SKRIPSI
Oleh
KURNIA SUFILIANA
NIM. 151000349
SKRIPSI
Oleh
KURNIA SUFILIANA
NIM. 151000349
iv
Saya menyatakan dengan ini bahwa skripsi saya yang berjudul “Penilaian
Kelurahan Aur Kota Medan Tahun 2019” beserta seluruh isinya adalah benar
karya saya sendiri dan saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dangan
cara-cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku dalam masyarakat
keilmuan kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam
daftar pustaka. Atas pernyataan ini, saya siap menanggung resiko atau sanksi yang
etika keilmuan dalam karya saya ini, atau klaim dari pihak lain terhadap keaslian
Kurnia Sufiliana
Lingkungan perumahan dan pemukiman yang tidak sehat dapat menjadi pemicu
terjadinya penyakit salah satunya adalah penyakit berbasis lingkungan. Tujuan
penelitian ini adalah untuk menggambarkan kondisi rumah dan riwayat penyakit
berbasis lingkungan yang diderita balita di Kelurahan Aur Kota Medan. Penelitian
ini adalah penelitian deskriptif untuk memperoleh informasi mengenai keluarga,
rumah, dan lingkungan. Populasi dalam penelitian ini adalah balita dan jumlah
sampel yang digunakan sebanyak 80 balita yang dipilih dengan menggunakan
teknik simple random sampling. Instrument dalam penelitian ini adalah kuesioner.
Hasil penelitian menunjukkan dari 80 rumah balita yang diobservasi, terdapat 71
rumah yang tidak memenuhi syarat kesehatan seperti tidak memiliki ventilasi yang
cukup, tidak memiliki pencahayaan ruangan yang cukup dan tidak memiliki
tempat pembuangan sampah yang memenuhi syarat. Sebagian besar balita
memiliki keluhan penyakit berbasis lingkungan yaitu 76 orang (95,0%) dengan
keluhan penyakit terbesar adalah ISPA (85,0%), penyakit kulit (53,57%) dan diare
(57,50%). Disarankan kepada masyarakat untuk memperbaiki kondisi rumah yang
tidak memenuhi syarat seperti menyediakan tempat sampah dan merubah perilaku
menjadi lebih peduli terhadap kesehatan melalui penyuluhan-penyuluhan oleh
Dinas Kesehatan.
vi
vii
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
Skripsi ini adalah salah satu syarat yang ditetapkan untuk memperoleh gelar
Sumatera Utara.
bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak baik moril maupun materil. Pada
kepada:
1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H., M.Hum., selaku Rektor Universitas Sumatera
Utara.
2. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si., selaku Dekan Fakultas Kesehatan
5. Dr. dr. Wirsal Hasan, M.P.H., selaku Dosen Penguji I dan Dra. Nurmaini,
M.K.M, Ph.D., selaku Dosen Penguji II yang telah meluangkan waktu dan
viii
Masyarakat USU.
7. Para Dosen Fakultas Kesehatan Masyarakat USU atas ilmu yang telah
8. Pegawai dan Staf Fakultas Kesehatan Masyarakat USU yang telah banyak
10. Teristimewa untuk orang tua (Edi Purwanto dan Badariah H.S) yang telah
memberikan kasih sayang yang begitu besar dan kesabaran dalam mendidik
11. Terkhusus untuk keluarga penulis Elvira Dewinta, dan Lutfi Khairullah yang
sebab itu, penulis mengharapkan adanya kritik dan saran yang membangun dari
semua pihak dalam rangka penyempurnaan skripsi ini. Akhir kata, penulis
berharap skripsi ini dapat memberikan kontribusi yang positif dan bermanfaat bagi
pembaca.
Kurnia Sufiliana
ix
Halaman
Halaman Persetujuan i
Halaman Penetapan Tim Penguji ii
Halaman Pernyataan Keaslian Skripsi iii
Abstrak iv
Abstract v
Kata Pengantar vi
Daftar Isi viii
Daftar Tabel x
Daftar Gambar xi
Daftar Lampiran xii
Daftar Istilah xiii
Riwayat Hidup xiv
Pendahuluan 1
Latar Belakang 1
Rumusan Masalah 4
Tujuan Penelitian 4
Tujuan umum 4
Tujuan khusus 4
Manfaat Penelitian 5
Tinjauan Pustaka 6
Perumahan dan Pemukiman 6
Jenis rumah 7
Rumah sehat 7
Penilaian rumah sehat 10
Pengaruh Lingkungan Perumahan terhadap Kesehatan 15
Penyakit Berbasis Lingkungan 15
ISPA 16
Diare 18
Penyakit kulit 20
DBD 21
Landasan Teori 22
Kerangka Konsep 23
Metode Penelitian 24
Jenis Penelitian 24
Lokasi dan Waktu Penelitian 24
Populasi dan Sampel 24
Variabel dan Definisi Operasional 26
Metode Pengumpulan Data 28
Metode Pengukuran 28
Hasil Penelitian 30
Gambaran Umum Lokasi Penelitian 30
Karakteristik Responden 31
Karakteristik Balita 32
Penilaian Rumah Sehat 33
Keluhan Penyakit Berbasis Lingkungan 38
Penyakit Berbasis Lingkungan 38
Pembahasan 40
Karakteristik Responden 40
Deskripsi Kondisi Tempat Tinggal 41
Komponen Rumah 41
Sarana Sanitasi 43
Perilaku Penghuni 45
Deskripsi Penyakit Berbasis Lingkungan pada Balita 46
Keterbatasan Penelitian 49
Daftar Pustaka 52
Lampiran 56
xi
No Judul Halaman
xii
No Judul Halaman
2 Kerangka konsep 23
xiii
1 Kuesioner Penelitian 56
xiv
xv
Lhokseumawe pada tanggal 12 Juli 1996. Penulis beragama Islam, anak kedua
dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Edi Purwanto dan Ibu Badariah.
