A. Definisi
Stroke atau cerebral vaskuler accident (CVA) adalah gangguan dalam sirkulasi
Intraserebral yang berkaitan vascular insuffisiency, trombosis, emboli, atau perdarahan
(Muliati, 2018).
Stroke non hemoragik adalah stroke yang di sebabkan karena penyumbatan
pembuluh darah di otak oleh thrombosis maupun emboli sehingga suplai glukosa dan
oksigen ke otak berkurang dan terjadi kematian sel atau jaringan otak yang disuplai
(Nggebu, 2019).
Stroke non hemoragik atau infark dalah cidera otak yang berkaitan dengan obstruksi
aliran darah otak terjadi akibat pembentukan trombus di arteri cerebrum atau embolis yang
mengalir ke otak dan tempat lain tubuh (Ratnasari, 2020).
B. Klasifikasi
1. Stroke Iskemik
Stroke iskemik yang terjadi akibat obstruksi atau bekuan di satu atau lebih arteri
besar pada sirkulasi serebrum. Obstruksi dapat disebabkan oleh bekuan (trombus) yang
terbentuk didalam pembuluh darah otak atau pembukuh darah organ distal. Terdapat
beragam penyebab stroke trombotik dan embolik primer termasuk ateroslerosis,
arteritis, keadaan hiperkoagulasi dan penyakit jantung strukural. Penyebab lain stroke
iskemik adalah vasospasme yang sering merupakan respons vaskuler reaktif terhadap
perdarahan ke dalam ruang antara araknoid dan piameter meningen. Sebagian stroke
iskemik tidak menimbulkan nyeri, karena jaringan otak tidak peka terhadap nyeri.
Namun, pembuluh darah besar dileher dan batang otak memiliki banyak reseptor nyeri
sehingga cedera pada pembuluh-pembuluh darah ini saat serangan iskemik dapat
menimbulkan nyeri kepala.
Menurut Prakasita (2015) berdasarkan perjalanan klinis, stroke iskemik
dikelompokkan menjadi :
a) TIA (Transient Ischemic Attack)
Pada TIA gejala neurologis timbul dan menghilang kurang dari 24 jam. Disebabkan
oleh gangguan akut fungsi fokal serebral, emboli maupun trombosis.
b) RIND (Reversible Ischemic Neurologic Deficit)
Gejala neurologis pada RIND menghilang lebih dari 24 jam namun kurang dari 21
hari.
c) Stroke in Evolution
Stroke yang sedang berjalan dan semakin parah dari waktu ke waktu.
d) Completed Stroke
2. Stroke Hemoragik
Stroke hemoragik terjadi sekitar 20 % dari seluruh kasus stroke. Pada stroke ini,
lesi vaskuler intraserebrum mengalami ruptur sehingga terjadi perdarahan di
subaraknoid atau langsung ke dalam jaringan otak. Perdarahan dapat secara cepat
menimbulkan gejala neurogenik karena tekanan pada struktur-struktur saraf di 12
dalam tengkorak. Biasanya stroke hemoragik secara cepat menyebabkan kerusakan
fungsi otak dan kehilangan kesadaran.
C. Etiologi
Faktor risiko yang dapt menjadi penyebab stroke adalah sebagai berikut:
a. Trombosis (bekuan cairan di dalam pembuluh darah otak)
b. Embolisme cerebral (bekuan darah atau material lain)
c. Iskemia (Penurunan aliran darah ke area otak)
d. Hemoragi serebral yaitu pecahnya pembuluh darah serebral dengan perdarahan ke
dalam jaringan otak atau ruang sekitar otak. Akibatnya adalah penghentian suplai
darah ke otak, yang menyebabkan kehilangan sementara atau permanen gerakan,
berpikir, memori , bicara atau sensasi .
