Anda di halaman 1dari 46

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kegawatan neurologi serius yang masih menyebabkan kematian tertinggi adalah


stroke. Pasien stroke sebagian besar datang ke fasilitas kesehatan dalam keadaan
terlambat, akibatnya pasien stroke mengalami kematian lebih cepat. Lima belas juta orang
dari seluruh dunia menderita stroke setiap tahunnya yang terdiri dari 5 juta orang
meninggal, 5 juta orang lainnya yang tersisa menderita cacat permanen, sehingga
keluarga dan masyarakat sendiri dapat terbebani.1
Stroke menduduki peringkat ke – 3 sebagai penyebab kematian setelah penyakit
jantung dan kanker di Amerika Serikat dan sekitar 500.000 orang terserang stroke setiap
tahunnya, 400.000 orang terkena stroke iskemik dan 100.000 orang menderita stroke
haemoragik (termasuk perdarahan intra serebral dan sub arakhnoid) dengan 175.000 di
antaranya mengalami kematian.1,2
Prevalensi stroke di Indonesia ditemukan sebesar 8,3 per 1000 penduduk serta yang
telah didiagnosis oleh tenaga kesehatan adalah 6 per 1000 penduduk. Hal ini
menunjukkan sekitar 72,3% kasus stroke di masyarakat telah didiagnosis oleh tenaga
kesehatan. Prevalensi stroke tertinggi dijumpai di NAD (16,6%) dan terendah di Papua
(3,8%). Terdapat 13 provinsi dengan prevalensi stroke lebih tinggi dari angka nasional.3
Faktor risiko yang potensial bisa dikendalikan pada penyakit stroke diantaranya
hipertensi, penyakit jantung, fibrilasi atrium, endokarditis, stenosis mitralis, infark
jantung, anemia sel sabit, Transient Ischemic Attack (TIA), stenosis karotis asimtomatik,
diabetes melitus, hiperhomosisteinemia, hiperatrofi ventrikel kiri sedangkan faktor risiko
yang tidak bisa dikendalikan yaitu umur, jenis kelamin, herediter, ras (etnis), geografis.

1
1.2 Tujuan Penulisan
1. Melengkapi syarat tugas stase neurologi
2. Melengkapi syarat kepaniteraan klinis senior (KKS) di RSUD M. Nasir

1.3 Tujuan Umum


Mengetahui dan memahami tentang Stroke Iskemik

1.4 Tujuan Khusus


1. Untuk mengetahui dan memahami tentang definisi, etiologi, klasifikasi, patogenesa,
diagnosa, dan penatalaksanaan Stroke.

1.5 Manfaat
1. Sebagai sumber media informasi mengenai Stroke.
2. Sebagai laporan kasus yang menyajikan analisis kasus tentang Stroke.
3. Untuk memenuhi tugas case report kepanitraan klinik senior di Bagian Neurologi
RSUD M. Nasir tahun 2019.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI
Stroke adalah sindroma klinis dengan gejala berupa gangguan fungsi otak secara fokal
maupun global yang dapat menimbulkan kematian atau kecacatan yang menetap lebih dari 24
jam, tanpa penyebab lain kecuali gangguan vaskular (WHO). Stroke pada prinsipnya terjadi
secara tiba-tiba karena gangguan pembuluh darah otak (perdarahan atau iskemik), bila karena
trauma maka tak dimasukkan dalam kategori stroke, tapi bila gangguan pembuluh darah otak
disebabkan karena hipertensi, maka dapat disebut stroke.1

2.2 EPIDEMIOLOGI
Stroke merupakan penyebab kecacatan nomor satu dan kematian nomor dua di dunia.
Penyakit ini telah menjadi masalah kesehatan yang mendunia dan semakin penting, dengan
dua pertiga stroke sekarang terjadi di negara-negara yang sedang berkembang.2
Menurut WHO, sebanyak 20,5 juta jiwa di dunia sudah terjangkit stroke pada tahun
2001. Dari jumlah itu 5,5 juta telah meninggal dunia. Penyakit tekanan darah tinggi atau
hipertensi menyumbangkan 17,5 juta kasus stroke di dunia. Sebanyak 75% penderita stroke
menderita lumpuh dan kehilangan pekerjaan. Di Indonesia, penyakit ini menduduki posisi
ketiga setelah jantung dan kanker. Sebanyak 28,5% penderita stroke meninggal dunia.
Sisanya menderita kelumpuhan sebagian maupun total. Hanya 15% saja yang dapat sembuh
total dari serangan stroke dan kecacatan.3

2.3 KLASIFIKASI
Dikenal bermacam-macam klasifikasi stroke. Semuanya berdasarkan atas gambaran
klinik, patologi anatomi, system pembuluh darah dan stadiumnya. Dasar klasifikasi yang
berbeda-beda ini perlu, sebab setiap jenis stroke mempunyai cara pengobatan, preventif dan
prognosa yang berbeda, walaupun patogenesisnya serupa. Adapun klasifikasi tersebut, antara
lain:4,5,6
Berdasarkan patologi anatomi dan penyebabnya:
I. Stroke Iskemik
a. Transient Ischemic Attack (TIA)
b. Trombosis serebri

3
c. Embolia serebri
II. Stroke Hemoragik
a. Perdarahan intra serebral
b. Perdarahan subarachnoid

Berdasarkan stadium/ pertimbangan waktu:


a. TIA (Trancient Ischemic Attack)
Pada bentuk ini gejala neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran
darah di otak akan menghilang dalam waktu 24 jam
b. RIND (Reversible Ischemic Neurologi Defisit)
Gejala neurologik yang timbul akan menghilang dalam waktu lebih lama
dari 24 jam, tetapi tidak lebih dari seminggu.
c. Progressing stroke atau stroke in evolution
Gejala neurologik yang makin lama makin berat
c. Completed stroke
Gejala klinis sudah menetap.

Berdasarkan sistem pembuluh darah:


a. Sistem Karotis
b. Sistem vertebro-basiler

2.4 FAKTOR RISIKO


Setiap orang selalu mendambakan hidup nyaman, sehat dan bebas dari berbagai
macam tekanan. Namun, keinginan tersebut tidak diimbangi dengan pola hidup yang
memadai. Pola hidup yang tidak baik tersebut dapat menyebabkan masalah kesehatan. Faktor
potensial kejadian stroke dibedakan menjadi 2 kategori besar yakni:9
1. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi
 Usia

Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa semakin tua usia, semakin besar pula
risiko terkena stroke. Hal ini berkaitan dengan adanya proses degenerasi (penuan)
yang terjadi secara alamiah dan pada umumnya pada orang lanjut usia, pembuluh
darahnya lebih kaku oleh sebab adanya plak (atherosklerosis).
 Jenis kelamin

Laki-laki memiliki risiko lebih besar untuk terkena stroke dibandingkan dengan

4
perempuan. Hal ini diduga terkait bahwa laki-laki cenderung merokok. Rokok itu
sendiri ternyata dapat merusak lapisan dari pembuluh darah tubuh yang dapat
mengganggu aliran darah.
 Herediter

Hal ini terkait dengan riwayat stroke pada keluarga. Orang dengan riwayat stroke
pada kelurga, memiliki risiko yang lebih besar untuk terkena stroke dibandingkan
dengan orang tanpa riwayat stroke pada keluarganya.
 Ras/etnik

Dari berbagai penelitian diyemukan bahwa ras kulit putih memiliki peluang lebih
besar untuk terkena stroke dibandingkan dengan ras kulit hitam.
2. Faktor yang dapat dimodifikasi
 Hipertensi (darah tinggi)
Orang yang mempunyai tekanan darah yang tinggi memiliki peluang besar untuk
mengalami stroke. Bahkan hipertensi merupakan penyebab terbesar (etiologi) dari
kejadian stroke itu sendiri. Hal ini dikarenakan pada kasus hipertensi, dapat terjadi
gangguan aliran darah tubuh dimana diameter pembuluh darah akan mengecil
(vasokontriksi) sehingga darah yang mengalir ke otak pun akan berkurang. Dengan
pengurangan aliran darah otak (ADO) maka otak akan akan kekurangan suplai
oksigen dan juga glukosa (hipoksia), karena suplai berkurang secara terus menerus,
maka jaringan otak lama-lama akan mengalami kematian.
 Penyakit jantung
Adanya penyakit jantung seperti penyakit jantung koroner, infak miokard (kematian
otot jantung) juga merupakan faktor terbesar terjadinya stroke. Seperti kita ketahui,
bahwa sentral dari aliran darah di tubuh terletak di jantung. Bilamana pusat
mengaturan aliran darahnya mengalami kerusakan, maka aliran darah tubuh pun akan
mengalami gangguan termasuk aliran darah yang menuju ke otak. Karena adanya
gangguan aliran, jaringan otak pun dapat mengalami kematian secara mendadak
ataupun bertahap.
 Diabetes melitus
Diabetes melitus (DM) memiliki risiko untuk mengalami stroke. Hal ini terkait
dengan pembuluh darah penderita DM yang umumnya menjadi lebih kaku (tidak
lentur). Adanya peningkatan ataupun penurunan kadar glukosa darah secara tiba-tiba

5
juga dapat menyebabkan kematian jaringan otak.
 Hiperkolesterolemia
Hiperkolesterolemia merupakan keadaan dimana kadar kolesterol didalam darah
berlebih (hiper = kelebihan). Kolesterol yang berlebih terutama jenis LDL akan
mengakibatkan terbentuknya plak/kerak pada pembuluh darah, yang akan semakin
banyak dan menumpuk sehingga dapat mengganggu aliran darah.
 Obesitas
Kegemukan juga merupakan salah satu faktor risiko terjadinya stroke. Hal tersebut
terkait dengan tingginya kadar lemak dan kolesterol dalam darah pada orang dengan
obesitas, dimana biasanya kadar LDL (lemak jahat) lebih tinggi dibandingkan dengan
kadar HDLnya (lemak baik/menguntungkan).
 Merokok
Berdasarkan penelitian didapatkan, bahwa orang-orang yang merokok ternyata
memiliki kadar fibrinogen darah yang lebih tinggi dibandingkan dengan orang yang
tidak merokok. Peningkatan kadar fibrinogen ini dapat mempermudah terjadinya
penebalan pembuluh darah sehingga pembuluh darah menjadi sempit dan kaku
dengan demikian dapat menyebabkan gangguan aliran darah.

