Anda di halaman 1dari 38

LAPORAN KASUS

VERTIGO

Disusun Oleh:

dr. Nanda Terin Ibrena Sembiring

Pendamping:
dr. Ladingan V. Sianipar, M.Kes

PROGRAM DOKTER INTERNSHIP INDONESIA


RSUD TARUTUNG
TAPANULI UTARA
2023

Telah dipresentasikan
dr. Ladingan V. Sianipar, M.Kes
BAB I
PENDAHULUAN

Stroke didefinisikan oleh World Health Organization (WHO)


sebagai tanda- tanda klinis dari gangguan fungsi serebral fokal
maupun global, yang berlangsung selama 24 jam atau lebih atau
menyebabkan kematian, tanpa adanya penyebab lain selain vaskular.1
Stroke iskemik menurut American Heart Association / American
Stroke Association (AHA/ASA) adalah defisit neurologis fokal yang
disebabkan oleh hilangnya aliran darah pada otak, retina, atau
medula spinalis, yang dapat dinilai dari pemeriksaan patologi dan
imaging.2
Stroke dibagi menjadi dua tipe, yaitu stroke iskemik dan
stroke hemoragik. Stroke iskemik terjadi akibat gangguan atau
terhambatnya aliran darah di area tertentu pada otak. Stroke iskemik
menyumbang 85% dari seluruh stroke, sedangkan 15% lagi
disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah pada otak.3 Stroke
menjadi penyebab kematian terbanyak ke-lima di Amerika Serikat,
dimana 60% kasus terjadi di luar rumah sakit. Jumlah penduduk yang
mengalami stroke di AS setiap tahunnya diperkirakan mencapai
800.000. Perkiraan rata-rata menunjukkan setiap 40 detik, ada satu
orang yang mengalami stroke, dan setiap 4 menit, terdapat satu
kematian yang disebabkan oleh stroke.3 Stroke juga merupakan
penyebab disabilitas ketiga di dunia.4

World Stroke Organization menunjukkan bahwa setiap


tahunnya ada 13,7 juta kasus baru stroke, dan sekitar 5,5 juta
kematian terjadi akibat penyakit stroke. Sekitar 70% penyakit stroke
dan 87% kematian dan disabilitas akibat stroke terjadi pada negara
berpendapatan rendah dan menengah. Lebih dari empat dekade
terakhir, kejadian stroke pada negara berpendapatan rendah dan
menengah meningkat lebih dari dua kali lipat.4 Prevalensi stroke di
Indonesia tahun 2018 pada penduduk umur ≥15 tahun sebesar
10,9% atau diperkirakan sebanyak 2.120.362 orang. Provinsi
Kalimantan Timur (14,7%) dan DI Yogyakarta (14,6%) merupakan
provinsi dengan prevalensi tertinggi stroke di Indonesia. Stroke
berdasarkan kelompok umur terjadi lebih banyak pada kelompok
umur 55-64 tahun.4 Dampak buruk penyakit stroke dapat
diminimalisir jika serangan stroke dikenali dan mendapatkan
penanganan segera. Penanganan tepat dari tenaga medis

dalam jangka waktu 3 hingga 4,5 jam dari gejala awal


diharapkan dapat mengurangi risiko kecacatan permanen.4 Kendala
penanganan stroke di Indonesia adalah deteksi dini faktor risiko
belum rutin dilakukan di masyarakat, sehingga dengan makalah ini
penulis mengharapkan pembaca dapat lebih aware tentang
pentingnya edukasi stroke kepada masyarakat agar kecacatan
permanen dapat dihindari.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Stroke didefinisikan oleh World Health Organization (WHO)


sebagai tanda-tanda klinis dari gangguan fungsi serebral fokal maupun
global, yang berlangsung selama 24 jam atau lebih atau menyebabkan
1
kematian, tanpa adanya penyebab lain selain vaskular. Stroke iskemik
menurut American Heart Association / American Stroke Association
(AHA/ASA) adalah defisit neurologis fokal yang disebabkan oleh
hilangnya aliran darah pada otak, retina, atau medula spinalis, yang dapat
2
dinilai dari pemeriksaan patologi dan imaging.

2.2 Epidemiologi

Stroke menjadi penyebab kematian terbanyak ke-lima di Amerika


Serikat, dimana 60% kasus terjadi di luar rumah sakit. Jumlah penduduk
yang mengalami stroke di AS setiap tahunnya diperkirakan mencapai
800.000. Perkiraan rata-rata menunjukkan setiap 40 detik, ada satu orang
yang mengalami stroke, dan setiap 4 menit, terdapat satu kematian yang
3
disebabkan oleh stroke. Stroke juga merupakan penyebab disabilitas
4
ketiga di dunia.

World Stroke Organization menunjukkan bahwa setiap tahunnya


ada 13,7 juta kasus baru stroke, dan sekitar 5,5 juta kematian terjadi
akibat penyakit stroke. Sekitar 70% penyakit stroke dan 87% kematian
dan disabilitas akibat stroke terjadi pada negara berpendapatan rendah
dan menengah. Lebih dari empat dekade terakhir, kejadian stroke pada
negara berpendapatan rendah dan menengah meningkat lebih dari dua
4
kali lipat.

Prevalensi stroke di Indonesia tahun 2018 pada penduduk umur


≥15 tahun sebesar 10,9% atau diperkirakan sebanyak 2.120.362 orang.
Provinsi Kalimantan Timur (14,7%) dan DI Yogyakarta (14,6%)
merupakan provinsi dengan prevalensi tertinggi stroke di Indonesia.
Stroke berdasarkan kelompok umur terjadi lebih banyak pada kelompok
4
umur 55-64 tahun.

