Anda di halaman 1dari 81

PENILAIAN RUMAH SEHAT DAN IDENTIFIKASI

PENYAKIT BERBASIS LINGKUNGAN PADA BALITA DI


KELURAHAN AUR KOTA MEDAN TAHUN 2019

SKRIPSI

Oleh

KURNIA SUFILIANA
NIM. 151000349

PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2020

Universitas Sumatera Utara


PENILAIAN RUMAH SEHAT DAN IDENTIFIKASI
PENYAKIT BERBASIS LINGKUNGAN PADA BALITA DI
KELURAHAN AUR KOTA MEDAN TAHUN 2019

SKRIPSI

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana


Kesehatan Masyarakat pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Sumatera Utara

Oleh

KURNIA SUFILIANA
NIM. 151000349

PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITASSUMATERA UTARA
2020

Universitas Sumatera Utara


iii

Universitas Sumatera Utara


Telah diuji dan dipertahankan
Pada tanggal: 5 September 2019

TIM PENGUJI SKRIPSI

Ketua : Ir. Indra Chahaya S, M.Si.


Anggota : 1. Dr. dr. Taufik Ashar, M.K.M
2. Dra. Nurmani, M.K.M, Ph.D.

iv

Universitas Sumatera Utara


Pernyataan Keaslian Skripsi

Saya menyatakan dengan ini bahwa skripsi saya yang berjudul “Penilaian

Rumah Sehat dan Identifikasi Penyakit Berbasis Lingkungan pada Balita di

Kelurahan Aur Kota Medan Tahun 2019” beserta seluruh isinya adalah benar

karya saya sendiri dan saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dangan

cara-cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku dalam masyarakat

keilmuan kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam

daftar pustaka. Atas pernyataan ini, saya siap menanggung resiko atau sanksi yang

dijatuhkan kepada saya apabila kemudian ditemukan adanya pelanggaran terhadap

etika keilmuan dalam karya saya ini, atau klaim dari pihak lain terhadap keaslian

karya saya ini.

Medan, September 2019

Kurnia Sufiliana

Universitas Sumatera Utara


Abstrak

Lingkungan perumahan dan pemukiman yang tidak sehat dapat menjadi pemicu
terjadinya penyakit salah satunya adalah penyakit berbasis lingkungan. Tujuan
penelitian ini adalah untuk menggambarkan kondisi rumah dan riwayat penyakit
berbasis lingkungan yang diderita balita di Kelurahan Aur Kota Medan. Penelitian
ini adalah penelitian deskriptif untuk memperoleh informasi mengenai keluarga,
rumah, dan lingkungan. Populasi dalam penelitian ini adalah balita dan jumlah
sampel yang digunakan sebanyak 80 balita yang dipilih dengan menggunakan
teknik simple random sampling. Instrument dalam penelitian ini adalah kuesioner.
Hasil penelitian menunjukkan dari 80 rumah balita yang diobservasi, terdapat 71
rumah yang tidak memenuhi syarat kesehatan seperti tidak memiliki ventilasi yang
cukup, tidak memiliki pencahayaan ruangan yang cukup dan tidak memiliki
tempat pembuangan sampah yang memenuhi syarat. Sebagian besar balita
memiliki keluhan penyakit berbasis lingkungan yaitu 76 orang (95,0%) dengan
keluhan penyakit terbesar adalah ISPA (85,0%), penyakit kulit (53,57%) dan diare
(57,50%). Disarankan kepada masyarakat untuk memperbaiki kondisi rumah yang
tidak memenuhi syarat seperti menyediakan tempat sampah dan merubah perilaku
menjadi lebih peduli terhadap kesehatan melalui penyuluhan-penyuluhan oleh
Dinas Kesehatan.

Kata kunci: Rumah sehat, penyakit lingkungan, balita

vi

Universitas Sumatera Utara


Abstract

An unhealthy residential environment can be trigger for disease, one of which is


an environment-based disease. The purpose of this study was to describe the
condition of the home and a history of environmental-based illnesses suffered by
children under five in Aur District., Medan. This research is a descriptive study to
obtain information about family, home, and environment. The population in this
study were toddler and the number of samples used was 80 toddlers selected using
simple random sampling technique. The instrument in this study was
questionnaire. The result showed that of the 80observed toddler’s houses, 71
houses did not meet the health requirements such as not having adequate
ventilations, not having adequate room lighting and not having a qualified
landfill. Most of the children under five have environment-based disease
complaints, namely 76 people (95%) with the biggest complaints are ARI (85,0%),
skin disease (53,57%) and diarrhea (57,50%) . based on the research, suggestions
that can be given to the community are to improve the conditions of houses that do
meet the requirements such as providing trash bins and changing behavior to be
more concerned about health.

Keywords: Healty housing, Environment-based disease, children

vii

Universitas Sumatera Utara


Kata Pengantar

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala

berkah yang telah diberikan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi

yang berjudul “Penilaian Rumah Sehat dan Identifikasi Penyakit Berbasis

Lingkungan pada Balita di Kelurahan Aur Kota Medan Tahun 2019”.

Skripsi ini adalah salah satu syarat yang ditetapkan untuk memperoleh gelar

Sarjana Kesehatan Masyarakat di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas

Sumatera Utara.

Selama proses penyusunan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan

bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak baik moril maupun materil. Pada

kesempatan ini, penulis menyampaikan ucapan terima kasih sebesar-besarnya

kepada:

1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H., M.Hum., selaku Rektor Universitas Sumatera

Utara.

2. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si., selaku Dekan Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Dr. dr. Taufik Ashar, M.K.M., selaku Ketua Departemen Kesehatan

Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

4. Ir. Indra Chahaya S, M.Si., selaku Dosen Pembimbing yang telah

memberikan bimbingan kepada penulis dalam penyempurnaan skripsi ini.

5. Dr. dr. Wirsal Hasan, M.P.H., selaku Dosen Penguji I dan Dra. Nurmaini,

M.K.M, Ph.D., selaku Dosen Penguji II yang telah meluangkan waktu dan

pikiran dalam penyempurnaan skripsi ini.

viii

Universitas Sumatera Utara


6. Maya Fitria, S.K.M., M.Kes., selaku Dosen Penasehat Akademik yang telah

membimbing penulis selama menjalani perkuliahan di Fakultas Kesehatan

Masyarakat USU.

7. Para Dosen Fakultas Kesehatan Masyarakat USU atas ilmu yang telah

diajarkan selama ini kepada penulis.

8. Pegawai dan Staf Fakultas Kesehatan Masyarakat USU yang telah banyak

membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

9. Kepala Kelurahan Aur Kecamatan Medan Maimun, yang telah mengizinkan

penulis melakukan penelitian.

10. Teristimewa untuk orang tua (Edi Purwanto dan Badariah H.S) yang telah

memberikan kasih sayang yang begitu besar dan kesabaran dalam mendidik

dan memberi dukungan kepada penulis.

11. Terkhusus untuk keluarga penulis Elvira Dewinta, dan Lutfi Khairullah yang

telah memberikan semangat kepada penulis.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih terdapat kekurangan. Oleh

sebab itu, penulis mengharapkan adanya kritik dan saran yang membangun dari

semua pihak dalam rangka penyempurnaan skripsi ini. Akhir kata, penulis

berharap skripsi ini dapat memberikan kontribusi yang positif dan bermanfaat bagi

pembaca.

Medan, September 2019

Kurnia Sufiliana

ix

Universitas Sumatera Utara


Daftar Isi

Halaman
Halaman Persetujuan i
Halaman Penetapan Tim Penguji ii
Halaman Pernyataan Keaslian Skripsi iii
Abstrak iv
Abstract v
Kata Pengantar vi
Daftar Isi viii
Daftar Tabel x
Daftar Gambar xi
Daftar Lampiran xii
Daftar Istilah xiii
Riwayat Hidup xiv

Pendahuluan 1
Latar Belakang 1
Rumusan Masalah 4
Tujuan Penelitian 4
Tujuan umum 4
Tujuan khusus 4
Manfaat Penelitian 5

Tinjauan Pustaka 6
Perumahan dan Pemukiman 6
Jenis rumah 7
Rumah sehat 7
Penilaian rumah sehat 10
Pengaruh Lingkungan Perumahan terhadap Kesehatan 15
Penyakit Berbasis Lingkungan 15
ISPA 16
Diare 18
Penyakit kulit 20
DBD 21
Landasan Teori 22
Kerangka Konsep 23

Metode Penelitian 24
Jenis Penelitian 24
Lokasi dan Waktu Penelitian 24
Populasi dan Sampel 24
Variabel dan Definisi Operasional 26
Metode Pengumpulan Data 28
Metode Pengukuran 28

Universitas Sumatera Utara


Metode Analisis Data 29

Hasil Penelitian 30
Gambaran Umum Lokasi Penelitian 30
Karakteristik Responden 31
Karakteristik Balita 32
Penilaian Rumah Sehat 33
Keluhan Penyakit Berbasis Lingkungan 38
Penyakit Berbasis Lingkungan 38

Pembahasan 40
Karakteristik Responden 40
Deskripsi Kondisi Tempat Tinggal 41
Komponen Rumah 41
Sarana Sanitasi 43
Perilaku Penghuni 45
Deskripsi Penyakit Berbasis Lingkungan pada Balita 46
Keterbatasan Penelitian 49

Kesimpulan dan Saran 50


Kesimpulan 50
Saran 51

Daftar Pustaka 52
Lampiran 56

xi

Universitas Sumatera Utara


Daftar Tabel

No Judul Halaman

1 Standar Pencahayaan dalam Ruang Tempat Tinggal 12

2 Penyakit-Penyakit Menular yang Dapat Dihindarkan dengan 16


Usaha Sanitasi Rumah dan Lingkungan

3 Distribusi Penduduk Kelurahan Aur Berdasarkan 32


Karakteristik Responden Tahun 2019

4 Distribusi Balita Kelurahan Aur Berdasarkan Karakteristik 33


Balita Tahun 2019

5 Distribusi Rumah Penduduk Berdasarkan Penilaian 34


Komponen Rumah Sehat di Kelurahan Aur Tahun 2019

6 Distribusi Rumah Berdasarkan Penilaian Sarana Sanitasi di 35


Kelurahan Aur Tahun 2019

7 Distribusi Proporsi Penilaian Perilaku Penghuni Kelurahan 37


Aur Tahun 2019

8 Proporsi Keluhan Penyakit Berbasis Lingkungan pada Balita 38


Kelurahan Aur Tahun 2019

9 Riwayat Keluhan Penyakit Berbasis Lingkungan pada Balita 38


Kelurahan Aur Tahun 2019

xii

Universitas Sumatera Utara


Daftar Gambar

No Judul Halaman

1 Karakteristik limbah cair rumah tangga 13

2 Kerangka konsep 23

xiii

Universitas Sumatera Utara


Daftar Lampiran

Lampiran Judul Halaman

1 Kuesioner Penelitian 56

2 Formulir Penilaian Rumah Sehat


59
Surat Izin Penelitian
3
62
Surat Keterangan Selesai Penelitian
4 63
Dokumentasi
64
5

xiv

Universitas Sumatera Utara


Daftar Istilah

ARI Acute Respiratory Infection


DBD Demam Berdarah Dengue
DEPKES Departemen Kesehatan
DHF Dengue Hemoragic Fever
ISPA Infeksi Saluran Penafasan Akut
PERMENKES Peraturan Menteri Kesehatan
SPAL Sarana Pembuangan Air Limbah

xv

Universitas Sumatera Utara


Riwayat Hidup

Penulis bernama Kurnia Sufiliana berumur 22 tahun, dilahirkan di

Lhokseumawe pada tanggal 12 Juli 1996. Penulis beragama Islam, anak kedua

dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Edi Purwanto dan Ibu Badariah.

Pendidikan formal dimulai dari Pendidikan sekolah dasar di SDS Yapena

Lhokseumawe Tahun 2003-2008, sekolah menengah pertama di SMPS Yapena

Lhokseumawe Tahun 2008-2011, sekolah menengah atas di SMAN Modal Bangsa

Arun Lhokseumawe Tahun 2011-2014, selanjutnya penulis melanjutkan

pendidikan di Program Studi S1 Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Medan, September 2019

Kurnia Sufiliana

xvi

Universitas Sumatera Utara


Pendahuluan

Latar Belakang

Kesehatan adalah hak asasi setiap warga Negara. Pembangunan kesehatan

bertujuan untuk mencapai Indonesia sehat yaitu keadaan dimana setiap orang

hidup dalam lingkungan yang sehat, berperilaku sehat dan mempunyai akses

terhadap pelayanan kesehatan serta memiliki derajat kesehatan yang tinggi. Upaya

peningkatan derajat kesehatan masyarakat dapat dimulai dari perubahan perilaku

individu dari yang tidak tahu menjadi tahu dan mau untuk memelihara dan

meningkatkan kesehatan diri dan keluarganya.

Salah satu faktor yang memengaruhi derajat kesehatan masyarakat

menurut Hendrik L. Blum adalah lingkungan baik itu lingkungan fisik, biologi,

sosial dan lain-lain. Sejak belum ditemukannya teknologi canggih seperti

sekarang, manusia telah mempelajari tentang adanya hubungan antara lingkungan

sekitar dengan kejadian penyakit. Contohnya air kotor dapat menyebabkan

penyakit perut, binatang dapat menyebabkan beberapa penyakit dan lainnya.

Menurut Chandra (2007), Ilmu kesehatan lingkungan mencakup interaksi

timbal balik antara manusia atau masyarakat dengan lingkungan hidupnya yang

sewaktu-waktu dapat menimbulkan gangguan kesehatan pada masyarakat serta

dapat mempelajari cara penanggulangan dan pencegahannya. Lingkungan yang

baik diharapkan dapat memberikan dampak yang baik bagi kesehatan seperti

lingkungan yang terbebas dari polusi dan lingkungan yang dilengkapi dengan

sarana sanitasi dan air bersih yang cukup. Sanitasi adalah hal yang sudah

seharusnya menjadi prioritas dalam peningkatan penyehatan masyarakat.

