Anda di halaman 1dari 11

Dokter Muda THT-KL Periode Jan-Feb 2019 1

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

Case Report Session

RINOSINUSITIS KRONIK DENGAN POLIP


Ririn Lausarina, Ririn Syafitri Nasution

PENDAHULUAN tulang rawan terdiri dari beberapa pasang tulang


Sinusitis didefinisikan sebagai inflamasi rawan yang terletak di bagian bawah hidung, yaitu
mukosa sinus paranasal. Umumnya disertai atau sepasang kartilago nasalis lateralis superior, sepasang
dipicu oleh rinitis sehingga sering disebut kartilago nasalis lateralis inferior, dan tepi anterior
Rinosinusitis. Penyebab utamanya ialah selesma kartilago septum.1
(common cold) yang merupakan infeksi virus, yang Tiap kavum nasi memiliki empat buah dinding,
selanjutnya dapat diikuti oleh infeksi bakteri.Bila yaitu dinding medial, lateral, inferior dan superior.
mengenai beberapa sinus disebut multisinusitis. Bila Dinding medial adalah septum nasi yang dibentuk oleh
mengenai semua sinus paranasalis disebut tulang dan tulang rawan. Septum dilapisi oleh
pansinusitis.1 perikondrium pada bagian tulang rawan dan
Pada tahun 2007 di Amerika Serikat, periostium pada bagian tulang, sedangkan di luarnya
dilaporkan bahwa angka kejadian Rinosinusitis dilapisi oleh mukosa hidung. Pada dinding lateral
mencapai 26 juta individu. Di Indonesia sendiri, terdapat 4 buah konka, yang terbesar dan letaknya
data dari DEPKES RI tahun 2003 menyebutkan paling bawah adalah konka inferior, kemudian yang
bahwa penyakit hidung dan sinus berada pada lebih kecil adalah konka media, superior, dan yang
urutan ke-25 dari 50 pola penyakit peringkat utama terkecil dan biasanya rudimenter adalah konka
atau sekitar 102.817 penderita rawat jalan di suprema. Di antara konka-konka dan dinding lateral
rumah sakit.2Sinusitis pada anak lebih banyak hidung, terdapat meatus inferior, meatus media, dan
ditemukan karena anak-anak mengalami infeksi meatus superior.1
saluran nafas atas 6 – 8 kali per tahun dan Ada empat pasang sinus paranasal yaitu
diperkirakan 5%– 10% infeksi saluran nafas atas sinus maksila, sinus frontal, sinus etmoid dan sinus
akan menimbulkan sinusitis.3 sfenoid kanan dan kiri. Sinus paranasal merupakan
Faktor predisposisiterjadinya rinosinusitis hasil pneumatisasi tulang-tulang kepala, sehingga
yang paling lazim adalah polip nasal yang timbul terbentuk rongga di dalam tulang. Semua sinus
pada rinitis alergika, polip dapat memenuhi rongga mempunyai muara ke rongga hidung.1
hidung dan menyumbat sinus. Gejala utama yang
paling sering dirasakan adalah sumbatan di hidung
yang menetap dan semakin lama semakin berat
keluhannya, hal ini dapat mengakibatkan hiposmia
sampai anosmia.1
Polip nasi merupakan massa edematous
yang lunak berwarna putih atau keabu-abuan yang
terdapat di dalam rongga hidung dan berasal dari
pembengkakan mukosa hidung atau sinus. Etiologi
dan patogenesis dari polip nasi belum diketahui
secara pasti.Dengan patogenesis dan etiologi yang
masih belum ada kesesuaian, maka sangatlah penting
untuk dapat mengenali gejala dan tanda polip nasi
untuk mendapatkan diagnosis dan pengelolaan yang Gambar1. Anatomi hidung
tepat.1,8
B. Rinosinusitis
TINJAUAN PUSTAKA 1. Definisi
A. Anatomi Hidung dan Sinus Paranasal Sinusitis didefinisikan sebagai inflamasi
Hidung terdiri dari hidung bagian luar yang mukosa sinus paranasal. Umumnya disertai atau
berbentuk piramid dengan bagian-bagiannya dari atas dipicu oleh rinitis sehingga sering disebut
ke bawah, yaitu pangkal hidung, dorsum nasi, puncak Rinosinusitis. Penyebab utamanya ialah selesma
hidung, ala nasi, kolumela, dan nares anterior. Hidung (common cold) yang merupakan infeksi virus, yang
luar dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan selanjutnya dapat diikuti oleh infeksi bakteri.Bila
yang dilapisi oleh kulit, jaringan ikat, dan beberapa mengenai beberapa sinus disebut multisinusitis. Bila
otot kecil yang berfungsi melebarkan atau mengenai semua sinus paranasalis disebut
menyempitkan lubang hidung. kerangka tulang hidung pansinusitis.1
terdiri dari os. nasal, prosesus frontalis os. maksila,
prosesus nasalis os. frontalis. Sedangkan, kerangka

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas. 2019


Dokter Muda THT-KL Periode Jan-Feb 2019 2
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

