DISUSUN OLEH :
P1337420119005
2021
A. Gangguan Mobilitas Fisik Pada Pasien Stroke Non Hemoragik
a. Trombosis Serebri
b. Emboli Serebri
Iskemia pada otak terjadi dimana pasokan darah pada arteri otak terhambat
sehingga mengakibatkan sel otak kekurangan oksigen dan dapat
berkembang menjadi kerusakan atau kematian sel otak (Winasis, 2007).
7. Pemeriksaan Penunjang
Terdapat beberapa pemeriksaan yang perlu dilakukan untuk membantu
menegakan diagnosa pada pasien stroke (Muttaqin, 2008), diantaranya :
a. Pemeriksaan Diagnostik
1) Angiografi Serebri
Angiografi serebri adalah prosedur yang melibatkan pencintraan
sinar-x untuk menghasilkan gambar pembuluh darah otak.
Pemeriksaan ini dapat mendeteksi adanya gangguan atau penyakit
pada pembuluh darah otak, seperti aneurisma dan arterosklerosis
(plak) (Windi, 2018).
2) Lumbal Pungsi
Lumbal pungsi adalah pengambilan cairan serebrospinal untuk
pemeriksaan adanya penyakit pada otak dan tulang belakang
(Suharsono, 2014).
3) CT Scan
CT scan adalah suatu teknik pemeriksaan diagnostik imaging atau
pencitraan yang menggunakan teknologi computer berbasis x-ray
untuk memdeteksi adanya kerusakan otak (Ardiyanto, 2014).
4) Magnetic Imaging Resonance (MRI)
Magnetic Imaging Resonance (MRI) adalah suatu teknik pemeriksaan
diagnostik imaging atau pencitraan yang menggunakan teknologi
magnet dan gelombang radio untuk mendapatkan hasil gambar organ
lebih rinci (Felayani, 2019).
5) USG Doppler
USG doppler adalah alat pemeriksaan kesehatan menggunakan
gelombang suara berfrekuensi tinggi untuk memantau kondisi aliran
darah dan pembuluh darah (Rodiani, 2019).
6) EEG
Elektroensefalografi adalah alat untuk merekam elektrik disepanjang
kulit kepala yang dihasilkan dari arus ion didalam neuro otak
(Multajam, 2016).
b. Pemeriksaan Laboratorium
1) Gula Darah Sewaktu
2) Kreatinin Fosfokinase
3) Kolesterol
4) Hematokrit
Hematokrit adalah kadar sel darah merah dalam darah yang dapat
menjadi pertanda ada tidaknya penyakit tertentu (Mayangsari, 2017).
a. Pengobatan Farmakologis
Penatalaksanaan stroke non hemoragik dapat dilakukan dengan
pengobatan konservatif dan pengobatan pembedahan (Muttaqin, 2008)
1) Pengobatan Konservatif
a) Dapat diberikan histamin, aminophilin, asetazolamid, papaverin
intraarterial.
b) Pemberian antitrombosit karena trombosit memainkan peran
sangat penting dalam pembentukan thrombus dan embolisasi.
Antiagregasi thrombosis seperti aspirin dapat diberikan untuk
digunakan sebagai penghambat reaksi pelepasan agregasi
thrombosis yang terjadi setelah ulserasi atheroma.
c) Antikoagulan dapat diberikan untuk mencegah terjadinya atau
memberatnya thrombosis atau embolisasi dari tempat lain dalam
system kardiovaskular.
2) Pengobatan Pembedahan
a) Endosteroktomi karotis dilakukan dengan tujuan untuk
membentuk kembali arteri karotis, yaitu dengan membuka arteri
karotis di leher.
b) Revaskularisasi merupakan tindakan pembedahan yang dilakukan
dengan tujuan untuk memperbaiki aliran darah arteri coroner yang
tersumbat atau menyempit sehingga darah bisa mengalir lancer
kembali.
c) Evaluasi bekuan darah dilakukan pada stroke akut.
b. Pengobatan Nonfarmakologis
Dalam pengobatan non farmakologis dapa dilakukan tindakan terapi fisik,
okupasi, wicara dan psikologi, serta telaah social dalam membantu
memulihkan keadaan pasien (Nurarif dan Kusuma, 2015).
1) Fase akut Terapi yang bisa diberikan kepada pasien yaitu, seperti
berikut:
1. Letakan kepala pasien pada posisi 30o, kepala dan dada pada
satu bidang, ubah posisi tidur setiap 2 jam.
2. Bebaskan jalan nafas, beri terapi oksigen 1-2 liter/menit sampai
didapatkan analisa gas darah.
3. Monitor jantung dan tanda-tanda vital, pemeriksaan EKG .
4. Evaluasi status cairan dan elektrolit.
5. Kontrol kejang jika ada dengan pemberian antikonvulsan,
dan cegah resiko injury.Lakukan pemasangan NGT untuk
mengurangi kompresi lambung dan pemberian makanan .
6. Cegah emboli paru dan tromboplebitis dengan antikoagulan.
7. Monitor tanda-tanda neurologi seperti tingkat kesadaran,
keadaan pupil, fungsi sensorik dan motorik, nervus kranial dan
refleks.
2) Tahap rehabilitasi
Salah satu terapi yang dapat diberikan pada pasien stroke dalam masa
rehabilitasi adalah dengan memberikan terapi Range of Motion
(ROM). Range of Motion (ROM) adalah latihan yang dapat dilakukan
untuk mempertahankan atau memperbaiki tingkat kemampuan
pergerakan sendi untuk meningkatkan massa otot dan tonus otot
(Potter & Perry, 2009). Melakukan ROM dapat membantu untuk
meningkatkan dan mempertahankan kekuatan otot, mempertahankan
fungsi jantung, dan mencegah berbagai komplikasi seperti nyeri
karena tekanan, kontraktur, tromboplebitis, dan dekubitus (Potter &
Perry, 2009). Memberikan terapi mobilisasi perlu dilakukan sedini
mungkin agar dapat meningkatkan kekuatan otot karena dapat
membantu pemulihan fisik yang lebih cepat dan optimal. Serta dapat
mecegah terjadinya kontraktur dan memberikan dukungan psikologis
pada pasien streoke beserta keluarganya (Gofir, 2009). Range Of
Motion dibagi menjadi dua yaitu ROM aktif dan pasif. ROM
aktif yaitu gerakan yang dilakukan oleh pasien dengan menggunakan
energi sendiri. Perawat memberikan motivasi, dan membimbing
pasien dalam melaksanakan pergerakan sendiri secara mandiri sesuai
dengan rentang gerak sendi normal (pasien aktif). Sedangkan ROM
pasif merupakan latihan pergerakan dimana pasien tidak dapat
menggerakkan persendiannya secara mandiri melainkan di gerakan
orang lain dalam hal ini dapat dilakukan oleh perawat, terapis,
keluarga pendamping yang menggerakkan persendian pasien sesuai
rentan geraknya (Indrawati, 2008). Dalam tulisan ini fokus yang
diamatati yaitu pemberian terapi ROM pasif pasa pasien stroke.
Berdasarkan hasi penelitian Anggraini, dkk (2018) dengan judul
“Pengaruh ROM (Range of Motion) Terhadap Kekuatan Otot
Ekstremitas Pada Pasien Stroke Non Hemoragik” yang melakukan
penelitian dengan menggunakan terapi ROM pasif pada pasien stroke
menunjukan adanya peningkatan kekuatan otot dan kemampuan
fungsional secara signifikan. Idealnya terapi ROM pasif ini
dilakukan sekali sehari dengan melakukan gerakan sebanyak 10
hitungan. Latihan dilakukan dengan waktu 30 menit , dimulai dengan
latihan secara perlahan dan betahap. Usahakan untuk mencapai
gerakan penuh tapi jangan memaksakan gerakan pada pasien.
Hentikan gerakan apabila pasien merasa nyeri, dan segera
konsultasikan ke tenaga kesehatan apabila berlanjut. Lakukan terapi
dengan hati-hati sera lihat respon pasien setelah terapi dilakukan
(Anggraini, dkk 2018). Selain itu, posisi yang tepat bagi penderita
stroke juga sangat penting. Penderita stroke mengalami kelemahan
serta kekakuan yang biasanya membutuhkan untuk memperoleh
kesejajaran tubuh yang tepat selama berada di tempat tidur atau
tempat duduk. Menurut Potter & Perry (2010), banyak alat bantu yang
dapat digunakan untuk mempertahankan kesejajaran tubuh klien,
diantaranya :
1. Gunakan bantal untuk membantu mempertahankan kesejajaran
tubuh klien. Bantal tebal untuk diletakan di bawah kepala klien untuk
meningkatkan fleksi. Gunakan bantal tipis di bawah bagian ketiak
untuk membantu menyangga bahu yang jatuh dan di bagian tubuh
yang menonjol tidak adekuat untuk melindungi kulit dan jaringan
akibat tekanan.
2. Papan kaki atau footboard dapat digunakan dengan meletakannya
tegak lurus dengan matras, sejajar dan menyentuh permukaan baawah
kaki. Papan kaki ini digunakan untuk mencegah footdrop dengan
mempertahankan kaki dalam posisi dorsifleksi.
3. Trochanter roll dapat digunakan untuk mencegah rotasi luar pada
tungkai ketika klien berada dalam posisi supine. Selimut ini diletakan
di bawah bokong dan kemudian digulung berlawanan dengan jalan
jarum jam.
4. Gulungan tangan atau hand roll digunakan untuk mempertahankan
ibu jari sedikit adduksi dan berada berlawanan dengan jari jari.
5. Pembebat peregelangan tangan atau hand wrist splints adalah
pembentuk untuk mempertahankan kesejajaran ibu jari yang tepat
dengan sedikit adduksi dan pergelangan tangan sedikit dorsifleksi
6. Trapeze bar adalah alat bantu berbentuk segitiga yang dapat turun
dengan aman di atas kepala yang diraih di tempat tidur. Hal ini
memungkinkan klien dapat menarik dengan ektremitas atasnya untuk
memudahkan memindahkan klien dari tempat tidur ke kursi roda atau
untuk melakukan latihan lengan atas.