Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tinnitus berasal dari bahasa latin yang artinya nada. Tinnitus adalah
persepsi suara yang bukan merupakan rangsangan dari luar. Suara yang
terdengar begitu nyata dan serasa berasal dari dalam telinga atau kepala. Pada
sebagian besar kasus, gangguan ini tidak begitu menjadi masalah, namun bila
terjadinya makin sering dan berat maka akan menganggu juga.
Tinnitus dapat bersifat subjektif dan objektif. Tetapi hampir sebagian
besar kasus, tinnitus bersifat subjektif. Tinnitus yang bersifat subjektif
maksudnya hanya penderita yang dapat mendengarkan suara tinnitusnya.
Tinnitus dapat berlangsung sementara atupun intermitten.
Tinnitus bukanlah suatu diagnosis penyakit tetapi merupakan gejala
dari suatu penyakit. Tinnitus mungkin dapat timbul dari penurunan fungsi
pendengaran yang dikaitkan dengan usia dan proses degenerasi, trauma
telinga ataupun akibat dari penyakit vaskular.
Tinnitus cukup banyak didapati dalam praktek sehari-hari. Jutaan orang
di duina menderita tinnitus dengan derajat ringan sampai berat. Dari hasi
penelitian, didapatkan satu dari lima orang di antara usia 55 dan 65 tahun
dilaporkan mengalami tinnitus. Hal ini menandakan bahwa tinnitus adalah
keluhan yang sangat umum yang diterima di kalangan usia lanjut.
Bunyi yang diterima sangat bervariasi. Keluhan tinnitus dapat berupa
bunyi mendenging, menderu, mendesis atau berbagai macam bunyi lannya.
Biasanya keluhan tinnitus selalu disertai dengan gangguan pendengaran.
Penyebab tinnitus sampai sekarang masih belum diketahui secara pasti,
sebagian besar kasus tidak diketahui penyebabnya. Penatalaksanaan tinnitus
bersifat empiris dan sampai saat ini masih menjadi perdebatan.

1
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penulisan makalah ini adalah bagaimana
menerapkan askep pasien dengan penyakit tinnitus.

C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Tujuan dalam makalah ini yaitu mahasiswa mampu menerapkan
proses asuhan keperawatan pada pasien tinnitus.
2. Tujuan Khusus
a. Menambah pengetahuan tentang pengkajian pasien tinnitus.
b. Mengetahui diagnose pada pasien tinnitus.
c. Mengetahui rencana keperawatan pada pasien tinnitus .
d. Mengetahui eavaluasi keperawatan pada pasien tinnitus.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi
Tinnitus adalah suatu gangguan pendengaran dengan keluhan perasaan
mendengar bunyi tanpa rangsangan bunyi dari luar. Keluhannya bisa berupa
bunyi mendenging, menderu, mendesis, atau berbagai macam bunyi lainnya.
Gejalanya bisa timbul terus menrus atau hilang timbul (Husnul 2009).
Penyebab tinnitus sebenarnya masih belum dapat dipastikan. Tinnitus
dapat disebabkan oleh adanya penurunan kemampuan pendengaran, antara
lain: presbiacusis, penurunan pendengaran yang diakibatkan oleh suara (noise
induced hearing loss), Meniere’s syndrome, atau neuroma akustik
(Wadddell, 2004).
Pendekatan untuk mempelajari etiologi tinnitus dapat dilakukan dengan
membedakan tinnitus menjadi 2 kelompok besar yaitu tinnitus obyektif dan
tinnitus subyektif. Tinnitus obyektif adalah jika suara yang didengar oleh
penderita dapat didengar pula oleh pemeriksa, sedangkan pada tinnitus
subyektif suara hanya terdengar oleh penderita saja (Lockwood et.al., 2002).
Jadi, tinnitus yaitu sebuah ganggauan pendengaran dengan keluhan
perasaan mendengar bunyi tanpa rangsangan bunyi dari luar. Keluhannya bisa
berupa bunyi mendenging, menderu, mendesis, atau berbagai macam bunyi
lainnya. Gejalanya bisa timbul terus menrus atau hilang timbul. Dan tinnitus
dibedakan menjadi tinnitus obyektif dan tinnitus subyektif.
B. Klasifikasi
Menurut Ludman Harold (2007) klasifikasi penyakit tinnitus sebagai
berikut, tinnitus terjadi akibat adanya kerusakan ataupun perubahan pada
telinga luar, tengah, telinga dalam ataupun dari luar telinga. Berdasarkan letak
dari sumber masalah, tinnitus dapat dibagi menjadi tinnitus otik dan tinnitus
somatik. Jika kelainan terjadi pada telinga atau saraf auditoris, kita sebut