2. Epidemiologi gigi, kelainan imunologik, diskinesia silia seperti pada


Pada tahun 2007 di Amerika Serikat, sindrom Kartagener, dan penyakit fibrosis kistik.1
dilaporkan bahwa angka kejadian Rinosinusitis Faktor predisposisi yang paling lazim
mencapai 26 juta individu. Di Indonesia sendiri, adalah polip nasal yang timbul pada rinitis alergika;
data dari DEPKES RI tahun 2003 menyebutkan polip dapat memenuhi rongga hidung dan menyumbat
bahwa penyakit hidung dan sinus berada pada sinus.Faktor lain yang juga berpengaruh adalah
urutan ke-25 dari 50 pola penyakit peringkat utama lingkungan berpolusi, udara dingin dan kering serta
atau sekitar 102.817 penderita rawat jalan di kebiasaan merokok. Keadaaan ini lama-lama
rumah sakit.2Sinusitis pada anak lebih banyak menyebabkan perubahan mukosa dan merusak silia. 1
ditemukan karena anak-anak mengalami infeksi
saluran nafas atas 6 – 8 kali per tahun dan 5. Patofisiologi
diperkirakan 5%– 10% infeksi saluran nafas atas Patofisiologi dari sinusitis dipengaruhi oleh 3
akan menimbulkan sinusitis.3 faktor yaitu obstruksi drainase sinus (sinus ostium),
kerusakan pada silia, serta kuantitas dan kualitas
3. Etiologi mukosa. Sebagian besar episode sinusitis disebabkan
a. Rhinogenik oleh infeksi virus. Virus tersebut sebagian besar
Segala sesuatu yang menyebabkan menginfeksi saluran pernapasan atas seperti
sumbatan pada hidung dapat menyebabkan Rhinovirus, Influenza A dan B, Parainfluenza,
sinusitis. Contohnya rinitis akut, rinitis alergi, Respiratory syncytial virus, Adenovirus dan
polip, deviasi septum dan lain-lain. Alergi juga Enterovirus. Infeksi virus akan menyebabkan
merupakan predisposisi infeksi sinus karena terjadinya edema pada dinding hidung dan
terjadi edema mukosa dan hipersekresi. Mukosa
sinus sehingga menyebabkan terjadinya penyempitan
sinus yang membengkak menyebabkan infeksi
lebih lanjut, yang selanjutnya menghancurkan atau obstruksi pada ostium sinus, dan berpengaruh
epitel permukaan, dan siklus seterusnya pada mekanisme drainase dalam sinus.1
berulang.4 Selain itu inflamasi, polip, tumor, trauma, juga
b. Sinusitis Dentogen menyebabkan menurunya patensi ostium sinus. Virus
Merupakan penyebab paling sering yang menginfeksi tersebut dapat memproduksi enzim
terjadinya sinusitis kronik. Dasar sinus maksila dan neuraminidase yang mengendurkan mukosa sinus
adala prosessus alveolaris tempat akar gigi,
dan mempercepat difusi virus pada lapisan mukosilia.
bahkan kadang-kadang tulang tanpa pembatas.
Infeksi gigi rahang atas seperti infeksi gigi Hal ini menyebabkan silia menjadi kurang aktif dan
apikal akar gigi, atau inflamasi jaringan sekret yang diproduksi sinus menjadi lebih kental,
periondontal mudah menyebar secara langsung yang merupakan media yang sangat baik untuk
ke sinus, atau melalui pembuluh darah dan berkembangnya bakteri pathogen.4,5
limfe.4 Adanya bakteri dan lapisan mukosilia yang
Harus dicurigai adanya sinusitis abnormal meningkatkan kemungkinan terjadinya
dentogen pada sinusitis maksila kronik yang
mengenai satu sisi dengan ingus yang purulen reinfeksi atau reinokulasi dari virus. Konsumsi
dan napas berbau busuk. Bakteri penyebabnya oksigen oleh bakteri akan menyebabkan keadaan
adalah Streptococcus pneumoniae, Hemophilus hipoksia di dalam sinus dan akan memberikan
influenza, Streptococcus viridans, media yang menguntungkan untuk berkembangnya
Staphylococcus aureus, Branchamella catarhalis bakteri anaerob. Penurunan jumlah oksigen juga akan
dan lain-lain.4 mempengaruhi pergerakan silia dan aktivitas leukosit.
c. Sinusitis Jamur
Sinusitis kronis dapat disebabkan oleh fungsi lapisan
Sinusitis jamur adalah infeksi jamur pada
mukosilia yang tidak adekuat, obstruksi sehingga
sinus paranasal, suatu keadaan yang jarang
drainase sekret terganggu, dan terdapatnya beberapa
ditemukan.Angka kejadian meningkat dengan
bakteri patogen.4,5
meningkatnya pemakaian antibiotik,
kortikosteroid, obat-obat imunosupresan dan
radioterapi. Kondisi yang merupakan faktor
6. Manifestasi Klinis
predisposisi terjadinya sinusitis jamur antara Menurut Task Force yang dibentuk oleh the
lain diabetes mellitus, neutopenia, penyakit American Academy of Otolaryngologic Allergy (AAOA)
AIDS dan perawatan yang lama di rumah sakit. dan American Rhinologic Society (ARS), gejala klinis
Jenis jamur yang sering menyebabkan infeksi rinosinusitis pada dewasa dapat digolongkan menjadi :
sinus paranasal ialah spesies Aspergillus dan Gejala mayor yaitu gejala yang banyak dijumpai serta
Candida.4 mempunyai faktor prediksi yang tinggi.
Termasuk dalam gejala mayor adalah :
1. Sakit pada daerah muka (pipi,dahi
4. Faktor risiko
,hidung)
ISPA akibat virus, bermacam rinitis
2. Hidung tersumbat
terutama rinitis alergi, rinitis hormonal pada wanita
hamil, polip hidung, kelainan anatomi seperti 3. Ingus purulen/pos-nasal/berwarna
deviasi septum atau hipertrofi konka, sumbatan 4. Gangguan penciuman
kompleks ostio-meatal (KOM), infeksi tonsil, infeksi 5. Sekret purulen di rongga hidung
6. Demam (fase akut)

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas. 2019


Dokter Muda THT-KL Periode Jan-Feb 2019 3
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

Sedangkan gejala minor : respon seperti yang diharapkan. Kelainan pada


1. Batuk sinus maupun kompleks ostiomeatal dapat
2. Demam (di fase kronis) terlihat dengan jelas melalui pemeriksaan ini.
3. Tenggorok berlendir
4. Nyeri kepala
5. Nyeri geraham
6. Halitosis
Curiga adanya rinosinusitis didasarkan atas
adanya 2 gejala mayor atau lebih atau 1 gejala mayor
disertai 2 gejala minor.6