1
Universitas Sumatera Utara
2

Terutama bagi masyarakat yang tinggal di daerah padat, kumuh dan

ekonomi menengah kebawah. Hal tersebut juga ikut berkontribusi dalam

tingginya persentase penyakit menular pada daerah padat penduduk. Depkes RI

(2012) menyatakan bahwa rumah sehat adalah rumah yang memenuhi kriteria

minimal akses terhadap air minum, akses jamban sehat, lantai rumah yang baik,

ventilasi dan pencahayaan yang cukup.

Lingkungan perumahan permukiman merupakan kebutuhan dasar manusia

yang berfungsi sebagai tempat untuk berlindung dari gangguan dan ancaman

seperti kejahatan, iklim dan bencana. Kejadian penyakit ataupun gangguan

kesehatan tidak pernah terlepas dari peran faktor lingkungan. Hubungan antara

perilaku manusia dengan komponen lingkungan dikenal sebagai proses terjadinya

penyakit dimana faktor lingkungan memegang peranan penting. Interaksi manusia

dengan lingkungan telah menyebabkan kontak antara kuman dengan manusia atau

yang biasa disebut kontak antara agen dan host.

Agen yang tinggal di tubuh host kemudian berpindah ke tubuh manusia

lainnya melalui perantara lingkungan yang kurang bersih baik itu makanan,

minuman, vektor hewan dan lain-lain. Hal inilah yang mendasari tingginya jumlah

penyakit berbasis lingkungan di Indonesia. Beberapa penelitian menunjukkan

bahwa kondisi rumah yang tidak memenuhi syarat kesehatan mempunyai

hubungan terhadap kejadian penyakit. Hasil penelitian Malendra (2018),

menyebutkan bahwa ada hubungan antara penghuni rumah kos tidak sehat dengan

penyakit berbasis lingkungan.

Universitas Sumatera Utara


3

Hasil penelitian Sinaga (2016) menyatakan bahwa penderita diare

umumnya tinggal di dalam rumah dengan kondisi tidak memiliki saluran

pembuangan air limbah dan tidak memiliki sarana pembuangan sampah. Data

yang diperoleh dari Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2016 menunjukkan

persentase penduduk yang memiliki akses sanitasi layak adalah 71,14 % dan

untuk Sumatera Utara hanya mencapai 51,52 %. Berdasarkan data dari Profil

Kesehatan Kota Medan menunjukan dari 2.229.408 jiwa penduduk kota medan

terdapat 1.776.547 jiwa yang memiliki akses sanitasi yang layak sebesar 79,7%.

Profil Kesehatan Kota Medan juga menunjukkan bahwa persentase rumah

yang memenuhi syarat kesehatan adalah sebesar 84,02 %. Data Profil Puskesmas

Kampung baru tahun 2016 menunjukkan bahwa persentase rumah yang

memenuhi syarat kesehatan sebesar 84,66 %. Data tahun 2016 menunjukkan pada

Kelurahan Aur terdapat 1.980 rumah yang memenuhi syarat layak huni atau

sebesar 82,57 % sedangkan persentase rumah yang melakukan PHBS hanya

sebesar 36,06 %.

Berdasarkan survei pendahuluan yang telah dilakukan di Puskesmas

Kampung Baru, terdapat beberapa penyakit berbasis lingkungan yang merupakan

bagian dari sepuluh penyakit terbesar tahun 2018, antara lain: ISPA, penyakit kulit

dan alergi, diare ,serta penyakit kulit infeksi. Berdasarkan data yang diperoleh

terdapat 4.330 kasus ISPA, 747 kasus penyakit kulit dan alergi, 382 kasus diare,

dan 272 kasus penyakit kulit infeksi. Berdasarkan observasi yang dilakukan pada

lingkungan Kelurahan Aur, masih banyak ditemukan rumah yang tidak memenuhi

syarat kesehatan terlebih pada rumah yang berada di sekitar aliran sungai.

Universitas Sumatera Utara


4

Beberapa hal yang tidak memenuhi syarat kesehatan tersebut antara lain,

konstruksi rumah yang tidak kokoh, lingkungan yang kurang bersih, ventilasi

kurang, tempat pembuangan sampah kurang serta perilaku warga yang suka

membuang sampah ke aliran sungai. Berdasarkan latar belakang diatas penulis

tertarik untuk menganalisis penilaian rumah sehat dan identifikasi penyakit

berbasis lingkungan pada balita di Kelurahan Aur, Kecamatan Medan Maimun

Tahun 2019.

Perumusan Masalah

Berdasarkan data penyakit di Puskesmas Kampung Baru dimana dari 10

penyakit tertinggi di Puskesmas Kampung Baru terdapat 4 penyakit berbasis

lingkungan yang mendominasi, yaitu: ISPA, penyakit kulit dan alergi, diare serta

penyakit kulit infeksi. Keadaan perumahan di Kelurahan Aur masih banyak yang

belum sesuai dengan standar kesehatan maka untuk itu perlu diketahui penilaian

rumah sehat dan mengidentifikasi penyakit berbasis lingkungan di Kelurahan Aur.

Tujuan Penelitian

Tujuan umum. Tujuan umum penelitian ini adalah untuk menilai rumah

sehat dan mengidentifikasi riwayat penyakit berbasis lingkungan pada balita di

Kelurahan Aur Kota Medan.

Tujuan khusus. Tujuan khusus penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui kondisi fisik bangunan rumah seperti langit-langit, dinding,

lantai ventilasi dan pencahayan ruangan di Kelurahan Aur Kota Medan.

2. Untuk mengetahui kondisi sarana sanitasi rumah di Kelurahan Aur Kota

Medan.

Universitas Sumatera Utara


5

3. Untuk mengetahui perilaku penghuni rumah dari sisi kebiasaan membuka

jendela, membersihkan rumah dan perilaku membuang sampah.

4. Untuk mengetahui riwayat penyakit berbasis lingkungan pada balita usia 12

sampai 59 bulan seperti ISPA, Penyakit Kulit, Diare, DBD di Kelurahan Aur

Kota Medan.

Manfaat Penelitian

1. Penelitian ini bermanfaat bagi masyarakat agar masyarakat mulai

memperhatiakan kondisi rumah mulai dari komponen rumah hingga sarana

sanitasi yang memenuhi syarat kesehatan.

2. Sebagai informasi bagi puskesmas Kampung Baru mengenai rumah sehat dan

penyakit berbasis lingkungan yang ada di wilayah kerjanya dan dapat

digunakan sebagai masukan dalam mengevaluasi program yang sedang

berjalan serta sebagai pertimbangan dalam penyusunan program yang akan

datang khususnya terkait dengan kerjadian penyakit berbasis lingkungan.

3. Sebagai bahan referensi dan informasi tambahan dalam rangka penyusunan

program pengurangan faktor risiko penyakit berbasis lingkungan pada

masyarakat.

4. Sebagai referensi dan tambahan pustaka untuk penelitian selanjutnya yang

berkaitan dengan rumah sehat sehingga mampu mengatasi permasalahan

rumah sehat serta dapat mengatasi terjadinya penyakit berbasis lingkungan

Universitas Sumatera Utara


Tinjauan Pustaka

Perumahan dan Permukiman

Perumahan adalah kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan

tempat tinggal/ lingkungan hunian yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana

yang dimaksudkan agar lingkungan tersebut menjadi lingkungan yang sehat,

aman, serasi, teratur dan berfungsi sebagaimana yang diharapkan. Sedangkan

permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup diluar kawasan lindung, baik

yang berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan yang berfungsi sebagai

lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang

mendukung aspek kehidupan manusia (UU No. 1 Tahun 2011).

Perumahan dan permukiman adalah aspek kehidupan yang perlu untuk

diperhatikan mengingat rumah merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia

selain pakaian dan makanan. Memiliki rumah yang layak adalah hak bagi setiap

warga negara dalam hidup bermasyarakat. Pembangunan perumahan dan

permukiman menjadi bagian dari pembangunan nasional yang perlu terus

ditingkatkan dan dikembangkan sebagai cikal bakal dari pembangunan

masyarakat (Yosita. 2015).

Rumah adalah sarana atau bangunan untuk tempat berlindung, dimana

segala aspek lingkungannya berguna untuk kesehatan jasmani dan rohani serta

keadaan sosial individu dan kesehatan keluarga yang tinggal di dalamnya (Komisi

WHO mengenai kesehatan dan lingkungan, 2002). Selain berfungsi sebagai

tempat tinggal, rumah juga adalah sebuah sarana untuk berlindung dari gangguan

iklim dan gangguan makhluk hidup lainnya.

6
Universitas Sumatera Utara
7

Keberadaan rumah yang sehat, aman, serasi dan teratur sangat diperlukan

agar fungsi dan kegunaan rumah dapat terpenuhi dengan baik (Kepmenkes, 2002).

Jenis rumah. Menurut UU RI Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan

dan Kawassan Pemukiman Pasal 21, jenis-jenis rumah adalah sebagai berikut:

Rumah komersial. Rumah komersial adalah rumah yang dibangun untuk

mendapatkan keuntungan.

Rumah umum. Rumah umum adalah rumah yang diselenggarakan untuk

memenuhi kebutuhan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah.

Rumah swadaya. Rumah swadaya adalah rumah yang dibangun atas

prakarsa dan upaya masyarakat baik secara mandiri ataupun berkelompok.

Rumah khusus. Rumah khusus adalah rumah yang dibangun untuk

memenuhi kebutuhan khusus.

Rumah negara. Rumah negara adalah rumah yang dimiliki negara dan

berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaan keluarga serta

penunjang pelaksanaan tugas bagi pejabat atau pegawai negeri.

Rumah sehat. Rumah sehat adalah rumah yang memenuhi kriteria

minimal akses air minum, akses jamban sehat, lantai, ventilasi dan pencahayaan

yang baik (Kepmenkes,1999). Rumah yang sehat merupakan salah satu cara untuk

meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Rumah sehat tidak diukur dari besar

dan mewahnya suatu bangunan, tetapi rumah yang sehat adalah rumah yang

memenuhi konsep kebersihan, kesehatan, dan keindahan. Dengan demikian dapat

dikatakan bahwa rumah sehat adalah bangunan tempat tinggal dan tempat untuk

berlindung, serta sebagai sarana bagi anggota keluarga untuk dapat meningkatkan

Universitas Sumatera Utara


8

derajat kesehatannya secara fisik, mental dan sosial, sehingga seluruh anggota

keluarga dapat bekerja secara produktif. Oleh karena itu rumah sehat, aman, dan

teratur sangat diperlukan agar fungsi dan kegunaan rumah dapat terpenuhi dengan

baik.

Teknologi yang semakin maju seperti sekarang ini memberi dampak pada

kemajuan ilmu kesehatan dimana telah memberi kesadaran kepada masyarakat

bahwa rumah yang tidak sehat dapat menjadi penyebab rendahnya taraf kesehatan

jasmani dan rohani. (Gunawan, 2009).

Kriteria rumah sehat. Kriteria rumah sehat menurut Winslow antara lain:

1. Dapat memenuhi kebutuhan fisiologis.

a. Suhu ruangan yang baik berkisar antara 18-20º.

b. Pencahayaan yang baik sekitar 60-120 lux dan tidak silau baik itu

pencahayaan alami dari matahari ataupun pencahayaan buatan.

c. Ventilasi harus cukup untuk mendukung proses pergantian udara. Ukuran

ventilasi yang memenuhi syarat yaitu 10% -20% dari luas lantai.

d. Luas lantai jumlah ruangan atau kamar.

2. Dapat memenuhi kebutuhan psikologis. Kebutuhan psikologis antara lain

adalah keindahan tata rumah, adanya jaminan kebebasan bagi anggota

keluarga, adanya jaminan privasi, dan adanya ruangan untuk aktivitas

bermasyarakat.

3. Dapat menghindarkan dari terjadinya kecelakaan dan terhindar dari penularan

penyakit.

Universitas Sumatera Utara


9

Menurut Kepmenkes RI Nomor 829/MENKES/SK/VII/1999 tentang

Persyaratan Kesehatan Perumahan, rumah dapat dikatakan sehat apabila

memenuhi kriteria berikut:

1. Memenuhi kebutuhan fisiologis antara lain pencahayaan, penghawaan, dan

ruang gerak yang cukup serta terhindar dari kebisingan.

2. Memenuhi kebutuhan psiologis antara lain privacy yang cukup dan adanya

komunikasi yang sehat antar keluarga.

3. Memenuhi persyaratan pencegahan penularan penyakit antar penghuni rumah

dengan memperhatikan penyediaan air bersih, pengelolaan limbah, bebas dari

vektor penyakit dan tidak padat penghuni.

4. Memenuhi pesyaratan pencegahan terjadinya kecelakaan seperti konstruksi

yang kuat dan tidak licin. Bangunan harus cukup awet dan kokoh karena

rumah sejatinya dirancang untuk melindungi penghuninya dari bahaya iklim

dan bencana.

5. Memenuhi persyaratan terhadap pencegahan bahaya kebakaran,

Sedangkan persyaratan kesehatan rumah tinggal menurut Kepmenkes RI

Nomor 829/SK/VII/1999 adalah sebagai berikut:

1. Tidak terbuat dari bahan yang dapat melepas zat-zat yang dapat

membahayakan kesehatan, seperti :

a. Debu total tidak lebih dari 150 µgm 3

b. Asbes bebas tidak melebihi 0,5 fiber/m 3/4jam

c. Timah hitam tidak melebihi 300mg/kg

Universitas Sumatera Utara


10

2. Tidak terbuat dari bahan yang dapat menjadi tempat tumbuh dan

berkembangnya mikroorganisme patogen.

Penilaian rumah sehat. Berdasarkan Pedoman Teknis Penilaian Rumah

Sehat Tahun 2002, beberapa parameter rumah yang dinilai adalah sebagai berikut:

Komponen rumah. Komponen rumah merupakan salah satu tolak ukur

dalam penilaian rumah sehat antara lain terdiri dari beberapa bagian:

Langit-langit. Langit-langit adalah sebuah penutup yang dipasang di

bawah kerangka atap. Bahan material langit-langit untuk kriteria Rumah Sehat

Sederhana (RSS) adalah triplek (Mukono, 2011). Langit-langit harus mudah

dibersihkan, kuat, aman dan tidak menyebabkan kecelakaan Tinggi langit - langit

yang baik adalah tidak kurang dari 2,40 m dari permukaan lantai.Tujuan

pemasangan langit-langit adalah untuk menutupi konstruksi atap, menahan debu

jatuh dan dapat mencegah panas langsung terpapar kedalam ruangan dibawahnya.