1. Faktor Predisposisi
a) Jenis Kelamin
Stroke dapat menyerang siapa saja, semakin tua usia seseorang maka semakin
besar kemungkinan orang tersebut terkena stroke. Penderita stroke lebih banyak
terjadi pada usia diatas 50 tahun dibandingkan dengan yang berusia dibawah 50
tahun. Dimana pada usia tersebut semua organ tubuh termasuk pembuluh darah
otak menjadi rapuh (Ratnasari, 2020).
c) Riwayat Stroke dalam Keluarga
Dari sekian banyak kasus stroke yang terjadi, sebagian besar penderita stroke
memiliki faktor riwayat stroke dalam keluarganya. Keturunan dari penderita stroke
diketahui menyebabkan perubahan penanda aterosklerosis awal, yaitu proses
terjadinya timbunan zat lemak dibawah lapisan dinding pembuluh darah yang dapat
memicu terjadinya stroke. Beberapa penelitian lain yang telah dilakukan
mengesankan bahwa riwayat stroke dalam keluarga mencerminkan suatu hubungan
antara faktor genetis dengan tidak berfungsinya lapisan dinding pembuluh darah
dalam arteri koronaria (Ummaroh, 2019).
2. Faktor Presipitasi
a) Hipertensi
Stroke terkait dengan tingginya kadar lemak dan kolestrol dalam darah. Pada
orang dengan obesitas, biasanya kadar LDL yang (Low-Density Lipoprotein) lebih
tinggi dibandingkan kadar HDL (High-Density Lipoprotein).
e) Merokok
Kadar kolesterol LDL (kolesterol jahat) dan kolesterol total yang tinggi
mengakibatkan resiko stroke sampai dua kali lipat. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa angka kejadian stroke 23 meningkat pada pasien dengan kadar kolesterol
diatas 240 mg%. Setiap kenaikan kolesterol 38,7 mg% menaikkan angka stroke
25% sedangkan kenaikan HDL (High Density Lipoprotein) 1 mmol (38,7 mg%)
menurunkan angka stroke setinggi 47% (Ratnasari, 2020).
g) Life Style
Life style atau gaya hidup seringkali dikaitkan sebagai pemicu berbagai
penyakit yang menyerang, baik pada usia produktif maupun usia lanjut. Salah satu
contoh life style yaitu berkaitan dengan pola makan.Generasi muda biasanya sering
menerapkan pola makan yang tidak sehat dengan seringnya mengkonsumsi
makanan siap saji yang serat lemak dan kolesterol namun rendah sehat. Kemudian,
seringnya mengonsumsi makanan yang digoreng atau makanan dengan kadar gula
tinggi dan berbagai jenis makanan yang ditambah zat pewarna/penyedap/pemanis
dan lain-lain. Faktor gaya hidup lain yang dapat beresiko terkena stroke yaitu
sedentary life style atau kebiasaan hidup santai dan malas berolah raga. Hal ini
dapat mengakibatkan kurangnya kemampuan metabolisme tubuh dalam
pembakaran zat-zat makanan yang dikonsumsi. Sehingga, beresiko membentuk
terjadinya tumpukan kadar lemak dan kolestrol dalam darah yang beresiko
membentuk ateroskelorosis (plak) yang dapat menyumbat pembuluh darah yang
dapat berakibat pada munculnya serangan jantung dan stroke (Ummaroh, 2019).
h) Stress
Stres yang bersifat konstan dan terus menerus memengaruhi kerja kelenjar
adrenal dan tiroid dalam memproduksi hormon adrenalin, tiroksin, dan kortisol
sebagai hormon utama stres akan naik jumlahnya dan berpengaruh secara signifi
kan pada sistem homeostasis. Adrenalin yang bekerja secara sinergis dengan sistem
saraf simpatis berpengaruh terhadap kenaikan denyut jantung dan tekanan darah.
Tiroksin selain meningkatkan Basal Metabolism Rate (BMR) juga menaikkan
denyut jantung dan frekuensi nafas. Peningkatan denyut jantung inilah yang akan
memperberat aterosklerosis. Stress dapat merangsang pelepasan hormon adrenalin
dan memacu jantung untuk berdetak lebih cepat dan lebih kuat, sehingga tekanan
darah akan meningkat (Ramadhani & Adrian, 2015).
i) Cedera Kepala dan Leher
Menurut Ginting (2017) gejala umum yang sering terjadi dan mudah dilihat adalah
penderita merasakan lemah dan mati rasa atau bebal pada bagian wajah, tangan, atau kaki
terutama salah satu bagian tubuh. Gejala stroke dapat disingkat FAST untuk memudahkan
masyarakat dalam mengenali gejala tersebut:
1. F (face/wajah)
Minta orang tersebut untuk tersenyum. Wajah akan terlihat tidak simetris (asimetris),
sebelah sudut mulut tertarik ke bawah dan lekukan antara hidung ke sudut mulut
tampak mendatar.
