Anda di halaman 1dari 12

1.

Definisi Anemia

Aniemia didefinisikan sebagai penurunan volume eritrosit atau kadar Hb sampai


dibawah rentang nilai yang berlaku untuk orang sehat (Behrman E Richard, IKA
Nelson ; 1680). Anemia adalah berkurangnya hingga dibawah nilai normal jumlah
SDM, kualitas Hb, dan volume packed red blood cell (hematokrit) per 100 ml darah
(Syilvia A. Price. 2006). Anemia adalah istilah yang menunjukkan rendahnya hitung
sel darah dan kadar hematokrit dibawah normal. Anemia bukan merupakan penyakit,
melainkan merupakan pencerminan keadaan suatu penyakit (gangguan) fungsi
tubuh. Secara fisiologis anemia terjadi apabila terdapat kekurangan Hb untuk
mengangkut oksigen ke jaringan. Anemia tidak merupakan satu kesatuan tetapi
merupakan akibat dari berbagai proses patologik yang mendasari (Smeltzer C
Suzane, Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah Brunner dan Suddarth ; 935).

2. Etiologi

Ada beberapa jenis anemia sesuai dengan penyebabnya :

a. Anemia Pasca Pendarahan

Terjadi sebagai akibat perdarahan yang massif seperti kecelakaan, operasi dan
persalinan dengan perdarahan atau yang menahun seperti pada penyakit cacingan.
b. Anemia Defisiensi

Terjadi karena kekurangan bahan baku pembuat sel darah.

c. Anemia Hemolitik

Terjadi penghancuran (hemolisis) eritrosit yang berlebihan karena :

1) Factor Intrasel

Misalnya talasemia, hemoglobinopati (talasemia HbE, sickle cell anemia), sferositas,


defisiensi enzim eritrosit (G – 6PD, piruvatkinase, alutation reduktase).
2) Factor Ekstrasel

Karena intoksikasi, infeksi (malaria), imunologis (inkompatibilitas golongan darah,


reaksi hemolitik pada transfuse darah).
d. Anemia Aplastik

1
Disebabkan terhentinya pembuatan sel darah sum sum tulang (kerusakan sumsum
tulang).

3. Manifestasi Klinis

Karena system organ dapat terkena, maka pada anemia dapat menimbulkan
manifestasi klinis yang luas tergantung pada kecepatan timbulnya anemia, usia,
mekanisme kompensasi, tingakat aktivitasnya, keadaan penyakit yang mendasarinya
dan beratnya anemia. Secara umum gejala anemia adalah :
a. Hb menurun (< 10 g/dL), thrombosis / trombositopenia, pansitopenia

b. Penurunan BB, kelemahan

c. Takikardi, TD menurun, penurunan kapiler lambat, ekstremitas dingin, palpitasi,


kulit pucat.
d. Mudah lelah, sering istirahat, nafas pendek, proses menghisap yang buruk (bayi).
e. Sakit kepala, pusing, kunang – kunang, peka rangsang.

4. Patofisiologi

Timbulnya anemia mencerminkan adanya kegagalan sumsum atau


kehilangan sel darah merah secara berlebihan atau keduanya. Kegagalan sumsum
dapat terjadi akibat kekurangan nutrisi, pajanan toksik, invasi tumor atau
kebanyakan akibat penyebab yang tidak diketahui. Sel darah merah dapat hilang
melalui perdarahan atau hemolisis (destruksi), hal ini