Dinding. Dinding bangunan harus kokoh agar dapat menopang beban yang

ada diatasnya dan harus tidak mudah roboh apabila diterpa angin ataupun air.

Material tembok merupakan bahan yang paling bagus untuk dijadikan dinding

bangunan. Selain itu dapat menggunakan batu bata dan diplester sebagai syarat

rumah sehat sederhana (Mukono, 2011).

Lantai. Lantai merupakan alas ruangan. Kontruksinya harus kedap air,

mudah dibersihkan, tidak berdebu dan tidak becek pada ketika hujan. Untuk

menghindari masuknya air dari bawah tanah maka lantai setidaknya harus berada

20 cm dari permukaan tanah. (Suyono, 2005)

Universitas Sumatera Utara


11

Penataan ruangan. ruang kamar tidur, ruang keluarga dan ruang tamu.

Penyediaan ruangan didalam rumah harus mencukupi sesuai dengan kebutuhan.

Masing-masing ruang memiliki fungsi sendiri namun apabila ruangan terbatas

maka satu ruangan dapat memiliki beberapa fungsi yang digunakan bersamaan.

Ventilasi. Ventilasi memiliki banyak fungsi salah satunya adalah untuk

mendukung pertukaran udara dari dalam dan keluar ruangan (Kepmenkes No.

829/Menkes/SK/VII/1999). Ventilasi sebagai sarana pertukaran udara minimal

berukuran 10% dari luas lantai dengan syarat bukaan ventilasi tidak mengarahkan

pada udara masuk yang tercemari oleh asap, debu atau lainnya. Apabila udara

didalam ruangan tidak bertukar dapat terjadi peningkatan kelembaban udara yang

menyebabkan meningkatnya jumlah dan konsentrasi bakteri terutama bakteri

patogen (Triwibowo, 2015).

Pencahayaan. Pencahayaan, baik yang alami atau buatan harus mampu

menerangi seluruh bagian ruangan degan minimal intensitasnya 60 lux dan tidak

membuat silau (Kepmenkes No. 829/Menkes/SK/VII/1999). Rumah harus cukup

mendapatkan penerangan baik pada siang maupun malam hari. Pada siang hari

diupayakan ruangan mendapat sinar matahari langsung dan untuk

mengoptimalkan penerangan pada malam hari, penerangan didapat dengan

bantuan listrik (Chandra, 2007).

Sinar matahari selain sebagai pencahayaan alami, juga mampu mengurangi

kelembaban di udara dimana dapat juga membunuh bakteri patogen yang ada.

Cara melihat apakah penerangan sudah cukup baik adalah dengan tidak kesulitan

saat membaca di dalam ruangan.

Universitas Sumatera Utara


12

Tabel 1

Standar Pencahayaan dalam Ruang Tempat Tinggal

Jenis Ruangan Standar Pencahayaan (LUX)


Ruang keluarga 100-200
Kamar tidur 50
Ruang belajar 100-300
Ruang makan 75-150
Dapur 50-150
Sumber: SNI Pencahayaan Buatan, 2001

Sarana sanitasi. Sarana sanitasi merupakan salah satu hal yang penting

dilihat dalam penilaian rumah sehat antara lain terdiri dari beberapa bagian:

Sarana air bersih. Menurut Permenkes No 416/Menkes/Per/IX/1990, air

adalah kebutuhan dasar manusia karena digunakan untuk kehidupan sehari-hari

sehingga kualitas dan syarat kesehatannya perlu diperhatikan. Sumber air minum

sering kali menjadi sumber pencemaran penyakit yang ditularkan melalui

perantara air (water-borne disease) (Nursalam, 2009).

Sanitasi sarana air bersih dalam rumah tangga tidak luput dari sumber

penyediaan air bersihnya. Beberapa sumber penyediaan air bersih adalah sumur

gali, sumur pompa tangan, perpipaan, dan penampungan air hujan. Jarak sumber

air dengan sumber pencemaran minimal 10 meter. Pada sumur gali kedalaman

sumur sebaiknya dibuat sedalam 3 meter dari permukan tanah dan dilengkapi

dengan cincin dan bibir sumur yang kedap air (Depkes RI, 2007).

Sarana pembuangan kotoran (jamban). Adanya fasilitas buang air besar

dan penggunaannya menjadi isu penting dalam kualitas hidup masyarakat,

sehingga statistik Kesra Tahun 2006 membagi rumah tangga berdasarkan adanya

fasilitas tempat buang air besar yang terdiri dari fasilitas sendiri, bersama, umum

Universitas Sumatera Utara


13

dan tidak ada fasilitas (Nursalam, 2009). Jamban keluarga sehat menurut Depkes

RI Tahun 2017 memiliki syarat: tidak mencemari air minum, tidak berbau dan

tidak memancing vektor, mudah dibersihkan, tersedia alat pembersih, dinding

kedap air berwarna terang, lantai kedap air, dan memiliki ventilasi yang cukup.

Sarana pembuangan air limbah. Limbah cair merupakan gabungan atau

campuran dari air dan bahan pencemar yang terbawa oleh air, baik dalam keadaan

terlarut maupun tersuspensi yang terbuang dari sumber domestik (Soeparman &

Suparmin, 2002). Limbah adalah buangan yang tidak dikehendaki keberadaannya

karena tidak menguntungkan secara nilai ekonomis (Sumantri, 2015).

Air limbah rumah tangga merupakan limbah pemukiman penduduk yang

komposisinya berasal dari air bekas mandi, bekas cuci pakaian, bekas cuci perabot

dan lain sebagainya (Sumantri, 2015). Karakteristik limbah domestik didominasi

oleh bahan organik dan bisa diklasifikasikan menjadi 2 golongan yaitu black

water dan grey water dengan perbandingan 20% black water dan 80% grey water.

Universitas Sumatera Utara


14

Gambar 1. Karakteristik limbah cair rumah tangga

Air Limbah apabila tidak diolah dengan baik maka dapat menyebabkan

berkembangnya mikroorganisme penyebab diare yang dapat ditularkan melalui

makanan dan minuman sehingga perlu adanya saluran pembuangan air limbah

(SPAL) yang memenuhi syarat kesehatan untuk mencegahnya (Slamet, 2014).

Syarat-syarat kesehatan tersebut antara lain tidak mengontaminasi air minum,

tidak mencemari air permukaan, tidak merusak flora dan fauna, tidak terbuka dan

tidak menimbulkan bau tidak sedap (Chandra, 2007).

Sarana pembuangan sampah. Sampah adalah material sisa yang tidak

diinginkan dari suatu proses kegiatan atau aktivitas manusia dengan kata lain

sampah adalah suatu bahan terbuang yang tidak memiliki nilai ekonomis. Syarat

tempat sampah yang baik adalah mudah dibersihkan, kuat, kedap air dan tertutup

untuk menghindari vektor penyakit.

Kelompok perilaku penghuni. Perilaku setiap individu pasti akan berbeda

dengan individu lainnya. Perilaku adalah sebuah reaksi yang diberikan seseorang

Universitas Sumatera Utara


15

untuk merespon sesuatu. Perilaku seseorang menurut teori Green (1980) dapat di

dorong oleh tiga faktor yaitu faktor predisposing, faktor pendorong dan faktor

penguat. Perilaku kesehatan merupakan bentuk dari suatu respon/ reaksi seseorang

kepada lingkungannya dimana respon tersebut datang secara fisik ataupun sosial

yang berdampak pada baik dan buruknya kesehatan.

Dapat dikatakan juga sebagai cara bagaimana seseorang dapat mengelola

lingkunganya sehingga tidak menggangggu kesehatannya (Notoadmodjo, 2012).

Beberapa perilaku yang mendukung kesehatan seperti: membuka jendela kamar

tidur dan ruang keluarga, membersihkan rumah dan halaman, membuang tinja

bayi dan balita ke jamban serta membuang sampah pada tempatnya

Pengaruh Lingkungan Perumahan terhadap Kesehatan

Lingkungan hidup manusia memiliki 2 bagian yaitu lingkungan internal

dan eksternal yang terdiri dari tiga komponen yaitu lingkungan fisik, biologi dan

sosial. Lingkungan fisik memiliki interaksi yang berkesinambungan dengan

manusia sehingga menjadi penyebab penting terjadinya penyakit. Contoh

lingkungan fisik adalah air, tanah, udara, rumah, dan lainnya (Chandra, 2007).

Dilihat dari mekanismenya, penyakit terjadi akibat adanya interaksi antara

lingkungan, agen penyakit dan manusia yaitu interaksi agen penyakit dan

lingkungan, intraksi manusia dengan lingkungan, interaksi manusia dengan agen

penyakit dan interaksi agen penyakit, manusia dan lingkungan. Ketersediaan

sanitasi dasar seperti air bersih, jamban, pembuangan sampah rumah tangga

diperlukan untuk mencegah meningkatnya kejadian penyakit berbasis lingkungan

termasuk diare.

Universitas Sumatera Utara


16

Penyakit Berbasis Lingkungan

Penyakit berbasis lingkungan adalah suatu kondisi patologis berupa

kelainan fungsi atau morfologi suatu organ tubuh yang disebabkan oleh interaksi

manusia dengan segala sesuatu di sekitarnya (Chandra, 2007). Para ahli kesehatan

masyarakat sepakat bahwa lingkungan merupakan determinan utama derajat

kesehatan penduduk, dapat dikatakan istilah penyakit berbasis lingkungan

merujuk kepada penyakit yang berkaitan dengan kondisi kependudukan serta

lingkungan tempat tinggalnya (Achmadi, 2012).

Sebagai determinan utama derajat kesehatan masyarakat, kualitas

kesehatan lingkungan memberikan kontribusi tidak hanya sebagai penyebab

namun juga sebagai faktor penunjang, media transmisi ataupun faktor pemberat.

Tabel 2

Penyakit-Penyakit Menular yang Dapat Dihindarkan dengan Usaha Sanitasi


Rumah dan Lingkungan

Penyakit Penyebab Jalur penularan


Tifus Salmonella typhi Manusia-tinja-air dan
makanan-manusia
Paratifus Salmonella paratyphi Manusia-tinja-air dan
Makanan-manusia
Kolera Vibrio cholera Manusia-tinja-air dan
Makanan-manusia
Disentri Bacillar Shigellae Manusia-tinja-air dan
makanan-manusia
Disenri Amoeba Entamoeba histolica Manusia-tinja-air dan
makanan-manusia
Malaria Plasmodium Manusia-nyamuk
Anopheles-manusia
DBD Virus Dengue Manusia-nyamuk Aedes
Aegypty-manusia
TBC Mycobacterium tuberculosis Manusia-udara-manusia
PES Yersinea pestis Tikus-pinjal-manusia

Universitas Sumatera Utara


17

ISPA. ISPA merupakan singkatan dari Infeksi Saluran Pernapasan Akut

yang diadaptasi dari istilah bahasa inggris Acute Respiratory Infection (ARI).

Penyakit ini menyerang tenggorokan, hidung, dan paru-paru yang berlangsung

kurang lebih 14 hari (Kunoli, 2012). Penyakit ISPA sering menyerang pertahanan

tubuh yang rendah sehingga rata-rata penderita adalah anak-anak yang dapat

terjangkit 3 - 6 kali pertahun.

ISPA dapat disebabkan oleh bakteri dari genus Streptococcus,

Staphilococcus, Pneumococcus, Hemofillus, Bordetella, dan Corine bacterium.

Virus penyebab ISPA antara lain golongan Myxovirus, Adnovirus, Coronavirus,

Picornavirus, Mikoplasma, Herpesvirus, dan lainnya (Suhandayani, 2007). ISPA

juga dapat disebabkan oleh pencemaran udara karena asap pembakaran bahan

bakar kayu yang biasanya digunakan untuk memasak oleh masyarakat. Sumber

pencemar udara yang berasal dari aktifitas rumah tangga dari dapur yang berupa

asap dapat memberi kontribusi yang cukup besar terhadap penyakit ISPA

(Triwibowo dan Pusphandani, 2015).

ISPA merupakan salah satu penyebab kematian utama pada bayi dan balita

di negara berkembang (Denny dan Loda, 1986). ISPA yang mengenai saluran

napas bawah, misalnya bronkitis, bila menyerang kelompok umur tertentu,

khususnya bayi, anak-anak dan orang tua, akan memberikan gambaran klinik

yang berat dan seringkali berakhir dengan kematian (Alsagaff dan Mukty, 2010).

Sebagian besar dari infeksi saluran pernapasan hanya bersifat ringan

seperti batuk pilek dan tidak memerlukan pengobatan antibiotik. Namun ada

kalanya infeksi membutuhkan antibiotik dan akan berbahaya hinga menyebabkan

Universitas Sumatera Utara


18

kematian apabila tidak diberikan. Oleh karenanya program Pemberantasan

Penyakit (P2) ISPA membaginya menjadi 2 golongan: ISPA non-pneumonia atau

dikenal masyarakat sebagai batuk pilek. Pneumonia yaitu apabila batuk pilek

disertai dengan gejala lain seperti susah bernafas dan nafas cepat.

Klasifikasi ISPA menurut Depkes RI (2002) adalah:

ISPA ringan. Seseorang menderita ISPA ringan apabila ditemukan gejala

batuk, pilek, dan sesak.

ISPA sedang. ISPA sedang apabila timbul gejala sesak nafas, suhu tubuh

lebih dari 39ºC dan bila bernafas mengeluarkan suara seperti mengorok.

ISPA berat. Gejala meliputi kesadaran menurun, nadi cepat atau tidak

teraba, nafsu makan menurun, bibir dan ujungnya membiru (sianosis) dan gelisah.