2. A (arms drive/gerakan lengan)
Minta orang tersebut untuk mengangkat kedua lengan. Lengan diangkat lurus sejajar
kedepan dengan sudut 900 dan telapak tangan keatas selama 30 detik. Jika
kelumpuhan lengan ringan dan tanpa disadari penderita, maka lengan lumpuh akan
turun (menjadi tidak sejajar lagi) sedangkan kelumpuhan yang berat, lengan tersebut
tidak bisa diangkat lagi dan tidak dapat digerakkan.
3. S (speech/bicara)
Minta orang tersebut mengulangi kalimat sederhana. Maka akan terlihat gangguan
berbicara (artikulasi terganggu) atau sulit berbicara (gagu) atau bisa bicara tetapi
mengalami gangguan pemahaman atau sulit mengerti.
4. T (time/waktu )
Segera memanggil ambulans atau ke rumah sakit jika menemukan tiga gejala diatas
seperti perubahan wajah, kelumpuhan dan bicara atau disertai gejala seperti :
a. Kehilangan kesadaran (pingsan)
Disfungsi motorik paling umum adalah paralisis pada salah satu sisi atau
hemiplegia karena lesi pada sisi otak yang berlawanan. Diawal tahapan stroke,
gambaran klinis yang muncul adalah paralisis dan hilang atau menurunnya refleks
tendon dalam atau penurunan 30 kekuatan otot untuk melakukan pergerakkan, apabila
refleks tendon dalam ini muncul kembali biasanya dalam waktu 48 jam, peningkatan
tonus disertai dengan spastisitas atau peningkatan tonus otot abnormal pada ekstremitas
yang terkena dapat dilihat (Afandy, 2018).
2. Kehilangan Komunikasi
Menurut Katrisnani (2019) fungsi otak lain yang dipengaruhi oleh stroke adalah
bahasa dan komunikasi. Stroke adalah penyebab afasia paling umum. Disfungsi bahasa
dan komunikasi dapat dimanifestasikan oleh hal berikut:
E. Patofisiologi
Infark serebral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di otak. Luasnya
infark bergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan besarnya pembuluh darah dan
adekuatnya sirkulasi kolateral terhadap area yang disuplai oleh pembuluh darah yang
tersumbat. Suplai darah ke otak dapat berubah (makin lambat atau cepat) pada gangguan
lokal (trombus, emboli, perdarahan, dan spasme vaskular) atau karena gangguan umum
(hipoksia karena gangguan pant dan jantung). Aterosklerosis sering sebagai faktor
penyebab infark pada otak. Trombus dapat berasal dari plak arterosklerotik, atau darah
dapat beku pada area yang stenosis, tempat aliran darah mengalami pelambatan atau terjadi
turbulensi (Nggebu 2019).
Trombus dapat pecah dari dinding pembuluh darah, terbawa sebagai emboli dalam
aliran darah. Trombus mengakibatkan iskemia jaringan otak yang disuplai oleh pembuluh
darah yang bersangkutan dan edema dan kongesti di sekitar area. Area edema ini
menyebabkan disfungsi yang lebih besar dari pada area infark itu sendiri. Edema dapat
berkurang dalam beberapa jam atau kadang-kadang sesudah beberapa hari. Dengan
berkurangnya edema klien mulai menunjukkan perbaikan. Oleh karena trombosis biasanya
tidak fatal, jika tidak terjadi perdarahan masif. Oklusi pada pembuluh darah serebral oleh
embolus menyebabkan edema dan nekrosis diikuti trombosis. Jika terjadi septik infeksi
akan meluas pada dinding pembuluh darah maka akan terjadi abses atau ensefalitis, atau
jika sisa infeksi berada pada pembuluh darah yang tersumbat, menyebabkan dilatasi
aneurisma pembuluh darah. Hal ini akan menyebabkan perdarahan serebral, jika
aneurisma pecah atau ruptur. Perdarahan pada otak disebabkan oleh ruptur arteriosklerotik
clan hipertensi pembuluh darah. Perdarahan intraserebral yang sangat luas akan lebih
sering menyebabkan kematian di bandingkan keseluruhan penyakit serebro vaskulai;
karena perdarahan yang luas terjadi destruksi massa otak, peningkatan tekanan intrakranial
dan yang lebih berat dapat menyebabkan herniasi otak pada falk serebri atau lewat
foramen magnum. Kematian dapat disebabkan oleh kompresi batang otak, hernisfer otak,
dan perdarahan batang otak sekunder atau ekstensi perdarahan ke batang otak. Perembesan
darah ke ventrikel otak terjadi pada sepertiga kasus perdarahan otak di nukleus kaudatus,
talamus, dan pons. Jika sirkulasi serebral terhambat, dapat berkembang anoksia serebral:
Perubahan yang disebabkan oleh anoksia serebral dapat reversibel untuk waktu 4-6 menit.