2.5 PATOGENESIS
1. Stroke Non Hemoragik
Iskemia disebabkan oleh adanya penyumbatan aliran darah otak oleh trombus atau
embolus. Trombus umumnya terjadi karena berkembangnya aterosklerosis pada dinding
pembuluh darah, sehingga arteri menjadi tersumbat, aliran darah ke area trombus menjadi
berkurang, menyebabkan iskemia kemudian menjadi kompleks iskemia akhirnya terjadi
infark pada jaringan otak. Emboli disebabkan oleh embolus yang berjalan menuju arteri
serebral melalui arteri karotis. Terjadinya blok pada arteri tersebut menyebabkan iskemia
yang tiba-tiba berkembang cepat dan terjadi gangguan neurologi fokal. Perdarahan otak dapat
disebabkan oleh pecahnya dinding pembuluh darah oleh emboli.7
2. Stroke Hemoragik
Pembuluh darah otak yang pecah menyebabkan darah mengalir ke substansi atau
ruangan subarachnoid yang menimbulkan perubahan komponen intrakranial yang seharusnya
konstan. Adanya perubahan komponen intrakranial yang tidak dapat dikompensasi tubuh
akan menimbulkan peningkatan tekanan intra kranial (TIK) yang bila berlanjut akan

6
menyebabkan herniasi otak sehingga timbul kematian. Di samping itu, darah yang mengalir
ke substansi otak atau ruang subarachnoid dapat menyebabkan edema, spasme pembuluh
darah otak dan penekanan pada daerah tersebut menimbulkan aliran darah berkurang atau
tidak ada sehingga terjadi nekrosis jaringan otak.7

Gambar 2. Stroke hemoragik dan stroke iskemik

Jenis - Janis Stroke


Secara garis besar berdasarkan kelainan patologis yang terjadi, stroke dapat
diklasifikasikan sebagai stroke iskemik dan stroke hemoragik (perdarahan). Pada stroke
iskemik, aliran darah ke otak terhenti karena aterosklerosis atau bekuan darah yang telah
menyumbat suatu pembuluh darah. Pada stroke hemoragik, pembuluh darah pecah sehingga
menghambat aliran darah yang normal dan darah merembes ke dalam suatu daerah di otak
dan merusaknya. 8

7
Gambar 4 Jenis-jenis stroke

1. Stroke Iskemik
Stroke iskemik disebut juga stroke sumbatan atau stroke infark dikarenakan adanya
kejadian yang menyebabkan aliran darah menurun atau bahkan terhenti sama sekali pada area
tertentu di otak, misalnya terjadinya emboli atau trombosis. Penurunan aliran darah ini
menyebabkan neuron berhenti berfungsi. Aliran darah kurang dari 18 ml/100 mg/menit akan
mengakibatkan iskemia neuron yang sifatnya irreversibel. Hampir sebagian besar pasien atau
sebesar 83% mengalami stroke jenis ini.5
Aliran darah ke otak pada stroke iskemik terhenti karena aterosklerosis (penumpukan
kolesterol pada dinding pembuluh darah) atau adanya bekuan darah yang telah menyumbat
suatu pembuluh darah ke otak. Penyumbatan dapat terjadi di sepanjang jalur arteri yang
menuju ke otak. Misalnya suatu ateroma (endapan lemak) bisa terbentuk di dalam arteri
karotis sehingga menyebabkan berkurangnya aliran darah. Keadaan ini sangat serius karena
setiap arteri karotis dalam keadaan normal memberikan darah ke sebagian besar otak.
Terjadinya hambatan dalam aliran darah pada otak akan mengakibatkan sel saraf dan
sel lainnya mengalami gangguan dalam suplai oksigen dan glukosa. Bila gangguan suplai
tersebut berlangsung hingga melewati batas toleransi sel, maka akan terjadi kematian sel.
Sedangkan bila aliran darah dapat diperbaiki segera, kerusakan dapat diminimalisir.

Gambar 5 Stroke iskemik


Mekanisme terjadinya stroke iskemik secara garis besar dibagi menjadi dua, yaitu
akibat trombosis atau akibat emboli. Diperkirakan dua per tiga stroke iskemik diakibatkan
karena trombosis, dan sepertiganya karena emboli. Akan tetapi untuk membedakan secara
klinis, patogenesis yang terjadi pada sebuah kasus stroke iskemik tidak mudah, bahkan sering
tidak dapat dibedakan sama sekali.
Trombosis dapat menyebabkan stroke iskemik karena trombosis dalam pembuluh
darah akan mengakibatkan terjadinya oklusi (gerak menutup atau keadaan tertutup) arteri

8
serebral yang besar, khususnya arteri karotis interna, arteri serebri media, atau arteri basilaris.
Namun, sesungguhnya dapat pula terjadi pada arteri yang lebih kecil, yaitu misalnya arteri-
arteri yang menembus area lakunar dan dapat juga terjadi pada vena serebralis dan sinus
venosus.
Stroke karena trombosis biasanya didahului oleh serangan TIA (Transient ischemic
attack). Gejala yang terjadi biasanya serupa dengan TIA yang mendahului, karena area yang
mengalami gangguan aliran darah adalah area otak yang sama. TIA merupakan defisit
neurologis yang terjadi pada waktu yang sangat singkat yaitu berkisar antara 5-20 menit atau
dapat pula hingga beberapa jam, dan kemudian mengalami perbaikan secara komplit.
Meskipun tidak menimbulkan keluhan apapun lagi setelah serangan, terjadinya TIA jelas
merupakan hal yang perlu ditanggapi secara serius karena sekitar sepertiga penderita TIA
akan mengalami serangan stroke dalam 5 tahun. Dalam keadaan lain, defisit neurologis yang
telah terjadi selama 24 jam atau lebih dapat juga mengalami pemulihan secara komplit atau
hampir komplit dalam beberapa hari. Keadaan ini kerap diterminologikan sebagai stroke
minor atau reversible ischemic neurological defisit (RIND).4,5
Emboli menyebabkan stroke ketika arteri di otak teroklusi oleh adanya trombus yang
berasal dari jantung, arkus aorta, atau arteri besar lain yang terlepas dan masuk ke dalam
aliran darah di pembuluh darah otak. Emboli pada sirkulasi posterior umumnya mengenai
daerah arteri serebri media atau percabangannya karena 85% aliran darah hemisferik berasal
darinya. Emboli pada sirkulasi posterior biasanya terjadi pada bagian apeks arteri basilaris
atau pada arteri serebri posterior.
Stroke karena emboli memberikan karakteristik dimana defisit neurologis langsung
mencapai taraf maksimal sejak awal (onset) gejala muncul. Seandainya serangan TIA
sebelum stroke terjadi karena emboli, gejala yang didapatkan biasanya bervariasi. Hal ini
dikarenakan pada TIA yang terjadi mendahului stroke iskemik karena emboli, umumnya
mengenai area perdarahan yang berbeda dari waktu ke waktu.
Endapan lemak juga bisa terlepas dari dinding arteri dan mengalir di dalam darah
yang kemudian menyumbat arteri yang lebih kecil. Arteri karotis dan arteri vertebralis beserta
percabangannya bisa juga tersumbat karena adanya bekuan darah yang berasal dari tempat
lain, misalnya dari jantung atau satu katupnya. Stroke semacam ini disebut emboli serebral,
yang paling sering terjadi pada penderita yang baru menjalani pembedahan jantung dan
penderita kelainan katup jantung atau gangguan irama jantung (terutama fibrilasi atrium).
Emboli lemak terbentuk jika lemak dari sumsum tulang yang pecah dilepaskan ke dalam
aliran darah dan akhirnya bergabung di dalam sebuah arteri.
9
2. Stroke hemoragik
Stroke hemoragik adalah stroke yang disebabkan oleh perdarahan intrakranial non
traumatik. Pada strok hemoragik, pembuluh darah pecah sehingga menghambat aliran darah
yang normal dan darah merembes ke dalam suatu daerah di otak dan merusaknya.

