Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN PENDAHULUAN

STROKE HEMORAGIK

A. Definisi Stroke Hemoragik


Stroke merupakan penyakit atau gangguan fungsional otak berupa
kelumpuhan saraf (deficit neurologic) akibat terhambatnya aliran darah ke
otak. Secara sederhana stroke didefinisikan sebagai penyakit otak akibat
terhentinya suplai darah ke otak karena sumbatan (stroke iskemik) atau
perdarahan (stroke hemoragik) (Junaidi, 2011). Mulanya stroke ini dikenal
dengan nama apoplexy, kata ini berasal dari bahasa Yunani yag berarti
“memukul jatuh” atau to strike down. Dalam perkembangannya lalu dipakai
istilah CVA atau cerebrovascular accident yang berarti suatu kecelakaan
pada pembuluh darah dan otak.
Menurut Misbach (2011) stroke adalah salah satu syndrome neurologi
yang dapat menimbulkan kecacatan dalam kehidupan manusia. Stroke
Hemoragik adalah pembuluh darah otak yang pecah sehingga menghambat
aliran darah yang normal dan darah merembes ke dalam suatu daerah di
otak dan kemudian merusaknya (Adib, 2009).

B. Etiologi
Terhalangnya suplai darah ke otak pada stroke perdarahan (stroke
hemoragik) disebabkan oleh arteri yang mensuplai darah ke otak pecah.
Penyebabnya misalnya tekanan darah yang mendadak tinggi dan atau oleh
stress psikis berat. Peningkatan tekanan darah yang mendadak tinggi juga
dapat disebabkan oleh trauma kepala atau peningkatan tekanan lainnya,
seperti mengedan, batuk keras, mengangkat beban, dan sebagainya.
Pembuluh darah pecah umumnya karena arteri tersebut berdinding tipis
berbentuk balon yang disebut aneurisma atau arteri yang lecet bekas plak
aterosklerotik (Junaidi, 2011).
Selain hal-hal yang disebutkan diatas, ada faktor-faktor lain yang
menyebabkan stroke (Arum, 2015) diantaranya :
1. Faktor risiko medis
Faktor risiko medis yang memperparah stroke adalah:
a. Arteriosklerosis (pengerasan pembuluh darah)
b. Adanya riwayat stroke dalam keluarga (faktor keturunan)
c. Migraine (sakit kepala sebelah)

2. Faktor risiko pelaku


Stroke sendiri bisa terjadi karena faktor risiko pelaku. Pelaku
menerapkan gaya hidup dan pola makan yang tidak sehat. Hal ini terlihat
pada :
a. Kebiasaan merokok
b. Mengosumsi minuman bersoda dan beralkhohol
c. Suka menyantap makanan siap saji (fast food/junkfood)
d. Kurangnya aktifitas gerak/olahrag
e. Suasana hati yang tidak nyaman, seperti sering marah tanpa alasan
yang jelas
3. Faktor risiko yang dapat dimodifikasi
a. Hipertensi (tekanan darah tinggi)
Tekanan darah tinggi merupakan peluang terbesar terjadinya
stroke. Hipertensi mengakibatkan adanya gangguan aliran darah
yang mana diameter pembuluh darah akan mengecil sehingga darah
yang mengalir ke otak pun berkurang. Dengan pengurangan aliran
darah ke otak, maka otak kekurangan suplai oksigen dan glukosa,
lama- kelamaan jaringan otak akan mati
b. Penyakit jantung
Penyakit jantung seperti koroner dan infark miokard (kematian otot
jantung) menjadi factor terbesar terjadinya stroke. Jantung
merupakan pusat aliran darah tubuh. Jika pusat pengaturan
mengalami kerusakan, maka aliran darah tubuh pun menjadi
terganggu, termasuk aliran darah menuju otak. Gangguan aliran
darah itu dapat mematikan jaringan otak secara mendadak ataupun
bertahap.
c. Diabetes mellitus
Pembuluh darah pada penderita diabetes melltus umumnya lebih
kaku atau tidak lentur. Hal ini terjadi karena adanya peningkatan atau
oenurunan kadar glukosa darah secara tiba-tiba sehingga dapat
menyebabkan kematian otak.
d. Hiperkolesterlemia
Hiperkolesterolemia adalah kondisi dimana kadar kolesterol dalam
darah berlebih. LDL yang berlebih akan mengakibatkan terbentuknya
plak pada pembuluh darah. Kondisi seperti ini lama-kelamaan akan
menganggu aliran darah, termasuk aliran darah ke otak.
e. Obesitas
Obesitas atau overweight (kegemukan) merupakan salah satu
faktor terjadinya stroke. Hal itu terkait dengan tingginya kadar
kolesterol dalam darah. Pada orang dengan obesitas, biasanya kadar
LDL (Low- Density Lipoprotein) lebih tinggi disbanding kadar HDL
(High- Density Lipoprotein). Untuk standar Indonesia,seseorang
dikatakan obes jika indeks massa tubuhnya melebihi 25 kg/m.
sebenarnya ada dua jenis obesitas atau kegemukan yaitu obesitas
abdominal dan obesitas perifer. Obesitas abdominal ditandai dengan
lingkar pinggang lebih dari 102 cm bagi pria dan 88 cm bagi wanita
f. Merokok
Menurut berbagai penelitian diketahui bahwa orang-orang yang
merokok mempunyai kadar fibrinogen darah yang lebih tinggi
dibanding orang-orang yang tidak merokok. Peningkatan kadar
fibrinogen mempermudah terjadinya penebalan pembuluh darah
sehingga pembuluh darah menjadi sempit dan kaku. Karena
pembuluh darah menjadi sempit dan kaku, maka dapat
menyebabkan gangguan aliran darah.
4. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi
a. Usia
Semakin bertambahnya usia, semakin besar resiko terjadinya
stroke. Hal ini terkait dengan degenerasi (penuaan) yang terjadi
secara alamiah. Pada orang-orang lanjut usia, pembuluh darah lebih
kaku karena banyak penimbunan plak. Penimbunan plak yang
berlebih akan mengakibatkan berkurangnya aliran darah ke tubuh,
termasuk otak.
b. Jenis kelamin
Dibanding dengan perempuan, laki-laki cenderung beresiko lebih
besar mengalami stroke. Ini terkait bahwa laki-laki cenderung
merokok. Bahaya terbesar dari rokok adalah merusak lapisan
pembuluh darah pada tubuh.
c. Riwayat keluarga
Jika salah satu anggota keluarga menderita stroke, maka
kemungkinan dari keturunan keluarga tersebut dapat mengalami
stroke. Orang dengan riwayat stroke pada keluarga memiliki resiko
lebih besar untuk terkena stroke disbanding dengan orang yang
tanpa riwayat stroke pada keluarganya.
d. Perbedaan ras
Fakta terbaru menunjukkan bahwa stroke pada orang Afrika-
Karibia sekitar dua kali lebih tinggi daripada orang non-Karibia. Hal ini
dimungkinkan karena tekanan darah tinggi dan diabetes lebih sering
terjadi pada orang afrika-karibia daripada orang non-Afrika Karibia.
Hal ini dipengaruhi juga oleh factor genetic dan faktor lingkungan.

