Anda di halaman 1dari 27

Laporan Pendahuluan (LP) pada kasus Gastroentritis (GEA)

Dosen Pembimbing : Ibu Marwati, Ners, M.Kep

Disusun oleh : Muammar Syah Zihan


Tingkat : 2A
NIM : 19031
Kelompok : 11

STIKES AHMAD DAHLAN CIREBON

1
1. Pengertian
Gastroenteritis secara luas digunakan untuk menguraikan pasien yang mengalami
perkembangan diare dan muntah akut yang mengacu pada terdapat proses inflamasi
dalam lambung dan usus. Diare adalah defekasi cair lebih dari 3 kali sehari, tanpaatau
dengan lendir dan atau darah dalam feses (Sodikin, 2011).

Gastroenteritis adalah peradangan pada lambung, usus kecil dan usus besar dengan
berbagai kondisi patologis dari saluran gastrointestinal dengan tanda gejala diare,
disertai dengan atau tanpa muntah dan ketidaknyamanan pada abdomen. Diare pada
situasi gastrointestinal merupakan keadaan peningkatan frekuensi, konsistensi feses
yang lebih cair, feses dengan kandungan air yang banyak dan feses bisa disertai
dengan lendir atau darah (Muttaqin, Arif & Kumala Sari, 2011).

2. Etiologi

Penyebab terjadinya gastroenteritis terdiri dari (Muttaqin, Arif & Kumala Sari, 2011):

1. Infeksi virus, berkisar 50-70% dari kejadian gastroenteritis.

Norovirus atau Norwalk virus merupakan penyebab utama gastroenteritis viral di


Amerika Serikat. Cara transmisi adalah fekal-oral, manusia ke manusia, air yang
terkontaminasi feses norovirus. Masa inkubasi 12-48 jam dengan gejala awal mual,
diare, muntah, nyeri kepala dan hipertermi. Agen virus lainnya yang juga
menyebabkan gastroenteritis viral, meliputi: Caliciviruses, Rotavirus, Adenovirus,
Parvovirus, Astrovirus, Coronavirus, Pestivirus dan Torovirus.

2. Infeksi bakteri, berkisar 15-20% dari kejadian gastroenteritis. Cara transmisi adalah
fekal-oral, manusia ke manusia, air yang terkontaminasi feses dengan bakteri meliputi
Shigella, Salmonella, C. jejuni, Yersinia enterocolitica, E. coli, V. cholera,
Aeromonas, B. cereus, C. difficile, Clostridium perfringens, Listeria, M
aviumintracellulare (MAI), immunocompromised, Providencia, V. parahaemolyticus
dan V. vulnificus.

2
3. Infeksi parasit, berkisar 10-15% dari kejadian gastroenteritis. Berbagai agen parasit
bisa menginvasi saluran gastrointestinal dan memberikan respons peradangan dengan
manifestasi diare, mual, dan muntah. Agen parasit tersebut meliputi: Giardia,
Amebiasis, Cryptosporidium dan Cyclospora.

4. Toksisitas makanan. Kondisi toksisitas makanan bisa memberikan respons


peradangan dengan manifestasi diare. Agen toksisitas bisa dihasilkan Oleh toksin (S.
aureus, B. cereus) dan post kolonisasi kuman (V. cholera, C. perfringens,
enterotoxigenic, E coli, Aeromonas).

5. Keracunan kerang dan binatang dari laut. Beberapa kondisi keracunan bahan laut
dibagi menjadi: Paralytic shellfish poisoning(PSP) - Saxitoxin, Neurologic shellfish
poisoning (NSP) -Brevetoxin, Diarrheal shellfish poisoning (DSP) - Okadaic acid,
Amnesic shellfish poisoning - Domoic acid, Scombroid (Melakukan konversi histidin
menjadi histamin).

6. Obat-obatan. Agen obat yang berhubungan peradangan gastrointestinal, meliputi:

a. Kolinergik.

b. Quinidine.

c. Sorbitol.

d. Laksatif, termasuk magnesium pada antasida.

e. Antibiotik, berhubungan dengan perubahan flora normal.

7. Makanan dan minuman. Pada kondisi zat gizi berkurang, kelaparan apalagi perut
kosong dalam waktu yang cukup lama, kemudian pada waktu yang bersamaan diisi
dengan makanan dan minuman dalam jumlah banyak, terutama makanan yang
mengandung lemak, banyak serat, terlalu manis atau dapat juga karena kekurangan

3
zat putih telur maka akan meningkatkan respons saluran gastrointestinal dan terjadi
peradangan.