3
tinnitus otik, sedangkan kita sebut tinnitus somatik jika kelainan terjadi di
luar telinga dan saraf tetapi masih di dalam area kepala atau leher.
Menurut frekuensi getarannya, tinnitus terbagi menjadi dua macam,
yaitu :
1. Tinnitus Frekuensi rendah (low tone) seperti bergemuruh.
2. Tinnitus frekuensi tinggi (high tone)seperti berdenging
Berdasarkan objek yang mendengar, tinnitus dapat dibagi menjadi
tinnitus objektif dan tinnitus subjektif.
1. Tinnitus Objektif
Tinnitus objektif adalah tinnitus yang suaranya juga dapat di dengar
oleh pemeriksa dengan auskultasi di sekitar telinga. Tinnitus objektif
biasanya bersifat vibratorik, berasal dari transmisi vibrasi sistem
muskuler atau kardiovaskuler di sekitar telinga. Umumnya tinnitus
objektif disebabkan karena kelainan vaskular, sehingga tinnitusnya
berdenyut mengikuti denyut jantung. Tinnitus berdenyut ini dapat
dijumpai pada pasien dengan malformasi arteriovena, tumor glomus
jugular dan aneurisma. Tinnitus objektif juga dapat dijumpai sebagai
suara klik yang berhubungan dengan penyakit sendi temporomandibular
dan karena kontraksi spontan dari otot telinga tengah atau mioklonus
palatal. Tuba Eustachius paten juga dapat menyebabkan timbulnya
tinnitus akibat hantaran suara dari nasofaring ke rongga tengah (Folmer
et, al., 2004).
2. Tinnitus Subjektif
Tinnitus objektif adalah tinnitus yang suaranya hanya dapat didengar
oleh penderita saja. Jenis ini sering sekali terjadi.tinnitus subjektif
bersifat nonvibratorik, disebabkan oleh proses iritatif dan perubahan
degeneratif traktus auditoris mulai sel-sel rambut getar sampai pusat
pendengaran. Tinnitus subjektif bervariasi dalam intensitas dan frekuensi
kejadiannya. Beberapa pasien dapat mengeluh mengenai sensasi
pendengaran dengan intensitas yang rendah, sementara pada orang yang
lain intensitas suaranya mungkin lebih tinggi (Crummer & Hasan,2004).

4
Berdasarkan kualitas suara yang didengar pasien ataupun pemeriksa,
tinnitus dapat dibagi menjadi tinnitus pulsatil dan tinnitus nonpulsatil.
1. Tinnitus Pulsatil
Tinnitus pulsatil adalah tinnitus yang suaranya bersamaan dengan
suara denyut jantung. Tinnitus pulsatil jarang dimukan dalam praktek
sehari-hari. Tinnitus pulsatil dapat terjadi akibat adanya kelainan dari
vaskular ataupun di luar vaskular. Kelaianan vaskular digambarkan
dengan sebagai bising mendesis yang sinkron dengan denyut nadi atau
denyut jantung. Sedangkan tinnitus nonvaskular digambarkan sebagai
bising klik, bising goresan atau suara pernapasan dalam telinga. Pada
kedua tipe tinnitus ini dapat kita ketahui dengan mendengarkannya
menggunakan stetoskop.
2. Non-pulsatile Tinnitus
Tinnitus jenis ini jarang ditemukan, sementara itu tinnitus obyektif
juga merupakan kasus yang jarang, sehingga dapat dikatakan bahwa
kasus non-pulsatil tinnitus adalah sangat jarang ditemukan. Penyebab
terjadinya tinnitus jenis ini sebagaimana telah dijelaskan pada sub-bab
etiologi sebelumnya. Tinnitus jenis ini juga sering berhubungan dengan
kontraksi periodik abnormal pada otot-otot faring, mulut, dan wajah
bagian bawah, sehingga akan mempengaruhi kerja tuba auditiva.

C. Etiologi
Menurut Mansjoer a, Triyanti K, Savitri R, Wardhani WI, Setowulan W
2001 etiologi penyakit tinnitus sebagai berikut:
Penyebab terjadinya tinnitus sangat beragam, beberapa penyebabnya
antara lain :
1. Kotoran yang ada di lubang telinga, yang apabila sudah di bersihkan rasa
berdenging akan hilang.
2. Infeksi telinga tengah dan telinga dalam.
3. Gangguan darah.

5
4. Tekanan darah yang tinggi atau rendah, dimana hal tersebut merangsang
saraf pendengaran.
5. Penyakit meniere’s Syndrome, dimana tekanan cairan dalam rumah siput
meningkat, menyebabkan pendengaran menurun, vertigo, dan tinnitus.
6. Keracunan obat.
7. Penggunaan obat golongan aspirin ,dsb.
Tinnitus pada pasien lanjut usia biasanya disebabkan oleh kerusakan
pada saraf-saraf pendengaran/ Sedangkan pada pasien muda dapat disebabkan
oleh seringnya mendengar suara keras , seperti music dengan volume suara
yang memekakkan telinga.
Penyebab tinnitus yang paling sederhana adalah menempelnya kotoran
telinga (serumen) di gendang telinga. Biasanya hal ini disebabkan karena
kebiasaan mengorek kotoran telinga dengan cotton bud. Namun hasilnya
kotoran keluar sangat sedikit sebaliknya sisa kotoran yang ada terdorong ke
gendang telinga. Untuk mengatasi hal ini, disarankan untuk jangan mengorek
telinga sendiri. Lebih baik datang kepada dokter di bidang THT secara rutin 6
bulan atau setahun sekali untuk membersihkan telinga.
Tinnitus paling banyak disebabkan karena adanya kerusakan dari
telinga dalam. Terutama kerusakan dari koklea. Secara garis besar, penyebab
tinnitus dapat berupa kelainan yang bersifat somatik, kerusakan N.
Vestibulokoklearis, kelainan vascular, tinnitus karena obat-obatan, dan
tinnitus yang disebabkan oleh hal lainnya.
Tinnitus karena kelainan somatik daerah leher dan rahang
1. Trauma kepala dan Leher
Pasien dengan cedera yang keras pada kepala atau leher mungkin
akan mengalami tinnitus yang sangat mengganggu. Tinnitus karena
cedera leher adalah tinnitus somatik yang paling umum terjadi. Trauma
itu dapat berupa Fraktur tengkorak, Whisplash injury.
a. Artritis pada sendi temporomandibular (TMJ)
Berdasarkan hasil penelitian, 25% dari penderita tinnitus di
Amerika berasal dari artritis sendi temporomandibular.4 Biasanya