7. Prinsip Diagnostik
a. Anamnesis Gambar 3. Gambaran Foto Waters dan CT Scan
Adanya penyebab infeksi baik kuman potongan koronal yang memperlihatkan sinusitis
maksilaris.
maupun virus,riwayat alergi atau kelainan
3. Endoskopi Nasal
anatomis di dalam rongga hidung dapat Pemeriksaan endoskopi nasal merupakan
dipertimbangkan dari riwayat penyakit yang pemeriksaan tambahan yang sangat berguna dalam
lengkap. Untuk Rinosinusitis akuy gejala yang ada memberikan informasi tentang penyebab
mungkin cukup jelas karena berlangsung akut Rinosinusitis kronis. Dengan endoskopi nasal dapat
(mendadak) dan seringkali didahului oleh infeksi diketahui lebih jelas kelainan di dalam rongga
akut saluran nafas atas. Pada anak infeksi hidung, termasuk memeriksa ostium sinus dan
saluran nafas atas merupakan predisposisi pada kelainan pada kompleks ostiomeatal.6
80% Rinosinusitis akut anak. Penderita dengan
latar belakang alergi mempunyai riwayat yang 8. Alur Diagnostik dan Sistem Rujukan
khas terutama karakteristik gejala pilek  Rinosinusitis Akut
sebelumnya,riwayat alergi dalam keluarga serta
adanya faktor lingkungan yang mempengaruhi.6
b. Pemeriksaan Fisik
Pada Rinosinusitis akut dapat terlihat
adanya hiperemi dan daerah sembab sekitar
hidung dan orbita. Pada anak gejala ini lebih
terlihat jelas terutama pada Rinosinusitis akut
berat atau dengan komplikasi. Gejala nyeri tekan
di daerah sinus terutama sinus frontal dan maksila
kadang dapat ditemukan,akan tetapi nyeri tekan
di sinus tidak selalu identik dengan sinusitis.
Pada pemeriksaan rinoskopi anterior dapat
dijumpai adanya kelainan-kelainan di rongga
hidung yang berkaitan dengan Rinosinusitis  Rinosinusitis Kronis
seperti hiperemi, sekret, udem, krusta, septum
deviasi, polip atau tumor. Sedangkan rinoskopi
posterior adalah pemeriksaan untuk melihat
rongga hidung bagian belakang dan nasofaring.
Melalui pemeriksaan ini dapat diketahui kelainan
yang terdapat di belakang rongga hidung dan
nasofaring seperti post nasal drip.6
c. Pemeriksaan Penunjang
1. Transiluminasi
Merupakan pemeriksaan yang
sederhana terutama untuk menilai adanya
kelainan pada sinus maksila. Pemeriksaan ini
dapat memperkuat diagnosis Rinosinusitis
apabila terdapat perbedaan hasil transiluminasi
antara sinus maksila kiri dan kanan.
2. Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan yang dapat dilakukan
adalah foto sinus paranasal (Water’s, Caldwel
dan lateral), CT scan dan MRI. Foto sinus
paranasal cukup informatif pada Rinosinusitis
akan tetapi CT scan merupakan pemeriksaan
radilogis yang mempunyai nilai objektif yang
tinggi. Indikasi pemeriksaan CT scan adalah
untuk evaluasi penyakit lebih lanjut apabila
pengobatan medikamentosa tidak memberi

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas. 2019


Dokter Muda THT-KL Periode Jan-Feb 2019 4
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

9. Alur Penatalaksanaan b. Pembedahan


 Rinosinusitis Akut Bedah sinus endoscopic fungsional
(BSEF/FESS) merupakan operasi terkini untuk
sinusitis kronik yang memerlukan operasi yang
berfokus pada menghilangkan penyakit mukosal.
Tulang dihilangkan dari sinus ethmoid dan sinus ostia
yang terlibat. Tindakan ini telah menggantikan hampir
semua jenis bedah sinus terdahulu karena
memberikan hasil yang lebih memuaskan dan
tindakan lebih ringan dan tidak radikal.1,5
Indikasi dari BSEF adalah sinusitis kronik
yang tidak membaik setelah terapi adekuat, sinusitis
kronik disertai kista atau kelainan yang irreversibel,
polip ekstensif, adanya komplikasi sinusitis serta
sinusitis jamur.5
Gambar 2. Alur Penatalaksanaan Rinosinusitis Akut
Prosedur Caldwel – Luc juga dikenal sebagai
 Rinosinusitis Kronis
operasi antrum yang radikal dimana prosedur ini
dilakukan untuk perawatan dari sinusitis maksilaris
yang kronis yaitu suatu kondisi dimana terdapat
obstruksi dan inflamasi dari sinus maksilaris. Prosedur
Caldwell – Luc (sinusitomi) digunakan untuk membuat
jalan masuk peroral ke sinus maksilaris melalui fossa
canina.5

