Anda di halaman 1dari 28

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN

TINNITUS

Kelompok 2

Fivi asniar (NH 0220016) Muh amin sidiq (NH 0220024)

Irfan anggara (NH 0220017) Novia cristin laba (NH 0220025)

Irma mursidi (NH 0220018) Pebrianti manase (NH 0220026)

Jausmira Sudirman (NH 0220019) Ria safitri (NH 0220027)

La ode arlan (NH 0220020) Rosalinda laturake (NH 0220028)

M rudi arya Wijaya (NH 0220021) Rosdiana (NH 0220029)

Martina ludia wally (NH 0220022) Shafira dwi octaviani (NH 0220030)

Melani luther (NH 0220023)

STIKES NANI HASANUDDIN MAKASSAR

TAHUN AJARAN 2020/2021


KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena

dengan ramat dan karunianya kami masih diberi kesempatan untuk menyelesaikan

Makalah ini yang berjudul “ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN

DENGAN TINNITUS” makalah ini kami buat guna memenuhi tugas mata kuliah

Sistem Persepsi Sensori. Tidak lupa kami ucapkan banyak terima kasih kepada

Dosen dan juga teman-teman yang banyak membantu kami dalam menyelesaikan

makalah ini.

Kami menyadari bahwa dalam mengerjakan makalah ini kami masih

banyak kekurangan oleh karena itu mohon sarn dan kritik yang membangun.

Semoga dengan selesainya makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan

teman-teman yang membutuhkan.

Makassar, 24 Desember 2020

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................2
DAFTAR ISI......................................................................................................................2
BAB I................................................................................................................................3
PENDAHULUAN.............................................................................................................3
A. Latar Belakang.....................................................................................................3
B. Tujuan...................................................................................................................4
BAB II...............................................................................................................................5
TINJAUAN PUSTAKA...................................................................................................5
A. Konsep Dasar Medis............................................................................................5
B. Konsep Dasar Keperawatan..............................................................................11
ASUHAN KEPERAWATAN........................................................................................13
A. Pengkajian..........................................................................................................13
B. Diagnosa Keperawatan......................................................................................15
C. Intervensi Keperawatan.....................................................................................15
D. IMPLEMENTASI................................................................................................17
E. EVALUASI..........................................................................................................25
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tinnitus merupakan salah satu keluhan yang banyak ditemukan dalam
praktik kedokteran keluarga (Yew, 2014). Tinnitus merupakan persepsi bunyi
yang diterima oleh telinga penderita tanpa adanya rangsangan bunyi dari luar
(Mazurek, 2010; Nugroho, 2015; Kim et al., 2015). Tinnitus berasal dari
bahasa latin “tinnere” yang berarti berdenging (Atik, 2011; Bashiruddin et al.,
2012). Tinnitus dapat bersifat objektif dan subjektif (Langguth et al., 2013;
Nugroho, 2015).
Tinitus barasal dari bahasa Latin tinnire yang berarti menimbulkan suara
atau dering. Tinitus adalah suatu gangguan pendengaran berupa keluhan
perasaan pada saat mendengarkan bunyi tanpa ada rangsangan bunyi atau
suara dari luar. Adapun keluhan yang dialami ini seperti bunyi mendengung,
mendesis, menderu, atau berbagai variasi bunyi yang lain.2 Tinitus ada 2
macam yang terbagi atas tinitus obyektif dan tinitus subjektif. Tinitus obyektif
terjadi apabila bunyi tersebut dapat juga didengar oleh pemeriksa atau dapat
juga dengan auskultasi di sekitar telinga. Sifatnya adalah vibritorik yang
berasal dari vibrasi atau getaran sistem muskuler atau kardiovaskuler di sekitar
telinga. Sedangkan tinitus subjektif terjadi apabila suara hanya terdengar oleh
pasien sendiri, dan jenis tinitus ini yang paling sering terjadi. Sifat dari tinitus
subjektif adalah nonvibratorik karena adanya proses iritatif ataupun perubahan
degenaratif pada traktus auditorius yang dimulai dari sel-sel rambut getar
koklea sampai pada pusat saraf dari pendengar.
Tinnitus berhubungan positif dengan usia, akan tetapi jumlah remaja yang
pernah mengalami tinnitus sementara yang disebabkan oleh tingkat tekanan
suara tinggi mencapai 75% (Silvestre et al., 2013). Tinnitus sementara yang
diinduksi oleh suara merupakan sebuah fenomena yang sering terjadi pada
usia muda dengan kisaran prevalensi 45-77% (Gilles et al., 2013).
Konsekuensi dari perubahan budaya saat ini, millennial generation yang lahir
dari tahun 1980-2000 ditemukan menjadi populasi yang berisiko diakibatkan
oleh paparan bising suara tinggi (Stein, 2013). Usia muda sering terpapar
suara tingkatan tinggi pada saat waktu bersantai, secara khususnya ketika
mengunjungi klub malam dan penggunaan pemutar musik pribadi (Keppler et
al., 2015).

