Anda di halaman 1dari 18

BAB I

TINJAUAN TEORI

1. Pengertian Penyakit
Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten, reversibel
dimana trakea dan bronkhi berespon dalam secara hiperaktif terhadap
stimuli tertentu. Asma dimanifestasikan dengan penyempitan jalan nafas
yang mengakibatkan dispnea, batuk dan mengi (Brunner & Suddart, 2011).
Asma adalah suatu keadaan dimana saluran nafas mengalami
penyempitan karena hiperaktivitas pada rangsangan tertentu, yang
mengakibatkan peradangan, penyempitan ini bersifat sementara (Wahid &
Suprapto, 2013). Asma merupakan penyakit jalan napas obstruktif
intermitten, bersifat reversibel dimana trakea dan bronchi berespon secara
hiperaktif terhadap stimuli tertentu serta mengalami peradangan atau
inflamasi (Padila, 2013).
Asma merupakan penyakit kronis yang ditandai dengan peningkatan
kepekaan bronkus terhadap berbagai rangsangan sehingga mengakibatkan
penyempitan saluran pernafasan yang luas, reversibel dan spontan. Asma
terjadi karena adanya gangguan disaluran tenggorokan tempat keluar
masuknya udara. Saat sesuatu pemicu terjadinya asma maka dinding saluran
nafas akan mengetat sehingga saluran nafas akan menyempit dan
menyebabkan penderita mengalami sesak nafas (Haryanto, 2014).

2. Etiologi
Asma adalah suatu obstruktif jalan nafas yang reversibel yang
disebabkan oleh kontraksi otot di sekitar bronkus sehingga terjadi
penyempitan jalan nafas, pembengkakan membran bronkus, dan terisinya
bronkus oleh mukus yang kental.
Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi
timbulnya serangan asma bronchial, antara lain sebagai berikut:

1
a. Faktor predisposisi (genetik)
Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, Penderita dengan penyakit
alergi biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit alergi.
Karena adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit
asma bronkhial jika terpapar dengan foktor pencetus. Selain itu
hipersentifisitas saluran pernafasannya juga bisa diturunkan.
b. Faktor Presipitasi (Pencetus )
1) Alergen, dimana alergen dibagi menjadi tiga jenis , yaitu :
a) Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan. Seperti debu, bulu
binatang,   serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi.
b) Ingestan, yang masuk melalui mulut. Seperti makanan dan obat-
obatan.
c) Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit. seperti
perhiasan, logam dan jam tangan.
2) Perubahan cuaca, kadang-kadang serangan berhubungan dengan musim,
seperti: musim hujan, musim kemarau, musim bunga. Hal ini
berhubungan dengan arah angin serbuk bunga dan debu.
3) Stress atau gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma,
selain itu juga bisa memperberat serangan asma yang sudah ada. Oleh
karena itu pengelolaan strees harus dengan baik, jika stressnya belum
diatasi maka gejala asmanya belum bisa diobati
4) Lingkungan kerja, hal ini berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya
orang yang bekerja di laboratorium hewan, industri tekstil, pabrik asbes,
polisi lalu lintas.
5) Olahraga atau aktifitas jasmani yang berat, sebagian besar penderita
asma akan mendapat serangan jika melakukan aktifitas jasmani atau aloh
raga yang berat. Lari cepat paling mudah menimbulkan serangan asma.
Serangan asma karena aktifitas biasanya terjadi segera setelah selesai
aktifitas tersebut.

2
3. Patofisologis
Adanya faktor pencetus seperti debu, asap rokok, bulu binatang, hawa
dingin terpapar pada penderita. Benda-benda tersebut setelah terpapar
ternyata tidak dikenali oleh sistem di tubuh penderita sehingga dianggap
sebagai benda asing (antigen). Anggapan itu kemudian memicu
dikeluarkannya antibody yang berperan sebagai respon reaksi hipersensitif
seperti neutropil, basophil, dan immunoglobulin E. Masuknya antigen pada
tubuh yang memicu reaksi antigen akan menimbulkan reaksi antigen-
antibodi yang membentuk ikatan seperti key and lock (gembok dan kunci).
Pada asma yang timbul akibat reaksi imunologik, reaksi antigen –
antibody menyebabkan lepasnya mediator kimia yang dapat menimbulkan
kelainan patologi. Mediator kimia tersebut adalah:
a. Histamin
1) Kontraksi otot polos.
2) Dilatasi pembuluh kapiler dan kontraksi pembuluh vena, sehingga
terjadi edema.
3) Bertambahnya sekresi kelenjar dimukosa bronchus, bronkhoilus,
mukosa, hidung dan mata.
b. Bradikinin
1) Kontraksi otot polos bronchus.
2) Meningkatkan permeabilitas pembuluh darah.
3) Vasodepressor (penurunan tekanan darah).
4) Bertambahnya sekresi kelenjar peluh dan ludah.
c. Prostaglandin.
Bronkokostriksi (terutama prostaglandin F).