2.3 Klasifikasi
Berdasarkan stadium/ pertimbangan waktu, stroke iskemik terbagi
5
menjadi:

- TIA (Transient Ischaemic Attack)


- RIND (Reversible Ischemic Neurologic Deficit)
- Progressing Stroke atau Stroke in evolution
- Completed Stroke

Transient Ischaemic Attack (TIA)


Gejala stroke yang menghilang kurang dari 24 jam, bersifat reversibel.
Gejala TIA meliputi:
- Kelemahan, rasa kebas, lumpuh pada wajah tangan atau kaki,
umumnya pada satu sisi tubuh
- Bicara pelo atau sulit memahami perkataan
- Buta pada satu atau kedua mata atau pandangan ganda
- Pusing atau gangguan koordinasi dan keseimbangan
- Sakit kepala hebat dengan penyebab yang tidak diketahui.
Gejala TIA dapat terjadi lebih dari satu pada seseorang, dimana
gejala bisa mirip ataupun berbeda-beda tergantung area otak yang
mengalami iskemia.

Reversible Ischaemic Neurologic Deficit (RIND)

RIND terjadi lebih lama dari TIA, gejala hilang lebih dari 24 jam
tetapi tidak lebih dari 1 minggu.

Stroke In Evolution

Stroke yang berkembang secara perlahan sampai gejala yang


semakin lama semakin buruk, bisa progresif dalam beberapa jam hingga
beberapa hari.

Complete Stroke

Gangguan neurologi menetap atau permanen. Stroke komplit dapat


6
diawali oleh TIA berulang.

2.4 Etiologi dan Faktor Risiko

Stroke iskemik dapat disebabkan oleh trombosis maupun emboli.


Trombosis disebabkan oleh bekuan darah (trombus) di dalam arteri yang
mendarahi otak. Sedangkan emboli disebabkan oleh bekuan yang
terbentuk di tempat lain (biasanya di jantung atau arteri leher). Terdapat
dua jenis faktor yang bisa meningkatkan risiko stroke yaitu faktor yang
7
tidak dapat dikendalikan dan faktor yang dapat dikendalikan.
a. Faktor yang tidak dapat dikendalikan

1. Usia
Insiden stroke meningkat dengan usia. Data dari studi
Framingham menunjukan bahwa resiko stroke meningat dua kali
7
lipat tiap tahunnya pada usia 35 hingga 95 tahun.
2. Jenis Kelamin
Laki-laki cenderung memiliki insidensi sroke yang lebih
tinggi pada usia yang lebih muda. Pada usia tua ( ≥ 85 tahun),
wanita memilik insidensi stroke yang lebih tinggi, mungkin
karena wanita memiliki usia harapan hidup yang lebih panjang.
Pada tahun 2005 jenis kelamin wanita berkontribusi pada > 50%
7
kasus kematian akibat stroke.

Tabel 1. Kondisi yang berhubungan dengan iskemia fokal


6
serebri

3. Ras
Ras Afrika-Amerika memiliki resiko stroke yang lebih
tinggi, diikuti ras Hispanik dan Kaukasia. Ras Afrika-Amerika
memiliki resiko stroke hampir dua kali lipat dari ras Kaukasia.
Disparitas ini paling menonjol pada usia dibawah 55 tahun. Ras
Asia –Amerika memiliki resiko stroke iskemik yang rendah
7
namun dengan resiko strok hemoragik yang lebih tinggi.

4. Genetik
Studi pada saudara kembar dan keluarga dengan stroke
7
menunjukan adanya resiko stroke.

b. Faktor yang dapat dikendalikan Hipertensi

Pada stroke, hipertensi terjadi sebanyak 50-70% kasus. Hipertensi


merupakan faktor risiko mayor untuk penyakit jantung koroner dan stroke.
Efek jangka lama dari peningkatan tekanan darah dapat merusak dinding
7
arteri, sehingga menyebabkan terjadinya aterosklerosis atau ruptur.

Penyakit Jantung

Mekanisme yang dapat menyebabkan stroke iskemik adalah emboli,


penurunan perfusi, dan trombosis.Emboli ke otak bisa berasal dari arteri atau
jantung. Emboli yang paling sering ditemukan yang berasal dari jantung adalah
pada atrial fibrilasi, sinotrial disorder, acute myocardial infarction, subakut
7
bacterial endocarditis, cardiac tumor dan kelainan katup.

Diabetes Mellitus

Diabetes mellitus bisa menyebabkan penebalan dari dinding pembuluh


darah otak. Penebalan dinding pembuluh darah otak akan menyebabkan
penyempitan diameter pembuluh darah sehingga mengganggu kelancaran sirkulasi
7
ke otak, dan menyebabkan infark pada sel-sel otak.

Dislipidemia
Hiperlipidemia menyatakan peningkatan kolesterol dan atau trigliserida
serum di atas batas normal. Kadar kolesterol total > 200 mg/dl, LDL > 100
MG/DL, HDL < 40 ,mg/dl, dan trigliserida > 150 mg/dl akan membentuk plak di
pembuluh darah baik di jantung maupun di otak. AHA merekomendasikan target
7
LDL < 100 mg/dL atau < 70 mg/dL pada pasien dengan resiko vascular multiple.

Obesitas

Terdapat hubungan BMI dengan kejadian stroke, namun hubungan ini


lebih terkait dengan komplikasi dari obesitas itu sendiri. Obesitas sentral memiliki
7
resiko tinggi stroke dan terkait dengan kondisi protrombosis.

Alkohol

Konsumi alkohol menyebabkan meningkatnya HDL, menurunnya agregasi


platelet, dan berkurangnya kadar fibrinogen. Konsumsi alkohol meningkatkan
7
resiko stroke iskemik dan hemoragik.

Merokok

Merokok meningkatkan risiko terjadinya stroke hampir dua kali lipat,


dan perokok pasif berisiko terkena stroke 1,2 kali lebih besar. Nikotin dan
karbondioksida yang terdapat pada rokok menyebabkan kelainan pada dinding
7
pembuluh darah.