3. Patofisiologi

Menurut Muttaqin & Kumala Sari (2011) secara umum kondisi peradangan pada
gastrointestinal disebabkan oleh infeksi pada mukosa dengan melakukan invasi,
memproduksi sitotoksin dan atau enterotoksin. Mekanisme ini menghasilkan
peningkatan sekresi cairan dan atau menurunkan absorpsi cairan sehingga terjadi
hilangnya nutrisi dan elektrolit. Mekanisme dasar yang menyebabkan diare, meliputi
halhal sebagai berikut:

1. Gangguan osmotik, kondisi ini berhubungan dengan asupan makanan atau zat yang
sulit diserap oleh mukosa intestinal dan akan menyebabkan peningkatan tekanan
osmotik dalam rongga usus sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit ke dalam
rongga mengeluarkannya sehingga timbul diare.

2. Respons inflamasi mukosa, terutama pada seluruh permukaan intestinal akibat


produksi enterotoksin dari agen infeksi memberikan respons peningkatan aktivitas
sekresi air dan elektrolit oleh dinding usus ke dalam rongga usus dan selanjutnya
timbul diare karena peningkatan isi rongga usus.

3. Gangguan motilitas usus, terjadinya peningkatan peristaltik ususakan


mengakibatkan kesempatan usus berkurang untuk menyerap makanan sehingga
timbul diare, sebaliknya bila peristaltik usus menurun akan mengakibatkan bakteri
timbul berlebihan yang selanjutnya dapat menimbulkan diare pula.

4. Manifestasi Klinis

Gambaran awal dimulai dengan bayi atau anak menjadi gelisah, cengeng, suhu tubuh
mungkin meningkat, nafsu makan berkurang atau tidak ada kemudian timbul diare.
Feses makin cair mungkin mengandung lendir atau darah dan warna feses menjadi

4
kehijau-hijauan karena bercampur empedu. Gejala muntah dapat terjadi sebelum atau
sesudah terjadi diare (Sodikin, 2011). Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di
Rumah Sakit (2009) mengkategorikan tanda dan gejala berdasarkan jenis diare yang
dibagi menjadi 3, yaitu:

1. Diare Akut

Diare lebih dari 3 kali berlangsung kurang dari 14 hari dengan disertai pengeluaran
feses lunak atau cair, tidak mengandung darah, mungkin disertai panas dan muntah.
Apabila penderita telah
mengalami banyak kehilangan air dan elektrolit, maka dapat terjadi
gejala dehidrasi.

Tabel 2.1 Tanda dan gejala berdasarkan tingkat dehidrasi anak dengan diare

Klasifikasi Terdapat dua atau lebih dari tanda di


Tanda dan Gejala bawah ini:

Dehidrasi Berat a. Tidak sadar/letargis


b. Mata cekung
c. Tidak bisa minum atau malas minum
d. Cubitan kulit perut kembali
sangat lambat (≥ 2 detik)

Dehidrasi Ringan/Sedang Terdapat dua atau lebih tanda di


bawah ini:
a. Rewel, gelisah

b. Mata cekung
c. Minum dengan
lahap, haus

5
d. Cubitan kulit kembali lambat

Tanpa Dehidrasi Tidak terdapat cukup tanda untuk


diklasifikasikan sebagai dehidrasi ringan
atau berat.

Sumber: Kemenkes RI (2009)

Curigai kolera pada anak dengan umur di atas 2 tahun yang menderita diare akut dan
dehidrasi berat, jika kolera terjadi didaerah tempat tinggal anak dengan tanda dan
gejala diare seperti cucian air beras yang sering dan banyak.

2. Diare Persisten

a. Diare Persisten Berat


Bayi atau anak dengan diare yang berlangsung selama lebih dari 14 hari, dengan
tanda dehidrasi sedang atau berat, kehilangan berat badan yang nyata, dengan volume
feses dalam jumlah banyak

b. Diare Persisten (Tidak Berat)


Diare pada anak yang telah berlangsung selama 14 hari atau lebih yang tidak terdapat
tanda dehidrasi dan tidak menderita gizi buruk.

