MINGGU I
Di susun Oleh :
Riski Aprianti
2022
LAPORAN PENDAHULUAN ASMA BRONKHIALE
2. Etiologi
Etiologi asma meliputi (Black & Hawks, 2014. Dikutip oleh Rencana asuhan keperawatan
medical bedah, 2017)
a. faktor lingkungan: infeksi virus, polutan, dan alergan
b. faktor keturunan: riwayat keluarga yang memiliki penyakit asma dengan alergi
c. faktor lain: adanya keadaan pemicu (stress, menangis), olahraga, perubahan suhu, dan bau-
bau menyengat.
3. Manifestasi klinis
a. Gejala asma paling umum adalah batuk (dengan atau tanpa disertai produksi mukus),
dyspnea, dan mengi (pertama-tama pada ekspirasi, kemudian biasanya juga terjadi selama
inspirasi).
b. Serangan asma paling sering terjadi pada malam hari atau pagi hari.
c. Eksaserbasi asma paling sering kali didahului oleh peningkatan gejala selama sehari-hari,
namun dapat pula terjadi secara mendadak.
d. Sesak dada dan dyspnea.
4. Klasifikasi
Mengi atau batuk tanpa distress berat, masih dapat berbicara dan percakapan normal, nilai
aliran puncak lebih dari 50% nilai terbaik.
b. Sedang sampai berat
Mengi atau batuk dengan distress, berbicara dalam kalimat atau frasa pendek, nilai aliran
puncak kurang dari 50% dan beberapa derajat desaturasi oksigen jika diukur dengan
oksimetri nadi. Didapatkan nilai saturasi antara 90-95% jika diukur dengan oksimetri nadi
perifer.
c. Berat, mengancam nyawa
Distress pernapasan berat, kesulitan berbicara, sianosis, lelah dan bingung, usaha respirasi
buruk, sedikit mengi (silent chest) dan suara napas lemah, takipnea, bradikardia, hipotensi,
aliran puncak kurang dari 30% angka prediksi atau angka terbaik, saturasi oksigen kurang
dari 90% jika diukur dengan oksimetri nadi perifer (BTS SIGN 2003)
5. Patofisiologi
Pada dua dekade yang lalu, penyakit asma dianggap merupakan penyakit yang disebabkan
karena adanya penyempitan bronkus saja, sehingga terapi utama pada saat itu adalah suatu
bronkodilator, seperti betaegonis dan golongan metil ksantin saja. Namun, para ahli
mengemukakan konsep baru ayng kemudian digunakan hingga kini, yaitu bahwa asma
merupakan penyakit inflamasi pada saluran pernafasan, yang ditandai dengan
bronkokonstriksi, inflamasi, dan respon yang berlebihan terhadap rangsangan
(hyperresponsiveness). Selain itu juga terdapat penghambatan terhadap aliran udara dan
penurunan kecepatan aliran udara akibat penyempitan bronkus. Akibatnya terjadi hiperinflasi
distal, perubahan mekanis paru- paru, dan meningkatnya kesulitan bernafasan. Selain itu juga
dapat terjadipeningkatan sekresi mukus yang berlebihan (Zullies, 2016).
Secara klasik, asma dibagidalam dua kategori berdasarkan faktor pemicunya, yaitu asma
ekstrinsik atau alergi dan asma intrinsik atau idiosinkratik. Asma ekstrinsik mengacu pada
asma yang disebabkan karena menghirup alergen, yang biasanya terjadi pada anak-anak yang
memiliki keluarga dan riwayat penyakit alergi (baik eksim, utikaria atau hay fever). Asma
instrinsik mengacu pada asma yang disebabkan oleh karena faktor-faktordi luar mekanisme
imunitas, dan umumnya dijumpai pada orang dewasa. Disebut juga asma non alergik, di
mana pasien tidak memiliki riwayat alergi. Beberapa faktor yang dapat memicu terjadinya
asma antara lain : udara dingin, obat-obatan, stress, dan olahraga. Khusus untuk asma yang
dipicu oleh olahraga. Khusus untuk asma yang dipicu oleh olahraga dikenal dengan istilah
(Zullies, 2016)
Seperti yang telah dikatakan diatas, asma adalah penyakit inflamasi saluran napas. Meskipun
ada berbagai cara untuk menimbulkan suatu respons inflamasi, baik pada asma ekstrinik
maupun instrinsik, tetapi karakteristik inflamasi pada asma umunya sama, yaitu terjadinya
infiltrasi eosinofil dan limfosit serta terjadi pengelupasan sel-sel epitelial pada saluran nafas
dan dan peningkatan permeabilitas mukosa. Kejadian ini bahkan dapat dijumpai juga pada
penderita asma yang ringan. Pada pasien yang meninggal karena serangan asma , secara
histologis terlihat adana sumbatan (plugs) yang terdiri dari mukus glikoprotein dan eksudat
protein plasma yang memperangkap debris yang berisi se-sel epitelial yang terkelupas dan
sel-sel inflamasi. Selain itu terlihat adanya penebalan lapisan subepitelial saluran nafas.
Respons inflamasi ini terjadi hampir di sepanjang saluran napas, dan trakea samapi ujung
bronkiolus. Juga terjadi hiperplasia dari kelenjar-kelenjar sel goblet yang menyebabkan
hiperserkesi mukus yang kemudian turut menyumbat saluran napas (Zullies, 2016)
Penyakit asma melibatkan interaksi yang kompleks antara sel-sel inflamasi, mediator
inflamasi, dan jaringan pada saluran napas. Sel-sel inflamasi utama yang turut berkontribusi
pada rangkaian kejadian pada serangan asma antara lain adalah sel mast, limfosit, dan
eosinofil, sedangkan mediator inflamasi utama yang terlibat dalam asma adalah histamin,
leukotrein, faktor kemotaktik eosinofil dan beberapa sitokin yaitu : interleukin (Zullies, 2016)
Pada asma alergi atau atopik, bronkospasme terjadi akibat dari meningkatnya responsivitas
otot polos bronkus terhadap adanya rangsangan dari luar, yang disebut alergen. Rangsangan
ini kemudian akan memicu pelepasan berbagai senyawa endogen dari sel mast yang
merupakan mediator inflamasi, yaitu histamin, leukotrien, dan faktor kemotaktik eosinofil.
Histamin dan leukotrien merupakan bronkokonstriktor yang poten, sedangkan
faktorkemotaktik eosinofil bekerja menarik secara kimiawi sel-sel eosinofil menuju tempat
terjadinya peradangan yaitu di bronkus (Zullies, 2016)
6. Pathway
Infeksi kuman
Alergen + faktor
Infeksi saluran
genetik
pernafasan
Mengaktifk
an respon
Penyempitan jalan
Pola nafas tidak efektif nafas
Serangan
promaksimal
Dipsnea, wheezing,
batuk, sputum
a. Pneumotoraks.
b. Pneumodiastinum atau emfisema subkutis
c. Aspergilosis bronkopulmoner alergik
d. Atelectasis.
e. Gagal napas.
f. Bronchitis.
g. Fraktur iga
8. Pemeriksaan penunjang
a) Spirometri
Pemeriksaan spirometri dilakukan sebelum dan sesudah pemberian bronkodilator hirup
(inhaler dan nebulizer) golongan adrenergic beta. Peningkatan VEP1 sebanyak > 12% atau
(> 200mL) menunjukkan diagnosis asma. Tetapi respons yang kurang dari 12% atau
200mL, tidak berati bukan asma. Pemeriksaan spirometri selain penting untuk
menegakkan diagnosis, juga penting untuk menilai beratnya obstruksi dan efek
pengobatan. Banyak pasien asma tanpa keluhan, tetapi pemeriksaan spirometrinya
menunjukkan obstruksi
c) Pemeriksaan Sputum
Sputum eosinophil sangat karakteristik untuk asma, sedangkan neutrofil sangat dominan
pada bronchitis kronik.
d) Pemeriksaan Eosinofil Total
Jumlah efosinofil total dalam darah sering meningkat pada pasien asma dan hal ini dapat
membantu dalam membedakan asma dari bronchitis kronik. Pemeriksaan ini juga dapat
dipakai sebagai patokan untuk menentukan cukup tidaknya dosis kortikosteroid yang
dibutuhkan pasien asma.
e) Uji Kulit
Tujuan dari uji kulit adalah untuk menunjukkan adanya antibody IgE spesifik dalam
tubuh. Uji ini hanya menyokong anamnesis. Karena uji alergan yang positif tidak selalu
merupakan penyebab asma.
f) Foto Rontgen dada
Pemeriksaan ini dilakukan untuk menyingkirkan penyebab lain obstruksi saluran nafas dan
adanya kecurigaan terhadap proses patologis di paru atau komplikasi asma seperti
pneumotoraks, atelectasis dan lain-lain.
9. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan Keperawatan
Penatalaksaan keperawatan yang harus segera dilakukan pada pasien bergantung pada
tingkat keparahan gejala. Pasien dan keluarga kerap merasa takut merasa takut dan cemas
karena sesak nafas yang dialami pasien. Oleh sebab itu, pendekatan yang tenag merupakan
aspek yang penting di dalam asuhan.
1) Kaji status respirasi pasien dengan memonitor tingkat keparahan gejala, suara napas,
peak flow, oksimetri nadi, dan tanda-tanda vital.
2) Kaji riwayat reaksi alergi terhadap obat sebelum memberikan medikasi.
b. Penatalaksanaan Farmakologis
Tujuan tata laksanaan farmakologis adalah untuk mengontrol gejala termasuk gejala
nocturnal dan asma yang diinduksi oleh olahraga, untuk mencegah eksaserbasi dan
mencapai tingkat fungsi respirasi yang terbaik dengan efek samping yang minimal (BTS
SIGN 2003) Panduan British Thoracic Society merupakan pendekatan langkah demi
langkah dalam pengobatan asma dan mendemonstrasikan agar tenaga kesehatan memulai
pengobatan asma pada tingkat yang paling mungkin untuk mencapai tujuan yang
disebutkan diatas.
Secara keseluruhan tujuannya adalah untuk mencapaikontrol fleksibel dengan melangkah
naik atau turun pada terapi sesuai keperluan.
Sinopsis Panduan Asma BTS 2003
1) Bronkodilator kerja-singkat
Harus diresepkan sebagai pereda gejala pada semua pasien dengan asma sistomatik.
Frekuensi pasien menggunakan bronkodilator kerja-singkat ini dapat menjadi ukuran
beratnya asma pasien dan/atau kepatuhan mereka terhadap pengobatan lain.
2) Pengenalan terapi pencegah
Steroid inhalasi merupakan terapi pencegahan yang direkomendasikan baik pada orang
dewasa maupun anak-anak. Obat ini harus direspkan pada pasien dengan eksaserbasi
yang baru terjadi, asma noktural atau gangguan fungsi paru.
3) Terapi tambahan
Sebelum memulai langkah ini, semua parameter lain perlu diperiksa, kepatuhan pasien
terhadap pengobatan, kemampuan pasien dalam menggunakan inhaler secara tepat dan
menghindari faktor pemicu.
4) Diindikasikan pada control gejala asma yang buruk.
2) Palpasi
a) Dilakukan untuk mengkaji kesimetrisan pergerakan dada dan mengobservasi
abnormalitas, mengidentifikasikan keadaan kulit, dan mengetahui vocal/ tactile
premitus (vibrasi)
b) Palpasi toraks untuk mengetahui abnormalitas yang terkaji saat inspeksi seperti :
massa, lesi, bengkak.
c) Vocal premitus, yaitu gerakan dinding dada yang dihasilkan ketika
berbicara(Nuraruf & Kusuma, 2015)
3) Perkusi
Suara perkusi normal :
a) Resonan (sonor) : bergaung, nada rendah. Dihasilkan pada jaringan paru normal.
b) Dullnes : bunyi yang pendek serta lemah, ditemukan diatas bagian jantung,
mamae, dan hati
c) Timpani : musical, bernada tinggi dihasilkan di atas perut yang berisi udara
d) Hipersonan (hipersonor) : berngaung lebih rendah dibandingkan dengan resonan
dan timbul pada bagian paru yang berisi darah.
e) Flatness : sangat dullnes. Oleh karena itu, nadanya lebih tinggi. Dapat terdengar
pada perkusi daerah hati, di mana areanya seluruhnya berisi jaringan. (Nuraruf &
Kusuma, 2015)
4) Auskultasi
a) Merupakan pengkajian yang sangat bermakna, mencakup mendengarkan bunyi
nafas normal, bunyi nafas tambahan (abnormal).
b) Suara nafas abnormal dihasilkan dari getaran udara ketika melalui jalan nafas
dari laring ke alveoli, dengan sifat bersih.
c) Suara nafas normal meliputi bronkial, bronkovesikular dan vesikular.
d) Suara nafas tambahan meliputi wheezing : peural friction rub, dan crackles.
(Nuraruf & Kusuma, 2015)
2. Diagnosa Keperawatan
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan hipersekresi jalan nafas.
(D.0001)
b. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya nafas. (D.0005)
c. Defisit nutrisi berhubungan dengan asupan nutrisi tidak cukup. (D.0019)
3. Intervensi Keperawatan
Diagnosa Tujuan dan kriteria hasil Intervensi Keperawatan
Keperawatan
Bersihan jalan nafas Setelah dilakukan tindakan - observasi :
tidak efektif keperawatan selama 3 x 24 a. identifikasi kemampuan
berhubungan dengan jam keefektifan jalan nafas batuk
hipersekresi jalan meningkat, dengan kriteria b. monitor adanya retensi
nafas. (D.0001) hasil : sputum
a. Batuk efektif meningkat c. monitor tanda dan
b. produksi sputum gejala infeksi saluran
menurun nafas
c. mengi menurun d. monitor input dan
d. wheezing menurun output cairan
e. dyspnea menurun - Terapeutik :
f. frekuensi nafas membaik a. Atur posisi semifowler
g. pola nafas membaik ata Fowler
b. Pasang perlak dan
bengkok di pangkuan
pasien
c. buang sekret pada
tempat sputum
- Edukasi :
a. jelaskan tujuan dan
prosedur batuk efektif
b. Anjurkan tarik nafas
melalui hidung selama 4
detik, ditahan selama 2
detik, kemudian keluarkan
dari mulut dengan bibir
mencucu (dibulatkan)
selama 8 detik.
c. Anjurkan mengulang
tarik nafas dalam hingga 3
kali
d. Anjurkan batuk dengan
kuat langsung setelah tarik
nafas dalam yang ke-3
- Kolaborasi :
a. Kolaborasi pemberian
mukolitik atau
ekspektoran jika perlu
Pola nafas tidak efektif Setelah dilakukan tindakan - Observasi :
berhubungan dengan keperawatan selama 3 x 24 a. Monitor pola nafas
hambatan upaya nafas. jam pola nafas membaik, ( frekuensi, kedalaman,
(D.0005) dengan kriteria hasil : usaha nafas)
a. Dispnea menurun b. Monitor bunyi nafas
b. penggunaan otot bantu tambahan (mis. Gurgling,
nafas menurun mengi, wheezing, ronkhi
c. frekuensi nafas kering)
membaik c. Monitor sputum
d. Kedalaman nafas (jumlah, warna, aroma)
membaik - Terapeutik :
a. Pertahankan kepatenan
jalan nafas
b. Posisikan semifowler
atau fowler
c. Berikan minum air
hangat
d. Lakukan fisiotherapi
dada jika perlu
e. Lakukan penghisapan
lendir kurang dari 15 detik
f. Lakukan
hiperoksigenisasi sebelum
penghisapan endotrakeal.
g. Berikan oksigen jika
perlu
- edukasi :
a. Anjurkan asupan cairan
2000 ml?hari
b. Ajarkan tehnik batuk
efektif
- Kolaborasi :
a. Kolaborasi pemberian
bronkodilator,
ekspektoran, mukolitik,
jika perlu.
Defisit nutrisi Setelah dilakukan tindakan Observasi :
berhubungan dengan keperawatan selama 3 x 24 a. identifikasi status nutrisi
asupan nutrisi tidak jam status nutrisi b. identifikasi alergi dan
cukup. (D.0019) membaik, dengan kriteria intoleransi makanan
hasil : c. identifikasi makanan
a. Berat badan naik yang di sukai
b. fungsi gastrointestinal d. identifikasi kebutuhan
membaik kalori dan jenis nutrient
c. nafsu makan meningkat e. identifikasi perlunya
d. Status menelan penggunaan selang
nasogastric
f. Monitor asupan
makanan
g. Monitor berat badan
h. Monitor hasil
pemeriksaan laboratorium
Terapeutik :
a. Lakukan oral hygiene
sebelum makan jika perlu
b. Fasilitasi menentukan
pedoman diet
c. Sajikan makanan secara
menarik dan suhu yang
sesuai
d. Berikan makanan tinggi
serat untuk mencegah
konstipasi
e. Berikan makanan tinggi
kalori dan tinggi protein.
f. Berikan suplemen
makanan jika perlu
g. hentikan pemberian
makanan melalui selang
nasogastrik jika asupan
oral dapat di toleransi.
Edukasi :
a. Anjurkan posisi duduk
jika mampu
b. Anjurkan diet yang
diprogramkan
Kolaborasi :
a. Kolaborasi pemberian
medikasi sebelum makan
(misalkan pereda nyeri ,
antiemetic) jika perlu.
b. Kolaborasi dengan ahli
gizi untuk menentukan
jumlah kalori dan nutrien
yang di butuhkan jika
perlu.
3. Implementasi Keperawatan
a. Hindari alergen
Salah satu penatalaksanaan asma adalah menghindari eksaserbasi. Anak yang rentan
tidak dibiarkan untuk terpajan cuaca yang sangat dingin, berangin, atau cuaca ekstrem
lainnya, asap,spray, atau iritan lainnya.
b. Meredakan bronkospasme
Anak diajarkan untuk mengenali tanda dan gejala awal serangan sehingga dapat
dikendalikan sebelum gejala tersebut semakin berat. Tanda-tanda objektif yang dapat
diobservasi orang tua antara lain rinorea, batuk, demam ringan, iritabilitas, gatal
(terutama leher bagian depan dan dada), apati, ansietas, gangguan tidur, rasa tidak
nyaman pada abdomen, kehilangan nafsu makan.
Anak yang menggunakan nebulizer, MDI, diskhaler, atau rotahaler untuk memberikan
obat perlu mempelajari cara penggunaan alat tersebut dengan benar.(Wong,2014)
4. Evaluasi Keperawatan
Efektivitas intervensi keperawatan ditentukan dengan pengkajian ulang yang kontinu dan
evaluasi perawatan berdasarkan panduan observasi dan hasil yang diharapkan berikut ini:
d. Amati anak dan tanyakan keluarga mengenai infeksi atau komplikasi lainnya
e. Tanyakan anak tentang aktivitas sehari-hari
f. Tantukan tingkat pemahaman keluarga dan anak terhadap kondisi anak dan tentang
terapu yang harus dilakukan.(Wong, 2014)
Daftar Pustaka
https://www.k4health.org/sites/default/files/laporanNasional%20Riskesdas%202007.pdf
https://www.k4health.org/sites/default/files/laporanNasional%20Riskesdas%202007.pdf
21.00WIB
Setiawati & Agus Citra Dermawan.(2008). Asuhan Keperawatan Keluarga. Edisi 1 Cetakan
2.Jakarta:Penuntun Praktis