2.5 Patofisiologi
2.5.1 Mekanisme Infark

Aterotrombosis pembuluh darah besar

Proses ini diawali oleh adanya cedera endotel dan inflamasi yang
mengakibatkan terbentuk plak pada dinding pembuluh darah. Plak ini berkembang
semakin tebal dan sklerotik. Tempat tersering terjadinya plak ini adalah pada
percabangan arteri karotis, pangkal arteri vertebralis dan arteri serebri media. Plak
dapat pecah karena sarung fibrosa yang tipis ataupun karena shear stress karena
aliran darah yang tinggi, trombosit kemudian akan melekat pada plak dan memicu
kaskade pembekuan dan terbentuklah trombus. Trombus dapat lepas menjadi
emboli atau tetap pada lokasi asal dan menyebabkan oklusi dalam pembuluh
darah. Emboli yang terlepas ini kemudian menyumbat aliran darah yang lebih
distal dan menyebabkan iskemia di daerah tersebut.8

Kardioemboli

Muncul sebagai akibat bekuan darah yang terbentuk di jantung yang lepas
dan terbawa ke sirkulasi dan menyumbat aliran darah arteri serebral. Bekuan bisa
akibat stasis aliran darah di jantung (oleh atrial fibrilasi), infark miokard atau oleh
8
perlengketan di katup prostetik.

Penyakit pembuluh darah kecil

Lokasi tersering di area dalam hemisfer substansia alba; kapsula


interna) yang berasal dari percabangan arteri serebri media; pons, yang didarahi
arteri basilaris; thalamus yang didarahi arteri serebri posterior. Infark pada
daerah ini. berukuran kecil < 1.5 cm dan tergantung lokasi di dalam otak dapat
menyebabkan gejala klasik sindroma lakunar.

- Defisit motorik murni (umunya wajah dan tangan, atau tangan dan kaki)
- Defisit sensorik murni
- Sensorimotorik campuran
- Ataxic hemiparesis (kelemahan sebelah dengan kaku di daerah
ipsilateral) Kekakuan tangan, disartria, tanpa disertai dengan kelemahan
ekstremitas.
8
Gambar 1. Pembentukan plak aterosklerosis

8
Gambar 2. Arteri normal dan Aterosklerosis

Penyebab lain yang diketahui

Termasuk diantaranya diseksi arteri ekstrakranial, vaskulopati non


aterosklerosis, kondisi hiperkoagulasi atau kelainan hematologi.
15
Gambar 3. Iskemik penumbra dan aliran kolateral

Jika iskemia yang terjadi luas, akan tampak daerah yang tidak homogeny
akibat perbedaan tingkat iskemia. Daerah ini terdiri dari 3 lapisan yaitu:

- Ischemic Core
Lapisan inti yang mengalami iskemia, daerah ini lalu akan
mengalami nekrosis dalam hitungan menit hingga jam. Daerah ini
sangat pucat karena aliran darah yang paling rendah.Terjadi
degenerasi neuron. Kadar asam laktat daerah ini tinggi deng PO2
9
rendah.
- Ischemic Penumbra
Daerah disekitar ischaemic core.Aliran darah masih lebih tinggi
dari ischaemic core.Neuron didalamnya tidak mati namun tidak
berfungsi. Neuron mengalami edema jaringan.Daerah ini tampak
pucat namun masih bisa diselamatkan bila di reperfusi. Tujuan terapi
9
stroke adalah menyelamatkan daerah ini.
Pada sekitar daerah iskemi timbul edem glia, akibat berlebihannya H+
dari asidosis laktat.K+ dari neuron yang rusak diserap oleh sel glia
disertai rentensi air yang timbul dalam empat hari pertama sesudah
stroke. Dengan adanya sirkulasi kolateral maka sel-sel belum mati, tetapi
metabolisme oksidatif dan proses depolarisasi neuronal oleh pompa ion
akan berkurang. Edem ini menyebabkan daerah sekitar. nekrosis
mengalami gangguan perfusi dan timbul iskemi ringan tetapi jaringan
otak masih hidup.Daerah ini adalah iskemik penumbra. Bila proses
tersebut berlangsung terus menerus akan terjadi kematian sel yang
9
akut dapat timbul melalui proses apoptosis.
- Luxury Perfusion
Daerah disekeliling ischaemic penumbra dengan aliran darah yang
sangat meningkat, berwarna kemerahan dan mengalami edema. Terjadi
dilatasi maksimal pembuluh darah dan aliran kolateral yang
9
maksimal.
2.6 Gejala Klinis

Umumnya yang ditemukan pada pasien stroke adalah penurunan


kesadaran, kelumpuhan anggota gerak, kelumpuhan nervus VII dan XII
yang bersifat sentral, gangguan fungsi luhur seperti kesulitan bahasa
(afasia), ataksia, diplopia, vertigo, dan nyeri kepala. Manifestasi klinis
utama yang dikaitkan dengan insufisiensi aliran darah otak dapat
dihubungkan dengan tanda serta gejala dibawah ini:

a. Arteri Cerebri Anterior


- Hemiparesis kontralateral dengan kelumpuhan tungkai lebih
menonjol
- Gangguan mental
- Gangguan sensibilitas pada tungkai yang lumpuh
- Ketidakmampuan dalam mengendalikan buang air
- Bisa terjadi kejang-kejang

b. Arteri Cerebri Media


- Bila sumbatan di pangkal arteri, terjadi kelumpuhan yang lebih
ringan
- Bila tidak dipangkal maka lengan lebih menonjol
- Gangguan saraf perasa pada satu sisi tubuh. Hilangnya
kemampuan dalam berbahasa (aphasia)

c. Arteri Karotis Interna


- Buta mendadak (amaurosis fugax)
- Ketidakmampuan untuk berbicara atau mengerti bahasa lisan
(disfasia).
- Kelumpuhan pada sisi tubuh yang berlawanan (hemiparesis
kontralateral) dan dapat disertai sindrom Horner pada sisi
sumbatan
d. Arteri Cerebri Posterior
- Koma
- Hemiparesis kontralateral
- Ketidakmampuan membaca (aleksia)
- Kelumpuhan saraf kranialis ketiga

e. Sistem Vertebrobasiler
- Kelumpuhan di satu sampai keempat ekstrimitas
- Meningkatnya reflek tendon
- Gangguan dalam koordinasi gerakan tubuh
- Gejala – gejala serebelum seperti gemetar pada tangan (
tremor), kepala berputar (vertigo)
- Ketidakmampuan untuk menelan
- Gangguan motorik pada lidah, mulut, rahang dan pita suara
sehingga pasien sulit berbicara (disartria)
- Kehilangan kesadaran sepintas (sinkop), penurunan kesadaran
secara lengkap (stupor), koma, pusing, gangguan daya ingat,
kehilangan daya ingat terhadap lingkungan (disorientasi)
- Gangguan penglihatan, seperti penglihatan ganda (diplopia),
nistagmus, ptosis,kurangnya daya gerak mata, kebutaan
setengah lapang pandang pada belahan kanan atau kiri kedua
mata (hemianopsia homonim)
- Gangguan pendengaran
- Rasa kaku di wajah mulut dan lidah.
-
2.7 Diagnosis

