SKRIPSI
Oleh :
MEUTIA ANDINI
NIM: 131021029
SKRIPSI
Oleh :
MEUTIA ANDINI
NIM: 131021029
Pidie Tahun 2018‟ berserta seluruh isinya adalah benar karya saya sendiri dan
saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara – cara yang tidak
sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku dalam keilmuan kecuali yang secara
tertulis diacu dalam nasaah ini dan disebut dalam daftar pustaka. Atas pernyataan
ini, saya siap menanggung resiko atau sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila
saya ini, atau klaim dari pihak lain terhadap keaslian karya saya ini.
Meutia Andini
i
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Telah diuji dan dipertahankan
iii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Abstrak
Tuberkulosis paru (TB Paru) adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang
penyakit parenkim paru. Banyak faktor yang berhubungan dengan kejadian TB
paru diantaranya adalah kondisi lingkungan fisik rumah seperti jenis lantai,
kepadatan hunian, ventilasi, pencahayaan dan kelembaban. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui hubungan kondisi fisik lingkungan rumah dengan
kejadian TB Paru. Jenis penelitian adalah analitik observasional dengan rancangan
penelitian case control. Sampel penelitian sebanyak 62 orang terdiri dari
kelompok kasus (penderita TB Paru) sebanyak 31 kasus dan kelompok kontrol
sebanyak 31 orang. Instrumen pengumpulan data menggunakan data observasi
dan analisis data dilakukan dengan analisi univariat, bivariat dan multivariat.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel jenis lantai tidak memiliki
hubungan bermakna dengan kejadian TB (p=0,420). Variabel bebas yang
memiliki hubungan signifikan dengan kejadian TB paru adalah kepadatan hunian
(p=0,036), ventilasi (p=0,012), pencahayaan (p=0,033), kelembaban (p=0,038).
Variabel paling dominan berhubungan signifikan dengan kejadian TB Paru
adalah variabel ventilasi dengan nilai Exp(B)=79,073. Dinas Kesehatan
Kabupaten Pidie disarankan untuk lebih meningkatkan promosi kesehatan
terutama tentang faktor faktor yang berhubungan dengan kejadian TB Paru.
iv
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Abstract
v
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Kata Pengantar
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat Rahmat dan
Skripsi ini merupakan salah satu syarat yang harus dibuat untuk dapat
kekurangan dan masih sangat jauh dari kesempurnaan karena keterbatasan dari
berbagai hal. Untuk itu penulis sangat mengharapkan saran dan kritik dari
berbagai pihak yang bersifat membangun demi kebaikan isi skripsi ini.
banyak mendapat bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, untuk itu pada
kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar- besarnya kepada:
1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH, M.Hum selaku Rektor Universitas Sumatera
Utara
2. Prof. Dr. Dra. Ida Yustiana, M.Si selaku Dekan Fakultas Kesehatan
skripsi ini.
vi
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
4. Drs. Jemadi, M.Kes selaku Dosen Pembimbing Akademik penulis di Fakultas
5. Ayahanda Hermanto Nasution dan Ibunda Asmah Abdullah yang menjadi dua
hidupku.
Pidie yang telah banyak membantu penulis dalam memberikan data dan
yang telah banyak membantu penulis dalam memberian data dan informasi
8. Para Sahabat sejati terbaikku yang selalu memberi semangat, motivasi, dan
Penulis pun menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih jauh
dari kata sempurna. Oleh karena itu, Penulis pun bersedia dalam menerima segala
vii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Daftar Isi
Halaman
Pendahuluan 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 4
Tujuan Penelitian 4
Tujuan umum 4
Tujuan khusus 5
Manfaat Penelitian 5
Tinjauan Pustaka 7
Tuberkulosis Paru (TB Paru) 7
Definisi 7
Etiologi 7
Diagnosis 8
Gejala 8
Tanda 8
Pemeriksaan dahak mikroskopis 9
Pencegahan dan penanggulangan TB paru 9
Pengobatan TB paru 10
Lingkungan Fisik Rumah 11
Definisi 11
Kriteria rumah sehat 11
Kondisi fisik lingkungan rumah 15
Kepadatan hunian 15
Ventilasi 17
Kelembapan 18
Pencahayaan 19
Jenis lantai 20
Landasan Teori 20
Kerangka Konsep 21
viii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Metode Penelitian 23
Jenis Penelitian 23
Lokasi dan Waktu Penelitian 23
Populasi dan Sampel 23
Variabel dan Definisi Operasional 26
Metode Pengumpulan Data 28
Metode Pengukuran Data 28
Metode Analisa Data 30
Hasil Penelitian 31
Gambaran Lokasi Penelitian 31
Gambaran umum Puskesmas Teupin Raya 31
Analisis Univariat 32
Karakteristik responden 32
Kondisi fisik lingkungan 33
Jenis lantai 33
Kepadatan hunian 34
Ventilasi 34
Pencahayaan 34
Kelembaban 34
Kejadian TB paru 34
Analisis Bivariat 35
Hubungan jenis lantai dengan kejadian TB paru 35
Hubungan kepadatan hunian dengan kejadian TB paru 36
Hubungan ventilasi dengan kejadian TB paru 36
Hubungan pencahayaan dengan kejadian TB paru 37
Hubungan kelembapan dengan kejadian TB paru 38
Hasil Uji Regresi Logistik 39
Hasil uji tahap awal 39
Variabel paling dominan berhubungan 40
Pembahasan 42
Hubungan Kondisi Fisik Lingkungan Rumah Dengan Kejadian TB 42
Hubungan jenis lantai dengan kejadian TB paru 42
Hubungan kepadatan hunian dengan kejadian TB paru 43
Hubungan ventilasi dengan kejadian TB paru 45
Hubungan pencahayaan dengan kejadian TB paru 47
Hubungan kelembapan dengan kejadian TB paru 48
ix
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Daftar Pustaka 53
Lampiran
x
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Daftar Tabel
No Judul Halaman
xi
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
13 Hasil Pengaruh Regresi Logistik Tahap Awal di Wilayah
Kerja Puskesmas Teupin Raya Tahun 2018 40
xii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Daftar Gambar
No Judul Halaman
1 Kerangka Teori 21
2 Kerangka Konsep 21
xiii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Daftar Lampiran
2 Lembar Kuesioner 57
3 Master Data 61
6 Dokumentasi 76
xiv
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Riwayat Hidup
September 1991 di Kabanjahe. Penulis Beragama Islam, anak pertama dari empat
pada tahun 1997-1998, Sekolah Dasar Negri 02 Lawe Sigala-gala tahun 1998-
Meutia Andini
xv
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Pendahuluan
Latar Belakang
yang disebabkan oleh bakteri berbentuk batang (basil) yang dikenal dengan nama
World Health Organization (WHO) melaporkan 8,6 juta kasus TB Paru pada
tahun 2012, 450.000 orang menderita Multi Drug Resistance TB Paru (MDR TB
tahun 2013, sebanyak 56 % dari total kasus baru TB Paru pada tahun tersebut
berasal dari daerah ini. Indonesia sendiri termasuk dalam 22 negara yang disebut
Paru paling banyak di seluruh dunia. Data dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)
2009 sebanyak 294.731 kasus, pada tahun 2010 sebanyak 302.861 kasus, pada
tahun 2011 sebanyak 321.308 kasus, pada tahun 2012 sebanyak 331.441 kasus,
pada tahun 2013 sebanyak 327.103 kasus, pada tahun 2014 sebesar 324.539 kasus
(Kemenkes RI, 2016). Kejadian TB paru di Propinsi Aceh tahun 2015 sebesar 80
per 100.000 penduduk sedangkan angka notifikasi dari seluruh kasus TB paru
1
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2
Kabupaten Pidie termasuk lima tertinggi dari seluruh Kabupaten di Provinsi Aceh
(Balitbangkes, 2016).