B. Tujuan
1. Umum
Diharapkan dengan adanya makalah ini bisa menambah pengetahuan
kita terhadap Tinnitus ini khususnya bagi kita yang terjun langsung
sebagai tenaga kesehatan sehingga menjadi perawat profesional pun bisa
kita capai dengan bertambahnya lagi pengetahuan tentang Tinnitus ini.
2. Khusus
Mampu menjelaskan asuhan keperawatan Tinnitus.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Medis


1. Definisi
Tinitus berasal dari bahasa Latin “tinnere” yang artinya dering.
Tinitus adalah persepsi bunyi yang diterima pasien tanpa adanya stimulus
suara dari luar telinga. Tinitus dapat bersifat objektif dan subjektif. Tinitus
subjektif adalah tinitus yang hanya dapat didengar pasien sendiri tanpa
dapat didengar oleh pemeriksa atau orang lain. Tinitus subjektif lebih
banyak dijumpai dalam praktek sehari-hari.
Prevalensi tinitus bervariasi. Hasil survei di Inggris didapatkan
prevalensi tinitus subjektif 35% sampai 45%.2 Penelitian Nondahl dkk,4
mendapatkan prevalensi tinitus 10,6%.
Tinitus diperiksa dengan audiometri nada murni untuk mencari
frekuensi dan intensitas tinitus. Frekuensi tinitus diperoleh dari pitch-
matching, sedangkan intensitas tinitus dari loudness-matching. 5 Tinitus
dilaporkan berhubungan erat dengan dampak emosional.
Tinitus dapat menimbulkan tekanan/stres, depresi, kecemasan, dan
penurunan kualitas hidup. Kualitas hidup pasien tinitus dapat diukur
dengan berbagai macam kuesioner, salah satunya adalah Tinnitus
Handicap Inventory (THI). Kuisioner THI telah diadaptasi ke Bahasa
Indonesia dan dinyatakan valid serta reliabel sebagai instrumen
psikometrik kualitas hidup pasien tinitus di Indonesia.
Tinitus ada 2 macam yang terbagi atas tinitus obyektif dan tinitus
subjektif. Tinitus obyektif terjadi apabila bunyi tersebut dapat juga
didengar oleh pemeriksa atau dapat juga dengan auskultasi di sekitar
telinga. Sifatnya adalah vibritorik yang berasal dari vibrasi atau getaran
sistem muskuler atau kardiovaskuler di sekitar telinga. Sedangkan tinitus
subjektif terjadi apabila suara hanya terdengar oleh pasien sendiri, dan
jenis tinitus ini yang paling sering terjadi. Sifat dari tinitus subjektif adalah
nonvibratorik karena adanya proses iritatif ataupun perubahan degenaratif
pada traktus auditorius yang dimulai dari sel-sel rambut getar koklea
sampai pada pusat saraf dari pendengar.
2. Etiologi
Menurut Sudana, Wayan. 2003 banyak hal yang dapat menyebabkan
terjadinya tinitus. Beberapa diantaranya adalah:
a. Kelainan vaskular baik pada arteri atau vena.
b. Kelainan muskular: klonus otot palatum atau tensor timpani.
c. Lesi pada saluran telinga dalam: Tumor saraf kedelapan.
d. Gangguan kokhlea: trauma akibat bising, trauma tulang temporal,
penyakit Meniere’s, presbikusis, tuli saraf mendadak, emisi otoakustik.
e. Ototoksisitas: aspirin, kuinin, dan antibiotika tertentu
(aminoglikosida).
f. Kelainan telinga tengah: infeksi, sklerosis, gangguan tuba eustachi.
g. Lain-lain: serumen, benda asing pada saluran telinga luar dan penyakit
sistemik seperti anemia.
3. Manifestasi Klinis
Pendengaran yang terganggu biasanya ditandai dengan mudah marah,
pusing, mual dan mudah lelah. Kemudian pada kasus tinnitus sendiri
terdapat gejala berupa telinga berdenging yang dapat terus menerus terjadi
atau bahkan hilang timbul. Denging tersebut dapat terjadi sebagai tinnitus
bernada rendah atau tinggi. Sumber bunyi diantaranya berasal dari denyut
nadi, otot-otot dalam telinga yang berkontraksi, dan juga akibat gangguan
saraf pendengeran. (Benson, Aaron G.2009)
4. Patofisiologi
Menurut Benson, Aaron G.2009 mekanisme terjadinya tinitus karena
aktivitas elektrik di sekitar auditorius yang menimbulkan perasaan adanya
bunyi, tetapi impuls yang terjadi bukan berasal dari bunyi eksternal atau
dari luar yang ditransformasikan, melainkan berasal dari sumber impuls
yang abnormal di dalam tubuh penderita sendiri.
Impuls abnormal itu dapat ditimbulkan oleh berbagai kelainan telinga.
Tinitus dapat terjadi dalam berbagai intensitas. Tinitus dengan nada rendah
seperti bergemuruh atau nada tinggi seperti berdengung. Tinitus dapat
terus menerus atau hilang timbul terdengar.
Tinitus biasanya dihubungkan dengan tuli sensorineural dan dapat
juga terjadi karena gangguan konduksi. Tinitus yang disebabkan oleh
gangguan konduksi, biasanya berupa bunyi dengan nada rendah. Jika
disertai dengan inflamasi, bunyi dengung ini terasa berdenyut atau pulsasi
tinitus. Tinitus dengan nada rendah dan terdapat gangguan konduksi,
biasanya terjadi pada sumbatan liang telinga karena serumen atau tumor,
tuba katar, otitis media, otosklerosis, dan lain-lain.
Tinitus dengan nada rendah yang berpulsasi tanpa gangguan
pendengaran merupakan gejala dini yang penting pada tumor glomus
jugulare.2 Tinitus objektif sering ditimbulkan oleh gangguan vaskuler.
Bunyinya seirama dengan denyut nadi, misalnya pada aneurisma dan
aterosklerosis. Gangguan mekanis dapat juga mengakibatkan tinitus
objektif, seperti tuba Eustachius terbuka, sehingga ketika bernapas
membran timpani bergerak dan terjadi tinitus. Kejang klonus muskulus
tensor timpani dan muskulus stapedius, serta otot-otot palatum dapat
menimbulkan tinitus objektif. Bila ada gangguan vaskuler di telinga
tengah, seperti tumor karotis, maka suara aliran darah akan mengakibatkan
tinitus juga.
Pada tuli sensorineural, biasanya timbul tinitus subjektif nada tinggi.
Pada intoksikasi obat seperti salisilat, kina, streptomysin, dehidro-
streptomysin, garamysin, digitalis, kanamysin, dapat terjadi tinitus nada
tinggi, terus menerus atau hilang timbul.
Pada hipertensi endolimfatik seperti penyakit Meniere dapat terjadi
tinitus pada nada rendah dan tinggi, sehingga terdengar bergemuruh atau
berdengung. Gangguan ini disertai dengan tuli sensorineural dan
vertigo.Gangguan vaskuler koklea terminalis yang terjadi pada pasien
yang stres akibat gangguan keseimbangan endokrin, seperti menjelang
menstruasi, hipometabolisme atau saat hamil dapat juga timbul tinitus atau
gangguan tersebut akan hilang bila keadaannya sudah kembali normal.
5. Diagnosis Tinnitus
Untuk mendiagnosis tinitus diperlukan anamnesis yang akurat
meliputi riwayat pengobatan, riwayat penyakit dan dilakukan pemeriksaan
fisik. Pemeriksaan di bidang psikologi juga diperlukan karena ada kasus
tinnitus yang juga berkaitan dengan keadaan depresi dan cemas.
Anamnesis Tujuan utama adalah untuk menemukan penyebab tinitus.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam anamnesis adalah: lama
serangan tinitus, bila berlangsung dalam waktu 1 menit biasanya akan
hilang sendiri, hal ini bukan keadaan patologik. Bila berlangsung dalam 5
menit merupakan keadaan patologik. Tinitus subjektif unilateral disertai
gangguan pendengaran perlu dicurigai kemungkinan tumor neuroma
akustik atau trauma kepala. Bila tinitus bilateral kemungkinan terjadi pada
intoksikasi obat yang bersifat ototoksik seperti aspirin, kinine, streptomisin
dan lain-lain, trauma bising, dan penyakit sistemik lain. Apabila pasien
sulit mengidentifikasi kanan atau kiri kemungkinannya disaraf pusat.
Kualitas tinitus, bila tinitus bernada tinggi biasanya kelainannya pada
daerah basal koklea, saraf pendengar perifer dan sentral. Tinitus bernada
rendah seperti gemuruh ombak khas untuk kelainan koklea seperti hidrops
endolimfa. (Kartika, henny. 2009)
6. Pencegahan Tinnitus
Pencegahan terhadap tinnitus adalah sebagai berikut :
a. Hindari suara-suara yang bising, jangan terlalu sering mendengarkan
suara bising (misalnya diskotik, konser music, walkman, loudspeaker,
telpon genggang)
b. Batal pemakaian walkman, jangan mendengar dengar volume amat
maksimal
c. Gunakan pelindung telinga jika berada di tempat bising
d. Makanlah makanan yang sehat dan rendah garam
e. Minumlah vitamin yang berguna bagi saraf umtuk melakukan
perbaikan, seperti ginkogiloba, vit A dan E (Kartika, henny. 2009)
7. Pemeriksaan Fisik Dan Laboratorium
Pemeriksaan fisik yang dilakukan yaitu mulai dari melihat keadaan
rongga mulutnya, telinga luar, membran timpani, cranial nerve V, VII dan
VII, temporalnya, dll. Kemudian dilakukan otoskopi untuk melihat ada
atau tidaknya penyakit di telinga luar dan tengah, mengetahui ada tidaknya
infeksi cerumen, serta melihat kondisinya normal atau abnormal. Selain itu
pemeriksaan audiologi yang wajib dilakukan, diantaranya PTA (Pure Tone
Audiometry), BERA, Speech Test, Tone Decay Audiometry, dan Tone
Decay Refleks. Pemeriksaan vestibuler juga dapat dilakukan untuk
mengetahui keadaan sistem vestibulernya. Saat ini, sudah diciptakan suatu
alat yang dapat digunakan untuk mengatasi tinitus, yang diistilahkan
dengan tinnitus treatment, dan nama alat tersebut adalah neuromonic
(Jevuska. 2008).
8. Penatalaksanaan Tinnitus
Pengobatan tinnitus menurut Jevuska. 2008 merupakan masalah yang
kompleks dan merupakan fenomena psikoakustik murni, sehingga tidak
dapat diukur. Perlu diketahinya penyebab tinitus agar dapat diobati sesuai
dengan penyebabnya. Kadang-kadang penyebabnya itu sukar diketahui.
Pada umumnya pengobatan gejala tinitus dapat dibagi dalam 4 cara yaitu :
a. Elektrofisiologik yaitu dengan membuat stimulus elektro akustik
dengan intensitas suara yang lebih keras dari tinitusnya, dapat dengan
alat bantu dengar atau tinitus masker.
b. Psikologik, dengan memberikan konsultasi psikologik untuk
meyakinkan pasien bahwa penyakitnya tidak membahayakan dan
dengan mengajarkan relaksasi setiap hari.
c. Terapi medikamentosa, sampai saat ini belum ada kesepakatan yang
jelas. Berbagai penelitian untuk menemukan jenis obat masih terus
dilakukan. Adapun jenis obat yang dapat secara konsisten efektif pada
pengobatan jangka panjang belum juga ditemukan. Meski demikian
pemakaian beberapa jenis obat sedikit banyak dapat memberikan
perbaikan pada pasien tinitus, seperti:
1) Vitamin B dan derivatnya: nicotinamide (vasodilator) yang secara
empiris telah digunakan secara luas untuk kelainan kokhlea
(contoh: penyakit Meniere’s)
2) Trimetazidine: obat anti iskemia dengan antioksidan
3) Vitamin A: pada dosis tinggi dilaporkan memperbaiki ambang
persepsi dan mencegah tinnitus. Namun perhatian terhadap
toksisitasnya dapat membatasi vitamin A dalam penggunaan
praktis.
4) Lidokain intravena: suatu golongan anestetik local amide dengan
aktivitas system saraf pusat, dilaporkan berguna dalam mengontrol
tinnitus.
5) Tocainine: merupakan lidokain oral dengan waktu paruh yang
panjang.
6) Trisiklik trimipramine: suatu anti depresan
d. Pembedahan juga berperan dalam penanganan tinnitus jika
diaplikasikan untuk mengoreksi sumber penyebab. Misalnya:
stapedektomi untuk kelainan otosklerotik, lainnya adalah koklear
implant. Pertimbangan juga dapat diberikan untuk melakukan terhadap
pengikatan saraf ke-8 divisi koklearis, walaupun hasilnya tidak dapat
diprediksikan.. dan tentu saja hanya bisa dilakukan terhadap pasien
yang memang fungsi pendengarannya sudah rusak berat alias tuli berat
yang tidak mungkin lagi dikoreksi.
B. Konsep Dasar Keperawatan
1. Pengkajian
a. Aktivitas
- Gangguan keseimbangan tubuh
- Mudah lelah.
b. Sirkulasi
- Hipotensi , hipertensi, pucat (menandakan adanya stres).
c. Nutrisi
- Mual
d. Sistem pendengaran
- Adanya suara abnormal(dengung)
e. Pola istirahat
- Gangguan tidur/ Kesulitan tidur
2. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan gangguan
pendengaran
b. Gangguan Persepsi Sensori berhubungan dengan gangguan
pendengaran
c. Ansietas berhubungan dengan kurang terpapar informasi
3. Intervensi Keperawatan
a. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan gangguan
pendengaran
1) Periksa kemampuan pendengaran
2) Monitor akumulasi serumen berlebihan
3) Identifikasi metode komunikasi yang disukai pasien
4) Verifikasi apa yang dikatakan atau ditulis pasien
5) Fasilitasi penggunaan alat bantu dengar
6) Hindari kebisingan saat berkomunikasi
7) Lakukan irigasi tekinga, jika perlu
8) Anjurkan menyampaikan pesan dengan isyarat
b. Gangguan Persepsi Sensori berhubungan dengan gangguan
pendengaran
1) Identifikasi mood
2) Identifikasi resiko keselamatan diriatau orang lain
3) Monitor fungsi kognitif ( mis, konsenstrasi, memori, kemampuan
mengambil keputusan)
4) Monitor aktivitas dan tingkat stimulasi lingkungan
5) Berikan kesempatan untuk menyampaikan perasaan dengan cara
yang tepat
6) Anjurkan berperan aktif dalam pengobatan dan rehabilitasi, jika
perlu
7) Kolaborasi pemberian obat, jika perlu
c. Ansietas berhubungan dengan kurang terpapar informasi
1) Identifikasi penurunan tingkat energy, ketidakmampuan
berkonsentrasi, atau gejala lain yang mengganggu kemampuan
kognitif
2) Monitor respons terhadap terapi relaksasi
3) Gunakan nada suara lembut dengan irama lambat dan berirama
4) Jelaskan secara rinci intervensi relaksasi yang dipilih
5) Anjurkan mengambil posisi nyaman
6) Anjurkan rileks dan merasakan sensasi relaksasi
7) Demonstrasikan dan latih tehnik relaksasi
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan adalah kategori dari perilaku keperawatan
dimana perawat melakukan tindakan yang diperlukan untuk mencapai
tujuan dan hasil yang diperkirakan dari asuhan keperawatan.
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah penilaian hasil dan proses penilaian hasil
menentukan seberapa jauh keberhasilan yang dicapai sebagai keluaran dari
tindakan. Penilaian proses menentukan apakah kekeliruan dari setiap
tahapan proses mulai dari pengkajian, diagnose, perencanaa, tindakan, dan
evaluasi.
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Biodata Klien
a. Data Demografi
1) Nama                          : Tn. S
2) Umur                           : 48 tahun
3) Jenis kelamin              : Laki-laki
4) Dx. Medis                   : Tinitus
b. Pengelompokan Data
1) Data Subjektif
a) Klien mengeluh mudah Lelah
b) Klien mengeluh selalu merasa mual
c) Klien mengatakan merasa khawatir akibat dari kondisi
yang di hadapi
d) Klien mengatakan susah berkomunikasi dengann orang
lain karena masalah pendengaran
e) Klien mengatakan sulit mendengar
2) Data Objektif
a) KU : Sedang
b) TD 160/90 mmHg
c) N : 92x/menit
d) RR : 24x/menit
e) S : 37 C
f) Klien tampak gelisah
g) Klien tampak susah berkonsentrasi
h) Klien tampak susah di ajak komunikasi
c. Analisa Data
1. Dx.Kep : Cemas b/d kurangnya informasi tentang gangguan
pendengaran (tinnitus).

