Anda di halaman 1dari 36

Case Report Session

STROKE ISKEMIK

OLEH:
Ririn Lausarina 1840312420

Preseptor:
dr. Syarif Indra, Sp. S

BAGIAN ILMU PENYAKIT SARAF


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
RSUDP DR M.DJAMIL PADANG
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya, sehingga
penulis menyelesaikan Case Report Session dengan judul Stroke Iskemik sebagai
salah satu syarat telah mengikuti kepaniteraan klinik di bagian Ilmu Penyakit
Saraf Fakultas Kedokteran Universitas Andalas RSUP DR M Djamil Padang.
Saya ucapkan shalawat beriring salam kepada Nabi Muhammad SAW beserta
keluarga, sahabat, dan pengikutnya.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada preseptor dr. Syarif Indra, Sp.S
yang telah membimbing penulis sehingga dapat menyelesaikan Case Report
Session ini. Penulis menyadari bahawa Case Report Session ini masih jauh dari
kesempurnaan, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran dan semoga
Case Report Session ini bermanfaat untuk kita semua yang telah membacanya.

Padang, 30 November 2019

Penulis

2
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Stroke merupakan kumpulan gejala defisit neurologis akibat gangguan
fungsi otak akut baik fokal maupun global yang mendadak, disebabkan oleh
berkurangnya atau hilangnya aliran darah pada parenkim otak, retina atau medula
spinalis, yang dapat disebabkan oleh penyumbatan atau pecahnya pembuluh
darah, yang dibuktikan dengan pemeriksaan imaging dan/ atau patologi.1
Biasanya stroke disebabkan oleh gangguan aliran darah karena adanya
proses patologi pada sistem pembuluh darah otak. Gangguan tersebut dapat
berupa penyumbatan lumen pembuluh darah yang disebabkan oleh trombosis atau
emboli, pecahnya dinding pembuluh darah otak, perubahan permeabilitas dinding
pembuluh darah maupun perubahan viskositas maupun kualitas darah itu sendiri.2
Stroke merupakan penyakit kegawatdaruratan neurologi yang bersifat akut
dan salah satu penyebab kematian tertinggi di beberapa negara di dunia. Data di
Indonesia menunjukkan kecenderungan peningkatan kasus stroke. Angka
kematian berdasarkan umur adalah sebesar 15,9% (umur 45-55 tahun) dan 26,8%
(umur 55-64 tahun) dan 23,5% ( umur 65 tahun). Kejadian stroke sebesar
51,6/100.000 penduduk dan kecacatan 1,6% Penderita laki-laki lebih banyak dari
pada perempuan.2
Tatalaksana stroke bertujuan untuk membatasi kerusakan pada otak,
mengoptimalkan pemulihan, dan mencegah kekambuhan. Selain itu, strategi
pencegahan stroke sangatlah penting. Pencegahan difokuskan dengan mengobati
faktor predisposisi seperti hipertensi, hiperlipidemia, diabetes dan merokok.2

1.2 Rumusan Masalah


Case report session ini membahas mengenai definisi, epidemiologi,
etiologi, patofisiologi, manifestasi klinik, diagnosis, tatalaksana dan prognosis
dari stroke iskemik.

3
1.3 Tujuan Penulisan
Mengetahui definisi, epidemiologi, etiologi, patofisiologi, manifestasi
klinik, diagnosis, tatalaksana, komplikasi dan prognosis dari stroke iskemik.

1.4 Manfaat Penulisan


Menambah wawasan pengetahuan penulis dan pembaca mengenai stroke
iskemik serta temuan dalam kasus pada pasien.

1.5 Metode Penulisan


Makalah ini ditulis dengan metode studi kepustakaan yang merujuk ke
berbagai literatur.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Stroke merupakan kumpulan gejala defisit neurologis akibat gangguan
fungsi otak akut baik fokal maupun global yang mendadak, disebabkan oleh
berkurangnya atau hilangnya aliran darah pada parenkim otak, retina atau medula
spinalis, yang dapat disebabkan oleh penyumbatan atau pecahnya pembuluh
darah, yang dibuktikan dengan pemeriksaan imaging dan/ atau patologi.1

2.2 Epidemiologi
Stroke merupakan penyakit kegawatdaruratan neurologi yang bersifat akut
dan salah satu penyebab kematian tertinggi di beberapa negara di dunia. Data di
indonesia menunjukkan kecenderungan peningkatan kasus stroke. Angka
kematian berdasarkan umur adalah sebesar 15,9% (umur 45-55 tahun) dan 26,8%
(umur 55-64 tahun) dan 23,5% ( umur 65 tahun). Kejadian stroke sebesar
51,6/100.000 penduduk dan kecacatan 1,6% Penderita laki-laki lebih banyak dari
pada perempuan. 2

2.3 Klasifikasi
Berdasarkan stadium/ pertimbangan waktu3 :
 TIA (Transient Ischaemic Attack)
 RIND (Reversible Ischemic Neurologic Deficit)
 Progressing Stroke atau Stroke in evolution
 Completed Stroke

Transient Ischaemic Attack


Disebut juga ministroke, gejala stroke menghilang kurang dari 24 jam,
bersifat reversible. Gejala TIA meliputi : 1) kelemahan, rasa kebas, lumpuh
pada wajah tangan atau kaki, umumnya pada satu sisi tubuh; 2) Bicara pelo
atau sulit memahami perkataan; 3) buta pada satu atau kedua mata atau
pandangan ganda; 4) pusing atau gangguan koordinasi dan keseimbangan; 5)
sakit kepala hebat dengan penyebab yang tidak diketahui. Dapat terjadi satu

5
atau lebih TIA pada seseorang, dimana gejala bisa mirip ataupun
berbeda-beda tergantung area otak yang mengalami iskemik.