6
orang dengan artritis TMJ akan mengalami tinnitus yang berat.
Hampir semua pasien artritis TMJ mengakui bunyi yang di dengar
adalah bunyi menciut. Tidak diketahui secara pasti hubungan antara
artritis TMJ dengan terjadinya tinnitus.
2. Tinnitus karena kelainan vascular
Tinnitus yang di dengar biasanya bersifat tinnitus yang pulsatil.
Akan didengar bunyi yang simetris dengan denyut nadi dan detak
jantung. Kelainan vaskular yang dapat menyebabkan tinnitus
diantaranya:
a. Atherosklerosis
Dengan bertambahnya usia, penumpukan kolesterol dan bentuk-
bentuk deposit lemak lainnya, pembuluh darah mayor ke telinga
tengah kehilangan sebagian elastisitasnya. Hal ini mengakibatkan
aliran darah menjadi semakin sulit dan kadang-kadang mengalami
turbulensi sehingga memudahkan telinga untuk mendeteksi
iramanya.
b. Hipertensi
Tekanan darah yang tinggi dapat menyebabkan gangguan
vaskuler pada pembuluh darah koklea terminal.
c. Malformasi kapiler
Sebuah kondisi yang disebut AV malformation yang terjadi
antara koneksi arteri dan vena dapat menimbulkan tinnitus.
d. Tumor pembuluh darah
Tumor pembuluh darah yang berada di daerah leher dan kepala
juga dapat menyebabkan tinnitus. Misalnya adalah tumor karotis dan
tumor glomus jugulare dengan ciri khasnya yaitu tinnitus dengan
nada rendah yang berpulsasi tanpa adanya gangguan pendengaran.
Ini merupakan gejala yang penting pada tumor glomus jugulare.
3. Tinnitus karena kelainan metabolic
Kelainan metabolik juga dapat menyebabkan tinnitus. Seperti
keadaan hipertiroid dan anemia (keadaan dimana viskositas darah sangat

7
rendah) dapat meningkatkan aliran darah dan terjadi turbulensi. Sehingga
memudahkan telinga untuk mendeteksi irama, atau yang kita kenal
dengan tinnitus pulsatil. Kelainan metabolik lainnya yang bisa
menyebabkan tinnitus adalah defisiensi vitamin B12, begitu juga dengan
kehamilan dan keadaan hiperlipidemia.
4. Tinnitus akibat kelainan neurologis
Yang paling umum terjadi adalah akibat multiple sclerosis. multiple
sclerosis adalah proses inflamasi kronik dan demyelinisasi yang
mempengaruhi system saraf pusat. Multiple sclerosis dapat menimbulkan
berbagai macam gejala, di antaranya kelemahan otot, indra penglihatan
yang terganggu, perubahan pada sensasi, kesulitan koordinasi dan bicara,
depresi, gangguan kognitif, gangguan keseimbangan dan nyeri, dan pada
telinga akan timbul gejala tinnitus.
5. Tinnitus akibat kelainan psikogenik
Keadaan gangguan psikogenik dapat menimbulkan tinnitus yang
bersifat sementara. Tinnitus akan hilang bila kelainan psikogeniknya
hilang. Depresi, anxietas dan stress adalah keadaan psikogenik yang
memungkinkan tinnitus untuk muncul.
6. Tinnitus akibat obat-obatan
Obat-obatan yang dapat menyebabkan tinnitus umumnya adalah
obat-obatan yang bersifat ototoksik. Diantaranya :
a. Analgetik, seperti aspirin dan AINS lainnya.
b. Antibiotik, seperti golongan aminoglikosid (mycin), kloramfenikol,
tetrasiklin, minosiklin.
c. Obat-obatan kemoterapi, seperti Belomisisn, Cisplatin,
Mechlorethamine, methotrexate,vinkristin.
d. Diuretik, seperti Bumatenide, Ethacrynic acid, Furosemide.
e. lain-lain, seperti Kloroquin, quinine, Merkuri, Timah
7. Tinnitus akibat gangguan mekanik
Gangguan mekanik juga dapat menyebabkan tinnitus objektif,
misalnya pada tuba eustachius yang terbuka sehingga ketika kita bernafas

8
akan menggerakkan membran timpani dan menjadi tinnitus. Kejang
klonus muskulus tensor timpani dan muskulus stapedius serta otot-otot
palatum juga akan menimbulkan tinnitus.
8. Tinnitus akibat gangguan konduksi
Gangguan konduksi suara seperti infeksi telinga luar (sekret dan
oedem), serumen impaksi, efusi telinga tengah dan otosklerosis juga
dapat menyebabkan tinnitus. Biasanya suara tinnitusnya bersifat suara
dengan nada rendah.