mencapai 4.023 kasus dan jumlah kasus tertinggi yang dilaporkan terdapat di Kota
Indonesia tahun 2016 dari 188.300 jumlah kasus TB Paru di Indonesia, 1,7%
penderita berjenis kelamin laki-laki sebanyak 2052 dan perempuan sebanyak 1158
Provinsi Aceh adalah Subulussalam (3,7%), Aceh Selatan (3,6%), Aceh Tenggara
(2,2%), Aceh Barat Daya dan Pidie masing-masing sebesar 2,1% (Kemenkes,
2017).
intrinsik dan ekstrinsik. Lingkungan fisik rumah sebagai faktor ekstrinsik sangat
yang lembab dan basah karena banyak air yang terserap di dinding tembok dan
matahari pagi sukar masuk dalam rumah juga memudahkan agen berkembang
dengan faktor lingkungan tempat tinggal yang kumuh, sanitasi yang buruk,
kepadatan hunian rumah, pencahayaan, jenis lantai, jenis dinding, ventilasi, dan
2013).
dan jarang dibuka, rumah yang lembab dan basah karena air yang terserap di
dinding rumah dan sinar matahari pagi yang tidak masuk ke dalam rumah
baik, jenis lantai umumnya semen namun sangat jarang dibersihkan sehingga
Puskesmas Teupin Raya Kabupaten Pidie umumnya adalah petani dengan waktu
kerja pagi hari hingga petang hari sehingga rumah kerap kosong pada siang hari
Paru 3 tahun terakhir mengalami fluktuasi yaitu pada tahun 2015 sebanyak 11
kasus dan 110 suspek TB Paru (insidens rate 0,06%), tahun 2016 sebanyak 9
kasus dan 128 suspek TB Paru (insidens rate 0,07%), tahun 2017 sebanyak 32
kasus dan 188 suspek TB Paru (insidens rate 0,3%). Pada tahun 2017 yang
trimester kedua sebanyak 7 (21%) orang dan pada trimester ketiga sebanyak 14
orang (44%) (Profil Puskemas Teupin Raya, 2017). Dari 23 Kecamatan yang ada
dengan angka kejadian TB paru tertinggi pada tahun 2017 yaitu pada peringkat
mengetahui hubungan antara kondisi kondisi fisik rumah dengan angka kejadian
kerja Puskesmas Teupin Raya Kabupaten Pidie dipilih sebagai tempat penelitian
yang padat dan lembab akibat sering dilanda banjir meningkatkan ketertarikan
untuk mengetahui hubungan kondisi fisik rumah dengan tingginya angka kejadian
Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka hal yang menjadi rumusan
Tujuan Penelitian
Tujuan umum. Adapun tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk
tuberkulosis paru di wilayah kerja Puskesmas Teupin Raya Kabupaten Pidie tahun
2018.
Manfaat Penelitian
berasal dari tuberkel yang berarti tonjolan kecil dan keras yang terbentuk waktu
paru ini bersifat menahun dan secara khas ditandai oleh pembentukan granuloma dan
seseorang dengan TB aktif pada paru batuk, bersin atau bicara (Alimul, 2013).
oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini berbentuk batang dan bersifat
tahan asam sehingga dikenal juga sebagai Bakteri Tahan Asam (BTA). Sumber
penularan adalah penderita Tuberkulosis BTA positif pada waktu batuk atau bersin.
Droplet yang mengandung kuman dapat bertahan di udara pada suhu kamar selama
beberapa jam. Orang dapat terinfeksi kalau droplet tersebut terhirup ke dalam saluran
pernafasan, melalui sistem peredaran darah, saluran nafas, atau penyebaran langsung
oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat positif
hasil pemeriksaan dahak, makin menular penderita tersebut. Bila hasil pemeriksaan
dahak negatif (tidak terlihat kuman), maka penderita tersebut dianggap tidak menular.
Seseorang terinfeksi tuberkulosis ditentukan oleh konsentrasi droplet dalam udara dan
Pemeriksaan lain seperti radiologi, biakan dan uji kepekaan dapat digunakan sebagai
toraks tidak selalu memberikan gambaran yang khas pada TB paru, sehingga sering
terjadi overdiagnosis.
badan, Perasaan tidak enak (malaise), lemah, Demam tidak terlalu tinggi yang
berlangsung lama, biasanya dirasakan malam hari disertai keringat malam, dan
Kadang-kadang serangan demam seperti influenza dan bersifat hilang timbul. Gejala
khusus Bila terjadi sumbatan sebagian bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru)
akibat penekanan kelenjar getah bening yang membesar, akan menimbulkan suara
"mengi", suara nafas melemah yang disertai sesak. Jika ada cairan dirongga pleura
dan kelainan struktural paru. Pada lesi minimal, pemeriksaan fisik dapat normal atau
dapat ditemukan tanda konsolidasi paru utamanya apeks paru. Tanda pemeriksaan
fisik paru tersebut dapat berupa: fokal fremitus meningkat, perkusi redup, bunyi
napas bronkovesikuler atau adanya ronkhi terutama di apeks paru. Pada lesi luas
dapat pula ditemukan tanda-tanda seperti : deviasi trakea ke sisi paru yang terinfeksi,
tanda konsolidasi, suara napas amporik pada cavitas atau tanda adanya penebalan
pleura.
mengumpulkan 3 spesimen dahak yang dikumpulkan dalam dua hari kunjungan yang
penderita sedini mungkin dengan melibatkan peran serta aktif masyarakat terutama
bagi pencegahan faktor risiko dapat dianggap sebagai strategi untuk mengurangi
dapat mengubah sikap dan perilaku masyarakat terhadap hal-hal yang dapat
penyebaran penyakit menular di dalam maupun di luar rumah (Depkes RI, 2008).
ditujukan kepada penderita TB paru agar tidak bertambah parah dan mengakibatkan
kematian.
dan mencegah terjadinya resistensi kuman terhadap Obat Anti Tuberkulosis (OAT).
dengan kuman lain karena tumbuhnya sangat lambat dan cepat sekali timbul
resistensi bila terpajan dengan satu obat. Umumnya antibiotika bekerja lebih aktif
terhadap kuman yang cepat membelah dibandingkan dengan kuman yang lambat
membelah. Sifat lambat membelah yang dimiliki mikobakteri merupakan salah satu
lebih sulit dan lambat dibandingkan anti bakteri lain. Jenis obat utama yang
jasmani dan rohani serta keadaan sosialnya baik untuk kesehatan keluarga dan
individu (Arya, 2005). Rumah harus dapat mewadahi kegiatan penghuninya dan
cukup luas bagi seluruh pemakainya, sehingga kebutuhan ruang dan aktivitas setiap
penghuninya dapat berjalan dengan baik. Lingkungan rumah juga sebaiknya terhindar
adalah suatu struktur fisik dimana orang menggunakannya untuk tempat berlindung,
lingkungan dari struktur tersebut termasuk juga semua fasilitas dan pelayanan yang
diperlukan untuk kesehatan jasmani dan rohani, dan keadaan sosialnya yang baik
untuk keluarga dan individu. Sehingga untuk mewujudkan rumah yang memenuhi
fungsi di atas, rumah tidak harus mewah atau besar tetapi rumah yang sederhanapun
Kriteria rumah sehat. Kriteria rumah sehat menurut Winslow antara lain
(Entjang, 2000) :
Hal ini sejalan dengan kriteria rumah sehat menurut American Public Health
a. Rumah tersebut harus dibangun sedemikian rupa sehingga dapat dipelihara atau
temperatur udara dalam ruangan harus lebih rendah paling sedikit 4°C dari
c. Rumah tersebut harus mempunyai ventilasi yang sempurna sehingga aliran udara
segar dapat terpelihara. Luas lubang ventilasi tetap, minimum 5% dari luas lantai
ruangan, sedangkan luas lubang ventilasi insidentil (dapat dibuka dan ditutup)
minimum 5% luas lantai sehingga jumlah keduanya menjadi 10% dari luas lantai
ruangan. Ini diatur sedemikian rupa agar udara yang masuk tidak terlalu deras
d. Rumah tersebut harus dapat melindungi penghuni dari gangguan bising yang
maupun dalam jangka waktu yang relatif lama. Gangguan yang dapat muncul
antara lain gangguan fisik seperti kerusakan alat pendengaran dan gangguan
e. Rumah tersebut harus memiliki luas yang cukup untuk aktivitas dan untuk anak-
anak dapat bermain. Hal ini penting agar anak mempunyai kesempatan bergerak,
bermain dengan leluasa di rumah agar pertumbuhan badannya akan lebih baik,
juga agar anak tidak bermain di rumah tetangganya, di jalan atau tempat lain
yang membahayakan.