Gambar 2. Alur Penatalaksanaan Rinosinusitis Kronis

10. Penatalaksanaan
a. Medikamentosa
Antibiotik yang dipilih adalah golongan
penisilin seperti amoksisilin. Antibiotika golongan
penisilin seperti Ampisilin 4x500mg, Amoksisilin
3x500mg, Eritromisin 4x500mg, Kotrimoksasol
2x1tablet, dan Doksisiklin 2x100mg/hari. Jika
diperkirakan kuman telah resisten atau memproduksi
beta-laktamase, maka dapat diberikan amoksisilin- Gambar 4 . Gambaran hasil prosedur Caldwell – Luc.
klavulanat atau jenis sefalosporin generasi ke-2. Pada
sinusitis antibiotik diberikan selam 10-14 hari 11. Prognosis
meskipun gejala klinik sudah hilang.
Prognosis untuk penderita sinusitis akut yaitu
Vasokonstriktor lokal dan dekongestan lokal
untuk memperlancar drainase sinus sepeti Solusio sekitar 40 % akan sembuh secara spontan tanpa
efedrin 1-2% tetes hidung, Solusio Oksimetasolin HCl pemberian antibiotik. Terkadang juga penderita bisa
0,05% semprot hidung (untuk anak-anak memakai mengalami relaps setelah pengobatan namun
0,025%), dan Tablet pseudoefedrin 3x60mg (dewasa). jumlahnya sedikit yaitu kurang dari 5 %.Prognosis
Analgetika untuk menghilangkan rasa nyeri seperti untuk sinusitis kronik yaitu jika dilakukan pengobatan
Parasetamol 3x500mg dan Metampiron 3x500mg. yang dini maka akan mendapatkan hasil yang baik.7
Pada sinusitis kronik diberikan antibiotik yang
sesuai untuk kuman negatif gram dan anaerob. Selain
12. Komplikasi
dekongestan oral dan topikal, terapi lain dapat
1. Komplikasi orbita
diberikan jika perlukan seperti analgetik, mukolitik,
Sinusitis ethmoidalis merupakan penyebab
steroid oral/topikal, pencucian rongga hidung dengan
komplikasi pada orbita yang tersering. Terdapat lima
NaCl atau pemanasan (diatermi).
tahapan :
Antihistamin tidak rutin diberikan, karena sifat
a. Peradangan atau reaksi edema yang ringan.
antikolinergiknya dapat menyebabkan sekret jadi lebih
Terjadi pada isi orbita akibat infeksi
kental. Bila ada alergi berat sebaiknya diberikan
sinusethmoidalis didekatnya. Keadaan ini
antihistamin generasi ke-2. Imunoterapi dapat
terutama ditemukan pada anak, karena
dipertimbangkan jika pasien menderita kelainan alergi
laminapapirasea yang memisahkan orbita dan
yang berat.7

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas. 2019


Dokter Muda THT-KL Periode Jan-Feb 2019 5
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

sinus ethmoidalis sering kali merekah dapatterjadi perluasan metastatik secara


padakelompok umur ini. hematogen ke dalam otak. 5
b. Selulitis orbita, edema bersifat difus dan bakteri  Osteomielitis dan abses subperiosteal
telah secara aktif menginvasi isiorbita namun Penyebab tersering osteomielitis dan abses
pus belum terbentuk. Abses subperiosteal, pus subperiosteal pada tulang frontalis adalahinfeksi sinus
terkumpul diantara periorbita dan dinding tulang frontalis. Nyeri tekan dahi setempat sangat berat.
orbita menyebabkan proptosis dan kemosis. Gejala sistemik berupamalaise, demam dan
c. Abses orbita, pus telah menembus periosteum menggigil.1
dan bercampur dengan isi orbita. Tahapini
disertai dengan gejala sisa neuritis optik dan C. Polip
kebutaan unilateral yang lebih 1. Definisi
serius.Keterbatasan gerak otot ekstraokular Polip nasi adalah massa lunak yang tumbuh
mata yang tersering dan kemosis konjungtiva di dalam rongga hidung. Kebanyakan polip berwarna
merupakan tanda khas abses orbita, juga putih bening atau keabu-abuan, mengkilat, lunak
proptosis yang makin bertambah. karena banyak mengandung cairan (polip edematosa).
d. Trombosis sinus kavernosus, merupakan akibat Polip yang sudah lama dapat berubah menjadi
penyebaran bakteri melalui saluranvena kedalam kekuning-kuningan atau kemerah-merahan, suram
dan lebih kenyal (polip fibrosa).
sinus kavernosus, kemudian terbentuk suatu
tromboflebitis septik. Secara patognomonik,
trombosis sinus kavernosus terdiri dari :
- Oftalmoplegia.
- Kemosis konjungtiva.
- Gangguan penglihatan yang berat.
- Kelemahan pasien.
- Tanda-tanda meningitis oleh karena
letak sinus kavernosus yang
berdekatan dengan sarafkranial II,
III, IV dan VI, serta berdekatan juga
dengan otak.1
2. Mukokel
Mukokel adalah suatu kista yang
mengandung mukus yang timbul dalam sinus, kistaini Gambar 4. Polip Nasi
paling sering ditemukan pada sinus maksilaris, sering Polip berasal dari mukosa sinus etmoid,
disebut sebagai kista retensi mukusdan biasanya tidak biasanya multipel dan dapat bilateral. Polip yang
berbahaya.Dalam sinus frontalis, ethmoidalis dan berasal dari sinus maksila sering tunggal dan tumbuh
sphenoidalis, kista ini dapat membesar danmelalui ke arah belakang, muncul di nasofaring dan disebut
atrofi tekanan mengikis struktur sekitarnya. Kista ini polip koanal.
dapat bermanifestasi sebagaipembengkakan pada
dahi atau fenestra nasalis dan dapat menggeser mata 2. Etiologi
ke lateral. Dalamsinus sphenoidalis, kista dapat Polip berasal dari pembengkakan lapisan
menimbulkan diplopia dan gangguan penglihatan permukaan mukosa hidung atau sinus, yang kemudian
denganmenekan saraf didekatnya. menonjol dan turun ke dalam rongga hidung oleh gaya
berat. Polip banyak mengandung cairan interseluler
3. Komplikasi Intracranial
dan sel radang (neutrofil dan eosinofil) dan tidak
a. Meningitis akut. Infeksi dari sinus paranasalis mempunyai ujung saraf atau pembuluh darah.1
dapat menyebar sepanjang saluran vena atau Polip biasanya ditemukan pada orang
langsung darisinus yang berdekatan, seperti dewasa dan jarang pada anak-anak. Pada anak-anak,
lewat dinding posterior sinus frontalis atau polip mungkin merupakan gejala dari kistik fibrosis.
melalui laminan kribriformis di dekat sistem sel
udara ethmoidalis. 3. Faktor Resiko
b. Abses dura, adalah kumpulan pus diantara dura 1. Alergi terutama rinitis alergi.
dan tabula interna kranium, sering kalimengikuti 2. Sinusitis kronik.
3. Iritasi.
sinusitis frontalis. Proses ini timbul lambat, 4. Sumbatan hidung oleh kelainan anatomi seperti
sehingga pasien hanya mengeluhnyeri kepala deviasi septum dan hipertrofi konka.
dan sebelum pus yang terkumpul mampu
menimbulkan tekanan intra kranial.
4. Patofisiologi
c. Abses subdural adalah kumpulan pus diantara
Pembentukan polip sering diasosiasikan
duramater dan arachnoid atau permukaanotak. dengan inflamasi kronik, disfungsi saraf otonom serta
d. Abses otak, setelah sistem vena, dapat predisposisi genetik. Menurut teori Bernstein, terjadi
mukoperiosteum sinus terinfeksi, maka perubahan mukosa hidung akibat peradangan atau
aliran udara yang berturbulensi, terutama di daerah
sempit di kompleks osteomeatal. Terjadi prolaps

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas. 2019


Dokter Muda THT-KL Periode Jan-Feb 2019 6
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

submukosa yang diikuti oleh reepitelisasi dan massa yang berwarna pucat yang berasal dari
pembentukan kelenjar baru. Juga terjadi peningkatan meatus medius dan mudah digerakkan.1,11
penyerapan natrium oleh permukaan sel epitel yang c. Pemeriksaan Penunjang
berakibat retensi air sehingga terbentuk polip.1
Polip stadium 1 dan 2 kadang-kadang tidak
Teori lain mengatakan karena
ketidakseimbangan saraf vasomotor terjadi terlihat pada pemeriksaan rinoskopi anterior tetapi
peningkatan permeabilitas kapiler dan gangguan tampak dengan pemeriksaan nasoendoskopi.
regulasi vascular yang mengakibatkan dilepasnya Pada kasus polip koanal juga sering dapat dilihat
sitokin-sitokin dari sel mast, yang akan menyebabkan tangkai polip yang berasal dari ostium asesorius
edema dan lama-kelamaan menjadi polip.1 sinus maksila.1,11
Bila proses terus berlanjut, mukosa yang Foto polos sinus paranasal (posisi Waters,
sembab makin membesar menjadi polip dan kemudian AP, Cadwell dan lateral) dapat memperlihatkan
akan turun ke rongga hidung dengan membentuk penebalan mukosa dan adanya batas udara-
tangkai.1 cairan di dalam sinus, tetapi kurang bermanfaat
pada kasus polip. Pemeriksaan tomografi
5. Manifestasi Klinis computer (TK, CT Scan) sangat bermanfaat untuk
Gejala utama dari polip nasi adalah melihat dengan jelas keadaan di hidung dan sinus
sumbatan hidung yang menetap dengan derajat yang paranasal apakah ada proses radang, kelainan
bervariasi tergantung dengan lokasi dan ukuran polip.
anatomi, polip atau sumbatan pada kompleks
Umumnya, penderita juga mengeluh rinore cair dan
post nasal drip. Anosmia atau hiposmia dengan osteomeatal.1,11
gangguan pengecapan juga merupakan gejala polip
nasi. Rinoskopi anterior dan posterior dapat 7. Penatalaksanaan
menunjukkan massa polipoid yang berwarna keabuan Tujuan utama penatalaksanaan kasus polip
pucat yang dapt berjumlah satu atau multipel dan nasi ialah menghilangkan keluhan-keluhan, mencegah
paling sering muncul dari meatus media dan prolaps komplikasi dan mencegah rekurensi polip. Pemberian
ke kavum nasi.9 kortikosteroid untuk menghilangkan polip nasi disebut
Polip nasi hampir selalu ditemukan bilateral juga polipektomi medikamentosa. Dapat diberikan
dan jika ditemukan unilateral diperlukan pemeriksaan topical atau sistemik. Polip tipe eosinofilik memberikan
histopatologi untuk menyingkirkan kemungkinan respons yang lebih baik terhadap pengobatan
keganasan. Polip nasi tidak sensitif terhadap sentuhan kortikosteroid intranasal dibandingkan polip tipe
dan jarang berdarah.10 neutrofilik.1,12
Pembagian polip nasi menurut Mackay dan Untuk polip edematosa, dapat diberikan
Lund (1997), yaitu: pengobatan kortikosteroid:
• Stadium 0: Tidak ada polip, atau polip masih  Oral, misalnya prednison 50 mg/hari atau
beradadalam sinus deksametason selama 10 hari, kemudian dosis
• Stadium 1 : Polip masih terbatas di meatus media diturunkan perlahan-lahan (tappering off).
• Stadium 2 : Polip sudah keluar dari meatus media,  Suntikan intrapolip, misalnya triamsinolon asetonid
tampak di rongga hidung tapi belum memenuhi rongga atau prednisolon 0,5 cc, tiap 5-7 hari sekali, sampai
hidung polipnya hilang.
• Stadium 3: Polip yang masif  Obat semprot hidung yang mengandung
kortikosteroid, merupakan obat untuk rinitis alergi,
6. Prinsip Diagnostik sering digunakan bersama atau sebagai lanjutan
a. Anamnesis pengobatn kortikosteroid per oral. Efek sistemik
Keluhan utama penderita polip nasi dalah obat ini sangat kecil, sehingga lebih aman.
hidung rasa tersumbat dari yang ringan sampai Kasus polip yang tidak membaik dengan
berat, rinore mulai yang jernih sampai purulen, terapi medikamentosa atau polip yang sangat masih
hiposmia atau anosmia. Mungkin disertai bersin- dipertimbangkan untuk terapi bedah. Dapat dilakukan
bersin, rasa nyeri pada hidung disertai rasa sakit
ekstraksi polip (polipektomi) menggunakan senar polip
kepala di daerah frontal. Bila disertai infeksi
sekunder mungkin didapati post nasal drip dan atau cunam dengan analgesi local, etmoidektomi
rinore purulen. Gejala sekunder yang dapat timbul intranasal atau etmoidektomi ekstranasal untuk polip
ialah bernafas melalui mulut, suara sengau, etmoid, operasi Caldwell-Luc untuk sinus maksila.
halitosis, gangguan tidur dan penurunan kualitas Yang terbaik ialah bila tersedia fasilitas endoskop
hidup. maka dapat dilakukan tindakan BSEF (Bedah Sinus
Dapat menyebabkan gejala pada saluran Endoskopi Fungsional) atau FESS.1,9,12
napas bawah, berupa batuk kronik dan mengi,
terutama pada penderita polip dengan asma. 8. Prognosis
Selain itu, harus ditanyakan riwayat rhinitis alergi,
Polip hidung sering relaps, oleh karena itu
asma, intoleransi terhadap aspirin dan alergi obat pengobatannya juga perlu ditujukan terhadap
lainnya serta alergi makanan.1,11 etiologinya, misalnya alergi. Terapi yang paling ideal
b. Pemerisaan Fisik pada rinitis alergi adalah menghindari kontak dengan
Polip nasi yang masif dapat menyebabkan alergen penyebab dan eliminasi.
deformitas hidung sehingga hidung tampak mekar Secara medikamentosa, dapat diberikan
karena pelebaran batang hidung. Pada antihistamin dengan atau tanpadekongestan yang
berbentuk tetes hidung yang bisa mengandung
pemeriksaan rinoskopi anterior terlihat sebagai kortikosteroid atau tidak. Alergi inhalan dengan gejala