Gambar 6 Stroke hemoragik


Hampir 70% kasus strok hemoragik terjadi pada penderita hipertensi. Stroke
hemoragik meliputi perdarahan di dalam otak (intracerebral hemorrhage) dan perdarahan di
antara bagian dalam dan luar lapisan pada jaringan yang melindungi otak (subarachnoid
hemorrhage). Gangguan lain yang meliputi perdarahan di dalam tengkorak termasuk epidural
dan hematomas subdural, yang biasanya disebabkan oleh luka kepala. Gangguan ini
menyebabkan gejala yang berbeda dan tidak dipertimbangkan sebagai stroke. Berikut ini
adalah penjelasan lebih rinci mengenai jenis-jenis stroke hemoragik:
1. Intracerebral hemorrhage (perdarahan intraserebral)

Perdarahan intraserebral terjadi karena adanya ekstravasasi darah ke dalam jaringan


parenkim yang disebabkan ruptur arteri perforantes dalam. Stroke jenis ini berjumlah
sekitar 10% dari seluruh stroke tetapi memiliki persentase kematian lebih tinggi dari
yang disebabkan stroke lainnya. Di antara orang yang berusia lebih tua dari 60 tahun,
perdarahan intraserebral lebih sering terjadi dibandingkan perdarahan subarakhnoid.
Perdarahan intraserebral sering terjadi di area vaskularis dalam pada lapisan
hemisfer serebral. Perdarahan yang terjadi kebanyakan pada pembuluh darah berkaliber
kecil dan terdapat lapisan dalam (deep arteries). Perdarahan intraserebral sangat sering
terjadi ketika tekanan darah tinggi kronis (hipertensi) melemahkan arteri kecil,
menyebabkannya menjadi pecah. Korelasi hipertensi sebagai kausatif perdarahan ini
dikuatkan dengan pembesaran vertikel jantung sebelah kiri pada kebanyakan pasien.
Hipertensi yang menahun memberikan resiko terjadinya stroke hemoragik akibat

10
pecahnya pembuluh darah otak diakibatkan karena adanya proses degeneratif pada
dinding pembuluh darah.
Beberapa orang yang tua memiliki kadar protein yang tidak normal disebut amyloid
yang menumpuk pada arteri otak. Penumpukan ini (disebut amyloid angiopathy)
melemahkan arteri dan bisa menyebabkan perdarahan. Umumnya penyebabnya tidak
banyak, termasuk ketidaknormalan pembuluh darah yang ada ketika lahir, luka, tumor,
peradangan pada pembuluh darah (vaskulitis), gangguan perdarahan, dan penggunaan
antikoagulan dalam dosis yang terlalu tinggi. Gangguan perdarahan dan penggunaan
antikoagulan meningkatkan resiko sekarat dari perdarahan intraserebral.
Perdarahan intraserebral ini merupakan jenis stroke yang paling berbahaya. Lebih
dari separuh penderita yang memiliki perdarahan yang luas, meninggal dalam beberapa
hari. Penderita yang selamat biasanya kembali sadar dan sebagian fungsi otaknya
kembali, karena tubuh akan menyerap sisa-sisa darah.

2. Subarachnoid hemorrhage (perdarahan subarakhnoid)


Perdarahan subarakhnoid adalah perdarahan ke dalam ruang (ruang subarachnoid)
diantara lapisan dalam (pia mater) dan lapisan tengah (arachnoid mater) para jaringan
yang melindungan otak (meninges). Penyebab yang paling umum adalah pecahnya
tonjolan pada pembuluh (aneurisma). Biasanya, pecah pada pembuluh menyebabkan
tiba-tiba, sakit kepala berat, seringkali diikuti kehilangan singkat pada kesadaran.
Perdarahan subarakhnoid adalah gangguan yang mengancam nyawa yang bisa cepat
menghasilkan cacat permanen yang serius. Hal ini adalah satu-satunya jenis stroke yang
lebih umum terjadi pada wanita.
Perdarahan subarakhnoid biasanya dihasilkan dari luka kepala. Meskipun begitu,
perdarahan mengakibatkan luka kepala yang menyebabkan gejala yang berbeda dan tidak
dipertimbangankan sebagai stroke. Perdarahan subarakhnoid dipertimbangkan sebagai
sebuah stroke hanya ketika hal itu terjadi secara spontan, yaitu ketika perdarahan tidak
diakibatkan dari kekuatan luar, seperti kecelakaan atau jatuh.
Perdarahan spontan biasanya diakibatkan dari pecahnya secara tiba-tiba aneurisma
di dalam arteri cerebral. Aneurisma menonjol pada daerah yang lemah pada dinding
arteri. Aneurisma biasanya terjadi dimana cabang nadi. Aneurisma kemungkinan hadir
ketika lahir (congenital), atau mereka berkembang kemudian, setelah tahunan tekanan
darah tinggi melemahkan dinding arteri. Kebanyakan perdarahan subarakhnoid
diakibatkan dari aneurisma sejak lahir.
11
Perdarahan subarakhnoid terkadang diakibatkan dari pecahnya jaringan tidak normal
antara arteri dengan pembuluh (arteriovenous malformation) di otak atau sekitarnya.
Arteriovenous malformation kemungkinan ada sejak lahir, tetapi hal ini biasanya
diidentifikasikan hanya jika gejala terjadi. Jarang, penggumpalan darah terbentuk pada
klep jantung yang terinfeksi, mengadakan perjalanan (menjadi embolus) menuju arteri
yang mensuplai otak, dan menyebabkan arteri menjadi meradang. Arteri tersebut bisa
kemudian melemah dan pecah.

2.6 GEJALA KLINIS


Sebagian besar kasus stroke terjadi secara mendadak, sangat cepat dan menyebabkan
kerusakan otak dalam beberapa menit (completed stroke). Kemudian stroke menjadi
bertambah buruk dalam beberapa jam sampai 1-2 hari akibat bertambah luasnya jaringan otak
yang mati (stroke in evolution). Perkembangan penyakit biasanya (tetapi tidak selalu)
diselingi dengan periode stabil, dimana perluasan jaringan yang mati berhenti sementara atau
terjadi beberapa perbaikan. Gejala stroke yang muncul pun tergantung dari bagian otak yang
terkena.8,9

Beberapa gejala stroke berikut:


 Perubahan tingkat kesadaran (mengantuk, letih, apatis, koma).
 Kesulitan berbicara atau memahami orang lain.
 Kesulitan menelan.
 Kesulitan menulis atau membaca.
 Sakit kepala yang terjadi ketika berbaring, bangun dari tidur, membungkuk, batuk,
atau kadang terjadi secara tiba-tiba.
 Kehilangan koordinasi.
 Kehilangan keseimbangan.
 Perubahan gerakan, biasanya pada satu sisi tubuh, seperti kesulitan menggerakkan
salah satu bagian tubuh, atau penurunan keterampilan motorik.
 Mual atau muntah.
 Kejang.
 Sensasi perubahan, biasanya pada satu sisi tubuh, seperti penurunan sensasi, baal
atau kesemutan.

12
 Kelemahan pada salah satu bagian tubuh.

2.7 DIAGNOSIS
Stroke adalah suatu keadaan emergensi medis. Setiap orang yang diduga mengalami
stroke seharusnya segera dibawa ke fasilitas medis untuk evaluasi dan terapi. Pertama-tama,
dokter akan menanyakan riwayat medis pasien jika terdapat tanda-tanda bahaya sebelumnya
dan melakukan pemeriksaan fisik. Jika seseorang telah diperiksa seorang dokter tertentu,
akan menjadi ideal jika dokter tersebut ikut berpartisipasi dalam penilaian. Pengetahuan
sebelumnya tentang pasien tersebut dapat meningkatkan ketepatan penilaian.8
Hanya karena seseorang mempunyai gangguan bicara atau kelemahan pada satu sisi
tubuh tidaklah sinyal kejadian stroke. Terdapat banyak kemungkinan lain yang mungkin
bertanggung jawab untuk gejala ini. Kondisi lain yang dapat serupa stroke meliputi:
 Tumor otak
 Abses otak
 Sakit kepala migrain
 Perdarahan otak baik secara spontan atau karena trauma
 Meningitis atau encephalitis
 Overdosis karena obat tertentu
 Ketidakseimbangan calcium atau glukosa dalam tubuh dapat juga menyebabkan
perubahan sistem saraf yang serupa dengan stroke.
Pada evaluasi stroke akut, banyak hal akan terjadi pada waktu yang sama. Pada saat
dokter mencari informasi riwayat pasien dan melakukan pemeriksaan fisik, perawat akan
mulai memonitor tanda-tanda vital pasien, melakukan tes darah dan melakukan pemeriksaan
EKG (elektrokardiogram).
Bagian dari pemeriksaan fisik yang menjadi standar adalah penggunaan skala stroke.
The American Heart Association telah mempublikasikan suatu pedoman pemeriksaan sistem
saraf untuk membantu penyedia perawatan menentukan berat ringannya stroke dan apakah
intervensi agresif mungkin diperlukan.
Untuk membedakan stroke tersebut termasuk jenis hemoragis atau non hemoragis.
antara keduanya, dapat ditentukan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan klinis neurologis,
algoritma dan penilaian dengan skor stroke, dan pemeriksaan penunjang.
1. Anamnesis
Bila sudah ditetapkan sebagai penyebabnya adalah stroke, maka langkah berikutnya

13
adalah menetapkan stroke tersebut termasuk jenis yang mana, stroke hemoragis atau stroke
non hemoragis. Untuk keperluan tersebut, pengambilan anamnesis harus dilakukan seteliti
mungkin.Berdasarkan hasil anamnesis, dapat ditentukan perbedaan antara keduanya, seperti
tertulis pada tabel di bawah ini.
Tabel 1. Perbedaan stroke hemoragik dan stroke infark berdasarkan anamnesis8

2. Pemeriksaan klinis neurologis


Pada pemeriksaan ini dicari tanda-tanda (sign) yang muncul, bila dibandingkan antara
keduanya akan didapatkan hasil sebagai berikut :

Tabel 2. Perbedaan Stroke Hemoragik dan Stroke Infark berdasarkan tanda-tandanya.

3. Algoritma dan penilaian dengan skor stroke.


Terdapat beberapa algoritma untuk membedakan stroke antara lain dengan :
4. a. Penetapan Jenis Stroke berdasarkan Algoritma Stroke Gadjah Mada

14
Gambar 1. Algoritma Stroke Gadjah Mada

b. Penetapan jenis stroke berdasarkan Djoenaedi stroke score


Tabel 3. Djoenaedi Stroke Score

15
Bila skor > 20 termasuk stroke hemoragik, skor < 20 termasuk stroke non-
hemoragik. Ketepatan diagnostik dengan sistim skor ini 91.3% untuk stroke
hemoragik, sedangkan pada stroke non-hemoragik 82.4%. Ketepatan diagnostik
seluruhnya 87.5%
Terdapat batasan  waktu yang sempit untuk menghalangi suatu stroke akut
dengan obat untuk memperbaiki suplai darah yang hilang pada bagian otak. Pasien 

16
memerlukan evaluasi yang sesuai dan stabilisasi sebelum obat penghancur bekuan
darah apapun dapat digunakan.

c. Penetapan jenis stroke berdasarkan Siriraj stroke score


Tabel 4. Siriraj Stroke Score (SSS)8

Catatan : 1. SSS> 1 = Stroke hemoragik


2. SSS < -1 = Stroke non hemoragik

5. Pemeriksaan Penunjang

            Computerized tomography (CT scan): untuk membantu menentukan penyebab


seorang terduga stroke, suatu pemeriksaan sinar x khusus yang disebut CT scan otak sering
dilakukan. Suatu CT scan digunakan untuk mencari perdarahan atau massa di dalam otak,
situasi yang sangat berbeda dengan stroke yang memerlukan penanganan yang berbeda pula.
CT  Scan  berguna  untuk  menentukan:

 jenis  patologi
 lokasi  lesi
 ukuran  lesi
 menyingkirkan  lesi  non  vaskuler

            MRI scan: Magnetic resonance imaging (MRI) menggunakan gelombang magnetik
untuk membuat gambaran otak. Gambar yang dihasilkan MRI jauh lebih detail jika
dibandingkan dengan CT scan, tetapi ini bukanlah pemeriksaan garis depan untuk stroke. jika
CT scan dapat selesai dalam beberapa menit, MRI perlu waktu lebih dari satu jam. MRI dapat

17
dilakukan kemudian selama perawatan  pasien jika detail yang lebih baik diperlukan untuk
pembuatan keputusan medis lebih lanjut. Orang dengan peralatan medis tertentu (seperti,
pacemaker) atau metal lain di dalam tubuhnya, tidak dapat dijadikan subyek pada daerah
magneti kuat suatu MRI.
            Metode lain teknologi MRI: suatu MRI scan dapat juga digunakan untuk secara
spesifik melihat pembuluh darah secara non invasif (tanpa menggunakan pipa atau injeksi),
suatu prosedur yang disebut MRA (magnetic resonance angiogram). Metode MRI lain
disebut dengan diffusion weighted imaging (DWI) ditawarkan di beberapa pusat kesehatan.
Teknik ini dapat mendeteksi area abnormal beberapa menit setelah aliran darah ke bagian
otak yang berhenti, dimana MRI konvensional tidak dapat mendeteksi stroke sampai lebih
dari 6 jam dari saat terjadinya stroke, dan CT scan kadang-kadang tidak dapat mendeteksi
sampai 12-24 jam. Sekali lagi, ini bukanlah test garis depan untuk mengevaluasi pasien
stroke.
            Computerized tomography dengan angiography: menggunakan zat warna yang
disuntikkan ke dalam vena di lengan, gambaran pembuluh darah di otak dapat memberikan
informasi tentang aneurisma atau arteriovenous malformation. Seperti abnormalitas aliran
darah otak lainnya dapat dievaluasi dengan peningkatan teknologi canggih, CT angiography
menggeser angiogram konvensional.
            Conventional angiogram: suatu angiogram adalah tes lain yang kadang-kadang
digunakan untuk melihat pembuluh darah. Suatu pipa kateter panjang dimasukkan ke dalam
arteri (biasanya di area selangkangan) dan zat warna diinjeksikan sementara foto sinar-x
secara bersamaan diambil. Meskipun angiogram memberikan gambaran anatomi pembuluh
darah yang paling detail, tetapi ini juga merupakan prosedur yang invasif dan digunakan
hanya jika benar-benar diperlukan. Misalnya, angiogram dilakukan setelah perdarahan jika
sumber perdarahan perlu diketahui dengan pasti. Prosedur ini juga kadang-kadang dilakukan
untuk evaluasi yang akurat kondisi arteri carotis ketika pembedahan untuk membuka
sumbatan pembuluh darah dipertimbangkan untuk dilakukan.
            Carotid Doppler ultrasound: adalah suatu metode non-invasif (tanpa injeksi atau
penempatan pipa) yang menggunakan gelombang suara untuk menampakkan penyempitan
dan penurunan aliran darah pada arteri carotis (arteri utama di leher yang mensuplai darah ke
otak)
            Tes jantung: tes tertentu untuk mengevaluasi fungsi jantung sering dilakukan pada
pasien  stroke untuk mencari sumber emboli. Echocardiogram adalah  tes dengan gelombang
suara yang dilakukan dengan menempatkan peralatan microphone pada dada atau turun
18
melalui esophagus (transesophageal achocardiogram) untuk melihat bilik jantung. Monitor
Holter  sama dengan electrocardiogram (EKG), tetapi elektrodanya tetap menempel pada
dada selama 24 jam atau lebih lama untuk mengidentifikasi irama jantung yang abnormal.
            Tes darah: tes darah seperti sedimentation rate dan C-reactive protein yang dilakukan
untuk mencari tanda peradangan yang dapat memberi petunjuk adanya arteri yang mengalami
peradangan. Protein darah tertentu yang dapat meningkatkan peluang terjadinya stroke karena
pengentalan darah  juga diukur. Tes ini dilakukan untuk mengidentifikasi penyebab stroke
yang dapat diterapi atau untuk membantu mencegah perlukaan lebih lanjut. Tes darah
screening mencari infeksi potensial, anemia, fungsi ginjal dan abnormalitas elektrolit
mungkin juga perlu dipertimbangkan.

Tabel 5. Gambaran CT-Scan Stroke Infark dan Stroke Hemoragik

Tabel 6. Karakteristik MRI pada stroke hemoragik dan stroke infark

19
2.8 PENATALAKSANAAN
Terapi dibedakan pada fase akut dan pasca fase akut. 8

1. Fase Akut (hari ke 0-14 sesudah onset penyakit)


Sasaran pengobatan ialah menyelamatkan neuron yang menderita jangan sampai mati,
dan agar proses patologik lainnya yang menyertai tak mengganggu/mengancam fungsi otak.
Tindakan dan obat yang diberikan haruslah menjamin perfusi darah ke otak tetap cukup, tidak
justru berkurang. Sehingga perlu dipelihara fungsi optimal dari respirasi, jantung, tekanan
darah darah dipertahankan pada tingkat optimal, kontrol kadar gula darah (kadar gula darah
yang tinggi tidak diturunkan dengan derastis), bila gawat balans cairan, elektrolit, dan asam
basa harus terus dipantau.
Pengobatan yang cepat dan tepat diharapkan dapat menekan mortalitas dan mengurangi
kecacatan. Tujuan utama pengobatan adalah untuk memperbaiki aliran darah ke otak secepat
mungkin dan melindungi neuron dengan memotong kaskade iskemik. Pengelolaan pasien
stroke akut pada dasarnya dapat di bagi dalam :
1. Pengelolaan umum, pedoman 5 B
- Breathing
- Blood
- Brain
- Bladder

20
- Bowel
2. Pengelolaan berdasarkan penyebabnya
• Stroke iskemik
• Memperbaiki aliran darah ke otak (reperfusi)
• Prevensi terjadinya trombosis (antikoagualsi)
• Proteksi neuronal/sitoproteksi
• Stroke Hemoragik
• Pengelolaan konservatif
• Perdarahan intra serebral
• Perdarahan Sub Arachnoid
• Pengelolaan operatif

1. Pengelolaan umum, pedoman 5 B


1.a Breathing : Jalan nafas harus terbuka lega, hisap lendir dan slem untuk mencegah
kekurang oksigen dengan segala akibat buruknya. Dijaga agar oksigenasi dan
ventilasi baik, agar tidak terjadi aspirasi (gigi palsu dibuka).Intubasi pada pasien
dengan GCS < 8. Pada kira-kira 10% penderita pneumonia (radang paru) merupakan
merupakan penyebab kematian utama pada minggu ke 2 – 4 setelah serangan
otak.Penderita sebaiknya berbaring dalam posisi miring kiri-kanan bergantian setiap 2
jam. Dan bila ada radang atau asma cepat diatasi.

1.b. Blood : Tekanan darah pada tahap awal tidak boleh segera diturunkan, karena
dapat memperburuk keadaan, kecuali pada tekanan darah sistolik > 220 mmHg dan
atau diastolik > 120 mmHg (stroke iskemik), sistolik > 180 mmHg dan atau diastolik
> 100 mmHg (stroke hemoragik). Penurunan tekanan darah maksimal 20 %.
Obat-obat yang dapat dipergunakan Nicardipin (0,5 – 6 mcg/kg/menit infus
kontinyu), Diltiazem (5 – 40 g/Kg/menit drip), nitroprusid (0,25 – 10 g/Kg/menit
infus kontinyu), nitrogliserin (5 – 10 g/menit infus kontinyu), labetolol 20 –80 mg
IV bolus tiap 10 menit, kaptopril 6,25 – 25 mg oral / sub lingual.
Keseimbangan cairan dan elektrolit perlu diawasi
Kadar gula darah (GD) yang terlalu tinggi terbukti memperburuk outcome pasien
stroke, pemberian insulin reguler dengan skala luncur dengan dosis GD > 150 – 200
mg/dL 2 unit, tiap kenaikan 50 mg/dL dinaikkan dosis 2 unit insulin sampai dengan

21
kadar GD > 400 mg/dL dosis insulin 12 unit.

1.c. Brain : Bila didapatkan kenaikan tekanan intra kranial dengan tanda nyeri kepala,
muntah proyektil dan bradikardi relatif harus di berantas, obat yang biasa dipakai
adalah manitol 20% 1 - 1,5 gr/kgBB dilanjutkan dengan 6 x 100 cc (0,5 gr/Kg BB),
dalam 15 – 20 menit dengan pemantauan osmolalitas antara 300 – 320 mOsm,
keuntungan lain penggunaan manitol penghancur radikal bebas.
Peningkatan suhu tubuh harus dihindari karena memperbanyak pelepasan
neurotransmiter eksitatorik, radikal bebas, kerusakan BBB dan merusak pemulihan
metabolisme enersi serta memperbesar inhibisi terhadap protein kinase.Hipotermia
ringan 30C atau 33C mempunyai efek neuroprotektif.
Bila terjadi kejang beri antikonvulsan diazepam i.v karena akan memperburuk
perfusi darah kejaringan otak

1.d. Bladder : Hindari infeksi saluran kemih bila terjadi retensio urine sebaiknya
dipasang kateter intermitten. Bila terjadi inkontinensia urine, pada laki laki pasang
kondom kateter, pada wanita pasang kateter.

1.e. Bowel : Kebutuhan cairan dan kalori perlu diperhatikan, hindari obstipasi, Jaga
supaya defekasi teratur, pasang NGT bila didapatkan kesulitan menelan makanan.
Kekurangan albumin perlu diperhatikan karena dapat memperberat edema otak
2. Pengelolaan berdasarkan penyebabnya
2.a. Stroke iskemik
- Memperbaiki aliran darah ke otak (reperfusi)
Usaha menghilangkan sumbatan penyebab stroke merupakan upaya yang
paling ideal, obat trombolisis yang sudah di setujui oleh FDA adalah rt-PA
(recombinan tissue plasminogen activator) dengan dosis 0,9 mg/kgBB
maksimal 90 mg (10% diberikan bolus & sisanya infus kontinyu dalam 60
menit). Sayangnya bahwa pengobatan dengan obat ini mempunyai
persyaratan pemberian haruslah kurang dari 3 jam, sehingga hanya pasien
yang masuk rumah sakit dengan onset awal dan dapat penyelesaian
pemeriksaan darah, CT Scan kepala dan inform consent yang cepat saja yang
dapat menerima obat ini.

22
Cara lain memperbaiki aliran darah antara lain dengan memperbaiki
hemorheologi seperti obat pentoxifillin yang yang mengurangi viskositas
darah dengan meningkatkan deformabilitas sel darah merah dengan dosis 15
mg/kgBB/hari. Obat lain yang juga memperbaiki sirkulasi adalah
naftidrofuril dengan memperbaiki aliran darah melalui unsur seluler darah
dosis 600 mg/hari selama 10 hari iv dilanjutkan oral 300 mg/hari.

- Prevensi terjadinya trombosis (antikoagualsi)


Untuk menghindari terjadinya trombus lebih lanjut terdapat dua kelas
pengobatan yang tersedia yaitu anti koagulan dan anti agregasi trombosit.
Anti koagulan diberikan pada pasien stroke yang mempunyai risiko untuk
terjadi emboli otak seperti pasien dengan kelainan jantung fibrilasi atrium non
valvular, thrombus mural dalam ventrikel kiri, infark miokard baru & katup
jantung buatan. Obat yang dapat diberikan adalah heparin dengan dosis awal
1.000 u/jam cek APTT 6 jam kemudian sampai dicapai 1,5 – 2,5 kali kontrol
hari ke 3 diganti anti koagulan oral, Heparin berat molekul rendah (LWMH)
dosis 2 x 0,4 cc subkutan monitor trombosit hari ke 1 & 3 (jika jumlah <
100.000 tidak diberikan), Warfarin dengan dosis hari I = 8 mg, hari II = 6 mg,
hari III penyesuaian dosis dengan melihat INR pasien.
Pasien dengan paresis berat yang berbaring lama yang berrisiko terjadi
trombosis vena dalam dan emboli paru untuk prevensi diberikan heparin 2 x
5.000 unit sub cutan atau LMWH 2 x 0,3 cc selama 7 – 10 hari.
Obat anti agregasi trombosit mempunyai banyak pilihan antara lain aspirin
dosis 80 – 1.200 mg/hari mekanisme kerja dengan menghambat jalur
siklooksigenase, dipiridamol dikombinasi dengan aspirin aspirin 25 mg +
dipiridamol SR 200 mg dua kali sehari dengan menghambat jalur
siklooksigenase, fosfodiesterase dan ambilan kembali adenosin, cilostazol
dosis 2 x 50 mg mekanisme kerja menghambat aktifitas fosfodiesterase III,
ticlopidin dosis 2 x 250 mg dengan menginhibisi reseptor adenosin difosfat
dan thyenopyridine dan clopidogrel dosis 1 x 75 mg dengan menginhibisi
reseptor adenosin difosfat dan thyenopyridine.

- Proteksi neuronal/sitoproteksi

23
Sangat menarik untuk mengamati obat-obatan pada kelompok ini karena
diharapkan dapat dengan memotong kaskade iskemik sehingga dapat
mencegah kerusakan lebih lanjut neuron. Obat-obatan tersebut antara lain :
o CDP-Choline bekerja dengan memperbaiki membran sel dengan cara
menambah sintesa phospatidylcholine, menghambat terbentuknya
radikal bebas dan juga menaikkan sintesis asetilkolin suatu
neurotransmiter untuk fungsi kognitif. Meta analisis Cohcrane Stroke
Riview Group Study(Saver 2002) 7 penelitian 1963 pasien stroke
iskemik dan perdarahan, dosis 500 – 2.000 mg sehari selama 14 hari
menunjukkan penurunan angka kematian dan kecacatan yang
bermakna. Therapeutic Windows 2 – 14 hari.
o Piracetam, cara kerja secara pasti didak diketahui, diperkirakan
memperbaiki integritas sel, memperbaiki fluiditas membran dan
menormalkan fungsi membran. Dosis bolus 12 gr IV dilanjutkan 4 x 3
gr iv sampai hari ke empat, hari ke lima dilanjutkan 3 x 4 gr peroral
sampai minggu ke empat, minggu ke lima sampai minggu ke 12
diberikan 2 x 2,4 gr per oral,. Therapeutic Windows 7 – 12 jam.
o Statin, diklinik digunakan untuk anti lipid, mempunyai sifat
neuroprotektif untuk iskemia otak dan stroke. Mempunyai efek anti
oksidan “downstream dan upstream”. Efek downstream adalah
stabilisasi atherosklerosis sehingga mengurangi pelepasan plaque
tromboemboli dari arteri ke arteri. Efek “upstream” adalah
memperbaiki pengaturan eNOS (endothelial Nitric Oxide Synthese,
mempunyai sifat anti trombus, vasodilatasi dan anti inflamasi),
menghambat iNOS (inducible Nitric Oxide Synthese, sifatnya
berlawanan dengan eNOS), anti inflamasi dan anti oksidan.
o Cerebrolisin, suatu protein otak bebas lemak dengan khasiat anti
calpain, penghambat caspase dan sebagai neurotropik dosis 30 – 50 cc
selama 21 hari menunjukkan perbaikan fungsi motorik yang bermakna.

2.b. Stroke Hemoragik

24
- Pengelolaan konservatif Perdarahan Intra Serebral
Pemberian anti perdarahan : Epsilon aminocaproat 30 - 36 gr/hari,
Asam Traneksamat 6 x 1 gr untuk mencegah lisisnya bekuan darah
yamg sudah terbentuk oleh tissue plasminogen. Evaluasi status
koagulasi seperti pemberian protamin 1 mg pada pasien yang
mendapatkan heparin 100 mg & 10 mg vitamin K intravena pada
pasien yang mendapat warfarin dengan prothrombine time memanjang.
Untuk mengurangi kerusakan jaringan iskemik disekeliling
hematom dapat diberikan obat-obat yang mempunyai sifat
neuropriteksi.
- Pengelolaan konservatif Perdarahan Sub Arahnoid
o Bed rest total selama 3 minggu dengan suasana yang tenang, pada
pasien yang sadar, penggunaan morphin 15 mg IM pada umumnya
diperlukan untuk menghilangkan nyeri kepala pada pasien sadar.
o Vasospasme terjadi pada 30% pasien, dapat diberikan Calcium
Channel Blockers dengan dosis 60 – 90 mg oral tiap 4 jam selama 21
hari atau 15 – 30 mg/kg/jam selama 7 hari, kemudian dilanjutkan per
oral 360 mg /hari selama 14 hari, efektif untuk mencegah terjadinya
vasospasme yang biasanya terjadi pada hari ke 7 sesudah iktus yang
berlanjut sampai minggu ke dua setelah iktus. Bila terjadi vasospasme
dapat dilakukan balance positif cairan 1 – 2 Liter diusahakan tekanan
arteri pulmonalis 18 – 20 mmHg dan Central venous pressure 10
mmHg, bila gagal juga dapat diusahakan peningkatan tekanan sistolik
sampai 180 – 220 mmHg menggunakan dopamin.