kamar tidur untuk ayah dan ibu. Anak-anak berumur dibawah 2 tahun masih
diperbolehkan satu kamar tidur dengan ayah dan ibu. Anak-anak diatas 10 tahun
laki-laki dan perempuan tidak boleh dalam satu kamar tidur. Anak-anak diatas 17
b. Ruang duduk dapat dipakai sekaligus sebagai ruang makan keluarga, dimana
c. Dalam memilih letak tempat tinggal, sebaiknya di sekitar tetangga yang memiliki
tingkat ekonomi yang relatif sama, sebab bila bertetangga dengan orang yang
lebih kaya atau lebih miskin akan menimbulkan tekanan batin (Alimul, 2009).
d. Dalam meletakkan kursi dan meja di ruangan jangan sampai menghalangi lalu
e. Water closet (W.C). kamar mandi harus ada dalam suatu rumah dan terpelihara
kebersihannya. Biasanya orang tidak senang atau gelisah bila terasa ingin buang
air besar tapi tidak mempunyai W.C. sendiri karena harus antri di W.C. orang
lain atau harus buang air besar di tempat terbuka seperti sungai atau kebun.
yang kesemuanya diatur, ditata, dan dipelihara secara rapi dan bersih, sehingga
membahayakan kesehatan. Dari segi ini, maka rumah yang sehat adalah rumah
yang di dalamnya tersedia air bersih yang cukup dengan sistem perpipaan seperti
sambungan atau pipa dijaga jangan sampai sampai bocor sehingga tidak tercemar
oleh air dari tempat lain. Rumah juga harus terbebas dari kehidupan serangga
dan tikus, memiliki tempat pembuangan sampah, pembuangan air limbah serta
persyaratan ini antara lain bangunan yang kokoh, tangga yang tidak terlalu curam
dan licin, terhindar dari bahaya kebakaran, alat-alat listrik yang terlindung, tidak
Kondisi lingkungan fisik rumah. Lingkungan dan kondisi rumah yang tidak
faktor lingkungan fisik rumah yang termasuk adalah kepadatan hunian rumah,
crowding) adalah perbandingan antara luas lantai rumah dengan jumlah anggota
keluarga dalam satu rumah tinggal. Persyaratan kepadatan hunian untuk seluruh
perumahan biasa dinyatakan dalam m2 per orang, luas minimum per orang sangat
relatif, tergantung dari kualitas bangunan dan fasilitas yang tersedia. Untuk
dihuni > 2 orang, kecuali untuk suami istri dan anak dibawah 2 tahun (Lubis, 2000).
Ada dua cara untuk menilai kepadatan hunian didalam rumah yaitu:
Tabel 1
Jumlah Penghuni yang sesuai dengan Jumlah Kamar Tidur
Jumlah Kamar Tidur Jumlah Penghuni
Satu 2 Orang
Dua 3 Orang
Tiga 5 Orang
Empat 7 Orang
Lima atau lebih 10 Orang
Sumber : Lubis, P. Perumahan Sehat, 2000
Tabel 2
Jumlah Penghuni yang Sesuai dengan Luas Lantai
Luas Lantai Jumlah Penghuni Maksimal
2
4,64 m 0
4,64 – 6,54 m2 0,5
6,5 – 8 m2 1
8 – 10 m2 1,5
Lebih dari 10 m2 2
Sumber : Lubis, P. Perumahan Sehat, 2000
Dengan ketentuan anak dibawah umur satu tahun tidak diperhatikan, umur 1 –
10 dihitung setengah. Kepadatan hunian ditentukan dengan jumlah kamar tidur dibagi
negatif terhadap kesehatan fisik, mental, moral dan penyebaran penyakit menular.
Rumah tinggal dikatakan over crowding bila orang-orang yang tinggal di rumah
1. Dua individu atau lebih dari jenis kelamin yang berbeda dan berumur di atas 10
tahun dan bukan berstatus suami istri tidur dalam satu kamar.
ketentuan yang telah ditetapkan, yaitu ruang tidur minimal adalah 8 m 2 dan tidak
dianjurkan lebih dari 2 orang dalam satu ruang kecuali anak di bawah 5 tahun.
minimal menempati luas rumah 4 m². Dengan kriteria tersebut diharapkan dapat
yang padat dapat meningkatkan faktor polusi dalam rumah yang telah ada. Penelitian
menunjukkan ada hubungan bermakna antara kepadatan dan kejadian TB paru serta
adalah menjaga agar aliran udara dalam rumah tetap segar sehingga keseimbangan O2
kadar CO2 menjadi racun. Fungsi kedua adalah untuk membebaskan udara ruangan
dari bakteri, terutama bakteri patogen dan menjaga agar rumah selalu tetap dalam
segar ke dalam dan mengeluarkan udara kotor dari suatu ruangan tertutup secara
alamiah maupun buatan. Berdasarkan kejadiannya ventilasi dibagi menjadi dua yaitu :
terjadi secara alamiah melalui jendela, pintu dan lubang angin. Selain itu
ventilasi alamiah juga menggerakkan udara sebagai hasil poros dinding ruangan,
atap dan lantai. Aliran udara diusahakan cross ventilation dengan menempatkan
lubang ventilasi berhadapan antar dua dinding. Aliran udara ini jangan sampai
terhalang oleh barang-barang besar misalnya lemari, dinding, sekat, dan lain-lain.
elektrik. Alat-alat tersebut di antaranya adalah kipas angin, exhauster dan AC.
rumah dapat dilakukan dengan cara melihat indikator penghawaan rumah, luas
ventilasi yang memenuhi syarat kesehatan adalah lebih dari sama dengan 10% dari
luas lantai rumah dan luas ventilasi yang tidak memenuhi syarat kesehatan adalah
dalam udara. Lingkungan yang tidak memiliki kelembaban yang memenuhi syarat
kesehatan akan membawa pengaruh bagi kesehatan. Kelembaban udara dapat diukur
dengan alat hygrometer yang memenuhi syarat kesehatan 40-60% dan kelembaban
udara yang tidak memenuhi syarat kesehatan < 40% -> 60%. Sedangkan
(Launita, 2000).
penyakit. Pada lingkungan yang dingin dan lembab merupakan media yang baik bagi
dalam tubuh melalui udara (Hari, 2013). Kelembaban rumah yang tinggi dapat
meningkatkan daya tahan hidup bakteri. Kelembaban berkaitan erat dengan ventilasi
karena sirkulasi udara yang tidak lancar akan memengaruhi suhu udara dalam rumah
menjadi rendah sehingga kelembaban udaranya tinggi. Sebuah rumah yang memiliki
kelembaban udara tinggi memungkinkan adanya bakteri dan jamur yang semuanya
40-70% dan buruk jika kurang dari 40% atau lebih dari 70%.
Pencahayaan. Menurut Azwar (1990), salah satu syarat rumah sehat ialah
tersedianya cahaya yang cukup. Suatu rumah atau ruangan yang tidak mempunyai
berupa matahari, bintang dan lain-lainnya. Cahaya alami dipengaruhi oleh keadaan
alam itu sendiri. Jika awan menutupi matahari, maka jumlah cahaya yang masuk ke
ruangan tentu akan berkurang. Cahaya matahari memegang peranan penting karena
paru. Oleh karena itu, rumah yang sehat harus memiliki jalan masuk cahaya yang
cukup. Jalan masuk cahaya (jendela) luasnya sekurang kurangnya 15% sampai 20%
dari luas lantai yang terdapat di dalam ruangan rumah (Azwar, 2000).
dianggap baik jika besarnya antara 60-120 Lux dan buruk jika kurang dari 60 Lux
atau lebih dari 120 Lux. Hal ini yang perlu diperhatikan dalam membuat jendela,
perlu diusahakan agar matahari dapat langsung masuk ke dalam ruangan, dan tidak
terhalang oleh bangunan lain. Fungsi jendela yang dimaksud sebagai ventilasi dan
juga sebagai jalan masuk cahaya. Lokasi jendela harus diperhatikan agar sinar
matahari lebih lama menyinari lantai (bukan dinding), maka sebaiknya jendela harus
karena lantai yang tidak memenuhi standar merupakan media yang baik untuk
perkembangbiakan bakteri penyebab TB paru. Lantai yang baik adalah lantai yang
dalam keadaan kering dan tidak lembab. Bahan lantai harus kedap air dan mudah
dibersihkan, keadaan lantai perlu diplester dan akan lebih baik apabila dilapisi ubin
Landasan Teori
Penelitian ini merujuk pada teori Blum dan Model Determinant of Health dari
Evan dan Stodar (1990). Teori ini mengatakan bahwa lingkungan fisik merupakan
faktor yang berkaitan dengan kejadian penyakit disamping faktor perilaku, genetik
dan pelayanan kesehatan. Lingkungan fisik rumah dapat menentukan baik tidaknya
Kondisi
Pertumbuhan Jumlah
Lingkungan Fisik
Rumah : Kuman Kuman
a. Jenis Lantai
b. Kepadatan Infeksi
Hunian
Mikroorganisme
c. Ventilasi
d. Kelembaban
e. Pencahayaan
Kejadian TB Paru
Kerangka Konsep
Karakteristik responden
a, Usia
b. Jenis kelamin
c. Pendidikan
d. Pekerjaan
Hipotesis
1. Ada hubungan jenis lantai dengan kejadian TB paru di Wilayah Kerja Puskesmas
Jenis Penelitian
case control yang bertujuan untuk mengetahui hubungan kondisi fisik lingkungan
rumah dengan kejadian tuberkulosis paru di wilayah kerja Puskesmas Teupin Raya
paru yang diperoleh dari data sistem pencatatan dan pelaporan terpadu Puskesmas
Teupin Raya Kabupaten Pidie. Di samping itu, angka kejadian TB paru menunjukkan
data peningkatan pada tahun 2017 yaitu sebanyak 32 penderita dan 188 suspek TB
paru. Kemudian di Puskesmas Teupin Raya Kabupaten Pidie belum pernah dilakukan
kerja Puskesmas Teupin Raya Kabupaten Pidie dan yang dirawat jalan di Puskesmas
Teupin Raya Kabupaten Pidie sampai dengan Bulan September tahun 2018 sebanyak
32 kasus.
23
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
24
Teupin Raya Kabupaten Pidie namun tidak menderita TB paru sebanyak 32 orang.
kerja Puskesmas Teupin Raya Kabupaten Pidie dan yang dirawat jalan di Puskesmas
Teupin Raya Kabupaten Pidie sampai dengan Bulan Maret tahun 2018 sebanyak 31
kasus.
1. Warga kecamatan Kecamatan Teupin Raya Kabupaten Pidie yang telah terdaftar
sebagai pasien TB paru di Puskesmas Teupin Raya Kabupaten Pidie pada saat
penelitian.
Kriteria eksklusi:
2. Tidak berada di tempat saat pengambilan data atau studi setelah tiga kali berturut-
turut
Pidie namun tidak menderita TB paru sebanyak 31 orang dengan karakteristik usia,
jenis kelamin, dan sosial ekonomi yang sama dengan sampel kasus.
√ √
(0,6-0,3)2
n = 31 (sampel kasus : 31 orang dan sampel kontrol : 31 orang).
2,23P2 = 0,59,
P2 = 0,26
Tabel 3
Karakteristik Sampel Penelitian Berdasarkan Umur
Umur Jumlah
< 20 Tahun 3
20 – 24 Tahun 3
25 – 29 Tahun 5
30 – 34 Tahun 4
35 – 39 Tahun 6
40 – 44 Tahun 3
≥ 45 Tahun 7
Variabel. Variabel dalam penelitian ini terdiri dari variabel independen yaitu
lingkungan fisik rumah meliputi jenis lantai, kepadatan penghuni rumah, ventilasi,
Definisi operasional
1. Jenis Lantai adalah material lantai rumah tempat tinggal sehari-hari responden
Kabupaten Pidie.
3. Ventilasi adalah luas lubang ventilasi rumah dibandingkan dengan luas lantai
4. Pencahayaan adalah besarnya intesitas cahaya baik alamiah atau buatan pada
5. Kelembaban adalah besarnya kadar uap air di dalam rumah responden di wilayah
6. Kejadian TB paru adalah Jumlah Penderita kasus TB Paru positif pada kurun
waktu satu tahun di Wilayah Kerja Puskesmas Teupin Raya Kabupaten Pidie.
7. Usia adalah lama hidup responden dalam tahun dihitung sejak lahir di wilayah
8. Jenis Kelamin adalah pembagian jenis seksual yang ditentukan secara biologis
dan anatomis yang dinyatakan dalam jenis kelamin laki-laki dan jenis kelamin
10. Pekerjaan adalah kegiatan yang dilakukan setiap hari oleh responden dan
Kabupaten Pidie.
Data primer. Data primer diperoleh secara langsung dari sumber asli atau
pihak pertama. Data primer pada penelitian terdiri dari: jenis lantai, kepadatan
peneliti secara tidak langsung melalui media perantara. Data sekunder pada umumnya
berupa bukti, catatan, atau laporan yang telah tersusun dalam arsip, baik yang
dipublikasikan dan yang tidak dipublikasikan. Data sekunder yang diperlukan pada
penelitian adalah data jumlah penderita TB paru yang diperoleh dari sistem
1. Memenuhi syarat apabila bahan lantai dilapisi ubin atau keramik dalam keadaan
2. Tidak memenuhi syarat apabila bahan lantai tidak dilapisi ubin atau keramik
kamar. Luas kamar diukur dengan meteran bangunan dan jumlah penghuni kamar
ditanyakan oleh responden. Skala pengukuran adalah skala ordinal dibagi dalam 2
kategori, yaitu:
RI/No.829/Menkes/SK/VII/1999).
lubang udara di rumah dibandingkan dengan luas lantai rumah diukur dengan
menggunakan meteran. Skala pengukuran yang digunakan adalah skala ordinal dibagi
RI/No.829/Menkes/SK/VII/1999).
Skala pengukuran yang digunakan adalah skala ordinal dibagi dalam 2 kategori yaitu:
RI/No.829/Menkes/SK/VII/1999).
hygrometer. Skala pengukuran yang digunakan adalah skala ordinal dibagi dalam 2
kategori yaitu:
RI/No.829/Menkes/SK/VII/1999).
menjadi 2 yaitu kasus dan kontro. Kasus adalah kelompok penderita TB paru di
wilayah kerja Puskesmas Teupin Raya Kabupaten Pidie dan kelompok kontrol adalah
kasus.
dependen dalam bentuk distribusi frekuensi dan dihitung persentasenya dan disajikan
dalam tabel distribusi frekuensi. Data pada penelitian ini yang akan diuji secara
univariat adalah data jenis lantai, kepadatan hunian, ventilasi rumah, pencahayaan
menggunakan uji chi-square pada tingkat derajat kepercayaan 95% (α = 0,05). Bila
nilai p ≤ 0,05 maka hipotesis pada penelitian ini diterima yang berarti ada hubungan
Puskesmas Teupin Raya merupakan salah satu dari dua Puskesmas yang terdapat
Raya adalah 25,671 Km2 atau 43% dari total keseluruhan wilayah Kecamatan
Sesuai dengan hasil sensus penduduk, jumlah penduduk kecamatan Teupin Raya
pada tahun 2016 yaitu 11.014 jiwa. Desa yang memiliki kepadatan penduduk
tertinggi adalah Desa Sukon Mesjid, yaitu sebesar 1.185 jiwa dan Desa dengan
kepadatan penduduk terendah adalah Desa Krueng Nyong, yaitu 201 jiwa.
1. Sebelah utara berbatasan dengan Desa Glumpang Baro Kecamatan Pidie Jaya.
menunjukkan bahwa penduduk yang berusia muda (0-14 tahun) sebesar 32,32 %,
yang berusia produktif (15-64 tahun) sebesar 81,92 %, dan yang berusia tua (> 65
31
Analisis Univariat
penelitian ini terdiri dari umur, jenis kelamin, pendidikan dan pekerjaan disajikan
Tabel 4
Distribusi Frekuensi Umur, Jenis Kelamin, Pendidikan dan Pekerjaan di Wilayah
Kerja Puskesmas Teupin Raya Tahun 2018
Variabel Frekuensi Persentase
Usia (tahun)
<20 tahun 6 9,7
20-24 tahun 6 9,7
25-29 tahun 10 1,1
30-34 tahun 10 16,1
35-39 tahun 10 16,1
40-44 tahun 6 9,7
>44 tahun 14 22,6
Jenis Kelamin
Perempuan 13 21,0
Laki-laki 49 79,0
Pendidikan
SD 8 12,9
SMP 7 11,3
SMA 39 62,9
D3 3 4,80
S1 5 8,10
Pekerjaan
PNS 3 4,80
Petani 7 11,3
Wiraswasta 20 32,3
Pedagang 32 51,6
penelitian, didominasi oleh umur lebih dari 44 tahun sebanyak 14 orang (22,6%).
Tabel 5
Distribusi Frekuensi Kondisi Fisik Lingkungan di Wilayah Kerja Puskesmas
Teupin Raya Tahun 2018
Kategori Frekuensi Persentase (%)
Jenis lantai
Memenuhi syarat 44 71
Tidak memenuhi syarat 18 29
Kepadatan hunian
Memenuhi syarat 26 41,9
Tidak memenuhi syarat 36 58,1
Ventilasi
Memenuhi syarat 29 46,8
Tidak memenuhi syarat 33 53,2
Pencahayaan
Memenuhi syarat 27 43,5
Tidak memenuhi syarat 35 56,5
Kelembaban
Memenuhi syarat 28 45,2
Tidak memenuhi syarat 34 54,8
Jenis lantai. Berdasarkan tabel 5 variabel jenis lantai diketahui bahwa dari
kesehatan yakni sebanyak 44 orang (71%) dan 18 orang (29%) tidak memenuhi
syarat kesehatan.
orang (46,8%).
orang (45,2%).
Tabel 6
Kategori Kejadian TB Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Teupin Raya Tahun
2018
Kategori Kejadian TB Paru Frekuensi (n) Persentase (%)
Menderita TB Paru 31 50
Tidak menderita TB Paru 31 50
Analisis bivariat
jenis lantai dengan Kejadian TB Paru dilakukan dengan uji chi-square pada
Tabel 7
Tabulasi Silang Antara Jenis Lantai dengan Kejadian TB Paru di Wilayah Kerja
Puskesmas Teupin Raya Tahun 2018
Kejadian TB Paru
Menderita Tidak TB Total RP
Jenis Lantai p
TB Paru Paru 95% IK
n N N
Tidak memenuhi 15 (83,3%) 3 (16,7%) 18 (100%)
syarat 2.29
0,002
Memenuhi syarat 16 (36,4%) 28 (63,6%) 44 (100%) (1,473-3,566)
responden yang tidak TB Paru yang jenis lantainya memenuhi syarat sebanyak 28
orang (63,6%) dan mayoritas responden yang menderita TB Paru dengan jenis
lantai yang tidak memenuhi syarat sebanyak 15 orang (83,3%). Hasil uji chi-
square memperlihatkan bahwa nilai p = 0,002 < 0,05, dapat disimpulkan bahwa
jenis lantai memiliki hubungan signifikan dengan kejadian TB paru dan variabel
jenis lantai disertakan kedalam uji regresi logistik karena memenuhi syarat uji
antara kepadatan hunian dengan Kejadian TB paru dilakukan dengan uji chi-
berikut :
Tabel 8
Tabulasi Silang Antara Kepadatan Hunian dengan Kejadian TB Paru di Wilayah
Kerja Puskesmas Teupin Raya Tahun 2018
Kejadian TB Paru
Kepadatan Menderita Tidak TB Total RP
Hunian TB Paru Paru p 95% IK
n n N
Tidak memenuhi 28(77,8%) 8(22,2%) 36 (100%)
syarat 6.741
0,001
Memenuhi syarat 3(11,5%) 23(88,5%) 26 (100%) (2,292-19,820)
TB Paru dengan kepadatan huni yang memenuhi syarat yakni sebanyak 23 orang
huni yang tidak memenuhi syarat yakni sebanyak 28 orang (77,8%). Hasil uji chi-
square memperlihatkan bahwa nilai p = 0,001 < 0,05, dapat disimpulkan bahwa
variabel kepadatan huni disertakan kedalam uji regresi logistik karena memenuhi
ventilasi dengan Kejadian TB paru dilakukan dengan uji chi-square pada tingkat
Tabel 9
Tabulasi Silang Antara Ventilasi dengan Kejadian TB Paru di Wilayah Kerja
Puskesmas Teupin Raya Tahun 2018
Kejadian TB Paru
Menderita Tidak TB Total RP
Ventilasi p
TB Paru Paru 95% IK
N N N
Tidak memenuhi 28(84,8%) 5(15,2%) 33 (100%)
syarat 8.202
0,001
Memenuhi syarat 3(10,3%) 26(89,7%) 29 (100%) (2,782-24,179)
paru dengan ventilasi yang memenuhi syarat yakni sebanyak 26 orang (89,7%)
dan mayoritas responden yang menderita TB paru dengan ventilasi yang tidak
memperlihatkan bahwa nilai p = 0,001, lebih kecil dari 0,05, dapat disimpulkan
variabel ventilasi disertakan kedalam uji regresi logistik karena memenuhi syarat
Tabel 10
Tabulasi Silang Antara Pencahayaan dengan Kejadian TB Paru di Wilayah Kerja
Puskesmas Teupin Raya Tahun 2018
Kejadian TB Paru
Menderita Tidak TB Total RP
Pencahayaan P
TB Paru Paru 95% IK
n N N
Tidak memenuhi 28(80%) 7(20%) 35 (100%)
syarat 7.2
0,001
Memenuhi syarat 3(11,1%) 24(88,9%) 27 (100%) (2,446-21,194)
responden yang tidak TB paru dengan pencahayaan yang memenuhi syarat yakni
dengan pencahayaan yang tidak memenuhi syarat yakni sebanyak 28 orang (80%).
Hasil uji chi-square memperlihatkan bahwa nilai p = 0,001, lebih kecil dari 0,05,
logistik karena memenuhi syarat uji regresi logistik yakni nilai p = 0,001 < 0,25.
Tabel 11
Tabulasi Silang Antara Kelembaban dengan Kejadian TB Paru di Wilayah Kerja
Puskesmas Teupin Raya Tahun 2018
Kejadian TB Paru
Menderita Tidak TB Total RP
Kelembaban P
TB Paru Paru 95% IK
n n N
Tidak memenuhi 28(82,4%) 6(17,6%) 34 (100%)
syarat 7.686
0,001
Memenuhi syarat 3(10,7%) 25(89,3%) 28 (100%) (2,609-22,645)
kelembaban yang tidak memenuhi syarat yakni sebanyak 28 orang (82,4%). Hasil
uji chi-square memperlihatkan bahwa p = 0,001, lebih kecil dari 0,05, dapat
TB paru dan variabel kelembaban disertakan kedalam uji regresi logistik karena
memenuhi syarat uji regresi logistik yaitu nilai p = 0,001 < 0,25.
Berikut ini adalah rangkuman hasil uji chi-square antara ke-5 variabel
Tabel 12
Kandidat Uji Multivariat Berdasarkan Hasil Uji Chi-square di Wilayah Kerja
Puskesmas Teupin Raya Tahun 2018
No Variabel kandidat Sig-p r-kritis Kesimpulan
1 Jenis Lantai 0,002 0,25 p ≤ 0,05, berpeluang
2 Kepadatan hunian 0,001 0,25 p ≤ 0,05, berpeluang
3 Ventilasi 0,001 0,25 P ≤ 0,05, berpeluang
4 Pencahayaan 0,001 0,25 p ≤ 0,05, berpeluang
5 Kelembaban 0,001 0,25 p ≤ 0,05, berpeluang
persyaratan untuk diserstakan kedalam uji multivariat karena memiliki nilai p<
0,25.
yang memiliki nilai p<0,25 dalam uji bivariat (chi-square). Penggunaan nilai
logistik.
Hasil uji regresi logistik tentang hubungan jenis lantai, kepadatan hunian,
berikut:
Tabel 13
Hasil Uji Regresi Logistik di Wilayah Kerja Puskesmas Teupin Raya Tahun 2018
Variabel B Sig 95%CI forExp
Jenis lantai -1,375 0,420 0,009-7,129
Kepadatan hunian 4,235 0,035 1,315-624,471
Ventilasi 4,370 0,012 2,610-395,658
Pencahayaan 3,492 0,033 1,318-818,523
Kelembaban 3,672 0,038 1,220-267,113
Hasil uji regresi logistik menunjukkan bahwa dari ke-5 variabel bebas ada
oleh nilai p ke-4 variabel tersebut secara berturut turut adalah 0,035, 0,012, 0,033
Tabel 14
Variabel Paling Dominan Berhubungan dengan Kejadian TB Paru di Wilayah
Kerja Puskesmas Teupin Raya Tahun 2018
Variabel Exp(B)
Kepadatan hunian 69,041
Ventilasi 79,073
Pencahayaan 32,844
Kelembaban 39,322
Tuberkulosis Paru
Berdasarkan hasil analisis data dengan uji regresi logistik diketahui bahwa
kejadian TB paru adalah jenis lantai sedangkan varibel bebas yang berhubungan
dan yang tidak memenuhi syarat sebanyak 18 orang (29%). Hasil uji multivariat
TB paru (p=0,420).
bahwa pada kelompok kasus maupun kontrol memiliki lantai rumah yang
memenuhi syarat kesehatan yaitu kedap air, lantai terbuat dari ubin, keramik atau
semen, tidak retak, kuat, dan mudah dibersihkan. Hasil penelitian ini sejalan
dengan penelitian yang telah dilakukan Agustian pada tahun 2014 yaitu tidak
terdapat hubungan yang signifikan jenis lantai dengan TB paru (p = 0,670) dengan
setiap harinya, tampak lantai tidak berdebu dan tidak lembab sehingga
42
mikroorganisme tidak dapat tumbuh dan berkembang. Jenis lantai yang tidak baik
kondisi ekonomi lemah misalnya adalah salah satu faktor keluarga untuk tidak
memplester lantai rumah mereka. Selain itu faktor perilaku penghuni dalam
membersihkan lingkungan rumah yang salah satunya adalah lantai juga sangat
memenuhi syarat kesehatan adalah yang kedap air dan mudah dibersihkan, seperti
jenis lantai yang terbuat dari plester, ubin, semen, porselen atau keramik,
sedangkan jenis lantai yang tidak memenuhi syarat kesehatan adalah tidak kedap
air seperti jenis lantai tanah, papan, dan lontar. Jenis lantai papan atau panggung
kedap air dan pengaruh kelembaban tanah. Jenis lantai tidak kedap air merupakan
salah satu faktor risiko kejadian TB paru karena bakteri penyebab TB dapat
pada rumah dengan jenis lantai papan, perlu dilapisi dengan tikar karet yang
berfungsi sebagai alas kedap air sehingga mampu melindungi dari rembesan air
dan kelembaban.
bahwa pada mayoritas kelompok kasus yang tidak memenuhi syarat telah terjadi
overcrowded pada kamar tidur responden yang berukuran 8 m² dihuni lebih dari 2
Beberapa responden kasus masih tidur dengan orang yang sehat karena responden
tidak setuju jika harus tidur terpisah dengan keluarganya, hal ini dapat
keluarga.
semakin padat jumlah penghuni maka semakin cepat penularan terjadi, karena
kuman TB paru dapat ditularkan lewat media udara sehingga jika rumah padat
penghuni kuman ini mudah sekali menular. Jika rumah tidak padat maka sirkulasi
udara menjadi lancar sehingga pasien dan anggota keluarga yang lain bisa
menjaga penularan TB paru. Oleh karena itu, kepadatan dalam rumah tempat
tidak memenuhi syarat mempunyai resiko 5,9 kali untuk terjadi penularan ke
memenuhi syarat.
paru di dalam rumah tangga. Bila dalam satu rumah tangga terdapat satu orang
penderita TB paru aktif dan tidak diobati secara benar maka akan menginfeksi
anggota keluarga terutama kelompok yang rentan seperti bayi dan balita, semakin
padat hunian suatu rumah tangga maka semakin besar risiko penularan .
tidur minimal 8 m2 dan tidak dianjurkan digunakan lebih dari 2 orang tidur dalam
satu ruangan. Kamar tidur sebaiknya tidak dihuni ≥ 2 orang kecuali untuk suami
istri dan anak di bawah 2 tahun. Apabila ada anggota keluarga yang menderita.
jumlah yang memenuhi syarat adalah 29 orang (46,3%), hasil uji multivariat
(p=0,012).
kuman tuberkulosis paru yang terbawa keluar. Ventilasi rumah pada kelompok
kasus sebagian besar tidak memenuhi syarat, hal ini disebabkan karena ventilasi
kurang untuk membuka jendela/ventilasi ruang tamu dan ruang tidur hal ini
ditutup dan sebagian besar jendela hanya berfungsi sebagai hiasan karena tidak
bisa dibuka dan ditutup secara permanen, dan menyebabkan kurangnya sirkulasi
udara. Pada kelompok kontrol ventilasi rumah sebagian besar telah memenuhi
dibuka, sinar matahari juga dapat masuk secara merata sehingga ruangan dalam
rumah tidak lembab. Ventilasi yang tidak baik dapat menyebabkan udara tidak
nyaman (kepengapan, bronchitis, asma kambuh, masuk angin) dan udara kotor
(penularan penyakit saluran pernafasan), dan ventilasi yang baik harus memenuhi
persyaratan agar udara yang masuk tidak terlalu deras atau terlalu sedikit, luas
dengan kejadian TB paru (p = 0.001) dan kondisi ventilasi yang tidak memenuhi
Salah satu fungsi ventilasi adalah menyediakan sirkulasi udara yang baik
terkandung dalam udara di dalam rumah. Selain itu, melalui ventilasi sinar
matahari dapat masuk ke dalam rumah dimana sinar matahari yang merupakan
(56,5%) dan jumlah yang memenuhi syarat adalah 29 orang (46,8%). Hasil uji
bahwa pencahayaan rumah pada kelompok kasus yang tidak memenuhi syarat
disebabkan ventilasi rumah yang tidak memenuhi syarat, jendela dalam keadaan
tertutup, dan gorden yang tidak dibuka maka sinar matahari juga tidak dapat
masuk kedalam ruangan secara merata. Sinar matahari akan masuk ke ruang tamu
ketika pintu rumah saja yang dibuka dan jika tidak dibuka respoden menggunakan
syarat, karena memiliki ventilasi yang memenuhi syarat dan sebagian besar
responden membuka jendela rumah setiap hari, sehingga sinar matahari dapat
masuk ke dalam ruangan secara merata. Hasil penelitian ini sejalan dengan
paru. Selain itu didapatkan hasil bahwa besarnya resiko kejadian TB paru pada
kelompok dengan pencahayaan alami dalam rumah tidak memenuhi syarat adalah
pencahayaan alami dan buatan langsung maupun tidak langsung dapat menerangi
matahari adalah dengan membuka pintu dan jendela setiap pagi hari,
kaca plastik agar tidak gelap dan mengurangi kelembaban serta dapat membunuh
(54,8%) dan jumlah yang memenuhi syarat adalah 28 orang (45,2%). Hasil uji
bahwa kelembaban pada kelompok kasus yang dijumpai pada rumah tidak
memenuhi syarat disebabkan karena kelembaban <40% dan > 70% jendela dalam
keadaan tertutup,maka sinar matahari juga tidak dapat masuk kedalam ruangan
karena memiliki kelembaban 40%-70% yang memenuhi syarat dan sebagian besar
responden membuka jendela rumah setiap hari, sehingga sinar matahari dapat
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Fatimah pada tahun 2008
memenuhi syarat mempunyai risiko 2 kali lebih besar terjadi TB paru jika
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data yang telah dilakukan tentang
3. Tidak ada hubungan yang signifikan antara jenis lantai dengan kejadian
50
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
51
Saran
tisu maupun sapu tangan ketika bersin, tidur terpisah dengan orang sehat
orang sehat.
Arya, A.P. (2005). Pemberantasan penyakit TB paru dan strategi DOTS (Tesis).
Bagian Paru Fakultas Kedokteran, Universitas Sumatera Utara, Medan.
Depkes RI. (2008). Laporan hasil riset kesehatan dasar (Riskesdas) Indonesia tahun
2007. Jakarta.
53
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
54
Entjang, I. (2000). Ilmu kesehatan masyarakat. Bandung : PT. Citra Aditya Bakti.
Muslihatun Wafi Nur. (2010). Asuhan neonatus bayi dan balita. Yogyakarta :
Fitramaya.
Moha, S.R. (2012). Pengaruh kondisi fisik rumah terhadap kejadian tb paru di Desa
Pinolosian wilayah kerja Puskesmas Pinolosian Kecamatan Pinolosian
Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan tahun 2012 (Tesis). Fakultas Ilmu
Kesehatan Masyarakat, Universitas Negri Gorontalo, Gorontalo.
Puskesmas Teupin Raya Kabupaten Pidie. (2016). Sistem pencatatan dan pelaporan
terpadu puskesmas tahun 2016. Pidie : Anonim
Sinaga, F.R, & Heriyani, F, & Khatimah H. (2016). Hubungan kondisi ventilasi
rumah dengan kejadian TB paru di wilayah Puskesmas Kelayan Timur. Jurnal
Berkala Kedokteran, 12(2), 279-288. https://media.neliti.com.
Sudoyo, A.W, & Setiyohadi, B. (2009). Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid III (Edisi
ke-3). Jakarta : Interna Publishing.
Yusup dan Sulistyorini. (2004). Hubungan antara lingkungan fisik rumah dengan
kejadian TB paru di Kelurahan Penjaringan Sari Kecamatan Rungkut
Surabaya (Tesis), Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Airlangga,
Surabaya.
bersedia berpartisipasi menjadi subjek dalam penelitian yang akan dilakukan oleh
kepentingan ilmiah dan upaya untuk penuruan angka kejadian TB Paru. Identitas
kerahasiaannya.
Demikian pernyataan ini dibuat dengan sukarela tanpa ada paksaan dari pihak
Meutia Andini
Lampiran 2. Kuisioner
INSTRUMEN PENELITIAN
I. Karakteristik Responden
Untuk Pewawancara
Hari/Tanggal :
No. Urut Responden :
Status Responden : Kode : K/PB
1. Kasus
2. Pembanding (Kontrol)
Nama Responden :
Alamat Responden :
1. Umur : ................Tahun
2. Jenis kelamin : 1. Laki-laki
2. Perempuan
3. Pendidikan : 1. Tidak sekolah
2. SD
3. SMP
4. SMA
5. PT
4. Pekerjaan : 1. Tidak bekerja
2. PNS
3. Wiraswasta
4. Petani
5. dll
Komponen yang
No. Hasil Observasi Keterangan
Diobservasi
Jenis Lantai
1. Jenis lantai Memenuhi syarat
Tidak memenuhi
syarat
2. Jumlah penghuni rumah
.............Jiwa
3. Luas rumah
............m2
4. Kepadatan penghuni kamar Memenuhi syarat
Tidak memenuhi
syarat
............... Jiwa
5. Luas kamar
.............m2
6. Luas Ventilasi
............m2
Memenuhi syarat
Tidak memenuhi
syarat
7. Kelembaban Rumah
............%
Memenuhi syarat
Tidak memenuhi
syarat
8. Pencahayaan
............Luxmeter
Memenuhi syarat
Tidak memenuhi
syarat
Cumulativ e
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid <20 tahun 6 9.7 9.7 9.7
20-24 tahun 6 9.7 9.7 19.4
25-29 10 16.1 16.1 35.5
30-34 tahun 10 16.1 16.1 51.6
35-39 tahun 10 16.1 16.1 67.7
40-44 tahun 6 9.7 9.7 77.4
>44 tahun 14 22.6 22.6 100.0
Total 62 100.0 100.0
Kelamin
Cumulat iv e
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Perempuan 13 21.0 21.0 21.0
Laki-laki 49 79.0 79.0 100.0
Total 62 100.0 100.0
Pendidi kan
Cumulat iv e
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid SD 8 12.9 12.9 12.9
SMP 7 11.3 11.3 24.2
SMA 39 62.9 62.9 87.1
D3 3 4.8 4.8 91.9
S1 5 8.1 8.1 100.0
Total 62 100.0 100.0
Pekerjaan
Cumulat iv e
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid PNS 3 4.8 4.8 4.8
Petani 7 11.3 11.3 16.1
Wiraswasta 20 32.3 32.3 48.4
Pedagang 32 51.6 51.6 100.0
Total 62 100.0 100.0
Jenis lantai
Cumulat iv e
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Memenuhi sy arat 44 71.0 71.0 71.0
Tidak 18 29.0 29.0 100.0
Total 62 100.0 100.0
Kepadatan Huni
Cumulat iv e
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Memenuhi sy arat 26 41.9 41.9 41.9
Tidak 36 58.1 58.1 100.0
Total 62 100.0 100.0
Ventilasi
Cumulat iv e
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Memenuhi sy arat 29 46.8 46.8 46.8
Tidak 33 53.2 53.2 100.0
Total 62 100.0 100.0
Pencahayaan
Cumulat iv e
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Memenuhi sy arat 27 43.5 43.5 43.5
Tidak 35 56.5 56.5 100.0
Total 62 100.0 100.0
Kelembaban
Cumulat iv e
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Memenuhi sy arat 28 45.2 45.2 45.2
Tidak 34 54.8 54.8 100.0
Total 62 100.0 100.0
Kejadian TB Paru
Cumulat iv e
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tidak menderita TB paru 31 50.0 50.0 50.0
Menderit a TB paru 31 50.0 50.0 100.0
Total 62 100.0 100.0
Crosstabs
Jenis lantai * Kejadian TB Paru
Crosstab
Kejadian TB Paru
Tidak
Menderit a menderita
TB paru TB paru Total
Jenis Tidak Count 15 3 18
lantai % wit hin Jenis lantai 83.3% 16.7% 100.0%
Memenuhi sy arat Count 16 28 44
% wit hin Jenis lantai 36.4% 63.6% 100.0%
Total Count 31 31 62
% wit hin Jenis lantai 50.0% 50.0% 100.0%
Chi-Square Tests
Kejadian TB Paru
Tidak
Menderita menderita
TB paru TB paru Total
Kepadatan Tidak Count 28 8 36
Huni % within Kepadatan Huni 77.8% 22.2% 100.0%
Memenuhi sy arat Count 3 23 26
% within Kepadatan Huni 11.5% 88.5% 100.0%
Total Count 31 31 62
% within Kepadatan Huni 50.0% 50.0% 100.0%
Chi-Square Tests
Crosstab
Kejadian TB Paru
Tidak
Menderit a menderita
TB paru TB paru Total
Ventilasi Tidak Count 28 5 33
% wit hin Ventilasi 84.8% 15.2% 100.0%
Memenuhi sy arat Count 3 26 29
% wit hin Ventilasi 10.3% 89.7% 100.0%
Total Count 31 31 62
% wit hin Ventilasi 50.0% 50.0% 100.0%
Chi-Square Tests
Kejadian TB Paru
Tidak
Menderita menderita
TB paru TB paru Total
Pencahay aan Tidak Count 28 7 35
% within Pencahay aan 80.0% 20.0% 100.0%
Memenuhi sy arat Count 3 24 27
% within Pencahay aan 11.1% 88.9% 100.0%
Total Count 31 31 62
% within Pencahay aan 50.0% 50.0% 100.0%
Chi-Square Tests
Kejadian TB Paru
Tidak
Menderita menderita
TB paru TB paru Total
Kelembaban Tidak Count 28 6 34
% within Kelembaban 82.4% 17.6% 100.0%
Memenuhi sy arat Count 3 25 28
% within Kelembaban 10.7% 89.3% 100.0%
Total Count 31 31 62
% within Kelembaban 50.0% 50.0% 100.0%
Chi-Square Tests
Logistic Regression
Case Processing Summary
a
Unweighted Cases N Percent
Selected Cases Included in Analy sis 62 100.0
Missing Cases 0 .0
Total 62 100.0
Unselected Cases 0 .0
Total 62 100.0
a. If weight is in ef f ect, see classif ication table f or the total
number of cases.