Kurnia Sufiliana
xvi
Latar Belakang
bertujuan untuk mencapai Indonesia sehat yaitu keadaan dimana setiap orang
hidup dalam lingkungan yang sehat, berperilaku sehat dan mempunyai akses
terhadap pelayanan kesehatan serta memiliki derajat kesehatan yang tinggi. Upaya
individu dari yang tidak tahu menjadi tahu dan mau untuk memelihara dan
menurut Hendrik L. Blum adalah lingkungan baik itu lingkungan fisik, biologi,
timbal balik antara manusia atau masyarakat dengan lingkungan hidupnya yang
baik diharapkan dapat memberikan dampak yang baik bagi kesehatan seperti
lingkungan yang terbebas dari polusi dan lingkungan yang dilengkapi dengan
sarana sanitasi dan air bersih yang cukup. Sanitasi adalah hal yang sudah
1
Universitas Sumatera Utara
2
(2012) menyatakan bahwa rumah sehat adalah rumah yang memenuhi kriteria
minimal akses terhadap air minum, akses jamban sehat, lantai rumah yang baik,
yang berfungsi sebagai tempat untuk berlindung dari gangguan dan ancaman
kesehatan tidak pernah terlepas dari peran faktor lingkungan. Hubungan antara
dengan lingkungan telah menyebabkan kontak antara kuman dengan manusia atau
lainnya melalui perantara lingkungan yang kurang bersih baik itu makanan,
minuman, vektor hewan dan lain-lain. Hal inilah yang mendasari tingginya jumlah
menyebutkan bahwa ada hubungan antara penghuni rumah kos tidak sehat dengan
pembuangan air limbah dan tidak memiliki sarana pembuangan sampah. Data
persentase penduduk yang memiliki akses sanitasi layak adalah 71,14 % dan
untuk Sumatera Utara hanya mencapai 51,52 %. Berdasarkan data dari Profil
Kesehatan Kota Medan menunjukan dari 2.229.408 jiwa penduduk kota medan
terdapat 1.776.547 jiwa yang memiliki akses sanitasi yang layak sebesar 79,7%.
yang memenuhi syarat kesehatan adalah sebesar 84,02 %. Data Profil Puskesmas
memenuhi syarat kesehatan sebesar 84,66 %. Data tahun 2016 menunjukkan pada
Kelurahan Aur terdapat 1.980 rumah yang memenuhi syarat layak huni atau
sebesar 36,06 %.
bagian dari sepuluh penyakit terbesar tahun 2018, antara lain: ISPA, penyakit kulit
dan alergi, diare ,serta penyakit kulit infeksi. Berdasarkan data yang diperoleh
terdapat 4.330 kasus ISPA, 747 kasus penyakit kulit dan alergi, 382 kasus diare,
dan 272 kasus penyakit kulit infeksi. Berdasarkan observasi yang dilakukan pada
lingkungan Kelurahan Aur, masih banyak ditemukan rumah yang tidak memenuhi
syarat kesehatan terlebih pada rumah yang berada di sekitar aliran sungai.
Beberapa hal yang tidak memenuhi syarat kesehatan tersebut antara lain,
konstruksi rumah yang tidak kokoh, lingkungan yang kurang bersih, ventilasi
kurang, tempat pembuangan sampah kurang serta perilaku warga yang suka
Tahun 2019.
Perumusan Masalah
lingkungan yang mendominasi, yaitu: ISPA, penyakit kulit dan alergi, diare serta
penyakit kulit infeksi. Keadaan perumahan di Kelurahan Aur masih banyak yang
belum sesuai dengan standar kesehatan maka untuk itu perlu diketahui penilaian
Tujuan Penelitian
Tujuan umum. Tujuan umum penelitian ini adalah untuk menilai rumah
Medan.
sampai 59 bulan seperti ISPA, Penyakit Kulit, Diare, DBD di Kelurahan Aur
Kota Medan.
Manfaat Penelitian
2. Sebagai informasi bagi puskesmas Kampung Baru mengenai rumah sehat dan
masyarakat.
tempat tinggal/ lingkungan hunian yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana
permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup diluar kawasan lindung, baik
lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang
selain pakaian dan makanan. Memiliki rumah yang layak adalah hak bagi setiap
segala aspek lingkungannya berguna untuk kesehatan jasmani dan rohani serta
keadaan sosial individu dan kesehatan keluarga yang tinggal di dalamnya (Komisi
tempat tinggal, rumah juga adalah sebuah sarana untuk berlindung dari gangguan
6
Universitas Sumatera Utara
7
Keberadaan rumah yang sehat, aman, serasi dan teratur sangat diperlukan
agar fungsi dan kegunaan rumah dapat terpenuhi dengan baik (Kepmenkes, 2002).
dan Kawassan Pemukiman Pasal 21, jenis-jenis rumah adalah sebagai berikut:
mendapatkan keuntungan.
Rumah negara. Rumah negara adalah rumah yang dimiliki negara dan
berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaan keluarga serta
minimal akses air minum, akses jamban sehat, lantai, ventilasi dan pencahayaan
yang baik (Kepmenkes,1999). Rumah yang sehat merupakan salah satu cara untuk
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Rumah sehat tidak diukur dari besar
dan mewahnya suatu bangunan, tetapi rumah yang sehat adalah rumah yang
dikatakan bahwa rumah sehat adalah bangunan tempat tinggal dan tempat untuk
berlindung, serta sebagai sarana bagi anggota keluarga untuk dapat meningkatkan
derajat kesehatannya secara fisik, mental dan sosial, sehingga seluruh anggota
keluarga dapat bekerja secara produktif. Oleh karena itu rumah sehat, aman, dan
teratur sangat diperlukan agar fungsi dan kegunaan rumah dapat terpenuhi dengan
baik.
Teknologi yang semakin maju seperti sekarang ini memberi dampak pada
bahwa rumah yang tidak sehat dapat menjadi penyebab rendahnya taraf kesehatan
Kriteria rumah sehat. Kriteria rumah sehat menurut Winslow antara lain:
b. Pencahayaan yang baik sekitar 60-120 lux dan tidak silau baik itu
ventilasi yang memenuhi syarat yaitu 10% -20% dari luas lantai.
bermasyarakat.
penyakit.
2. Memenuhi kebutuhan psiologis antara lain privacy yang cukup dan adanya
yang kuat dan tidak licin. Bangunan harus cukup awet dan kokoh karena
dan bencana.
1. Tidak terbuat dari bahan yang dapat melepas zat-zat yang dapat
2. Tidak terbuat dari bahan yang dapat menjadi tempat tumbuh dan
Sehat Tahun 2002, beberapa parameter rumah yang dinilai adalah sebagai berikut:
dalam penilaian rumah sehat antara lain terdiri dari beberapa bagian:
bawah kerangka atap. Bahan material langit-langit untuk kriteria Rumah Sehat
dibersihkan, kuat, aman dan tidak menyebabkan kecelakaan Tinggi langit - langit
yang baik adalah tidak kurang dari 2,40 m dari permukaan lantai.Tujuan
jatuh dan dapat mencegah panas langsung terpapar kedalam ruangan dibawahnya.
Dinding. Dinding bangunan harus kokoh agar dapat menopang beban yang
ada diatasnya dan harus tidak mudah roboh apabila diterpa angin ataupun air.
Material tembok merupakan bahan yang paling bagus untuk dijadikan dinding
bangunan. Selain itu dapat menggunakan batu bata dan diplester sebagai syarat
mudah dibersihkan, tidak berdebu dan tidak becek pada ketika hujan. Untuk
menghindari masuknya air dari bawah tanah maka lantai setidaknya harus berada
Penataan ruangan. ruang kamar tidur, ruang keluarga dan ruang tamu.
maka satu ruangan dapat memiliki beberapa fungsi yang digunakan bersamaan.
mendukung pertukaran udara dari dalam dan keluar ruangan (Kepmenkes No.
berukuran 10% dari luas lantai dengan syarat bukaan ventilasi tidak mengarahkan
pada udara masuk yang tercemari oleh asap, debu atau lainnya. Apabila udara
didalam ruangan tidak bertukar dapat terjadi peningkatan kelembaban udara yang
menerangi seluruh bagian ruangan degan minimal intensitasnya 60 lux dan tidak
mendapatkan penerangan baik pada siang maupun malam hari. Pada siang hari
kelembaban di udara dimana dapat juga membunuh bakteri patogen yang ada.
Cara melihat apakah penerangan sudah cukup baik adalah dengan tidak kesulitan
Tabel 1
Sarana sanitasi. Sarana sanitasi merupakan salah satu hal yang penting
dilihat dalam penilaian rumah sehat antara lain terdiri dari beberapa bagian:
sehingga kualitas dan syarat kesehatannya perlu diperhatikan. Sumber air minum
Sanitasi sarana air bersih dalam rumah tangga tidak luput dari sumber
penyediaan air bersihnya. Beberapa sumber penyediaan air bersih adalah sumur
gali, sumur pompa tangan, perpipaan, dan penampungan air hujan. Jarak sumber
air dengan sumber pencemaran minimal 10 meter. Pada sumur gali kedalaman
sumur sebaiknya dibuat sedalam 3 meter dari permukan tanah dan dilengkapi
dengan cincin dan bibir sumur yang kedap air (Depkes RI, 2007).
sehingga statistik Kesra Tahun 2006 membagi rumah tangga berdasarkan adanya
fasilitas tempat buang air besar yang terdiri dari fasilitas sendiri, bersama, umum
dan tidak ada fasilitas (Nursalam, 2009). Jamban keluarga sehat menurut Depkes
RI Tahun 2017 memiliki syarat: tidak mencemari air minum, tidak berbau dan
kedap air berwarna terang, lantai kedap air, dan memiliki ventilasi yang cukup.
campuran dari air dan bahan pencemar yang terbawa oleh air, baik dalam keadaan
terlarut maupun tersuspensi yang terbuang dari sumber domestik (Soeparman &
komposisinya berasal dari air bekas mandi, bekas cuci pakaian, bekas cuci perabot
oleh bahan organik dan bisa diklasifikasikan menjadi 2 golongan yaitu black
water dan grey water dengan perbandingan 20% black water dan 80% grey water.
Air Limbah apabila tidak diolah dengan baik maka dapat menyebabkan
makanan dan minuman sehingga perlu adanya saluran pembuangan air limbah
tidak mencemari air permukaan, tidak merusak flora dan fauna, tidak terbuka dan
diinginkan dari suatu proses kegiatan atau aktivitas manusia dengan kata lain
sampah adalah suatu bahan terbuang yang tidak memiliki nilai ekonomis. Syarat
tempat sampah yang baik adalah mudah dibersihkan, kuat, kedap air dan tertutup
dengan individu lainnya. Perilaku adalah sebuah reaksi yang diberikan seseorang
untuk merespon sesuatu. Perilaku seseorang menurut teori Green (1980) dapat di
dorong oleh tiga faktor yaitu faktor predisposing, faktor pendorong dan faktor
penguat. Perilaku kesehatan merupakan bentuk dari suatu respon/ reaksi seseorang
kepada lingkungannya dimana respon tersebut datang secara fisik ataupun sosial
tidur dan ruang keluarga, membersihkan rumah dan halaman, membuang tinja
dan eksternal yang terdiri dari tiga komponen yaitu lingkungan fisik, biologi dan
lingkungan fisik adalah air, tanah, udara, rumah, dan lainnya (Chandra, 2007).
lingkungan, agen penyakit dan manusia yaitu interaksi agen penyakit dan
sanitasi dasar seperti air bersih, jamban, pembuangan sampah rumah tangga
termasuk diare.
kelainan fungsi atau morfologi suatu organ tubuh yang disebabkan oleh interaksi
manusia dengan segala sesuatu di sekitarnya (Chandra, 2007). Para ahli kesehatan
namun juga sebagai faktor penunjang, media transmisi ataupun faktor pemberat.
Tabel 2
yang diadaptasi dari istilah bahasa inggris Acute Respiratory Infection (ARI).
kurang lebih 14 hari (Kunoli, 2012). Penyakit ISPA sering menyerang pertahanan
tubuh yang rendah sehingga rata-rata penderita adalah anak-anak yang dapat
juga dapat disebabkan oleh pencemaran udara karena asap pembakaran bahan
bakar kayu yang biasanya digunakan untuk memasak oleh masyarakat. Sumber
pencemar udara yang berasal dari aktifitas rumah tangga dari dapur yang berupa
asap dapat memberi kontribusi yang cukup besar terhadap penyakit ISPA
ISPA merupakan salah satu penyebab kematian utama pada bayi dan balita
di negara berkembang (Denny dan Loda, 1986). ISPA yang mengenai saluran
khususnya bayi, anak-anak dan orang tua, akan memberikan gambaran klinik
yang berat dan seringkali berakhir dengan kematian (Alsagaff dan Mukty, 2010).
seperti batuk pilek dan tidak memerlukan pengobatan antibiotik. Namun ada
dikenal masyarakat sebagai batuk pilek. Pneumonia yaitu apabila batuk pilek
disertai dengan gejala lain seperti susah bernafas dan nafas cepat.
ISPA sedang. ISPA sedang apabila timbul gejala sesak nafas, suhu tubuh
lebih dari 39ºC dan bila bernafas mengeluarkan suara seperti mengorok.
ISPA berat. Gejala meliputi kesadaran menurun, nadi cepat atau tidak
teraba, nafsu makan menurun, bibir dan ujungnya membiru (sianosis) dan gelisah.
pernapasannya. Pada infeksi yang disebabkan oleh virus biasanya sering terjadi
pada bulan dengan iklim yang dingin. Virus yang menyebabkan ISPA terdapat 10
- 100 kali lebih banyak di dalam mukosa hidung daripada mukosa faring (Alsagaff
dan Mukty, 2010). Biasanya ISPA bermula saat mikroorganisme atau zat asing
seperti pada tetesan cairan hidung terhirup memasuki paru-paru dan menimbulkan
radang.
Diare. Diare menurut WHO adalah suatu penyakit yang ditandai dengan
frekuensi buang air besar 3 kali atau lebih. Diare adalah buang air besar dengan
frekuensi yang tidak normal (meningkat) dan konsistensi tinja yang lebih lembek
lama lebih dari 30 hari. Dapat disebabkan oleh gangguan metabolisme atau
penyakit lainnya.
Menurut Kunoli (2012), diare akut disertai dengan tanda dan gejala
Keadaan ini merupakan gejala infeksi yang disebabkan oleh bakteri, virus dan
parasit. Diare juga dapat terjadi bersamaan dengan penyakit lainnya seperti
malaria dan campak, begitu juga dengan keracunan kimia. Gejala muntah,
oral yang terdiri dari air, glukosa, dan elektrolit dan biasanya tidak
hari.
disebabkan oleh virus Gastroenteritis dan diare akut karena toksin seperti
kuman perut seperti kekurangan air bersih, kurangnya sarana sanitasi dan
efek baik bagi kulit, begitupun sebaliknya (Harahap, 2000). Kulit merupakan
organ tubuh yang bersifat sebagai pelindung pada tubuh dan merupakan organ
tubuh yang terbesar sehingga sangat mudah untuk terkena paparan penyebab
atau jamur. Beberapa contoh penyakit kulit akibat penyakit lain seperti kulit
berbercak merah akibat demam berdarah, kulit berbercak dan berair akibat cacar,
kulit menebal dan luka akibat kusta ataupun kulit berubah warna dan terjadi
Salah satu faktor penyebab penyakit kulit adalah iklim lembab sehingga
2000). Penyakit kulit juga dapat disebabkan karena kurangnya air bersih sebagai
imunogen atau allergen dari luar kulit, allergen yang umum antara lain adalah
tungau, bulu binatang, jamur, makanan, bakteri, dan bahan yang mengandung zat
yang berat dari penyakit arbovirus yang merupakan singkatan dari Arthropod-
borne viruses yang ditularkan melalui gigitan nyamuk (Soedarmo, 2009). DBD
sering disebut juga Dengue Hemoragic Fever (DHF) yaitu penyakit yang
disebabkan oleh virus dengue yang masuk ke dalam tubuh penderita melalugi
biasanya mencapai puncak penderita pada musim hujan. Hal ini disebabkan
karena banyaknya tempat yang menjadi sumber genangan air yang merupakan
DBD:
1. Demam tinggi mendadak dan berlansung 2-7 hari tanpa sebab yang jelas. Pada
umumnya demam akan menurun pada hari ke-3 sampai hari ke-4 yang
kemudian meningkat lagi pada hari ke-5 sampai ke-6, menunjukkan gambaran
melena), hematura.
3. Hepatomegali.
4. Syok dimana nadi kecil, cepat, lemah sampai tidak teraba, penurunan tekanan
darah, kulit teraba dingin, lembab terutama daerah akral seperti ujung kaki,
Landasan Teori
Rentang skor dari 60 rumah balita yang diteliti adalah 287-856 atau sekitar 22-67
% dari total skor sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat rumah sehat
dari 60 rumah yang diteliti di Desa Sihonongan. Balita yang memiliki keluhan
penyakit sebanyak 22 orang (36,67 %). Penderita yang mengalami ISPA pada
memiliki ventilasi, tidak memiliki lubang asap dapur, dan tinggal di dalam rumah
Kerangka Konsep
Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah survey yang bersifat deskriptif, yaitu suatu cara
yang dilakukan pada penelitian ini adalah survei rumah tangga yang digunakan
Populasi. Populasi dalam penelitian ini seluruh balita berumur 12-59 bulan
yang tinggal di Kelurahan Aur Kecamatan Medan Maimun yaitu sebanyak 405
balita
n = Jumlah Sampel
N= Jumlah Populasi
24
Universitas Sumatera Utara
25
jumlah populasi dengan jumlah sampel yang akan diteliti sehingga didapatkan
digunakan dengan membuat daftar anggota populasi secara acak kemudian yang
menjadi sampel dalam penelitian ini adalah kelipatan dari interval yang telah
didapat tadi. Systematic random sampling ini memungkinkan setiap keluarga yang
memiliki balita yang akan diteliti memiliki peluang yang sama untuk menjadi
I= I= =5,06=5
Interval yang didapat dari hasil peghitungan populasi dan sampel yang
diinginkan adalah 5 sehingga yang menjadi sampel dari penelitian ini adalah
Keterangan:
I : Interval
n : Besarnya Sampel
N : Jumlah Populasi
sarana sanitasi (sarana air bersih, jamban, SPAL dan sarana pembuangan sampah),
perilaku penghuni dan riwayat penyakit berbasis lingkungan pada balita yang
Defenisi operasional.
dibuat oleh Depkes (2007) yang terdiri dari 3 aspek penilaian, antara lain:
langit - langit adalah harus dapat menahan debu dan kotoran lain yang jatuh dari
Dinding. Dinding pada penelitian ini adalah jenis dinding yang memenuhi
syarat apabila konstruksi bangunan permanen (terbuat dari tembok/ batu bata yang
Lantai. Lantai rumah pada penelitian ini adalah alas di dalam ruangan
rumah yang memenuhi syarat bila terbuat dari ubin, semen, atau keramik yang
kedap air, kuat, tidak retak, tidak lembab, tidak berdebu dan mudah dibersihkan.
udara yang memenuhi syarat apabila terdapat ventilasi permanen minimal 10%
Sarana air bersih. Sarana air bersih pada penelitian ini adalah sarana yang
digunakan untuk penyediaan air bersih dari sumber air terlindung seperti PDAM,
syarat bila jamban dimiliki secara individu, merupakan jamban leher angsa
memenuhi syarat bila memiliki SPAL untuk membuang limbah rumah tangga,
langsung ke sungai).
seperti diare, ISPA, penyakit kulit dan DBD pada balita selama 3 bulan terakhir di
Kelurahan Aur.
Data primer. Data primer yaitu data yang didapatkan langsung oleh
peneliti dari sumbernya, dicatat dan diamati pertama kalinya oleh peneliti. Dalam
penelitian ini sumber data didapatakan dari observasi pada rumah penduduk di
rumah sehat yang dibuat oleh Depkes RI Tahun 2007. Data juga diperoleh melalui
Metode Pengukuran
Hasil ukur : Dikategorikan rumah sehat jika total nilai x bobot ketiga aspek
penilaian (komponen rumah, sarana sanitasi dan perilaku penghuni) berada antara
1024 - 1280.rumah dikategorikan tidak sehat apabila total nilai x bobot ketiga
penyakit berbasis lingkungan pada penelitian ini adalah melihat riwayat penyakit
berbasis lingkungan pada balita usia 12-59 bulan selama 3 bulan terakhir di
Kelurahan Aur yang termasuk penyakit berbasis lingkungan dalam penelitian ini
adalah ISPA, diare, penyakit kulit dan DBD. Pengukuran riwayat penyakit
dan lembar checklist. Apabila ditemukan riwayat salah satu atau lebih dari
keempat penyakit diatas maka dikatakan bahwa terdapat riwayat penyakit berbasis
lingkungan.
Metode Analisa data yang digunakan adalah analisis univariat. Data yang
telah dikumpulkan akan diolah dan dianalisa serta disajikan dalam bentuk tabel
Geografi. Kelurahan Aur merupakan salah satu dari enam kelurahan yang
dengan luas wilayah 60 Ha. Adapun batas wilayah Kelurahan Aur adalah sebagai
berikut:
yang terdiri dari 3.468 jiwa berjenis kelamin laki-laki dan 3.338 jiwa berjenis
kelamin perempuan. Mayoritas penduduk Kelurahan Aur ini adalah suku Melayu
Deli, Tionghoa, Batak dan sebagian kecil lainnya suku Jawa, dan India. Adapun
agama yang ada di Kelurahan Aur adalah Islam, Kristen, Hindu, dan Budha.
penduduk dan berada berbatasan dengan aliran sungai Deli. Perumahan penduduk
yang berada di dalam gang umumnya merupakan bangunan sederhana yang saling
Rumah yang saling menempel disisi kiri dan kanan menyebaban rata-rata
bangunan rumah di lokasi tidak memiliki cukup dinding untuk membuat jendela
sehingga banyak ditemukan rumah yang tidak memiliki jendela kamar. Kamar
30
Universitas Sumatera Utara
31
yang memiliki jendela umumnya adalah kamar yang dibangun dilantai dua
bangunan rumah.
lingkungan perumahan gelap dan terasa lembab. Pada beberapa titik lokasi,
penduduk membuka jendela rumah maka cahaya matahari tidak bisa masuk ke
dalam rumah.
Bangunan rumah yang kecil dan tidak adanya lahan kosong menyebabkan
sebagian besar rumah di lokasi tidak memiliki tangki septik sehingga seluruh
pembuangan akhir limbah cair dan sampah penduduk sehingga aliran sungai
Karakteristik Responden
sebagian besar orangtua balita berumur 25-40 tahun yaitu sebanyak 71 orang
(88,8 %).
yang paling banyak adalah pada tingkat SMA sederajat yaitu sebanyak
Tabel 3
Karakteristik Balita
Karakteristik Balita dalam hal ini meliputi umur, jenis kelamin, dan
yang terdiri dari 43 balita laki-laki (53,75%) dan 37 balita perempuan (46,25%)
dengan rentang umur 12-59 bulan. Berdasarkan kepemilikan KMS semua balita
Tabel 4
Kesehatan Perumahan.
perkalian antara nilai dengan bobot. Skor untuk rumah yang memiliki nilai
tertinggi pada setiap aspek adalah 1280. Rumah dikategorikan sehat atau
memenuhi syarat kesehatan jika memiliki skor berkisar antara 80% - 100% dari
total skor atau sekitar 1024-1280. Rumah dikategorikan tidak sehat jika memiliki
Aur, terdapat rumah yang termasuk kategori sehat sebanyak 9 rumah (11,3%) dan
rumah yang tidak termasuk kedalam kategori rumah sehat sebanyak 71 rumah
Tabel 5
dinding dengan kategori permanen (tembok / bata atau batu yang diplester / papan
kedap air) yaitu sebanyak 72 rumah (90,0 %). Lantai rumah penduduk yang
terbuat dari ubin/ keramik/ semen yang diplester sebanyak 73 rumah (91,3 %).
(85,0%) sedangkan sebagian lagi tidak memiliki jendela kamar tidur yaitu
sebanyak 12 rumah (15,0 %). Rumah yang memiliki jendela ruang keluarga yaitu
74 rumah (92,5 %). Sebagian besar rumah penduduk memiliki ventilasi tetap,
namun ukuran luas ventilasi permanen masih <10 % luas lantai yaitu sebanyak 62
rumah (77,5 %). Dari 80 rumah sebanyak 54 rumah (67,5 %) tidak memiliki
Tabel 6
Tabel 6
sarana air bersih milik sendiri yaitu air PDAM dan memenuhi syarat kesehatan
dengan jenis jamban yaitu jamban bukan leher angsa, tidak ada tutup dan
lainnya sudah menggunakan jamban leher angsa dan memiliki septic tank yaitu 17
rumah (21,2%). Rumah yang diteliti umumya memilik SPAL yang dialirkan ke
selokan terbuka dan berujung ke sungai yaitu sebanyak 75 rumah (93,8%) dan
Kelurahan Aur seperti yang dapat dilihat dalam Tabel 7 dibawah ini:
Tabel 7
setiap hari yaitu sebanyak 44 rumah (55,0%) dan penduduk yang membuka
jendela ruang keluarga setiap hari sebanyak 54 rumah (67,5%). Pada umumnya
(76,3%).
48 rumah (60,0%). Sebagian besar penduduk tidak memiliki tempat sampah oleh
Tabel 8
didapatkan 76 (95,0 %) balita yang memiliki keluhan penyakit, dan hanya 4 balita
Tabel 9
Tabel 9
dialami balita adalah batuk pilek yang berlangsung lebih dari 7 hari disertai
demam yaitu sebanyak 68 orang (85,0 %). Kemudian balita yang mengalami
gangguan pada kulit seperti ruam, kemerahan, gatal, biduran dan bentol-bentol
dengan konsistensi tinja yang lembek atau encer berlangsung dalam beberapa hari
terdapat sebanyak 43 balita (53,75 %). Dari data tersebut dapat disimpulkan
bahwa penyakit berbasis lingkungan yang sering terjadi pada balita di Kelurahan
Aur adalah penyakit saluran pernapasan yaitu ISPA, penyakit saluran pencernaan
Karakteristik Responden
pada rentang umur 25-40 tahun dengan pendidikan terakhir pada tingkat SMA
sederajat yaitu 72,5%. Hal ini menunjukan bahwa tingkat pendidikan orangtua
balita di Kelurahan Aur sudah lumayan tinggi terlebih lagi tidak ditemukan
adanya orang tua balita yang tidak bersekolah. Tingkat pendidikan merupakan
pengetahuan orang tua berpengaruh kepada pola pikir dan pola asuh pada anak
yang dapat memberi dampak pada status kesehatan anak. Tingkat pendidikan
mayoritas responden yang terpilih sebanyak 50,0% adalah ibu rumah tangga
40
Universitas Sumatera Utara
41
menunjukkan sebagian besar rumah tergolong tidak sehat yaitu 88,8% yang
berada pada rentang skor 494-999 dan terdapat 11,3% rumah digolongkan dalam
rumah sehat yang berada dalam rentang skor 1025-1174. Aspek-aspek rumah
Komponen Rumah
langit-langit, dinding dan lantai. Terdapat 73,7% rumah yang memiliki langit-
langit rumah yang bersih dan tidak rawan kecelakaan sehingga dapat dikatakan
Aur umumnya berupa rumah tingkat sederhana dengan langit-langit yang terbuat
dari kayu tripleks. Dinding rumah yang sudah permanen 90,0%, serta lantai yang
memenuhi syarat baik itu berupa semen yang diplester, keramik ataupun papan
Umumnya rumah memilki jendela ruang keluarga dan jendela kamar tidur,
namun di Kelurahan Aur terdapat 15,0% rumah yang tidak memiliki jendela
kamar tidur dan 7,5% rumah tidak memiliki jendela ruang keluarga. Hal ini
sehingga tidak terdapat celah untuk membuat jendela. Selain itu bebrapa
memiliki ventilasi permanen <10% luas lantai yaitu 77,5% dan terdapat 13,8%
rumah yang tidak meiliki ventilasi permanen dan hanya mengandalkan pintu dan
dalam ruangan. Ruangan yang lembab dapat meningkatkan jumlah bakteri tidak
antara ventilasi rumah dengan kejadian penyakit ISPA pada balita dimana rumah
dengan ventilasi kurang baik beresiko 2,5 kali lebih besar untuk mengalami ISPA
dibandingkan rumah dengan ventilasi yang baik. Selain bakteri, ruangan dengan
kelembaban yang tinggi juga merupakan media yang baik bagi pertumbuhan
Kelurahan Aur bahwa terdapat 67,5% rumah yang tidak memiliki lubang asap
dapur dimana rumah menjadi pengap akibat asap dapur yang mengepul di seluruh
ruangan. Beberapa rumah dapat memanfaatkan pintu atau jendela yang ada di
dapur sebagai pergantian udara, namun sebagian besar rumah tidak memiliki
jendela atau pintu pada bagian dapur bahkan terdapat rumah yang tidak memiliki
bersifat iritan yang dapat menyebabkan iritasi pada salurah pernafasan sehingga
mempermudah terjadinya ISPA. Berdasarkan hasil penelitian Hugo, Ova dan Mei
(2014) dikatakan bahwa Balita yang terpapar asap dalam rumah mempunyai
yang masuk ke dalam rumah akibat susunan rumah yang berdekatan membuat
rumah terasa lembab dan gelap sehingga membutuhkan bantuan cahaya lampu
pada siang hari. Selain berguna untuk penerangan, cahaya matahari berfungsi
Odds Ratio didapatkan hasil bahwa pencahayaan merupakan faktor resiko yang
harus dalam kondisi yang baik pada waktu siang dengan cahaya matahari ataupun
Sarana Sanitasi
93,8% yang memiliki SPAL berupa selokan namun selokan tersebut terbuka dan
dialirkan menuju sungai. Menurut Fauzi, Setiani, dan Raharjo (2005), limbah
rumah tangga yang dibuang ke sarana pengolahan air limbah yang terbuka dan
tidak bebas dari vektor berpeluang meningkatkan risiko Diare pada anak.
memiliki potensi 2 kali lipat untuk menyebabkan terjadinya Diare. Selain diare,
air limbah yang dialirkan menuju sungai juga dapat menyebabkan pencemaran
kulit mengingat masyarakat Kelurahan Aur masih menggunakan air sungai untuk
rumah sudah memiliki jamban. Bentuk jamban yang paling umum adalah jamban
bukan leher angsa, tidak ada tutup dan tidak memiliki tangki septik (68,8%).
Hanya 17 rumah yang memiliki tangki septik. Rumah yang tidak memiliki tangki
terbatasnya lahan yang dimiliki akibat posisi rumah yang berdekatan dan sempit.
Rumah yang memiliki tangki septik umumnya adalah rumah yang betada di
pinggir jalan dan jauh dari sungai. Pada beberapa rumah lainnya jamban yang
diamati berbentuk jamban bukan leher angsa dan memiliki tutup lubang jamban.
ditutup menggunakan tutup kaleng cat dan juga menggunakan bangku. Air sungai
yang tercemar oleh hasil buangan tinja dapat menjadi pemicu penyebab penyakit
pembuangan tinja dengan kejadian diare pada balita. Pembuangan tinja yang tidak
sehat memiliki resiko 4.5 kali untuk kejadian diare dibandingkan responden
adalah diare. Selain itu, membuang sampah ke aliran air dapat menyebabkan
penyumbatan dan pencemaran pada air. Kontak langsung dengan sampah juga
sampah beresiko untuk terjadinya penyakit diare pada balita. Tempat sampah
harus memenuhi syarat agar tidak menjadi sarang bagi vektor penyakit.
Perilaku Penghuni
dalam kebiasaan membuka jendela kamar dan jendela ruang keluarga sudah cukup
kedalam rumah dan dapat membantu pertukaran udara daari dalam ruangan.
Apabila jendela tertutup maka jendela akan kehilangan fungsinya dan dapat
Namun untuk perilaku membuang sampah ke tempat sampah masih kurang baik
tidak memiliki tempat sampah dan juga tidak bersedia untuk membayar petugas
hubungan antara perilaku hygiene dan sanitasi yang buruk terhadap kejadian
bahwa terdapat 68 Balita yang mengalami keluhan batuk dan pilek yang
berlangsung selama lebih dari 7 hari dan disertai dengan demam. Rata-rata
kejadian keluhan batuk dan pilek pada balita selama 3 bulan terakhir terjadi
sebanyak dua kali. Sebagian besar Balita yang memiliki keluhan batuk dan pilek
tinggal di rumah yang memiliki ventilasi <10 % luas lantai yaitu 52 orang (83,9
%).
Balita yang memiliki keluhan ISPA juga sebagian besar tinggal dirumah
yang tidak memiliki lubang asap dapur (69,1 %) dan 32 balita dengan keluhan
batuk pilek tinggal di rumah dengan pencahayaan yang kurang (47,05 %).
Terjadinya ISPA dapat didukung oleh beberapa faktor seperti faktor pencemaran
berupa dapur atau kurangnya ventilasi untuk pengeluaran asap dapur, kebiasaaan
merokok di dalam ruangan, dan faktor kondisi fisik rumah lainnya seperti,
(2012) kelembaban udara dalam rumah menjadi media yang baik bagi
rumah yang memiliki kelembaban tidak baik disebabkan oleh ventilasi yang tidak
baik, serta lantai yang tidak kedap air dan dapat menghasilkan debu.
meningkat, dan konsistensi tinja yang lembek atau encer berlangsung dalam
(85,0 %) mengalami sakit perut, frekuensi BAB meningkat, dan konsistensi tinja
yang lembek atau encer berlangsung dalam beberapa hari hingga seminggu tidak
memiliki SPAL yang memenuhi syarat kesehatan di rumah. Air limbah banyak
Salah satu penyakit yang disebakan mikroorganisme yang ada pada air
limbah adalah Diare. Mikroorganisme ini akan dibawa oleh vektor atau serangga
yang akan diinfeksikan kepada manusia melalui makanan dan minuman yang
dikonsumsi. Menurut Fauzi (2005), limbah rumah tangga yang dibuang ke sarana
pengelolaan air limbah yang terbuka dan tidak bebas dari vektor berpeluang untuk
berpengaruh terhadap terjadinya diare terutama pada Balita dimana lebih banyak
jumlah Balita yang terkena Diare dengan lingkungan yang tidak sehat dibanding
lingkungannya.
sampah yang dihinggapi lalat, kecoa dan serangga lainnya. Hasil penelitian
resiko terjdinya diare dimana lokasi sungai sangat berdekatan dengan perumahan
dan masyarakat masih memanfaatkan air sungai untuk mencuci baju dan peralatan
(57,50%) yang pernah mengalami gangguan pada kulit. Gangguan kulit yang
dialami balita beragam mulai dari biang keringat, panu, gatal-gatal akibat gigitan
serangga, hingga memiliki bentol-bentol kecil berisi air yang terasa gatal.
Sebagian balita tinggal di rumah yang memiliki ventilasi <10 % luas lantai dan
memiliki pencahayan yang kurang baik, hal tersebut dapat menjadi faktor resiko
penyakit kulit dikarenakan proses pertukaran aliran udara dari luar ke dalam
Kelembapan yang tinggi dapat menjadi tempat yang disukai oleh bakteri
menimbulkan gangguan pada kulit. Kejadian gangguan pada kulit juga dapat
kebersihan handuk dan sarana sanitasi yang tidak sehat menjadi penyebab adanya
keluhan penyakit kulit. Gangguan kulit pada balita banyak terjadi pada balita
Sinar matahari yang masuk kedalam ruangan dapat mematikan bakteri dan
patogen.
Sebagian besar orang tua balita yang mengalami keluhan penyakit ISPA
dan diare biasa membeli obat secara mandiri ke apotik terdekat dan apabila gejala
tidak berkurang atau tidak hilang dalam waktu seminggu barulah orang tua
balita yang mengalami gangguan pada kulit, biasanya diobati dengan bedak tabur.
Keterbatasan Penelitian
penelitian ini masih jauh dari kesempurnaan. Beberapa keterbatasan penelitian ini
Kesimpulan
1. Berdasarkan penilaian rumah sehat di Kelurahan Aur Kota Medan bahwa dari
80 rumah yang diteliti, sebagian besar rumah tergolong tidak sehat yaitu
sebanyak 71 rumah (88,8 %) dan hanya terdapat 9 rumah (11,3 %) yang masuk
memiliki jendela kamar tidur dan jendela ruang keluarga, Ventilasi yang
dimiliki berukuran <10 % dari luas lantai, tidak memiliki lubang asap dapur
dan kondisi pencahayaan rumah penduduk lebih banyak dalam kondisi yang
kurang terang.
3. Kondisi sarana sanitasi rumah antara lain semua sumber sarana air bersih
penduduk adalah milik sendiri dan memenuhi kesehatan yaitu berasal dari
PDAM serta telah memiliki jamban dengan sebagian besar merupakan jamban
bukan leher angsa dan disalurkan ke sungai atau tidak memiliki septic tank.
selokan terbuka dan menuju ke sungai. Sebagian besar rumah juga tidak
4. Perilaku penghuni rumah sudah cukup baik dimana 67,5 % penghuni membuka
50
Universitas Sumatera Utara
51
Balita yang memiliki riwayat keluhan penyakit selama tiga bulan terakhir yaitu
sebanyak 76 balita (95,0 %). Keluhan penyakit yang dialami Balita yaitu ISPA
sebesar 85,0 %, keluhan penyakit penyakit kulit sebanyak 57,50 % dan keluhan
Saran
kamar tidur agar cahaya matahari dan udara masuk kedalam rumah sehingga
petugas.
oleh Dinas Kesehatan dibantu dengan pihak Puskesmas Kampung Baru, dan
Badan Pusat Statistik. (2016). Profil Badan Pusat Statistik Provinsi. Medan:
Anonim.
Perturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 416 Tahun 1990 tentang
Syarat-syarat dan Pengawasan Kualitas Air.
Perturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 829 Tahun 1999 tentang
Persyaratan Kesehatan Perumahan.
Hugo, M., Ova & Mei. (2014). Pajanan asap dalam rumah terhadap kejadian ISPA
Nonpneumonia pada anak balita di Kabupaten Kapuas. Jurnal Kesehatan
Reproduksi, 1(1), 1.
52
Universitas Sumatera Utara
53
Oktaviani, V.A. (2009). Hubungan antara sanitasi fisik rumah dengan kejadian
ISPA pada balita di Desa Cepogo Kecamatan Cepogo Kabupaten
Boyolali (Skripsi, Universitas Muhammadiyah Surakarta). Diakses dari
http://repository.muhammadiyahsurakarta.ac.id.
Safrizal. (2016). Hubungan ventilasi, lantai, dinding, dan atap dengan kejadian
ISPA pada Balita di Blang Muko (Skripsi, Universitas Tengku Umar).
Diakses dari http://repository.tengkuumar.ac.id.
Santoso, U. (2017). Hak atas tanah, hak pengelolaan dan hak milik atas satuan
rumah susun. Depok: Kencana.
Sinaga, Y. (2016). Analisis penilaian rumah sehat dan riwayat penyakit berbasis
lingkungan pada balita di Desa Sihonongan Kecamatan Paranginan
Kabupaten Humbang Hasundutan (Skripsi). Fakultas Kesehatan
Masyarakat USU, Medan.
Soeparman, M., & Suparmin. (2002). Pembuangan tinja & limbah cair. Jakarta:
Buku Kedokteran EGC.
Suharyono. (2008). Diare akut klinik dan laboratorium. Jakarta: Rineka Cipta.
Wibisono, A. F., & Huda, A. K. (2014). Upaya peningkatan rumah sehat bagi
keluarga. Jurnal inovasi dan kewirausahaan, (2)2.
Widodo, N. (2007). Lingkungan fisik kamar tidur dan pneumonia pada anak balita
di Puskesmas Kawalu Kota Tasikmalaya. Jurnal Kesehatan Masyarakat
Nasional. Jakarta.
Yusup,A. (2005). Hubungan sanitasi rumah secara fisik dengan kejadian ISPA
pada Balita (Skripsi) Fakultas Kesehatan UNAIR, Surabaya.
Kepada Yth.
Bapak/Ibu selaku responden
Di tempat,
Dengan Hormat,
Saya yang bertanda tangan dibawah ini adalah mahasiswa Departemen
Kesehatan dan Lingkungan Program Studi S1 Ilmu Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara,
Nama : Kurnia Sufiliana
NIM : 151000349
Sedang melakukan penelitian tentang “Penilaian Rumah Sehat dan
Identifikasi Penyakit Berbasis Lingkungan pada Balita di Kampung Aur Kota
Medan Tahun 2019”
Untuk itu saya mohon kesediaan Bapak / Ibu yang memiliki anak balita usia
1-5 tahun untuk berpartisipasi menjadi responden dalam penelitian ini. Segala hal
yang bersifat rahasia akan saya rahasiakan dan saya gunakan hanya untuk
kepentingan penelitia ini.
Atas perhatian dan ketersediaan serta kerjasama yang baik dari Bapak/Ibu
saya ucapkan terima kasih.
Peneliti,
Kurnia Sufiliana
56
LEMBAR PERTANYAAN
PENILAIAN RUMAH SEHAT DAN IDENTIFIKASI PENYAKIT
BERBASIS LINGKUNGAN PADA BALITA DI KAMPUNG AUR
KOTA MEDAN TAHUN 2019
I. Identitas Responden :
1. Nama :
2. Umur :tahun
3. Jenis Kelamin :
4. Nama Balita :
5. Umur Balita : bulan
1. Jenis Pekerjaan :
2. Pendapatan
Penghasilan rata-rata keluarga perbulan
a. < Rp 1.000.000
b. Rp 1.000.000 – Rp 5.000.000
c. > Rp 5.000.000
3. Pendidikan
a. Tidak sekolah
b. SD (tamat/tidak tamat)
c. SMP
d. SMA
e. Akademi/Perguruan Tinggi
Keterangan :
1. Riwayat penyakit berbasis lingkungan pada balita yang diambil yaitu
penyakit yang terjadi selama 3 bulan terakhir.
2. Frekuensi Penyakit adalah berapa kali balita mengalami penyakit
berbasis lingkungan tertentu selama 3 bulan terakhir.