D. Patofisiologi
Menurut Mansjoer a, Triyanti K, Savitri R, Wardhani WI, Setowulan W
2001 patofisiologi penyakit tinnitus sebagai berikut:
Gelombang suara ditransmisikan dari gendang telinga/ timpani melalui
tulang pendengaran ke fenestra vestibuli (tingkap oval). Alat transmisi di
telingah tengah berfungsi sebagai pengubah impedansi. Tanpa hal itu, 98%
energi suara akan di refleksikan keluar karena perbedaan resistensi yang
sangat nyata pada gelombang suara di udara dan di cairan telinga dalam.
Invaginasi fenestra vestibuli secara bersamaan menyebabkan evaginasi
fenestra koklea (tingkap bundar). Gendang telinga normalnya melindungi
fenestra koklea dari gelombang suara dari luar dan menjalarkan energi suara
terutama ke fenestra vestibuli.gelombang suara dapat juga ditransmisikan ke
tulang tengkorak sehingga merangsang telinga dalam. Namun, proses ini
membutuhkan energi suara yang lebih besar.
Getaran fenestra vestibuli menghasilkan gelombang yang berjalan di
telinga dalam, yang mula-mula menjalar di sepanjang skala vestibuli.
Stereosilia pada sel rambut dalam dan luar dibengkokkan oleh penonjolan
keluar septum koklea dengan membran basilar dan organ Corti pada tempat
yang tergantung frekuensi. Hal ini menyebabkan pembukaan kanal K+ di
membran sel. Stereosilia sel rambut terendam di dalam endolimfe yang
memiliki konsentrasi K+ yang sangat tinggi (sekitar 190mmol/L). K+
disekresi oleh sel epitel stria vaskularis, oleh kontraspor Na+-K+-2Cl-  dan

9
Na+/K+-ATPase di membran yang menghadap lumen, dan oleh kanal K+ di
lumen. Jika kanal K+ di membran sel rambut terbuka maka K+ akan masuk
ke sel dan mendepolarisasinya. Depolarisasi ini kemudian memicu pelepasan
trasnmitter, terutama di sel rambut dalam. Dengan berkontraksi, sel rambut
luar akan meningkatkan gelombang setempat dan begitu juga dengan jumlah
perangsangan sel rambut.
Robekan pada gendang telinga, lesi pada tulang pendengaran, atau
imobilisasi alat konduksi, misalnya yang disebabkan oleh infeksi purulen di
telinga tengah akan menghambat transmisi ke fenestra vestibuli. Selain itu,
bila terdapat lubang di gendang telinga, fenestra koklea tidak akan lagi
terlindungi. Hal ini menyebabkan tuli telinga tengah. Sementara konduksi
melalui udara terganggu, konduksi tulang tetap normal.
Sel rambut dapat dirusak oleh tekanan suara (akibat terpapar oleh suara
yang terlalu keras untuk jangka waktu yang terlalu lama) dan iskemia.
Untunglah karena kandungan glikogen yang tinggi, sel rambut dapat bertahan
terhadap iskemia untuk waktu singkat melalui glikolisis anaerob. Sel rambut
dapat juga dirusak oleh obat tertentu, seperti antibiotikaminoglikosida dan
agen kemoterapeutik sisplatin, yang melalui stria vaskularis akan
terakumulasi di endolimfe. Hal ini menyebabkan tuli telinga dalam yang akan
sama-sama mempengaruhi sistem konduksi udara dan tulang. Ambang
pendengaran dan perpindahan komponen aktif membran basilar akan
dipengaruhi sehingga kemampuan untuk membedakan berbagai nada
frekuensi yang lebih tinggi terganggu. Akhirnya, depolarisasi sel rambut
dalam yang tidak adekuat dapat menghasilkan sensasi suara yang tidak biasa
sehingga dan mengaggu yang disebut tinnitus subyektif.
Pada tinnitus terjadi aktivitas elektrik pada area auditoris yang
menimbulkan perasaan adanya bunyi, namun impuls yang ada bukan berasal
dari bunyi eksternal yang ditransformasikan, melainkan berasal dari sumber
impuls abnormal di dalam tubuh pasien sendiri. Impuls abnormal itu dapat
ditimbulkan oleh berbagai kelainan telinga. Tinnitus dapat terjadi dalam
berbagai intensitas. Tinnitus dengan nada rendah seperti bergemuruh atau

10
nada tinggi seperti berdenging. Tinnitus dapat terus menerus atau hilang
timbul.
Tinnitus biasanya dihubungkan dengan tuli sensorineural dan dapat
juga terjadi karena gangguan konduksi. Tinnitus yang disebabkan oleh
gangguan konduksi, biasanya berupa bunyi dengan nada rendah. Jika disertai
dengan inflamasi, bunyi dengung ini terasa berdenyut (tinnitus pulsatil).
Tinnitus dengan nada rendah dan terdapat gangguan konduksi, biasanya
terjadi pada sumbatan liang telinga karena serumen atau tumor, tuba katar,
otitis media, otosklerosis dan lain-lainnya. Tinnitus dengan nada rendah yang
berpulsasi tanpa gangguan pendengaran merupakan gejala dini yang penting
pada tumor glomus jugulare.
Tinnitus objektif sering ditimnbulkan oleh gangguan vaskuler.
Bunyinya seirama dengan denyut nadi, misalnya pada aneurisma dan
aterosklerosis. Gangguan mekanis dapat juga mengakibatkan tinnitus objektif,
seperti tuba eustachius terbuka, sehingga ketika bernapas membran timpani
bergerak dan terjadi tinnitus.
Kejang klonus muskulus tensor timpani dan muskulus stapedius, serta
otot-otot palatum dapat menimbulkan tinnitus objektif. Bila ada gangguan
vaskuler di telinga tengah, seperti tumor karotis (carotid body tumor), maka
suara aliran darah akan mengakibatkan tinnitus juga.
Pada intoksikasi obat seperti salisilat, kina, streptomisin, dehidro-
streptomisin, garamisin, digitalis, kanamisin, dapat terjadi tinnitus nada
tinggi, terus menerus atupun hilang timbul. Pada hipertensi endolimfatik,
seperti penyakit meniere dapat terjadi tinnitus pada nada rendah atau tinggi,
sehingga terdengar bergemuruh atau berdengung. Gangguan ini disertai
dengan vertigo dan tuli sensorineural.
Gangguan vaskuler koklea terminal yang terjadi pada pasien yang stres
akibat gangguan keseimbangan endokrin, seperti menjelang menstruasi,
hipometabolisme atau saat hamil dapat juga timbul tinnitus dan gangguan
tersebut akan hilang bila keadaannya sudah normal kembali.

11
Tinnitus biasanya di hubungkan dengan tuli sensorineural dan dapat
juga terjadi karena gangguan konduksi, yang biasanya berupa bunyi dengan
nada rendah. Jika di sertai dengan inflamasi, bunyi dengung akan terasa
berdenyut (tinnitus pulsasi) dan biasanya terjadi pada sumbatan liang telinga,
tumor, otitis media, dll.
Pada tuli sensorineural, biasanya timbul tinnitus subjektif nada tinggi
(4000Hz). Terjadi dalam rongga telinga dalam ketika gelombang suara
berenergi tinggi merambat melalui cairan telinga, merangsang dan membunuh
sel-sel rambut pendengaran maka telinga tidak dapat berespon lagi terhadap
frekuensi suara. Namun jika suara keras tersebut hanya merusak sel-sel
rambut tadi maka akan terjadi tinnitus, yaitu dengungan keras pada telinga
yang di alami oleh penerita.(penatalaksanaan penyakit dan kelainan THT
edisi 2 thn 2000 hal 100). Susunan telinga kita terdiri atas liang telinga,
gendang telinga, tulang-tulang pendengaran, dan rumah siput. Ketika terjadi
bising dengan suara yang melebihi ambang batas, telinga dapat berdenging,
suara berdenging itu akibat rambut getar yang ada di dalam rumah siput tidak
bisa berhenti bergetar. Kemudian getaran itu di terima saraf pendengaran dan
diteruskan ke otak yang merespon dengan timbulnya denging.
Kepekaan setiap orang terhadap bising berbeda-beda, tetapi hampir
setiap orang akan mengalami ketulian jika telinganya mengalami bising
dalam waktu yag cukup lama. Setiap bising yang berkekuatan 85dB bisa
menyebabkan kerusakan. Oleh karena itu di Indonesia telah di tetapkan nilai
ambang batas yangn di perbolehkan dalam bidang industri yaitu sebesar 89dB
untuk jangka waktu maksimal 8 jam. Tetapi memang implementasinya belum
merata. Makin tinggi paparan bising, makin berkurang paparan waktu yang
aman bagi telinga.

E. Manifestasi Klinis
Menurut mayoclini.org komplikasi yang sering terjadi pada penderita
tinnitus.Siapapun dapat terkena tinnitus namun faktor-faktor ini dapat
meningkatkan resiko terkena gangguan tersebut :

12
1. Paparan suara keras. terlalu lama terhadap suara keras dapat merusak
sel-sel rambut sensorik kecil ditelinga yang mengirimkan suara ke otak.
Orang-orang yang berkerja dilingkunagn bising seprti pabrik dan
pekerja konstruksi, musisi, dan tentara sangat beresiko terkena
gangguan ini.
2. Usia . seiring bertambahnya usia jumlah serabut saraf telinga yang
berfungsi menurun kemungkinan menyebabkan masaah pendengaran
yang sering dikaitkan dengan tinnitus.
3. Jenis kelamin. Laki-laki lebih mungkin mengalami tinnitus.
4. Merokok . perokok memiliki resiko lebih tinggi terken tinnitus.
5. Masalah kardiovaskuler. Kondisi yang mempengaruhi aliran darah
seperti tekanan darah tinggi atau arteri menyempit (aterosklerosis),
dapat meningkatkan resiko tinnitus.
Menurut Mansjoer a, Triyanti K, Savitri R, Wardhani WI, Setowulan W
2001 manifestasi klinis penyakit tinnitus sebagai berikut:
Keluhan tinnitus dapat dirasakan unilateral dan bilateral. Serangan
tinnitus dapat bersifat periodik ataupun menetap. Kita sebut periodik jika
serangan yang datang hilang timbul. Episode periodik lebih berbahaya dan
mengganggu dibandingkan dengan yang berifat menetap. Hal ini disebabkan
karena otak tidak terbiasa atau tidak dapat mensupresi bising ini. Tinnitus
pada beberapa orang dapat sangat mengganggu kegiatan sehari- harinya.
Terkadang dapat menyebabkan timbulnya keinginan untuk bunuh diri.
Tinnitus dapat dibagi atas tinnitus objektif dan tinnitus subjektif.
Dikatakan tinnitus objektif jika suaranya juga dapat di dengar oleh pemeriksa
dan dikatakan tinnitus subjektif jika tinnitus hanya dapat didengar oleh
penderita.
Pendengaran yang terganggu biasanya di tandai dengan mudah marah,
pusing, mual dan mudah lelah. Kemudian pada kasus tinnitus sendiri terdapat
gejala berupa telinga berdenging yang dapat terus menerus terjadi atau
bahkan hilang timbul. Denging tersebut dapat terjadi sebagai tinnitus bernada
rendah atau tinggi. Sumber bunyi di ataranya berasal dari denyut nadi, otot-

13
otot dalam rongga tellinga yang berkontraksi, dan juga akibat gangguan saraf
pendengaran.

F. Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaan hidung telinga tenggorokan (THT) dapat ditemukan
gangguan pendengaran yangmenyertai tinnitus berupa tuli sensori neuraltuli
konduktif yang dapat diketahui secara kualitatif dengan mempergunakan
garpu tala dan kuantitatif dengan menggunakan audiometric. Juga dapat
dijumpai gambaran klinis penyakit THT penyebab tinnitus.
Diperlukan banyyak pemeriksaan penunjang untuk mengetahui
berbagai penyebab tinnitus seperti :
1. Pemeriksaan Radiologi
a. CT-Scan untuk mengetahui kelainan intracranial, retrokklear
b. Pada tinnitus objektif dapat dilakukan angiografi untuk
mengetahui letak aneurisma, tumor. Venogram jugulare pada
tumor globus jugulare.
2. Pemeriksaan Laboatorium
Pemeriksaan darah lengkap gula darah, lemak darah fungsi hati
dan ginjal dan hormone tiroid.

G. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Medis
Pengobatan tinnitus merupakan masalah yang kompleks dan
merupakan fenomena psikoakustik murni, sehingga tidak dapat diukur.
Perlu diketahui penyebab tinnitus agar dapat diobati sesuai dengan
penyebabnya. Misalnya serumen impaksi cukup hanya dengan ekstraksi
serumen. Tetapi masalah yang sering di hadapi pemeriksa adalah
penyebab tinnitus yang terkadang sukar diketahui. Ada banyak
pengobatan tinnitus objektif tetapi tidak ada pengobatan yang efektif

14
untuk tinnitus Subjektif. Pada umumnya pengobatan gejala tinnitus
dibagi dalam 4 cara, yaitu :
a. Elektrofisiologik, yaitu memberi stimulus elektroakustik
(rangsangan bunyi) dengan intensitas suara yang lebih keras dari
tinnitusnya, dapat dengan alat bantu dengar atau tinnitus masker.
b. Psikologik, yaitu dengan memberikan konsultasi psikologik untuk
meyakinkan pasien bahwa penyakitnya tidakmembahayakan dan
bisa disembuhkan, serta mengajarkan relaksasi dengan bunyi yang
harus didengarnya setiap saat.
c. Terapi medikametosa, sampai saat ini belum ada kesepakatan yang
jelas diantaranya untuk meningkatkan aliran darah koklea,
transquilizer, antidepresan sedatif, neurotonik, vitamin dan mineral.
d. Tindakan bedah, dilakukan pada tumor akustik neuroma. Namun,
sedapat mungkin tindakan ini menjadi pilihan terakhir, apabila
gangguan denging yang diderita benar-benar parah. Pasien juga di
berikan obat penenang atau obat tidur, untuk membantu memenuhi
kebutuhan istirahat, karena penderita tinnitus biasanya tidurnya
sangat terganggu oleh tinnitus itu sendiri, sehingga perlu di tangani,
juga perlu di jelaskan bahwa gangguat tersebut sulit di tanangi,
sehingga pasien di anjurkan untuk beradaptasi dengan keadaan
tersebut, karena penggunaan obat penenang juga tidak terlalu baik
dan hanya dapat di gunakan dalam waktu singkat.
2. Penatalaksanaan Keperawatan
Penatalaksanaan terkini yang dikemukakan oleh Jastreboff, berdasar
pada model neurofisiologinya adalah kombinasi konseling terpimpin,
terapi akustik dan medikamentosa bila diperlukan. Metode ini disebut
dengan Tinnitus Retraining Therapy. Tujuan dari terapi ini adalah
memicu dan menjaga reaksi habituasi dan persepsi tinnitus dan atau
suara lingkungan yang mengganggu. Habituasi diperoleh sebagai hasil
modifikasi hubungan system auditorik ke sistem limbik dan system
saraf otonom. TRT walau tidak dapat menghilangkan tinnitus dengan

15
sempurna, tetapi dapat memberikan perbaikan yang bermakna berupa
penurunan toleransi terhadap suara.
TRT biasanya digunakan jika dengan medikasi tinnitus tidak dapat
dikurangi atau dihilangkan. TRT adalah suatu cara dimana pasien
diberikan suara lain sehingga keluhan telinga berdenging tidak
dirasakan lagi. Hal ini bisa dilakukan dengan mendengar suara radio
FM yang sedang tidak siaran, terutama pada saat tidur. Bila tinnitus
disertai dengan gangguan pendengaran dapat diberikan alat bantu
dengar yang disertai dengan masking.
TRT dimulai dengan anamnesis awal untuk mengidentifikasi
masalah dan keluhan pasien. Menentukan pengaruh tinnitus dan
penurunan toleransi terhadap suara sekitarnya, mengevakuasi kondisi
emosional pasien, mendapatkan informasi untuk memberikan konseling
yang tepat dan membuat data dasar yang akan digunakan untuk evaluasi
terapi.
Terapi edukasi juga dapat kita berikan ke pasien. Diantaranya :
a. Hindari suara keras yang dapat memperberat tinnitus.
b. Kurangi makanan bergaram dan berlemak karena dapat
meningkatkan tekanan darah yang merupakan salah satu penyebab
tinnitus.
c. Hindari faktor-faktor yang dapat merangsang tinnitus seperti kafein
dan nikotin.
d. Hindari obat-obatan yang bersifat ototoksik.
e. Tetap biasakan berolah raga, istarahat yang cukup dan hindari
kelelahan.