Perubahan ireversibel jika anoksia lebih dari 10 menit. Anoksia serebral dapat terjadi oleh
karena gangguan yang bervariasi salah satunya henti jantung (Nggebu, 2019).
F. Pemeriksaan Diagnostik
1. Radiologi
a) CT-Scan
b) Elektroensefalogram (EEG)
G. Penatalaksanaan Medis
Kematian dan deteriosasi neurologis minggu pertama stroke iskemia terjadi
karena adanya edema otak. Edema otak timbul dalam beberapa jam setelah
stroke iskemik dan mencapai puncaknya 24-96 jam. Edema otak mula-mula
cytofosic karena terjadi gangguan pada metabolisme seluler kemudian terdapat
edema vasogenik karena rusaknya sawar darah otak setempat. Untuk
menurunkan edema otak, dilakukan hal-hal sebagai berikit :
a. Naikkan posisi kepala dan badan bagian atas setinggi 20-30o
b. Hindarkan pemberian cairan intravena yang berisi glukosa atau cairan
hipotonik.
4) Antikoagulan: Heparin
d) Bedrest
H. Komplikasi
b. Monitor TIK
f. Kontrol kejang, jika ada dengan pemberian anti konvulsan dan cegah
resiko injuri
2. Fase Sub-akut
Tujuan
a. Mengoptimalkan kemampuan fungsi yang ada
b. Memberikan edukasi cara2 modifikasi sehingga pasien pasca
stroke mampu beradaptasi mandiri dengan kondisi yang ada saat
ini
c. Mencegah terjadi komplikasi / kecacatan
d. Apabila sudah terjadi kecacatan mencegah kecacatan lebih berat
Program Rehabilitasi
Dimulai saat penderita stabil
a. tidak ada komplikasi dan tak pada kondisi medis yang
membahayakan jiwa.
1) Progam rehabilitasi medik aktif sesudah serangan stroke :
Stroke penyumbatan : 3-5 hari
Stroke perdarahan : 2 – 3 minggu
2) Dilakukan secara komprehensif melibatkan
Terapi fisik, okupasi, wicara, dan ortotik/ penyangga
Peran aktif dari pasien, keluarga dan masyarakat Periode
emas terapi rehabilitasi adalah dalam waktu 6 bln setelah
serangan stroke
b. kemampuan fungsional akan kembali sd 80% dari kondisi sebelum
stroke :
Mampu berjalan mandiri / dengan alat bantu jalan secara
mandiri
Mampu melakukan aktifitas harian secara mandir
2. Terapi Fisik
Tujuan :
a. Mempertahankan posisi yang benar saat pasien baring / duduk
b. Mempertahankan kemampuan fungsi mobilisasi : berguling,
berubah posisi, pindah tempat, berjalan dengan/ tanpa alat
bantu jalan
c. Mempertahankan kemampuan dalam melakukan aktivitas
harian melakukan aktivitas fungsional
b. Indikasi
1. Meningkatkan kemampuan tonus otot.
2. Melancarkan peredaran darah ke seluruh tubuh
dan mencegahterbentuknya decubitus.
3. Mencegah terjadinya kontraktur.
c. Tujuan
1. Pasien yang mengalami penurunan kemampuan tonus otot
(Hemiparese).