3. Disentri
Tanda gejala disentri adalah BAB cair, sering dan disertai dengan darah yang dapat
dilihat dengan jelas. Shigellosis menimbulkan tanda radang akut meliputi:
a. Letargis
b. Demam
c. Kejang
d. Nyeri perut
e. Prolaps rectum

6
Di samping itu bisa juga menimbulkan gangguan pencernaan, kekurangan zat gizi
dan dehidrasi. Dapat juga kemungkinan invaginasi dengan tanda dan gejala: dominan
lendir dan darah, massa intra-abdominal dan muntah, kesakitan dan gelisah.

5. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Muttaqin & Kumala Sari (2011) pemeriksaan penunjang pada penyakit
gastroenteritis, yaitu:
1. Pemeriksaan darah rutin, digunakan untuk mendeteksi kadar berat
jenis plasma dan adanya kelainan pada peningkatan kadar leukosit.
2. Pemeriksaan elektrolit, terutama kadar natrium, kalium, kalsium
dan fosfat.
3. Pemeriksaaan analisa gas darah, untuk mengidentifikasi gangguan
keseimbangan asam basa dalam darah.
4. Pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin, digunakan untuk
mengetahui faal ginjal.
5. Pemeriksaan enzim, untuk menilai keterlibatan rotavirus dengan
ELISA ( Enzyme-linked Immunosorbent Assay).
6. Pemeriksaan feses, untuk mendeteksi agen penyebab.
7. Pemeriksaan endoskopi walaupun jarang dilakukan, dengan
sigmoidoskopi dapat mendeteksi penyakit kolitis pseudomembran.

6. Komplikasi Gastroenteritis

Menurut Maryunani (2010) sebagai akibat dari gastroenteritis akan terjadi beberapa
hal sebagai berikut:
1. Kehilangan air (dehidrasi)Dehidrasi terjadi karena kehilangan air (output) lebih
banyak dari pemasukan (input), merupakan penyebab terjadinya kematian pada
diare
2. Gangguan keseimbangan asam basa (metabolik asidosis)Hal ini terjadi karena
kehilangan Na-bikarbonat bersama tinja. Metabolisme lemak tidak sempurna

7
sehingga benda kotor tertimbun dalam tubuh, terjadinya penimbunan asam laktat
karena adanya anoreksia jaringan. Produk metabolisme yang bersifat asam meningkat
karena tidak dapat dikeluarkan oleh ginjal (terjadioliguria atau anuria) dan terjadinya
pemindahan ion Na dari cairan ekstraseluler ke dalam cairan intraseluler.

3. Hipoglikemia

Hipoglekemia terjadi pada 2-3% anak yang menderita diare, lebih sering pada anak
yang sebelumnya telah menderita Kekurangan Kalori Protein (KKP). Hal ini terjadi
karena adanya gangguan penyimpanan atau glikogen dalam hati dan adanya
gangguan metabolik glukosa. Gejala hipoglikemia akan muncul jika kadar glukosa
darah menurun hingga 40% pada bayi dan 50% pada anak-anak.

4. Gangguan gizi

Terjadinya penurunan berat badan dalam waktu singkat, hal ini disebabkan oleh
makanan sering dihentikan oleh orang tua karena takut diare atau muntah yang
bertambah hebat, walaupun susu diteruskan sering diberikan dengan pengeluaran
tetapi susu yang encer ini diberikan terlalu lama serta karena adanya peningkatan
peristaltik usus, makanan yang diberikan sering tidak dapat dicerna dan diabsorbsi
dengan baik.

5. Gangguan sirkulasi

Sebagai akibat diare dapat terjadi syok hipovolemik, akibatnya perfusi jaringan
berkurang dan terjadi hipoksia, asidosis bertambah berat, dapat mengakibatkan
kesadaran menurun, perdarahan otak dan klien akan meninggal bila tidak segera
diatasi.

7. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan Medis
Dasar pengobatan diare adalah:

8
a. Pemberian cairan, jenis cairan, cara memberikan cairan, jumlah
pemberiannya.

1) Cairan per oral


Pada klien dengan dehidrasi ringan dan sedang diberikan peroral berupa
cairan yang bersifat NaCl dan NaHCO3 dan glukosa. Cairan oralit yang
dianjurkan oleh WHO-ORS, tiap 1 liter mengandung Osmolalitas 333
mOsm/L, Karbohidrat 20 g/L, Kalori 85 cal/L. Elektrolit yang dikandung
meliputi sodium 90 mEq/L, potassium 20 mEq/L, Chloride 80 mEq/L,
bikarbonat 30 mEq/L (Dipiro et.al., 2005). Ada beberapa cairan rehidrasi oral:

a) Cairan rehidrasi oral yang mengandung NaCl, KCL, NaHCO3 dan


glukosa, yang dikenal dengan nama oralit.

b) Cairan rehidrasi oral yang tidak mengandung komponen-komponen di


atas misalnya: larutan gula, air tajin, cairan-cairan yang tersedia di
rumah dan lain-lain, disebut CRO tidak lengkap

2) Cairan parentral
Cairan Ringer Laktat sebagai cairan rehidrasi parenteral tunggal. Selama
pemberian cairan parenteral ini, setiap jam perlu dilakukan evaluasi:

a) Jumlah cairan yang keluar bersama tinja dan muntah


b) Perubahan tanda-tanda dehidrasi (Suharyono, dkk., 1994 dalam
Wicaksana, 2011).

b. Pengobatan Antibiotik
Pemberian antibotik secara empiris jarang diindikasikan pada diare akut
infeksi, karena 40% kasus diare infeksi sembuh kurang dari 3 hari tanpa
pemberian anti biotik. Pemberian antibiotik di indikasikan pada : Pasien
dengan gejala dan tanda diare infeksi seperti demam, feses berdarah,, leukosit

9
pada feses, mengurangi ekskresi dan kontaminasi lingkungan, persisten atau
penyelamatan jiwa pada diare infeksi, diare pada pelancong, dan pasien
immunocompromised. Contoh antibiotic untuk diare Ciprofloksasin 500mg
oral (2x sehari, 3 – 5 hari), Tetrasiklin 500 mg (oral 4x sehari, 3 hari),
Doksisiklin 300mg (Oral, dosis tunggal), Ciprofloksacin 500mg,
Metronidazole 250-500 mg (4xsehari, 7-14 hari, 7-14 hari oral atauIV).

Penatalaksanaan keperawatan :

Penatalaksanaan keperawatan menurut Nelson (1999) antara lain :


a) Penderita yang dirawat inap harus ditempatkan pada tindakan pencegahan enterik
termasuk cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan penderita.
b) Jas panjangbilaada kemungkinan pencernaran dan sarung tangan bila menyentuh
barang terinfeksi.
c) Penderita dan keluarganya diedukasi mengenal cara perolehan entero patogen dan
cara mengurangi penularan.

8. Pencegahan

Kegiatan pencegahan penyakit gastroenteritis dengan diare yang benar dan efektif
yang dapat dilakukan menurut Kemenkes RI (2015)dalam Buku Saku LINTAS Diare
adalah:
1. Berikan ASI selama 6 bulan (ASI eksklusif) dan teruskan sampai 2 tahun.
2. Memberikan makanan pendamping ASI/MP ASI sesuai dengan umur anak.
3. Gunakan air bersih yang cukup, memberikan air minum yang sudah direbus sampai
mendidih.
4. Mencuci tangan pakai sabun dan air mengalir terutama sebelum makan, sesudah
buang air besar, sesudah menceboki anak, sebelum menyiapkan makanan dan
sebelum menyusui.
5. Buang air besar dan tinja anak dijamban.
6. Berikan imunisasi campak.

10
9. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

A. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian dilakukan dengan melakukan anamnesis pada pasien. Data-data yang
dikumpulkan atau dikaji meliputi :
1. Identitas Pasien
2. Riwayat Kesehatan

a. Keluhan Utama
BAB lebih dari 3 kali

b. Riwayat Penyakit Sekarang


BAB warna kuning kehijauan, bercamour lendir dan darah atau lendir saja.
Konsistensi encer, frekuensi lebih dari 3 kali, waktu pengeluaran : 3-5 hari (diare
akut), lebih dari 7 hari ( diare berkepanjangan), lebih dari 14 hari (diare kronis).

c. Riwayat Penyakit Dahulu


Pernah mengalami diare sebelumnya, pemakian antibiotik atau kortikosteroid
jangka panjang (perubahan candida albicans dari saprofit menjadi parasit), alergi
makanan, ISPA, ISK, OMA campak.

d. Riwayat Kesehatan Keluarga


Ada salah satu keluarga yang mengalami diare.

e. Riwayat Kesehatan Lingkungan


Penyimpanan makanan pada suhu kamar, kurang menjaga kebersihan,
lingkungan tempat tinggal.

f. Riwayat Nutrisi
Pada anak usia toddler makanan yang diberikan seperti pada orang dewasa, porsi
yang diberikan 3 kali setiap hari dengan tambahan buah dan susu. kekurangan
gizi pada anak usia toddler sangat rentan,. Cara pengelolahan makanan yang