Kriteria diagnosis stroke iskemik adalah terdapat gejala defisit


neurologis global atau salah satu/ beberapa defisit neurologis fokal yang
terjadi mendadak dengan bukti gambaran pencitraan otak (CT-scan atau
10
MRI otak).

a. Penemuan Klinis
- Anamnesis:
Terutama terjadi keluhan/ gejala defisit neurologis yang
mendadak. Tanpa trauma kepala dan adanya faktor risiko stroke.
- Pemeriksaan Fisik
Adanya defisit neurologis fokal, ditemukan faktor risiko seperti
hipertensi, kelainan jantung dan kelainan pembuluh darah
lainnnya.

b. Pemeriksaan tambahan

- CT-scan sangat membantu membedakan dengan perdarahan


terutama pada fase akut.
- Angiografi serebral untuk menggambarkan dengan jelas
pembuluh darah yang terganggu.
- Pemeriksaan lain untuk menemukan faktor risiko: darah rutin
( Hb, Ht, leuko, trombo, diff. count, bila perlu gambaran darah
tepi), kimia darah, elektrolit, doppler dan EKG.

Tidak semua rumah sakit di Indonesia memiliki peralatan seperti


CT-scan. Tes diagnostik pengganti yang dapat digunakan adalah
Algoritma Stroke Gadjah Mada (ASGM) dan Siriraj Stroke Score
8
(SSS).
Tabel 2. Siriraj Stroke skor

Nilai Poin

Kesadaran Sadar 0

Mengantuk & stupor 1

Semikoma dan koma 2

Muntah/ nyeri kepala dalam 2 jam Tidak 0

Ya 1

Atheroma/ riwayat diabetes, angina Tidak ada 0

Satu atau lebih 1

>1 diagnosis perdarahan serebral

<-1 diagnosis infark serebral

-1 hingga 1 diagnosis meragukan


2.8 Diagnosis Banding

- Kelainan vascular: ICH, SDH, EDH, SAH akibat rupture aneurisme


atau malformasi vascular.
- Kelainan structural otak: abses tumor, infeksi intracranial.
7
- Gangguan Metabolik: hipoglikemia, hyperosmolar hiperglikemi state.

2.9 Komplikasi

- Edema serebri dan peningkatan tekananan intrakranial, yang dapat


menyebabkan herniasi atau kompresi batang otak
- Kejang
- Transformasi hemoragik
- Infeksi : pneumonia, ISK
- Trombosis vena
- Gangguan daily life activity

2.10 Tatalaksana

Tatalaksana yang komprehensif dibutuhkan dalam penanganan kasus stroke


iskemik maupun stroke hemoragik. Pentalaksanaan ini sendiri dapat dibagi
menjadi dua yaitu tatalaksana umum dan tatalaksana khusus pada stroke iskemik
10
menurut guideline stroke tahun 2011 oleh PERDOSSI. a. Tatalaksana umum di
IGD dan ruang rawat

1. Stabilisasi jalan nafas dan pernafasan


- Pemantauan status neurologis, nadi tekanan darah, suhu dan saturasi
oksigen dalam 72 jam pertama.
- Pemberian oksigen jika saturasi < 95%.
- Pemasangan pipa orofaring pada pasien tidak sadar, pemberian bantuan
ventilasi pada pasien penurunan kesadaran atau disfungsi bulbar dengan
gangguan jalan nafas.
- Intubasi endotracheal (ETT) atau LMA pada pasien hipoksia (pO2 < 60
mmHg atau pCO2 > 50 mmHg) syok, atau pada pasien yang berisiko
untuk mengalami aspirasi. Pipa ETT tidak dianjurkan terpasang lebih 2
minggu, jika lebih lakukan trakeostomi.

2. Stabilisasi hemodinamik
- Pemberian cairan kristaloid atau koloid intravena, dan hindari cairan
hipotonik seperti glukosa.
- Bila TDS dibawah 120 mmHg dan cairan sudah mencukupi, berikan
vasopresor secara titrasi, seperti dopamine dosis sedang/tinggi,
norepeinferin atau epinefrin dengan target TDS berkisar 140 mmHg
- Pemantauan jantung harus dilakukan 24 jam pertama setelah awitan
serangan stroke.
- Bila terdapat penyakit jantung segera atasi (konsul jantung).

3. Pengendalian peninggian tekanan intrakranial


- Pemantauan ketat pada kasus dengan risiko edema serebri
dengan memperhatikan perburukan gejala dan tanda neurologis
pada hari-hari pertama setelah serangan stroke.
- Sasaran TIK < 20 mmHg dan tekanan perfusi otak > 70 mmHg.
- Penatalaksanaan peningkatan TIK meliputi:
o.
1. Meninggikan posisi kepala 20-30
2. Memposisikan pasien dnegan menghindari penekanan vena
jugular.
3. Menghindari pemberian cairan glukosa atau cairan hipotonik.
4. Menghindari hipertermia.
5. Menjaga normovolemia.
6. Pemberian Osmoterapi atas indikasi:
- Manitol 0.25 – 0.50 gr/KgBB selama 20 menit, diulangi
setiap 4 – 6 jamdengan target osmolaritas ≤ 310
mOSm/L.
- Jika perlu berikan furosemide dengan dosis inisial 1 mg/ Kg
BB IV.
7. Intubasi untuk menjaga normoventilasi (pCO2 35-45
mmHg).Hiperventilasi mungkin diperlukan bila akan
dilakukan tindakan operatif
8. Paralisis neuromuskular yang dikombinasikan dnegan
sedasi untuk mengurangi TIK dengan cara mengurangi
naiknya tekanan intratorakal dan tekanan vena akibat batuk.
9. Drainase ventrikular dianjurkan pada hidrosefalus akut
akibat stroke iskemik serebelar.
10. Tindakan bedah dekompresif pada iskemik serebelar yang
menimbulkan efek masa.
4. Pengendalian kejang
- Bila kejang beri diazepam IV bolus lambat 5 -20 mg dan diikuti
oleh fenitoin dosis bolus 15-20 mg/kg dengan kecepatan
maksimum 50 mg/menit.
- Obat kejang lain yang dapat diberikan adalah valproate,
tpiramat, atau levetirasetam, sesuai dengan klinis dan penyulit
pasien.
- Bila kejang belum teratasi rawat ICU.

5. Pengendalian suhu tubuh


- Pasien stroke disertai febri harus diobati dengan antipiretik
(asetaminofen) dan diatasi penyebabnya.
- Pada pasien denan berisiko terjadi infeksi, harus dilakukan
kultur (trakeal, darah dan urin) dan diberikan antibiotik. Jika
memakai kateter ventrikular, analisis cairan serebrosinal harus
dilakukan untuk mendeteksi meningitis.

6. Terapi cairan
- Pemberian cairan isotonis NaCl 0.9%, ringer laktat, dan ringer
asetat, dengan tujuan menjaga euvolemia. CVP dipertahankan
antara 5-12 mmHg.
- Cairan yang hipotonik atau mengandung glukosa hindari,
kecuali pada keadaan hipoglikemia.
7. Nutrisi
- Nutrisi enteral paling lambar harus segera diberikan dalam 48
jam, nutrisi oral hanya boleh diberikan bila hasil tes fungsi
menelan baik.
- Bila terdapat gangguan menelan atau kesadaran menurun
makanan diberikan melalui pipa nasogastrik.
- Pada keadaan akut kebutuhan kalori 25-30kkal/kg/hari dengan
komposisi:

1) Karbohidrat 30-40 % dari total kalori.


2) Lemak 20-35% (pada gangguan nafas dapat lebih tinggi 35-
55%).
3) Protein 20-30% (pada keadaan stress kebutuhan protein 1.4
– 2.0 g/ KgBB/ hari (pada gangguan fungsi ginjal <0.8
g/KgBB/hari).

b. Tatalaksana khusus stroke iskemik


1) Trombolisis intravena rTPA (alteplase), dapat diberikan pada
stroke iskemik akut, onset < 6 jam secara IV. Dengan mengikuti
protokol kriteria inklusi dan eksklusi. Dosis
1
0.6 – 0.9 mg/KgBB.

2) Terapi endovaskular
Trombektomi mekanik, pada stroke iskemik dengan oklusi karotis
1
interna, atau pembuluh darah intrakranial, onset < 8 jam.
3) Manajemen hipertensi
- Tekanan darah meningkat pada 73.9% kasus stroke, biasanya
menurun dalam 24 jam.
- Obat antihipertensi diberikan bila TD >220/120 mmHg.
- Tekanan darah diturunkan perlahan-lahan, sehingga tidak
menurunkan aliran darah otak.
- Nikardipin 5mg/jam IV.
1
- Atau ARB, ACEI, BB, diuretik.
4) Manajemen gula darah
Sesuai tatalaksana DM, menggunakan obat hipoglikemia oral dan
insulinPemberian antiplatelet
- Pemberian aspirin dengan dosis awal 325 mg dalam 24 sampai
48 jam setelah awitan stroke dianjurkan untuk setiap stroke
iskemik akut.
- Aspirin tidak boleh digunakan tidak boleh digunakan sebagai
pengganti tindakan intervensi akut pada stroke, seperti pemberian
rTPA intravena.
- Pemberian klopidogrel saja atau kombinasi dengan aspirin, pada
stroke iskemik akut tidak dianjurkan, kecuali pada pasien
indikasi spesifik misalnya, angina pektoris tidak stabil, no Q
wave MI atau recent stenting.
- Pemberian antiplatelet intravena yang menghambat reseptor
glikoprotein IIb/IIIa tidak dianjurkan.
5) Pemberian neuroprotektor belum menunjukan hasil yang efektif,
sehingga sampai saat ini belum dianjurkan. Namun citicolin
sampai saat ini masih memberimanfaat pada stroke akut.
Penggunaaan citicolin pada stroke iskemik akut dengan dosis 2 x
1000 mg intravena 3 haridan dilanjutkan dengan oral 2 x 1000
selama 3 minggu. Penelitian yang dilakukan PERDOSSI
menunjukan pemberian plasmin oral 3 x 500 mg pada 66 pasien di
1
6 rumah sakit pendidikan di Indonesia memberi manfaat.

2.11 Prognosis

Prognosis setelah terjadinya stroke tergantung kepada umur,


etiologi stroke itu sendiri, derajat keparahan defisit neurologis dan tingkat
ketergantungan, dan beban komorbiditas. Pada penelitian kohort yang
dilakukan di US terdapat 10.000 pasien yang dirawat dengan stroke
iskemik, memiliki tingkat mortalitas pada tahun pertama dan tahun
keempat secara berturut-turut sebesar 24,5% dan 41.3 %, dan dengan
9
tingkat kekambuhan sebesar 8.0 % dan 18.1 %.
BAB III
ILUSTRASI KASUS

IDENTITAS PASIEN:
Nama : Ny. Hurhayati Silitonga
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 83 tahun
Pekerjaan : Pensiunan Wiraswasta
Status Pernikahan : Menikah
Alamat : Siborong-borong

Keluhan Utama: Lemah anggota gerak sebelah kanan sejak 1 hari sebelum
masuk rumah sakit
Riwayat Penyakit Sekarang:
- Lemah anggota gerak sebelah kanan sejak 1 SMRS, terjadi secara tiba-tiba
saat pasien sedang duduk. Kelemahan pada lengan kanan dan tungkai kanan
terjadi secara bersamaan. Menurut pasien kelemahan di awal sampai sekarang
masih sama, sehingga aktivitas pasien dibantu oleh keluarga.
- Keluhan juga disertai dengan bicara pelo dan mulut mencong.
- Pasien juga merasakan nyeri kepala sejak 2 hari SMRS, dirasakan berdenyut,
terasa pada kepala sebelah kiri, dirasakan hilang timbul. Nyeri kepala berkurang
dengan istirahat.
- Kejang ada.
- Muntah tidak ada
- Pandangan kabur dan ganda, pusing berputar, dan telinga berdenging tidak ada
- BAK tidak ada keluhan.
- BAB tidak ada keluhan.
Riwayat Penyakit Dahulu:
- Riwayat HT (+) sejak 5 tahun yang lalu dengan TD sistolik tertinggi 170
mmHg, pasien tidak rutin minum obat.
- Riwayat DM (+) sejak 10 tahun yang lalu dengan GDS tertinggi 400 mg/dl,
pasien tidak teratur minum obat.
- Riwayat penyakit jantung ada
Riwayat Penyakit Keluarga:
- Tidak ada keluarga mengalami keluhan yang sama dengan pasien.
Riwayat Pribadi dan Sosial:
- Pasien seorang pedagang dengan aktivitas harian ringan-sedang.
- Pasien jarang berolahraga.

PEMERIKSAAN FISIK
I. Umum
Keadaan Umum : sakit sedang
Kesadaran : compos mentis
Tekanan Darah : 150/90 mmHg
Nadi : 88 x/menit, irama reguler, pulsus defisit negatif
Pernafasan : 18 x/menit, kiri sama dengan kanan, abdominotorakal
Suhu : 36,9oC

Kulit : tidak ada kelainan


Rambut : Hitam keputihan, tidak mudah patah
Mata : Konjungtiva anemis (-/-) , sklera tidak
ikterik Leher : JVP 5+0 cm H2O
Torak
Paru
Inspeksi :
Statis : Simetris kiri dengan kanan.
Dinamis : Gerakan dinding dada simetris kiri dan kanan.
Palpasi : Fremitus kiri = kanan
Perkusi : Sonor
Auskultasi : Suara nafas bronkovesikuler, rhonki (-/-), wheezing (-/-)
Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus kordis kuat angkat 2 jari lateral LMCS RIC V
Perkusi : Batas jantung kiri bergeser yaitu 2 jari lateral LMCS RIC V

Auskultasi : S1 S2 Regular, murmur (-), gallop (-)


Korpus Vertebrae
Inspeksi : Deformitas tidak ada
Palpasi : Gibus tidak ada
Genital : Tidak diperiksa.
Ekstremitas : Akral hangat, CRT <2 detik, edema tidak ada.

II. Status Neurologikus


A. GCS : E4M6V5
B. Tanda Rangsangan Selaput Otak
Kaku kuduk : Tidak ada
Brudzinsky II : Tidak ada
Brudzinsky I : Tidak ada
Tanda Kernig : Tidak ada

C. Tanda Peningkatan Tekanan Intrakranial:


Pupil isokor, diameter 3mm/ 3mm, reflek cahaya langsung +/+ , reflek cahaya
tidak langsung +/+ Muntah proyektil tidak ada
Kesan : tidak ada tanda peningkatan TIK
D. Pemeriksaan Nervus Kranialis
N. I (Olfaktorius)
Penciuman Kanan Kiri
Subjektif Normosmia Normosmia
Objektif dengan bahan Normosmia Normosmia

N. II (Optikus)
Penglihatan Kanan Kiri
Tajam penglihatan 6/6 6/6
Lapaagan pandang Baik Baik
Melihat warna Buta warna (-) Buta warna (-)
Funduskopi Tidak diperiksa Tidak diperiksa

N. III (Okulomotorius)
Kanan Kiri
Bola mata Ortho Ortho
Ptosis - -
Gerakan bulbus Bebas Bebas
Strabismus - -
Nistagmus - -
Ekso / endopthalmus - -
Pupil Bentuk Bulat, tepi regular, Bulat, tepi regular,
isokor isokor
Refleks cahaya + +
Refleks akomodasi + +
Refleks konvergensi + +

N. IV (Trokhlearis)
Kanan Kiri
Gerakan mata ke bawah Normal Normal
Sikap bulbus Ortho Ortho
Diplopia - -
N. VI (Abdusen)
Kanan Kiri
Gerakan mata ke lateral Normal Normal
Sikap bulbus Ortho Ortho
Diplopia - -

N. V (Trigeminus)
Kanan Kiri
Motorik
Membuka mulut Normal Normal
Menggerakkan rahang Normal Normal
Menggigit Normal Normal
Mengunyah Normal Normal
Sensorik
Divisi oftalmika
Refleks kornea + +
Sensibilitas + +
Divisi maksila
Refleks masseter + +
Sensibilitas + +
Divisi mandibula
Sensibilitas + +

N. VII (Fasialis)
Kanan Kiri
Raut wajah Plica nasolabialis Plica nasolabialis
mendatar jelas
Sekresi air mata (+) (+)
Fisura palpebra Ukuran 1 cm Ukuran 1 cm
Menggerakkan dahi (+) (+)
Menutup mata (+) (+)
Mencibir / bersiul (-)
Memperihatkan gigi (-) (+)
Sensasi lidah 2/3 Baik Baik
Hiperakusis (-) (-)

N. VIII (Vestibularis)
Kanan Kiri
Suara berisik + +
Detik arloji + +
Rinne test Tidak diperiksa Tidak diperiksa
Weber test Tidak diperiksa Tidak diperiksa
Swabach test Tidak diperiksa Tidak diperiksa
Memanjang Tidak dapat diperiksa Tidak dapat diperiksa
Memendek Tidak dapat diperiksa Tidak dapat diperiksa
Nistagmus - -
Pengaruh posisi kepala - -

N. IX (Glossopharingeus)
Sensasi lidah 1/3 belakang Baik
Refleks muntah /gag reflex +

N. X (Vagus)
Kanan Kiri
Arkus faring Simetris kiri dan kanan
Uvula Di tengah
Menelan Baik
Artikulasi Jelas
Suara Baik
Nadi Regular

N. XI (Asesorius)
Kanan Kiri
Menoleh ke kanan + +
Menoleh ke kiri + +
Mengangkat bahu + +

N. XII (Hipoglosus)
Kedudukan lidah dalam Deviasi ke kiri
Kedudukan lidah Deviasi ke kanan
dijulurkan
Tremor -
Fasikulasi -
Atrofi -

E. Pemeriksaan Koordinasi dan Keseimbangan


Keseimbangan:
Romberg test Tidak dilakukan
Romberg test dipertajam Tidak dilakukan
Stepping gait Tidak dilakukan
Tandem gait Tidak dilakukan
Koordinasi:
Jari-jari Normal
Hidung-jari Normal
Pronasi-supinasi Normal
Tes tumit lutut Tidak dilakukan
Rebound phenomenon Normal

F. Pemeriksaan Fungsi Motorik


A. Badan Respirasi Simetris Simetris
Duduk Simetris Simetris
B. Berdiri dan Gerakan
berjalan spontan

Tremor - -
Atetosis - -
Mioklonik - -
Khorea - -
C. Ekstremitas Superior Inferior
Kanan Kiri Kanan Kiri
Gerakan Tertinggal Aktif Tertinggal Aktif
Kekuatan 444 555 444 555
Trofi Eutrofi Eutrofi Eutrofi Eutrofi
Tonus Eutonus Eutonus Eutonus Eutonus

G. Pemeriksaan Sensibilitas
Sensibilitas taktil +
Sensibilitas nyeri +
Sensibilitas termis +
Sensibilitas sendi dan posisi +
Sensibilitas getar +
Sensibilitas kortikal +
Stereognosis +
Pengenalan titik +
Pengenalan rabaan +

H. Sistem Refleks
1. Fisiologis Kanan Kiri Kanan Kiri
Kornea (+) (+) Biseps (++) (++)

Bersin (+) Triseps (++) (++)


Laring (+) APR (++) (++)
Masseter (+) KPR (++) (++)
Dinding perut Bulbokavernosus Tidak diperiksa
• Atas (+) Kremaster Tidak diperiksa
• Tengah (+) Sfingter Tidak diperiksa
(+)
• Bawah
Patologis
Lengan: Tungkai:
Hoffman - Tromner (-) (-) Babinski (-) (-)
Chaddoks (-) (-)
Oppenheim (-) (-)
Gordon (-) (-)
Schuffner (-) (-)
Klonus paha (-) (-)
Klonus kaki (-) (-)

III. Fungsi Otonom


- Miksi : Tidak ada kelainan.
- Defekasi : Tidak ada kelainan.
- Sekresi keringat : Tidak ada kelainan.
III. Fungsi Luhur
Kesadaran Tanda Dementia

• Reaksi bicara Baik Refleks glabela (-)

• Fungsi intelek Baik Refleks snout (-)

• Reaksi emosi Baik Refleks menghisap (-)


Refleks memegang (-)
Refleks (-)
palmomental
PEMERIKSAAN PENUNJANG LABORATORIUM
Darah rutin dan kimia darah
Hb : 13,2 gr/dL
Ht : 39 %
Leukosit : 10.520/mm3
Trombosit : 232.000/mm3
DC : 0/1/69/24/7
GDS : 237 mg/dL
D-Dimer : 656 ng/mL
Ureum : 31 mg/dL
Creatinin : 0,9 mg/dL
Natrium : 136 mEq/L
Kalium : 3,3 mEq/L
Klorida : 104 mEq/L
Kesan : GDS meningkat, Leukosit meningkat, D-Dimer
Meningkat Urin
Makro
Warna : kuning
Kekeruhan : positif Berat
jenis : 1050
pH :6
Mikro
Leukosit : 2-4
Eritrosit :130-150
Epitel :+
Protein : +1
Glukosa : +1
Urobilinogen: +
PEMERIKSAAN TAMBAHAN
- Rontgen Thorak

Kesan : Kardiomegali
- Brain CT-Scan tanpa kontras :

Tampak area hipodens inhomogen pada lobus temporoparietal kiri.


Kesan : stroke infark er temporoparietal kiri
DIAGNOSIS
Diagnosis Klinis : Hemiparese (D) + Parese N.VII (D) tipe sentral +
Parese N.XII (D) tipe sentral
Diagnosis Topik : Temporoparietal sinistra
Diagnosis Etiologi : Trombosis dd tromboemboli
Diagnosis Sekunder : Hipertensi stage II + DM tipe II tidak terkontrol
Diagnosis Banding :-

TERAPI
Umum : Elevasi kepala 30 derajat
IVFD NaCl 0,9% 12 jam/kolf
Diet MB RG DD 1700 kkal
Balance cairan: kateter urin
Khusus : Aspilet 1x80 mg po
Clopidogrel 1x75 mg po
Ranitidin 2x50 mg iv
Sucralfat syrup 3x10 cc po

RENCANA

- Cek faktor risiko vaskular (asam urat, kolesterol, LDL, HDL, GDS GD2PP,
HbA1C
- Konsul interne untuk DM

PROGNOSIS
Quo ad vitam : Bonam
Quo ad sanam : Dubia ad Bonam
Quo ad fungsionam : Dubia ad Bonam
BAB IV
KESIMPULAN

Stroke adalah suatu sindrom yang ditandai dengan gejala dan atau tanda
klinis yang berkembang dengan cepat yang berupagangguan fungsional otak fokal
maupun global secara mendadak dan akut yang berlangsung lebih dari 24 jam
yang tidak disebabkan oleh sebab lain selain penyebab vaskuler.

Gejala neurologis fokal adalah gejala-gejala yang muncul akibat gangguan


di daerah yang terlokalisir dan dapat teridentifikasi. Misalnya kelemahan
unilateral akibat lesi di traktus kortikospinalis. Gangguan non fokal/global
misalnya adalah terjadinya gangguan kesadaran sampai koma. Gangguan
neurologi non fokal tidak selalu disebabkan oleh stroke.

Stroke terbagi menjadi 2 macam berdasarkan etiologi dan patogenesisnya,


yaitu stroke hemoragik ( perdarahan intraserebral dan perdarahan sub aracnoid)
dan stroke non hemoragik (stroke iskemik). Stroke hemoragik disebabkan oleh
pecahnya pembuluh darah di dalam otak, sedangkan stroke iskemik disebabkan
oleh trombolitik atau sumbatan pembuluh darah sehingga asupan darah ke otak
tidak lancar.

Penanganan stroke dibagi beberapa tahap, yaitu tahap promotif, tahan


prevensi primer, dan tahap prevensi sekunder. Dalam tahap promotif dilakukan
pencegahan timbulnya faktor resiko stroke dengan cara melakukan gaya hidup
sehat pada individu sehat yang belum mempunyai faktor resiko. Tahap prevensi
primer dilakukan untuk mengendalikan faktor resiko yang telah terjadi dengan
dukungan gaya hidup sehat pada individu yang telah mempunyai faktor resiko
agar tidak terjadi TIA/Stroke dapat sembuh dalam kurun kurang dari 24 jam.
Tahap prevensi sekunder dilakukan terapi medikamentosa seperti antikoagulan
atau antiplatelet, bila perlu dilakuna tindakan bedah seperti Tromboektomi dan
Angioplasti + Stenting. Setelah keadaan membaik dapat didukung dengan gaya
hidup sehat dan mengendalikan faktor resiko secara teratur agar dapat mencegah
stroke berulang.
Stroke non hemoragik akibat trombus terjadi karena penurunan aliran
darah pada tempat tertentu di otak melalui proses stenosis sehingga terjadi
kaskade molekular yang bersifat multi fisiologi. Keseluruhan mekanisme
patofisiologi dari stroke bersifat kompleks dan hasil akhir dari kaskade iskemia
adalah kematian neuronal dan diikuti oleh hilangnya fungsi normal dari neuron
yang terkena. Daerah penumbra inilah yang menjadi sasaran terapi pada penderita
dengan stroke. Faktor kecepatan dan ketepatan dalam mendiagnosis dan
menatalaksana penderita stroke sangat menentukan keberhasilan terapi, prognosis,
dan kemungkinan komplikasi pada penderita. Melalui pemahaman mengenai
mekanisme selular.13

pada otak, seorang praktisi kesehatan akan dapat membuat keputusan


klinis yang cepat dan tepat terutama dalam memutuskan tatalaksana dini pasien
dengan kecurigaan stroke, khususnya stroke non-hemoragik tipe trombus.14
DAFTAR PUSTAKA

1. Aho K, Harmsen P, Hatano S, Marquardsen J, Smirnov VE,


Strasser T. Cerebrovascular disease in the community: results of
a WHO collaborative study.Bull World Health Organ. 1980;
58:113–130.
2. Sacco RL, Kasner SE, Broderick JP, Caplan LR, Culebras A, Elkind
MSV, et al. An updated definition of stroke for the 21st century.
American Heart Association Stroke Council. 2013;44(7):2064-89.
3. Tadi P, Lui F. Acute Stroke. [Updated 2021 Sep 29]. In: StatPearls
[Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2022 Jan-.

4. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Stroke: Don’t be


The One. 2019. Kemenkes RI; Jakarta.
5. POKDI Stroke Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia.
Guidline Stroke Tahun 2011. Jakarta: PERDOSSI; 2011.
6. Amarenco P, Bogousslacsky J. Classification of Stroke Subtypes.
Cerebrovasc Disease 2009;27:493–501
7. Bernard RB, Andrew MN, Matthew TW, Batjer H. Hemorrhagic
and Ischemic Stroke. Thieme Medical Publisher, Inc. New York.
2012
8. Parmar P, 2018. Stroke : Classification and Diagnosis. The
Pharmaceutical Journal. Research Gate. 1-15
9. Burns, D.K., V Kumar. Sistem Saraf. Dalam: Kumar V., R. S. Cortran dan
S.
L. Robbins. Buku Ajar Patologi. Edisi 7. Volume 2. Terjemahan
B. U. Pendit. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2007. p.
903-948.
10. Badrul, M. Neurologi Dasar. Universitas Brawijaya Malang.
Jakarta: Sagung Seto, 2015.
11. PERDOSSI, 2016. Panduan Praktik Klinis Neurologi. Jakarta:
PERDOSSI; 2016.
12. Kleindorfer DO, Towfighi A, Chaturvedi S, Cockroft KM, Gutierrez
J, Lombardi-Hill D, et al. 2021 Guideline for the Prevention of
Stroke in Patients With Stroke and Transient Ischemic Attack: A
Guideline From the American Heart Association/American
Stroke Association. American Heart Association Journals.
2021;52(7):e364-467.
13. Rasyid A, Hidayat R, Harris S, Kurniawan M, Mesiano T. Stroke
Iskemik. Dalam: Anindhita T, Wiratman W. Buku Ajar Neurologi,
Jilid 2. Edisi Pertama. Jakarta: Departemen Neurologi Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 2017. p. 452-70.
14. Singh H, Gupra JB, Gupta MS, Aggarwal R. Assesment of utility of
Siriraj Stroke Score (SSS) di BD Sharma PGIMS hospital, Rohtak,
India. Med J Indones. 2001:10(3);164-8.

15. Gorelashvili MG. Investigation of megakaryopoiesis and the


acute phase of ischemic stroke by advanced fluorescence
microscopy. Julius- MaximiliansUniversität Würzburg Georgia.
2018.

Anda mungkin juga menyukai