Anda di halaman 1dari 18

REFARAT

Tonsilitis

PEMBIMBING :
Dr. Frita Oktaviani, Sp. THT-KL

Dibuat oleh :
Bella Mesantika
2015730019

RSUD SEKARWANGI
Jl. Nasional III No.123, Cibadak, Sukabumi, Jawa Barat 43351

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA


Fakultas Kedokteran Dan Kesehat
PENDAHULUAN

Tonsil atau yang dikalangan masyarakat awam disebut dengan istilah


amandel adalah bagian dari sistem pertahanan tubuh manusia karena terdapat
jaringan limfoid. Tonsil memiliki letak yang strategis untuk mencegah
mikroorganisme masuk ke dalam tubuh manusia baik melalui inhalasi, tangan,
maupun ciuman. Jika terjadi infeksi, tonsil akan berubah menjadi berwarna
kemerahan dan terjadi pembesaran pada jaingan limfoid.

Tonsillitis sendiri merupakan inflamasi pada tonsil palatine yang bisa


disebabkan oleh infeksi baik virus maupun bakteri. Selain dari bakteri maupun
virus, perilaku yang disebabkan oleh manusia sendiri, seperti kebiasaan pola
hidup yang kurang sehat, yaitu kurangnya menjaga kebersihan mulut, tidak
terbiasa mencuci tangan sebelum makan, atau mengkonsumsi makanan yang
kurang bergizi. Saat bakteri ataupun virus masuk ke dalam tubuh melalui hidung
ataupun mulut. Tonsil berfungsi sebagai filter atau penyaring yang akan
menyelimuti organisme yang berbahaya. Hal ini akan memicu sistem kekebalan
tubuh untuk membentuk antibodi terhadap infeksi yang akan datang. Apabila
tonsil sudah tidak dapat menahan infeksi dari bakteri ataupun virus, maka akan
timbul keadaan yang disebut tonsillitis. Dalam beberapa kasus ditemukan tiga
macam tonsillitis, yaitu tonsillitis akut, tonsillitis membranosa, dan tonsillitis
kronik.

BAB II

1
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 EMBRIOLOGI TONSIL


Pembentukan tonsil berasal dari proliferasi sel-sel epitel yang
melapisi kantong faringeal kedua. Perluasan ke lateral dari kantong faringeal
kedua diserap dan bagian dorsal menetap kemudian menjadi epitel tonsil. Pilar
tonsil dibentuk dari arkus brakial kedua dan ketiga. Secara nyata
perkembangan tonsil terlihat pada usia 14 minggu kehamilan dengan
terjadinya infiltrasi sel-sel limfatik ke dalam mesenkim di bawah mukosa yang
dibentuk di dalam fossa tonsil. Pembentukan kripta tonsil terjadi pada 12-18
minggu usia kehamilan. Kapsul dan jaringan ikat lain tonsil terbentuk pada
usia kehamilan 20 minggu yang dengan demikian terbentuklah massa jaringan
tonsil.

Gambar 1. Embriologi Tonsil


2.2 ANATOMI TONSIL
Tonsil adalah massa yang terdiri dari jaringan limfoid yang dilapisi oleh
epitel respiratori dan ditunjang oleh jaringan ikat dengan kriptus di dalamnya.
Terdapat empat macam tonsil yaitu, tonsil palatina, tonsil faringeal (adenoid),
tonsil lingual, dan tonsil tuba esutachius yang semuanya membentuk lingkaran
yang disebut cincin Waldeyer. Pada bagian nasofaring terdapat tonsila faringealis,
sedangkan pada bagian orofaring terdapat tonsila lingualis dan tonsila palatina.

2
Cincin Waldeyer ini merupakan pertahanan terhadap infeksi. Tonsil dan
adenoid merupakan bagian terpenting dari cincin Waldeyer. Adenoid akan
mengalami regresi pada usia pubertas. Bagian anterior tonsil dibatasi oleh pilar
anterior yang dibentuk otot palatoglossus, posterior oleh pilar posterior dibentuk
otot palatofaringeus, bagian medial oleh ruang orofaring, bagian lateral dibatasi
oleh otot konstriktor faring superior, bagian superior oleh palatum mole, bagian
inferior oleh tonsil lingual. Permukaan lateral tonsil ditutupi oleh jaringan alveolar
yang tipis dari fasia faringeal dan permukaan bebas tonsil ditutupi oleh epitel yang
meluas ke dalam tonsil membentuk kantong yang dikenal dengan kripta. Kripta
pada tonsil ini berkisar antara 10-30 buah. Epitel kripta tonsil merupakan lapisan
membrane tipis yang bersifat semipermiabel, sehingga epitel ini berfungsi sebagai
akses antigen baik dari pernafasan maupun pencernaan untuk masuk ke dalam
tonsil. Pembengkakan tonsil akan mengakibatkan kripta ikut tertarik sehingga
semakin panjang. Inflamasi dan epitel kripta yang semakin longgar akibat
peradangan kronis dan obstruksi kripta mengakibatkan debris dan antigentertahan
di dalam kripta tonsil.

Gambar 2. Anatomi Tonsil

3
Gambar 3. Cincin Waldeyer
TONSILA PALATINA
Tonsil palatina adalah suatu massa jaringan limfoid yang terletak di dalam
fosa tonsil pada kedua sudut orofaring dan dibatasi oleh pilar anterior (otot
palatoglossus) dan pilar posterior (otot palatofaringeus). Tonsil berbentuk oval
dengan panjang 2-5 cm, dimana masing-masing tonsil mempunyai 10-30 kriptus
yang meluas ke dalam jaringan tonsil. Tonsil tidak selalu mengisi seluruh fosa
tonsilaris, daerah yang kosong diatasnya dikenal sebagai fosa supratonsilar.

Gambar 4. Tonsil Palatina

4
TONSILA LINGUALIS
Tonsila lingualis adalah kumpulan folikel limfe pada dasar jalur orofaring,
pada akar lidah. Bagian dasar dari orofaring dibentuk oleh segitiga posterior lidah
(yang hampir vertikal) dan celah antara lidah serta permukaan anterior epiglotis.
Membran mukosa yang meliputi sepertiga posterior lidah berbentuk irreguler,
yang disebabkan oleh adanya jaringan limfoid dibawahnya, disebut tonsila
lingualis.

Gambar 5 Tonsil Lingualis

TONSILA ADENOID

Tonsila pharyngealis terletak di bagian atas nasofaring. Bagian atas


nasofaring dibentuk oleh corpus ossis sphenoidalis dan pars basilaris os.
occipitalis. Kumpulan jaringan limfoid yang disebut tonsila faringealis, terdapat di
dalam submukosa daerah ini (Snell, 2006). Tonsila pharyngealis disebut juga
adenoid tonsil.

5
Tonsil mendapat pendarahan dari cabang-cabang arteri karotis eksterna
melalui cabang-cabangnya, yaitu :
1. Arteri maksilaris eksterna (arteri fasialis) dengan cabangnya arteri
tonsilaris dan arteri palatina asenden.
2. Arteri maksilaris interna dengan cabangnya arteri palatine desenden.
3. Arteri lingualis dengan cabangnya arteri lingualis dorsal.
4. Arteri faringeal asenden.
Sumber perdarahan daerah kutub bawah tonsil:
 Anterior : Arteri lingualis dorsal.
 Posterior : Arteri palatina asenden.
 Diantara keduanya : Arteri tonsilaris.
Sumber perdarahan daerah kutub atas tonsil:
 Arteri faringeal asenden
 Arteri palatina desenden.
Arteri tonsilaris berjalan ke atas pada bagian luar otot konstriktor superior
dan memberikan cabang untuk tonsil dan palatum mole. Arteri palatina asenden,
mengirimkan cabang-cabangnya melalui otot konstriktor faring posterior menuju
tonsil. Arteri faringeal asenden juga memberikan cabangnya ke tonsil melalui
bagian luar otot konstriktor faring superior. Arteri lingualis dorsal naik ke pangkal
lidah dan mengirim cabangnya ke tonsil, plika anterior dan plika posterior. Arteri
palatine desenden atau a. palatina posterior memberi perdarahan tonsil dan
palatum mole dari atas dan membentuk anastomosis dengan a. palatina asenden.
Vena-vena dari tonsil membentuk pleksus yang bergabung dengan pleksus dari
faring. Aliran getah bening dari daerah tonsil mengalir menuju rangkaian getah
bening servikal profunda (deep jugular node) bagian superior di bawah otot
sternokleidomastoideus. Aliran ini selanjutnya ke kelenjar toraks dan berakhir
menuju duktus torasikus. Tonsil hanya mempunyai pembuluh getah bening eferan
dan tidak memiliki pembuluh getah bening aferen. Persarafan tonsil bagian atas
mendapat sensasi dari serabut saraf ke V melalui ganglion sfenopalatina dan
bagian bawah dari saraf glosofaringeus.