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas. 2019


Dokter Muda THT-KL Periode Jan-Feb 2019 7
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

yang berat dan sudah berlangsung lama dapat Riwayat Penyakit Keluarga :
dilakukan imunoterapi dengan cara desensitisasi dan  Tidak ada keluarga yang memiliki
hiposensitisasi, yang menjadi pilihan apabila keluhan serupa dengan pasien
pengobatan cara lain tidak memberikan hasil yang
memuaskan.12  Riwayat keluarga dengan alergi atau
asma tidak ada
LAPORAN KASUS  Riwayat keluarga yang menderita
Identitas Pasien keganasan tidak ada
Nama : Ny. G
Riwayat Kebiasaan, Sosial, Ekonomi:
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 61 tahun  Pasien adalah seorang mantan buruh
Alamat : Pariaman pabrik karet yang sudah berheti sejak
Suku Bangsa : Minangkabau tahun 2009
 Pasien adalah seorang perokok dengan
Keluhan Utama : konsumsi rokok setengah bungkus per
Hidung terasa semakin tersumbat sejak 1 bulan hari selama kurang lebih 20 tahun (IB
sebelum masuk rumah sakit. sedang)

Riwayat Penyakit Sekarang : Pemeriksaan Fisik


 Hidung dirasakan semakin tersumbat
sejak 1 bulan sebelum masuk rumah Status Generalisata
sakit. Keluhan sudah dirasakan sejak 2 Keadaan Umum : sakit sedang
tahun ini pada kedua hidung. Kesadaran : composmentis cooperatif
 Hidung terasa tersumbat terutama Tekanan darah :-
bagian kiri. Frekuensi nadi : 75x/menit
 Penurunan penciuman ada, sejak 1 Suhu : Afebris
bulan yang lalu. Pernapasan : 19x/menit
 Pipi terasa penuh ada, nyeri pada wajah Sianosis : Tidak ada
tidak ada Edema : Tidak ada
 Sekret pada hidung tidak ada Anemis : Tidak ada
 Riwayat ingus berbau ada Ikterus : Tidak ada
 Riwayat bersin-bersin lebih dari 5 kali
ketika dingin atau terpapar debu tidak Pemeriksaan Sistemik
ada Kepala : Normocepal
 Riwayat hidung berdarah tidak ada Mata
 Sakit kepala ada, dirasakan hilang timbul  Konjungtiva: Tidak anemis, tidak ada
 Pusing berputar tidak ada injeksi konjungtiva, tidak ada kemosis
 Batuk pilek berulang ada konjungtiva
 Demam tidak ada  Sklera: tidak ikterik
 Riwayat taruma tidak ada, riwayat Thoraks :-
terpapar alergen tidak ada
 Riwayat mendengkur dan terbangun Abdomen :-
malam hari akibat sesak tidak ada
 Suara sengau tidak ada Ekstremitas : akral hangat, udem (-)
 Nyeri menelan tidak ada
Status Lokalis THT-KL
 Gangguan pendengaran tidak ada
Telinga
 Riwayat gangguan penglihatan tidak ada
Pemeriks Kelainan Dextra Sinistra
 Riwayat bengkak di leher tidak ada
aan
 Riwayat pemakaian obat semprot hidung
tidak ada Daun Kelainan - -
 Telinga terasa penuh, berdenging tidak Telinga Kongenital
ada Trauma - -
Radang - -
Riwayat Penyakit Dahulu :
Kelainan Metabolik - -
 Riwayat polip hidung waktu anak-anak Nyeri Tarik - -
tidak ada Nyeri Tekan Tragus - -
 Riwayat hipertensi tidak ada
Liang dan Cukup Lapang Iya Iya
 Riwayat diabetes melitus tidak ada
Dinding Sempit - -
Telinga Hiperemis - -

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas. 2019


Dokter Muda THT-KL Periode Jan-Feb 2019 8
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

Edema - - Vestibu Vibrise Sedikit Sedikit


Massa - - lum Radang Tidak ada Tidak ada

Sekret/Ser Bau - - Kavum Normal/Cu Tampak Tampak


umen Warna Kuning Kuning Nasi kup massa massa
Jumlah Sedikit Sedikit Lapang
Jenis Sempit
Lapang
Membran Timpani Sekret Lokasi
Jenis Tidak ada Tidak ada
Jumlah
Utuh Warna Putih Putih
Bau
Refleks Cahaya (+), (+), arah
Konka Ukuran
arah jam 7
Inferior Warna
jam 5
Sulit dinilai Sulit dinilai
Bulging - -
Permukaa
n
Retraksi - -
Edema
Konka Ukuran Eutrofi Eutrofi
Atrofi - -
Media Warna Merah muda Merah
muda
Perforasi Jumlah perforasi MT tidak ada Permukaa Licin Licin
Jenis perforasi n
Kuadran Edema Tidak ada Tidak ada
Pinggir
Septum Cukup Cukup lurus Cukup
Mastoid Tanda Radang - -
Lurus/Devi lurus
Fistel - -
asi
Sikatrik - -
Permukaa
Nyeri Tekan - -
n
Nyeri Ketok - -
Warna - -
Spina - -
Tes Garpu Rinne
Krista - -
Tala
Abses - -
Weber Tidak dilakukan Perforasi - -
Schawabach
Kesimpulan
Massa Lokasi Diantara KI Diantara KI
Audiometri Tidak dilakukan dengan dengan
Timpanom Tidak dilakukan septum septum
etri
Bentuk Bulat Bulat
Ukuran 0,5x0,5cm 0,2x0,1cm
Hidung Permukaa Licin Licin
n
Pemeri Kelainan Dextra Sinistra Warna Putih Putih
ksaan mengkilap mengkilap
Hidung Deformitas - - Konsistens Lunak Lunak
Luar Kelainan - - i
Kongenital Mudah Iya Iya
Trauma - - Digoyang
Radang/M - - Pengaruh
assa Vasokonstr
Sinus Deformitas - - iksi
Parana Nyeri - -
sal Tekan Rinoskopi Posterior
Nyeri - -
Ketok Koana Cukup
Rinoskopi Anterior Lapang/No Sempit
rmal
Sempit

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas. 2019


Dokter Muda THT-KL Periode Jan-Feb 2019 9
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

Massa Perlengk - -
etan

Mukosa Warna Merah muda Merah


muda Tumor Lokasi
Edema - - Bentuk
Jaringan - - Ukuran Tidak ada
Granulasi Permuka
an
Konka Warna Konsiste
Inferior Permukaa nsi
Tidak terlihat
n Gigi Karies/ra Ada Ada
Edema diks
Adenoi Ada/tidak Kesan
-
- Lidah Warna Merah Merah
d
Muara Tertutup Tidak Tidak muda muda
Tuba Sekret - - Bentuk Tidak Tidak ada
Eustac Edema - - ada kelainan
hius Mukosa kelainan
Deviasi - -
Massa Lokasi - -
Massa - -
Ukuran - -
Bentuk - -
Permukaa
n Laringoskopi Indirek (tidak diperiksa)
Post Ada/Tidak Tidak ada Tidak ada
Nasal Jenis Pemeriksa Kelainan Dextra Sinistra
Drip an
Epiglotis Bentuk - -
Warna
Oral Cavity dan Orofaring (tidak diperiksa) Edema
Pinggir
Pemeriksaa Kelainan Dextra Sinistra
Rata/Tidak
n
Aritenoid Warna - -
Trismus -
- Edema
Massa
Uvula
- Gerakan
Palatum Plika Warna - -
Mole + Arkus Vokalis Pinggir
-
Faring Medial
Massa
Dinding Warna Tidak Tidak
Sinus Massa - -
Faring hiperemi hiperemis
Piriformis Sekret
s
Permuka Licin Licin
Valekulae Massa - -
an
Sekret/Sej
Tonsil Ukuran T1 T1
enisnya
Warna Tidak Tidak
Warna
hiperemi hiperemis
Edema
s
Massa
Permuka Licin Licin
an
Pemeriksaan Kelenjar Getah Bening Leher
Muara Tidak Tidak
Inspeksi
kripti melebar melebar
1) Lokasi : Tidak ada
Detritus - -
pembesaran KGB
Eksudat - -
2) Bentuk : Tidak ada
Peritonsil Warna Tidak Tidak pembesaran KGB
hiperemi hiperemis 3) Soliter / Multiple : Tidak ada
s pembesaran KGB
Edema - -
Abses - -

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas. 2019


Dokter Muda THT-KL Periode Jan-Feb 2019 10
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