11
baik, menjaga kebersihan dan sanitasi makanan, kebiasan cuci tangan,

1. Data Bio-Psiko-Sosial-Spiritual

a. Bernafas
Kaji pernafasan pasien. Kaji apakah pasien mengalami kesulitan saat bernafas
b. Makan dan Minum
Perlu ditanyakan kebiasaan makan dan minum sebelum dan selama MRS.
Kebiasaan : pola makan, frekuensi, jenis. Perubahan :setelah di rumah sakit
c. Eliminasi
1) BAK
Kebiasaan : frekuensi, warna, bau.
Perubahan setelah sakit
2) BAB
Kebiasaan : frekuensi, warna, konsistensi.
Perubahan setelah sakit.
d. Gerak dan Aktivitas
Kaji gerak dan aktivitas pasien selama berada di RS
e. Istirahat dan tidur
Kebiasaan : kaji kebiasaan istirahat tidur pasien
Perubahan setelah sakit
f. Kebersihan Diri
Kaji bagaimana toiletingnya pasien.
g. Pengaturan suhu tubuh
Cek suhu tubuh pasien, normal(36°-37°C), pireksia/demam(38°-40°C),
hiperpireksia=40°C< ataupun hipertermi <35,5°C.
h. Rasa Nyaman
Observasi adanya keluhan yang mengganggu kenyamanan pasien. Observasi
nyeri yang di keluhkan pasien.
i. Rasa Aman

12
Kaji keluarga pasien mengenai kecemasan yang ia rasakan
j. Sosialisasi dan Komunikasi
Observasi social dan komunikasi pasien. Kaji apakan pasien mampu bercanda
dengan keluarganya.
k. Bekerja
Kaji pasien apakah pasien mampu bermain dan bercanda dengan keluarganya
i. Ibadah
Ketahui agama apa yang dianut pasien
j. Rekreasi
Observasi apakah sebelumnya pasien sering rekreasi dan sengaja meluangkan
waktunya untuk rekreasi. Tujuannya untuk mengetahui teknik yang tepat saat
depresi.
k. Pengetahuan atau belajar
Seberapa besar keingintahuan keluarga mengenai cara pencegahan diare pada
anak. Disinilah peran perawat untuk memberikan HE kepada keluarga pasien
mengenai cara pencegahan diare pada anak.
2. Pemeriksaan Fisik
1. Inspeksi : mata cekung,ubun-ubun besar,selaput lendir,mulut dan bibir
kering,berat badan menurun,anus kemerahan.
2. Perkusi : adanya distensi abdomen.
3. Palpasi : Turgor kulit kurang elastis
4. Auskultasi : terdengarnya bising usus.

B. Diagnosis Keperawatan

1. Defisit nutrisi

a. Definisi : asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolisme

b. Batasan karakteristik :

13
1) Gejala dan tanda mayor

a) Subjektif : -

b) Objektif :

- Berat badan menurun minimal 10% di bawah rentang ideal

2) Gejala dan tanda minor

a) Subjektif :

- Cepat kenyang setelah makan

- Kram / nyeri abdomen

- Nafsu makan menurun

b) Objektif :

- Bising usus hiperaktif

- Otot pengunyah lemah

- Otot menelan lemah

- Membrane mukosa pucat

- Sariawan

- Serum albumin turun

- Rambut rontok berlebih

- Diare

c. Faktor yang berhubungan :

14
1) Dehidrasi

2) Terpapar lingkungan panas

3) Proses penyakit (mis. infeksi, kanker)

4) Ketidaksesuaian pakaian dengan suhu lingkungan

5) Peningkatan laju metabolism

6) Respon trauma

7) Aktivitas berlebihan

8) Penggunaan inkubator

2. Hipertermia

a. Definisi : suhu tubuh meningkat diatas rentang normal tubuh

b. Batasan karakteristik :

1) Gejala dan tanda mayor

a) Subjektif : -

b) Objektif :

- Suhu tubuh diatas nilai normal

2) Gejala dan tanda minor

a) Subjektif : -

b) Objektif :

- Kulit merah

15
- Kejang

- Takikardi

- Takipnea

- Kulit terasa hangat

c. Faktor yang berhubungan :

1) Dehidrasi

2) Terpapar lingkungan panas

3) Proses penyakit (mis. infeksi, kanker)