Predicted
Kejadian TB Paru
Tidak
Menderita menderita Percentage
Observ ed TB paru TB paru Correct
Step 0 Kejadian TB Paru Menderita TB paru 0 31 .0
Tidak menderita TB paru 0 31 100.0
Ov erall Percentage 50.0
a. Constant is included in the model.
b. The cut v alue is .500
Score df Sig.
St ep Variables X1_Lantai 11.273 1 .001
0 X2_Huni 26.496 1 .000
X3_v entilasi 34.272 1 .000
X4_Cahay a 28.933 1 .000
X5_Lembab 31.521 1 .000
Ov erall Stat istics 48.046 5 .000
Chi-square df Sig.
St ep 1 St ep 70.132 5 .000
Block 70.132 5 .000
Model 70.132 5 .000
Model Summary
Classification Tablea
Predicted
Kejadian TB Paru
Tidak
Menderit a menderita Percentage
Observ ed TB paru TB paru Correct
St ep 1 Kejadian TB Paru Menderit a TB paru 31 0 100.0
Tidak menderita TB paru 1 30 96.8
Ov erall Percentage 98.4
a. The cut v alue is .500
Paramet er
coding
Frequency (1)
Kelembaban Tidak 34 1.000
Memenuhi sy arat 28 .000
Kepadatan Tidak 36 1.000
Huni Memenuhi sy arat 26 .000
Ventilasi Tidak 33 1.000
Memenuhi sy arat 29 .000
Pencahay aan Tidak 35 1.000
Memenuhi sy arat 27 .000
Jenis lant ai Tidak 18 1.000
Memenuhi sy arat 44 .000
Predicted
Kejadian TB Paru
Tidak
Menderita menderita Percentage
Observ ed TB paru TB paru Correct
Step 0 Kejadian TB Paru Menderita TB paru 0 31 .0
Tidak menderita TB paru 0 31 100.0
Ov erall Percentage 50.0
a. Constant is included in the model.
b. The cut v alue is .500
Score df Sig.
St ep Variables X1_Lantai(1) 11.273 1 .001
0 X2_Huni(1) 26.496 1 .000
X3_v entilasi(1) 34.272 1 .000
X4_Cahay a(1) 28.933 1 .000
X5_Lembab(1) 31.521 1 .000
Ov erall Stat istics 48.046 5 .000
Chi-square df Sig.
St ep 1 St ep 38.588 1 .000
Block 38.588 1 .000
Model 38.588 1 .000
St ep 2 St ep 16.708 1 .000
Block 55.296 2 .000
Model 55.296 2 .000
St ep 3 St ep 8.700 1 .003
Block 63.996 3 .000
Model 63.996 3 .000
St ep 4 St ep 5.441 1 .020
Block 69.437 4 .000
Model 69.437 4 .000
Model Summary
Classification Tablea
Predicted
Kejadian TB Paru
Tidak
Menderita menderita Percentage
Observ ed TB paru TB paru Correct
Step 1 Kejadian TB Paru Menderita TB paru 28 3 90.3
Tidak menderita TB paru 5 26 83.9
Ov erall Percentage 87.1
Step 2 Kejadian TB Paru Menderita TB paru 25 6 80.6
Tidak menderita TB paru 1 30 96.8
Ov erall Percentage 88.7
Step 3 Kejadian TB Paru Menderita TB paru 31 0 100.0
Tidak menderita TB paru 3 28 90.3
Ov erall Percentage 95.2
Step 4 Kejadian TB Paru Menderita TB paru 31 0 100.0
Tidak menderita TB paru 1 30 96.8
Ov erall Percentage 98.4
a. The cut v alue is .500
Step
c X2_Huni(1) -3.901 1.427 7.467 1 .006 .020 .001 .332
3 X3_ventilasi(1) -4.069 1.365 8.882 1 .003 .017 .001 .248
X4_Cahay a(1) -3.198 1.280 6.245 1 .012 .041 .003 .502
Constant 6.611 2.034 10.559 1 .001 743.098
Step
d X2_Huni(1) -3.613 1.586 5.187 1 .023 .027 .001 .604
4 X3_ventilasi(1) -3.808 1.522 6.263 1 .012 .022 .001 .438
X4_Cahay a(1) -3.526 1.610 4.799 1 .028 .029 .001 .690
X5_Lembab(1) -3.336 1.673 3.977 1 .046 .036 .001 .944
Constant 8.939 3.134 8.135 1 .004 7623.417
a. Variable(s) entered on step 1: X3_ventilasi.
b. Variable(s) entered on step 2: X2_Huni.
c. Variable(s) entered on step 3: X4_Cahaya.
d. Variable(s) entered on step 4: X5_Lembab.
Change in
Model Log -2 Log Sig. of the
Variable Likelihood Likelihood df Change
St ep 1 X3_v entilasi -43.338 39.313 1 .000
St ep 2 X2_Huni -27.218 23.781 1 .000
X3_v entilasi
-34.506 38.358 1 .000
Score df Sig.
St ep 1 Variables X1_Lantai(1) 1.203 1 .273
X2_Huni(1) 18.272 1 .000
X4_Cahay a(1) 15.556 1 .000
X5_Lembab(1) 16.971 1 .000
Ov erall Statistics 31.703 4 .000
St ep 2 Variables X1_Lantai(1) .076 1 .782
X4_Cahay a(1) 8.598 1 .003
X5_Lembab(1) 7.068 1 .008
Ov erall Statistics 12.169 3 .007
St ep 3 Variables X1_Lantai(1) .067 1 .795
X5_Lembab(1) 5.564 1 .018
Ov erall Statistics 6.159 2 .046
St ep 4 Variables X1_Lantai(1) .695 1 .405
Ov erall Statistics .695 1 .405
Rumah Responden