C. Klasifikasi
1. Perdarahan intra serebral (PIS)
Perdarahan Intra Serebral diakibatkan oleh pecahnya pembuluh
darah intraserebral sehingga darah keluar dari pembuluh darah dan
kemudian masuk ke dalam jaringan otak (Junaidi, 2011).
Penyebab PIS biasanya karena hipertensi yang berlangsung lama
lalu terjadi kerusakan dinding pembuluh darah dan salah satunya adalah
terjadinya mikroaneurisma. Faktor pencetus lain adalah stress fisik,
emosi, peningkatan tekanan darah mendadak yang mengakibatkan
pecahnya pembuluh darah. Sekitar 60-70% PIS disebabkan oleh
hipertensi. Penyebab lainnya adalah deformitas pembuluh darah
bawaan, kelainan koagulasi. Bahkan, 70% kasus berakibat fatal,
terutama apabila perdarahannya luas (masif) (Junaidi, 2011).
2. Perdarahan ekstra serebral / perdarahan sub arachnoid (PSA)
Perdarahan sub arachnoid adalah masuknya darah ke ruang
subarachnoid baik dari tempat lain (perdarahan subarachnoid sekunder)
dan sumber perdarahan berasal dari rongga subarachnoid itu sendiri
(perdarahan subarachnoid primer) (Junaidi, 2011)
Penyebab yang paling sering dari PSA primer adalah robeknya
aneurisma (51-75%) dan sekitar 90% aneurisma penyebab PSA berupa
aneurisma sakuler congenital, angioma (6-20%), gangguan koagulasi
(iatronik/obat anti koagulan), kelainan hematologic (misalnya
trombositopenia, leukemia, anemia aplastik), tumor, infeksi (missal
vaskulitis, sifilis, ensefalitis, herpes simpleks, mikosis, TBC), idiopatik
atau tidak diketahui (25%), serta trauma kepala (Junaidi, 2011).
Sebagian kasus PSA terjadi tanpa sebab dari luar tetapi sepertiga
kasus terkait dengan stress mental dan fisik. Kegiatan fisik yang
menonjol seperti : mengangkat beban, menekuk, batuk atau bersin yang
terlalu keras, mengejan dan hubungan intim (koitus) kadang bisa jadi
penyebab (Junaidi, 2011).

D. Patofisiologi
Otak sangat tergantung pada oksigen dan tidak mempunyai cadangan
oksigen. Jika aliran darah kesetiap bagian otak terhambat karena trombus
dan embolus, maka mulai terjadi kekurangan oksigen ke jaringan otak.
Kekurangan selama 1 menit dapat mengarah pada gejalan yang dapat
menyebabkan nekrosisi mikroskopik neuron-neuron. Area nekrotik kemudian
disebur infark. Kekurangan oksigen pada awalnya mungkin akibat iskemia
mum (karena henti jantung atau hipotensi) atau hipoksia karena akibat
proses anemia dan kesukaranuntuk bernafas. Stroke karena embolus dapat
mengakibatkan akibat dari bekuan darah, udara, palque, ateroma fragmen
lemak. Jika etiologi stroke adalah hemorrhagi maka faktor pencetus adalah
hipertensi. Abnormalitas vaskuler, aneurisma serabut dapat terjadiruptur dan
dapat menyebabkan hemorrhagi (Wijaya & Putri, 2013).
Pada stroke trombosis atau metabolik maka otak mengalami iskemia
dan infark sulit ditentukan. Ada peluang dominan stroke akan meluas setelah
serangan pertama sehingga dapat terjadi edema serebral dan peningkatan
tekanan intrakranial (TIK) dan kematian padaarea yang luas. Prognosisnya
tergantung pada daerah otak yang terkena dan luasnya saat terkena (Wijaya
& Putri, 2013).
Bila terjadi kerusakan pada otak kiri, maka akan terjadi gangguan dalam
hal fungsi berbicara, berbahasa, dan matematika (Farida & Amalia, 2009).
Akibat penurunan CBF regional suatu daerah otak terisolasi dari jangkauan
aliran darah, yang mengangkut O2dan glukose yang sangat diperlukan untuk
metabolisme oksidatif serebral. Daerah yang terisolasi itu tidak berfungsi lagi
dan karena itu timbullah manifestasi defisit neurologik yang biasanya berupa
hemiparalisis, hemihipestesia, hemiparestesia yang bisa juga disertai defisit
fungsi luhur seperti afasia (Mardjono & Sidharta, 2014).
Apabila arteri serebri media tersumbat didekat percabangan kortikal
utamanya (pada cabang arteri) dapat menimbulkan afasia berat bila yang
terkena hemisfer serebri dominan bahasa (Mutaqin, 2011). Lesi (infark,
perdarahan, dan tumor) pada bagian posterior dari girus temporalis superior
(area wernicke) menyebabkan afasia reseptif, yaitu klien tidak dapat
memahami bahasa lisan dan tertulis, kelainan ini dicurigai bila klien tidak
bisa memahami setiap perintah dan pertanyaan yang diajukan. Lesi pada
area fasikulus arkuatus yang menghubungkan area wernicke dengan area
broca mengakibatkan afasia konduktif, yaitu klien tidak dapat mengulangi
kalimat-kalimat dan sulit menyebutkan nama-nama benda tetapi dapat
mengikuti perintah. Lesi pada bagian posterior girus frontalis inferoior (broca)
disebut dengan afasia eksprektif, yaitu klien mampu mengerti terhadap apa
yang dia dengar tetapi tidak dapat menjawab dengan tepat, bicaranya tidak
lancar (Mutaqin, 2011).
E. Pathway
Hipertensi

Ruptur pembuluh darah serebral

Hemoragik serebral

Hematoma serebral

Kompresi
Edema TIK ↑

Menekan jar. otak

Iskemik jaringan
Pada cerebelum Pada batang otak Pada serebrum
serebral

Defisit motorik Oblongata Kesadaran ↓ Refleks Risiko perfusi serebral Ggn. fungsi Ggn. pusat
tertekan batuk ↓ tidak efektif motorik bicara Penglihatan ↓
Gerakan inkoordinasi Peraba ↓
Metabolisme anaerob↑
Apatis - Kelemahan Ggn. bicara Pendengaran ↓
Pola napas koma Bersihan jalan anggota Pengecapan ↓
Ggn. mobilitas fisik tidak efektif nafas gerak
Asam laktat ↑ Disfasia,
Kematian Hemiplegi disartria

Defisit Tirah
baring lama Nyeri Akut Ggn. Defisit nutrisi
Perawatan Gg mobilitas
diri fisik komunikasi
Dekubitus
verbal
Tindakan
Ggn. integritas kulit operasi

Trauma Risiko infeksi


Mengaktivasi Luka insisi
jaringan
reseptor nyeri
F. Manifestasi Klinis
1. Kehilangan motorik
a. Hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi tubuh)
b. Hemiparesis (kelemahan pada salah satu sisi tubuh)
c. Menurunnya tonus otot abnormal
2. Kehilangan komunikasi
a. Disartria, yaitu kesulitan berbicara yang ditunjukkan dengan bicara
yang sulit dimengerti yang disebabkan oleh paralisis otot yang
bertanggung jawab untuk menghasilkan bicara
b. Disfasia atau afasia atau kehilangan bicara yang terutama ekspresif/
represif apraksia yaitu ketidakmampuan untuk melakukan tindakan
yang dipelajari sebelumnya.
3. Gangguan persepsi
a. Homonimus hemianospia, yaitu kehilangan setengah lapang
pandang dimana sisi visual yang terkena berkaitan dengan sisi
tubuh yang paralisis
b. Amnorfosintesis, yaitu keadaan dimana cenderung berpaling dari sisi
tubuh yang sakit dan mengabaikan sisi/ ruang yang sakit tersebut
c. Gangguan hubungan visual spasia, yaitu gangguan dalam
mendapatkan hubungan dua atu lebih objek dalam area spasial
d. Kehilangan sensori, antara lain tidak mampu merasakan posisi dan
gerakan bagian tubuh (kehilangan proprioseptik)sulit
menginterpretasikan stimulasi visual, taktil, auditorius.
Berdasarkan Cincinnati Prehospital Stroke Scale (CPSS), manifestasi stroke
adalah :
1. Face droop : salah satu sisi wajah terjatuh tak bergerak
2. Arm drift : salah satu lengan berada di bawah sisi yang lain
3. Speech disturbance : bicara pelo, tidak dapat berbicara

G. Respon Tubuh Terhadap Perubahan Fisiologis


1. Fase akut
a. Hipoksia serebral dan menurunnya aliran darah otak
Pada area otak yang infark atau terjadi kerusakan karena
perdarahan maka terjadi gangguan perfusi jaringan akibat
terhambatnya aliran darah otak. Tidak adekuatnya aliran darah dan
oksigen mengakibatkan hipoksia jaringan otak. Fungsi otak akan
sangat tergantung pada derajat kerusakan dan lokasinya. Aliran
darah ke otak snagat tergantung pada tekanan darah, fungsi jantung
atau kardiak output, keutuhan pembuluh darah. Sehingga pada
pasien dengan stroke keadekuatan aliran darah sangat dibutuhkan
untuk menjamin perfusi jaringan yang baik untuk menghindari
terjadinya hipoksia serebral.
b. Edema serebri
Merupakan respon fisiologis terhadap adanya trauma jaringan.
Edema terjadi jika pada area yang mengalami hipoksia atau iskemik
maka tubuh akan meningkatkan aliran darah pada lokasi tersebut
dengan cara vasodilatasi pembuluh darah dan meningkatkan
tekanan sehingga cairan interstresial akan berpindah ke
ekstraseluler sehingga terjadi edema jaringan otak.
c. Peningkatan Tekanan Intrakranial (TIK)
Bertambahnya massa pada otak seperti adanya perdarahan atau
edema otak akan meningkatkan tekanan intrakranial yang ditandai
adanya defisit neurologi seperti adanya gangguan motorik, sensorik,
nyeri kepala, gangguan kesadaran. Peningkatan tekanan intrakranial
yang tinggi dapat mengakibatkan herniasi serebral yang dapat
mengancam kehidupan.
d. Aspirasi
Pasien stroke dengan gangguan kesadaran atau koma sangat
rentan terhadap adanya aspirasi karena tidak adanya reflek batuk
dan menelan
2. Komplikasi pada masa pemulihan atau lanjut
a. Komplikasi yang sering terjadi pada masa lanjut atau pemulihan
biasanya terjadi akibat immobilisasi seperti pneumonia, dekubitus,
kontraktur, thrombosis vena dalam, atropi, inkontinensia urine dan
bowl.
b. Kejang, terjadi akibat kerusakan atau gangguan pada aktifitas listrik
otak
c. Nyeri kepala kronis seperti migraine, nyeri kepala tension, nyeri
kepala clauster
d. Malnutrisi, karena intake yang tidak adekuat.
I. Penatalaksanaan
Menurut AHA (2007), penatalaksanaan stroke terbagi atas :
1. Penatalaksanaan Pre Hospital
a. Deteksi
Pengenalan cepat dan reaksi terhadap tanda-tanda stroke dan
TIA. Keluhan pertama kebanyakan pasien (95%) mulai sejak di luar
rumah sakit. Hal ini penting bagi masyarakat luas termasuk orang
terdekat dengan pasien untuk mengenal stroke dan perawatan
kegawatdaruratan. Deteksi dini stroke penting untuk dilakukan agar
tidak terjadi peningkatan keluhan, kecacatan pasien, maupun
kematian. Oleh karena itu, pendidikan deteksi dini stroke secara
berkesinambungan perlu diberikan kepada masyarakat.
Penanganan stroke merupakan keadaan gawat darurat dan
biasa dikenal dengan istilah Time is brain. Artinya, penanganan
pasien stroke tahap pra hospital penting dan tidak boleh terlambat
dengan melalui identifikasi keluhan dan gejala stroke bagi pasien
dan orang terdekat.Beberapa tanda atau gejala yang umum pada
pasien stroke antara lain: hemiparesis, kelainan sensorik sebagian
sisi tubuh, hemianopia atau buta secara tiba-tiba, diplopia, afasia,
vertigo, disfagia, disatria, ataksia, kejang atau penurunan kesadaran
yang berlangsung mendadak. Penggunaan istilah untuk
memudahkan dalam deteksi dibuat FAST (Facial movement, Arm
movement, Speech, Test all three) (AHA, 2015). Menurut National
Stroke Association (NSA), untuk FAST dengan cara minta orang
tersebut untuk tersenyum, kemudian mengangkat kedua lengan, dan
mengulangi kata-kata sederhana. Jika Anda mengamati tanda-tanda
ini, segera hubungi pihak medis. Alat ukur ini cukup sederhana dan
dapat digunakan oleh orang awam maupun petugas kesehatan
(Pinzon & Laksmi,2010).
b. Pengiriman pasien
AHA (2015) bahwa tim gawat darurat berperan penting dalam
memberikan bantuan maupun melakukan pengiriman pasien untuk
mendapatkan penanganan lanjutan segera dengan fasilitas yang
sesuai. Fasilitas kesehatan yang sesuai adalah rumah sakit.
Tindakan ambulansi pasien hendaknya sesuai dengan protokol
atau pedoman. Staff ambulans melakukan penilaian apakah pasien
mengalami stroke akut dengan cara mengevaluasi menggunakan
metode FAST. Jika hasil penilaiannya positif, segera menghubungi
Rumah Sakit terdekat yang kemudian akan dilanjutkan penyediaan
tempat untuk penanganan lebih lanjut (AHA, 2015).
c. Transportasi
Fasilitas ideal yang harus ada dalam ambulans menurut Levine
SR (2009) yaitu personil yang terlatih (dokter, perawat dan
pengemudi ambulance), mesin EKG, peralatan dan obat-obatan
resusitasi dan gawat darurat, obat-obat neuroprotektan , tele
medicine, glucometer dan pulse oximetri, serta harus mampu
memberikan transportasi secepatnya yang ditandai dengan adanya
sirine di setiap mobil ambulance.
2. IGD
Desain yang dianjurkan di IGD dalam menangani pasien stroke
akut adalah menggunakan Tool Recognition Of Stroke In Emergency
Room (ROSIER), yang merupakan bagian dari metode SAMURAI
dengan menilai awal dengan 7 item yakni riwayat penurunan kesadaran
dan kejang, tanda gangguan neurologis wajah, ekstremitas tangan
maupun kaki, gangguan bicara, visual yang menurun. Selain klinis
penilaian dengan mengumpulkan data demografi, riwayat stroke
sebelumnya, onset serangan, faktor risiko, NIHSSS skor, tekanan darah,
kadar glukosa darah, hasil pencitraan atau ct scan. Rosier merupakan
skala yang efektif dalam mendiagnosa awal pasien stroke akut atau TIA
yang datang ke IGD.
Menurut Guideline dari ASA tahapan penanganan stroke iskemik
akut adalah: yang pertama segera menentukan diagnosa dan evaluasi
terhadap tanda dan gejala yang muncul pada pasien yang dicurigai
stroke atau TIA atau hanya sekedar syncop, kemudian langkah kedua
melihat pola umum gejala pada stroke akut, dapat menjadi pembanding
konvulsi yang belum diketahui, keracunan atau gangguan metabolik,
termasuk hipoglikemia, adanya tumor otak, dan subdural hematom.
Berikutnya egera dilakukan evaluasi membedakan antara stroke
hemoragik atau stroke iskemik. Untuk segera mendapatkan gambaran
dan penanganan yang tentunya berbeda bahkan berlawanan. Ketiga
mengikuti skala dari national institutes of health stroke scale,
pemeriksaan brain mapping, CT Scan tanpa dan dengan kontras,
multimodal MRI, pemeriksaan darah, terutama darah rutin/darah
lengkap, gula darah sewaktu, fungsi hati dan ginjal atau kimia darah
dengan melihat faktor risiko pada pasien. Waktu 25 menit sampai
maksimal 45 menit dari kedatangan sudah dilakukan pemeriksaan CT
Scan dan hasil intepretasinya untuk dapat segera diputuskan terapi rt-
PA, kemudian asesment computer topografi/ACT di lakukan post terapi
rt-PA untuk mendeteksi terjadinya trasformasi hemoragik atau terjadinya
efek sekunder terjadinya hemoragik.
3. ICU
Pada kasus klien stroke hemoragik terjadi hipoksia/hiperkarbi yaitu
penurunan pemasukan oksigen ke jaringan sampai dibawah tingkat
fisiologi meskipun perfusi jaringan oleh darah memadai, hal ini terjadi
akibat berkurangnya tekanan oksigen di udara.
Tubuh manusia normal membutuhkan pasokan oksigen yang
konstan untuk berfungsi secara sehat, kadar oksigen rendah dalam
darah dapat menyebabkan kondisi medis yang serius dan mengancam
jiwa. Posisi kepala yang paling umum yaitu kepala dan tubuh ditinggikan
30 derajad agar dapat mengontrol Tekanan Intra Kranial (TIK), yaitu
menaikkan kepala dari tempat tidur sekitar 30 derajat. Tujuan untuk
menurunkan TIK, jika elevasi lebih tinggi dari 30 derajat maka tekanan
perfusi otak akan menurun. Dengan menggunakan elevasi kepala untuk
memaksimalkanoksigenasi jaringan otak, posisi kepala yang lebih tinggi
dapat memfasilitasi peningkatan aliran darah ke serebral dan
memaksimalkan oksigenasi jaringan serebral (Summers dkk, 2009).
4. Ruang Perawatan
a. Pertahankan nutrisi yang adekuat
b. Program manajemen bladder dan bowel
c. Mempertahankan keseimbangan tubuh dan rentang gerak sendi
(ROM)
d. Pertahankan integritas kulit
e. Pertahankan komunikasi yang efektif
f. Pemenuhan kebutuhan sehari-hari
g. Persiapan pasien pulang
J. KOMPLIKASI
1.Gangguan otak berat
2.Kematian bila tidak bisa merespon pernapasan atau kardiovaskuler.

Menurut Tarwoto (2013), penatalaksanaan stroke terbagi atas :


1. Penatalaksanaan umum
a. Pada fase akut
1) Terapi cairan, stroke beresiko terjadinya dehidrasi karena
penurunan kesadaran atau mengalami disfagia. Terapi cairan ini
penting untuk mempertahankan sirkulasi darah dan tekanan
darah. The American Heart Association sudah menganjurkan
normal saline 50 ml/jam selama jam-jam pertama dari stroke
iskemik akut. Segera setelah stroke hemodinamik stabil, terapi
cairan rumatan bisa diberikan sebagai KAEN 3B/KAEN 3A.
Kedua larutan ini lebih baik pada dehidrasi hipertonik serta
memenuhi kebutuhan hemoestasis kalium dan natrium. Setelah
fase akut stroke, larutan rumatan bisa diberikan untuk
memelihara hemoestasis elektrolit, khususnya kalium dan
natrium.
2) Terapi oksigen, pasien stroke iskemik dan hemoragik mangalami
gangguan aliran darah ke otak. Sehingga kebutuhan oksigen
sangat penting untuk mengurangi hipoksia dan juga untuk
mempertahankan metabolism otak. Pertahankan jalan napas,
pemberian oksigen, penggunaan ventilator, merupakan tindakan
yang dapat dilakukan sesuai hasil pemeriksaan analisa gas
darah atau oksimetri
3) Penatalaksanaan peningkatan Tekanan Intra Kranial (TIK).
Peningkatan intra cranial biasanya disebabkan karena edema
serebri, oleh karena itu pengurangan edema penting dilakukan
misalnya dengan pemberian manitol, control atau pengendalian
tekanan darah
4) Monitor fungsi pernapasan : Analisa Gas Darah
5) Monitor jantung dan tanda-tanda vital, pemeriksaan EKG
6) Evaluasi status cairan dan elektrolit
7) Kontrol kejang jika ada dengan pemberian antikonvulsan, dan
cegah resiko injuri
8) Lakukan pemasangan NGT untuk mengurangi kompresi labung
dan pemberian makanan
9) Cegah emboli paru dan tromboplebitis dengan antikoagulan
10) Monitor tanda-tanda neurologi seperti tingkat kesadaran,
keadaan pupil, fungsi sensorik dan motorik, nervus cranial dan
reflex
b. Fase rehabilitasi
1) Pertahankan nutrisi yang adekuat
2) Program manajemen bladder dan bowel
3) Mempertahankan keseimbangan tubuh dan rentang gerak sendi
(ROM)
4) Pertahankan integritas kulit
5) Pertahankan komunikasi yang efektif
6) Pemenuhan kebutuhan sehari-hari
7) Persiapan pasien pulang
c. Pembedahan
Dilakukan jika perdarahan serebrum diameter lebih dari 3 cm atau
volume lebih dari 50 ml untuk dekompresi atau pemasangan pintasan
ventrikulo- peritoneal bila ada hidrosefalus obstrukis akut.
d. Terapi obat-obatan
1) Antihipertensi : Katropil, antagonis kalsium
2) Diuretic : manitol 20%, furosemide
3) Antikolvusan : fenitoin

K. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
a. Keluhan utama
Keluhan yang didapatkan biasanya gangguan motorik kelemahan
anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, dan tidak dapat
berkomunikasi, nyeri kepala, gangguan sensorik, kejang, penurunan
kesadaran.
b. Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke biasanya didahului dengan serangan awal yang
tidak disadari oleh pasien, biasanya ditemukan gejala awal sering
kesemutan, rasa lemah pada salah satu anggota gerak. Pada
serangan stroke hemoragik seringkali berlangsung sangat mendadak,
pada saat pasien melakukan aktifitas. Biasanya terjadi nyeri kepala,
mual, muntah bahkan kejang sampai tidak sadar, disamping gejala
kelumpuhan separoh badan atau gangguan fungsi otak yang lain.
c. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, diabetes mellitus, penyakit jantung,
anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama,
penggunaan obat-obat anti koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat
adiktif, kegemukan.
d. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun
diabetes mellitus.
e. Riwayat psikososial
Stroke memang suatu penyakit yang sangat mahal. Biaya untuk
pemeriksaan, pengobatan dan perawatan dapat mengacaukan
keuangan keluarga sehingga faktor biaya ini dapat mempengaruhi
stabilitas emosi dan pikiran pasien dan keluarga
f. Pemeriksaan fisik
1) Kesadaran
Biasanya pada pasien stroke mengalami tingkat kesadaran
samnolen, apatis, sopor, soporos coma, hingga coma dengan
GCS < 12 pada awal terserang stroke. Sedangkan pada saat
pemulihan biasanya memiliki tingkat kesadaran letargi dan
compos metis dengan GCS 13-15
2) Tanda-tanda Vital
a) Tekanan darah
Biasanya pasien dengan stroke hemoragik memiliki riwayat
tekanan darah tinggi dengan tekanan systole > 140 dan
diastole > 80
b) Nadi
Biasanya nadi normal
c) Pernafasan
Biasanya pasien stroke hemoragik mengalami gangguan
pada bersihan jalan napas
d) Suhu
Biasanya tidak ada masalah suhu pada pasien dengan
stroke hemoragik
3) Wajah
Biasanya simetris, wajah pucat. Pada pemeriksaan Nervus
V (Trigeminal) : biasanya pasien bisa menyebutkan lokasi usapan
dan pada pasien koma, ketika diusap kornea mata dengan kapas
halus, klien akan menutup kelopak mata. Sedangkan pada
Nervus VII (facialis) : biasanya alis mata simetris, dapat
mengangkat alis, mengernyitkan dahi, mengernyitkan hidung,
menggembungkan pipi, saat pasien menggembungkan pipi tidak
simetris kiri dan kanan tergantung lokasi lemah dan saat diminta
mengunyah pasien kesulitan untuk mengunyah.
4) Mata
Biasanya konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik,
pupil isokor, kelopak mata tidak oedema. Pada pemeriksaan
nervus II (optikus) : biasanya luas pandang baik 90°, visus 6/6.
Pada nervus III (okulomotoris) : biasanya diameter pupil
2mm/2mm, pupil kadang isokor dan anisokor, palpebra dan reflek
kedip dapat dinilai jika pasien bisa membuka mata . Nervus IV
(troklearis) : biasanya pasien dapat mengikuti arah tangan
perawat ke atas dan bawah. Nervus VI (abdusen) : biasanya hasil
nya pasien dapat mengikuti arah tangan perawat ke kiri dan
kanan
5) Hidung
Biasanya simetris kiri dan kanan, terpasang oksigen, tidak
ada pernapasan cuping hidung. Pada pemeriksan nervus I
(olfaktorius) : kadang ada yang bisa menyebutkan bau yang
diberikan perawat namun ada juga yang tidak, dan biasanya
ketajaman penciuman antara kiri dan kanan berbeda dan pada
nervus VIII (akustikus) : biasanya pada pasien yang tidak lemah
anggota gerak atas, dapat melakukan keseimbangan gerak
tangan-hidung
6) Mulut dan gigi
Biasanya pada pasien apatis, sopor, soporos coma hingga
coma akan mengalami masalah bau mulut, gigi kotor, mukosa
bibir kering. Pada pemeriksaan nervus VII (facialis) : biasanya
lidah dapat mendorong pipi kiri dan kanan, bibir simetris, dan
dapat menyebutkan rasa manis dan asin. Pada nervus IX
(glossofaringeal) : biasanya ovule yang terangkat tidak simetris,
mencong kearah bagian tubuh yang lemah dan pasien dapat
merasakan rasa asam dan pahit. Pada nervus XII (hipoglasus) :
biasanya pasien dapat menjulurkan lidah dan dapat
dipencongkan ke kiri dan kanan namun artikulasi kurang jelas
saat bicara
7) Telinga
Biasanya sejajar daun telinga kiri dan kanan. Pada
pemeriksaan nervus VIII (akustikus) : biasanya pasien kurang
bisa mendengarkan gesekan jari dari perawat tergantung dimana
lokasi kelemahan dan pasien hanya dapat mendengar jika suara
keras dan dengan artikulasi yang jelas
8) Leher
Pada pemeriksaan nervus X (vagus) : biasanya pasien
stroke hemragik mengalami gangguan menelan. Pada
peemeriksaan kaku kuduku biasanya (+) dan bludzensky 1 (+)
9) Thorak
a) Paru-paru
Inspeksi : biasanya simetris kiri dan kanan
Palpasi : biasanya fremitus sama antara kiri dan kanan
Perkusi : biasanya bunyi normal (sonor)
Auskultasi: biasanya suara normal (vesikuler)
b) Jantung
Inspeksi : biasanya iktus cordis tidak terlihat
Palpasi : biasanya ictus cordis teraba
Perkusi : biasanya batas jantung normal
Auskultasi: biasanya suara vesikuler
10) Abdomen
Inspeksi : biasanya simetris, tidak ada asites
Palpasi : biasanya tidak ada pembesaran hepar
Perkusi : biasanya terdapat suara tympani
Auskultasi: biasanya biasanya bising usus pasien tidak terdengar.
Pada pemeriksaan reflek dinding perut, pada saat perut pasien
digores biasanya pasien tidak merasakan apa-apa.
11) Ekstremitas
a) Atas
Biasanya terpasang infuse bagian dextra / sinistra. CRT
biasanya normal yaitu < 2 detik.Pada pemeriksaan nervus XI
(aksesorius) : biasanya pasien stroke hemoragik tidak dapat
melawan tahanan pada bahu yang diberikan perawat. Pada
pemeriksaan reflek, biasanya saat siku diketuk tidak ada
respon apa-apa dari siku, tidak fleksi maupun ekstensi
(reflek bicep (-)) dan pada pemeriksaan tricep respon tidak
ada fleksi dan supinasi (reflek bicep (-)). Sedangkan pada
pemeriksaan reflek hoffman tromer biasanya jari tidak
mengembang ketika diberi reflek (reflek Hoffman tromer (+)).
b) Bawah
Pada pemeriksaan reflek, biasanya saat pemeriksaan
bluedzensky I kaki kiri pasien fleksi ( bluedzensky (+)). Pada
saat telapak kaki digores biasanya jari tidak mengembang
(reflek babinsky (+)). Pada saat dorsum pedis digores
biasanya jari kaki juga tidak beresponn (reflek caddok (+)).
Pada saat tulang kering digurut dari atas ke bawah
biasanya tidak ada respon fleksi atau ekstensi (reflek
openheim (+)) dan pada saat betis diremas dengan kuat
biasanya pasien tidak merasakan apa-apa (reflek gordon
(+)). Pada saat dilakukan reflek patella biasanya femur tidak
bereaksi saat di ketukkan (reflek patella (+)).
g. Tes Diagnostik
1) Radiologi
a) Angiografi serebri
Membantu menentukan penyebab dari stroke secara spesifik
sperti stroke perdarahan arteriovena atau adanya ruptur.
Biasanya pada stroke perdarahan akan ditemukan adanya
aneurisma
b) Lumbal pungsi
Biasanya pada pasien stroke hemoragik, saat pemeriksaan
cairan lumbal maka terdapat tekanan yang meningkat
disertai bercak darah. Hal itu akan menunjukkkan adanya
hemoragik pada subarachnoid atau pada intracranial
c) CT-Scan
Memperhatikan secara spesifik letak edema, posisi
hematoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia,
serta posisinya secara pasti. Hasil pemerksaan biasanya
didapatkan hiperdens fokal, kadang masuk ke ventrikel atau
menyebar ke permukaan otak
d) Macnetic Resonance Imaging (MRI)
Menentukan posisi serta besar/luas terjadinya perdarahan
otak. Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan area yang
mengalami lesi dan infark akibat dari heemoragik
e) USG Doppler
Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena
(masalah sistem karotis)
f) EEG
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang
timbul dan dampak dari jaringan yang infark sehingga
menurunnya impuls listrik dalam jaringan otak.
2) Laboratorium
a) Pemeriksaan darah lengkap seperti Hb, Leukosit, Trombosit,
Eritrosit. Hal ini berguna untuk mengetahui apakah pasien
menderita anemia. Sedangkan leukosit untuk melihat sistem
imun pasien. Bila kadar leukosit diatas normal, berarti ada
penyakit infeksi yang sedang menyerang pasien.
b) Test darah koagulasi
Test darah ini terdiri dari 4 pemeriksaan, yaitu: prothrombin
time, partial thromboplastin (PTT), International Normalized
Ratio (INR) dan agregasi trombosit. Keempat test ini
gunanya mengukur seberapa cepat darah pasien
menggumpal. Gangguan penggumpalan bisa menyebabkan
perdarahan atau pembekuan darah. Jika pasien sebelumnya
sudah menerima obat pengencer darah seperti warfarin, INR
digunakan untuk mengecek apakah obat itu diberikan dalam
dosis yang benar. Begitu pun bila sebelumnya sudah diobati
heparin, PTT bermanfaat untuk melihat dosis yang diberikan
benar atau tidak.
c) Test kimia darah
Cek darah ini untuk melihat kandungan gula darah,
kolesterol, asam urat, dll. Apabila kadar gula darah atau
kolesterol berlebih, bisa menjadi pertanda pasien sudah
menderita diabetes dan jantung. Kedua penyakit ini
termasuk ke dalam salah satu pemicu stroke (Robinson,
2014).
i. Pola kebiasaan sehari-hari
1) Pola kebiasaan
Biasanya pada pasien yang pria, adanya kebiasaan merokok
dan penggunaan minumana beralkhohol
2) Pola makan
Biasanya terjadi gangguan nutrisi karena adanya gangguan
menelan pada pasien stroke hemoragik sehingga menyebabkan
penurunan berat badan.
3) Pola tidur dan istirahat
Biasanya pasien mengalami kesukaran untuk istirahat
karena adanya kejang otot/ nyeri otot
4) Pola aktivitas dan latihan
Biasanya pasien tidak dapat beraktifitas karena mengalami
kelemahan, kehilangan sensori , hemiplegi atau kelumpuhan
5) Pola eliminasi
Biasanya terjadi inkontinensia urin dan pada pola defekasi
biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus
6) Pola hubungan dan peran
Biasanya adanya perubahan hubungan dan peran karena
pasien mengalami kesukaran untuk berkomunikasi akibat
gangguan bicara
7) Pola persepsi dan konsep diri
Biasanya pasien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan,
mudah marah, dan tidak kooperatif (Batticaca, 2008).
2. Diagnosa Keperawatan
Pre Operasi
a. Risiko perfusi serebral tidak efektif
b. Bersihan jalannapas tidak efektif
c. Pola napas tidak efektif
d. Gangguan mobilitas fisik
e. Gangguan integritas kulit
f. Nyeri akut
g. Gangguan komunikasi verbal
h. Defisit nutrisi
i. Defisit perawatan diri