ISPA dapat ditularkan melalui bersin penderita yang kemudian terhirup

oleh orang sehat sehingga kuman penyebab penyakit masuk saluran

pernapasannya. Pada infeksi yang disebabkan oleh virus biasanya sering terjadi

pada bulan dengan iklim yang dingin. Virus yang menyebabkan ISPA terdapat 10

- 100 kali lebih banyak di dalam mukosa hidung daripada mukosa faring (Alsagaff

dan Mukty, 2010). Biasanya ISPA bermula saat mikroorganisme atau zat asing

seperti pada tetesan cairan hidung terhirup memasuki paru-paru dan menimbulkan

radang.

Universitas Sumatera Utara


19

Diare. Diare menurut WHO adalah suatu penyakit yang ditandai dengan

perubahan bentuk tinja yang lembek sampai mencair dengan pertambahan

frekuensi buang air besar 3 kali atau lebih. Diare adalah buang air besar dengan

frekuensi yang tidak normal (meningkat) dan konsistensi tinja yang lebih lembek

atau cair (Suharyono, 2008).

Klasifikasi diare berdasarkan lama waktu diare terdiri dari:

Diare akut. Berlangsung selama kurang dari 2 minggu tanpa selang

waktu lebih dari 2 hari.

Diare persisten. Berlangsung selama 15-30 hari merupakan

keberlangsungan dari penyakit diare akut sebelum masuk ke fase kronis.

Diare kronis. Diare kronis bersifat hilang timbul namun berlangsung

lama lebih dari 30 hari. Dapat disebabkan oleh gangguan metabolisme atau

penyakit lainnya.

Menurut Kunoli (2012), diare akut disertai dengan tanda dan gejala

klinik lainnya seperti muntah, demam, dehidrasi, dan gangguan elektrolit.

Keadaan ini merupakan gejala infeksi yang disebabkan oleh bakteri, virus dan

parasit. Diare juga dapat terjadi bersamaan dengan penyakit lainnya seperti

malaria dan campak, begitu juga dengan keracunan kimia. Gejala muntah,

pernafasan cepat, terjadi akibat tubuh kehilangan banyak elektrolit tubuh.

Dari sudut pandang klinik praktis, penyakit diare dapat dibagi

menjadi 6 gejala klinik yaitu :

Universitas Sumatera Utara


20

Diare ringan. Diare ringan, diatasi dengan pemberian larutan rehidrasi

oral yang terdiri dari air, glukosa, dan elektrolit dan biasanya tidak

memerlukan tindakan medis lanjutan lainnya.

Diare berdarah. (Disentri) disebabkan oleh organisme seperti

Shigella, E. Coli dan beberapa organisme tertentu.

Diare persisten. Diare persisten yang berlangsung paling sedikit selama 14

hari.

Diare berat. Diare berat seperti pada kolera.

Diare ringan. Diare ringan tanpa dehidrasi karena muntah,

disebabkan oleh virus Gastroenteritis dan diare akut karena toksin seperti

yang disebabkan oleh Staphylococcus aureus,dan Bacillus cereus.

Colitis hermoragica. Colitis hermoragica, dengan diare cair

mengandung darah banyak tetapi tanpa demam atau fecal lekocytes.

Penyakit diare menular melalui jalur fecal oral akibat: menelan

makanan yang terkontaminasi, dan faktor yang berkaitan dengan peningkatan

kuman perut seperti kekurangan air bersih, kurangnya sarana sanitasi dan

penyimpanan makanan yang buruk.

Penyakit kulit. Penyakit kulit merupakan penyakit yang sangat erat

hubungannya dengan kebersihan diri. Lingkungan yang sehat akan membawa

efek baik bagi kulit, begitupun sebaliknya (Harahap, 2000). Kulit merupakan

organ tubuh yang bersifat sebagai pelindung pada tubuh dan merupakan organ

tubuh yang terbesar sehingga sangat mudah untuk terkena paparan penyebab

penyakit (Harijono, 2007).

Universitas Sumatera Utara


21

Penyakit Kulit dapat disebabkan oleh bibit penyakit, sengatan serangga

atau jamur. Beberapa contoh penyakit kulit akibat penyakit lain seperti kulit

berbercak merah akibat demam berdarah, kulit berbercak dan berair akibat cacar,

kulit menebal dan luka akibat kusta ataupun kulit berubah warna dan terjadi

pengelupasan pada penderita kwashiokor (Heru, 1995).

Salah satu faktor penyebab penyakit kulit adalah iklim lembab sehingga

memungkinkan tumbuhnya jamur serta personal hygiene yang buruk (Harahap,

2000). Penyakit kulit juga dapat disebabkan karena kurangnya air bersih sebagai

fasiltas sanitasi sehingga bakteri memiliki kesempatan untuk berkembang pada

kulit (Slamet, 2009 ).

Menurut Harijono (2007), penyakit kulit disebabkan oleh paparan

imunogen atau allergen dari luar kulit, allergen yang umum antara lain adalah

tungau, bulu binatang, jamur, makanan, bakteri, dan bahan yang mengandung zat

kimia berbahaya. Gejala pada penderita penyakit kulit berbeda-beda berdasarkan

penyebabnya. Gejala yang paling umum biasanya adalah gatal-gatal. Penyakit

kulit akibat jamur biasanya menimbulkan gejala kulit berwarna kemerahan,

bersisik dan berbentuk seperti cincin dengan penyebaran marginal.

DBD. DBD (Demam Berdarah Dengue) merupakan manifestasi klinis

yang berat dari penyakit arbovirus yang merupakan singkatan dari Arthropod-

borne viruses yang ditularkan melalui gigitan nyamuk (Soedarmo, 2009). DBD

sering disebut juga Dengue Hemoragic Fever (DHF) yaitu penyakit yang

disebabkan oleh virus dengue yang masuk ke dalam tubuh penderita melalugi

gigitan nyamuk Aedes aegypti betina.

Universitas Sumatera Utara


22

Daerah tropis cenderung menjadi daerah endemis penyakit DBD dan

biasanya mencapai puncak penderita pada musim hujan. Hal ini disebabkan

karena banyaknya tempat yang menjadi sumber genangan air yang merupakan

sarana pengembangbiakan jentik-jentik nyamuk Aedes aegypti si pembawa virus

dengue (Nasronudin, 2007). Menurut Nasronudin ada beberapa kriteria klinik

DBD:

1. Demam tinggi mendadak dan berlansung 2-7 hari tanpa sebab yang jelas. Pada

umumnya demam akan menurun pada hari ke-3 sampai hari ke-4 yang

kemudian meningkat lagi pada hari ke-5 sampai ke-6, menunjukkan gambaran

klinik suhu badan seperti pelana kuda.

2. Manifestasi pendarahan, uji tourniquet positif, petekie, purpura, ekimosis,

epistaksis, pendarahan gusi, pendarahan saluran pencernaan (hematemesis-

melena), hematura.

3. Hepatomegali.

4. Syok dimana nadi kecil, cepat, lemah sampai tidak teraba, penurunan tekanan

darah, kulit teraba dingin, lembab terutama daerah akral seperti ujung kaki,

jari, hidung, sianosis disekitar mulut, gelisah.

5. Trombositopenia (100.000/mm³ atau kurang).

Landasan Teori

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Sinaga (2016), bahwa

Rentang skor dari 60 rumah balita yang diteliti adalah 287-856 atau sekitar 22-67

% dari total skor sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat rumah sehat

dari 60 rumah yang diteliti di Desa Sihonongan. Balita yang memiliki keluhan

Universitas Sumatera Utara


23

penyakit sebanyak 22 orang (36,67 %). Penderita yang mengalami ISPA pada

umumnya tinggal dengan kondisi rumah tidak memiliki langit-angit, tidak

memiliki ventilasi, tidak memiliki lubang asap dapur, dan tinggal di dalam rumah

dengan kondisi pencahayaan yang tidak terang.

Kerangka Konsep

Gambar 2. Kerangka konsep

Universitas Sumatera Utara


Metode Penelitian

Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah survey yang bersifat deskriptif, yaitu suatu cara

penelitian deskriptif yang dilakukan terhadap sekumpulan objek penelitian. Survei

yang dilakukan pada penelitian ini adalah survei rumah tangga yang digunakan

untuk memperoleh informasi tentang lingkungan rumah.

Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian. Penelitian ini berlokasi di rumah penduduk Kelurahan

Aur Kecamatan Medan Maimun

Waktu penelitian. Waktu penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret

sampai Juli 2019

Populasi dan Sampel

Populasi. Populasi dalam penelitian ini seluruh balita berumur 12-59 bulan

yang tinggal di Kelurahan Aur Kecamatan Medan Maimun yaitu sebanyak 405

balita

Sampel. Besar sampel dihitung dengan menggunakan rumus Slovin :

n = Jumlah Sampel

N= Jumlah Populasi

D= Derajat Kepercayaan (0,1)

Berdasarkan rumus diatas maka dapat dihitung sebagai berikut:

24
Universitas Sumatera Utara
25

Berdasarkan perhitungan diatas didapat jumlah sampel keseluruhan yang

dibutuhkan adalah 80 sampel.

Teknik pengambilan sampel. Metode yang digunakan adalah Simple

Random Sampling, lebih tepatnya adalah pengambilan sampel secara acak

sistematis (systematic random sampling). Teknik sampling ini membagi antara

jumlah populasi dengan jumlah sampel yang akan diteliti sehingga didapatkan

hasilnya yang disebut dengan interval. Pengambilan dan penentuan sampel

digunakan dengan membuat daftar anggota populasi secara acak kemudian yang

menjadi sampel dalam penelitian ini adalah kelipatan dari interval yang telah

didapat tadi. Systematic random sampling ini memungkinkan setiap keluarga yang

memiliki balita yang akan diteliti memiliki peluang yang sama untuk menjadi

sampel. Penghitungan Systematic random sampling yaitu:

I= I= =5,06=5

Interval yang didapat dari hasil peghitungan populasi dan sampel yang

diinginkan adalah 5 sehingga yang menjadi sampel dari penelitian ini adalah

kelipatan 5 dari daftar populasi.

Keterangan:

I : Interval

n : Besarnya Sampel

N : Jumlah Populasi

Universitas Sumatera Utara


26

Variabel dan Defenisi Operasional

Variabel. Variabel dalam penelitian ini adalah kondisi komponen rumah

(langit-langit, dinding, lantai, jendela, ventilasi, lubang asap dapur, pencahayaan),

sarana sanitasi (sarana air bersih, jamban, SPAL dan sarana pembuangan sampah),

perilaku penghuni dan riwayat penyakit berbasis lingkungan pada balita yang

tinggal di Kelurahan Aur.

Defenisi operasional.

Rumah sehat. Penilaian rumah sehat dilakukan dengan observasi ke

rumah-rumah penduduk yang memiliki balita yang menjadi sampel penelitian.

Observasi dilaksanakan berdasarkan pedoman teknis penilaian rumah sehat yang

dibuat oleh Depkes (2007) yang terdiri dari 3 aspek penilaian, antara lain:

komponen rumah, sarana sanitasi, dan perilaku penghuni.

Langit-langit. Langit-langit adalah penutup dibawah kerangka atap. Syarat

langit - langit adalah harus dapat menahan debu dan kotoran lain yang jatuh dari

atap, konstruksinya bebas tikus, tinggi langit-langit ruangan sekurang-kurangnya

sampai 2,40 m dari permukaan lantai.

Dinding. Dinding pada penelitian ini adalah jenis dinding yang memenuhi

syarat apabila konstruksi bangunan permanen (terbuat dari tembok/ batu bata yang

diplester), atau terbuat dari papan yang kedap air.

Lantai. Lantai rumah pada penelitian ini adalah alas di dalam ruangan

rumah yang memenuhi syarat bila terbuat dari ubin, semen, atau keramik yang

kedap air, kuat, tidak retak, tidak lembab, tidak berdebu dan mudah dibersihkan.

Universitas Sumatera Utara


27

Ventilasi. Ventilasi pada penelitian ini adalah lubang keluar masuknya

udara yang memenuhi syarat apabila terdapat ventilasi permanen minimal 10%

dari luas lantai dan berfungsi dengan baik.

Pencahayaan. Pencahayaan pada penelitian ini adalah keadaan

penerangan dalam ruangan yang memenuhi syarat apabila dapat menerangi

ruangan secara merata, tidak menyilaukan, dan dapat dipergunakan untuk

membaca dengan normal tanpa menggunakan alat bantu.

Sarana air bersih. Sarana air bersih pada penelitian ini adalah sarana yang

digunakan untuk penyediaan air bersih dari sumber air terlindung seperti PDAM,

merupakan milik sendiri dan memenuhi syarat kesehatan.

Jamban. Jamban pada penelitian ini adalah suatu bangunan yang

digunakan untuk membuang kotoran sehingga kotoran tersebut tidak menjadi

penyebab penyakit serta mengotori permukaan/ lingkungan, yang memenuhi

syarat bila jamban dimiliki secara individu, merupakan jamban leher angsa

dengan tutup, dan tersedia septic tank.

Sarana pembuangan air limbah. Sarana pembuangan air limbah

memenuhi syarat bila memiliki SPAL untuk membuang limbah rumah tangga,

disalurkan ke selokan tertutup (tidak dibuang ke tanah terbuka dan dialirkan

langsung ke sungai).

Perilaku penghuni. Perilaku penghuni dalam penelitian ini adalah

perilaku membuka jendela kamar, perilaku membersihkan rumah, dan perilaku

membuang sampah ke tempah sampah.

Universitas Sumatera Utara


28

Riwayat penyakit berbasis lingkungan. Riwayat penyakit berbasis

lingkungan pada penelitian ini adalah riwayat penyakit berbasis lingkungan

seperti diare, ISPA, penyakit kulit dan DBD pada balita selama 3 bulan terakhir di

Kelurahan Aur.

Metode Pengumpulan Data

Data primer. Data primer yaitu data yang didapatkan langsung oleh

peneliti dari sumbernya, dicatat dan diamati pertama kalinya oleh peneliti. Dalam

penelitian ini sumber data didapatakan dari observasi pada rumah penduduk di

kelurahan Aur. Observasi ini dilakukan berdasarkan pedoman teknis penilaian

rumah sehat yang dibuat oleh Depkes RI Tahun 2007. Data juga diperoleh melalui

wawancara dengan responden.

Metode Pengukuran

Rumah sehat. Metode pengukuran rumah sehat meliputi:

Alat ukur : Formulir Penilaian Rumah Sehat (Depkes RI, 2007).

Cara ukur : Observasi

Hasil ukur : Dikategorikan rumah sehat jika total nilai x bobot ketiga aspek

penilaian (komponen rumah, sarana sanitasi dan perilaku penghuni) berada antara

1024 - 1280.rumah dikategorikan tidak sehat apabila total nilai x bobot ketiga

aspek penilaian berada dibawah 1024.

Riwayat penyakit berbasis lingkungan pada balita. Identifikasi

penyakit berbasis lingkungan pada penelitian ini adalah melihat riwayat penyakit

berbasis lingkungan pada balita usia 12-59 bulan selama 3 bulan terakhir di

Kelurahan Aur yang termasuk penyakit berbasis lingkungan dalam penelitian ini

Universitas Sumatera Utara


29

adalah ISPA, diare, penyakit kulit dan DBD. Pengukuran riwayat penyakit

berbasis lingkungan dilakukan dengan cara wawancara menggunakan kuesioner

dan lembar checklist. Apabila ditemukan riwayat salah satu atau lebih dari

keempat penyakit diatas maka dikatakan bahwa terdapat riwayat penyakit berbasis

lingkungan.

Metode Analisis Data

Metode Analisa data yang digunakan adalah analisis univariat. Data yang

telah dikumpulkan akan diolah dan dianalisa serta disajikan dalam bentuk tabel

distribusi dan narasi untuk menggambarkan karakteristik variabel penelitian. Data

akan diolah menggunakan bantuan komputer

Universitas Sumatera Utara


Hasil Penelitian

Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Geografi. Kelurahan Aur merupakan salah satu dari enam kelurahan yang

ada di Kecamatan Medan Maimun. Kelurahan ini terdiri dari 10 lingkungan

dengan luas wilayah 60 Ha. Adapun batas wilayah Kelurahan Aur adalah sebagai

berikut:

Sebelah Utara : Kelurahan Kesawan

Sebelah Selatan : Kelurahan Sukaraja

Sebelah Timur : Kelurahan Mesjid

Sebelah Barat : Kelurahan Hamdan

Demografi. Kelurahan Aur memiliki jumlah penduduk sekitar 6.806 Jiwa

yang terdiri dari 3.468 jiwa berjenis kelamin laki-laki dan 3.338 jiwa berjenis

kelamin perempuan. Mayoritas penduduk Kelurahan Aur ini adalah suku Melayu

Deli, Tionghoa, Batak dan sebagian kecil lainnya suku Jawa, dan India. Adapun

agama yang ada di Kelurahan Aur adalah Islam, Kristen, Hindu, dan Budha.

Gambaran umum. Lokasi penelitian merupakan area perumahan padat

penduduk dan berada berbatasan dengan aliran sungai Deli. Perumahan penduduk

yang berada di dalam gang umumnya merupakan bangunan sederhana yang saling

berdempetan satu sama lain.

Rumah yang saling menempel disisi kiri dan kanan menyebaban rata-rata

bangunan rumah di lokasi tidak memiliki cukup dinding untuk membuat jendela

sehingga banyak ditemukan rumah yang tidak memiliki jendela kamar. Kamar

30
Universitas Sumatera Utara
31

yang memiliki jendela umumnya adalah kamar yang dibangun dilantai dua

bangunan rumah.

Kondisi rumah yang bertingkat dan rapat menyebabkan kondisi

lingkungan perumahan gelap dan terasa lembab. Pada beberapa titik lokasi,

cahaya matahari sepenuhnya terhalang oleh atap rumah sehingga meskipun

penduduk membuka jendela rumah maka cahaya matahari tidak bisa masuk ke

dalam rumah.

Bangunan rumah yang kecil dan tidak adanya lahan kosong menyebabkan

sebagian besar rumah di lokasi tidak memiliki tangki septik sehingga seluruh

saluran pembuangan di alirkan ke sungai. Sungai yang mengalir sepanjang lokasi

penelitian digunakan untuk mencuci pakaian dan juga sebagai tempat

pembuangan akhir limbah cair dan sampah penduduk sehingga aliran sungai

berwarna kecoklatan dan berbau tidak sedap.

Karakteristik Responden

Karakteristik responden dalam penelitian ini meliputi umur responden,

status pekerjaan, pendapatan dan pendidikan terakhir responden. Berdasarkan

hasil pengamatan yang dilaksanakan di Kelurahan Aur menunjukkan bahwa

sebagian besar orangtua balita berumur 25-40 tahun yaitu sebanyak 71 orang

(88,8 %).

Sebagian besar responden adalah ibu rumah tangga yaitu sebanyak 40

orang (50,0 %) dengan pendapatan rata-rata keluarga yaitu antara Rp1.000.000,-sd

Rp5.000.000,- yaitu sebanyak 52 orang (65,0 %). Pendidikan terakhir responden

yang paling banyak adalah pada tingkat SMA sederajat yaitu sebanyak

Universitas Sumatera Utara


32

58 orang (72,5 %). Distribusi penduduk Kelurahan Aur berdasarkan karakteristik

responden tahun 2019 dapat dilihat pada Tabel 3 berikut:

Tabel 3

Distribusi penduduk Kelurahan Aur Berdasarkan Karakteristik Responden Tahun


2019

Karakteristik Responden n=80 (%)


Umur
<25 1 1,3
25-40 71 88,8
>40 8 10,0
Status Pekerjaan
Wiraswasta 11 13,8
Pedagang 16 20,0
PNS 1 1,3
Buruh Cuci/ ART 10 12,5
Guru 2 2,5
Ibu Rumah Tangga 40 50,0
Pendapatan
<Rp1.000.000,- 18 22,5
Rp1.000.000 - Rp5.000.000,- 52 65,0
>Rp5.000.000,- 10 12,5
Pendidikan Terakhir
Tidak Sekolah
SD 2 2,5
SMP 14 17,5
SMA 58 72,5
Akademi/Perguruan Tinggi 6 7,5

Karakteristik Balita

Karakteristik Balita dalam hal ini meliputi umur, jenis kelamin, dan

kepemilikan KMS. Balita yang diamati di Kelurahaan Aur berjumlah 80 orang

yang terdiri dari 43 balita laki-laki (53,75%) dan 37 balita perempuan (46,25%)

dengan rentang umur 12-59 bulan. Berdasarkan kepemilikan KMS semua balita

telah memiliki KMS (100%). Distribusi balita di Kelurahan Aur berdasarkan

karakteristik balita tahun 2019 dapat dilihat dalam Tabel 4 berikut:

Universitas Sumatera Utara


33

Tabel 4

Distribusi Balita Kelurahan Aur Berdasarkan Karakteristik Balita Tahun 2019

Karakteristik Balita n=80 (%)


Jenis Kelamin
Laki-laki 43 53,75
Perempuan 37 46,25
Kepemilikan KMS
Ada 80 100
Tidak Ada 0 0

Penilaian Rumah Sehat

Penilaian rumah sehat dilakukan berdasaran Pedoman Teknis Penilaian

Rumah Sehat (Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan

Lingkungan Depkes RI 2007). Pedoman teknis ini disusun berdasarkan Keputusan

Menteri Kesehatan RI Nomor: 829/Menkes/SK/VII/1999 tentang Persyaratan

Kesehatan Perumahan.

Kriteria rumah ditentukan dengan menghitung skor. Skor adalah total

perkalian antara nilai dengan bobot. Skor untuk rumah yang memiliki nilai

tertinggi pada setiap aspek adalah 1280. Rumah dikategorikan sehat atau

memenuhi syarat kesehatan jika memiliki skor berkisar antara 80% - 100% dari

total skor atau sekitar 1024-1280. Rumah dikategorikan tidak sehat jika memiliki

skor penilaian <1024.

Berdasarkan hasil penilaian rumah sehat yang dilaksanakan di Kelurahan

Aur, terdapat rumah yang termasuk kategori sehat sebanyak 9 rumah (11,3%) dan

rumah yang tidak termasuk kedalam kategori rumah sehat sebanyak 71 rumah

(88,8%) dengan rentang skor 494 – 999.

Universitas Sumatera Utara


34

Komponen rumah. Berikut merupakan tabel distribusi rumah penduduk

berdasarkan penilaian komponen rumah sehat di Kelurahan Aur Tahun 2019.

Tabel 5

Distribusi Rumah Penduduk Berdasarkan Penilaian Komponen Rumah Sehat di


Kelurahan Aur Tahun 2019

Aspek Kriteria Komponen Rumah Sehat n %


Penilaian
Langit-langit Tidak ada 9 11,3
Ada, kotor, sulit dibersihkan, dan rawan 12 15,0
kecelakaan
Ada, bersih, dan tidak rawan kecelakaan 59 73,7
Dinding Bukan tembok (terbuat dari anyaman - -
bambu/ilalang)
Semi permanen/ setengah tembok/ pasangan 8 10,0
bata atau batu yang tidak diplester/ papan tidak
kedap air
Permanen (tembok/pasangan bata atau batu 72 90,0
yang diplester), papan kedap air
Lantai Tanah - -
Papan/ anyaman bambu dekat dengan tanah/ 7 8,3
plesteran yang retak dan berdebu
Diplester/ubin/keramik/papan (rumah 73 91,3
panggung)
Jendela Tidak ada 12 15,1
kamar tidur Ada 68 85,0
Jendela ruang Tidak ada 6 7,5
keluarga Ada 74 92,5
Ventilasi Tidak ada 11 13,8
Ada, luas ventilasi <10% dari luas lantai 62 77,5
Ada, luas ventilasi permanen >10% dari luas 7 8,8
lantai.
Lubang asap Tidak ada 54 67,5
dapur
Ada, luas ventilasi dapur <10% dari luas lantai 23 28,8
dapur
Ada, luas ventilasi dapur >10% dari luas lantai 3 3,8
dapur (asap keluar dengan sempurna) atau ada
exhaust fan/ada peralatan lain yang sejenis
Pencahayaan Tidak terang 32 40
Kurang terang 26 35
Terang dan tidak silau 20 25

Universitas Sumatera Utara


35

Sebagian besar rumah penduduk sudah memiliki langit-langit rumah yaitu

sebanyak 71 rumah dan diantaranya terdapat 59 rumah (73,7 %) yang memiliki

langit-langit yang memenuhi syarat. Hampir semua rumah penduduk memiliki

dinding dengan kategori permanen (tembok / bata atau batu yang diplester / papan

kedap air) yaitu sebanyak 72 rumah (90,0 %). Lantai rumah penduduk yang

terbuat dari ubin/ keramik/ semen yang diplester sebanyak 73 rumah (91,3 %).

Sebagian rumah telah memiliki jendela kamar tidur yaitu 68 rumah

(85,0%) sedangkan sebagian lagi tidak memiliki jendela kamar tidur yaitu

sebanyak 12 rumah (15,0 %). Rumah yang memiliki jendela ruang keluarga yaitu

74 rumah (92,5 %). Sebagian besar rumah penduduk memiliki ventilasi tetap,

namun ukuran luas ventilasi permanen masih <10 % luas lantai yaitu sebanyak 62

rumah (77,5 %). Dari 80 rumah sebanyak 54 rumah (67,5 %) tidak memiliki

lubang asap dapur. Kondisi pencahayaan rumah penduduk umumnya masuk

kedalam kategori kurang terang, sehingga kurang jelas apabila dipergunakan

untuk membaca dengan normal yaitu sebanyak 32 rumah (40,0%).

Sarana sanitasi. Distribusi rumah berdasarkan penilaian sarana sanitasi.

Tabel 6

Distribusi Rumah Berdasarkan Penilaian Sarana Sanitasi di Kelurahan Aur


Tahun 2019

Aspek Kriteria Sarana Sanitasi n %


Penilaian
Sarana air bersih Tidak ada - -
Ada, bukan milik sendiri dan tidak memenuhi - -
syarat kesehatan
Ada, milik sendiri dan tidak memenuhi syarat - -
kesehatan
Bersambung

Universitas Sumatera Utara


36

Tabel 6

Distribusi Rumah Berdasarkan Penilaian Sarana Sanitasi di Kelurahan Aur


Tahun 2019

Aspek Kriteria Sarana Sanitasi n %


Penilaian
Ada, bukan milik sendiri dan memenuhi - -
syarat kesehatan
Ada, milik sendiri dan memenuhi syarat 80 100
kesehatan
Jamban Tidak ada
Ada, bukan leher angsa, tidak ada tutup, 55 68,8
pembuangan disalurkan ke sungai/kolam
Ada, bukan leher angsa, ada tutup, 8 10,0-
disalurkan ke sungai/kolam
Ada, bukan leher angsa, ada tutup, - -
disalurkan ke septictank
SPAL Ada, leher angsa, ada tutup, disalurkan ke 17 21,2
septic tank
Tidak ada, sehingga tergenang tidak teratur - -
di halaman rumah
Ada, diresapkan tetapi mencemari sumber - -
air (jarak sumber air <10 m)
Ada, dialirkan keselokan terbuka 75 93,8
Ada, diresapkan tetapi tidak mencemari 3 3,7
sumber air (jarak dengan sumber air >10 m)
Ada, disalurkan keselokan tertutup (saluran 2 2,5
kota) untuk diolah lebih lanjut
Sarana Tidak ada 51 63,8
pembuangan Ada, tidak kedap air dan tidak ada tutup 15 18,8
sampah Ada, kedap air dan tidak ada tutup 14 17,5
Ada, kedap air, dan tertutup - -

Berdasarkan sarana air bersih yang digunakan, masyarakat menggunakan

sarana air bersih milik sendiri yaitu air PDAM dan memenuhi syarat kesehatan

sebanyak 80 rumah (100%). Semua rumah penduduk telah memiliki jamban

dengan jenis jamban yaitu jamban bukan leher angsa, tidak ada tutup dan

disalurkan ke sungai yaitu sebanyak 55 rumah (68,8%) sedangkan sebagian

lainnya sudah menggunakan jamban leher angsa dan memiliki septic tank yaitu 17

Universitas Sumatera Utara


37

rumah (21,2%). Rumah yang diteliti umumya memilik SPAL yang dialirkan ke

selokan terbuka dan berujung ke sungai yaitu sebanyak 75 rumah (93,8%) dan

umumnya tidak memiliki sarana pembuangan sampah yaitu 51 rumah (63,8%).

Perilaku penghuni. Berdasarkan kegiatan observasi yang dilakukan di

Kelurahan Aur didapatkan distribusi proporsi penilaian perilaku penghuni di

Kelurahan Aur seperti yang dapat dilihat dalam Tabel 7 dibawah ini:

Tabel 7

Distribusi Proporsi Penilaian Perilaku Penghuni di Kelurahan Aur Tahun 2019

Aspek Penilaian Kriteria Perilaku Penghuni n %


Membuka jendela Tidak pernah dibuka 17 21,3
kamar Kadang-kadang dibuka 19 13,8
Setiap hari dibuka 44 55,0
Membuka jendela Tidak pernah dibuka 13 16,3
ruang keluarga Kadang-kadang dibuka 13 16,3
Setiap hari dibuka 54 67,5
Membersihkan Tidak pernah 1 1,3
halaman rumah kadang-kadang 18 22,5
setiap hari 61 76,3
Membuang tinja Dibuang 8 10,0
bayi kesungai/kebun/kolam/sembarangan
Kadang-kadang kejamban 24 30,0
Setiap hari ke jamban 48 60,0
Membuang sampah Dibuang kesungai/ kebun/ kolam/ 54 67,5
ke tempat sembarangan
sampah Kadang-kadang ke tempat sampah 8 10,0
Setiap hari ketempat sampah 18 22,5

Masyarakat Kelurahan Aur sudah sebagian besar membuka jendela kamar

setiap hari yaitu sebanyak 44 rumah (55,0%) dan penduduk yang membuka

jendela ruang keluarga setiap hari sebanyak 54 rumah (67,5%). Pada umumnya

masyarakat yang membersihkan halaman rumah setiap hari sebanyak 61 rumah

(76,3%).

Universitas Sumatera Utara


38

Perilaku masyarakat membuang tinja bayi setiap hari ke jamban sebanyak

48 rumah (60,0%). Sebagian besar penduduk tidak memiliki tempat sampah oleh

karena itu biasanya penduduk membuang sampah langsung ke sungai yaitu

sebanyak 54 rumah (67,5%).

Keluhan Penyakit Berbasis Lingkungan

Berdasarkan ada tidaknya keluhan penyakit berbasis lingkungan pada

Balita di Kelurahan Aur dapat dilihat pada Tabel 8 sebagai berikut:

Tabel 8

Keluhan Penyakit Berbasis Lingkungan Balita di Kelurahan Aur Tahun 2019

Keluhan Balita n=80 (%)


Ada 76 95,0
Tidak ada 4 5,0

Berdasarkan hasil wawancara terhadap responden yang memiliki balita

didapatkan 76 (95,0 %) balita yang memiliki keluhan penyakit, dan hanya 4 balita

(5,0%) yang tidak memiliki keluhan penyakit.

Penyakit Berbasis Lingkungan

Berdasarkan hasil wawancara mengenai riwayat keluhan penyakit.

Tabel 9

Riwayat Keluhan Penyakit Berbasis Lingkungan pada Balita di Kelurahan Aur


Tahun 2019

Keluhan Ada Tidak


n % n %
Saluran Batuk dan pilek yang berlangsung 68 85,0 12 15,0
Pernapasan lebih dari 7 hari disertai demam
Sesak nafas parah dan bila bernafas 7 8,75 73 91,25
mengeluarkan suara seperti
mengorok
Bersambung

Universitas Sumatera Utara


39

Tabel 9

Riwayat Keluhan Penyakit Berbasis Lingkungan pada Balita di Kelurahan Aur


Tahun 2019

Keluhan Ada Tidak


n % n %
Saluran Sakit perut, frekuensi BAB 43 53,75 37 46,25
Pencernaan meningkat dengan konsistensi
tinja yang lembek atau encer
berlangsung dalam beberapa hari
Infeksi Virus Demam tinggi disertai dengan 14 17,50 66 82,50
bercak merah pada tubuh
Penyakit Kulit Mengalami gangguan pada kulit 46 57,50 34 42 50
seperti ruam, kemerahan, gatal,
biduran, dan bentol-bentol

Berdasarkan tabel dapat dilihat bahwa keluhan penyakit terbesar yang

dialami balita adalah batuk pilek yang berlangsung lebih dari 7 hari disertai

demam yaitu sebanyak 68 orang (85,0 %). Kemudian balita yang mengalami

gangguan pada kulit seperti ruam, kemerahan, gatal, biduran dan bentol-bentol

sebanyak 46 balita (57,50 %).

Balita yang mengalami keluhan sakit perut, frekuensi BAB meningkat

dengan konsistensi tinja yang lembek atau encer berlangsung dalam beberapa hari

terdapat sebanyak 43 balita (53,75 %). Dari data tersebut dapat disimpulkan

bahwa penyakit berbasis lingkungan yang sering terjadi pada balita di Kelurahan

Aur adalah penyakit saluran pernapasan yaitu ISPA, penyakit saluran pencernaan

yaitu diare dan penyakit kulit.

Universitas Sumatera Utara


Pembahasan

Karakteristik Responden

Berdasarkan hasil penelitian, karakteristik umur orangtua Balita 88,8% berada

pada rentang umur 25-40 tahun dengan pendidikan terakhir pada tingkat SMA

sederajat yaitu 72,5%. Hal ini menunjukan bahwa tingkat pendidikan orangtua

balita di Kelurahan Aur sudah lumayan tinggi terlebih lagi tidak ditemukan

adanya orang tua balita yang tidak bersekolah. Tingkat pendidikan merupakan

faktor predisposisi dari perilaku seseorang karena semakin tinggi tingkat

pendidikan maka semakin tinggi juga tingkat pengetahuannya. Tingkat

pengetahuan orang tua berpengaruh kepada pola pikir dan pola asuh pada anak

yang dapat memberi dampak pada status kesehatan anak. Tingkat pendidikan

seseorang juga menentukan pengetahuan khususnya tentang kondisi lingkungan

dalam penanganan keluhan penyakit.

Masyarakat di Kelurahan Aur memiliki pekerjaan yang beragam, namun

mayoritas responden yang terpilih sebanyak 50,0% adalah ibu rumah tangga

dengan rata-rata penghasilan keluarga perbulan adalah Rp1.000.000, sampai

Rp5.000.000 yaitu sebanyak 65,0 %. Keadaan ekonomi penting untuk

meningkatkan status kesehatan keluarga. Tingkat pendapatan yang baik dapat

menjadi suatu faktor untuk mendapatkan pelayanan yang baik di bidang

pendidikan ataupun kesehatan. Tingkat pendidikan dan pendapatan keluarga dapat

memengaruhi keputusan seseorang untuk berperilaku sehat khususnya tentang

bagaimana menyikapi kondisi lingkungan dan mengenai suatu keluhan penyakit.

40
Universitas Sumatera Utara
41

Deskripsi Kondisi Tempat Tinggal

Hasil penilaian kondisi rumah berdasarkan observasi dan wawancara

menunjukkan sebagian besar rumah tergolong tidak sehat yaitu 88,8% yang

berada pada rentang skor 494-999 dan terdapat 11,3% rumah digolongkan dalam

rumah sehat yang berada dalam rentang skor 1025-1174. Aspek-aspek rumah

yang tidak memenuhi syarat umumnya adalah:

Komponen Rumah

Aspek Komponen rumah secara keseluruhan sudah baik seperti kondisi

langit-langit, dinding dan lantai. Terdapat 73,7% rumah yang memiliki langit-

langit rumah yang bersih dan tidak rawan kecelakaan sehingga dapat dikatakan

hampir semua rumah memiliki langit-langit. Rumah yang terdapat di Kelurahan

Aur umumnya berupa rumah tingkat sederhana dengan langit-langit yang terbuat

dari kayu tripleks. Dinding rumah yang sudah permanen 90,0%, serta lantai yang

memenuhi syarat baik itu berupa semen yang diplester, keramik ataupun papan

(rumah panggung) sebanyak 91,3%.

Umumnya rumah memilki jendela ruang keluarga dan jendela kamar tidur,

namun di Kelurahan Aur terdapat 15,0% rumah yang tidak memiliki jendela

kamar tidur dan 7,5% rumah tidak memiliki jendela ruang keluarga. Hal ini

disebabkan beberapa rumah terlalu dempet kerumah lainnya (satu dinding)

sehingga tidak terdapat celah untuk membuat jendela. Selain itu bebrapa

komponen rumah yang belum baik antara lain:

Ventilasi. Berdasarkan hasil penelitian sebagian rumah yang diteliti

memiliki ventilasi permanen <10% luas lantai yaitu 77,5% dan terdapat 13,8%

Universitas Sumatera Utara


42

rumah yang tidak meiliki ventilasi permanen dan hanya mengandalkan pintu dan

jendela. Ventilasi berhubungan dengan pertukaran udara dari dalam ke luar

ruangan. Apabila ventilasi tidak cukup dapat meningkatkan kelembaban udara

dalam ruangan. Ruangan yang lembab dapat meningkatkan jumlah bakteri tidak

terkecuali bakteri penyebab ISPA.

Hasil penelitian Safrizal (2016) megatakan bahwa terdapat hubungan

antara ventilasi rumah dengan kejadian penyakit ISPA pada balita dimana rumah

dengan ventilasi kurang baik beresiko 2,5 kali lebih besar untuk mengalami ISPA

dibandingkan rumah dengan ventilasi yang baik. Selain bakteri, ruangan dengan

kelembaban yang tinggi juga merupakan media yang baik bagi pertumbuhan

jamur yang dapat mengganggu kesehatan kulit.

Lubang asap dapur. Berdasarkan penelitian yang dilaksanakan di

Kelurahan Aur bahwa terdapat 67,5% rumah yang tidak memiliki lubang asap

dapur dimana rumah menjadi pengap akibat asap dapur yang mengepul di seluruh

ruangan. Beberapa rumah dapat memanfaatkan pintu atau jendela yang ada di

dapur sebagai pergantian udara, namun sebagian besar rumah tidak memiliki

jendela atau pintu pada bagian dapur bahkan terdapat rumah yang tidak memiliki

sekat antara dapur dan ruang keluarga.

Menurut Widodo (2007) pembakaran menghasilkan partikulat yang

bersifat iritan yang dapat menyebabkan iritasi pada salurah pernafasan sehingga

mempermudah terjadinya ISPA. Berdasarkan hasil penelitian Hugo, Ova dan Mei

(2014) dikatakan bahwa Balita yang terpapar asap dalam rumah mempunyai

resiko 2,7 kali lebih besar untuk terjadinya kejadian ISPA.

Universitas Sumatera Utara


43

Pencahayaan. Berdasarkan hasil penelitian 40,0 % rumah yang diteliti

memiliki kondisi pencahayaan yang tidak terang. Kurangnya cahaya matahari

yang masuk ke dalam rumah akibat susunan rumah yang berdekatan membuat

rumah terasa lembab dan gelap sehingga membutuhkan bantuan cahaya lampu

pada siang hari. Selain berguna untuk penerangan, cahaya matahari berfungsi

untuk mengurangi kelembapan ruangan, mengusir nyamuk atau serangga lainnya

dan membunuh bakteri penyebab penyakit tertentu, misalnya bakteri peyebab

ISPA maupun penyebab gangguan pada kulit.

Hasil penelitian Suryani (2015) menyatakan bahwa berdasarkan hasil uji

Odds Ratio didapatkan hasil bahwa pencahayaan merupakan faktor resiko yang

bermakna bagi terjadinya penyakit ISPA. Menurut Candra (2006) pencahayaan

harus dalam kondisi yang baik pada waktu siang dengan cahaya matahari ataupun

malam hari dengan bantuan listrik.

Sarana Sanitasi

Sarana pembuangan air limbah. Berdasarkan hasil penelitian terdapat

93,8% yang memiliki SPAL berupa selokan namun selokan tersebut terbuka dan

dialirkan menuju sungai. Menurut Fauzi, Setiani, dan Raharjo (2005), limbah

rumah tangga yang dibuang ke sarana pengolahan air limbah yang terbuka dan

tidak bebas dari vektor berpeluang meningkatkan risiko Diare pada anak.

Menurut penelitian Sudasman (2014), SPAL yang tidak memenuhi syarat

memiliki potensi 2 kali lipat untuk menyebabkan terjadinya Diare. Selain diare,

air limbah yang dialirkan menuju sungai juga dapat menyebabkan pencemaran

lingkungan. Pencemaran sungai dapat menyebabkan terjadinya gangguan pada

Universitas Sumatera Utara


44

kulit mengingat masyarakat Kelurahan Aur masih menggunakan air sungai untuk

keperluan mencuci dan terdapat anak-anak yang mandi di sungai tersebut.

Jamban. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan hasil bahwa semua

rumah sudah memiliki jamban. Bentuk jamban yang paling umum adalah jamban

bukan leher angsa, tidak ada tutup dan tidak memiliki tangki septik (68,8%).

Hanya 17 rumah yang memiliki tangki septik. Rumah yang tidak memiliki tangki

septik menyalurkan air pembuangan jambannya langsung ke sungai.

Banyaknya rumah yang tidak memiliki tangki septik disebabkan oleh

terbatasnya lahan yang dimiliki akibat posisi rumah yang berdekatan dan sempit.

Rumah yang memiliki tangki septik umumnya adalah rumah yang betada di

pinggir jalan dan jauh dari sungai. Pada beberapa rumah lainnya jamban yang

diamati berbentuk jamban bukan leher angsa dan memiliki tutup lubang jamban.

Tutupan lubang biasanya dibuat sendiri menggunakan papan tipis ataupun

ditutup menggunakan tutup kaleng cat dan juga menggunakan bangku. Air sungai

yang tercemar oleh hasil buangan tinja dapat menjadi pemicu penyebab penyakit

diare dan peyakit kulit pada balita.

Menurut penelitian Dini (2013) ada hubungan yang signifikan antara

pembuangan tinja dengan kejadian diare pada balita. Pembuangan tinja yang tidak

sehat memiliki resiko 4.5 kali untuk kejadian diare dibandingkan responden

dengan pembuangan tinja yang sehat

Sarana pembuangan sampah. Berdasarkan hasil penelitian yang

dilaksanakan di Kelurahan Aur 63,8% masyarakat tidak memiliki sarana

pembuangan sampah sementara dan terbiasa membuang sampah ke sungai.

Universitas Sumatera Utara


45

Beberapa rumah yang berada di pinggir jalan memiliki tempat pembuangan

sampah semantara yang tidak tertutup untuk menampung sampah sebelum

diangkut oleh petugas.

Membuang sampah sembarangan dapat menjadi sarang bagi lalat untuk

berkembangbiak dimana lalat merupakan ventor berbagai penyakit salah satunya

adalah diare. Selain itu, membuang sampah ke aliran air dapat menyebabkan

penyumbatan dan pencemaran pada air. Kontak langsung dengan sampah juga

dapat menyebabkan beberapa penyakit kulit.

Menurut penelitian Mufazah (2013) rumah yang tidak memiliki tempat

sampah beresiko untuk terjadinya penyakit diare pada balita. Tempat sampah

harus memenuhi syarat agar tidak menjadi sarang bagi vektor penyakit.

Perilaku Penghuni

Perilaku. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, perilaku masyarakat

dalam kebiasaan membuka jendela kamar dan jendela ruang keluarga sudah cukup

baik. Membuka jendela diharapkan dapat membantu sinar matahari masuk

kedalam rumah dan dapat membantu pertukaran udara daari dalam ruangan.

Apabila jendela tertutup maka jendela akan kehilangan fungsinya dan dapat

meningkatkan kelembaban dlam ruangan.

Kebiasaan membersihkan rumah juga sudah cukup baik dimana 76,3 %

responden mengaku membersihkan rumah dan halaman rumahnya setiap hari.

Namun untuk perilaku membuang sampah ke tempat sampah masih kurang baik

dimana 67,5% masyarakat membuang sampah ke sungai atau sembarangan akibat

tidak memiliki tempat sampah dan juga tidak bersedia untuk membayar petugas

Universitas Sumatera Utara


46

pengakut sampah. Hasil penelitian pramudiyani (2011) menyebutkan bahwa ada

hubungan antara perilaku hygiene dan sanitasi yang buruk terhadap kejadian

pneumonia pada balita.

Deskripsi Penyakit Berbasis Lingkungan pada Balita

ISPA. Menurut hasil penelitian yang dilaksanakan di Kelurahan Aur

bahwa terdapat 68 Balita yang mengalami keluhan batuk dan pilek yang

berlangsung selama lebih dari 7 hari dan disertai dengan demam. Rata-rata

kejadian keluhan batuk dan pilek pada balita selama 3 bulan terakhir terjadi

sebanyak dua kali. Sebagian besar Balita yang memiliki keluhan batuk dan pilek

tinggal di rumah yang memiliki ventilasi <10 % luas lantai yaitu 52 orang (83,9

%).

Balita yang memiliki keluhan ISPA juga sebagian besar tinggal dirumah

yang tidak memiliki lubang asap dapur (69,1 %) dan 32 balita dengan keluhan

batuk pilek tinggal di rumah dengan pencahayaan yang kurang (47,05 %).

Terjadinya ISPA dapat didukung oleh beberapa faktor seperti faktor pencemaran

berupa dapur atau kurangnya ventilasi untuk pengeluaran asap dapur, kebiasaaan

merokok di dalam ruangan, dan faktor kondisi fisik rumah lainnya seperti,

ventilasi rumah, dan kepadatan hunian di dalam rumah serta pencahayaan.

Pencahayan yang baik dalam suatu ruangan dapat mengurangi kelembapan

pada ruangan dan membunuh penyebab penyakit tertentu. Menurut Notoatmodjo

(2012) kelembaban udara dalam rumah menjadi media yang baik bagi

pertumbuhan bakteri penyebab ISPA. Menurut penelitian Oktaviani (2009),

Universitas Sumatera Utara


47

rumah yang memiliki kelembaban tidak baik disebabkan oleh ventilasi yang tidak

baik, serta lantai yang tidak kedap air dan dapat menghasilkan debu.

Diare. Hasil penelitian yang dilaksanakan di Kelurahan Aur menunjukkan

terdapat 43 Balita yang mengalami keluhan sakit perut, frekuensi BAB

meningkat, dan konsistensi tinja yang lembek atau encer berlangsung dalam

beberapa hari hingga seminggu. Berdasarkan hasil penelitian dimana 43 Balita

(85,0 %) mengalami sakit perut, frekuensi BAB meningkat, dan konsistensi tinja

yang lembek atau encer berlangsung dalam beberapa hari hingga seminggu tidak

memiliki SPAL yang memenuhi syarat kesehatan di rumah. Air limbah banyak

mengandung mikroorganisme patogen.

Salah satu penyakit yang disebakan mikroorganisme yang ada pada air

limbah adalah Diare. Mikroorganisme ini akan dibawa oleh vektor atau serangga

yang akan diinfeksikan kepada manusia melalui makanan dan minuman yang

dikonsumsi. Menurut Fauzi (2005), limbah rumah tangga yang dibuang ke sarana

pengelolaan air limbah yang terbuka dan tidak bebas dari vektor berpeluang untuk

terjadinya peningkatan resiko penyakit diare pada anak. Lingkungan sangat

berpengaruh terhadap terjadinya diare terutama pada Balita dimana lebih banyak

jumlah Balita yang terkena Diare dengan lingkungan yang tidak sehat dibanding

lingkungannya.

Lingkungan yang dimaksud yaitu sampah dan saluran pembuangan

sampah yang dihinggapi lalat, kecoa dan serangga lainnya. Hasil penelitian

menggambarkan bahwa hampir seluruh responden tidak memiliki sarana

pembuangan sampah (63,8%). Tidak tersedianya sarana pembuangan sampah dan

Universitas Sumatera Utara


48

kebiasaan membuang sampah sembarangan atau di sungai merupakan faktor

resiko terjdinya diare dimana lokasi sungai sangat berdekatan dengan perumahan

dan masyarakat masih memanfaatkan air sungai untuk mencuci baju dan peralatan

masak. Lingkungan kelurahan Aur yang sebagian masyarakatnya bekerja sebagai

pedagang (20,0%) dapat memancing anak-anak untuk memakan jajanan yang

apabila tidak dijaga kebersihannya dapat menyebabkan penyakit diare.

Penyakit kulit. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 46 Balita

(57,50%) yang pernah mengalami gangguan pada kulit. Gangguan kulit yang

dialami balita beragam mulai dari biang keringat, panu, gatal-gatal akibat gigitan

serangga, hingga memiliki bentol-bentol kecil berisi air yang terasa gatal.

Sebagian balita tinggal di rumah yang memiliki ventilasi <10 % luas lantai dan

memiliki pencahayan yang kurang baik, hal tersebut dapat menjadi faktor resiko

penyakit kulit dikarenakan proses pertukaran aliran udara dari luar ke dalam

rumah menjadi tidak lancar, dan meningkatnya kelembapan ruangan.

Kelembapan yang tinggi dapat menjadi tempat yang disukai oleh bakteri

maupun jamur untuk pertumbuhan dan perkembangannya sehingga mendukung

terjadinya penularan penyakit, misalnya perkembang biakan jamur yang dapat

menimbulkan gangguan pada kulit. Kejadian gangguan pada kulit juga dapat

disebabkan oleh faktor perilaku hygiene dan sanitasi penghuni rumah.

Menurut penelitian Sajida (2012), kebersihan tangan, kebersihan pakaian,

kebersihan handuk dan sarana sanitasi yang tidak sehat menjadi penyebab adanya

keluhan penyakit kulit. Gangguan kulit pada balita banyak terjadi pada balita

yang di rumahnya jarang membuka jendela kamar (82,44%).

Universitas Sumatera Utara


49

Membuka jendela kamar dapat menjadi jalan masuknya sinar matahari.

Sinar matahari yang masuk kedalam ruangan dapat mematikan bakteri dan

mikroorganisme lain khususnya matahari pagi yang dapat mematikan bakteri

patogen.

Sebagian besar orang tua balita yang mengalami keluhan penyakit ISPA

dan diare biasa membeli obat secara mandiri ke apotik terdekat dan apabila gejala

tidak berkurang atau tidak hilang dalam waktu seminggu barulah orang tua

membawa balita ke bidan atau klinik untuk mendapat pengobatan. Sedangkan

balita yang mengalami gangguan pada kulit, biasanya diobati dengan bedak tabur.

Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini telah dilakukan pembatasan masalah, namun demikian

penelitian ini masih jauh dari kesempurnaan. Beberapa keterbatasan penelitian ini

di antaranya adalah sebagai berikut:

1. Peneliti tidak dapat mengontrol aktivitas dan makanan yang dikonsumsi

masyarakat kampong aur selama peneltian berlangsung.

2. Peneliti juga tidak melakukan pengukuran cahaya serta kelmbapan pada

setiap rumah warga yang diteliti.

3. Peneliti kekurangan referensi terkait penilaian rumah sehat dan identifikasi

penyakit berbasis lingkungan pada balita.

Universitas Sumatera Utara


Kesimpulan dan Saran

Kesimpulan

1. Berdasarkan penilaian rumah sehat di Kelurahan Aur Kota Medan bahwa dari

80 rumah yang diteliti, sebagian besar rumah tergolong tidak sehat yaitu

sebanyak 71 rumah (88,8 %) dan hanya terdapat 9 rumah (11,3 %) yang masuk

kategori sehat. Sehingga dapat disimpulkan bahwa sebagian besar rumah di

Kelurahan Aur tidak sehat.

2. Berdasarkan hasil observasi kondisi komponen rumah, pada umumnya

memiliki langit-langit, dinding dan lantai permanen. Sebagian besar rumah

memiliki jendela kamar tidur dan jendela ruang keluarga, Ventilasi yang

dimiliki berukuran <10 % dari luas lantai, tidak memiliki lubang asap dapur

dan kondisi pencahayaan rumah penduduk lebih banyak dalam kondisi yang

kurang terang.

3. Kondisi sarana sanitasi rumah antara lain semua sumber sarana air bersih

penduduk adalah milik sendiri dan memenuhi kesehatan yaitu berasal dari

PDAM serta telah memiliki jamban dengan sebagian besar merupakan jamban

bukan leher angsa dan disalurkan ke sungai atau tidak memiliki septic tank.

Sebanyak 93,8 % rumah yang diobservasi memiliki SPAL namun dialirkan di

selokan terbuka dan menuju ke sungai. Sebagian besar rumah juga tidak

memiliki sarana pembuangan sampah.

4. Perilaku penghuni rumah sudah cukup baik dimana 67,5 % penghuni membuka

jendela setiap hari, dan 76,3 % masyarakat membersihkan halaman rumah

50
Universitas Sumatera Utara
51

setiap hari. Namun terdapat 67,5 % penghuni rumah membuang sampah

sembarangan atau ke sungai karena tidak memiliki tempat sampah.

5. Berdasarkan keluhan penyakit pada Balita di Kelurahan Aur dimana terdapat

Balita yang memiliki riwayat keluhan penyakit selama tiga bulan terakhir yaitu

sebanyak 76 balita (95,0 %). Keluhan penyakit yang dialami Balita yaitu ISPA

sebesar 85,0 %, keluhan penyakit penyakit kulit sebanyak 57,50 % dan keluhan

diare sebesar 53,75 %.

Saran

1. Sebaiknya penghuni rumah membuka jendela ruang keluarga dan jendela

kamar tidur agar cahaya matahari dan udara masuk kedalam rumah sehingga

rumah tidak lembab.

2. Sebaiknya masrayarakat diberikan larangan untuk membuang sampah ke

sungai dan pihak kelurahan menghimbau masyarakat untuk membuang sampah

ke tempat penampungan sampah atau membayar iuran pengutipan sampah oleh

petugas.

3. Perlu dilakukan penyuluhan tentang penyakit-penyakit berbasis lingkungan

oleh Dinas Kesehatan dibantu dengan pihak Puskesmas Kampung Baru, dan

bekerja sama dengan pihak kelurahan.

4. Perlu dilakukannya pendataan penyakit berbasis lingkungan pada masyarakat

oleh pihak Puskesmas.

5. Sebaiknya peneliti selanjutnya menghitung angka kepadatan hunian rumah

sebagai data hasil penelitian.

Universitas Sumatera Utara


Daftar Pustaka

Achmadi, U. F. (2012). Manajemen penyakit berbasis wilayah. Jakarta: UI Press.

Aji, A. S. (2017). Studi karakteristik dan sistem pengelolaan air limbah


domestic di Kabupaten Magelang. Magelang: Unimma Press.

Alsagaff, H. & Mukhty, A. (2010). Dasar-dasar ilmu penyakit paru. Surabaya:


Airlangga University Press.

Badan Pusat Statistik. (2016). Profil Badan Pusat Statistik Provinsi. Medan:
Anonim.

Chandra, B. (2007). Pengantar kesehatan lingkungan. Jakarta: Buku Kedokteran


EGC.

Perturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 416 Tahun 1990 tentang
Syarat-syarat dan Pengawasan Kualitas Air.

Perturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 829 Tahun 1999 tentang
Persyaratan Kesehatan Perumahan.

Dinas Kesehatan Sumatera Utara. (2016). Profil Dinas Kesehatan Provinsi


Sumatera Utara Tahun 2016. Medan: Anonim.

Dini, F. (2013). Hubungan faktor lingkungan dengan kejadian diare balita di


wilayah kerja Puskesmas Kembang Kecamatan Lengayang Kabupaten
Pesisisr Selatan. Jurnal Kesehatan Andalas, 4(2), 458.

Fauzi, Y. (2005). Analisis sarana dasar kesehatan lingkungan yang berhubungan


dengan kejadian diare pada anak balita di Kecamatan Gading Cempaka
Kota Bengkulu. Jurnal Kesehatan Indonesia, 4(2), 39-48.

Gunawan, R. (2009). Rencana rumah sehat. Yogyakarta: Kanius.

Harahap, M. (2000). Ilmu penyakit kulit. Jakarta: Hipokrates.

Hugo, M., Ova & Mei. (2014). Pajanan asap dalam rumah terhadap kejadian ISPA
Nonpneumonia pada anak balita di Kabupaten Kapuas. Jurnal Kesehatan
Reproduksi, 1(1), 1.

Kementerian Kesehatan RI. (2016). Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2016.

52
Universitas Sumatera Utara
53

Kunoli, F. J. (2012). Asuhan keperawatan penyakit tropis. Jakarta: Buku


Kedokteran EGC.

Malendra, O. (2018). Analisis penilaian tempat tinggal sehat serta riwayat


penyakit berbasis lingkungan pada mahasiswa penghuni rumah kos di
Padang Bulan Kota Medan (Skripsi). Fakultas Kesehatan Masyarakat
USU, Medan.

Mufazah, L. (2013). Ketersediaan sarana sanitasi dasar perseonal hygiene ibu


dan kejadian diare. (Skipsi). Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Negeri Semarang, Semarang.

Mukono, H. J. (2011). Pencemaran udara dan pengaruhnya terhadap gangguan


saluran pernapasan (Cetakan ke-4). Surabaya: Airlangga University
Press.

Nasronuddin. (2007). Penyakit infeksi di Indonesia dan solusi kini dan


mendatang. Surabaya: Airlangga University Press.

Nursalam. (2009). Keperawatan kesehatan komunitas teori dan praktik dalam


keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Notoadmodjo. S. (2012). Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

Oktaviani, V.A. (2009). Hubungan antara sanitasi fisik rumah dengan kejadian
ISPA pada balita di Desa Cepogo Kecamatan Cepogo Kabupaten
Boyolali (Skripsi, Universitas Muhammadiyah Surakarta). Diakses dari
http://repository.muhammadiyahsurakarta.ac.id.

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang


Kesehatan.

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2014 tentang


Sanitasi Total berbasis Masyarakat.

Pramudiyani, N. A. (2011). Hubungan antara sanitasi rumah dan perilaku


dengan kejadian pneumonia balita (Skripsi, Universitas Negeri
Semarang). Diakses dari http://repository.uns.ac.id.

Safrizal. (2016). Hubungan ventilasi, lantai, dinding, dan atap dengan kejadian
ISPA pada Balita di Blang Muko (Skripsi, Universitas Tengku Umar).
Diakses dari http://repository.tengkuumar.ac.id.

Universitas Sumatera Utara


54

Sajida, A. (2012). Hubungan personal hygiene dan sanitasi lingkungan dengan


keluhan penyakit kulit di Kelurahan Denai Kecamatan Medan (Skripsi).
Fakultas Kesehatan Masyarakat USU, Medan.

Santoso, U. (2017). Hak atas tanah, hak pengelolaan dan hak milik atas satuan
rumah susun. Depok: Kencana.

Sinaga, Y. (2016). Analisis penilaian rumah sehat dan riwayat penyakit berbasis
lingkungan pada balita di Desa Sihonongan Kecamatan Paranginan
Kabupaten Humbang Hasundutan (Skripsi). Fakultas Kesehatan
Masyarakat USU, Medan.

Siregar, W. (2016). Hubungan sanitasi lingkungan dan personal hygiene ibu


dengan kejadian diare pada balita di lingkungan Pintu Angin Kelurahan
Sibolga Hilir Kecamatan Sibolga Utara Kota Sibolga (Skripsi). Fakultas
Kesehatan Masyarakat USU, Medan.

Slamet, J. S. (2009). Kesehatan lingkungan. Yogyakarta: Gajah Mada University


Press.

Soedarmo, S. (2009). Demam berdarah dengue pada anak. Jakarta: Universitas


Indonesia Press.

Soeparman, M., & Suparmin. (2002). Pembuangan tinja & limbah cair. Jakarta:
Buku Kedokteran EGC.

Sudasman, F. H. (2014). Hubungan kepemilikan sarana sanitasi dasar rumah


tangga,personal hygiene ibu balita dan kebiasaan jajan terhadap
riwayat penyakit diare pada balita daerah sepanjang aliran Sungai
Citarum Di Kelurahan Andir Kecamatan Balaeendah Kabupaten
Bandung (Skripsi). UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta.

Suharyono. (2008). Diare akut klinik dan laboratorium. Jakarta: Rineka Cipta.

Sumantri, A. (2015). Kesehatan lingkungan (Edisi ke-3.). Jakarta: Kencana


Prenada Media Group.

Suryani, I. (2015). Hubungan lingkugan fisik dan tindakan penduduk dengan


kejadian ISPA pada balita di Wilayah Kerja Puskesmas Lubuk Buaya.
Jurnal Kesehatan Andalas. 4(1) 76-77.

Triwibowo, C., & Puspahandani, M. E. (2015). Pengantar dasar ilmu kesehatan


masyarakat. Yogyakarta: Nusa Medika.

Universitas Sumatera Utara


55

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan


dan Kawasan Pemukiman.

Wibisono, A. F., & Huda, A. K. (2014). Upaya peningkatan rumah sehat bagi
keluarga. Jurnal inovasi dan kewirausahaan, (2)2.

Wicaksono, A. A. (2009). Menciptakan rumah sehat. Jakarta: Penebar Swadaya.

Widodo, N. (2007). Lingkungan fisik kamar tidur dan pneumonia pada anak balita
di Puskesmas Kawalu Kota Tasikmalaya. Jurnal Kesehatan Masyarakat
Nasional. Jakarta.

World Health Organization. (1995). Kader kesehatan masyarakat (The community


health worker). Jakarta: Buku Kedokteran EGC.

Yosita, L. Nurcahaya. Hartanti. (2015). Strategi perencanaan dan perancangan


perumahan pada era kontemporer. Yogyakarta: Deepublish.

Yusup,A. (2005). Hubungan sanitasi rumah secara fisik dengan kejadian ISPA
pada Balita (Skripsi) Fakultas Kesehatan UNAIR, Surabaya.

Universitas Sumatera Utara


56

Lampiran 1: Kuesioner Penelitian

PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN PENELITI

Kepada Yth.
Bapak/Ibu selaku responden
Di tempat,
Dengan Hormat,
Saya yang bertanda tangan dibawah ini adalah mahasiswa Departemen
Kesehatan dan Lingkungan Program Studi S1 Ilmu Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara,
Nama : Kurnia Sufiliana
NIM : 151000349
Sedang melakukan penelitian tentang “Penilaian Rumah Sehat dan
Identifikasi Penyakit Berbasis Lingkungan pada Balita di Kampung Aur Kota
Medan Tahun 2019”
Untuk itu saya mohon kesediaan Bapak / Ibu yang memiliki anak balita usia
1-5 tahun untuk berpartisipasi menjadi responden dalam penelitian ini. Segala hal
yang bersifat rahasia akan saya rahasiakan dan saya gunakan hanya untuk
kepentingan penelitia ini.
Atas perhatian dan ketersediaan serta kerjasama yang baik dari Bapak/Ibu
saya ucapkan terima kasih.

Peneliti,

Kurnia Sufiliana

56

Universitas Sumatera Utara


57

LEMBAR PERTANYAAN
PENILAIAN RUMAH SEHAT DAN IDENTIFIKASI PENYAKIT
BERBASIS LINGKUNGAN PADA BALITA DI KAMPUNG AUR
KOTA MEDAN TAHUN 2019

Hari / Tanggal Wawancara :

I. Identitas Responden :

1. Nama :
2. Umur :tahun
3. Jenis Kelamin :
4. Nama Balita :
5. Umur Balita : bulan

II. Karakteristik Responden

1. Jenis Pekerjaan :

2. Pendapatan
Penghasilan rata-rata keluarga perbulan
a. < Rp 1.000.000
b. Rp 1.000.000 – Rp 5.000.000
c. > Rp 5.000.000

3. Pendidikan
a. Tidak sekolah
b. SD (tamat/tidak tamat)
c. SMP
d. SMA
e. Akademi/Perguruan Tinggi

Universitas Sumatera Utara


58

III. Chechklist Riwayat Penyakit Berbasis Lingkungan pada Balita

NO. Penyakit Berbasis Lingkungan Ya Tidak Frekuensi Pengobatan


Penyakit
Mengalami batuk,bersin, pilek yang
1 berlangsung lebih drai 7 hari
disertai demam
Sesak Nafas, dan bila bernafas
2
mengeluarkan suara seperti mengorok
3 Diare
Demam tinggi dan bercak merah
4
ditangan atau tubuh
5 DBD
Gatal-gatal hanya saat berada di dalam
6
rumah
Mengalami gangguan kulit (ruam,
7 kemerahan, gatal, biduran, panu
, bentol-bentol)

Keterangan :
1. Riwayat penyakit berbasis lingkungan pada balita yang diambil yaitu
penyakit yang terjadi selama 3 bulan terakhir.
2. Frekuensi Penyakit adalah berapa kali balita mengalami penyakit
berbasis lingkungan tertentu selama 3 bulan terakhir.

Universitas Sumatera Utara


59

Lampiran 2. Formulir Penilaian Rumah Sehat

Berdasarkan Pedoman Teknis Penilaian Rumah Sehat (Direktorat Jenderal

Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Depkes RI. 2007). Pedoman

teknis ini disusun berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor :

829/Menkes/SK/VII/1999 tentang Persyaratan Kesehatan Perumahan.

No Aspek Penilaian Kriteria Nilai


Bobot
I Komponen Rumah 31
Tidak ada 0
Ada, kotor, sulit dibersihkan, dan 1
1. Langit-langit rawan kecelakaan
Ada, bersih, dan tidak rawan 2
kecelakaan
Bukan tembok (terbuat dari anyaman 1
bamboo/ ilalang)
Semi permanen/ setengah tembok/ 2
2. Dinding pasang batu bata yang tidak di
plester/ papan tidak kedap air
Permanen (tembok/ pasangan bata 3
yang diplester)/ papan kedap air
Tanah 0
Papan/ anyaman bambu dekat 1
3. Lantai Dengan tanah/ plesteran yang
retak dan berdebu
Diplester/ ubin/ keramik/ 2
papan (rumah panggung) Tidak
Jendela Kamar ada 0
4.
Tidur Ada 1
Jendela Ruang Tidak ada 0
5.
Keluarga Ada 1
Tidak ada 0
Ada, luas ventilasi permanen <10% 1
6. Ventilasi luas lantai
Ada, luas ventilasi permanen >10% 2
luas lantai
Tidak ada 0
7. Lubang Asap Dapur Ada, luas ventilasi dapur <10% dari 1
luas lantai dapur

Universitas Sumatera Utara


60

Ada, luas ventilasi dapur >10% dari 2


luas lantai dapur (asap keluar dengan
sempurna) atau ada exhaust fan / ada
peralatan lain yang sejenis
Tidak terang (tidak dapat digunakan 0
untuk membaca)
Kurang terang, kurang jelas untuk 1
8. Pencahayaan membaca dengan normal
Terang dan tidak silau sehingga dapat 2
dipergunakan untuk membaca
dengan normal
IISarana Sanitasi 25
Tidak Ada 0
Ada, Bukan milik sendiri dan tidak 1
memenuhi syarat kesehatan
Ada, milik sendiri dan tidak 2
1. Sarana Air Bersih memenuhi syarat kesehatan
Ada bukan milik sendiri dan 3
memenuhi syarat kesehatan
Ada, milik sendiri dan memenuhi 4
syarat kesehatan
Tidak ada 0
Ada, bukan leher angsa, tidak ada 1
tutup, disalurkan ke sungai / kolam
Ada, bukan leher angsa, ada tutup, 2
2. Jamban disalurkan ke sungai / kolam
Ada, bukan leher angsa, ada tutup, 3
disalurkan ke septic tank
Ada, leher angsa, ada tutup dan 4
disalurkan ke septic tank
Tidak ada, sehingga tergenang tidak 0
teratur di halaman rumah
Ada, diresapkan tetapi mencemari 1
sumber air (jarak dengan sumber air
Sarana Pembuangan <10 m)
3.
Air Limbah (SPAL) Ada, dialirkan ke selokan terbuka 2
Ada, diresapkan tetapi tidak 3
mencemari sumber air (>10 m)
Ada, disalurkan ke selokan tertutup 4
dan diolah lebih lanjut Tidak ada
0
Sarana Pembuangan
4. Sampah (Tempat Ada, tidak kedap air dan tidak 1
Sampah) tertutup
Ada, kedap air dan tidak tertutup 2

Universitas Sumatera Utara


61

Ada, kedap air dan tertutup 3


III Perilaku Penghuni 88
Membuka Jendela Tidak pernah dibuka 0
1.
Kadang – kadang dibuka 1
Kamar
Setiap hari dibuka 2
Membuka Jendela Tidak pernah dibuka 0
2. Kadang-kadang dibuka 1
Ruang Keluarga
Setiap hari dibuka 2
Membersihkan Tidak pernah 0
3.
Rumah Kadang-kadang 1
Setiap hari 2
Dibuang ke sungai/ kebun / kolam/ 0
Membuang Tinja
sembarangan
4. Bayi dan Balita ke
Kadang-kadang ke jamban 1
Jamban
Setiap hari ke jamban 2
Dibuang ke sungai/ kebun / kolam/ 0
Membuang Sampah sembarangan
5.
ke Tempat Sampah Kadang-kadang ke tempat sampah 1
Setiap hari ke tempat sampah 2

Universitas Sumatera Utara


62

Lampiran 3. Surat Izin Penelitian

Universitas Sumatera Utara


63

Lampiran 4. Surat keterangan selesai penelitian

Universitas Sumatera Utara


64

Lampiran 5. Dokumentasi Penelitian

Gambar 1. Kondisi Komponen Rumah yang Tidak Sehat

Gambar 2. Saluran Pembuangan Air Limbah yang Terbuka

Universitas Sumatera Utara


65

Gambar 3. Tampak Luar Salah Satu Bangunan Rumah

Gambar 4. Kondisi Sungai sebagai Tempat Pembuangan Sampah

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai