Anda di halaman 1dari 20

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Dispepsia
Dispepsia merupakan istilah yang digambarkan sebagai suatu kumpulan
gejala atau sindrom yang meliputi nyeri atau rasa tidak nyaman di ulu hati,
kembung, mual, muntah, sendawa, terasa cepat kenyang, perut terasa penuh atau
begah. Hal ini akan mengakibatkan terjadinya ketidakseimbangan proses
metabolisme yang mengacu pada semua reaksi biokimia tubuh termasuk
kebutuhan akan nutrisi (Sukarmin, 2017).
Dispepsia merupakan rasa nyeri atau tidak nyaman di bagian ulu hati. Kondisi
ini dianggap gangguan di dalam tubuh yang diakibatkan reaksi tubuh terhadap
lingkungan sekeliling. Reaksi ini menimbulkan gangguan ketidakseimbangan
metabolisme dan seringkali menyerang individu usia produktif, yakni usia 30-50
tahun (Ida, 2016).
Jadi Dispepsia adalah rasa tidak enak pada ulu hati yang berhubungan atau
tidak ada hubungan dengan makanan yang menimbulkan gangguan
ketidakseimbangan metabolisme dan menyerang usia produktif.
B. Klasifikasi Dispepsia
Ida (2016) memaparkan bahwa pengelompokan mayor dispepsia terbagi atas
dua yaitu:
1. Dispepsia Organik, bila telah diketahui adanya kelainan organik sebagai
penyebabnya. Sindrom dyspepsia organik terdapat kelainan yang nyata
terhadap organ tubuh misalnya tukak (ulkuspeptikum), gastritis, stomach
cancer, gastroesophageal refluxdisease, hyperacidity.
2. Dispepsia Non Organik (DNU), atau dyspepsia fungsional, atau Dispepsia
Non Ulkus (DNU), bila tidak jelas penyebabnya. Dispepsia fungsional tanpa
disertai kelainan atau gangguan struktur organ berdasarkan pemeriksaan
klinis, laboratorium, radiologi, dan endoskopi (Ida, 2016).
C. Etiologi Dispepsia
Menurut Purnamasari (2017), dispepsia dapat disebabkan oleh berbagai
penyakit baik yang bersifat organik (struktual) dan fungsional. Penyakit yang
bersifat organik antara lain karena terjadinya gangguan disaluran cerna atau
disekitar saluran cerna, seperti pankreas, kandung empedu dan lain-lain.
Sedangkan penyakit yang bersifat fungsional dapat dipicu karena faktor
psikologis dan factor intoleran terhadap obat-obatan dan jenis makanan tertentu
(Purnamasari, 2017).
Dispepsia dapat disebabkan oleh berbagai penyakit baik yang bersifat organik
dan fungsional. Penyakit yang bersifat organik antara lain karena terjadinya
gangguan di saluran cerna atau di sekitar saluran cerna, seperti pankreas, kandung
empedu dan lain-lain. Sedangkan penyakit yang bersifat fungsional dapat dipicu
karena faktor psikologis dan faktor intoleran terhadap obat-obatan dan jenis
makanan tertentu (Purnamasari, 2017). Faktor-faktor yang menyebabkan
dispepsia adalah :
1. Bakteri Helicobacter pylori. Bakteri tersebut hidup di bawah lapisan selaput
lendir sendiri adalah untuk melindungi kerusakan dinding lambung akibat
produksi asam lambung. Infeksi yang diakibatkan bakteri helicobacter
menyebakan peradangan pada dinding lambung.
2. Merokok, rokok akan merusak lapisan pelindung lambung. Oleh karena itu