dapat akibat defek sel darah merah yang tidak sesuai dengan ketahanan sel darah
merah yang menyababkan destruksi sel darah merah.
Lisis sel darah merah (disolusi) terjadi terutama dalam sel fagositik atau
dalam system retikuloendotelial, terutama dalam hati dan limfa. Hasil samping
proses ini adalah bilirubin yang akan memasuki aliran darah. Setiap kenaikan
destruksi sel darah merah (hemolisis) segera direfleksikan dengan peningkatan
bilirubin plasma (konsentrasi normal, ≤ 1 mg/dl, kadar diatas 1.5 mg/dl
mengakibatkan ikterik pada sclera). Apabila sel darah merah mengalami
penghancuran dalam sirkulasi, (pada kelainan hemplitik) maka hemoglobin akan
muncul dalam plasma (hemoglobinemia). Apabila konsentrasi plasmanya melebihi
kapasitas haptoglobin plasma (protein pengikat untuk hemoglobin bebas) untuk
2
mengikat semuanya, hemoglobin akan berdifusi dalam glomerulus ginjal kedalam
urin (hemoglobinuria).
Kesimpulan menganai apakah suatu anemia pada pasien disebabkan oleh
penghancuran sel darah merah atau produksi sel darah merah yang tidak mencukupi
biasanya dapat diperoleh dengan dasar hitung retikulosit dalam sirkulasi darah,
derajat proliferasi sel darah merah muda dalam sumsum tulang dan cara
pematangannya, seperti yang terlihat dalam biopsy, dan ada tidaknya
hiperbilirubinemia.
Anemia defisiensi zat besi adalah anemia yang paling sering menyerang anak –
anak. Bayi cukup bulan yang lahir dan ibu nonanemik dan bergizi baik, memiliki
cukup persediaan zat besi sampai berat badan lahirnya menjadi dua kali lipat
umumnya saat berusia 4 – 6 bulan. Sesudah itu zat besi harus tersedia dalam
makanan untuk memenuhi kebutuhan anak. Jika asupan zat besi beri makanan tidak
mencukupi terjadi anemia defisiensi zat besi. Hal ini paling sering terjadi
pengenalan makanan padat yang terlalu dini (sebelum usia 4 – 6 bulan)
dihentikannya susu formula bayi yang mengandung zat besi atau ASI sebelum usia 1
tahun dab minum susu sapi berlebihan tanpa tambahan makanan padat kaya besi.
Bayi yang tidak cukup bulan, bayi dengan perdarahan perinatal berlebihan atau bayi

dari ibu yang kurang gizi dan kurang zat besi juga tidak memiliki cadangan zat besi
yang adekuat. Bayi ini berisiko lebih tinggi menderita anemia defisiensi besi
sebelum berusia 6 bulan.
Anemia defisiensi zat besi dapat juga terjadi karena kehilangan banyak darah
yang kronik. Pada bayi hal ini terjadi karena perdarahan usus kronik yang
disebabkan oleh protein dalam susu sapi yang tidak tahan panas. Pada anak
sembarang umur kehilangan darah sebanyak 1 – 7 ml dari saluran cerna setiap hari
dapat menyebabkan anemia defisiensi zat besi. Pada remaja puteri anemia defisiensi
zat besi juga dapat terjadi karena menstruasi.
Anemia aplastik diakibatkan oleh karena rusaknya sumsum tulang. Gangguan
berupa berkurangnya sel darah dalam darah tepi sebagai akibat terhentinya
pembentukan sel hemotopoetik dalam sumsum tulang. Aplasia dapat terjadi hanya
pada satu, dua atau ketiga system hemotopoetik (eritropoetik, granulopoetik, dan
trombopoetik).
Aplasia yang hanya mengenai system eritropoetik disebut eritroblastopenia
3
(anemia hipoplastik) yang mengenai system trombopoetik disebut agranulositosis
(penyakit Schultz), dan yang mengenai system trombopoetik disebut
amegakariositik trombositopenik purpura (ATP). Bila mengenai ketiga system
disebut panmieloptisis atau lazimnya disebut anemia aplastik.
Kekurangan asam folat akan mengakibatkan anemia megaloblastik. Asam folat
merupakan bahan esensial untuk sintesis DNA dan RNA, yang paling penting sekali
untuk metabolisme inti sel dan pematangan sel.

4
5. Pathways

5
6. PemeriksaanPenunjang
Pemeriksaan Diagnostic :
a. Jumlah darah lengkap Hb dan Ht menurun.

1) Jumlah eritrosit : menurun (AP), menurun berat (Aplastik), MCV dan MCH
menurun dan mikrositik dengan eritrosit hipokromik (DB), peningkatan (AP),
pansitopenia (aplastik).
2) Jumlah retikulosit bervariasi : menurun (AP), meningkat (hemolisis).
3) Penurunan SDM : mendeteksi perubahan warna dan bentuk (dapat
mengidentifikasikan tipe khusus anemia).
4) LED : peningkatan menunjukkan adanya reaksi inflamasi.

5) Massa hidup SDM : untuk membedakan diagnose anemia.

6) Tes kerapuhan eritrosit : menurun (DB).

7) SDP : jumlah sel total sama dengan SDM (diferensial) mungkin meningkat
(hemolitik) atau menurun (aplastik).
b. Jumlah trombosit : menurun (aplastik), meningkat (DB), normal / tinggi (hemolitik).
c. Hb elektroforesis : mengidentifikasi tipe struktur Hb.

d. Bilirubin serum (tidak terkonjugasi) : meningkat (AP, hemolitik)

e. Folat serum dan vit. B12 : membantu mendiagnosa anemia.

f. Besi serum : tidak ada (DB), tinggi (hemolitik).

g. TIBC serum : menurun (DB).

h. Masa perdarahan : memejang (aplastik).

i. LDH serum : mungkin meningkat (AP).

j. Tes Schilling : penurunan eksresi vit B12 urin (AP)

k. Guaiac : mungkin positif untuk darah pada urin, feses, dan isi gaster, menunjukan
perdarahan akut / kronis (DB)
l. Analisa gaster : penurunan sekresi dengan peningkatan pH dan tak adanya asam
hidroklorotik bebas (AP).
m. Aspirasi sumsum tulang / pemeriksaan biopsy : sel mungkin tampak berubah dalam
jumlah, ukuran, bentuk, membedakan tipe anemia.
6
n. Pemeriksaan endoskopi dan radiografik : memeriksa sisi perdarahan, perdarahan GI.

7. Penatalaksanaan

a. Anemia Karena Perdarahan

Pengobatan terbaik adalah transfuse darah. Pada perdarahan kronik diberikan


transfuse packed cell. Mengatasi rejatan dan penyebab perdarahan. Dalam keadaan
darurat pemberian cairan intravena dengan cairan infuse apa saja yang tersedia
(Keperawatan Medikal Bedah 2).
b. Anemia Defesiensi

Anemia defisiensi besi (DB). Respon regular DB terhadap sejumlah besi cukup
mempunyai arti diagnostic, pemberian oral garam ferro sederhana (sulfat, glukanat,
fumarat). Merupakan terapi yang murah dan memuaskan. Preparat besi parenteral
(dektram besi) adalah bentuk yang efektif dan aman digunakan bila diperhitungkan
dosis tepat, sementara itu keluarga harus diberi edukasi tentang diet penerita, dan
konsumsi susu harus dibatasi lebih baik 500 ml/24 jam. Jumlah makanan ini
mempunyai pengaruh ganda yakni jumlah makanan yang kaya akan besi bertambah
dan kehilangan darah karena intolerasni protein susu sapi tercegah (Behrman E
Richard, IKA Nelson ; 1692). Anemia defesiensi asam folat, meliputi pengobatan
terhadap penyebabnya dan dapa dilakukan pula dengan pemberian / suplementasi
asam folat oral 1 mg/hari (Mansjoer Arif, Kapita Selekta Kedokteran ; 553).
c. Anemia Hemolitik

Anemia hemolitik autoimun. Terapi inisial dengan menggunakan prednisone 1 -2


mg/kg/BB/hari. Jika anemia mengancam hidup, transfuse harus diberikan dengan
hati – hati. Apabila prednisone tidak efektif dalam menanggulangi kelainan itu, atau
penyakit mengalami kekambuhan dalam periode tapperingoff dari prednisone maka
dianjurkan untuk dilakukan splektomi. Apabila keduanya tidak

menolong, maka dilakukan terapi dengan menggunakan berbagai jenis obat


imunosupresif. Immunoglobulin dosis tinggi intravena (500 mg/kg/BB/hari selama 1
– 4 hari ) mungkin mempunyai efektifitas tinggi daam mengontrol hemolisis. Namun
efek pengobatan ini hanya sebentar (1 – 3 minggu) dan sangat mahal harganya.
Dengan demikian pengobatan ini hanya digunakan dalam situasi gawat darurat dan

7
bila pengobatan ini hanya digunakan prednisone merupakan kontra indikasi
(Manjoer Arif, kapita Selekta Kedokteran ; 552). Anemia hemolitik karena
kekurangan enzim. Pencegahan hemolisis adalah cara terapi yang paling penting.
Transfuse tukar mungkin terindikasi untuk hiperbillirubenemia pada neonates.
Transfuse eritrosit terpapar diperlukan untuk anemia berat atau kritis aplastik. Jika
anemia terus menerus berat atau jika diperlukan transfuse yang sering, splektomi
harus dikerjakan setelah umur 5 – 6 tahun ( Behrman E Richard, IKA Nelson ;
1713). Sferositosis herediter. Anemia dan hiperbilirubenemia yang cukup berat
memerlukan fototerapi atau transfuse tukar, karena sferosit pada SH dihancurkan
hampir seluruhnya oleh limfa, maka splektomi melenyapkan hampir seluruh
hemolisis pada kelainan ini. Setelah splenektomi sferosis mungkin lebih banyak,
meningkatkan fragilitas osmotic, tetapi anemia retikalositosis dan hiperbilirubinemia
membaik (Behrman E Richard, IKA Nelson ; 1700). Thalasemia. Hingga sekarang
tidak ada obat yang dapat menyembuhkannya. Transfuse darah diberikan bila kadar
Hb telah rendah (kurang dari 6%) atau bila anak mengeluh tidak mau makan atau
lemah. Untuk mengeluarkan besi dari jaringan tubuh diberikan ion chelating agent,
yaitu Desferal secara intramuscular atau intravena. Splenektomi dilakukan pada anak
lebih dari 2 tahun sebelum didapatkan tanda hiperplenome atau hemosiderosis. Bila
kedua tanda itu telah tampak, maka splenektomi tidak banyak gunanya lagi. Sesudah
splenektomi biasanya frekuensi transfuse darah menjadi jarang. Diberikan pula

bermacam – macam vitamin, tetapi preparat yang mengandung besi merupakan


indikasi kontra (Keperawatan Medikal Bedah 2).