Palpasi Terapi :
1) Bentuk : Tidak ada  Cetriaxone 2x1 g
pembesaran KGB  Ciprofloxacin 2x1
2) Ukuran : Tidak ada  Rencana FESS dan polipektomi
pembesaran KGB
3) Konsistensi : Tidak ada Prognosis :
pembesaran KGB - Quo ad vitam : Bonam
4) Mobilitas : Tidak ada - Quo ad sanam : Bonam
pembesaran KGB
DISKUSI
Diagnosis Utama : Pasien adalah seorang perempuan berusia
Rinosinusitis kronik dengan polip nasal bilateral 61 tahun yang datang dengan keluhan utama hidung
terasa semakin tersumbat sejak 1 bulan sebelum
Diagnosis Tambahan :- masuk rumah sakit. Keluhan tersebut disertai dengan
gangguan penciuman, adanya rasa penuh pada
Pemeriksaan Anjuran : wajah. Adanya sumbatan hidung dan sekret dengan
 Xray sinus paranasal: pada pasien tidak atau tanpa adanya nyeri atau sensasi penuh atau
dilakukan gangguan penciuman merupakan poin diagnosis dari
 CT Scan: rinosinusitis.6 Sinusitis adalah suatu keadaan inflamasi
hidung. Umumnya penyakit ini disertai atau dipicu
oleh rinitis sehingga sering disebut Rinosinusitis. 1
Beberapa faktor predisposisi terjadinya
sinusitis antara lain ISPA akibat virus, bermacam
rinitis terutama rinitis alergi, rinitis hormonal pada
wanita hamil, polip hidung, kelainan anatomi seperti
deviasi septum atau hipertrofi konka, sumbatan
kompleks ostio-meatal (KOM), infeksi tonsil, infeksi
gigi, kelainan imunologik, diskinesia silia seperti pada
sindrom Kartagener.1,3,8 Pada pasien ini didapatkan
beberapa faktor predisposisi, antara lain polip hidung,
riwayat batuk pilek berulang yang dicurigai ISPA.
Riwayat ISPA digali dari anamnesis berupa adanya
riwayat batuk pilek berulang. Sedangkan polip nasal
ditemukan pada pemeriksaan fisik rinoskopi anterior
dengan temuan adanya massa bulat yang lunak dan
mudah digerakkan berwarna putih mengkilap pada
kedua kavum nasi.
Pasien adalah perempuan berumur 61 tahun.
Polip nasi dapat mengenai semua ras dan
frekuensinya meningkat sesuai dengan bertambahnya
usia. Polip nasi biasanya terjadi pada rentang usia 30
tahun sampai 60 tahun..10
Pada pasien ditemukan riwayat batuk pilek
berulang. Selain berkaitan dengan mekanisme
terjadinya rinosinusitis akibat iritasi mukosa secara
kronis, keadaan tersebut juga dapat mendasari
terjadinya polip hidung. Peranan infeksi pada
pembentukan polip hidung belum diketahui dengan
pasti tetapi ada keragu-raguan bahwa infeksi dalam
hidung atau sinus paranasal seringkali ditemukan
bersamaan dengan adanya polip. Polip hidung
biasanya dapat terbentuk sebagai akibat reaksi
hipersensitif atau reaksi alergi pada mukosa hidung.
Polip berasal dari pembengkakan lapisan permukaan
mukosa hidung atau sinus, yang kemudian menonjol
dan turun ke dalam rongga hidung oleh gaya berat.
Polip banyak mengandung cairan interseluler dan sel
radang (neutrofil dan eosinofil) dan tidak mempunyai
ujung saraf atau pembuluh darah.1,2,6 Hal ini yang
membuat massa yang tampak pada kavum nasi

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas. 2019


Dokter Muda THT-KL Periode Jan-Feb 2019 11
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

pasien tersebut berkonsistensi lunak dan mudah 10. Newton, JR. Ah-See, KW. A Review of nasal
digoyang. polyposis. Therapeutics and Clinical Risk
Pada pasien dilakukan pemeriksaan CT Management 2008:4(2) 507–512
scan. Pemeriksaan ini dilakukan untuk melihat 11. Drake Lee AB. Nasal Polyps. In: Scott
kelainan pada sinus maupun kompleks ostiomeatal. Brown’s Otolaryngology, Rhinology. 5th Ed
Selain itu, pemeriksaan ini juga berguna untuk melihat Vol 4 (Kerr A, Mackay IS, Bull TR ests)
polip yang terdapat pada hidung pasien. Butterworths. London, 1987: 142-53
Pada pasien akan direncanakan dua jenis 12. Darusman, Kianti Raisa. Referat: Polip Nasi.
terapi bedah sekaligus, yakni FESS dan polipektomi. Fakultas Kedokteran Universitas Trisaksi.
FESS bertujuan untuk membuka obstruksi sinus. 2002
Salah satu indikasi dari FESS adalah sinusitis kronik
yang disertai dengan polip.8 Polipektomi bertujuan
untuk mengangkat polip yang merupakan penyebab
dari sumbatan pada sinus.

DAFTAR PUSTAKA
1. Soepardi EA, Iskandar N, Bashirudin J,
Restuti RD (ed). Buku Ajar Ilmu Kesehatan
Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher.
Jakarta : Badan Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. 2012 : 96-
100.
2. Arivalagan, Privina. The Picture Of Chronic
Rinosinusitis in RSUP Haji Adam Malik in
Year 2011. E – Jurnal FK-USU Volume 1 No.
1 Tahun 2013.
3. Posumah, AH . Gambaran Foto Waters Pada
Penderita Dengan dugaan Klinis Sinusitis
Maksilaris Di Bagian Radiologi Fkunsrat/Smf
Radiologi Blu Rsup Prof. Dr. R. D. Kandou
Manado Jurnal e-Biomedik (eBM), Volume 1,
Nomor 1, Maret 2013, hlm. 129-134
4. Anonim, Sinusitis, dalam ; Arif et all, editor.
Kapita Selekta Kedokteran, Ed.3, Penerbit
Media Ausculapius FK UI, Jakarta 2001, 102
– 106.
5. Adams GL, Boies LR, Higler PH. Hidung dan
sinus paranasalis. Buku ajar penyakit tht.
Edisi keenam. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 1994.h.173-240

6. Teuku Husni T.R. Diagnosis dan


Penanganan Rinosinusitis. Conference
paper. Divisi Rinologi, Bagian Telinga Hidung
Tenggorokan-Kepala Leher, Fakultas
Kedokteran Universitas Syiah Kuala/RSU Dr.
Zainoel Abidin, Banda Aceh. 2016.
7. Setiadi M., [thesis]. Analisis Hubungan Antara
Gejala Klinik, Lama Sakit, Skin Prick Test,
Jumlah Eosinofil Dan Neutrofil Mukosa Sinus
Dengan Indeks Lund-Mackay Ct Scan Sinus
Paranasal Penderita Rinosinusitis Kronik.
2009 : FK undip
8. Van Der Baan. Epidemiology and natural
history dalam Nasal Polyposis. Copenhagen:
Munksgaard, 1997. 13-15
9. Ballenger, John Jacob. Diseaes of The Nose
Throat Ear Head and Neck. Lea & Febiger
14th edition. Philadelphia. 1991

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas. 2019

Anda mungkin juga menyukai