orang yang merokok lebih sensitive terhadap dispepsia maupun ulser.
3. Stres bisa menyebabkan terjadi perubahan hormonal di dalam tubuh.
Perubahan itu akan merangsang sel-sel dalam lambung yang kemudian
memproduksi asam secara berlebihan dan membuat lambung terasa nyeri.
4. Efek samping obat-obatan tertentu. Konsumsi obat penghilang rasa nyeri
seperti obat anti inflamasi nonsteroid (OAINS) misalnya aspirin, ibuprofen
yang terlalu sering dapat menyebabkan penyakit gastritis.
5. Minum-minuman yang mengandung alkohol dan kafein seperti kopi dapat
meningkatkan produksi asam lambung berlebihan hingga akhirnya terjadi
iritasi dan menurunkan kemampuan fungsi dinding lambung.
6. Mengkonsumsi makanan terlalu pedas dan asam. Minum-minuman yang
mengandung alkohol dan cafein seperti kopi dan mengkonsumsi makanan
pedas dapat meningkatkan produksi asam lambung berlebihan hingga
akhirnya terjadi iritasi dan menurunkan kemampuan fungsi dinding lambung
(Purnamasari, 2017).
D. Patofisiologi
Patofisiologi dispepsia hingga kini masih belum sepenuhnya jelas dan
penelitian-penelitian masih terus dilakukan terhadap faktor-faktor yang dicurigai
memiliki peranan bermakna, seperti Abnormalitas fungsi motorik lambung
(khususnya keterlambatan pengosongan lambung, hipomotilitas antrum, hubungan
antara volume lambung saat puasa yang rendah dengan pengosongan lambung
yang lebih cepat, serta gastric compliance yang lebih rendah), infeksi Helicobacter
pylori dan faktor-faktor psikososial, khususnya terkait dengan gangguan cemas
dan depresi (Purnamasari, 2017).
Ada beberapa faktor resiko yang menyebabkan terjadinya dyspepsia yaitu:
(Ida, 2016)
1. Sekresi lambung, peningkatan sensitivitas mukosa lambung dapat terjadi
akibat pola makan yang tidak teratur. Pola makan yang tidak teratur akan
membuat lambung sulit untuk beradaptasi dalam pengeluaran sekresi asam
lambung. Jika hal ini berlangsung dalam waktu yang lama, produksi asam
lambung akan berlebihan sehingga dapat mengiritasi dinding mukosa pada
lambung
2. Dismotilitas Gastrointestinal, berbagai studi melaporkan bahwa pada
dispepsia fungsional terjadi perlambatan pengosongan lambung, adanya
hipomotilitas antrum (sampai 50% kasus), gangguan akomodasi lambung saat
makan, dan hipersensitivitas gaster. Salah satu dari keadaan ini dapat
ditemukan pada setengah atau dua pertiga kasus dispepsia fungsional.
Perlambatan pengosongan lambung terjadi pada 25-80% kasus dispepsia
fungsional dengan keluhan seperti mual, muntah, dan rasa penuh di ulu hati.
3. Helicobacter pylori, peran infeksi Helicobacter pylori pada dispepsia
fungsional belum sepenuhnya dimengerti dan diterima. Kekerapan infeksi H.
pylori terdapat sekitar 50% pada dispepsia fungsional dan tidak berbeda pada
kelompok orang sehat. Mulai terdapat kecenderungan untuk melakukan
eradikasi H. pylori pada dispepsia fungsional dengan H. pylori positif yang
gagal dengan pengobatan konservatif baku (Suprapto, 2014).
E. Pathway

Dispepsia

Dispepsia organik Dispepsia fungsional

Stress Nikotin, alkohol

Merangsang saraf simpatis Respon mukosa lambung


nervus ke vagus

Vasodilatasi mukosa gaster


Rasa Panas Pada Daerah Produksi HCL
Dada dilambung meningkat
HCL kontak dengan mukosa
gaster
MK : Pola Napas Mual MK : Nausea
Tidak Efektif
Muntah MK : Defisit Nutrisi MK : Nyeri Akut

MK : Hipovolemia Perubahan pada status


kesehatan
MK : Intoleransi MK : Risiko Ketidakseimbangan
Aktivitas Lemas Elektrolit

MK : Ansietas MK : Defisit
Pengetahuan
F. Manifestasi Klinis
Menurut Ida (2016) ada beberapa tanda dan gejala dyspepsia yiatu:
1. Epigastric pain, sensasi yang tidak menyenangkan, beberapa pasien merasa
terjadi kerusakan jaringan.
2. Postprandiali fullness, perasaan yang tidak nyaman seperti makanan
berkepanjangan di perut.
3. Early satiation, perasaan bahwa perut sudah terlalu penuh segera setelah
mulai makan, tidak sesuai idengan ukuran makanan yang dimakan, sehingga
makan tidak dapat diselesaikan. Sebelumnya, kata “cepat kenyang”
digunakan, tapi kekenyangan adalah istilah yang benar untuk hilangnya
sensasi nafsu makan selama proses menelan makanan.
4. Epigastric burning, terbakar adalah perasaan subjektif yang tidak
menyenangkan dari panas.
Selain itu menurut Purnamasari (2017) manifestasi klinis yaitu adanya gas
diperut, rasa penuh setelah makan, perut menonjol, cepat kenyang, mual, tidak ada
nafsu makan dan perut terasa panas. Rasa penuh, cepat kenyang, kembung setalah
makan, mual muntah, sering bersendawa, tidak nafsu makan, nyeri uluh hati dan
dada atau regurgitas asam lambung ke mulut. Gejala dispepsia akut dan kronis
berdasarkan jangka waktu tiga bulan meliput: rasa sakit dan tidak enak di ulu hati,
perih, mual, berlangsung lama dan sering kambuh dan disertai dengan ansietas
dan depresi (Purnamasari, 2017).
G. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Ida, (2016) pemeriksaan penunjang dilakukan untuk menyingkirkan
adanya kelainan organik, pemeriksaan untuk dispepsia terbagi pada beberapa
bagian yaitu:
1. Pemeriksaan laboratorium, biasanya meliputi hitung jenis sel darah yang
lengkap dan pemeriksaan darah dalam tinja, dan urin. Jika ditemukan leukosit
dosis berarti tanda-tanda infeksi. Jika tampak cair berlendir atau banyak
mengandung lemak pada pemeriksaan tinja kemungkinan menderita
malabsorpsi. Seseorang yang diduga menderita dyspepsia ulkus sebaiknya
diperiksa derajat keasaman lambung. Jika diduga suatu keganasan, dapat
diperiksa tumormarker (dugaan karsinoma kolon), dan (dugaan karsinoma
pankreas).
2. Barium enema untuk memeriksa saluran cerna pada orang yang mengalami
kesulitan menelan atau muntah, penurunan berat badan atau mengalami nyeri
yang membaik atau memburuk bila penderita makan.
3. Endoskopi biasa digunakan untuk mendapatkan contoh jaringan dari lapisan
lambung melalui tindakan biopsi. Pemeriksaan nantinya di bahwa mikroskop
untuk mengetahui apakah lambung terinfeksi Helicobacter pylori. Endoskopi
merupakan pemeriksaan bakuemas, selain sebagai diagnostik sekaligus
terapeutik. Pemeriksaan penunjang lainnya seperti foto polos abdomen,
serologi H. pylori, urea breath test, dan lain-lain dilakukan atas dasar indikasi
(Ida, 2016).
H. Penatalaksanaan Medis
Menurut Ida (2016), penatalaksanaan medis dyspepsia dengan farmakologis
dengan mengenal beberapa obat, yaitu: Antasida yang mana pemberian antasida
tidak dapat dilakukan terus-menerus, karena hanya bersifat simtomatis untuk
mengurangi nyeri. Obat yang termasuk golongan ini adalah simetidin, ranitidin,
dan famotidine. Pemasangan cairan pariental, pemasagan Naso Gastrik Tube
(NGT) jika diperlukan (Sukarmin, 2014).
Pengobatan non Farmakologi dengan tindakan-tindakan keperawatan dalam
perawatan pasien dengan gangguan nyeri abdomen yaitu mengatur posisi pasien,
hipnoterapi, terapi relaksasi, manajemen nyeri dan terapi perilaku (Ida, 2016).
Penatalaksanaan dispepsia menurut Suratun & Lusianah (2017) mencakup
pengaturan diet dan pengobatan medis, antara lain sebagai berikut:
1. Membatasi konsumsi makanan yang dapat menyebabkan terjadinya dispepsia
seperti mengkonsumsi makanan pedas, minuman kafein dan beralkohol.
2. Makan dalam porsi kecil tetapi sering dan dianjurkan untuk makan 5-6 kali
dalam sehari.
3. Menghindari penggunaan atau konsumsi anti nyeri seperti aspirin dan ibu
profen. Gunakan anti nyeri lain yang lebih aman bagi lambung seperti
parasetamol.
4. Mengontrol stres dan rasa cemas.
5. Antasida.
6. Penghambat pompa proton (PPI). Golongan obat ini dapat mengurangi
produksi asam lambung.
7. Penyekat H2 reseptor antagonists (H2RAs).
8. Prokinetik dapat membantu proses pengosongan lambung.
9. Antibiotik. Pemberian dilakukan jika dyspepsia disebabkan oleh infeksi.
10. Anti-depressants atau anti-anxiety dapat digunakan untuk menghilangkan rasa
tidak nyaman yang disebabkan oleh dispesia dengan menurunkan sensasi
nyeri yang dialami.
11. Psikoterapi
I. Komplikasi
Penderita sindroma dispepsia selama bertahun-tahun dapat memicu adanya
komplikasi yang tidak ringan. Komplikasi yang dapat terjadi antara lain,
pendarahan, kanker lambung, muntah darah dan terjadinya ulkus peptikus (Wijaya
& Putri, 2017).
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN DISPEPSIA

A. Pengkajian

Pengkajian merupakan tahap awal dari proses dimana kegiatan yang


dilakukan yaitu: mengumpulkan data, mengelompokan data dan menganalisa data.
Data fokus yang berhubungan dengan dispepsia meliputi adanya nyeri perut, rasa
pedih di ulu hati, mual kadang-kadang muntah, nafsu makan berkurang, rasa lekas
kenyang, perut kembung, rasa panas didada dan perut, regurgitasi (keluar cairan
dari lambung secara tiba-tiba) (Ida, 2016).

1. Identitas klien meliputi:

Nama, umur, jenis kelamin, tempat tinggal (alamat), status pernikahan,


pekerjaan, tingkat pendidikan yang rendah dan status ekonomi menengah
kebawah yang kurang ditunjang dengan kurangnya informasi atau
pengetahuan tentang dispepsia (Muttaqin, 2017).

2. Riwayat Kesehatan

1) Keluhan Utama: Keluhan utama yang muncul pada klien biasanya adalah
nyeri pada perut dan mengeluh mual muntah. Durasi dan onset keluhan
yang dirasakan, kualitas dan kuantitas keluhan, perjalanan penyakit,
riwayat pengobatan untuk mengurangi keluhan yang dirasakan pasien.
2) Riwayat Penyakit Sekarang: Riwayat kesehatan saat ini berupa uraian
mengenai penyakit yang di derita oleh klien dan mulai timbulnya keluhan
yang di rasakan sampai klien di bawa ke Rumah Sakit, dan apakah pernah
memeriksakan diri ke tempat lain sekalin Rumah Sakit umum serta
pengobatan apa yang pernah di berikan dan bagaimana perubahan data
yang didapatkan saat periksa.
3) Riwayat Penyakit Keluarga: Perlu ditanyakan pada keluarga apakah salah
satu anggota keluraga ada yang pernah mengalami sakit yang sama dengan
pasien atau penyakit yang lain yang ada di dalam keluarga.

4) Riwayat penyakit dahulu: Pada pengkajian ini dapat ditemukan faktor-


faktor atau penyebab munculnya dispepsia, selain itu perlu ditanyakan
apakah klien pernah di rawat di puskesmas atau di rumah sakit dengan
penyakit lain
5) Riwayat psikososial: mengenai perilaku, perasaan dan emosi yang dialami
penderita sehubungan dengan penyakitnya serta tanggapan keluarga
terhadap penyakit penderita.

6) Pola fungsi kesehatan

a. Pola persepsi: Pola persepsi menggambarkan persepsi klien terhadap


penyakitnya tentang ansietas pada klien dengan penyakit dyspepsia
yang dialaminya (Muttaqin, 2017).
b. Pola nutrisi: Kemampuan pasien dalam mengkonsumsi makanan
mengalami penurunan akibat nafsu makan yang kurang karena mual,
muntah saat makan hanya sedikit bahkan tidak makan sama sekali
(Muttaqin, 2017).

c. Pola eliminasi: Pola eliminasi klien dengan dyspepsia yaitu didapatkan


diare dikarenakan adanya inflamasi pada mukosa lambung sedangkan
eliminasi urine mengalami gangguan karena kekurangan cairan
(Muttaqin, 2017).

d. Pola aktivitas/istirahat: Penderita sering mengalami susah tidur, letih,


lemah, karena cemas yang di alami (Muttaqin, 2017).

e. Nilai dan keyakinan: Gambaran tentang penyakit dyspepsia dengan


penyakit yang dideritanya menurut agama dan kepercayaan, kecemasan
akan kesembuhan, tujuan dan harapan akan sakitnya (Muttaqin, 2017).

7) Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum di dapatkan klien tampak lemah.
2. Kesadaran Normal GCS 4-5-6 A.
3. Secara Kualitatif

a. Composmentis (conscious), yaitu kesadaran normal, sadar


sepenuhnya, dapat menjawab semua pertanyaan tentang keadaan
sekelilingnya.
b. Apatis, yaitu keadaan yang segan untuk berhubungan dengan
sekiranya, sikapnya acuh tag acuh.
c. Delerium, yaitu gelisah, disorentasi (orang, tempat waktu),
memberontak, berteriak-teriak, berhalusinasi, kadang berhayal.
d. Somnolen (obtundasi, letargi), yaitu kesadaran menurun, respon
psikomotor yang lambat, mudah tertidur, namun kesadaran dapat pulih
bila dirangsang (mudah dibangunkan) tetapi jatuh tertidur lagi,
mampu memberi jawaban verbal.
e. Stupor yaitu kesadaran seperti tertidur lelap, tetapi ada respon
terhadap nyeri.
f. Coma yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon terhadap
rangsangan apapun (tidak ada respon kornea maupun reflek muntah,
mungkin tidak ada respon pupil terhadap cahaya.

4. Pemeriksaan kepala dan leher: pada pasien dispepsia tidak mengalami


gangguan pada kepala dan leher.
5. Sistem Pernafasan: normal yaitu 16-20x/menit.
6. Pemeriksaan dada: pada pasien dispepsia tidak mengalami gangguan
pada pemeriksaan dada, tidak terdengar suara tambahan seperti
wheezing dan ronki.

7. Sistem Kardiovaskuler: Terjadi penurunan tekanan darah,


takikardia/nadi menurun.
8. Pemeriksaan abdomen: Didapatkan nyeri perut, distensi abdomen,
suara bising usus yang meningkat.

9. Sistem Neurologi Terjadi penurunan sensori, parathesia, anastesia,


mengantuk, reflek lambat, kacau mental, disorentasi.
10. Sistem Perkemihan: Pada pasien gastritis didapatkan dysuria.
11. Sistem Pencernaan: Terdapat polifagia, polidipsi, mual, muntah, diare,
konstipasi, dihedrasi, perubahan berat badan, peningkatan lingkar
abdomen, obesitas.
12. Sistem Integument: Turgor kulit menurun, kulit kering, akral dingin,
capillarry refill kurang dari 3 detik, warna kulit pucat.
13. Pemeriksaan Ekstremitas: Pada pasien dispepsia biasanya mengalami
penurunan kekuatan otot ekstermitas, kelemahan karena asupan nutrisi
yang tidak adekuat.
14. Pemeriksaan Reflek: Pada pasien dyspepsia tidak ada kelainan reflek
patologis kecuali disertai dengan penyakit stroke.

B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan suatu pertanyaan yang menggambarkam
respons manusia (keadaan sehat atau perubahan pola interaksi aktual atau
potensial) dari individu atau kelompok tempat kita secara legal mengidentifikasi
dan kita dapat memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga status
kesehatan atau untuk mengurangi, menyingkirkan, atau mencegah perubahan.
Dengan kata lain diagnosa keperawatan merupakan penilaian klinis tentang
respons individu, keluarga, atau komunitas terhadap masalah kesehatan atau
proses kehidupan aktual ataupun potensial sebagai dasar pemilihan intervensi
keperawatan untuk mencapai hasil tempat perawat bertanggungjawab.
Diagnosa Keperawatan yang muncul pada pasien Dispepsia diantaranya
(PPNI, 2017):
1. Nyeri akut berhubungan dengan infeksi pada lambung yang ditandai dengan
nyeri epigastrium.
2. Defisit nutrisi berhubungan dengan infeksi pada lambung yang ditandai
dengan nyeri abdomen.
3. Risiko ketidakseimbangan elektrolit berhubungan dengan infeksi pada
lambung yang ditandai dengan membrane mukosa kering, mualm muntah.
C. Intervensi Keperawatan

Tabel 2.1 Intervensi Diagnosa Keperawatan Sumber SDKI, SLKI, SIKI (PPNI, 2017) & (PPNI, 2018)

No Diagnosa Keperawatan SLKI SIKI Rasional


1 Kategori: Psikologis Tingkat Nyeri (L.08066) Manajemen Nyeri (I.08238)
Sub Kategori: Nyeri dan
Kenyamanan Definisi: Pengalaman sensorik atau Definisi: Mengidentifikasi dan
emosional yang berkaitan dengan mengelola pengalaman sensorik
Nyeri Akut (D.0077) kerusakan jaringan actual atau fungsional atau emosional yang berkaitan
dengan onset mendadak atau lambat dan dengan kerusakan jaringan atau
Definisi: Pengalaman berintensitas ringan hingga berat dan fungsional dengan onset
sensorik atau emosional konstan. mendadak atau lambat dan
yang berkaitan dengan berintensitas ringan hingga berat
kerusakan jaringan actual Kriteria Hasil: dan konstan.
atau fungsional dengan 1. Keluhan nyeri dari cukup meningkat
onset mendadak atau lambat ke menurun (2 ke 5) Tindakan:
dan berintensitas ringan 2. Meringis dari cukup meningkat ke 1. Observasi 1. Observasi
hingga berat yang menurun (2 ke 5) a. Identifikasi lokasi, a. Dapat mengidetifikasi
berlangsung kurang dari 3 3. Sikap protektif dari cukup meningkat karakteristik, durasi, nyeri dengan tepat
bulan ke menurun (2 ke 5) frekuensi, kualitas, b. Dapat mengetahui skala
4. Gelisah dari cukup meningkat ke intensitas nyeri nyeri
Gejala dan Tanda Mayor: menurun (2 ke 5) b. Identifikasi skala nyeri c. Dapat mengetahui respon
Subjektif: Mengeluh Nyeri 5. Kesulitan tidur dari cukup meningkat c. Identifikasi respon nyeri klien terhadap nyeri
Objektif: Tampak meringis, ke menurun (2 ke 5) non verbal 2. Terapeutik
bersikap protektif, gelisah, 6. Menarik diri dari cukup meningkat ke 2. Terapeutik a. Dapat membantu
sulit tidur menurun (2 ke 5) a. Berikan teknik non meredakan nyeri secara
7. Perasaan depresi dari cukup farmakologi alami
Gejala dan Tanda Minor: meningkat ke menurun (2 ke 5) b. Kontrol lingkungan b. Dapat memberikan
Subjektif: - 8. Anoreksia dari cukup meningkat ke c. Fasilitas istirahat tidur ketenangan pada klien
Objektif: Tekanan darah menurun (2 ke 5) 3. Edukasi c. Dapat mengendalikan
meningkat, pola napas 9. Ketegangan otot dari cukup a. Jelaskan strategi nyeri
berubah, nafsu makan meningkat ke menurun (2 ke 5) meredakan nyeri 3. Edukasi
berubah 10. Pupil dilatasi dari cukup meningkat ke b. Ajarkan teknik non a. Dapat mengetahui strategi
menurun (2 ke 5) farmakologi meredakan nyeri
11. Muntah dari cukup meningkat ke 4. Kolaborasi b. Dapat mengetahui tekhnik
menurun (2 ke 5) Kolaborasi pemberian non farmakologi
12. Mual dari cukup meningkat ke analgetik. 4. Kolaborasi
menurun (2 ke 5) a. Dapat mengetahui
pemberian dosis

2 Kategori: Fisiologis Status Nutrisi (L.03030) Manajemen Nutrisi (I.03119)


Sub Kategori: Nutrisi dan
Cairan Definisi: Keadekuatan asupan nutrisi Definisi: Mengidentifikasi dan
untuk memenuhi kebutuhan metabolism mengelola asupan nutrisi yang
Defisit Nutrisi (D.0029) seimbang.
Kriteria Hasil:
Definisi: Asupan nutrisi 1. Porsi makan yang dihabiskan dari Tindakan:
tidak cukup untuk cukup menurun ke meningkat (2 ke 5) 1. Observasi 1. Observasi
memenuhi kebutuhan 2. Nyeri abdomen dari cukup meningkat a. Identifikasi makanan a. Dapat meningkatkan napsu
metabolism. ke menurun (2 ke 5) yang disukai makan
3. Perasaan cepat kenyang dari cukup b. Monitor berat badan b. Dapat mengetahui
Gejala dan Tanda Mayor: meningkat ke menurun (2 ke 5) c. Identifikasi alergi dan penurunan berat badan
Subjektif: - 4. Diare dari cukup meningkat ke intoleransi makanan c. Dapat mengetahui
Objektif: Berat Badan menurun (2 ke 5) 2. Terapeutik makanan yang
menurun 10% 5. Sariawan dari cukup meningkat ke a. Sajikan makanan secara menyebabkan alergi
menurun (2 ke 5) menarik 2. Terapeutik
Gejala dan Tanda Minor: 6. Rambut rontok dari cukup meningkat b. Berikan makanan tinggi a. Dapat menambah napsu
Subjektif: Ceopat kenyang ke menurun (2 ke 5) serat makan
setelah makan, nyeri c. Berikan makanan tinggi b. Dapat mengurangi diare
abdomen, nafsu makan protein dan kalori c. Dapat menambah energy
menurun 3. Edukasi pada klien
Objektif: Bising usus a. Anjurkan posisi duduk 3. Edukasi
hiperaktif, membrane jika mampu a. Dapat mempermudah
mukosa pucat b. Ajarkan diet yang mencerna makanan
diprogramkan b. Dapat membantu dalam
4. Kolaborasi pemilihan diet yang tepat
Kolaborasi pemberian
medikasi sebelum makan 4. Kolaborasi
Dapat membantu cara
pencernaan obat
3 Katergori: Fisiologis Status Cairan (L.03028) Manajemen Hipovelemia
Sub Kategori: Nutrisi dan (I.03116)
Cairan Definisi: Kondisi volume cairan
intravascular, interstisial dan intraselular Definisi: Mengidentifikasi dan
Risiko Ketidakseimbangan mengelola penurunan volume
Elektrolit (D.0037) Kriteria Hasil: cairan intravaskuler.
1. Intake cairan dari cukup memburuk ke
Definisi: Berisiko meningkat (2 ke 5) Tindakan:
mengalami perubahan kadar 2. Turgor kulit dari cukup menurun ke 1. Observasi 1. Observasi
serum elektrolit. meningkat (2 ke 5) a. Periksa tanda dan gejala a. Dapat Mengetahui Tanda
3. Kekuatan nadi dari cukup menurun ke hypovolemia Kekairanurangan Cairan
meningkat (2 ke 5) b. Monitor intake dan b. Dapat Mengetahui
4. Output urine dari cukup menurun ke output cairan Keseimbangan Cairan
meningkat (2 ke 5 2. Terapeutik 2. Terapeutk
5. Tekanan darah dari cukup menurun ke a. Hitung kebutuhan cairan a. Dapat Mengetahui
meningkat (2 ke 5 b. Berikan asupan cairan Kebutuhan Cairan
6. Membrane mukosa dari cukup oral b. Dapat Memberikan
menurun ke meningkat (2 ke 5) 3. Edukasi Kecukupan Cairan
7. Suhu tubuh dari cukup menurun ke a. Anjurkan memperbanyak 3. Edukasi
meningkat (2 ke 5) a. Dapat Memberikan
8. Status mental dari cukup menurun ke asupan cairan oral Keseimbangan Cairan
meningkat (2 ke 5 b. Anjurkan menghindari b. Dapat Mencegah
perubahan posisi Terjadinya Muntah
mendadak 4. Kolaborasi
4. Kolaborasi a. Dapat Mengetahui Cara
a. Kolaborasi pemberian IV Pemberian Obat IV
b. Kolaborasi pemberian b. Dapat Mencegah
cairan koloid Terjadinya Kelebihan
Cairan
D. Implementasi Keperawatan

Pelaksanaan implementasi merupakan aplikasi dari perencanaan keperawatan


oleh perawat dan klien (Nursalam, 2020). Ada beberapa tahap dalam tindakan
keperawatan yaitu:

1. Tahap persiapan menurut perawatan mempersiapkan segala sesuatu yang


diperlukan dalam tindakan.
2. Tahap intervensi adalah kegiatan pelaksanaan dari rencana yang meliputi
kegiatan independent, dependent, dan interdependent.
3. Tahap implementasi adalah pencatatan yang lengkap dan akurat terhadap
suatu kegiatan dalam proses keperawatan.
E. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi adalah suatu yang direncanakan dan perbandingan yang sistematis


pada system kesehatan klien, tipe pernyataan evaluasi ada dua yaitu formatif dan
surmatif. Pernyataan formatif merefleksi observasi perawatan dan analisa
terhadap klien terhadap respon langsung dari intervensi keperawatan. Pernyataan
surmatif adalah merefleksi rekapitulasi dan synopsis observasi dan analisa
mengenai status kesehatan klien terhadap waktu. Pernyataan ini menguraikan
kemajuan terhadap pencapaian kondisi yang dijelaskan dalam hasil yang
diharapkan (Nursalam, 2020).
Untuk penilaian keberhasilan tindakan, maka selanjutnya dilakukan penilaian.
Penilaian dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan SOAP (Subyektif,
Obyektif, Analisa, dan Planing).
S : Subyektif adalah informasi yang didapat dipasien
O : Obyektif adalah informasi yang didapat dari prngamatan
A : Assement adalah analisa masalah klien
P : Planing of action adalah rencana tindakan (Muttaqin, 2017).
DAFTAR PUSTAKA
Ida. (2016). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Sistem
Pencernaan. Jakarta: Pustaka Baru Press.

Muttaqin & Sari. (2017). Gangguan Gastrointestinal. Jakarta: Salemba Medika.

Nursalam. (2020). Konsep dan Metodologi Ilmu Keperawatan. Jakarta: EGC.

PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta: DPP PPNI.

PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan


Keperawatan. Jakarta: DPP PPNI.

PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta: DPP PPNI.

Purnamasari. (2017). Pedoman Keperawatan Emergensi. Jakarta: EGC.

Sukarmin. (2017). Keperawatan Pada Sistem Pencernaan. Yogyakarta: Pustaka


Pelajar.

Suprapto. (2014). Patologi dan Patofisiologi Penyakit. Yogyakarta: Nuha Medika.

Suratun & Lusianah. (2017). Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan


Sistem Gastrointestinal. Jakarta: Trans Info Media.

Wijaya & Putri. (2017). Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Nuha Medika.

Anda mungkin juga menyukai