- Pengelolaan operatif
Tujuan pengelolaan operatif adalah : Pengeluaran bekuan darah,
Penyaluran cairan serebrospinal & Pembedahan mikro pada pembuluh darah.
Yang penting diperhatikan selain hasil CT Scan dan arteriografi adalah
keadaan/kondisi pasien itu sendiri :
Faktor faktor yang mempengaruhi :
1. Usia
Lebih 70 th  tidak ada tindakan operasi

25
60 – 70 th  pertimbangan operasi lebih ketat
Kurang 60 th  operasi dapat dilakukan lebih aman
2. Tingkat kesadaran
Koma/sopor  tak dioperasi
Sadar/somnolen  tak dioperasi kecuali kesadaran atau keadaan
neurologiknya menurun
Perdarahan serebelum : operasi kadang hasilnya memuaskan walaupun
kesadarannya koma
3. Topis lesi
• Hematoma Lobar (kortical dan Subcortical)
Bila TIK tak meninggi  tak dioperasi
Bila TIK meninggi disertai tanda tanda herniasi (klinis
menurun)  operasi
• Perdarahan putamen
Bila hematoma kecil atau sedang tak dioperasi
Bila hematoma lebih dari 3 cm tak dioperasi, kecuali
kesadaran atau defisit neurologiknya memburuk
• Perdarahan talamus
Pada umumnya tak dioperasi, hanya ditujukan pada
hidrocepalusnya akibat perdarahan dengan VP shunt bila
memungkinkan.
• Perdarahan serebelum
Bila perdarahannya lebih dari 3 cm dalam minggu pertama
maka  operasi
Bila perjalanan neurologiknya stabil diobati secara medisinal
dengan pengawasan
Bila hematom kecil tapi disertai tanda tanda penekanan batang
otak  operasi

4. Penampang volume hematoma


Bila penampang hematoma lebih 3 cm atau volume lebih dari 50 cc
operasi. Bila penampang kecil, kesadaran makin menurun dan keadaan
neurologiknya menurun ada tanda tanda penekanan batang otak maka
operasi

26
5. Waktu yang tepat untuk pembedahan
Dianjurkan untuk operasi secepat mungkin 6 – 7 jam setelah serangan
sebelum timbulnya edema otak , bila tak memungkinkan sebaiknya
ditunda sampai 5 – 15 hari kemudian.

Indikasi pembedahan pasien PSA adalah pasien dengan grade Hunt &
Hest Scale 1 sampai 3, waktu pembedahan dapat segera (< 72 jam)
atau lambat (setelah 14 hari). Pembedahan pasien PSA dengan Hunt
&Hest Scale 4 – 5 menunjukkan angka kematian yang tinggi (75%).

2. Fase Pasca Akut


Setelah fase akut berlalu, sasaran pengobatan dititik beratkan tindakan rehabilitasi
penderita, dan pencegahan terulangnya stroke.

Terapi Preventif
Tujuannya, untuk mencegah terulangnya atau timbulnya serangan baru stroke, dengan
jalan antara lain mengobati dan menghindari faktor-faktor resiko stroke:
Untuk stroke infark diberikan :
a Obat-obat anti platelet aggregasi
b Obat-obat untuk perbaikan fungsi jantung dari ahlinya
c Faktor resiko dikurangi seminimal mungkin
 Menghindari rokok, obesitas, stres
 Berolahraga teratur

Rehabilitasi

Stroke merupakan penyebab utama kecacatan pada usia di atas 45 tahun, maka yang
paling penting pada masa ini ialah upaya membatasi sejauh mungkin kecacatan penderita,
fisik dan mental, dengan fisioterapi, “terapi wicara”, dan psikoterapi. Jika seorang pasien
tidak lagi menderita sakit akut setelah suatu stroke, staf perawatan kesehatan memfokuskan
pada pemaksimalan kemampuan fungsi pasien. Hal ini sering dilakukan di rumah sakit
rehabilitasi atau area khusus di rumah sakit umum. Rehabilitasi juga dapat bertempat di
fasilitas perawat.

27
Proses rehabilitasi dapat meliputi beberapa atau semua hal di bawah ini:

1. Terapi bicara untuk belajar kembali berbicara dan menelan


2. Terapi okupasi untuk mendapatkan kembali ketangkasan lengan dan tangan
3. Terapi fisik untuk memperbaiki kekuatan dan kemampuan berjalan, dan
4. Edukasi keluarga untuk memberikan orientasi kepada mereka dalam merawat orang
yang mereka cintai di rumah dan tantangan yang akan mereka hadapi.

Tabel 7. Pedoman dasar rehabilitasi pasien pasca stroke

Hari 1-3 (di sisi tempat tidur)  Kurangi penekanan pada daerah yang
sering tertekan (sakrum, tumit)
 Modifikasi diet, bed side, positioning
 Mulai PROM dan AROM

Hari 3-5  Evaluasi ambulasi


 Beri sling bila terjadi subluksasi bahu

Hari 7-10  Aktifitas berpindah


 Latihan ADL: perawatan pagi hari
 Komunikasi, menelan

2-3 minggu  Team/family planing


 Therapeuthic home evaluation

3-6 minggu  Home program


 Independent ADL, tranfer, mobility

10-12 minggu  Follow up


 Review functional abilities

Ketika seorang pasien stroke telah siap untuk pulang ke rumah, seorang perawat
sebaiknya datang ke rumah selama periode waktu tertentu sampai keluarga terbiasa dengan
merawat pasien dan prosedur untuk memberikan bermacam obat. Terapi fisik dapat
dilanjutkan di rumah.

28
Pada akhirnya pasien biasa ditinggalkan di rumah dengan satu atau lebih orang yang
menjaganya, yang sekarang mendapati hidupnya telah sangat berubah. Merawat pasien stroke
di rumah dapat sangat mudah atau sangat tidak mungkin. Pada waktunya, ini akan menjadi
jelas bahwa pasien harus ditempatkan pada fasilitas perawatan yang terlatih karena perawatan
yang sesuai tidak dapat diberikan di rumah walaupun keluarga bermaksud baik untuk
merawatnya.
Macam-macam rehabilitasi fisik yang dapat diberikan adalah :

1. Bed exercise
2. Latihan duduk
3. Latihan berdiri
4. Latihan mobilisasi
5. Latihan ADL (activity daily living)
6. Latihan Positioning (Penempatan)
7. Latihan mobilisasi
8. Latihan pindah   dari kursi roda ke mobil
9.  Latihan berpakaian
10. Latihan membaca
11. Latihan mengucapkan huruf A,I,U,E,O

2.9 KOMPLIKASI
Komplikasi pada stroke sering terjadi dan menyebabkan gejala klinik stroke menjadi
semakin memburuk. Tanda-tanda komplikasi harus dikenali sejak dini sehingga dapat
dicegah agar tidak semakin buruk dan dapat menentukan terapi yang sesuai.9
Komplikasi pada stroke yaitu:
1. Komplikasi Dini (0-48 jam pertama):
1. Edema serebri: Merupakan komplikasi yang umum terjadi, dapat
menyebabkan defisit neurologis menjadi lebih berat, terjadi peningkatan
tekanan intrakranial, herniasi dan akhirnya menimbulkan kematian.
2. Abnormalitas jantung: Kelaianan jantung dapat menjadi penyebab, timbul
bersama atau akibat stroke,merupakan penyebab kematian mendadak pada
stroke stadium awal.sepertiga sampai setengah penderita stroke menderita
gangguan ritme jantung.

29
3. Kejang: kejang pada fase awal lebih sering terjadi pada stroke hemoragik dan
pada umumnya akan memperberat defisit neurologis.
4. Nyeri kepala
5. Gangguan fungsi menelan dan asprasi

2. Komplikasi jangka pendek (1-14 hari pertama):


1. Pneumonia: Akibat immobilisasi yang lama. merupakan salah satu komplikasi
stroke pada pernafasan yang paling sering, terjadi kurang lebih pada 5%
pasien dan sebagian besar terjadi pada pasien yang menggunakan pipa
nasogastrik.
2. Emboli paru: Cenderung terjadi 7-14 hari pasca stroke, seringkali pada saat
penderita mulai mobilisasi.
3. Perdarahan gastrointestinal: Umumnya terjadi pada 3% kasus stroke. Dapat
merupakan komplikasi pemberian kortikosteroid pada pasien stroke.
Dianjurkan untuk memberikan antagonis H2 pada pasien stroke ini.
4. Stroke rekuren
5. Abnormalitas jantung
Stroke dapat menimbulkan beberapa kelainan jantung berupa:
- Edema pulmonal neurogenik
- Penurunan curah jantung
- Aritmia dan gangguan repolarisasi
6. Deep vein Thrombosis (DVT)
7. Infeksi traktus urinarius dan inkontinensia urin

3. Komplikasi jangka panjang


1. Stroke rekuren
2. Abnormalitas jantung
3. Kelainan metabolik dan nutrisi
4. Depresi
5. Gangguan vaskuler lain: Penyakit vaskuler perifer.

30
2.10 PROGNOSIS
Ada sekitar 30%-40% penderita stroke yang masih dapat sembuh secara sempurna
asalkan ditangani dalam jangka waktu 6 jam atau kurang dari itu. Hal ini penting agar
penderita tidak mengalami kecacatan. Kalaupun ada gejala sisa seperti jalannya pincang atau
berbicaranya pelo, namun gejala sisa ini masih bisa disembuhkan.9
Sayangnya, sebagian besar penderita stroke baru datang ke rumah sakit 48-72 jam
setelah terjadinya serangan. Bila demikian, tindakan yang perlu dilakukan adalah pemulihan.
Tindakan pemulihan ini penting untuk mengurangi komplikasi akibat stroke dan berupaya
mengembalikan keadaan penderita kembali normal seperti sebelum serangan stroke.
Upaya untuk memulihkan kondisi kesehatan penderita stroke sebaiknya dilakukan
secepat mungkin, idealnya dimulai 4-5 hari setelah kondisi pasien stabil. Tiap pasien
membutuhkan penanganan yang berbeda-beda, tergantung dari kebutuhan pasien. Proses ini
membutuhkan waktu sekitar 6-12 bulan.

31
BAB III
LAPORAN KASUS

3.1. IDENTITAS PASIEN :


• Nama : Ny. R
• Umur : 76 tahun
• Jenis kelamin : Perempuan
• Pekerjaan : IRT
• Agama : Islam
• Alamat : Paninggahan

3.2. Anamnesa
Autoanamnesa dan alloanamnesa dilakukan pada tanggal 26 Juli 2019 di bangsal
neurologi RSUD M. Nasir

3.2.1 Keluhan Utama:


Lemah anggota gerak kiri sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit.

3.2.2. Riwayat Penyakit Sekarang:


Lemah anggota gerak sebelah kiri sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Awalnya
pada hari rabu pasien terjatuh dari tempat tidur, kemudian tangan dan tungkai lemah sebelah
kiri, lalu pasien dibaringkan oleh anaknya ketempat tidur, pada saat jatuh mata bengkak
sebelah kir,i pada sore hari tampak kemerahan pada mata pasien, kemudian dibawa oleh
anaknya kepuskesmas ketika diperiksa tekanan darah pasien 180/90 mmHg dan pasien diberi
obat. Pasien merasakan keluhannya mulai membaik dan pada hari jumat pasien dibawa lagi
oleh anaknya kepuskesmas untuk periksa tekanan darah 150/90 mmHg. Pasien merasakan
kuduk terasa sakit.bibir mencong sebelah kiri, bicara pelo dan lidah terasa berat tidak ada,
keluhan mudah tersedak disangkal,mata kabur tidak ada,demam tidak ada,buang air besar dan
buang air kecil normal.

Riwayat Penyakit Dahulu:


• Riwayat hipertensi ada 3 th yll
• Riwayat stroke ada sejak 3 th yll
• Riwayat DM disangkal
32
• Riwayat penyakit jantung disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga:


- Riwayat hipertensi disangkal
- Riwayat DM disangkal
- Riwayat jantung disangkal
- Riwayat stroke disangkal

Riwayat Pribadi dan Sosial


Pasien seorang perempuan berusia 76 tahun, tinggal bersama anaknya. Pasien
memiliki 3 anak, aktivitas sehari-hari mandiri, beraktivitas sedang. Pasien memiliki pola
makan yang teratur 3x sehari dan suka makan goreng-gorengan serta makanan yang
bersantan. riwayat kebiasaan minum kopi disangkal, riwayat merokok disangkal, riwayat
minum alkohol disangkal.

Pemeriksaan Fisik
• Keadaan Umum :Tampak Sakit Sedang
• Kesadaran :Compos mentis Cooperatif , GCS = 14 (E4 M5 V5)
• Kooperatif :Kooperatif
• Berat Badan :60 kg
• Tinggi Badan :165 cm
• Tekanan darah :160/90 mmhg
• Frekuensi nadi :89 x/menit
• Frekuensi nafas :20 x/menit
• Suhu :36,1 C

Kelenjar Getah Bening


• Leher : tidak ada pembesaran KGB, bruit carotis (-/-)
• Aksila : tidak ada pembesaran KGB
• Inguinal : tidak ada pembesaran KGB
Paru
 Inspeksi : Bentuk dan pergerakan dada simetris kiri dan kanan dalam
keadaan statis dan dinamis

33
 Palpasi : Fremitus taktil normal kanan=kiri
 Perkusi : Sonor dikedua lapangan paru
 Auskultasi : vesikuler, ronki (-/-), wheezing (-/-)

Jantung
• Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
• Palpasi : ictus cordis tidak teraba
• Perkusi : jantung dalam batas normal
• Auskultasi : irama BJ 1 dan BJ 2 regular, bising (-), gallops (-)

Abdomen
• Inspeksi : perut tidak terlihat membuncit, sikatrik (-), venektasi (-), striae (-).
• Palpasi : supel,tidak teraba massa, nyeri tekan (-), nyeri lepas (-)
• Perkusi : timpani di seluruh lapang abdomen
• Auskultasi : bising usus (+) normal

Status Neurologis
GCS = 14 (E4 M5 V5)
Tanda Rangsangan Meningeal :
Kaku kuduk : (-) Brudzinsky II : (-)
Brudzinsky I : (-) Kernig : (-)
Pupil : isokor 2mm/2mm

Pemeriksaan Nervus Kranial


Nervus I Olfaktorius
Kanan Kiri
Subjektif Normal Normal
Objektif Normal Normal

Nervus II Opticus
Kanan Kiri
Lapang pandang Normal Normal
Funduskopi Tidak dilakukan Tidak dilakukan

34
Nervus III, IV, dan VI
Kanan Kiri
Kedudukan bola mata Normal Normal
Gerakan bola mata Normal Normal
Nistagmus Tidak ada Tidak ada
Ptosis Tidak ada Tidak ada
Refleks cahaya Positif Positif

Nervus V
Kanan Kiri
Motorik Normal Normal
Sensibilitas Normal Normal
Refleks Masseter Normal Normal

Nervus VII
Kanan Kiri
Raut wajah Normal Abnormal
Sekresi air mata Normal Normal
Fisura palpebra Normal Normal
Mengerutkan dahi Normal Normal
Menutup mata Normal Normal
Mencibir / bersiul Normal Normal
Memperlihatkan gigi Normal Normal

Nervus VIII
Kanan Kiri
Uji Rinne Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Uji Weber Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Uji Swabach Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Nervus IX dan X

35
Kanan Kiri
Refleks Muntah Normal Normal
Disfonia Normal Normal
Posisi uvula Di tengah Di tengah
Menelan Normal Normal

Nervus XI
Kanan Kiri
Menoleh Normal Normal
Mengangkat bahu Normal Normal

Nervus XII
Kanan Kiri
Tremor Normal +
Atrofi Normal +
Menjulurkan lidah Deviasi kekiri

Pemeriksaan Koordinasi
- Uji telunjuk – hidung : Normal
- Uji telunjuk-telunjuk : Normal
- Romberg test : Normal
- Gait Test : Normal

Pemeriksaan Fungsi Motorik


a. Badan Respirasi Normal Normal
Duduk Normal Normal
b. Berdiri Gerakan spontan
Tremor - -
Atetosis - -
Mioklonik - -
Khorea - -

c.Ekstremitas Superior Inferior

36
Kanan Kiri Kanan Kiri
Gerakan Aktif Pasif Aktif Pasif
Kekuatan 555 333 555 333
Trofi Eutrofi Eutrofi Eutrofi Eutrofi
Tonus Eutonus Eutonus Eutonus Eutonus

Pemeriksaan Sensibilitas
Sensibilitas taktil Positif
Sensibilitas nyeri Positif
Sensibilitas termis Positif
Sensibilitas kortikal Tidak dilakukan
Streognosis Tidak dilakukan
Pengenalan rabaan Normal
Pengenalan dua titik Tidak dilakukan

Sistem Refleks
Fisiologis
Kanan Kiri
Biceps ++ +
Triceps ++ +
Patella ++ +
Achilles ++ +

Patologis
Kanan Kiri
Babinski - -
Hoffman-Tromer - -
Chaddock - -
Oppenhaim - -

Susunan saraf otonom


- BAK : Normal

37
- BAB : Normal

Pemeriksaan Laboratorium
Darah Rutin :
- HB : 13,5 g/dL
- Eritrosit : 5.130.000 /uL (Meningkat)
- HT : 41,6 %
- Leukosit : 14,900 /uL (Meningkat)
- Trombosit : 309.000 /uL
Kimia Klinik
- Glukosa Darah Sewaktu : 106 mg/dl
- Ureum : 64 mg/dl ( Meningkat)
- Kreatinin : 0,85 mg/dl
- Trigliserida : 114 mg/dl
- Kolesterol Total : 171 mg/dl
- Asam Urat : 7,11 mg/dl (meningkat)

Pemeriksaan penunjang
EKG

38
Rencana Pemeriksaan
• Pemeriksaan darah rutin
• Pemeriksaan kimia klinik
• Pemeriksaan EKG
• Rontgen thorax
• CT Scan kepala

DIAGNOSA
Diagnosa Klinis : Hemiparese Sinistra + Parese nervus cranialis VII dan XII
Diagnosa Topik : Cortex Cerebri Hemisfer Dextra
Diagnosa Etilogi : Trombosis
Diagnosa Sekunder : Hipertensi Stage II
Diagnosa banding : Transient Ischemic Attack

PROGNOSA
Prognosa quo ad vitam : Dubia ad Bonam
Prognosa quo ad sanationam : Dubia ad Bonam
39
Prognosa quo ad funcionam : Dubia ad Bonam

TERAPI
UMUM
 Breath : O2 Canule 3 lpm
 Brain : Elevasi Kepala 300
 Blood : IVFD RL 12 jam / kolf
 Diet : MLRG
 Bowel :-
 Bladder :-
 Bone and Body Skin : Fisioterapi
KHUSUS
• Citicholine 2 x 500 mg (iv)
• Paracetamol 3 x 500 mg (po)
• Asam folat 2 x 1mg (po)
• Atorvastatin 1 x 20 mg (po)

FOLLOW UP
Follow Up Hari ke 4
Selasa , 30 juni 2019 , Rawatan hari 4
Subjektif :
-Lemah sebelah kiri tangan > kaki membaik
-kuduk terasa sakit
-Bicara pelo (-)
-Badan terasa letih (-)
-Lidah terasa berat (-)
-BAK (+)
-BAB (+)
Objektif :
- KU : TSS
- Kes : CMC
- TD : 150/80 mmHg
- HR : 80 x/i

40
- RR : 26 x/men
- T : 36,2 C
- GCS E4M6V5 : 15
- System motorik : 555/444
Assesment :
- Diagnosa Klinis : Hemiparese Sinistra + Parese nervus cranialis VII dan XII
- Diagnosa Topik : Cortex Cerebri Hemisfer Dextra
- Diagnosa Etilogi : Trombosis
- Diagnosa Sekunder : Hipertensi Stage II
- Diagnosa banding : Transient Ischemic Attack
Planning :
Umum :
- Breath :-
- Brain : Elevasi Kepala 300
- Blood : IVFD RL 12 jam / kolf
- Diet : MLRG
- Bowel :-
- Bladder :-
- Bone and Body Skin :-

Khusus :
- Asam folat 2 x 1 mg
- Betahistin 3 x 6 mg
- Atorvastin 1 x 20 mg
- Amlodipin 1 x 5 mg
- Inj citicholine 2 x 500 mg
- Paracetamol 3x1 mg
Anjuran :
Cek asam urat, trigliserida dan kolesterol total.

FOLLOW UP
Follow Up Hari ke 5
Rabu , 31 juni 2019 , Rawatan hari 4
Subjektif :
41
-Lemah sebelah kiri tangan > kaki membaik
-Bicara pelo (-)
-Badan terasa letih (-)
-Lidah terasa berat (-)
-BAK (+)
-BAB (+)
Objektif :
- KU : TSS
- Kes : CMC
- TD : 130/80 mmHg
- HR : 80 x/i
- RR : 26 x/men
- T : 36,0 C
- GCS E4M6V5 : 15
- System motorik : 555/444
Assesment :
- Diagnosa Klinis : Hemiparese Sinistra + Parese nervus cranialis VII dan XII
- Diagnosa Topik : Cortex Cerebri Hemisfer Dextra
- Diagnosa Etilogi : Trombosis
- Diagnosa Sekunder : Hipertensi Stage II
- Diagnosa banding : Transient Ischemic Attack
Planning :
Umum :
- Breath :-
- Brain : Elevasi Kepala 300
- Blood :-
- Diet : MLRG
- Bowel :-
- Bladder :-
- Bone and Body Skin :-

Khusus :
- Asam folat 2 x 400 mg
- Betahistin 3 x 6 mg
42
- Amlodipin 1 x 5 mg
- Inj citicholine 2 x 500 mg

BAB IV

43
KESIMPULAN

Telah dilaporkan seorang pasien wanita usia 76 tahun dengan diagnosis akhir
hemiparese sinistra + parese nervus cranialis VII dan XII ec Trombosis dengan diagnose
sekunder Hipertensi Stage II . Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamesis, pemeriksaan
fisik, dan pemeriksaan penunjang. Dari anamnesa didapatkan Lemah anggota gerak sebelah
kiri sejak 2 jam sebelum masuk rumah sakit. Awalnya pada hari rabu pasien terjatuh dari
tempat tidur, kemudian tangan dan tungkai lemah sebelah kiri, lalu pasien dibaringkan oleh
anaknya ketempat tidur, pada saat jatuh mata bengkak sebelah kir,i pada sore hari tampak
kemerahan pada mata pasien, kemudian dibawa oleh anaknya kepuskesmas ketika diperiksa
tekanan darah pasien 180/90 mmHg dan pasien diberi obat. Pasien merasakan keluhannya
mulai membaik dan pada hari jumat pasien dibawa lagi oleh anaknya kepuskesmas untuk
periksa tekanan darah 150/90 mmHg. Pasien merasakan kuduk terasa sakit.bibir mencong
sebelah kiri, bicara pelo dan lidah terasa berat tidak ada, keluhan mudah tersedak
disangkal,mata kabur tidak ada,demam tidak ada,buang air besar dan buang air kecil normal.

Riwayat stroke ada 3 tahun yang lalu . Riwayat hipertensi ada dan tidak
terkontrol. Riwayat DM disangkal, riwayat penyakit jantung disangkal. Dalam riwayat
penyakit kelurga, tidak ada anggota keluarga yang menderita hipertensi, DM, penyakit
jantung, dan stroke. Pasien merupakan IRT, sudah menikah dan memiliki 5 orang anak (2
laki-laki dan 3 perempun). Pasien tinggal bersama anak dan suaminya. aktivitas sehari-hari
mandiri, beraktivitas sedang. Pasien memiliki pola makan teratur 3x sehari dan suka makan
goreng-gorengan serta makanan yang bersantan. Riwayat kebiasaan minum kopi disangkal,
kebisaaan merokok dan minum alcohol disangkal.

Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum pasien sakit sedang, kesadaran
komposmentis kooperatif dengan GCS 14 (E4M5V5). Tekanan darah 160/90 mmhg, nadi , 89
x/menit, reguler, frekuensi nafas 20 x/menit, dan suhu, 36,1 C. Status internus didapatkan
dalam batas normal. Pada status neurologis ditemukan parese nervus cranialis VII dan XII
tipe central. Pada pemeriksaan refleks fisiologis didapatkan +/- , pada refleks babinski
didapatkan -/-, dan pada pemeriksaan motorik didapatkan 555/333.
Pemeriksaan laboratorium didapatkan darah rutin dengan Hb 13,5 gr/dl, Eritrosit
5.130.000/uL, Ht 41,6 %, dan Leukosit 14,900 /uL. Trombosit 309.000 / uL. Kimia klinik
didapatkan Ureum 64 mg/dl, Creatinin 0,85 mg/ dl, GDS 106 mg/dl, asam urat 7,11 mg/dl,

44
kolesterol total 171 mg/dl, trigliserida 114 mg/dl.
Untuk terapi umum pasien diiberikan IVFD RL 12 jam/Kolf, Diet MBRG, O2 3
liter/menit, dan Fisioterapi. Sedangkan terapi khusus diberikan Paracetamol 3x500mg,
Atorvastatin 1x20 mg, Asam Folat 2x1mg dan Injeksi Citicholine 2x500 mg.

DAFTAR PUSTAKA

45
1. Steven. Hubungan derajat spastisitas maksimal berdasarkan modified ashworth scale
dengan gangguan fungsi berjalan pada penderita stroke iskemik . Semarang: Ilmu
Penyakit Saraf Universitas Diponegoro; 2008. p. 1.

2. Wirawan RP. Rehabilitasi stroke dalam pelayanan kesehatan primer. SMF Rehabilitasi
Medis RS Fatmawati. Jakarta; 2009.p.61-2.

3. Feigin V. Stroke Panduan bergambar tentang pencegahan dan pemulihan stroke. Jakarta:
PT. BhuanaIlmuPopuler. 2006.

4. WHO. Global Burden of Stroke. world health organization; 2007. Available from: URL:
HIPERLINK

5. Gofur, A. Pengantar Manajemen Komprehensif Stroke dlm Manajemen Komprehensif


Stroke. Yogyakarta: Pustaka Cendikia Press; 2007

6. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS)


2007. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia; 2007

7. Van GJ. Main groups of cerebral and spinal vascular disease: overview. In: Ginsberg MD,
Bogousslavsky J, eds. Cerebrovascular disease: pathophysiology, diagnosis, and
management. 1 ed. Malden: Blackwell Science; 1998:1369-72.

8. Setyopranoto, I. Stroke : Gejala dan Penatalaksanaan. Cermin Dunia Kedokteran; 2011;


ed Mei - Juni. Vol. 38 (4) Available from :URL : HIPERLINK

9. Sugiyanto, E. Hipertensi dan Komplikasi Serebrovaskular. Cermin Dunia Kedokteran;


2007; No.157 Available from :URL :HIPERLINK

10. Price, S.A., Lorraine, M.W., alih bahasa Braham, U., Huriawati, H., Pita, W., dkk. editor
Huriawati,H., Natalia, S., Pita,W., dkk. Patafisiologi jilid 2 : Konsep Klinis Proses –
Proses Penyakit. Jakarta : EGC ; 2005

46

Anda mungkin juga menyukai