2. Pasien Stroke yang telah melewati fase akut.
Cara:
Mendorong pasien tetap aktif berkomunikasi verbal/ menggunakan
berbagai modalitas dalam berkomunikasi (bahasa tubuh, menggambar,
menulis dll)
Mengajarkan keluarga untuk menerima dan beradaptasi dengan
kondisi pasien
Memberikan dorongan psikologis pada pasien dan keluarga
b. Gangguan menelan
Identifikasi kelainan dan derajat :
kemampuan menelan ludah, cairan, makanan padat
Mengumpul di mulut? tersedak? batuk?
o derajat berat
Selang nasogastric
o Derajat ringan
o Sedang
Latihan menelan
o Diperlukan teknik2 khusus untuk menelan yang benar dan
aman untuk mencegah masuknya makanan/ minuman ke
jalan nafas
Terapi Gg. Menelan :
o Posisi badan tegak
o Modifikasi tekstur makanan / minuman : dimulai dari
puding, makanan yg dihakuskan, bubur – cairan kental –
cairan encer ~ target / makanan biasa
Teknik/ maneuver menelan
o Latihan menutup mulut
o Menekan lidah, latihan menelan
o Penguatan otot rahang
o Latihan pernafasan
o Manuver kepala : menunduk, menoleh, memiringkan
c. Gangguan intelektual, daya ingat, perhatian, penyelesaian masalah sd
depresi yang diperlukan untuk penanganan khusus, peran serta keluarga
dan orang disekitar
Rehabilitasi pekerjaan pada penderita stroke usia produktif yang
ingin kembali bekerja dengan melibatkan tenaga multidisiplin
DAFTAR PUSTAKA
Afandy, I. (2018). Analisis Praktik Klinik Keperawatan Tn.B dengan Diagnosa Stroke Non
Hemoragik (SNH) dengan Inovasi Pemberian Pelatihan Pemasangan Puzzle Jigsaw
Terhadap Peningkatan Kekuatan Otot Ekstremitas Atas Di Ruang Stroke Center RSUD
Abdul Wahab Sjahranie Samarinda. Universitas Muhammadiyah Kalimantan Timur.
Ginting, M. W. (2017). Hubungan Faktor Risiko dengan Tipe Stroke di RSUP H. Adam
Malik Medan. Universitas Sumatera Utara Medan..
juwani. (2013). Hubungan Kebiasaan Minum Kopi dengan Kejadian Stroke Pada Pasien yang
Di Rawat Di Rumah Sakit Umum Daerah Cut NByak Dhien Meulaboh. Universitas
Teuku Umar Aceh Barat. http://repository.utu.ac.id/431/1/BAB I_V.pdf
Katrisnani, R. (2019). Asuhan Keperawatan Keluaraga Tn. NG dengan Salah Satu Anggota
Keluarga Ny. T Mengalami Post Stroke Haemorhagic Di Wilayah Kerja Puskesmas
Mantrijeron Kota Yogyakarta. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia POoliteknik
Kesehatan Yogyakarta Jurusan Keperawatan.
Lusiana, N. (2019). Asuhan Keperawatan Pasien Stroke Iskemik Pada Ny. D Dan Tn. K
Dengan Masalah Keperawatan Hambatan Mobilitas Fisik Di Ruang Melati RSUD dr.
Haryoto Lumajang Tahun2019. Universitas Jember.
Nasution, L. F. (2013). Stroke Non Hemoragik Pada Laki-laki Usia 65 Tahun. Universitas
Lampung.
Nggebu. (2019). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Stroke Non Hemoragik. In Journal of
Chemical Information and Modeling. Politeknik Kesehatan Kemenkes Kupang.
Nofitri. (2019). Asuhan Keperawatan Pada Ny. S dengan Stroke Non Hemoragik Dalam
Penerapan Inovasi Intervensi Terapi Vokal "AIUEO" dengan Masalah Gangguan
Komunikasi Verbal Di Ruangan Neurologi RSUD Dr. Achmad Mochtar BukitTinggi.
Stikes Perintis Padang.
Ramadhani, P. A., & Adrian, M. (2015). Hubungan Tingkat Stres, Asupan Natrium, dan
Riwayat Makan dengan Kejadian Stroke. Media Gizi Indonesia, 10(2), 104–110.
https://e-journal.unair.ac.id/MGI/article/download/3313/2357
Ratnasari, S. (2020). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Stroke Non Hemoragik dengan
Masalah Keperawatan Gangguan Mobilitas Fisik. Universitas Muhammadiyah
Ponorogo.
Sandina, D. (2011). 9 Penyakit Mematikan Mengenali Tanda & Pengobatannya (L. Roselina
(ed.)). Smart Pustaka.
Udani, G. (2013). Faktor Resiko Kejadian Stroke. Jurnal Kesehatan Metro Sai Wawai, VI(1).
https://doi.org/10.26630/jkep.v14i1.1006