Post Operasi
a. Nyeri akut
b. Risiko infeksi

3. Intervensi Keperawatan
Pre Operasi
No Diagnosa keperawatan SLKI SIKI
1. Risiko Perfusi Serebral Perfusi Serebral Manajemen Peningkatan
Tidak Efektif (D.0017) (L.02014) Tekanan Intrakranial
Setelah dilakukan (I.06194)
tindakan keperawatan Observasi
selama 1 x 24 1. Identifikasi penyebab
diharapkan perfusi peningkatan TIK
serebral klien meningkat 2. Monitor tanda/gejala
dengan kriteria hasil : peningkatn TIK
1. Tingkat kesadaran 3. Monitor MAP
meningkat
4. Monitor CVP
2. Kognitif meningkat
3. Tekanan intra kranial 5. Monitor ICP
menurun 6. Monitor CPP
4. Gelisah menurun 7. Monitor status pernapasan
5. Kesadaran membaik 8. Monitor intake dan output
6. Tekanan darah sistolik cairan
membaik 9. Monitor cairan serebro-
7. Tekanan darah
spinalis
diastolik membaik
8. Reflek saraf membaik
Terapeutik
1. Minimalkan stimulus
dengan menyediakan
lingkungan yang tenang
2. Berikan posisi semi-fowler
3. Hindari manuver valsava
4. Cegah terjadinya kejang
5. Hindari penggunaan PEEP
6. Hindari pemberian cairan
IV hipotonik
7. Atur ventilator agar PaCO2
optimal
8. Pertahankan suhu tubuh
normal

Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
sedasi dan anti konvulsan
2. Kolaborasi pemberian
diuretik osmosis
2. Bersihan Jalan Napas Bersihan Jalan Napas Manajemen Jalan Napas
Tidak Efektif (D.0001) (L.01001) (I.01011)
Setelah dilakukan Observasi
tindakan keperawatan 1. Monitor pola napas
selama 1 x 24 2. Monitor bunyi napas
diharapkan bersihan jalan
napas klien meningkat Terapeutik
dengan kriteria hasil : 1. Pertahankan kepatenan
1. Mengi menurun jalan napas dengan head
2. Wheezing menurun till dan chin lift
3. Dispnea menurun 2. Posisikan semi fowler atau
4. Sulit bicara menurun
fowler
5. Sianosis menurun
6. Frekuensi napas 3. Keluarkan sumbatan
membaik benda padat dengan
7. Pola napas membaik forcep McGill
4. Berikan oksigen, jika perlu
3. Pola Napas Tidak Pola Napas (L.01004) Pemantauan Respirasi
Efektif (D.0005) Setelah dilakukan (I.01014)
tindakan keperawatan Observasi
selama 1 x 24 1. Monitor frekuensi, irama,
diharapkan pola napas kedalaman dan upaya
klien membaik dengan napas
kriteria hasil : 2. Monitor pola napas
1. Dispnea menurun 3. Monitor adanya sumbatan
2. Penggunaan otot jalan napas
bantu napas menurun 4. Palpasi kesimetrisan
3. Pemanjangan fase ekspansi paru
ekspirasi menurun 5. Auskultasi bunyi napas
4. Frekuensi napas 6. Monitor saturasi oksigen
membaik 7. Monitor nilai AGD
5. Kedalaman napas
membaik Terapeutik
1. Atur interval pemantauan
respirasi sesuai kondisi
pasien
2. Dokumentasikan hasil
pemantauan

Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
2. Informasikan hasil
pemantauan
4. Gangguan Mobilitas Mobilitas Fisik (L.05042) Dukungan Mobilisasi
Fisik (D.0054) Setelah dilakukan (I.05173)
tindakan keperawatan 1 x Observasi
24 jam diharapkan 1. Identifikasi adanya nyeri
mobilitas fisik dapat atau keluhan fisik lainnya
meningkat dengan kriteria 2. Identifikasi toleransi fisik
hasil : melakukan pergerakan
1. Pergerakan 3. Monitor frekuensi jantung
ekstremitas meningkat dan tekanan darah
2. Kekuatan otot sebelum memulai
meningkat mobilisasi
3. Rentang gerak (ROM) 4. Monitor kondisi umum
meningkat selama melakukan
4. Nyeri menurun mobilisasi
5. Kecemasan menurun
6. Kaku sendi menurun Terapeutik
7. Gerakan terbatas 1. Fasilitasi aktivitas
menurun mobilisasi dengan alat
8. Kelemahan fisik bantu/fasilitasi melakukan
menurun pergerakan
2. Libatkan keluarga untuk
membantu pasien dalam
meningkatkan pasien
dalam meningkatkan
pergerakan

Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan
prosedur mobilisasi
2. Anjurkan melakukan
mobilisasi dini
3. Ajarkan mobilisasi
sederhana yang harus
dilakukan
5. Nyeri Akut (D.0077) Tingkat Nyeri (L.08066) Manajemen Nyeri (I.08238)
Setelah dilakukan Observasi
tindakan keperawatan 1 x 1. Identifikasi lokasi,
24 jam tingkat nyeri dapat karakteristrik, durasi,
menurun dengan kriteria frekuensi, kualiats dan
hasil : intensitas nyeri
1. Kemampuan 2. Identitas skala nyeri
menuntaskan aktivitas 3. Identifikasi faktor yang
meningkat memperberat nyeri
2. Keluhan nyeri menurun
3. Meringis menurun Terapeutik
4. Gelisah menurun 1. Berikan tehnik non
5. Kesulitan tidur farmakologis dalam
menurun menangani nyeri
2. Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
3. Fasilitasi istirahat dan tidur

Edukasi
1. Jelaskan strategi
mengurangi nyeri
2. Ajarkan tehnik non
farmakologis untuk
mengurangi nyeri
6. Gangguan Komunikasi Komunikasi Verbal Promosi Komunikasi: Defisit
Verbal (D.0119) (L.13118) Bicara (I.13492)
Setelah dilakukan Observasi
tindakan keperawatan 1 x 1. Monitor kecepatan,
24 jam komunikasi verbal tekanan, kuantitas, volume
dapat meningkat dengan dan diksi bicara
kriteria hasil : 2. Monitor proses kognitif,
1. Kemampuan anatomis, dan fisiologis
berbicara meningkat yang berkiatan dengan
2. Kesesuaian ekspresi bicara
wajah meningkat 3. Monitor frustasi, marah,
3. Kontak mata depresi
meningkat 4. Identifikasi perilaku
4. Afasia menurun emosional dan fisik
5. Pelo menurun sebagai bentuk
komunikasi

Terapeutik
1. Gunakan metode
komunikasi alternatif
2. Sesuaikan gaya
komunikasi dengan
kebutuhan
3. Modifikasi lingkungan
untuk meminimalkan
bantuan
4. Ulangi apa yang
disampaikan pasien
5. Berikan dukungan
psikologis
Edukasi
1. Anjurkan berbicara
perlahan
2. Ajarkan pasien dan
keluarga proses kognitif,
anatomis dan fisiologis
yang berhubungan dengan
kemampuan bicara

Kolaborasi
Rujuk ke ahli patologi bicara
atau terapis
7. Defisit Nutrisi (D.0019) Status Nutrisi (L.03030) Manajemen Nutrisi
Setelah dilakukan (I.03119)
tindakan keperawatan 1 x Observasi
24 jam diharapkan status 1. Identifikasi status nutrisi
nutrisi dapat membaik 2. Identifikasi makanan yang
dengan kriteria hasil : disukasi
1. Porsi makan yang 3. Monitor asupan makanan
dihabiskan meningkat
2. Berat badan membaik Terapeutik
3. Nafsu makan 1. Lakukan oral hygiene
membaik sebelum makan
4. Membrane mukosa 2. Sajikan makanan secara
membaik
menarik dengan suhu yang
sesuai
3. Berikan makanan tinggi
serat untuk mencegah
konstipasi
4. Berikan makanan tinggi
kalori dan tinggi protein

Edukasi
Anjurkan posisi duduk, jika
mampu

Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
medikasi sebelum makan
2. Kolaborasi dengan ahli gizi
untuk menentukan jumlah
kalori dan jenis nutrient
yang dibutuhkan
8. Defisit Perawatan Diri Perawatan Diri (L.11103) Dukungan Perawatan Diri
(D.0109)
Setelah dilakukan Mandi (I.11348)
intervensi keperawatan Observasi
dalam 1 x 8 jam 1. Identifikasi kebiasaan
diharapkan perawatan diri aktivitas perawatan diri
meningkat dengan kriteria sesuai usia
hasil : 2. Identifikasi jenisbantuan
1. Kemampuan mandi yang dibutuhkan
secara mandiri 3. Monitor kebersihan tubuh
meningkat (rambut, mulut, kulit kuku)
2. Kemampuan
mengenakan pakaian Terapeutik
secara mandiri 1. Sediakan peralatan mandi
meningkat 2. Sediakan lingkungan yang
3. Kemampuan makan aman dan nyaman
secara mandiri 3. Fasilitasi menggosok gigi
meningkat 4. Fasilitasi mandi
4. Kemampuan ke toilet 5. Pertahankan kebiasaan
secara mandiri kebersihan diri
meningkat 6. Berikan bantuan sesuai
5. Mempertahankan tingkat kemandirian
kebersihan diri
meningkat Edukasi
1. Jelaskan manfaat mandi
dan dampak tidak mandi
terhadap kesehatan
2. Ajarkan kepada keluarga
cara memandikan pasien

Post Operasi
DIAGNOSA
NO SLKI SIKI
KEPERAWATAN

1. Nyeri Akut (D.0077) Tingkat Nyeri Manajemen Nyeri (I.08238)


(L.08066) Observasi
1. Identifikasi lokasi,
Setelah dilakukan
karakteristrik, durasi,
tindakan keperawatan
frekuensi, kualiats dan
selama 1 x 8 Jam
intensitas nyeri
diharapkan tingkat
2. Identitas skala nyeri
nyeri klien menurun
3. Identifikasi faktor yang
dengan kriteria hasil :
memperberat nyeri

1. Keluhan nyeri
dari skala 3 Terapeutik

(sedang) ke 1. Berikan teknik non


skala 5 farmakologis dalam
(menurun) menangani nyeri
2. Meringis dari 2. Kontrol lingkungan yang
skala 3 (sedang) memperberat rasa nyeri
menjadi 5 3. Fasilitasi istirahat dan
(menurun) tidur
3. Gelisah dari
skala 3 (sedang) Edukasi
menjadi 5 1. Jelaskan strategi
(menurun) mengurangi nyeri
4. Sikap protektif 2. Anjurkan memonitor nyeri
dari skala 3 secara mandiri
(sedang) menjadi 3. Ajarkan tehnik non
5 (menurun) farmakologis untuk
mengurangi nyeri

Kolaborasi
Kolaboratif pemberian
analgetik sesuai order

2 Risiko Infeksi Tingkat infeksi Pencegahan infeksi


(D.0142) (L.14137) (I.14539)
Perawatan Area Insisi
Setalah dilakukan
(I.14558)
tindakan keperawatan
dalam 1 x 8 jam Observasi
diharapkan infeksi 1. Monitor tanda-tanda
tidak terjadi dengan infeksi
kriteria hasil: 2. Identifikasi karakteristik
1. Demam menurun drainase
ke skala 5 Terapeutik
2. Kemerahan 1. Batasi jumlah pengunjung
menuurun ke 2. Berikan perawatan luka
skala 5 3. Bersihkan area insisi
3. Nyeri menurun ke dengan pembersih yang
skala 5 tepat
4. Bengkak 4. Usap area insisi dari area
menurun ke skala yang bersih menuju area
5 kurang bersih
5. Bersihkan area disekitar
tempat pembuangan atau
drainase
6. Berikan salep antiseptic,
jika perlu
7. Ganti balutan luka sesuai
jadwal
8. Cuci tangan sebelum dan
sesudah kontak dengan
pasien
9. Pertahankan tehnik
aseptik pada pasien
berisiko tinggi
Edukasi
1. Jelaskan tanda dan gejala
infeksi
2. Ajarkan cara cuci tangan
ke pasien da keluarga
yang berkunjung
3. Ajarkan cara merawat
area insisi
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian
imunisasi jika perlu
DAFTAR PUSTAKA

Adib, M. 2009. Cara Mudah Memahami & Menghindari Hipertensi Jantung dan

Stroke. Yogyakarta: Dianloka

AHA/ASA. (2007). Guidelines for The Early Management of Adult with Ischemic

Stroke.

Arum, S.P. 2015. Stroke kenali, cegah dan obati. Yogyakarta: EGC

Batticaca, F.B. 2008. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan

Sistem Persarafan. Jakarta: Salemba Medika

Junaidi, I. 2011. Stroke Waspadai Ancamannya. Yogyakarta: PT.Andi

Misbach, J. 2011. Stroke Aspek Diagnostik, Patofisiologi, Manajemen. Jakarta:

Badan Penerbit FKUI

NANDA International. 2015. Diagnosa Keperawatan Definisi dan Klasifikasi

2015-2017, edisi 10. Jakarta: EGC

PPNI. 2016. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia Definisi dan Indikator

Diagnostik Edisi 1. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI

PPNI. 2016. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Definisi dan Tindakan

Keperawatan Edisi 1. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI

PPNI. 2016. Standar Luaran Keperawatan Indonesia Definisi dan Kriteria Hasil

Keperawatan Edisi 1. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI

Syaifuddin. 2016. Anatomi Fisiologi untuk Mahasiswa Keperawatan. Jakarta:

EGC.
Tarwoto. 2013. Keperawatan Medikal Bedah, Gangguan Sistem Persarafan.

Jakarta: CV. Sagung Seto.

Anda mungkin juga menyukai