1) DS :
a. Klien mengeluh mudah Lelah
b. Klien mengeluh selalu merasa mual
c. Klien mengatakan merasa khawatir akibat dari kondisi yang
di hadapi
2) DO :
a. KU : Sedang
b. TD 160/90 mmHg
c. N : 92x/menit
d. RR : 24x/menit
e. S : 37 C
f. Klien tampak gelisah

2. Dx.Kep :  Penurunan persepsi sensori : Penglihatan yang


berhubungan dengan penurunan tajam penglihatan dan kejelasan
penglihatan
1) DS :
a. Klien mengatakan susah berkomunikasi dengann orang lain
karena masalah pendengaran
b. Klien mengatakan sulit mendengar

2) DO :
a. Klien tampak susah berkonsentrasi
b. Klien tampak susah di ajak komunikasi
B. Diagnosa Keperawatan
1. Cemas b/d kurangnya informasi tentang gangguan pendengaran (tinnitus).
2. Resiko kerusakan interaksi sosial b/d hambatan komunikasi.

C. Intervensi Keperawatan

No Tujuan/kriteria hasil Intervensi Rasional


1 Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji tingkat 1. Mengetahui tingkat
selama 2x24 jam kecemasan / rasa kecemasan/rasa
diharapkan : takut. takut pasien dalam
Tidak terjadi kecemasan. menetukan tindakan
pengetahuan klien terhadap 2. Kaji tingkat selanjutnya.
penyakit meningkat. pengetahuan klien 2. Mengetahui
tentang gangguan seberapa jauh
yang di alaminya. pengetahuan dan
pengalaman pasien
3. Berikan penyuluhan serta pemahanaman
tentang tinnitus. tentang penyakit
yang di derita.
4. Yakinkan klien
bahwa penyakitnya 3. Pasien mengetahui
dapat di sembuhkan. tentang penyakit
yang dideritanya
5. Anjurkan klien
untuk rileks, dan 4. Pasien akan merasa
menghindari stress. tenang dan rasa
takut berkurang
dengan penyakit
yang di derita

5. Mengurangi
ketegangan dan
membuat perasaan
2 Setelah dilakukan tindakan 1. Anjurkan klien pasien lebih
keperawatan selama 2x24 menggunakan alat nyaman dan tenang
jam diharapkan :Resiko bantu dengar setiap
kerusakan interaksi sosial b/d di perlukan
hambatan komunikasi. 1. Mengetahui tingkat
2. Kaji seberapa parah pendengaran pasien
gangguan untuk menentukan
pendengaran yang di tindakan
alami klien. selanjutnya.

3. Jika mungkin bantu 2. Menentukan tingkat


klien memahami gangguan yang
komunikasi dialami pasien.
nonverbal.
3. Pesan /anjuran yang
4. Kaji kesulitan disampaikan oleh
mendengar perawat kepada
pasien dapat
diterima dengan
baik oleh pasien.

4. Memudahkan
pasien
berkomunikasi
dengan keluarga
atau perawat.
D. IMPLEMENTASI

Hari ke 1

ND Hari/Tanggal Jam Implementasi Evaluasi


X
1. Senin,07 08.00 1. Mengkaji tingkat Jam : 12.30
desember kecemasan / rasa S:
2020 takut. 1. Klien mengeluh mudah

Hasil : Lelah
Didapati skor 2. Klien mengeluh selalu
tingkat kecemasan
22 (sedang) merasa mual

08.30 2. Mengkaji tingkat 3. Klien mengatakan


pengetahuan klien merasa khawatir akibat
tentang gangguan
yang di alaminya. dari kondisi yang di
hadapi
Hasil :
Klien mengatakan O:
kurang 1. KU : Sedang
mengetahui
tentang penyakit 2. TD 160/90 mmHg
yang di alaminya
3. N : 92x/menit
10.00 3. Memberikan 4. RR : 24x/menit
penyuluhan
tentang tinnitus 5. S : 37 C

Hasil : 6. Klien tampak


klien memahami gelisah
dan dapat
memberikan
umpan balik A:
terhadap Masalah Cemas/ ansietas
penyuluhan yang belum teratasi
di berikan
P:

12.00 4. Anjurkan klien Lanjutkan intervensi


untuk rileks, dan
menghindari stress 1. Mengkaji tingkat
kecemasan / rasa
Hasil : takut.
Klien melakukan 2. Mengkaji tingkat
tehnik relaksasi pengetahuan klien
tentang gangguan
yang di alaminya.
3. Memberikan
penyuluhan tentang
tinnitus
4. Anjurkan klien untuk
rileks, dan
menghindari stress

2 Senin,07 08.05 1. Menganjurkan Jam : 12.40


desember klien
2020 menggunakan alat S:
bantu dengar 1) Klien mengatakan
setiap di perlukan
susah
Hasil : berkomunikasi
Klien dapat
mendengar dengan dengann orang lain
bantuan alat
pendengar karena masalah
pendengaran
08.35 2. Mengkaji seberapa 2) Klien mengatakan
parah gangguan
sulit mendengar
pendengaran yang
di alami klien.

Hasil :
Setelah di lakukan
pemeriksaan O:
dengan test sweber 1) Klien tampak susah
di dapatkan hasil
telingan sebelah berkonsentrasi
kanan mengalami 2) Klien tampak susah
tuli konduktif
di ajak komunikasi
10.15 3. Jika mungkin
bantu klien
memahami
komunikasi A:
nonverbal. Masalah Resiko kerusakan
interaksi sosial belum teratasi
Hasil : P:
Memberikan
instruki Lanjutkan intervensi
komunikasi non
verbal kepada 1. Menganjurkan klien
klien agar menggunakan alat
memudahkan bantu dengar setiap di
komunikasi perlukan

2. Mengkaji seberapa
parah gangguan
pendengaran yang di
alami klien
3. Jika mungkin bantu
klien memahami
komunikasi
nonverbal.
Hari ke 2

ND Hari/Tanggal Jam Implementasi Evaluasi


X
1. Senin,07 08.00 1. Mengkaji tingkat Jam : 12.30
desember kecemasan / rasa S:
2020 takut. 1. Klien masih mengeluh

Hasil : mudah Lelah


Didapati skor 2. Klien masih mengeluh
tingkat kecemasan
22 (sedang) selalu merasa mual

08.30 2. Mengkaji tingkat 3. Klien masih


pengetahuan klien mengatakan merasa
tentang gangguan
yang di alaminya. khawatir akibat dari
kondisi yang di hadapi
Hasil :
Klien mengatakan O:
kurang 1. KU : Sedang
mengetahui
tentang penyakit 2. TD 140/80 mmHg
yang di alaminya
3. N : 90x/menit
10.00 3. Memberikan 4. RR : 22x/menit
penyuluhan
tentang tinnitus 5. S : 37 C

Hasil : 6. Klien tampak gelisah


klien memahami
dan dapat A:
memberikan Masalah Cemas/ ansietas
umpan balik teratasi sebagian
terhadap
penyuluhan yang P:
di berikan
Lanjutkan intervensi
12.00 4. Anjurkan klien 1. Mengkaji tingkat
untuk rileks, dan kecemasan / rasa
menghindari stress takut.
2. Mengkaji tingkat
Hasil : pengetahuan klien
Klien melakukan tentang gangguan
tehnik relaksasi yang di alaminya.
3. Memberikan
penyuluhan tentang
tinnitus
4. Anjurkan klien untuk
rileks, dan
menghindari stress

2 Senin,07 08.05 1. Menganjurkan Jam : 12.40


desember klien
2020 menggunakan alat S:
bantu dengar 1. Klien mengatakan
setiap di perlukan
susah
Hasil : berkomunikasi
Klien dapat
mendengar dengan dengann orang lain
bantuan alat
pendengar karena masalah
pendengaran
08.35 2. Mengkaji seberapa 2. Klien mengatakan
parah gangguan
sulit mendengar
pendengaran yang
di alami klien.
O:
Hasil : 1. Klien tampak susah
Setelah di lakukan
pemeriksaan berkonsentrasi
dengan test sweber
di dapatkan hasil 2. Klien tampak susah
telingan sebelah di ajak komunikasi
kanan mengalami
tuli konduktif

10.15 3. Jika mungkin A:


bantu klien
memahami Masalah Resiko kerusakan
komunikasi interaksi sosial teratasi
nonverbal. sebagian

Hasil :
Memberikan
instruki
komunikasi non
verbal kepada P:
klien agar Lanjutkan intervensi
memudahkan
komunikasi 1. Menganjurkan klien
menggunakan alat
bantu dengar setiap di
perlukan

2. Mengkaji seberapa
parah gangguan
pendengaran yang di
alami klien

3. Jika mungkin bantu


klien memahami
komunikasi
nonverbal.

Hari ke 3

ND Hari/Tanggal Jam Implementasi Evaluasi


X
1. Senin,07 08.00 1. Mengkaji tingkat Jam : 12.30
desember kecemasan / rasa S:
2020 takut. 1. Klien mengatakan

Hasil : sudah tidak mudah lelah


Didapati skor 2. Klien mengatakan
tingkat kecemasan
22 (sedang) sudah tidak merasa

08.30 2. Mengkaji tingkat mual


pengetahuan klien 3. Klien mengatakan
tentang gangguan
yang di alaminya. sudah tidak merasa
khawatir akibat dari
Hasil :
Klien mengatakan kondisi yang di hadapi
kurang
mengetahui O:
tentang penyakit 1. KU : baik
yang di alaminya 2. TD 140/80 mmHg

10.00 3. Memberikan 3. N : 90x/menit


penyuluhan 4. RR : 22x/menit
tentang tinnitus
5. S : 37 C
Hasil :
klien memahami 6. Klien nampak tidak
dan dapat gelisah
memberikan
umpan balik
terhadap A:
penyuluhan yang Masalah Cemas/ ansietas
di berikan teratasi

P:
12.00 4. Anjurkan klien
untuk rileks, dan Pertahankan intervensi
menghindari stress 1. Mengkaji tingkat
kecemasan / rasa takut.
Hasil : 2. Mengkaji tingkat
Klien melakukan pengetahuan klien tentang
tehnik relaksasi gangguan yang di
alaminya.
3. Memberikan penyuluhan
tentang tinnitus
4. Anjurkan klien untuk
rileks, dan menghindari
stress

2 Senin,07 08.05 1. Menganjurkan Jam : 12.40


desember klien
2020 menggunakan alat S:
bantu dengar 1. Klien mengatakan
setiap di perlukan
sudah bisa
Hasil : berkomunikasi
Klien dapat
mendengar dengan 2. Klien mengatakan
bantuan alat
pendengar sudah bisa mendengar
O:
08.35 2. Mengkaji seberapa 1. Klien nampak bisa
parah gangguan
pendengaran yang berkonsentrasi
di alami klien. 2. Klien tampak sudah
Hasil : bisa di ajak
Setelah di lakukan
pemeriksaan komunikasi
dengan test sweber
di dapatkan hasil
telingan sebelah A:
kanan mengalami
tuli konduktif Masalah Resiko kerusakan
interaksi sosial teratasi
10.15 3. Jika mungkin
bantu klien
memahami P:
komunikasi Pertahankan intervensi
nonverbal.
1. Menganjurkan klien
Hasil : menggunakan alat bantu
Memberikan dengar setiap di perlukan
instruki
komunikasi non 2. Mengkaji seberapa parah
verbal kepada gangguan pendengaran
klien agar yang di alami klien
memudahkan
komunikasi
3. Jika mungkin bantu klien
memahami komunikasi
nonverbal.

E. EVALUASI

No Hari /tanggal/jam Diagnosa keperawatan Evaluasi keperawatan


1. Rabu ,09 desember Cemas b/d kurangnya S :
2020 / 12.30 informasi tentang gangguan 1. Klien mengatakan sudah
pendengaran (tinnitus).
tidak mudah lelah
2. Klien mengatakan sudah
tidak merasa mual
3. Klien mengatakan sudah
tidak merasa khawatir akibat
dari kondisi yang di hadapi
O:
1. KU : baik
2. TD 140/80 mmHg
3. N : 90x/menit
4. RR : 22x/menit
5. S : 37 C
6. Klien nampak tidak gelisah

A:
Masalah Cemas/ ansietas teratasi

P:

Pertahankan intervensi

2. Rabu ,09 desember Penurunan persepsi


2020 / 12.40 sensori : Penglihatan yang S:
berhubungan dengan 1. Klien mengatakan sudah
penurunan tajam bisa berkomunikasi
penglihatan dan kejelasan
penglihatan 2. Klien mengatakan sudah
bisa mendengar

O:
1. Klien nampak bisa
berkonsentrasi
2. Klien tampak sudah
bisa di ajak komunikasi

A:

Masalah Resiko kerusakan


interaksi sosial teratasi

P:
Pertahankan intervensi
DAFTAR PUSTAKA

Benson, Aaron G.2009. Inner ear-tinnitus.


http://emedicine.medscape.com/article/8 56916-overview (Accessed: January, 10
th)
Gilles A, Van Hal G, De Ridder D, Wouters K, de Heyning V. P, (2013).
Epidemiology of Noise-Induced Tinnitus and the Attitudes and Beliefs towards
Noise and Hearing Protection in Adolescents. Plos One. Vol. 8, Issue 7
Jevuska. 2008. Gangguanpendengarantinnitus.
http://www.jevuska.com/2008/08/30/ga ngguan-pendengaran-tinitus (Accessed:
January, 10 th)
Kartika, henny. 2009. Welcome and joining otolaryngology in Indonesian
language-tinitus. http://hennykartika.wordpress.com/2009 /01/24/tinitus/
(Accessed: January, 10 th)
Keppler H, Dhooge Ingeborg, Degeest Sofie, Vinck Bart. (2015). The
effects of a hearing education program on recreational noise exposure, attitudes
and beliefs toward noise, hearing loss,and hearing protector devices in young
adults. Noise and Health Journal, Vol. 17, Issue 78
Mazurek B, Olze H, Haupt H and Szczepek J. A, (2010). The More the
Worse: the Grade of Noise-Induced Hearing Loss Associates with the Severity of
Tinnitus. Int. J. Environ. Res. Public Health,7, 3071-3079
Nugroho D A (2015) Hubungan Frekuensi dan intensitas tinitus subjektif
dengan kualitas hidup pasien, FK Undip, ORLI Vol.45 No.1
Silvestre R. A. A, Ribas A., Marques Jair M, de Lacerda A. B. M, (2013).
Tinnitus in adolescents and its relation to the use of personal sound systems.
International Tinnitus Journal;18(2):138-142
Stein, J. (2013). Millennials: The me me me generation. TIME Magazine.
Retrieved February, 2017, from http://time.com/247/millennials-theme-me-me-
generation/
Sudana, Wayan. 2003. Kumpulan Kuliah Audiologi Fakultas Kedokteran
Universitas Udayana
Yew S. Kenneth. (2014). Diagnostic Approach to Patients with Tinnitus.
American Family Physician, Vol. 89, Number 2

Anda mungkin juga menyukai