4) Ketidaksesuaian pakaian dengan suhu lingkungan

5) Peningkatan laju metabolism

6) Respon trauma

7) Aktivitas berlebihan

8) Penggunaan inkubator

3. Risiko hipovolemia

a. Definisi : berisiko mengalami penurunan volume cairan intravascular, interstisial,


dan/atau intraselular

b. Faktor risiko :

1) Kehilangan cairan secara aktif

2) Gangguan absorbsi cairan

3) Usia lanjut

16
4) Kelebihan berat badan

5) Status hipermetabolik

6) Kegagalan mekanisme regulasi

7) Evaporasi

8) Kekurangan intake cairan

9) Efek agen farmakologis

4. Risiko ketidakseimbangan elektrolit

a. Definisi : berisiko mengalami perubahan kadar serum elektrolit

b. Faktor risiko :

1) Ketidakseimbangan cairan (mis. dehidrasi dan intoksikasi air)

2) Kelebihan volume cairan

3) Gangguan mekanisme regulasi (mis. diabetes)

4) Efek samping prosedur (mis. pembedahan)

5) Diare

6) Muntah

7) Disfungsi ginjal

8) Disfungsi regulasi endokrin

17
C. Rencana Keperawatan

N Diagnosa Tujuan atau Kriteria Intervensi


o Keperawatan Hasil
1. Defisit nutrisi Setelah dilakukan tindakan Manajemen nutrisi
keperawatan selama ...... x  Identifikasi status nutrisi
24 jam diharapkan
pemenuhan nutrisi  Identifikasi alergi dan intoleransi
seimbang kembali dengan makanan
kriteria hasil :
Status Nutrisi  Identifikasi makanan yang disukai
 Frekuensi makan
normal  Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis
nutrien
 Nafsu makan
membaik  Identifikasi perlunya penggunaan
selang nasogastric
 Bising usus dalam
 Monitor asupan makanan
batas normal
 Monitor berat badan
 Tidak ada diare
 Monitor hasil pemeriksaan
 Meningkatnya laboratorium
verbalisasi keinginan
untuk meningkatkan  Lakukan oral hygiene sebelum makan
nutrisi
 Fasilitasi menentukan pedoman diet
 Sikap terhadap (mis. piramida makanan)
makanan / minuman  Sajikan makanan secara menarik dan
baik sesuai dengan suhu yang sesuai
tujuan kesehatan
 Berikan makanan tinggi serat untuk
mencegah konstipasi

 Berikan makanan tinggi kalori dan


tinggi protein

 Berikan suplemen makanan

 Hentikan pemberian makan melalui


selang nasogastric jika asupan oral

18
dapat ditoleransi

 Anjurkan posisi duduk

 Ajarkan diet yang diprogramkan

 Kolaborasi pemberian medikasi


sebelum makan (mis. pereda nyeri)

 Kolaborasi dengan ahli gizi untuk


menentukan jumlah kalori dan jenis
nutrien yang dibutuhkan jika perlu

Promosi berat badan


 Identifikasi kemungkinan penyebab
BB kurang

 Monitor adanya mual dan muntah

 Monitor jumlah kalori yang


dikonsumsi sehari-hari

 Monitor berat badan

 Monitor albumin, limfosit, dan


elektrolit, serum

 Berikan perawatan mulut sebelum


pemberian makan

 Sediakan makanan yang tepat sesuai


kondisi pasien (mis. makanan dengan
tekstur halus, makanan yang
diblender, makanan cair yang
diberikan melalui NGT atau
gastrostomy, total perenteral nutrition
sesuai indikasi)

 Hidangkan makanan secara menarik

 Berikan suplemen

 Berikan pujian pada pasien / keluarga

19
untuk peningkatan yang dicapai

 Jelaskan jenis makanan yang bergizi


tinggi, namun tetap terjangkau

 Jelaskan peningkatan asupan kalori


yang dibutuhkan

Pemantauan nutrisi
 Identifikasi faktor yang
mempengaruhi asupan gizi (mis.
pengetahuan, ketersediaan makanan,
dsb)

 Identifikasi perubahan berat badan

 Identifikasi kelainan pada kulit

 Identifikasi kelainan pada rambut

 Identifikasi pola makan

 Identifikasi kelainan pada kuku

 Identifikasi kemampuan menelan

 Identifikasi kelainan rongga mulut

 Identifikasi kelainan eliminasi (mis.


diare, darah, lendir, dan eliminasi yang
tidak teratur)

 Monitor mual dan muntah

 Monitor asupan oral

 Monitor warna konjungtiva

 Monitor hasil laboratorium (mis. kadar


kolesterol, albumin serum, transferrin,
kreatinin, hemoglobin, hematocrit, dan
elektrolit darah)

 Timbang berat badan

20
 Ukur antropometrik komposisi tubuh
(mis. indeks massa tubuh, pengukuran
pinggang, dan ukuran lipatan kulit)

 Hitung perubahan berat badan

 Atur interval waktu pemantauan sesuai


dengan kondisi pasien

 Dokumentasikan hasil pemantauan

 Jelaskan tujuan dan prosedur


pemantauan

 Informasikan hasil pemantauan

2. Hipertermia Setelah dilakukan tindakan Manajemen hipertermia


keperawatan selama ... x 24  Identifikasi penyebab hipertermia
jam diharapkan suhu tubuh (mis. dehidrasi, terpapar lingkungan
kembali normal dengan panasm penggunaan incubator)
kriteria hasil :
Termoregulasi  Monitor suhu tubuh
 Menggigil berkurang
 Warna kulit normal  Monitor kadar elektrolit
 Kejang berkurang
 Tidak pucat  Monitor haluaran urine
 Frekuensi pernapasan
 Monitor komplikasi akibat hipertermia
normal
 Denyut nadi dalam  Sediakan lingkungan yang dingin
batas normal
 Suhu tubuh dalam batas  Longgarkan atau lepaskan pakaian
normal
 Basahi dan kipasi permukaan tubuh
 Tekanan darah dalam
batas normal  Berikan cairan oral

 Ganti linen setiap hari atau lebih


sering jika mengalami hiperhidrosis
(keringat berlebih)

 Lakukan pendinginan eksternal (mis.


selimut hipotermia atau kompres pada
dahi, leher, dada. Abdomen, aksila)

21
 Hindari pemberian antopiretik atau
aspirin

 Anjurkan tirah baring

 Kolaborasi pemberian cairan dan


elektrolit intravena

Regulasi temperatur
 Monitor suhu bayi sampai stabil (36,5-
37,5oC)
 Monitor suhu tubuh anak tiap dua jam
 Monitor tekanan darah, frekuensi
pernapasan dan nadi
 Monitor warna dan suhu kulit
 Monitor dan catat tanda dan gejala
hipotermia atau hipertermia
 Pasang alat pembantu suhu kontinu
 Tingkatkan asupan cairan dan nutrisi
yang adekuat
 Bedong bayi BBLR ke dalam plastil
segera setelah lahir (mis. bahan
polyethylene, polyurethane)
 Gunakan topi bayi untuk mencegah
kehilangan panas pada bayi baru lahir
 Tempatkan bayi baru lahit di bawah
radiant warmer
 Pertahankan kelembaban incubator
50% atau lebih untuk mengurangi
kehilangan panas karena proses
evaporasi
 Atur suhu incubator sesuai kebutuhan
 Hangatkan terlebih dahulu bahan-
bahan yang akan kontak dengan bayi
(mis. selimut, kain, bedong, stetoskop)
 Hindari meletakkan bayi di dekat
jendela terbuka atau di area aliran
pendingin ruangan atau kipas angin
 Gunakan kasur pendingin, water
circulating blankets, ice pack, atau gel

22
pad dan intravascular cooling
catheterization untuk menurunkan
suhu tubuh
 Sesuaikan suhu lingkungan dengan
kebutuhan pasien
 Jelaskan cara pencegahan heat
exhaustion dan heat stroke
 Demonstrasikan teknik perawatan
metode kanguru (PMK) untuk bayi
BBLR
 Kolaborasi pemberian antipiretil, jika
perlu

3. Risiko hipovolemia Setelah dilakukan tindakan Manajemen hipovolemia


keperawatan selama …x 24  Periksa tanda dan gejala hipovolemia
jam diharapkan pemenuhan (mis. frekuensi nadi meningkat, nadi
kebutuhan volume cairan teraba lemah, dsb)
seimbang dengan kriteria
hasil :  Monitor intake dan output cairan
Status cairan
 Frekuensi nadi dalam  Hitung kebutuhan cairan
batas normal
 Berikan posisi modified trendelenburg
 Output urine meningkat
 Berikan asupan cairan oral
 Membran mukosa
lembab  Anjurkan memperbanyak asupan
cairan oral
 Perasaan lemah
berkurang  Anjurkan menghindari perubahan
posisi mendadak
 Tekanan nadi kuat
 Kolaborasi pemberian cairan IV
 Turgor kulit baik isotonis (mis. NaCl, RL)
 Intake cairan adekuat  Kolaborasi pemberian cairan IV
hipotonis (mis. glukosa 2,5%, NaCl
 Suhu tubuh dalam batas
0,4%)
normal
 Kolaborasi pemberian cairan koloid
(mis. albumin, plasmanate)

 Kolaborasi pemberian produk darah

23
Pemantauan cairan
 Monitor frekuensi dan kekuatan nadi

 Monitor frekuensi napas

 Monitor tekanan darah

 Monitor berat badan

 Monitor waktu pengisian kapiler

 Monitor elastisitas atau turgor kulit

 Monitor jumlah, warna, dan berat jenis


urin

 Monitor kadar albumin dan protein


total

 Monitor hasil pemeriksaan serum

 Monitor intake dan output cairan

 Identifikasi tanda-tanda hipovolemia

 Identifikasi tanda-tanda hypervolemia

 Identifikasi faktor risiko


ketidakseimbangan cairan

 Atur interval waktu pemantauan sesuai


dengan kondisi pasien

 Dokumentasikan hasil pemantauan

 Informasikan hasil pemantauan

4. Risiko Setelah dilakukan tindakan Pemantauan elektrolit


ketidakseimbangan keperawatan selama ...... x  Identifikasi kemungkinan penyebab
elektrolit 24 jam diharapkan ketidakseimbangan elektrolit
pemenuhan kebutuhan
elektrolit seimbang kembali  Monitor kadar elektrolit serum
dengan kriteria hasil :
Keseimbangan cairan  Monitor mual, muntah, dan diare
 Asupan cairan adekuat

24
 Output urin meningkat  Monitor kehilangan cairan

 Asupan makanan  Monitor tanda dan gejala hypokalemia


adekuat
 Monitor tanda dan gejala
 Membran mukosa hyperkalemia
lembab
 Monitor tanda dan gejala hiponatremia
 Tidak ada tanda-tanda
dehidrasi  Monitor tanda dan gejala
hypernatremia
 Frekuensi nadi dalam
batas normal  Monitor tanda dan gejala hipokalsemia

 Nadi teraba kuat  Monitor tanda dan gejala


hiperkalsemia
 Mata tidak cekung
 Monitor tanda dan gejala
 Turgor kulit membaik hipomagnesemia

 Monitor tanda dan gejala


hipermagnesemia

 Atur interval waktu pemantauan sesuai


dengan kondisi pasien

 Dokumentasikan hasil pemantauan

 Jelaskan tujuan dan prosedur


pemantauan

 Informasikan hasil pemantauan

Manajemen diare
 Identifikasi penyebab diare

 Identifikasi riwayat pemberian


makanan

 Identifikasi gejala invaginasi

 Monitor warna, volume, frekuensi,


dan konsistensi tinja

25
 Monitor tanda dan gejala hypovolemia

 Monitor iritasi dan ulserasi kulit di


daerah perianal

 Monitor jumlah pengeluaran diare

 Monitor keamanan penyiapan


makanan

 Berikan asupan cairan oral

 Pasang jalur intravena

 Berikan cairan intravena

 Ambil sampel darah untuk


pemeriksaan darah lengkap dan
elektrolit

 Ambil sampel feses untuk kultur

 Anjurkan makananporsi kecil dan


sering secara bertahap

 Anjurkan menghindari makanan


pembentuk gas, pedas, dan
mengandung laktosa

 Anjurkan melanjutkan pemberian ASI

 Kolaborasi pemberian obat


antimotilitas

 Kolaborasi pemberian obat


antispasmodic / spasmolitik

 Kolaborasi pemberian obat pengeras


feses

26
DAFTAR PUSTAKA

Sodikin. 2011.Asuhan Keperawatan Anak : Gangguan Sistem Gastrointestinal dan


Hepatobilier. Jakarta : Salemba Medika
Muttaqin, Arif & Kumala Sari, 2011 Etiologi dan patofisiologi gastrroentritis

Suharyono, dkk., 2011 Penata laksanaan Gastroentritis : Wicaksana

Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI). 2017.Standar Diagnosis Keperawatan


Indonesia (SDKI).Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat PPNI.
Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI). 2018.Standar Luaran Keperawatan
Indonesia (SLKI). Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat PPNI.
Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI). 2018.Standar Intervensi Keperawatan
Indonesia (SIKI). Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat

27

Anda mungkin juga menyukai