H. Komplikasi
Menurut mayoclini.org komplikasi yang sering terjadi pada penderita
tinnitus.

16
Tinnitus secara signifikan dapat mempengaruhi kualitas hidup.
Meskipun pengaruh pada setiap orang berbeda, jjika anda menderita tinnitus,
mungkin juga mengalami :
1. Kelelahan.
2. Stress.
3. Masalah gangguan tidur.
4. Sulit berkosentrasi,
5. Masalah dengan daya ingat,
6. Depresi
7. Cemas dan mudah tersinggung.

17
18
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
Menurut Marilynn E. Doenges asuhan keperawatan pada pasien
tinnitus adalah sebagai berikut:
1. Identitas, berisi data demografi pasien
2. Keluhan utama : telinga mendenging atau
mendengung
3. Pola istirahat : Gangguan tidur atau Kesulitan tidur
4. Riwayat medikasi sebelumnya yang berhubungan dengan obat-obatan
dengan sifat ototoksik.
5. Kebiasaan sehari-hari terutama merokok dan meminum kopi
6. Riwayat kesehatan sekarang :mudah marah, pusing, mual dan
mudah lelah
7. Riwayat kesehatan yang lalu : Riwayat cedera kepala, pajanan
bising, trauma akustik dan riwayat infeksi telinga dan operasi telinga.
8. Pola minum : Kebiasaan sehari-hari
terutama merokok dan meminum kopi.
9. Pemeriksaan fisik :
a. Baer test atau uji bear
Uji ini dilakukan untuk mencatat respon gelombang elektroda di
tulang kepala pada 0-10 msec (potensial awal), 10-50
msec(potensial tengah) dan 50-500 msec (potensial akhir). Uji pada
akhirnya dapat menentukan adanya gangguan pendengaran
sensorineural dan penyebabnya, apakah akibat kelainan koklea,
N.VIII atau atau lesi disusunan saraf pusat.
b. Bedside test
Bedside test digunakan untuk analisa awal suatu gangguan pada
telinga yang terdiri dari 4 jenis tes antara lain :

19
1) Tes menggunakan suara dari pemeriksa sendiri dengan
menggunakan intesitas yang berbeda-beda (misalnya berbisik,
berbicara biasa berbicara keras dan berteriak)
2) Tes schwabach dengan membandingkan hantaran suara dari
garputala di tulang mastoideus dan membndingkan antar
penderita dn pemeriksa.
3) Tes rinne saraf konduksi dibandingkan antara hantaran udara
dan hantaran tulang mastoideus. Tes ini digunakan untuk
membandingkan antara hantaran melalui udara dan melalui
tulang. Normalnya hantaranudara dua lebih lama dari pada
hantaran tulang.
4) Tes webber : garputala diletakkan digaris tengah kepala (dahi,
vertex, pangkal hidung, ditengah-tengah gigi seri atau di dagu),
tes ini digunakan untuk membandingkan hantaran tulang telinga
kiri dan telinga kanan.

B. Diagnose Keperawatan
1. Pemeliharaan kesehatan yang tidak efektif b/d kurangnya pengetahuan
tentang perawatan diri dengan gangguan pendengaran atau tinnitus.
2. Persepsi sensorik yang terganggu pendengaran b/d diubahnya ensorik
penerimaan transmisi, dan intergrasi.
3. Gangguan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan penurunan pendengaran ditandai dengan mudah lelah.
4. Gangguan pola tidur berhubungan dengan rasa tidak nyaman ditandai
dengan adanya suara berdenging.
5. Resiko tinggi cidera berhubungan dengan pendengaran terganggu.
C. Rencana Keperawatan
1. Diagnose 1
Pemeliharaan kesehatan yang tidak efektif b/d kurangnya
pengetahuan tentang perawatan diri dengan gangguan pendengaran atau
tinnitus.

20
Definisi : untuk mengidentifikasi, mengelola dan / atau mencari
bantuan untuk menjaga kesehatan.
Batas karakteristik : menunjukkan kekurangan perilaku adaptif
terhadap perubahan lingkungan; menunjukkan kurangnya pengetahuan
tentang praktik kesehatan dasar; kurangnya minat dinyatakan dalam
imporing perilaku kesehatan; sejarah perilaku mencari kesehatan,
ketidakmampuan untuk mengambil tanggung jawab untuk memenuhi
praktik kesehatan dasar. Dalam sistem dukungan pribadi.
NOC :
a. Sumber yang dirasakan
b. Perilaku
c. Pengetahuan tentang penyakit

NIC

a. menilai perasaan nilai klien, dan alasan untuk tidak mengikuti


rencana yang ditentukan dari faktor perawatan terkait. EBN:
penilaian preferensi individu untuk berpartisipasi dalam gelaran
keputusan akan memungkinkan untuk mendaftar keterlibatan
dalam pengambilan keputusan di tingkat yang lebih disukai
(florin, Ehrenberg ehnfor, 2006)
b. menilai pola keluarga, masalah ekonomi dan pola budaya yang
mempengaruhi kepatuhan akan diberikan regimen medis. EB:
reaksi keluarga terhadap diagnosis dan budaya, keyakinan
spiritual anorms memiliki pengaruh ignificant pada kepatuhan
terhadap rejimen pengobatan (zivin & Kales 2008). The ditandai
perbedaan kita dari pelayanan kesehatan antara kelompok-
kelompok budaya yang berbeda (uiters et 2006)
c. Membantu klien untuk memilih gaya hidup sehat dan memiliki
tes skrining diagnostik yang tepat. EB: ukuran gaya hidup sehat,
seperti berolahraga secara teratur, menjaga berat badan yang sehat
,, tidak merokok, asupan alkohol membatasi, membantu