4. Manifestasi Klinis
Manifestasi Klinik pada pasien asma adalah batuk, dyspne, dari
wheezing. Dan pada sebagian penderita disertai dengan rasa nyeri dada pada
penderita yang sedang bebas serangan tidak ditemukan gejala klinis,

3
sedangkan waktu serangan tampak penderita bernafas cepat, dalam, gelisah,
duduk dengan tangan menyanggah ke depan serta tampak otot-otot bantu
pernafasan bekerja dengan keras. Ada beberapa tingkatan penderita asma
yaitu :
a. Tingkat I :
Secara klinis normal tanpa kelainan pemeriksaan fisik dan fungsi paru.
Timbul bila ada faktor pencetus baik di dapat alamiah maupun dengan
test provokasi bronkial di laboratorium.
b. Tingkat II :
Tanpa keluhan dan kelainan pemeriksaan fisik tapi fungsi paru
menunjukkan adanya tanda-tanda obstruksi jalan nafas. Banyak
dijumpai pada klien setelah sembuh serangan.
c. Tingkat III :
Tanpa keluhan.Pemeriksaan fisik dan fungsi paru menunjukkan adanya
obstruksi jalan nafas.Penderita sudah sembuh dan bila obat tidak
diteruskan mudah diserang kembali.
d. Tingkat IV :
Klien mengeluh batuk, sesak nafas dan nafas berbunyi wheezing.
Pemeriksaan fisik dan fungsi paru didapat tanda-tanda obstruksi jalan
nafas.
e. Tingkat V :
Status asmatikus yaitu suatu keadaan darurat medis berupa serangan
asma akut yang berat bersifat refrator sementara terhadap pengobatan
yang lazim dipakai. Asma pada dasarnya merupakan penyakit obstruksi
jalan nafas yang reversibel. Pada asma yang berat dapat timbul gejala
seperti : Kontraksi otot-otot pernafasan, cyanosis, gangguan kesadaran,
penderita tampak letih, takikardi.

4
5. Komplikasi penyakit
Adapun komplikasi yang dapat ditimbulkan karena penyakit asma
menurut (Wahid & Suprapto, 2013) yaitu:
a. Status Asmatikus: suatu keadaan darurat medis berupa serangan asma
akut yang bersifat refrator terhadap pengobatan yang lazim dipakai.
b. Atelektasis: ketidakmampuan paru berkembang dan mengempis
c. Hipoksemia
d. Pneumothoraks
e. Emfisema
f. Deformitas Thoraks
g. Gagal Jantung

6. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan laboratorium
1) Pemeriksaan Sputum, pemeriksaan dilakukan untuk melihat adanya:
a) Kristal-kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dan
kristal eosinopil.
b) Spiral curshman, yakni merupakan castcell (sel cetakan) dari cabang
bronkus.
c) Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus
d) Netrofil dan eosinofil yang terdapat pada sputum, umumnya bersifat
mukoid dengan viskositas yang tinggi dan kadang terdapat muscus
plug.
2) Pemeriksaan darah
a) Analisa Gas Darah pada umumnya normal akan tetapi dapat terjadi
hipoksemia, hipercapnia, atau sianosis.
b) Kadang pada darah terdapat peningkatan SGOT dan LDH
c) Hiponatremia dan kadar leukosit kadang diatas 15.000/mm3 yang
menandakan adanya infeksi.

5
d) Pemeriksaan alergi menunjukkan peningkatan IgE pada waktu
serangan dan menurun pada saat bebas serangan asma.
b. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang pada pasien asma dapat dilakukan
berdasarkan manifestasi klinis yang terlihat, riwayat, pemeriksaan fisik, dan
tes laboratorium (Sujono riyadi & Sukarmin, 2009). Adapun pemeriksaan
penunjang yang dilakukan adalah:
1) Tes Fungsi Paru, menunjukkan adanya obstruksi jalan napas reversible,
cara tepat diagnosis asma adalah melihat respon pengobatan dengan
bronkodilator. Pemeriksaan spirometri dilakukan sebelum atau sesudah
pemberian aerosol bronkodilator (inhaler atau nebulizer), peningkatan
FEV1 atau FCV sebanyak lebih dari 20% menunjukkan diagnosis asma.
Dalam spirometry akan mendeteksi:
a) Penurunan forced expiratory volume (FEV)
b) Penurunan paek expiratory flow rate (PEFR)
c) Kehilangan forced vital capacity (FVC)
d) Kehilangan inspiratory capacity (IC)
2) Pemeriksaan Radiologi
Pada waktu serangan menunjukkan gambaran hiperinflamasi
paru yakni radiolusen yang bertambah dan peleburan rongga
intercostalis, serta diagfragma yang menurun. Pada penderita dengan
komplikasi terdapat gambaran sebagai berikut:
a) Bila disertai dengan bronchitis, maka bercak-bercak dihilus akan
bertambah
b) Bila ada empisema (COPD), gambaran radiolusen semakin
bertambah
c) Bila terdapat komplikasi, maka terdapat gambaran infiltrase paru.
d) Dapat menimbulkan gambaran atelektasis paru
e) Bila terjadi pneumonia gambarannya adalah radiolusen pada paru.

6
3) Pemeriksaan Tes Kulit, dilakukan untuk mencari faktor alergen yang
dapat bereaksi positif pada asma secara spesifik.
4) Elektrokardiografi
a) Terjadi right axis deviation
b) Adanya hipertropo otot jantung Right Bundle Branch Bock
c) Tanda hipoksemia yaitu sinus takikardi, SVES, VES, atau terjadi
depresi segmen ST negatif.
5) Scanning paru, melalui inhilasi dapat dipelajari bahwa redistribusi udara
selama serangan asma tidak menyeluruh pada paru-paru.

7. Penatalaksaan Medik
Prinsip umum dalam pengobatan pada asma bronkhial :
a. Menghilangkan obstruksi jalan nafas
b. Mengenal dan menghindari faktor yang dapat menimbulkan serangan asma.
c. Memberi penerangan kepada penderita atau keluarga dalam cara pengobatan
maupun penjelasan penyakit.
Penatalaksanaan asma dapat dibagi atas :
a. Pengobatan dengan obat-obatan, Seperti Beta agonist (beta adrenergik
agent), Methylxanlines (enphy bronkodilator), Anti kolinergik
(bronkodilator), Kortikosteroid, dan Mast cell inhibitor (lewat inhalasi).
b. Tindakan yang spesifik tergantung dari penyakitnya, misalnya :
1) Oksigen 4-6 liter/menit.
2) Agonis B2 (salbutamol 5 mg atau veneteror 2,5 mg atau terbutalin 10
mg) inhalasi nabulezer dan pemberiannya dapat di ulang setiap 30 menit-
1 jam. Pemberian agonis B2 mg atau terbutalin 0,25 mg dalam larutan
dextrose 5% diberikan perlahan.
3) Aminofilin bolus IV 5-6 mg/kg BB, jika sudah menggunakan obat ini
dalam 12 jam.

7
4) Kortikosteroid hidrokortison 100-200 mg itu jika tidak ada respon segera
atau klien sedang menggunakan steroid oral atau dalam serangan sangat
berat.

8
BAB II
WEB OF CAUTION (WOC)

Spasme otot Edema Sumbatan


Inflamasi dinding
bronchus mukus
bronchus

Alveoli tertutup
Tidak efektif Obstruksi saluran
bersihan jalan nafas Hipoksemia
nafas

Asidosis Metabolis

Kurang
pengetahuan Penyempitan Gangguan
jalan nafas pertukaran gas

Peningkatan kerja
Peningkatan
pernafasan
kebutuhan O2 Dampak Hospitalisasi

Penurunan
Hyperventilasi
masukan oral
Kecemasan

Retensi O2
Perubahan nutrisi kurang
dari kebutuhan tubuh
tubuh
Asidosis Respiratori

9
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian Primer
a. Airway
Peningkatan sekresi pernafasan, bunyi nafas krekles, ronchi dan weezing.
b. Breathing
1) Distress pernafasan : pernafasan cuping hidung, takipneu/bradipneu,
retraksi.
2) Menggunakan otot aksesoris pernafasan
3) Kesulitan bernafas : diaforesis, sianosis
c. Circulation
1) Penurunan curah jantung : gelisah, latergi, takikardi
2) Sakit kepala
3) Gangguan tingkat kesadaran : ansietas, gelisah
4) Papiledema
5) Urin output menurun
d. Dissability
Mengetahui kondisi umum dengan pemeriksaan cepat status umum dan
neurologi dengan memeriksa atau cek kesadaran, reaksi pupil.

2. Pengkajian Sekunder
a. Anamnesis
Anamnesis untuk mengumpulkan berbagai informasi yang diperlukan untuk
menyusun strategi pengobatan. Keluhan dan gejala tergantung berat
ringannya pada waktu serangan. Pada serangan asma bronkial yang ringan
dan tanpa adanya komplikasi, keluhan dan gejala tak ada yang khas.
Keluhan yang paling umum ialah napas berbunyi, sesak, batuk dan timbul
secara tiba-tiba, dapat hilang segera dengan spontan atau dengan
pengobatan, meskipun ada yang berlangsung terus untuk waktu yang lama.

10
b. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum: hal yan perlu dikaji perawat mengenai tentang
kesadaran klien, kecemasan, kegelisahan, kelemahan suara bicara, denyut
nadi, frekuensi pernapasan yang meningkat, penggunaan otot-otot bantu
pernapasan, sianosis, batuk dengan lendir lengket, dan posisi istirahat klien.
1) B1 (Breathing)
Inpeksi: pada klien asma terlihat adanya peningkatan usaha dan
frekuensi pernapasan, serta penggunaan otot bantu napas. Inpeksi dada
terutama melihat postur bentuk dan kesimetrisan, peningkatan diameter
anteroposterior, retraksi otot-otot interkostalis, sifat dan irama
pernapasan dan frekuensi.
Palpasi: biasanya kesimetrisan, ekspansi, dan taktil fremitus normal
Perkusi: pada perkusi didapatkan suara normal sampai hipersonor
sedangkan diafragma menjadi datar dan rendah.
Auskultasi: terdapat suara vesikuler yang meningkat disertai dengan
ekspirasi lebih dari 4 detik atau lebih dari tiga kali inspirasi, dengan
bunyi napas tambahan utama wheeezing pada akhir ekspirasi.
2) B2 (blood)
Dampak asma pada status kardiovaskuler perlu dimonitor oleh perawat
meliputi: keadaan hemodinamik seperti nadi, tekanan darah, dan CRT.
3) B3 (Brain)
Tingkat kesadaran saat infeksi perlu dikaji. Disamping itu diperlukan
pemeriksaan GCS, untuk menentukan tingkat kesadaran klien apakah
composmentis, somnolen, atau koma.
4) B4 (Bladder)
Berkaitan dengan intake cairan maka perhitungan dan pengukuran
volume output urine perlu dilakukan, sehingga perawat memonitor
apakah terdapat oliguria, karena hal tersebut merupakan tanda awal dari
syok.

11
5) B5 (Bowel)
Nyeri, turgor, dan tanda-tanda infeksi sebaiknya juga dikaji, hal-hal
tersebut dapat merangsang serangan asma. Pengkajian tentang status
nutrisi klien meliputi jumlah, frekuensi, dan kesulitan-kesulitan dalam
memnuhi kebutuhannya. Pada klien dengan sesak napas, sangat potensial
terjadi kekurangan pemenuhan kebutuhan nutrisi, hal ini karena terjadi
dipneu saat makan, laju metabolisme, serta kecemasan yang dialami
klien.
6) B6 (Bone)
Mengkaji edema ekstremitas, tremor dan tanda-tanda infeksi pada
ekstremitas. Pada integumen perlu dikaji adanya permukaan yang kasar,
kering, kelainan pigmentasi, turgor kulit, kelembaban, mengelupas atau
bersisik, perdarahan, pruritus, eksim, dan adanya bekas atau tanda
urtikraria atau dermatitis. Pada rambut, dikaji warna rambut,
kelembaban, dan kusam. Tidur, dan istirahat klien yang meliputi: berapa
lama klien tidur dan istirahat, serta berapa besar akibat kelelahan yang
dialami klien juga dikaji, adanya wheezing, sesak, dan ortopnea dapat
mempengaruhi pola tidur dan istirahat klien. Aktivitas sehari-hari klien
juga diperhatikan seperti olahraga, bekerja, dan aktivitas lainnya.
Aktivitas fisik juga dapat menjadi faktor pencetus asma yang disebut
dengan exercise induced asma.

3. Diagnosa Keperawatan
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan tachipnea,
peningkatan produksi mukus, kekentalan sekresi dan bronchospasme.
b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran kapiler
– alveolar.
c. Pola Nafas tidak efektif berhubungan dengan penyempitan bronkus.
d. Nyeri akut; ulu hati berhubungan dengan proses penyakit.
e. Cemas berhubungan dengan kesulitan bernafas dan rasa takut sufokasi.

12
f. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan faktor psikologis dan biologis yang mengurangi pemasukan
makanan
g. Kurang  pengetahuan berhubungan dengan faktor-faktor pencetus asma.
h. Intoleransi  aktivitas berhubungan dengan batuk persisten dan
ketidakseimbangan antara suplai oksigen dengan kebutuhan tubuh
i. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik.
j. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif .

4. Intervensi Keperawatan
TUJUAN DAN
DIAGNOSA
NO KRITERIA HASIL  INTERVENSI  (NIC)
KEPERAWATAN
(NOC)
1 Bersihan jalan Setelah dilakukan tindakan NIC :
nafas tidak efektif keperawatan, pasien Airway Management
berhubungan mampu : 1. Buka jalan nafas, guanakan
dengan tachipnea, 1. Respiratory status : teknik chin lift atau jaw thrust
peningkatan Ventilation bila perlu
produksi mukus, 2. Respiratory status : 2. Posisikan pasien untuk
kekentalan sekresi Airway patency memaksimalkan ventilasi
dan 3. Aspiration Control, 3. Identifikasi pasien perlunya
bronchospasme. 4. Dengan kriteria hasil : pemasangan alat jalan nafas
5. Mendemonstrasikan buatan
batuk efektif dan suara 4. Pasang mayo bila perlu
nafas yang bersih, tidak 5. Lakukan fisioterapi dada jika
ada sianosis dan perlu
dyspneu (mampu 6. Keluarkan sekret dengan batuk
mengeluarkan sputum, atau suction
mampu bernafas 7. Auskultasi suara nafas, catat
dengan mudah) adanya suara tambahan
6. Menunjukkan jalan 8. Lakukan suction pada mayo
nafas yang paten (klien 9. Berikan bronkodilator bila perlu
tidak merasa tercekik, 10. Berikan pelembab udara Kassa
irama nafas, frekuensi basah NaCl Lembab
pernafasan dalam 11. Atur intake untuk cairan
rentang normal, tidak mengoptimalkan keseimbangan.
ada suara nafas 12. Monitor respirasi dan status O2
abnormal)
7. Mampu
mengidentifikasikan
dan mencegah factor
yang dapat