Reversible Ischaemic Neurologic Deficit


Terjadi lebih lama dari TIA, gejala hilang lebih dari 24 jam tetapi tidak
lebih dari 1 minggu

Stroke In Evolution
Perkembangan stroke perlahan-lahan sampai gejala yang semakin lama
semakin buruk, bisa progresif dalam beberapa jam hingga beberapa hari

Complete Stroke
Gangguan neurologi menetap atau permanen. Stroke komplit dapat
diawali oleh TIA berulang.3

2.4 Etiologi dan Faktor Risiko

Tabel 1.Kondisi yang berhubungan dengan iskemia fokal serebri3

6
Stroke iskemik dapat disebabkan oleh trombosis maupun emboli.
Trombosis disebabkan oleh bekuan darah (trombus) di dalam arteri yang
mendarahi otak. Sedangkan emboli disebabkan oleh bekuan yang terbentuk di
tempat lain (biasanya di jantung atau arteri leher). 4
Terdapat dua jenis faktor yang bisa meningkatkan risiko stroke yaitu
faktor yang tidak dapat dikendalikan dan faktor yang dapat dikendalikan.4

a. Faktor yang tidak dapat dikendalikan

Usia
Insiden stroke meningkat dengan usia. Data dari studi Framingham
menunjukan bahwa resiko stroke meningat dua kali lipat tiap tahunnya pada
usia 35 hingga 95 tahun.4
Gender
Laki-laki cenderung memiliki insidensi sroke yang lebih tinggi pada usia
yang lebih muda. Pada usia tua ( ≥ 85 tahun), wanita memilik insidensi stroke
yang lebih tinggi, mungkin karena wanita memiliki usia harapan hidup yang
lebih panjang. Pada tahun 2005 jenis kelamin wanita berkontribusi pada >
50% kasus kematian akibat stroke4
Ras
Ras Afrika-Amerika memiliki resiko stroke yang lebih tinggi, diikuti ras
Hispanik dan Kaukasia. Ras Afrika-Amerika memiliki resiko stroke hampir
dua kali lipat dari ras Kaukasia. Disparitas ini paling menonjol pada usia
dibawah 55 tahun. Ras Asia –Amerika memiliki resiko stroke iskemik yang
rendah namun dengan resiko strok hemoragik yang lebih tinggi. 4
Genetik
Studi pada saudara kembar dan keluarga dengan stroke menunjukan
adanya resiko stroke. 4

b. Faktor yang dapat dikendalikan

Hipertensi
Pada stroke, hipertensi terjadi sebanyak 50-70% kasus. Hipertensi
merupakan faktor risiko mayor untuk penyakit jantung koroner dan stroke.

7
Efek jangka lama dari peningkatan tekanan darah dapat merusak dinding arteri,
sehingga menyebabkan terjadinya aterosklerosis atau ruptur.4
Penyakit Jantung
Mekanisme yang dapat menyebabkan stroke iskemik adalah emboli,
penurunan perfusi, dan trombosis.Emboli ke otak bisa berasal dari arteri atau
jantung. Emboli yang paling sering ditemukan yang berasal dari jantung adalah
pada atrial fibrilasi, sinotrial disorder, acute myocardial infarction, subakut
bacterial endocarditis, cardiac tumor dan kelainan katup.4
Diabetes Mellitus
Diabetes mellitus bisa menyebabkan penebalan dari dinding pembuluh
darah otak. Penebalan dinding pembuluh darah otak akan menyebabkan
penyempitan diameter pembuluh darah sehingga mengganggu kelancaran
sirkulasi ke otak, dan menyebabkan infark pada sel-sel otak.4
Dislipidemia
Hiperlipidemia menyatakan peningkatan kolesterol dan atau trigliserida
serum di atas batas normal. Kadar kolesterol total > 200 mbg/dl, LDL > 100
MG/DL, HDL < 40 ,mg/dl, dan trigliserida > 150 mg/dl akan membentuk plak
di pembuluh darah baik di jantung maupun di otak. AHA merekomendasikan
target LDL < 100 mg/dL atau < 70 mg/dL pada pasien dengan resiko vaskular
multiple.4
Obesitas
Terdapat hubungan BMI dengan kejadian stroke, namun hubungan ini
lebih terkait dengan komplikasi dari obesitas itu sendiri. Obesitas sentral
memiliki resiko tinggi stroke dan terkait dengan kondisi protrombosis.4
Alkohol
Konsumi alcohol menyebabkan meningkatnya HDL, menurunnya agregasi
platelet, dan berkurangnya kadar fibrinogen. Konsumsi alcohol meningkatkan
resiko stroke iskemik dan hemoragik.4
Merokok
Merokok meningkatkan risiko terjadinya stroke hampir dua kali lipat, dan
perokok pasif berisiko terkena stroke 1,2 kali lebih besar. Nikotin dan

8
karbondioksida yang terdapat pada rokok menyebabkan kelainan pada dinding
pembuluh darah.4

2.5 Patofisiologi

Gambar 1. Pembentukan plak aterosklerosis5

Mekanisme Infark
Aterotrombosis pembuluh darah besar
Proses ini diawali oleh adanya cedera endotel dan inflamasi yang
mengakibatkan terbentuk plak pada dinding pembuluh darah. Plak ini
berkembang semakin tebal dan sklerotik. Tempat tersering terjadinya plak ini
adalah pada percabangan arteri karotis, pangkal arteri vertebralis dan arteri serebri
media. Plak dapat pecah karena sarung fibrosa yang tipis ataupun karena shear
stress karena aliran darah yang tinggi, trombosit kemudian akan melekat pada
plak dan memicu kaskade pembekuan dan terbentuklah trombus. Trombus dapat
lepas menjadi emboli atau tetap pada lokasi asal dan menyebabkan oklusi dalam
pembuluh darah. Emboli yang terlepas ini kemudian menyumbat aliran darah
yang lebih distal dan menyebabkan iskemia di daerah tersebut.5

Kardioemboli
Muncul sebagai akibat bekuan darah yang terbentuk di jantung yang lepas
dan terbawa ke sirkulasi dan menyumbat aliran darah arteri serebral. Bekuan bisa

9
akibat stasis aliran darah di jantung ( oleh atrial fibrilasi), infark miokard atau oleh
perlengketan di katup prostetik.5

Penyakit Pembuluh Darah Kecil


Lokasi tersering di area dalam hemisfer substansia alba ; kapsula
interna) yang berasal dari percabangan arteri serebri media; pons, yang
didarahi arteri basilaris; thalamus yang didarahi arteri serebri posterior. Infark
pada daerah ini berukuran kecil < 1.5 cm dan tergantung lokasi di dalam otak
dapat menyebabkan gejala klasik sindroma lakunar.
1. Defisit motorik murni (umunya wajah dan tangan, atau tangan dan
kaki)
2. Defisit sensorik murni
3. Sensorimotorik campuran
4. Ataxic hemiparesis (kelemahan sebelah dengan kaku di daerah
ipsilateral)
5. Kekakuan tangan, disartria, tanpa disertai dengan kelemahan
ekstrimitas.5

Penyebab lain yang diketahui


Termasuk diantaranya diseksi arteri ekstrakranial, vaskulopati non
aterosklerosis, kondisi hiperkoagulasi atau kelainan hematologi.