8. Diagnose Keperawatan Yang Mungkin Muncul

a. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen


seluler yang diperlukan untuk pengiriman oksigen / nutrisi ke sel.
b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan mencerna / absorbsi nutrient yang diperlukan untuk
pembuatan SDM normal.

8
9. Perencanaan Keperawatan
Dx. Kep Tujuan Intervensi

Perubahan Perfusi Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji vital sign


jaringan berhubungan keperawatan selama 2 x 24 jam 2. Tinggikan kepala
dengan penurunan diharapakan perfusi jaringan tempat tidur sesuai
komponen seluler yang adekuat. Criteria hasil : toleransi
diperlukan Indicator Awal Tujua 3. Catat
untuk pengiriman O2 / n adanya keluhan rasa
nutrisi ke sel 1. Membrane 2 5 dingin
mukosa 4. Berkolabora si
warna merah dalam pemberian
muda transfuse, pemeriksaa
2. Tidak ada 5 5 n Hb/Ht.
sesak
3. Tidak ada 5 5
sianosis
4. Akral hangat 2 5
Keterangan :
1. berat

2. cukup berat

3. Sedang

4. Ringan

5. Tidak ada

9
Perubahan nutrisi setelah dilakukan asuhan 1. kaji riwayat nutrisi
kurang dari kebutuhan keperawatan selama 2 x 24 jam termasuk makanan
tubuh berhubungan Kebutuhan nutrisi terpenuhi. yang di sukai
dangan kegagalan Dengan kriteria hasil: 2. Observasi dan catat
untuk mencerna atau Indikator awal Tuj. masukan makanan
ketidak mampuan 1.Menunjukan 2 5 pasie
mencerna makanan peningkatan 3. Timbang
/absorpsi nutrient atau BB setiap hari.
yang diperlukan untuk mempetahanka 4. Berikan makanan
pembentukan sel darah n berat badan sedikit dan
merah dengan nilai Prekuensi Serin
laboratorium
5. Observasi dan catat
normal
kejadian mual
2.tidak 3 5
atau muntah,flatu s dan
mengalami
gejala lain yang
tana mal nutrisi
berhubunga n.
3.menunjuka 2 5
6. Berikan dan Bantu
perilaku pola
hygiene mulut
hidup untuk
yang baik sebelum dan
meningkatkan
sesudah makan,guna
dan atau
kan sikat
mempertahank
gigi halus untuk
an berat badan
penyikatan yang
yang sesuai.
lembut.berikan pencuci
Keterangan :
mulut yang
1. Berat 2. Ringan diencerkan bila

3. cukup berat 4. Sedang mukosa oral luka.

5. Tidak ada

10
10. Evaluasi
Perbandingan yang sistemik atau terencana tentang kesehatan pasien dengan
tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan dengan cara berkesinambungan, dengan
melibatkan pasien, keluarga dan tenaga kesehatan lainnya.
Evaluasi pasien dengan Anemia adalah
1. Membrane mukosa warna merah muda
2. Tidak ada sesak
3. Tidak ada sianosis
4. Akral hangat
5.Menunjukan peningkatan atau mempetahankan berat badan dengan nilai
laboratorium normal
6. tidak mengalami tanda mal nutrisi
7.menunjuka perilaku pola hidup untuk meningkatkan dan atau mempertahankan
berat badan yang sesuai.

11
Daftar Pustaka

Andrea Saferi Wijaya, dkk. 2013. KMB 2. Yogyakarta : Nuha Medika

Nurarif, Huda Amin. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan


Diagnosa Medis & Nanda Nic Noc. Yogyakarta : Mediaction
Publishing

Wijaya Andra Saferi, Yessi Mariza Putri. 2013. KMB 2 Keperawatan


Medikal Bedah ( Keperawatan Dewasa). Yogyakarta : Medical Book

Soebroto, Ikhsan. 2010. Cara Mudah Mengatasi Problem Anemia.


Yogyakarta : Bangkit

12

Anda mungkin juga menyukai