13
menghambat jalan
nafas.
2 Gangguan Setelah dilakukan tindakan NIC :
pertukaran gas keperawatan, pasien Airway Management
berhubungan mampu : 1. Buka jalan nafas, gunakan teknik
dengan perubahan 1. Respiratory Status : Gas chin lift atau jaw thrust bila perlu
membran kapiler exchange 2. Posisikan pasien untuk
– alveolar 2. Respiratory Status : memaksimalkan ventilasi
ventilation 3. Identifikasi pasien perlunya
3. Vital Sign Status pemasangan alat jalan nafas
4. Dengan kriteria hasil : buatan
5. Mendemonstrasikan 4. Pasang mayo bila perlu
peningkatan ventilasi 5. Lakukan fisioterapi dada jika
dan oksigenasi yang perlu
adekuat 6. Keluarkan sekret dengan batuk
6. Memelihara kebersihan efektif atau suction
paru paru dan bebas 7. Auskultasi suara nafas, catat
dari tanda tanda distress adanya suara tambahan
pernafasan 8. Monitor respirasi dan status O2
7. Mendemonstrasikan Respiratory Monitoring
batuk efektif dan suara 1. Monitor rata – rata, kedalaman,
nafas yang bersih, tidak irama dan usaha respirasi
ada sianosis dan 2. Catat pergerakan dada dan amati
dyspneu (mampu kesimetrisan, penggunaan otot
mengeluarkan sputum, tambahan, retraksi otot
mampu bernafas supraclavicular dan intercostal
dengan mudah, tidak 3. Monitor suara nafas, seperti
ada pursed lips) dengkur
8. Tanda vital rentang 4. Monitor pola nafas : bradipena,
normal takipenia, kussmaul,
hiperventilasi, cheyne stokes,
biot
5. Auskultasi suara nafas, catat area
penurunan / tidak adanya
ventilasi dan suara tambahan.
3 Pola Nafas tidak Setelah dilakukan tindakan NIC :
efektif keperawatan, pasien Airway Management
berhubungan mampu : 1. Buka jalan nafas, guanakan
dengan 1. Respiratory status : teknik chin lift atau jaw thrust
penyempitan Ventilation bila perlu
bronkus 2. Respiratory status : 2. Posisikan pasien untuk
Airway patency memaksimalkan ventilasi
3. Vital sign Status 3. Identifikasi pasien perlunya
4. Dengan Kriteria Hasil : pemasangan alat jalan nafas
5. Mendemonstrasikan buatan
batuk efektif dan suara 4. Keluarkan sekret dengan batuk
nafas yang bersih, tidak efektif atau suction
ada sianosis dan 5. Auskultasi suara nafas, catat
dyspneu (mampu adanya suara tambahan

14
mengeluarkan sputum, 6. Monitor respirasi dan status O2
mampu bernafas Terapi Oksigen
dengan mudah, tidak 1. Pertahankan jalan nafas yang
ada pursed lips) paten
6. Menunjukkan jalan 2. Monitor aliran oksigen
nafas yang paten (klien 3. Pertahankan posisi pasien
tidak merasa tercekik, 4. Observasi adanya tanda tanda
irama nafas, frekuensi hipoventilasi
pernafasan dalam Vital sign Monitoring
rentang normal, tidak 1. Monitor TD, nadi, RR, sebelum,
ada suara nafas selama, dan setelah aktivitas
abnormal) 2. Monitor frekuensi dan irama
7. Tanda Tanda vital pernapasan
dalam rentang normal 3. Monitor suhu, warna, dan
(tekanan darah, nadi, kelembaban kulit
pernafasan) 4. Identifikasi penyebab dari
perubahan vital sign
4 Nyeri akut; ulu Setelah dilakukan tindakan NIC :
hati berhubungan keperawatan, pasien Pain Management
dengan proses mampu : 1. Lakukan pengkajian nyeri
penyakit. 1. Pain Level, secara komprehensif termasuk
2. Pain control, lokasi, karakteristik, durasi,
3. Comfort level frekuensi, kualitas dan faktor
Dengan Kriteria Hasil : presipitasi
1. Mampu mengontrol 2. Observasi reaksi nonverbal dari
nyeri (tahu penyebab ketidaknyamanan
nyeri, mampu 3. Bantu pasien dan keluarga
menggunakan tehnik untuk mencari dan menemukan
nonfarmakologi untuk dukungan
mengurangi nyeri, 4. Kontrol lingkungan yang dapat
mencari bantuan) mempengaruhi nyeri seperti
2. Melaporkan bahwa suhu ruangan, pencahayaan dan
nyeri berkurang dengan kebisingan
menggunakan 5. Pilih dan lakukan penanganan
manajemen nyeri nyeri (farmakologi, non
3. Mampu mengenali farmakologi dan inter personal)
nyeri (skala, intensitas, 6. Kaji tipe dan sumber nyeri
frekuensi dan tanda untuk menentukan intervensi
nyeri) 7. Ajarkan tentang teknik non
4. Menyatakan rasa farmakologi
nyaman setelah nyeri 8. Kolaborasikan dengan dokter
berkurang jika ada keluhan dan tindakan
5. Tanda vital normal nyeri tidak berhasil

5 Cemas Setelah dilakukan tindakan NIC :


berhubungan keperawatan, pasien Anxiety Reduction (penurunan
dengan kesulitan mampu : kecemasan)
bernafas dan rasa 1. Anxiety control 1. Identifikasi tingkat kecemasan
takut sufokasi. 2. Coping pasien

15
3. Impulse control 2. Gunakan pendekatan yang
Dengan Kriteria Hasil : menenangkan
1. Klien mampu 3. Jelaskan semua prosedur dan
mengidentifikasi dan apa yang dirasakan selama
mengungkapkan gejala prosedur
cemas 4. Pahami prespektif pasien
2. Mengidentifikasi, terhadap situasi stres
mengungkapkan dan 5. Dorong keluarga untuk
menunjukkan tehnik menemani pasien
untuk mengontol cemas 6. Bantu pasien mengenal situasi
3. Vital sign dalam batas yang menimbulkan kecemasan
normal 7. Dorong pasien untuk
4. Postur tubuh, ekspresi mengungkapkan perasaan,
wajah, bahasa tubuh ketakutan, persepsi
dan tingkat aktivitas 8. Instruksikan pasien
menunjukkan menggunakan teknik relaksasi.
berkurangnya
kecemasan

5. Implementasi Keperawatan
Implementasi merupakan tindakan yang sesuai dengan yang telah
direncanakan, mencakup tindakan mandiri dan kolaborasi. Tindakan mandiri
adalah tindakan keperawatan berdasarakan analisis dan kesimpulan
perawatan dan bukan atas petunjuk tenaga kesehatan lain. Hal penting pada
tahap implementasi ini adalah mengevaluasi respons atau hasil dari tindakan
keperawatan yang dilakukan terhadap klien serta tindakan yang telah
dilaksanakan berikut respons atau hasilnya Implementasi tindakan
dibedakan menjadi tiga kategori, yaitu independent, interdependent, dan
dependent .
a. Independent, yaitu suatu kegiatan yang dilaksanakan oleh perawat tanpa
petunjuk dari dokter atau tenaga kesehatan lainnya. Lingkup tindakan
keperawatan independent, antara lain :
1) Mengkaji klien atau keluarga melalui riwayat keperawatan dan
pemeriksaan fisik untuk mengetahui status kesehatan klien.
2) Merumuskan diagnosis keperawatan sesuia respons klien yang
memerlukan intervensi keperawatan.

16
3) Mengidentifikasi tindakan keperawatan untuk mempertahankan atau
memulihkan kesehatan klien
b. Interdependent, yaitu suatu kegiatan yang memerlukan kerja dama dari
tenaga kesehatan lain (misalnya ahli gizi, fisioterapi, dan dokter).
c. Dependent, yaitu berhubungan dengan pelaksanaan rencana tindakan
medis/instruksi dari tenaga medis.

6. Evaluasi Tindakan
Evaluasi adalah aktivitas yang direncanakan, berkelanjutan, dan
terarah ketika klien dan profesional kesehatan menentukan kemajuan klien
menuju pencapaian tujuan/hasil, dan keefektifan rencana asuhan
keperawatan. (Kozier et al., 2011). Tujuan evaluasi adalah untuk menilai
pencapaian tujuan pada rencana keperawatan yang telah ditetapkan,
mengidentifikasi variabel-variabel yang akan mempengaruhi pencapaian
tujuan, dan mengambil keoutusan apakah rencana keperawatan diteruskan,
modifikasi atau dihentikan.

17
DAFTAR PUSTAKA

Almazini, P. (2012). Bronchial Thermoplasty Pilihan Terapi Baru untuk Asma


Berat. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
PPNI, T.P.S.D. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan
Kriteria Hasil Keperawatan. Jakarta: DPP PPNI.
PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan
Keperawatan. Jakarta: DPP PPNI.
Corwin, Elizabeth J. (2009). Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC.
GINA (Global Initiative for Asthma) (2006). Pocket Guide for Asthma Management
and Prevension In Children. www. Dimuat dalam www.Ginaasthma.org

18

Anda mungkin juga menyukai