanan panas. Keadaan ini disebut plummy voice. Mulut berbau busuk (foetor
ex ore) dan ludah menumpuk dalam kavum oris akibat nyeri telan yang hebat (ptialismus).
Pemeriksaan tonsilitis akut ditemukan tonsil yang udem, hiperemis dan terdapat detritus
yang memenuhi permukaan tonsil baik berbentuk folikel, lakuna, atau pseudomembran.
Ismus fausium tampak menyempit. Palatum mole, arkus anterior dan arkus posterior juga
tampak udem dan hiperemis. Kelenjar submandibula yang terletak di belakang angulus
mandibula terlihat membesar dan ada nyeri tekan.Adapun tahapan menuju diagnosis
tonsilitis kronis adalah sebagai berikut: Anamnesa
Anamnesa ini merupakan hal yang sangat penting karena hampir 50% diagnosa
dapat ditegakkan dari anamnesa saja. Penderita sering datang dengan keluhan rasa sakit pada
tenggorok yang terus menerus, sakit waktu menelan, rasa mengganjal di tenggorok, nafas
bau, malaise, sakit pada sendi, kadang-kadang ada demam dan nyeri pada leher.
Pemeriksaan Fisik 
Tampak tonsil membesar dengan adanya hipertrofi dan jaringan parut,
permukaan tonsil tidak rata, kriptus melebar dan beberapa kripti terisi oleh
detritus. Sebagian kripta mengalami stenosis, tepi eksudat (purulent) dapat
diperlihatkan dari kripta-kripta tersebut. Gambaran klinis yang lain yang sering
adalah dari tonsil yang kecil, biasanya membuat lekukan, tepinya hiperemis dan
sejumlah kecil sekret purulen yang tipis terlihat pada kripta.

8
Pemeriksaan Penunjang
Dapat dilakukan kultur dan uji resistensi (sensitifitas) kuman dari sediaanapus tonsil. Biakan
swab sering menghasilkan beberapa macam kuman dengan derajat keganasan yang rendah,
seperti Streptococcus haemolitikus, Streptokokus viridans, Stafilokokus, atau Pneumokokus.

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk memperkuat diagnosa tonsilitis akut
adalah pemeriksaan laboratorium meliputi :
 Leukosit : terjadi peningkatan
 Hemoglobin : terjadi penurunan
 Usap tonsil untuk pemeriksaan kultur bakteri dan tes sensitifitas obat

H. KOMPLIKASI
Meskipun jarang, tonsilitis akut dapat menimbulkan komplikasi lokal yaitu abses peritonsil,
abses parafaring dan otitis media akut. Komplikasi lain yang bersifat sistemik dapat timbul
terutama oleh kuman Streptokokus beta hemolitikus berupa sepsis dan infeksinya dapat
tersebar ke organ lain seperti bronkus (bronkitis), ginjal (nefritis akut & glomerulonefritis
akut), jantung (miokarditis & endokarditis), sendi (artritis) dan vaskuler (plebitis).
Komplikasi yang dapat muncul bila tonsilitis akut tidak tertangani dengan baik adalah :3
1. tonsilitis kronis
2. otitis media

I. PENATALAKSANAAN
- Tonsilitis viral: istirahat, minum cukup, analgetika dan antivirus diberikan bila gejala
berat.
- Tonsilitis bakterial: antibiotika spektrum luas penisilin, eritromisin; antipiretik dan obat
kumur yang mengandung desinfektan.

9
BAB III

TINJAUAN KASUS

Nama Mahasiswa : Suci Aulianda

NIM : 21030518

Dokter Pembimbing : dr. Lukman Hakim Sp. THT

A. IDENTITAS PASIEN

Nama : Nn. N

Umur : 23 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Alamat : Angkasa 2, No: 10

Pendidikan : SMA

Pekerjaan : Wiraswasta

Agama : Islam

Status pernikahan : Belum menikah

Tanggal Masuk RS: 14 Februari 2022

B. ANAMNESIS

Diambil secara : autoanamnesis

Pada tanggal : 14 Februari 2022, Jam : 11.00 WIB

1. KELUHAN UTAMA:

10
Penderita datang ke poliklinik THT dengan keluhan rasa mengganjal di tenggorok dan
susah menelan yang dirasakan sejak 2 bulan yang lalu, rasa mengganjal di tenggorok
dirasakan terus menerus dan semakin berat sejak 2 minggu terakhir.

2. KELUHAN TAMBAHAN: batuk, pilek, hidung tersumbat, serak

3. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG

Sejak 3 bulan yang lalu penderita mengeluh batuk, pilek, hidung tersumbat,
demam, dan sakit kepala juga sering dirasakan. Keluhan hilang timbul. Sejak 2 bulan yang
lalu, rasa mengganjal di tenggorok dirasakan terus menerus dan semakin berat sejak 2
minggu terakhir. Penderita juga mengeluhkan rasa sakit di tenggorok, nyeri menelan baik
makanan padat maupun cair, rasa kering, dan gatal pada tenggorokan, batuk, pilek dan
demam yang dirasakan OS terutama ketika serangan. Sejak 1 bulan yang lalu keluhan
gangguan suara/suara serak, sukar membuka mulut, sesak nafas oleh penderita. Penderita
juga mengeluhkan saat tidur mendengkur (ngorok), rasa tercekik saat tidur dan terbangun
tiba-tiba karena sesak nafas, kadang dirasakan OS selama 2 minggu terakhir.

Dalam 3 bulan ini, keluhan-keluhan yang dirasakan saat serangan tersebut


dirasakan terutama setelah Penderita mengkonsumsi gorengan, makanan pedas atau
minuman dingin dan terkadang keluhan tersebut akan hilang sendiri tanpa pengobatan.
Riwayat merokok disangkal oleh OS.

Sakit didaerah wajah dan rasa adanya cairan yang mengalir di tenggorokan
disangkal oleh OS. Keluhan nyeri pada telinga, telingga terasa mendengung dan rasa penuh
di telinga disangkal oleh OS. Keluhan jantung berdebar serta nyeri persendian tidak ada.
Keluhan sakit gigi dan gigi berlobang juga disangkal. Mata merah, mata berair, gatal-gatal
dan kemerahan di kulit juga disangkal oleh OS.

4. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU DAN PENGOBATAN

- OS mengeluhkan penyakit/keluhan yang sama sejak 3 bulan yang lalu, yang dirasakan
hilang timbul.

11
- Sebelumnya penderita belum mengobati keluhan-keluhan tersebut ke dokter maupun ke
bidan. Hanya obat beli di warung saja, yaitu obat penurun panas dan obat batuk.
- Riwayat penyakit hipertensi, kencing manis dan asthma disangkal oleh OS.
- Riwayat alergi obat, makanan, debu/ udara dingin disangkal oleh OS.
- Riwayat dirawat di RS, operasi THT 3 bulan yang lalu karena keluar carian putih kental
dari telinga kiri. Sebelumnya di beri obat tetes dan antibiotik.

C. PEMERIKSAAN FISIK
I. KEADAAN UMUM
Status generalis
Kesadaran : Compos mentis
Tensi : 120/80 mmHg
Nadi : 86x/menit
Suhu : 36.9˚C
Pernapasan : 20x/menit
Berat badan : 50 kg

Keadaan Spesifik
Kepala : Bulat, simetris, rambut hitam, lurus, tidak mudah dicabut
Mata : konjungtiva anemis tidak ada, sklera tidak ikterik, lagoftalmus
tidak ada,
Telinga : Megalobus tidak ada, lihat status lokalis
Hidung : Mukosa hidung tidak hiperemis, sekret tidak ada
Mulut : Bibir dan mukosa tidak ada kelainan.
Tenggorokan : Faring tidak hiperemis.
- Leher : Tidak ada pembesaran KGB
- Thoraks
Inspeksi : Simetris, retraksi dinding dada tidak ada
Palpasi : Thrill tidak teraba
Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru
Auskultasi : Vesikuler pada kedua lapangan paru, wheezing dan ronkhi tidak
ada. BJ I/II normal, tidak ada bising jantung.

12
- Abdomen
Inspeksi : Datar
Palpasi : Lemas, nyeri tekan tidak ada, hepar lien tidak teraba
Perkusi : Tympani
Auskultasi : Bising usus normal

- Ekstremitas superior dextra et sinistra : acral hangat


- Extremitas Inferior dextra et sinistra : acral hangat

II. STATUS LOKALIS


- TELINGA

Kanan Kiri
Bentuk Daun Telinga Normal Normal
Deformitas (-) Deformitas (-)
Kelainan Congenital Tidak ada Tidak ada
Radang, Tumor Tidak ada Tidak ada
Nyeri Tekan Tragus Tidak ada Tidak ada
Penarikan Daun Telinga Tidak ada Tidak ada
Kelainan pre-, infra-, Tidak ada Tidak ada
retroaurikuler
Regio Mastoid Tidak ada kelaianan Tidak ada kelaianan
Liang Telinga CAE lapang, serumen CAE lapang, serumen
tidak ada tidak ada
Membran Timpani MT intak, hiperemis (-), MT intak, hiperemis (-),
edema (-), refleks cahaya edema (-), refleks cahaya
(+) jam 5 (+) jam 7

- HIDUNG DAN SINUS PARANASAL


 Bentuk : Normal, tidak ada deformitas
 Tanda peradangan : Hiperemis (-), Panas (-), Nyeri (-), Bengkak (-)

13
 Vestibulum : Hiperemis -/-, sekret -/-
 Cavum nasi : Lapang +/+, edema -/-, hiperemis -/-
 Konka inferior : Eutrofi/eutrofi
 Meatus nasi inferior : Eutrofi/eutrofi
 Konka medius : Eutrofi/eutrofi
 Meatus nasi medius : Sekret +/+
 Septum nasi : Deviasi -/-
 Pasase udara : Hambatan -/-
 Daerah sinus frontalis : Tidak ada kelainan, nyeri tekan (-)

 Daerah sinus maksilaris : Tidak ada kelainan, nyeri tekan (-)


- RHINOPHARYNX (RHINOSKOPI POSTERIOR) ---- Tidak dilakukan pemeriksaan
 Koana :-
 Septum nasi :-
 Muara tuba eustachius :-
 Torus tubarius :-
 Konka inferior dan media :-
 Dinding posterior :-

- TENGGOROK

PHARYNX

 Dinding pharynx : merah muda, hiperemis (-), granular (-)


 Arkus pharynx : simetris, hiperemis (-), edema (-)
 Tonsil :
- T2B/T2B
- hiperemis +/+
- permukaan mukosa tidak rata/ granular +/+
- Kripta melebar +/+
- Detritus +/+

14
- Perlengketan -/-
 Uvula : letak di tengah, hiperemis (-)
 Gigi : gigi geligi lengkap,caries (-)
 Lain-lain : radang ginggiva (-),mukosa pharynx tenang,post nasal drip (-)

- LEHER
 Kelenjar limfe submandibula : tidak teraba membesar
 Kelenjar limfe servikal : tidak teraba membesar

D. RESUME

Dari anamnesis didapatkan :

OS, perempuan, 23 tahun datang ke poliklinik THT RS Muhammadiyah Palembang


dengan keluhan rasa mengganjal di tenggorok dan susah menelan yang dirasakan sejak 2
bulan yang lalu, rasa mengganjal di tenggorok dirasakan terus menerus dan semakin berat
sejak 2 minggu terakhir. Sejak 3 bulan yang lalu penderita mengeluh batuk, pilek, hidung
tersumbat, demam, dan sakit kepala juga sering dirasakan. Keluhan hilang timbul. Sejak 2
bulan yang lalu, rasa mengganjal di tenggorok dirasakan terus menerus dan semakin berat
sejak 2 minggu terakhir. Penderita juga mengeluhkan rasa sakit di tenggorok, nyeri menelan
baik makanan padat maupun cair, rasa kering, dan gatal pada tenggorokan, batuk, pilek dan
demam yang dirasakan OS terutama ketika serangan. Sejak 1 bulan yang lalu keluhan
gangguan suara/suara serak, sukar membuka mulut, sesak nafas oleh penderita. Penderita
juga mengeluhkan saat tidur mendengkur (ngorok), rasa tercekik saat tidur dan terbangun
tiba-tiba karena sesak nafas, kadang dirasakan OS selama 2 minggu terakhir.

Dalam 3 bulan ini, keluhan-keluhan yang dirasakan saat serangan tersebut dirasakan
terutama setelah Penderita mengkonsumsi gorengan, makanan pedas atau minuman dingin
dan terkadang keluhan tersebut akan hilang sendiri tanpa pengobatan. Riwayat merokok
disangkal oleh OS.

Sakit didaerah wajah dan rasa adanya cairan yang mengalir di tenggorokan disangkal
oleh OS. Keluhan nyeri pada telinga, telingga terasa mendengung dan rasa penuh di telinga

15
disangkal oleh OS. Keluhan jantung berdebar serta nyeri persendian tidak ada. Keluhan sakit
gigi dan gigi berlobang juga disangkal. Mata merah, mata berair, gatal-gatal dan kemerahan
di kulit juga disangkal oleh OS.

Dari pemeriksaan fisik ditemukan :

Pada pemeriksaan tenggorok didapatkan:

- tonsil hipertrofi dengan ukuran T2B/T2B


- tonsil hiperemis +/+
- permukaan mukosa tidak rata/ granular +/+
- Kripta melebar +/+
- Detritus +/+

E. DIAGNOSIS BANDING
- Tonsilitis Akut hipertrofi
- Tonsilofaringitis

F. DIAGNOSIS KERJA

Tonsilitis Akut Hipertrofi

Dasar diagnosis:

Diagnosis kerja tonsilitis akut hipertrofi diambil berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan
fisik yang didapatkan pada OS.

Anamnesis:

- Rasa mengganjal di tenggorok yg dirasakan akibat tonsil yang membesar


- Selama 3 bulan terakhir OS telah mengalami keluhan-keluhan peradangan tonsil, yang hilang
timbul. Keluhan:
 rasa sakit di tenggorok
 nyeri menelan
 rasa gatal di tenggorokan

16
 kadang disertai batuk pilek dan demam

Tonsilotis Akut: peradangan tonsil kurang dari 3 bulan,dan baru pertama kali dialami.

- Riwayat kebiasaan: OS suka mengkonsumsi gorengan, makanan pedas dan minuman dingin
(menjadi faktor predisposisi timbulnya tonsilitis)
- Dengan keluhan yang lain, riwayat ke dokter spesialis THT, di diagnosis sakit infeksti telinga,
diberikan antibiotik namun OS tidak teraktur meminumnya terapi Otitis media akut.
Kemudian dilakukan operasi miringotomi  Sembuh. 2 bulan berikutnya datang keluhan
tonsilitis.

Pemeriksaan fisik tenggorok:

- tonsil T2B/T2B
- hiperemis +/+
- permukaan mukosa tidak rata +/+
- Kripta melebar +/+, detritus +/+

G. USULAN PEMERIKSAAN PENUNJANG


 Pemeriksaan darah lab rutin.
 Pemeriksaan laboratorium berupa kultur dan uji resistensi kuman dari sediaan apusan
tonsil untuk mengetahui kuman penyebab.

H. PENATALAKSANAAN
Non Medikamentosa :
1. Edukasi pasien mengenai penyakit yang diderita
2. Jangan minum air es, makan berminyak dan bersantan
3. Banyak istirahat
4. Sarankan agar sering kontrol ke dokter THT
Medikamentosa:
1. Antibiotik 2x100 mg, selama 7-10 hari
2. Anti inflamasi 3x2 mg selama 5 hari
3. Analgetik 3x500 mg selama 5 hari

17
4. Obat kumur desinfektan

I. PROGNOSIS
Ad Vitam : ad bonam
Ad Fungsionam : ad bonam

18
BAB IV
KESIMPULAN

A. Kesimpulan
Tonsil palatina adalah suatu massa jaringan limfoid yang terletak di dalam fosa tonsil
pada kedua sudut orofaring, dan dibatasi oleh pilar anterior (otot palatoglosus) dan pilar
posterior (otot palatofaringeus). Bagian tonsil antara lain: fosa tonsil, kapsul tonsil, plika
triangularis. Tonsil berfungsi sebagai filter/penyaring organisme yang berbahaya. Bila
tonsil sudah tidak dapat menahan infeksi dari bakteri atau virus tersebut maka akan
timbul tonsilitis.
Tonsilitis adalah suatu proses inflamasi atau peradangan pada tonsil yang disebabkan
oleh virus ataupun bakteri. Tonsilitis kronis adalah peradangan kronis tonsil lebih dari 3
bulan, setelah serangan akut yang terjadi berulang-ulang. Pada umumnya penderita sering
mengeluh oleh karena serangan tonsilitis akut yang berulang ulang, adanya rasa sakit
(nyeri) yang terus-menerus pada tenggorokan (odinofagi), nyeri waktu menelan atau ada
sesuatu yang mengganjal di kerongkongan bila menelan, terasa kering dan pernafasan
berbau. Pada pemeriksaan fisik tampak tonsil membesar dengan adanya hipertrofi
dan jaringan parut, permukaan tonsil tidak rata, kriptus melebar dan beberapa
kripti terisi oleh detritus.
Terapi pada tonsilitis kronis, berupa terapi lokal, ditujukan pada higiene
mulut dengan menggunakan obat kumur. Dapat juga dilakukan tindakan operasi
tonsilektomi sesuai dengan indikasinya.

B. Saran
Peran perawat sebagai pendidik yaitu memberikan pendidikan kesehatan kepada pasien sudah
baik, mulai dari penerimaan pasien di bangsal hingga penyampaian discharge planning.
System pendokumentasian juga sudah baik sehingga diharap untuk mempertahankan kondisi
yang ada.

19
DAFTAR PUSTAKA

1. Soepardi.E.A,et all. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala


Leher. 6th ed. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2018. pg:212-25.
2. Adams.G.L, Boies.L.R, Higler. P.A.  Boies Buku Ajar Penyakit THT. 6th ed. Penyakit-
penyakit Nasofaring dan Orofaring. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 1997.
pg: 330-44.
3. Caparas.M.B, Lim.M.G. Basic Otolaryngology. Publication of comittee of the college of
Medicine: University of the Philippines. 1998. pg: 149-59.

4. Robertson, J.S. 2004. Journal of Tonsilitis.  Available at: http://www.emedicine.com.


Accessed on: April 2012.

5. Ramsey, D.D. 2003.. Tonsilitis. Available at: http://www.illionisuniv.com. Accesed on:


April 2012

6. Lee, K.J. MD. Essential Otolaryngology Head & Neck Surgery. 2003. McGraw-Hill.

7. Jackson C. Disease of the nose, throat and ear. 2 nd ed. Philadelphia: WB Sunders Co.
1959. pg: 239-59.

20

Anda mungkin juga menyukai