6
2.3 FISIOLOGI TONSIL
Tonsil merupakan salah satu organ limfatik selain limpa, kelenjar getah
bening, dan usus buntu. Seluruh organ sekunder tersebut terletak dimana limfosit
berkumpul dan berikatan dengan antigen, kemudian akan berproliferasi dan secara
aktif melawan kuman. Tonsil berbentuk cincin yang berguna sebagai pelindung
diantara rongga mulut dan faring, karena lokasinya tersebut tonsil merupakan
pelindung pertama dari mikroorganisme yang masuk melalui hidung dan mulut.
Pada tonsil terdapat sel B dan sel T sebagai sistem imun. Sel B dan sel T tersebut
dipersiapan untuk memberikan perlawanan terhadap antigen yang masuk ke dalam
jaringan dan cairan tubuh
2.4 HISTOLOGI TONSIL
Secara mikroskopis tonsil memiliki tiga komponen, yaitu jarigan ikat,
jaringan interfolikuler, dan jaringan germinativum. Jaringan ikat berupa trabekula
berfungsi sebagai penyokong tonsil. Trabekula merupakan perluasan kapsul tonsil
ke parenkim tonsil. Jaringan ini mengandung pembuluh darah, syaraf, dan saluran
limfatik. Permukaan bebas tonsil ditutupi oleh epitel stratified squamous.
Jaringan germinativum terletak di bagian tengah jaringan tonsil. Jaringan
ini merupakan sel induk pembentukkan sel-sel limfoid. Jaringan interfolikel terdiri
dari jaringan limfoid dalam berbagai tingkat pertumbuhan.

Gambar 6. Histologi Tonsil(1)

7
Gambar 7. Histologi Tonsil(2)
2.5 SISTEM IMUN TONSIL
Pada tonsil terdapat system imun kompleks yang terdiri atas sel M,
makrofag, sel dendrit, dan APC yang berperan dalam proses transportasi antigen
ke sel limfosit sehingga terjadi sintesis immunoglobulin spesifik. Terdapat juga
limfosit B dan limfosit T.
Tonsil merupakan organ limfatik sekunder yang diperlukan untuk
diferensiasi dan proliferasi limfosit yang sudah disensitisasi. Tonsil mempunyai
dua fungsi, yaitu menangkap dan mengumpulkan benda asing dengan efektif,
serta sebagai organ utama produksi antibody yang dihasilkan oleh sel plasma yang
berasal dari diferensiasi limfosit B.
Limfosit terbanyak ditemukan dalam tonsil adalah limfosit B. Bersama-
sama dengan adenoid limfosit B berkisar 50-65% dari seluruh limfosit pada kedua
organ tersebut. Limfosit T berkisar 40% dari seluruh limfosit tonsil dan adenoid.
Tonsil berfungsi mematangkan sel limfosit B dan kemudian menyebarkan sel
limfosit terstimulus menuju mukosa dan kelenjar sekretori di seluruh tubuh.
Antigen dari luar, kontak dengan permukaan tonsil akan diikat dan dibawa sel
mukosa ( sel M ), antigen presenting cells (APCs), sel makrofag dan sel dendrit
yang terdapat pada tonsil ke sel Th di sentrum germinativum. Kemudian sel Th ini
akan melepaskan mediator yang akan merangsang sel B. Sel B membentuk

8
imunoglobulin (Ig)M pentamer diikuti oleh pembentukan IgG dan IgA. Sebagian
sel B menjadi sel memori. Imunoglobulin (Ig)G dan IgA secara fasif akan
berdifusi ke lumen. Bila rangsangan antigen rendah akan dihancurkan oleh
makrofag. Bila konsentrasi antigen tinggi akan menimbulkan respon proliferasi
sel B pada sentrum germinativum sehingga tersensititasi terhadap antigen,
mengakibatkan terjadinya hiperplasia struktur seluler. Regulasi respon imun
merupakan fungsi limfosit T yang akan mengontrol proliferasi sel dan
pembentukan imunoglobulin. Aktivitas tonsil paling maksimal antara umur 4
sampai 10 tahun. Tonsil mulai mengalami involusi pada saat puberitas, sehingga
produksi sel B menurun dan rasio sel T terhadap sel B relatif meningkat. Pada
tonsilitis yang berulang dan inflamasi, pada epitel kripta retikuler terjadi
perubahan dari epitel squamous stratified yang mengakibatkan rusaknya aktifitas
sel imun dan menurunkan fungsi transport antigen. Perubahan ini menurunkan
aktifitas lokal sistem sel B, serta menurunkan produksi antibodi. Kepadatan sel B
pada sentrum germinativum juga berkurang.
2.6 UKURAN TONSIL
Brodsky Grading System :
 T0 = Tonsil sudah diangkat (Post-Tonsilektomi)
 T1 = Tonsil masih dalam fossa tonsilaris
 T2 = Tonsil sudah melewati arkus posterior namun belum
melewati linea paramediana
 T3 = Tonsil sudah melewati linea paramediana hingga
mencapai linea mediana (pertengahan uvula)
 T4 = Tonsil melewati linea mediana (uvula)

9
Gambar 8. Brodsky Grading System

2.7 TONSILITIS
Tonsilitis merupakan peradangan pada tonsil palatine yang merupakan
bagian dari cincin Waldeyer yang terdiri atas susunan kelenjar limfa yang terdapat
di dalam rongga mulut, yaitu tonsil faringeal, tonsil palatine, tonsil lingual, dan
tonsil tuba Eustachius. Tonsillitis dapat mengenai seseorang melewati udara,
tangan, ataupun ciuman dan dapat terjadi pada semua usia.

Berdasarkan waktunya, tonsillitis dibagi menjadi dua, yaitu tonsillitis akut


dan tonsillitis kronik.

Tonsillitis akut sendiri dibagi menjadi dua berdasarkan etiologinya, yaitu :

 Tonsilitis Viral

Gejalanya lebih menyerupai common cold, seperti demam yang


disertai rasa nyeri tenggorok. Virus yang paling sering menginfeksi
adalah virus Epstein Barr. Pada pemeriksaan rongga mulut dapat
terlihat luka kecil pada palatum dan tonsil yang nyeri dirasakan
oleh pasien. Pada kasus ini, keadaan pasien akan membaik dengan
sendirinya (self limiting disease), dimana disini pasien harus

10
banyak istirahat, minum cukup, dan dapat juga diberikan
analgetika juga antivirus jika gejala memberat.

 Tonsilitis Bakterial

Peradangan akut pada tonsil disini dapat disebabkan karena kuman


grup A Streptococcus beta hemolyticus. Gejala yang dikeluhkan
pasien dapat berupa nyeri tenggorok dan nyeri waktu menelan,
demam dengan suhu tinggi, rasa lesu, nyeri di telinga (otalgia),
nyeri pada sendi, dan tidak nafsu makan. Berbeda dengan tonsillitis
viral, dari hasil pemeriksaan pada tonsillitis bakteri ini ditemukan
tonsil yang membengak, hiperemis, dan terdapat detritus berbentuk
folikel, lacuna, atau tertutup oleh membrane semu. Dapat
ditemukan juga adanya pembengkakan dan nyeri tekan pada
kelenjar sub-mandibula. Pada tonsillitis bakteri ini, pasien dapat
kita beri antibiotik spektrum luas, seperti eritromycin, lalu bisa
diberi anti-piretik dan obat kumur yang mengandung desinfektan.

Selain itu, ada juga tonsillitis membranosa dimana penyakit yang


termasuk dalam golongan ini ialah :

 Tonsillitis difteri

Penyebab dari penyakit ini adalah Corynebacterium diphteriae.


Penyakit ini sering ditemukan pada anak berusia kurang dari 10
tahun, walaupun pada orang dewasa masih mungkin menderita
penyakit ini. Gejala pada tonsiltis difteri dibagi menjadi tiga, yaitu:

o Gejala umum (subfebris, nyeri kepala, tidak nafsu makan,


badan lemah, nadi lambat, dan nyeri menelan),

o Gejala lokal (tonsil membengkak ditutupi bercak putih


kotor dan semakin meluas sehingga dapat menyebabkan
sumbatan saluran napas, membrane yang sangat melekat

11
erat pada dasarnya sehingga mudah berdarah bila diangkat ,
kelenjar limfe membengkak besar (bull neck/
Burgemeester`s hals).

o Gejala akibat eksotoksin ( miokarditis sampai


decompensatio cordis, kelumpuhan otot palatum dan otot
pernafasan, dan albuminuria)

Diagnosis dari penyakit ini ditegakkan berdasarkan gambaran


klinik dan pemeriksaan preparat langsung kuman yang diambil dari
permukaan bawah membrane semu dan didapatkan positif
Corynebacterium diphteriae. Pasien yang menderita penyakit ini
harus diisolasi dan segera diberi ADS dengan dosis 20.000-100.000
unit tanpa menunggu hasil kultur. Selain itu diberikan juga
antibiotik penicillin atau eritomyicin, kortikosteroid, dan antipiretik
untuk simtomatis.

 Tonsillitis septik

Penyebab dari tonsillitis septik ini ialah Streptococcus hemolyticus


yang biasanya terdapat dalam susu sapi. Tonsillitis septik ini jarang
ditemukan di Indonesia karena susu sapi sudah dimasak dahulu
dengan cara pasteurisasi.

 Angina Plaut Vincent

Disebut juga dengan stomatitis ulsero membranosa. Penyebab


penyakit ini ialah bakteri Spirochaeta atau Triponema yang
terdapat pada pasien dengan oral hygiene yang kurang dan
defisiensi vitamin c.

12
 Penyakit Kelainan Darah

o Leukimia Akut

Keluhan yang paling sering ditemukan berupa epistaksis,


perdarahan di mukosa mulut, gusi, dan di bawah kulit,
sehingga tampak bercak kebiruan. Keluhan lain yang
dirasakan oleh pasien yaitu rasa nyeri yang hebat di
tenggorok. Pada pemeriksaan ditemukan tonsil yang
membengkak dan ditutupi oleh membrane semu, namun
tidak hiperemis.

o Angina Agranulositosis

Disebabkan karena keracunan obat dari golongan


amidopirin, sulfa, dan arsen. Pada pemeriksaan dapat
ditemukan ulkus di mukosa mulut dan faring, serta di
sekitar ulkus tampak gejala radang. Ulkus juga dapat
ditemukan di genitalia dan saluran cerna.

o Infeksi Mononukleosis

Pada penyakit ini terjadi tonsilo faringitis ulsero


membranosa bilateral. Pada pemeriksaan ditemukan
membrane semu menutupi ulkus. yang mudah diangkat
tanpa menimbulkan perdarahan, pembesaran kelenjar limfe
leher, ketiak, dan regioinguinal. Gambaran khas pada
penyakit ini yaitu leukosit mononukleus dalam jumlah
besar.

13
Gambar 9. Tonsillitis

Tonsillitis Kronik
Tonsilitis kronis adalah peradangan tonsil yang menetap sebagai akibat
infeksi akut atau subklinis yang berulang. Rangsangan yang menahun dari rokok,
beberapa jenis makanan, hygiene mulut yang buruk, pengaruh cuaca, kelelahan
fisik, dan pengobatan tonslitis akut yang tidak adekuat merupakan faktor
predisposisi timbulnya tonsillitis kronik. Gejala klinis dari tonsilitis kronis
didahului gejala tonsilitis akut seperti nyeri tenggorok yang tidak hilang sempurna
dan nyeri menelan yang dirasakan lebih dari 4 minggu dan kadang dapat menetap.
Rasa ada yang mengganjal di tenggorok, rasa kering di tenggorok, dan nafas
berbau juga sering dikeluhan oleh pasien. Pembesaran tonsil dapat mengakibatkan
terjadinya obstruksi sehingga timbul gangguan menelan, obstruksi sleep apnue
dan gangguan suara.
Pada pemeriksaan tampak tonsil membesar dengan permukaan yang tidak
rata, kripta melebar dimana beberapa kripta terisi oleh detritus. Pada pasien
dengan tonsillitis kronik dapat kita berikan terapi lokal yang ditujukan pada
hygiene mulut dengan berkumur atau obat isap. Bisa juga pasien kita operasi yang
disebut tonsilektomi apabila terdapat indikasi.

14
2.8 HIPERTROFI ADENOID
Secara fisiologis adenoid akan membesar saat usia 3 tahun dan kemudian
akan mengecil dan hilang saat usia 14 tahun, namun apabila sering terjadi ISPA
pada pasien maka dapat terjadi hipertrofi adenoid yang menimbulkan sumbatan
koana dan tuba Eustachius. Karena hal tersebut, biasanya pasien akan bernafas
lewat mulut sehingga terjadi fasies adenoid, dimana terlihat hidung pasien tampak
kecil, gigi insisivus ke depan, arkus faring tinggi yang menyebabkan kesan wajah
bodoh, faringitis dan bronchitis, gangguan ventilasi dan drainasi sinus paranasal,
sehingga menimbulkan sinusitis kronik. Sumbatan pada tuba Eustachius dapat
menyebabkan otitis media akut berulang hingga otitis media supuratif kronik.
Selain itu, akan timbul juga keluhan berupa gangguan tidur, tidur ngorok, retardasi
mental, dan pertumbuhan fisik berkurang. Diagnosis ditegakkan berdasarkan
gejala klinik, pemeriksaan rinoskopi anterior yang ditemukan tertahannya gerakan
velum palatum mole saat fonasi, pemeriksaan rinoskopi posterior, pemeriksaan
digital untuk meraba adanya adenoid, dan pemeriksaan radiologi dengan membuat
foto lateral kepala. Pada pasien dengan hipertrofi adenoid, terapi yang dapat
diberikan berupa bedah adenoidektomi.

15
BAB III

KESIMPULAN

Tonsil merupakan salah satu bagian dari sistem pertahanan tubuh manusia
karena terdapat jaringan limfoid, dimana pertahanan tersebut akan bereaksi
membentuk suatu antibody yang akan melawan bakteri atau virus yang masuk.
Apabila tubuh tidak bisa mengatasi bakteri tersebut, maka akan menimbulkan
terjadinya peradangan tonsil, khususnya tonsil palatina yang disebut dengan
tonsillitis. Terdapat berbagai macam faktor predisposisi terjadinya peradangan
pada tonsil, terutama gaya hidup seseorang yang kurang sehat.
Tonsilitis ini sendiri dapat disebabkan baik karena virus ataupun bakteri,
dimana masing-masing memiliki keluhan yan sedikit berbeda. Sedangkan dari
lama waktu terjadinya, tonsillitis dibagi menjadi dua, yaitu tonsillitis akut dan
juga kronik. Pengobatan yang adekuat dan juga gaya hidup yang sehat dapat
mencegah terjadinya tonsillitis akut yang berulang atau tonsillitis kronik.

16
DAFTAR PUSTAKA

1. Anatomy of Tonsils. Available at:


http://www.headandneckcancerguide.org/teens/cancer-basics/explore-cancer-
types/throat-cancer/oropharyngeal-cancer/tonsil-cancer/. Accessed on August 3,
2015.
2. Tonsil and Adenoid Anatomy. Available at:
emedicine.medscape.com/article/1899367-overview. Update July 20,
2015. Accessed on August 3, 2015.
3. Ugras S, Kutluhan A. Chronic tonsillitis can be diagnosed with
histopathologic findings. Eur J gen med 2008;5(2):95-103.
4. Health Technology Assessment (HTA) Departemen Kesehatan Republik
Indonesia. Tonsilektomi pada Anak Dewasa. Jakarta. 2004.
5. Arsyad, Efiaty S, dkk. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
Tenggorok Kepala dan Leher. 7th ed. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.2010.
p.199-203.
6. Tanto C, Liwang F, dkk. Kapita Selekta Kedokteran. 4 th ed. Jakarta: Media
Aesculapius.2014. p.1067-70.
7. Shaihk SM, Jawaid MA, Tariq N, Farooq MU. Bacteriology of tonsilar
surface and core in patients with recurrent tonsillitis, undergoing
tonsilectomy. Otolaryngology, 2009;15(4):95-7.
8. Tonsillitis and Peritonsillar Abscess. Available at:
emedicine.medscape.com/article/871977-overview. Update July 9, 2015.
Accessed on August 3, 2015.
9. Farokah, Suprihati, Suyitno S. Hubungan Tonsilitis Kronik dengan Prestasi
Belajar pada Siswa Kelas II Sekolah Dasar di Kota Semarang. Cermin
Dunia Kedokteran 2007;155:87-91.
10. Drake AF, Carr MM. Tonsillectomy. Available at:
www.//emedicine.medscape/com. Update May 14, 1994. Accessed on
August 3, 2015.

17

Anda mungkin juga menyukai