21
mengurangi risiko kanker dan penyakit kronis lainnya (holmes,
2006)
d. Membantu klien dalam mengurangi stres. EB: individu dengan
stres yang dirasakan tinggi secara signifikan lebih mungkin t
nonadherent dengan rejimen pengobatan. Hal ini terjadi dengan
individu dengan tekanan darah tinggi (Proulx el al 2007) klien
yang opioid-dependent (Hyman et al 2007), dan cliens yang telah
memiliki transplantasi organ (achille et al 2006: Kerkar et al
2006)
e. Membantu determene klien bagaimana mengelola jadwal
pengobatan yang kompleks (misalnya, rejimen HIV / AIDS atau
polifarmasi). EBN: menyederhanakan rejimen pengobatan dan
menyesuaikan mereka untuk gaya hidup individu mendorong
andherence pengobatan (battaglioli-Denero 2007). Komponen f
sukses selft-manajemen obat termasuk membangun kebiasaan,
menyesuaikan rutinitas, pelacakan, menyederhanakan dan
mengelola biaya (Swanluant et.al, 2008)
f. Mengidentifikasi modalitas penyembuhan pelengkap, seperti obat
herbal, akupunktur, penyembuhan sentuhan, yoga, atau dukun
budaya yang klien menggunakan di samping atau sebagai
pengganti dari rejimen allopathic ditentukan. EB: Penggunaan
complementar penyembuhan modalitas antara klien dengan
penyakit kronis relatif tinggi, mulai dari 41% pada diabetes klien
akal untuk 59,6% pada klien dengan arthritis. Kurang dari 30%
dari pengguna modalitas penyembuhan komplementer berbagi
informasi ini dengan penyedia layanan mereka (saydah &
eberhardt, 2006)
g. Rujuk klien untuk layanan yang sesuai yang diperlukan. EB: saat
rujukan yang tepat terlewatkan atau tertunda, klien sering
mengalami hasil yang buruk termasuk komplikasi tekanan

22
psikologis, dan readmissions rumah sakit (Bowles et al 2008:
LEBECQUE et al 2009)
h. Identifikasi kelompok pendukung yang berhubungan dengan
proses penyakit. EB: individu yang menghadiri kelompok
pendukung menunjukkan peningkatan manajemen penyakit dan
meningkatkan kualitas hidup (Schulz et al 2008)
i. Gunakan teknologi seperti pesan teks untuk mengingatkan hak
gadai dari appointments.eb schedyled; "tidak menunjukkan" tarif
dikurangi ketika pengingat janji akan dikirim sebagai pesan teks
ke klien telepon seluler (kosh, mobil & majeed 2008)
2. Persepsi sensorik yang terganggu pendengaran b/d diubahnya ensorik
penerimaan transmisi, dan intergrasi.
Defines : perubahan dalam jumlah atau pola rangsangan yang
masuk disertai dengan respon berkurang dibesar-besarkan terdistorsi,
atau gangguan terhadap rangsangan tersebut.
Batas karakteristik ; mengubah pola perilaku; perubahan
kemampuan pemecahan masalah; berubah dalam ketajaman indra;
Perubahan dalam menanggapi biasa terhadap rangsangan; disorientasi;
halusinasi; gangguan komunikasi; iritabilitas; konsentrasi yang buruk;
kegelisahan; distorsi sensorik.
NOC
a. Gangguan kognitif
b. Komunikasi

NIC

a. Jauhkan kebisingan latar belakang untuk minimum. Guci dari


televisi dan radio ketika berkomunikasi dengan klien. Jika di
lingkungan yang bising, mengambil klien untuk kamar pribadi dan
menutup pintu. Kebisingan latar belakang signifikan mengganggu
pendengaran di pendengaran klien (swan 2008). kegagalan

23
komunikasi antara tenaga kesehatan dan klien gangguan
pendengaran yang umum (Raja 2004)
b. Berdiri atau duduk langsung di depan theclient ketika komunikasi.
Pastikan cahaya yang memadai adalah di wajah perawat, hindari
permen karet atau menutup mulut atau wajah dengan tangan saat
berbicara, menjalin kontak mata, dan menggunakan isyarat
nonverbal. Klien tunarungu membaca bibir dan juga komunikasi
nonverbal interpren, yang merupakan komunikasi bagian f
signifikan. Untuk meningkatkan communicationit penting bahwa
klien mampu melihat wajahnya dengan jelas dari orang yang
berbicara 9swann2007)
c. Berbicara dengan jelas dalam nada suara lebih rendah jika
memungkinkan. Jangan lebih dari mengucapkan atau berteriak
pada klien. Dalam berbagai jenis gangguan pendengaran, klien
kehilangan kemampuan untuk mendengar nada bernada tinggi tapi
masih bisa mendengar nada bernada rendah. Lebih - Menyatakan
membuat sulit untuk membaca bibir. Berteriak membuat kata-kata
yang kurang jelas dan mungkin menyakitkan (swann 2007)
d. Nyatakan topik pembicaraan sebelum memulai percakapan;
membuat jelas ketika Anda mengubah topik pembicaraan. Ini
membantu memberikan klien sebuah contex jelas untuk
menafsirkan apa yang Anda katakan.
e. