A. Definisi Dispepsia
Dispepsia merupakan istilah yang digambarkan sebagai suatu kumpulan
gejala atau sindrom yang meliputi nyeri atau rasa tidak nyaman di ulu hati,
kembung, mual, muntah, sendawa, terasa cepat kenyang, perut terasa penuh atau
begah. Hal ini akan mengakibatkan terjadinya ketidakseimbangan proses
metabolisme yang mengacu pada semua reaksi biokimia tubuh termasuk
kebutuhan akan nutrisi (Sukarmin, 2017).
Dispepsia merupakan rasa nyeri atau tidak nyaman di bagian ulu hati. Kondisi
ini dianggap gangguan di dalam tubuh yang diakibatkan reaksi tubuh terhadap
lingkungan sekeliling. Reaksi ini menimbulkan gangguan ketidakseimbangan
metabolisme dan seringkali menyerang individu usia produktif, yakni usia 30-50
tahun (Ida, 2016).
Jadi Dispepsia adalah rasa tidak enak pada ulu hati yang berhubungan atau
tidak ada hubungan dengan makanan yang menimbulkan gangguan
ketidakseimbangan metabolisme dan menyerang usia produktif.
B. Klasifikasi Dispepsia
Ida (2016) memaparkan bahwa pengelompokan mayor dispepsia terbagi atas
dua yaitu:
1. Dispepsia Organik, bila telah diketahui adanya kelainan organik sebagai
penyebabnya. Sindrom dyspepsia organik terdapat kelainan yang nyata
terhadap organ tubuh misalnya tukak (ulkuspeptikum), gastritis, stomach
cancer, gastroesophageal refluxdisease, hyperacidity.
2. Dispepsia Non Organik (DNU), atau dyspepsia fungsional, atau Dispepsia
Non Ulkus (DNU), bila tidak jelas penyebabnya. Dispepsia fungsional tanpa
disertai kelainan atau gangguan struktur organ berdasarkan pemeriksaan
klinis, laboratorium, radiologi, dan endoskopi (Ida, 2016).
C. Etiologi Dispepsia
Menurut Purnamasari (2017), dispepsia dapat disebabkan oleh berbagai
penyakit baik yang bersifat organik (struktual) dan fungsional. Penyakit yang
bersifat organik antara lain karena terjadinya gangguan disaluran cerna atau
disekitar saluran cerna, seperti pankreas, kandung empedu dan lain-lain.
Sedangkan penyakit yang bersifat fungsional dapat dipicu karena faktor
psikologis dan factor intoleran terhadap obat-obatan dan jenis makanan tertentu
(Purnamasari, 2017).
Dispepsia dapat disebabkan oleh berbagai penyakit baik yang bersifat organik
dan fungsional. Penyakit yang bersifat organik antara lain karena terjadinya
gangguan di saluran cerna atau di sekitar saluran cerna, seperti pankreas, kandung
empedu dan lain-lain. Sedangkan penyakit yang bersifat fungsional dapat dipicu
karena faktor psikologis dan faktor intoleran terhadap obat-obatan dan jenis
makanan tertentu (Purnamasari, 2017). Faktor-faktor yang menyebabkan
dispepsia adalah :
1. Bakteri Helicobacter pylori. Bakteri tersebut hidup di bawah lapisan selaput
lendir sendiri adalah untuk melindungi kerusakan dinding lambung akibat
produksi asam lambung. Infeksi yang diakibatkan bakteri helicobacter
menyebakan peradangan pada dinding lambung.
2. Merokok, rokok akan merusak lapisan pelindung lambung. Oleh karena itu
orang yang merokok lebih sensitive terhadap dispepsia maupun ulser.
3. Stres bisa menyebabkan terjadi perubahan hormonal di dalam tubuh.
Perubahan itu akan merangsang sel-sel dalam lambung yang kemudian
memproduksi asam secara berlebihan dan membuat lambung terasa nyeri.
4. Efek samping obat-obatan tertentu. Konsumsi obat penghilang rasa nyeri
seperti obat anti inflamasi nonsteroid (OAINS) misalnya aspirin, ibuprofen
yang terlalu sering dapat menyebabkan penyakit gastritis.
5. Minum-minuman yang mengandung alkohol dan kafein seperti kopi dapat
meningkatkan produksi asam lambung berlebihan hingga akhirnya terjadi
iritasi dan menurunkan kemampuan fungsi dinding lambung.
6. Mengkonsumsi makanan terlalu pedas dan asam. Minum-minuman yang
mengandung alkohol dan cafein seperti kopi dan mengkonsumsi makanan
pedas dapat meningkatkan produksi asam lambung berlebihan hingga
akhirnya terjadi iritasi dan menurunkan kemampuan fungsi dinding lambung
(Purnamasari, 2017).
D. Patofisiologi
Patofisiologi dispepsia hingga kini masih belum sepenuhnya jelas dan
penelitian-penelitian masih terus dilakukan terhadap faktor-faktor yang dicurigai
memiliki peranan bermakna, seperti Abnormalitas fungsi motorik lambung
(khususnya keterlambatan pengosongan lambung, hipomotilitas antrum, hubungan
antara volume lambung saat puasa yang rendah dengan pengosongan lambung
yang lebih cepat, serta gastric compliance yang lebih rendah), infeksi Helicobacter
pylori dan faktor-faktor psikososial, khususnya terkait dengan gangguan cemas
dan depresi (Purnamasari, 2017).
Ada beberapa faktor resiko yang menyebabkan terjadinya dyspepsia yaitu:
(Ida, 2016)
1. Sekresi lambung, peningkatan sensitivitas mukosa lambung dapat terjadi
akibat pola makan yang tidak teratur. Pola makan yang tidak teratur akan
membuat lambung sulit untuk beradaptasi dalam pengeluaran sekresi asam
lambung. Jika hal ini berlangsung dalam waktu yang lama, produksi asam
lambung akan berlebihan sehingga dapat mengiritasi dinding mukosa pada
lambung
2. Dismotilitas Gastrointestinal, berbagai studi melaporkan bahwa pada
dispepsia fungsional terjadi perlambatan pengosongan lambung, adanya
hipomotilitas antrum (sampai 50% kasus), gangguan akomodasi lambung saat
makan, dan hipersensitivitas gaster. Salah satu dari keadaan ini dapat
ditemukan pada setengah atau dua pertiga kasus dispepsia fungsional.
Perlambatan pengosongan lambung terjadi pada 25-80% kasus dispepsia
fungsional dengan keluhan seperti mual, muntah, dan rasa penuh di ulu hati.
3. Helicobacter pylori, peran infeksi Helicobacter pylori pada dispepsia
fungsional belum sepenuhnya dimengerti dan diterima. Kekerapan infeksi H.
pylori terdapat sekitar 50% pada dispepsia fungsional dan tidak berbeda pada
kelompok orang sehat. Mulai terdapat kecenderungan untuk melakukan
eradikasi H. pylori pada dispepsia fungsional dengan H. pylori positif yang
gagal dengan pengobatan konservatif baku (Suprapto, 2014).
E. Pathway
Dispepsia
MK : Ansietas MK : Defisit
Pengetahuan
F. Manifestasi Klinis
Menurut Ida (2016) ada beberapa tanda dan gejala dyspepsia yiatu:
1. Epigastric pain, sensasi yang tidak menyenangkan, beberapa pasien merasa
terjadi kerusakan jaringan.
2. Postprandiali fullness, perasaan yang tidak nyaman seperti makanan
berkepanjangan di perut.
3. Early satiation, perasaan bahwa perut sudah terlalu penuh segera setelah
mulai makan, tidak sesuai idengan ukuran makanan yang dimakan, sehingga
makan tidak dapat diselesaikan. Sebelumnya, kata “cepat kenyang”
digunakan, tapi kekenyangan adalah istilah yang benar untuk hilangnya
sensasi nafsu makan selama proses menelan makanan.
4. Epigastric burning, terbakar adalah perasaan subjektif yang tidak
menyenangkan dari panas.
Selain itu menurut Purnamasari (2017) manifestasi klinis yaitu adanya gas
diperut, rasa penuh setelah makan, perut menonjol, cepat kenyang, mual, tidak ada
nafsu makan dan perut terasa panas. Rasa penuh, cepat kenyang, kembung setalah
makan, mual muntah, sering bersendawa, tidak nafsu makan, nyeri uluh hati dan
dada atau regurgitas asam lambung ke mulut. Gejala dispepsia akut dan kronis
berdasarkan jangka waktu tiga bulan meliput: rasa sakit dan tidak enak di ulu hati,
perih, mual, berlangsung lama dan sering kambuh dan disertai dengan ansietas
dan depresi (Purnamasari, 2017).
G. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Ida, (2016) pemeriksaan penunjang dilakukan untuk menyingkirkan
adanya kelainan organik, pemeriksaan untuk dispepsia terbagi pada beberapa
bagian yaitu:
1. Pemeriksaan laboratorium, biasanya meliputi hitung jenis sel darah yang
lengkap dan pemeriksaan darah dalam tinja, dan urin. Jika ditemukan leukosit
dosis berarti tanda-tanda infeksi. Jika tampak cair berlendir atau banyak
mengandung lemak pada pemeriksaan tinja kemungkinan menderita
malabsorpsi. Seseorang yang diduga menderita dyspepsia ulkus sebaiknya
diperiksa derajat keasaman lambung. Jika diduga suatu keganasan, dapat
diperiksa tumormarker (dugaan karsinoma kolon), dan (dugaan karsinoma
pankreas).
2. Barium enema untuk memeriksa saluran cerna pada orang yang mengalami
kesulitan menelan atau muntah, penurunan berat badan atau mengalami nyeri
yang membaik atau memburuk bila penderita makan.
3. Endoskopi biasa digunakan untuk mendapatkan contoh jaringan dari lapisan
lambung melalui tindakan biopsi. Pemeriksaan nantinya di bahwa mikroskop
untuk mengetahui apakah lambung terinfeksi Helicobacter pylori. Endoskopi
merupakan pemeriksaan bakuemas, selain sebagai diagnostik sekaligus
terapeutik. Pemeriksaan penunjang lainnya seperti foto polos abdomen,
serologi H. pylori, urea breath test, dan lain-lain dilakukan atas dasar indikasi
(Ida, 2016).
H. Penatalaksanaan Medis
Menurut Ida (2016), penatalaksanaan medis dyspepsia dengan farmakologis
dengan mengenal beberapa obat, yaitu: Antasida yang mana pemberian antasida
tidak dapat dilakukan terus-menerus, karena hanya bersifat simtomatis untuk
mengurangi nyeri. Obat yang termasuk golongan ini adalah simetidin, ranitidin,
dan famotidine. Pemasangan cairan pariental, pemasagan Naso Gastrik Tube
(NGT) jika diperlukan (Sukarmin, 2014).
Pengobatan non Farmakologi dengan tindakan-tindakan keperawatan dalam
perawatan pasien dengan gangguan nyeri abdomen yaitu mengatur posisi pasien,
hipnoterapi, terapi relaksasi, manajemen nyeri dan terapi perilaku (Ida, 2016).
Penatalaksanaan dispepsia menurut Suratun & Lusianah (2017) mencakup
pengaturan diet dan pengobatan medis, antara lain sebagai berikut:
1. Membatasi konsumsi makanan yang dapat menyebabkan terjadinya dispepsia
seperti mengkonsumsi makanan pedas, minuman kafein dan beralkohol.
2. Makan dalam porsi kecil tetapi sering dan dianjurkan untuk makan 5-6 kali
dalam sehari.
3. Menghindari penggunaan atau konsumsi anti nyeri seperti aspirin dan ibu
profen. Gunakan anti nyeri lain yang lebih aman bagi lambung seperti
parasetamol.
4. Mengontrol stres dan rasa cemas.
5. Antasida.
6. Penghambat pompa proton (PPI). Golongan obat ini dapat mengurangi
produksi asam lambung.
7. Penyekat H2 reseptor antagonists (H2RAs).
8. Prokinetik dapat membantu proses pengosongan lambung.
9. Antibiotik. Pemberian dilakukan jika dyspepsia disebabkan oleh infeksi.
10. Anti-depressants atau anti-anxiety dapat digunakan untuk menghilangkan rasa
tidak nyaman yang disebabkan oleh dispesia dengan menurunkan sensasi
nyeri yang dialami.
11. Psikoterapi
I. Komplikasi
Penderita sindroma dispepsia selama bertahun-tahun dapat memicu adanya
komplikasi yang tidak ringan. Komplikasi yang dapat terjadi antara lain,
pendarahan, kanker lambung, muntah darah dan terjadinya ulkus peptikus (Wijaya
& Putri, 2017).
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN DISPEPSIA
A. Pengkajian
2. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan Utama: Keluhan utama yang muncul pada klien biasanya adalah
nyeri pada perut dan mengeluh mual muntah. Durasi dan onset keluhan
yang dirasakan, kualitas dan kuantitas keluhan, perjalanan penyakit,
riwayat pengobatan untuk mengurangi keluhan yang dirasakan pasien.
2) Riwayat Penyakit Sekarang: Riwayat kesehatan saat ini berupa uraian
mengenai penyakit yang di derita oleh klien dan mulai timbulnya keluhan
yang di rasakan sampai klien di bawa ke Rumah Sakit, dan apakah pernah
memeriksakan diri ke tempat lain sekalin Rumah Sakit umum serta
pengobatan apa yang pernah di berikan dan bagaimana perubahan data
yang didapatkan saat periksa.
3) Riwayat Penyakit Keluarga: Perlu ditanyakan pada keluarga apakah salah
satu anggota keluraga ada yang pernah mengalami sakit yang sama dengan
pasien atau penyakit yang lain yang ada di dalam keluarga.
7) Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum di dapatkan klien tampak lemah.
2. Kesadaran Normal GCS 4-5-6 A.
3. Secara Kualitatif
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan suatu pertanyaan yang menggambarkam
respons manusia (keadaan sehat atau perubahan pola interaksi aktual atau
potensial) dari individu atau kelompok tempat kita secara legal mengidentifikasi
dan kita dapat memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga status
kesehatan atau untuk mengurangi, menyingkirkan, atau mencegah perubahan.
Dengan kata lain diagnosa keperawatan merupakan penilaian klinis tentang
respons individu, keluarga, atau komunitas terhadap masalah kesehatan atau
proses kehidupan aktual ataupun potensial sebagai dasar pemilihan intervensi
keperawatan untuk mencapai hasil tempat perawat bertanggungjawab.
Diagnosa Keperawatan yang muncul pada pasien Dispepsia diantaranya
(PPNI, 2017):
1. Nyeri akut berhubungan dengan infeksi pada lambung yang ditandai dengan
nyeri epigastrium.
2. Defisit nutrisi berhubungan dengan infeksi pada lambung yang ditandai
dengan nyeri abdomen.
3. Risiko ketidakseimbangan elektrolit berhubungan dengan infeksi pada
lambung yang ditandai dengan membrane mukosa kering, mualm muntah.
C. Intervensi Keperawatan
Tabel 2.1 Intervensi Diagnosa Keperawatan Sumber SDKI, SLKI, SIKI (PPNI, 2017) & (PPNI, 2018)
Wijaya & Putri. (2017). Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Nuha Medika.