Gambar 2. Iskemik penumbra dan aliran kolateral5

Jika iskemia yang terjadi luas, akan tampak daerah yang tidak homogeny
akibat perbedaan tingkat iskemia. Daerah ini terdiri dari 3 lapisan yaitu :

10
 Ischemic Core
Lapisan inti yang mengalami iskemia, daerah ini lalu akan
mengalami nekrosis dalam hitungan menit hingga jam. Daerah ini sangat
pucat karena aliran darah yang paling rendah.Terjadi degenerasi neuron.
Kadar asam laktat daerah ini tinggi deng PO2 rendah.6
 Ischemic Penumbra
Daerah disekitar ischaemic core.Aliran darah masih lebih tinggi
dari ischaemic core. Neuron didalamnya tidak mati namun tidak
berfungsi.Neuron mengalami edema jaringan.Daerah ini tampak pucat
namun masih bisa diselamatkan bila di reperfusi. Tujuan terapi stroke
adalah menyelamatkan daerah ini.6
Pada sekitar daerah iskemi timbul edem glia, akibat berlebihannya
H+ dari asidosis laktat.K+ dari neuron yang rusak diserap oleh sel glia
disertai rentensi air yang timbul dalam empat hari pertama sesudah stroke.
Dengan adanya sirkulasi kolateral maka sel-sel belum mati, tetapi
metabolisme oksidatif dan proses depolarisasi neuronal oleh pompa ion
akan berkurang. Edem ini menyebabkan daerah sekitar nekrosis
mengalami gangguan perfusi dan timbul iskemi ringan tetapi jaringan otak
masih hidup.Daerah ini adalah iskemik penumbra. Bila proses tersebut
berlangsung terus menerus akan terjadi kematian sel yang secara akut
timbul melalui proses apoptosis.6
 Luxury Perfusion
Daerah disekeliling ischaemic penumbra dengan aliran darah yang
sangat meningkat, berwarna kemerahan dan mengalami edema.Terjadi
dilatasi maksimal pembuluh darah dan aliran kolateral yang maksimal.6

2.6 Gejala Klinis


Umumnya yang ditemukan pada pasien stroke adalah penurunan
kesadaran, kelumpuhan anggota gerak, kelumpuhan nervus VII dan XII yang
bersifat sentral, gangguan fungsi luhur seperti kesulitan bahasa (afasia), ataksia,
diplopia, vertigo, dan nyeri kepala. Manifestasi klinis utama yang dikaitkan

11
dengan insufisiensi aliran darah otak dapat dihubungkan dengan tanda serta gejala
dibawah ini:
a. Arteri Cerebri Anterior
 Hemiparesis kontralateral dengan kelumpuhan tungkai lebih menonjol
 Gangguan mental
 Gangguan sensibilitas pada tungkai yang lumpuh
 Ketidakmampuan dalam mengendalikan buang air
 Bisa terjadi kejang-kejang
b. Arteri Cerebri Media
 Bila sumbatan di pangkal arteri, terjadi kelumpuhan yang lebih ringan
 Bila tidak dipangkal maka lengan lebih menonjol
 Gangguan saraf perasa pada satu sisi tubuh. Hilangnya kemampuan
dalam berbahasa (aphasia)
c. Arteri Karotis Interna
 Buta mendadak (amaurosis fugax)
 Ketidakmampuan untuk berbicara atau mengerti bahasa lisan (disfasia).
 Kelumpuhan pada sisi tubuh yang berlawanan (hemiparesis
kontralateral) dan dapat disertai sindrom Horner pada sisi sumbatan
d. Arteri Cerebri Posterior
 Koma
 Hemiparesis kontralateral
 Ketidakmampuan membaca (aleksia)
 Kelumpuhan saraf kranialis ketiga
e. Sistem Vertebrobasiler
 Kelumpuhan di satu sampai keempat ekstrimitas
 Meningkatnya reflek tendon
 Gangguan dalam koordinasi gerakan tubuh
 Gejala – gejala serebelum seperti gemetar pada tangan ( tremor), kepala
berputar (vertigo)
 Ketidakmampuan untuk menelan
 Gangguan motorik pada lidah, mulut, rahang dan pita suara sehingga
pasien sulit berbicara (disartria)

12
 Kehilangan kesadaran sepintas (sinkop), penurunan kesadaran secara
lengkap (stupor), koma, pusing, gangguan daya ingat, kehilangan daya
ingat terhadap lingkungan (disorientasi)
 Gangguan penglihatan, seperti penglihatan ganda (diplopia), nistagmus,
ptosis,kurangnya daya gerak mata, kebutaan setengah lapang pandang
pada belahan kanan atau kiri kedua mata (hemianopsia homonim)
 Gangguan pendengaran
 Rasa kaku di wajah mulut dan lidah.7

2.7 Diagnosis
Kriteria Diagnosis stroke iskemik adalah terdapat gejala deficit neurologis
global atau salah satu/ beberapa deficit neurologis fokal yang terjadi
mendadak dengan bukti gambaran pencitraan otak ( CT scan atau MRI otak ).1
a. Penemuan Klinis
 Anamnesis : Terutama terjadi keluhan/ gejala deficit neurologic yang
mendadak. Tanpa trauma kepala dan adanya faktor risiko stroke
 Pemeriksaan Fisik : Adanya deficit neurologis fokal, ditemukan fsktor
risiko seperti hipertensi, kelainan jantung dan kelainan pembuluh
darah lainnnya
b. Pemeriksaan tambahan
 CT-scan sangat membantu membedakan dengan perdarahan terutama
pada fase akut
 Angiografi serebral untuk menggambarkan dengan jelas pembuluh
darah yang terganggu
 Pemeriksaan lain untuk menemukan faktor risiko : darah rutin ( Hb,
Ht, Leuko, Trombo, Diff. count, bila perlu gambaran darah tepi), kimia
darah, elektrolit, Doppler dan EKG.7

13
Di Indonesia tidak semua rumah sakit memiliki peralatan seperti Ct-Scan.
Tes diagnostik pengganti yang dapat digunakan adalah Algoritma Stroke Gadjah
Mada (ASGM) dan Siriraj Stroke Score (SSS).8

Gambar 3. Gajah Mada Skor

SSS = 2,5 (kesadaran) + 2 (muntah) + 2 (nyeri kepala) + 0,1 (tekanan darah


diastolik) – 3(atheroma) -12
Poin
Kesadaran Sadar 0
Mengantuk & 1
stupor
Semikoma dan 2
koma
Muntah/nyeri Tidak 0
kepala dalam 2 Ya 1

14
jam

Atheroma/riwayat Tidak ada 0


diabetes, angina Satu atau lebih 1
>1 diagnosis perdarahan serebral
<-1 diagnosis infark serebral
-1hingga 1 diagnosis meragukan
Tabel 2. Siriraj Stroke Score

2.8 Diagnosis Banding


 Kelainan vascular : ICH, SDH, EDH, SAH akibat rupture aneurisme
atau malformasi vascular
 Kelainan structural otak : abses tumor, infeksi intracranial
 Gangguan Metabolik : hipoglikemia, hyperosmolar hiperglikemi state.7

2.9 Komplikasi
 Edema serebri dan peningkatan tekananan intrakranial, yang dapat
menyebabkan herniasi atau kompresi batang otak
 Kejang
 Transformasi hemoragik
 Infeksi : pneumonia, ISK
 Trombosis Vena
 Gangguan daily life activity7

2.10 Tatalaksana
Tatalaksana yang komprehensif dibutuhkan dalam penanganan kasus stroke
iskemik maupun stroke hemoragik. Pentalaksanaan ini sendiri dapat dibagi
menjadi dua yaitu tatalaksana umum dan tatalaksana khusus pada stroke iskemik
menurut guideline stroke tahun 2011 oleh perdossi.1
A. Tatalaksana Umum di IGD dan Ruang rawat
1. Stabilisasi jalan nafas dan pernafasan
- Pemantauan status neurologis, nadi tekanan darah, suhu dan saturasi
oksigen dalam 72 jam pertama

15
- Pemberian oksigen jika saturasi < 95%
- Pemasangan pipa orofaring pada pasien tidak sadar, pemberian
bantuan ventilasi pada pasien penurunan kesadaran atau disfungsi
bulbar dengan gangguan jalan nafas
- Intubasi endotracheal (ETT) atau LMA pada pasien hipoksia (pO2 <
60 mmHg atau pCO2 > 50 mmHg) syok, atau pada pasien yang
berisiko untuk mengalami aspirasi. Pipa ETT tidak dianjurkan
terpasang lebih 2 minggu, jika lebih lakukan trakeostomi
2. Stabilisasi hemodinamik
- Pemberian cairan kristaloid atau koloid intravena, dan hindari cairan
hipotonik seperti glukosa
- Bila TDS dibawah 120 mmHg dan cairan sudah mencukupi, berikan
vasopresor secara titrasi, seperti dopamine dosis sedang/tinggi,
norepeinferin atau epinefrin dengan target TDS berkisar 140 mmHg
- Pemantauan jantung harus dilakukan 24 jam pertama setelah awitan
serangan stroke
- Bila terdapat penyakit jantung segera atasi (konsul jantung)
3. Pengendalian peninggian tekanan intrakranial
- Pemantauan ketat pada kasus dengan risiko edema serebri dengan
memperhatikan perburukan gejala dan tanda neurologis pada hari-hari
pertama setelah serangan stroke
- Sasaran TIK < 20 mmHg dan tekanan perfusi otak > 70 mmHg
- Penatalaksanaan peningkatan TIK meliputi :
1. Meninggikan posisi kepala 20-30o
2. Memposisikan pasien dnegan menghindari penekanan vena
jugular
3. Menghindari pemberian cairan glukosa atau cairan hipotonik
4. Menghindari hipertermia
5. Menjaga normovolemia
6. Pemberian Osmoterapi atas indikasi :
- Manitol 0.25 – 0.50 gr/KgBB selama 20 menit, diulangi
setiap 4 – 6 jamdengan target osmolaritas ≤ 310 mOSm/L

16
- Jika perlu berikan furosemide dengan dosis inisial 1 mg/Kg
BB IV
7. Intubasi untuk menjaga normoventilasi (pCO2 35-45 mmHg).
Hiperventilasi mugkin diperlukan bila akan dilakukan tindakan
operatif
8. Paralisis neuromuscular yang dikombinasikan dnegan sedasi untuk
mengurangi TIK dengan cara mengurangi naiknya tekanan
intratorakal dan tekanan vena akibat batuk.
9. Drainase ventricular dianjurkan pada hidrosefalus akut akibat
stroke iskemik serebelar
10. Tindakan bedah dekompresif pada iskemik serebelar yang
menimbulkan efek masa
4. Pengendalian kejang
a. Bila kejang beri diazepam IV bolus lambat 5 -20 mg dan diikuti oleh
fenitoin dosis bolus 15-20 mg/kg dengan kecepatan maksimum 50
mg/menit
b. Obat kejang lain yang dapat diberikan adalah valproate, tpiramat, atau
levetirasetam, sesuai dengan klinis dan penyulit pasien
c. Bila kejang belum teratasi rawat ICU
5. Pengendalian suhu tubuh
a. Pasien stroke disertai febri harus diobati dengan antipiretik
(asetaminofen) dan diatasi penyebabnya
b. Pada pasien denan berisiko terjadi infeksi, harus dilakukan kultur
(trakeal. Darah dan urin) dan diberikan antibiotic. Jika memakai
kateter ventricular, analisis cairan serebrosinal harus dilakuakan untuk
mendeteksi meningitis.
6. Terapi cairan
a. Pemberian cairan isotonis NaCl 0.9%, ringer laktat, dan ringer asetat,
dengan tujuan menjaga euvolemia. CVP dipertahankan antara 5-12
mmHg.
b. Cairan yang hipotonik atau mengandung glukosa hindari, kecuali pada
keadaan hipoglikemia

17
7. Nutrisi
a. Nutrisi enteral paling lambar harus segera diberikan dalam 48 jam,
nutrisi oral hanya boleh diberikan bila hasil tes fungsi menelan baik
b. Bila terdapat gangguan menelan atau kesadaran menurun makanan
diberikan melalui pipa nasogastrik
c. Pada keadaan akut kebutuhan kalori 25-30kkal/kg/hari dengan
komposisi
1) Karbohidrat 30-40 % dari total kalori
2) Lemak 20-35% (pada gangguan nafas dapat lebih tinggi 35-
55%)
3) Protein 20-30% (pada keadaan stress kebutuhan protein 1.4 –
2.0 g/ KgBB/ hari (pada gangguan fungsi ginjal <0.8
g/KgBB/hari)

B. Tatalaksana khusus stroke iskemik


1. Trombolisis intravena
- rTPA (alteplase)
dapat diberikan pada stroke iskemik akut, onset < 6 jam secara IV.
Dengan mengikuti protocol kriteria inklusi dan eksklusi. Dosis 0.6
– 0.9 mg/KgBB.1
2. Terapi endovascular
- Trombektomi mekanik, pada stroke iskemik dengan oklusi karotis
interna, atau pembuluh darah intrakranial, onset < 8 jam.1
3. Manajemen Hipertensi
- Tekanan darah meningkat pada 73.9% kasus stroke, biasanya
menurun dalam 24 jam
- Obat antihipertensi diberikan bila TD >220/120 mmHg
- Tekanan darah diturunkan perlahan-lahan , sehingga tidak
menurunkan aliran darah otak
- Nikardipin 5mg/jam IV
- Atau ARB, ACEI, BB, diuretik. 1

18
4. Manajemen gula darah
- Sesuai tatalaksana DM, menggunakan obat hipoglikemia oral dan
insulin
5. Pemberian antiplatelet
- Pemberian aspirin dengan dosis awal 325 mg dalam 24 sampai 48
jam setelah awitan stroke dianjurkan untuk setiap stroke iskemik
akut.
- Aspirin tidak boleh digunakan tidak boleh digunakan sebagai
pengganti tindakan intervensi akut pada stroke, seperti pemberian
rTPA intravena
- Pemberian klopidogrel saja atau kombinasi dengan aspirin, pada
stroke iskemik akut tidak dianjurkan, kecuali pada pasien indikasi
spesifik msialnya, angina pectoris tidak stabil, no Q wave MI atau
recent stenting
- Pemberian antiplatelet intravena yang menghambat reseptor
glikoprotein IIb/IIIa tidak dianjurkan
6. Pemberian neuroprotektor belum menunjukan hasil yang efektif,
sehingga sampai saat ini belum dianjurkan. Namun citicolin sampai saat
ini masih memberimanfaat pada stroke akut. Penggunaaan citicolin
pada stroke iskemik akut dengan dosis 2 x 1000 mg intravena 3 haridan
dilanjutkan dengan oral 2 x 1000 selama 3 minggu. Penelitian yang
dilakukan PERDOSSI menunjukan pemberian plasmin oral 3 x 500 mg
pada 66 pasien di 6 rumah sakit pendidikan di Indonesia memberi
manfaat.1

2.11 Prognosis
Prognosis setelah terjadinya stroke tergantung kepada usia, etiologi stroke
itu sendiri, derajat keparahan deifisit neurologis dan tingkat ketergantungan, dan
beban komorbiditas. pada penelitian kohort yang dilakukan di US terdapat 10.000
pasien yang dirawat dengan stroke iskemik, memiliki tingkat mortalitas pada
tahun pertama dan tahun keempat secara berturut-turut sebesar 24,5% dan 41.3 %,
dan dengan tingkat kekambuhan sebesar 8.0 % dan 18.1 % secara berurutan.9

19
BAB III
ILUSTRASI KASUS

IDENTITAS PASIEN :
Nama : Tn. K
Jenis kelamin : Laki-laki
Umur : 74 tahun
Suku bangsa : Minangkabau
Alamat : Padang Pariaman
Pekerjaan : Pensiunan

Autoanamnesis :
Seorang pasien, Tn. K, Laki-laki, umur 74 tahun dirawat di bangsal
Neurologi RSUP Dr. M. Djamil Padang hari rawatan ke-13 (29-11-2019) dengan:

Keluhan Utama :
Penurunan kesadaran sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit.

Riwayat Penyakit Sekarang :


 Penurunan kesadaran sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit. Penurunan
kesadaran terjadi pada saat pasien sedang beristirahat dan tidak bisa
dibangunkan. Pasien membuka mata saat dipanggil keluarga.
 Kejang 1 hari sebelum masuk rumah sakit diawali kejang pada bagian
ekstremitas bawah lalu kelojotan seluruh tubuh.
 Lemah anggota gerak kanan sejak 7 hari sebelum masuk rumah sakit,
kelemahan dirasakan tiba-tiba saat pasien bangun tidur. Pasien merasakan
tangan dan kaki kanan sama lemahnya. Pasien tidak dapat menggangkat
lengan tangan dan tungkai kaki sebelah kanan.
 Nyeri kepala pada saat onset tidak diketahui.
 Muntah menyemprot tidak ada
 Batuk tidak ada
 Demam tidak ada

20
 Sesak napas tidak ada
 Nyeri dada tidak ada
 BAB dan BAK tidak ada keluhan
 Pasien merupakan rujukan dari RSUD Padang Pariaman, pasien dirujuk
untuk diagnosis dan tatalaksana selanjutnya

Riwayat Penyakit Dahulu :


 Riwayat menderita penyakit hipertensi sejak ± 3 tahun yang lalu, kontrol
tidak teratur dengan tekanan sistolik tertinggi 220 mmHg
 Riwayat kolesterol tinggi disangkal
 Riwayat penyakit diabetes melitus disangkal
 Riwayat menderita penyakit jantung disangkal

Riwayat penyakit keluarga :


 Riwayat menderita penyakit hipertensi tidak ada.
 Riwayat penyakit diabetes mellitus tidak ada.
 Riwayat penyakit stroke tidak ada
 Riwayat menderita penyakit jantung tidak ada
 Riwayat penyakit kolesterol tinggi tidak ada
 Riwayat kejang di keluarga tidak ada.

Riwayat pribadi dan sosial :


 Pasien seorang pensiunan dan perokok, +/- 50 tahun, 1-2 bungkus/hari, IB
: Berat
 Riwayat konsumsi alkohol tidak ada
PEMERIKSAAN FISIK (29-11-2019)
Umum
Keadaan umum : Berat
Kesadaran : E2M3V1
Kooperatif : tidak kooperatif
Nadi/ irama : 80x/menit, regular, kuat angkat
Pernafasan : 22x/menit, reguler, abdominothorakal
Tekanan darah : 150/80 mmHg, sama kiri dan kanan

21
Suhu : 37.7 oC
Keadaan gizi : baik
Tinggi badan : 173 cm
Berat badan : 70 kg
Turgor kulit : baik
Kulit dan kuku : pucat tidak ada, sianosis tidak ada
Kelenjar getah bening
Leher : tidak teraba pembesaran KGB
Aksila : tidak teraba pembesaran KGB
Inguinal : tidak teraba pembesaran KGB
Torak
Paru
Inspeksi : simetris kiri dan kanan
Palpasi : fremitus kiri = kanan
Perkusi : sonor
Auskultasi : bronkovesikuler, ronkhi +/+, wheezing tidak ada
Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : ictus cordis teraba 1 jari medial LMCS RIC V
Perkusi : batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : irama ireguler, bising tidak ada, gallop tidak ada
Abdomen
Inspeksi : tidak tampak membuncit
Palpasi : hepar dan lien tak teraba
Perkusi : timpani
Auskultasi : bising usus normal
Korpus vertebrae
Inspeksi : deformitas tidak ada
Palpasi : gibus tidak ada

22
Status neurologikus
1. Tanda rangsangan selaput otak
 Kaku kuduk : tidak ada
 Brudzinsky I : tidak ada
 Brudzinsky II : tidak ada
 Tanda Kernig : tidak ada
2. Tanda peningkatan tekanan intrakranial
 Pupil isokor, diameter 3m/3mm , reflek cahaya +/+
 Muntah proyektil tidak ada
 Nyeri kepala progresif tidak ada
Kesan : Tidak ada peningkatan tekanan intrakranial
3. Pemeriksaan nervus kranialis
N. I (Olfaktorius)
Penciuman Kanan Kiri
Subjektif Tidak dapat diperiksa Tidak dapat diperiksa
Objektif (dengan bahan) Tidak dapat diperiksa Tidak dapat diperiksa

N. II (Optikus)
Penglihatan Kanan Kiri
Tajam penglihatan Tidak dapat diperiksa Tidak dapat diperiksa
Lapangan pandang Tidak dapat diperiksa Tidak dapat diperiksa
Melihat warna Tidak dapat diperiksa Tidak dapat diperiksa
Funduskopi Tidak dapat diperiksa Tidak dapat diperiksa

N. III (Okulomotorius)
Kanan Kiri
Bola mata Ortho Ortho
Ptosis Tidak dapat diperiksa Tidak dapat diperiksa
Gerakan bulbus Tidak dapat diperiksa Tidak dapat diperiksa
Strabismus Tidak dapat diperiksa Tidak dapat diperiksa
Nistagmus Tidak dapat diperiksa Tidak dapat diperiksa
Ekso/endotalmus Tidak dapat diperiksa Tidak dapat diperiksa
Pupil
 Bentuk Bulat, tepi reguler, 3 mm Bulat, tepi reguler, 3 mm
 Refleks cahaya (+) (+)
 Refleks akomodasi Tidak dapat diperiksa Tidak dapat diperiksa

23
 Refleks konvergensi Tidak dapat diperiksa Tidak dapat diperiksa

N. IV (Trochlearis)
Kanan Kiri
Gerakan mata ke bawah Tidak dapat diperiksa Tidak dapat diperiksa
Sikap bulbus Ortho Ortho
Diplopia Tidak dapat diperiksa Tidak dapat diperiksa

N. VI (Abdusen)
Kanan Kiri
Gerakan mata ke lateral Tidak dapat diperiksa Tidak dapat diperiksa
Sikap bulbus Ortho Ortho
Diplopia Tidak dapat diperiksa Tidak dapat diperiksa

N. V (Trigeminus)
Kanan Kiri
Motorik
 Membuka mulut Tidak dapat diperiksa Tidak dapat diperiksa
 Menggerakkan rahang Tidak dapat diperiksa Tidak dapat diperiksa
 Menggigit Tidak dapat diperiksa Tidak dapat diperiksa
 Mengunyah Tidak dapat diperiksa Tidak dapat diperiksa
Sensorik
 Divisi oftalmika
- Refleks kornea (+) (+)
- Sensibilitas Tidak dapat diperiksa Tidak dapat diperiksa
 Divisi maksila
- Refleks masetter (+) (+)
- Sensibilitas Tidak dapat diperiksa Tidak dapat diperiksa
 Divisi mandibula
- Sensibilitas Tidak dapat diperiksa Tidak dapat diperiksa

N. VII (Fasialis)
Kanan Kiri
Raut wajah Asimetris (deviasi ke kiri)
Sekresi air mata Tidak dapat diperiksa Tidak dapat diperiksa
Fissura palpebral (+) (+)
Menggerakkan dahi Tidak dapat diperiksa Tidak dapat diperiksa
Menutup mata (+) (+)
Mencibir/ bersiul Tidak dapat diperiksa Tidak dapat diperiksa
Memperlihatkan gigi Tidak dapat diperiksa Tidak dapat diperiksa
Sensasi lidah 2/3 depan Tidak dapat diperiksa Tidak dapat diperiksa
Hiperakusis Tidak dapat diperiksa Tidak dapat diperiksa
Plica nasolabialis Kanan lebih datar

24
N. VIII (Vestibularis)
Kanan Kiri
Suara berbisik Tidak dapat diperiksa Tidak dapat diperiksa
Detik arloji Tidak dapat diperiksa Tidak dapat diperiksa
Rinne tes Tidak dapat diperiksa
Weber tes Tidak dapat diperiksa
Schwabach tes
- Memanjang Tidak dapat diperiksa
- Memendek
Nistagmus
- Pendular Tidak dapat diperiksa Tidak dapat diperiksa
- Vertikal Tidak dapat diperiksa Tidak dapat diperiksa
- Siklikal Tidak dapat diperiksa Tidak dapat diperiksa
Pengaruh posisi kepala Tidak dapat diperiksa Tidak dapat diperiksa

N. IX (Glossopharyngeus)
Kanan Kiri
Sensasi lidah 1/3 belakang Tidak dapat diperiksa
Refleks muntah (Gag Rx) Tidak dapat diperiksa

N. X (Vagus)
Kanan Kiri
Arkus faring Tidak dapat diperiksa
Uvula Tidak dapat diperiksa
Menelan Tidak dapat diperiksa
Suara Tidak dapat diperiksa
Nadi Teratur, 90x/menit

N. XI (Asesorius)
Kanan Kiri
Menoleh ke kanan Tidak dapat diperiksa Tidak dapat diperiksa
Menoleh ke kiri Tidak dapat diperiksa Tidak dapat diperiksa
Mengangkat bahu kanan Tidak dapat diperiksa Tidak dapat diperiksa
Mengangkat bahu kiri Tidak dapat diperiksa Tidak dapat diperiksa

N. XII (Hipoglosus)
Kanan Kiri
Kedudukan lidah dalam Simetris
Kedudukan lidah dijulurkan Tidak dapat diperiksa
Tremor Tidak dapat diperiksa

25
Fasikulasi Tidak dapat diperiksa
Atropi Tidak dapat diperiksa
4. Pemeriksaan koordinasi
Cara berjalan Tidak dapat Tes jari hidung Tidak dapat
diperiksa diperiksa
Romberg tes Tidak dapat Tes hidung jari Tidak dapat
diperiksa diperiksa
Reboundphenomen Tidak dapat Supinasi-pronasi Tidak dapat
diperiksa diperiksa
Test tumit lutut Tidak dapat
diperiksa

5. Pemeriksaan fungsi motorik


a. Badan Respirasi Reguler
Duduk Tidak dapat diperiksa
b. Berdiri dan Gerakan spontan Tidak dapat diperiksa
berjalan Tremor Tidak dapat diperiksa
Atetosis Tidak dapat diperiksa
Mioklonik Tidak dapat diperiksa
Khorea Tidak dapat diperiksa

c. Ekstremitas Superior Inferior


Kanan Kiri Kanan Kiri
Gerakan Tidak dapat Aktif Tidak dapat Aktif
diperiksa diperiksa
Kekuatan Tidak dapat Tidak dapat Tidak dapat Tidak dapat
diperiksa diperiksa diperiksa diperiksa
Fallen Test Lateralisasi ke kanan
Tropi Eutropi Eutropi Eutropi Eutropi
Tonus Eutonus Eutonus Eutonus Eutonus

6. Pemeriksaan sensibilitas
Sensibiltas taktil Tidak dapat diperiksa
Sensibilitas nyeri Tidak dapat diperiksa
Sensiblitas termis Tidak dapat diperiksa
Sensibilitas kortikal Tidak dapat diperiksa
Stereognosis Tidak dapat diperiksa
Pengenalan 2 titik Tidak dapat diperiksa
Pengenalan rabaan Tidak dapat diperiksa

26
7. Sistem refleks
a. Fisiologis Kanan Kiri Kanan Kiri
Kornea (+) (+) Biseps ++ ++
Berbangkis Tidak dapat diperiksa Triseps ++ ++
Laring Tidak dapat diperiksa KPR ++ ++
Masetter Tidak dapat diperiksa APR ++ ++
Dinding perut Bulbokvernosus Tidak diperiksa
 Atas Tidak dapat diperiksa Cremaster Tidak diperiksa
 Tengah Tidak dapat diperiksa Sfingter Tidak diperiksa
 Bawah Tidak dapat diperiksa

b.Patologis Kanan Kiri Kanan Kiri


Lengan Babinski (-) (-)
Hoffmann- (-) (-) Chaddocks (-) (-)
Tromner
Oppenheim (-) (-)
Gordon (-) (-)
Schaeffer (-) (-)
Klonus paha (-) (-)
Klonus kaki (-) (-)
Tungkai (-) (-)

8. Fungsi otonom
- Miksi : terpasang kateter
- Defekasi : baik
- Sekresi keringat: baik
9. Fungsi luhur : Baik
Kesadaran Tanda Dementia
Reaksi bicara Tidak Spontan Reflek glabela (-)
Fungsi intelek Tidak dapat Reflek snout (-)
diperiksa
Reaksi emosi Tidak dapat Reflek menghisap (-)
diperiksa
Reflek memengang (-)
Reflek palmomental (-)

27
Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan Laboratorium Darah (27-11-2019)

Darah Rutin dan Hitung jenis


Hemoglobin : 12,4 g/dL Neu Seg : 81
Leukosit : 18.260/mm3 Limfosit : 7
Trombosit : 586.000/mm3 Monosit : 4
Hematokrit : 37 %
Eritrosit : 4,04 juta Na/K/Cl : 137/3,6/102
Hitung Jenis (22-11-2019)
Basofil :0 GDS : 149
Eosinofil :3 PT/APTT : 11,3/24,5
Neu Btg :5
Kesan : Leukositosis, Trombositosis
Analisis Gas Darah
pH : 7,48
pCO2 : 25,4
pO2 : 68,7
HCO3- : 19,4
Kesan : Dalam batas normal

Pemeriksaan Urinalisa (19-11-19)


Makroskopis
Warna : Kuning Muda
Kekeruhan : Negatif
BJ : 1.005
pH : 6.5
Mikroskopis
Leukosit : 0-1
Eritrosit : 0-1
Silinder : Negatif

28
Kristal : Negatif
Epitel : Positif
Kimia
Protein : Negatif
Glukosa : Negatif
Bilirubin : Negatif
Urobilinogen : Positif
Kesan : Dalam Batas Normal

Rencana pemeriksaan tambahan

 EKG : AF RVR, HR 160-170x/menit, Axis normal, P wave dan


PR interval sulit dnilai, QRS 0,1 detik, ST changed (-), T inverted
(-), LVH (+), RVH (-)

29
 Brain CT Scan :
Tampak lesi hipodens di lobus frontotemporoparitooksipital
Kesan : Infark fronto temporoparietooksipital sinistra

30
 Rontgen Thorax : Tampak Infiltrat yang menyebar pada paru kanan dan
kiri

Diagnosis :
Diagnosis Klinis : Hemiparese Dextra + Parese N VII dextra tipe sentral
Diagnosis Topik : Frontotemporooksipital Dekstra
Diagnosis Etiologi : Cardioemboli
Diagnosis Sekunder : HAP
Acute Symptomatic Seizures
AF RVR

Prognosis :
Quo ad vitam : dubia ed bonam
Quo ad sanam : dubia ed bonam
Quo ad fungsionam : dubia ed malam

31
Terapi :
- Umum : Ekstensi kepala 30 derajat
Awasi keadaan umum (ABCD)
O2 8L/menit NRM
IVFD NaCl 0.9 % 8 jam/kolf
MCRG II 1700 kkal
Balance cairan
NGT, kateter
- Khusus : Ceftazidim 3 x 1 gr (iv)
Levofloksasin 1 x 750 mg
Bicnat 3 x 500 mg (po)
Asam Folat 1 x 5 mg (po)
Nebu Flumucyl 3 x 1
Nebu combivent 3 x 1
Paracetamol 3 x 750 mg (po)
Allopurinol 1 x 300 (po)
Carvedilol 2 x 3,125 (po)
Amlodipin 1 x 10 (po)
Candesartan 1 x 16 mg (po)
Fenitoin 2 x 100 (po)

32
BAB IV
DISKUSI

Telah diperiksa seorang pasien laki - laki umur 74 tahun yang dirawat di
bangsal saraf RSUP DR. M. Djamil Padang hari rawatan ke-13 dengan diagnosis
Hemiparese Dextra + Parese N VII dextra tipe sentral.
Diagnosis klinis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang. Dari autoanamnesis pasien mengalami penurunan
kesadaran, nyeri kepala saat onset tidak ada, muntah proyektil tidak ada, sehingga
tidak dapat disingkirkan adanya peningkatan TIK seperti pada stroke hemoragik.
Poin tersebut terdapat dalam sistem skor Gadjah Mada untuk membantu
membedakan stroke iskemik dan hemoragik pada keadaan tidak ada fasilitas
Brain CT Scan. Namun sistem skor ini tidak dapat memastikan patologi otak yang
terjadi. Hal ini disebabkan karena manifestasi klinis pada stroke hemoragik
dengan volume perdarahan kecil dapat menyerupai stroke iskemik dan sebaliknya
manifestasi klinis stroke iskemik yang luas dapat dengan peningkatan TIK mirip
dengan stroke hemoragik.
Selanjutnya dari anamnesis dan pemeriksaan fisik didapatkan pasien
mengalami lemah anggota gerak kanan. Gejala tersebut terjadi karena gangguan
fungsi otak pada stroke, tergantung daerah otak yang terkena. Kelumpuhan
anggota gerak kanan terjadi akibat kerusakan hemisfer cerebri sinistra. Mulut
mencong ke kiri disebabkan oleh otot wajah kanan lumpuh akibat kerusakan pada
N.VII sentral, tonus otot wajah kiri yang masih sehat menarik sisi yang lumpuh
sehingga terlihat wajah mencong ke sisi kanan. Neuron yang berjalan dari suatu
hemisfer otak akan menyilang dalam perjalanannya menuju ke perifer, sehingga
bila terjadi lesi pada satu hemisfer, maka akan timbul manifestasi pada bagian
tubuh kontralateral dari hemisfer yang terkena.
Poin penilaian untuk membedakan stroke iskemik dan hemoragik juga bisa
menggunakan SIRIRAJ score dengan syarat onset gejala <24 jam. Poin yang
dinilai adalah kesadaran, muntah, nyeri kepala, tekanan diastolik, atheroma.

33
Namun pasien datang dengan onset 3 hari sehingga skor ini tidak dapat
digunakan.
Dari riwayat penyakit dahulu didapatkan bahwa pasien menderita hipertensi
sejak 3 tahun yang lalu, tetapi pasien tidak kontrol teratur. Pasien juga memiliki
riwayat merokok sejak 50 tahun yang lalu, 1-2 bungkus perhari. Hipertensi dan
riwayat merokok merupakan faktor risiko terjadinya stroke pada pasien.
Hipertensi merupakan faktor risiko utama terjadinya gangguan pada aliran
pembuluh darah otak, yakni dapat mengakibatkan pecahnya pembuluh darah otak
(stroke hemoragik), maupun menyempitnya pembuluh darah otak (stroke
iskemik). Sementara itu, merokok dapat menyebabkan terjadinya trauma endotel
dengan mekanisme stress oksidatif, dan peningkatan ini akan mempermudah
terjadinya faktor resiko aterosklerosis yang pada akhirnya menyebabkan
gangguan aliran darah otak.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran soporous dengan tekanan
darah 150/80 mm Hg. Pemeriksaan status lokalis dalam batas normal. Status
neurologikus didapatkan GCS 6 (E2M3V1), tanda rangsangan meningeal dan
tanda peningkatan tekanan intra kranial tidak ditemukan, pemeriksaan nervus
kranialis diperoleh pupil isokor, refleks cahaya (+/+), refleks kornea (+/+), plica
nasolabialis kanan lebih datar (kerusakan N VII), fungsi motorik dengan knee
fallen test didapatkan lateralisasi ke kanan.
Pemeriksaan penunjang yang telah dilakukan pada pasien meliputi
pemeriksaan laboratorium dan CT-scan. Dari hasil laboratorium diperoleh kesan
leukositosis dengan neutrofilia shift to the right dan trombositosis. Pemeriksaan
CT scan ditemukan tampak gambaran lesi hipodens di fronto
temporoparietooksipital sinistra. Pemeriksaan EKG ditemukan gambaran AF
RVR, hal ini mengarahkan bahwa penyebab stroke pada pasien adalah akibat
cardioemboli. Serta ditemukan adanya infiltrat pada gambaran paru pasien yang
mendukung diagnosa bronkopneumonia pada pasien tersebut.
Dari pemeriksaan diatas didapatkan kesimpulan bahwa pasien mengalami
stroke iskemik yang dicurigai berhubungan dengan faktor hipertensi lama dan
merokok pada pasien, serta akibat AF RVR yang diderita oleh pasien.

34
Penatalaksanaan pasien ini secara umum adalah elevasi kepala 30 derajat
untuk menghindari oklusi vena jugularis sehingga tidak meningkatkan tekanan
intrakranial. Diberikan O2 8L/menit dengan RM, MCRG II 1700 kkal, NGT dan
kateter. Penatalaksanaan khusus yaitu IVFD NaCL 0.9 % 8 jam/kolf, Ceftazidim
3x1 gr dan Levofloksasin 1x750 mg sebagai pengobatan untuk bronkopneumonia.
Diberikan Nebu Flumucyl dan Combivent sebagai bronkodilator. Pasien diberikan
Carvedilol 2 x 3,125 mg, obat ini berfungsi sebagai terapi kendali laju pada atrial
fibrilasi. Kendali laju ini dipertimbangkan sebagai terapi awal pada pasien usia tua
dan keluhan minimal. Candesartan dan Amlodipin juga diberikan pada pasien
sebagai terapi anti hipertensi.

35
DAFTAR PUSTAKA

1. PERDOSSI, 2016. Panduan Praktik Klinis Neurologi. Jakarta: PERDOSSI;


2016.
2. POKDI Stroke Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. Guidline Stroke
Tahun 2011. Jakarta: PERDOSSI; 2011.
3. Amarenco P, Bogousslacsky J. Classification of Stroke Subtypes. Cerebrovasc
Disease 2009;27:493–501
4. Bernard RB, Andrew MN, Matthew TW, Batjer H. Hemorrhagic and Ischemic
Stroke. Thieme Medical Publisher, Inc. New York. 2012
5. Parmar P, 2018. Stroke : Classification and Diagnosis. The Pharmaceutical
Journal. Research Gate. 1-15
6. Burns, D.K., V Kumar. Sistem Saraf. Dalam : Kmuar V., R. S. Cortran dan S.
L. Robbins. Buku Ajar Patologi. Edisi 7. Volume 2. Terjemahan B. U. Pendit.
Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2007. p. 903-948.
7. Badrul, M. Neurologi Dasar. Universitas Brawijaya Malang. Jakarta: Sagung
Seto, 2015.
8. Singh H, Gupra JB, Gupta MS, Aggarwal R. Assesment of utility of Siriraj
Stroke Score (SSS) di BD Sharma PGIMS hospital, Rohtak, India. Med J
Indones.2001:10(3);164-8.
9. Mcgrath E, canavan L, O’donell M, Stroke. Dalam (Hoffman R, Benz EJ,
Silberstein LE, Heslop HE, Weitz JI, Anastasi J, et al ) Hematology: Basic
Practice and Principles. Philadephia : Elsevier. 2017; 2122-2141.

36

Anda mungkin juga menyukai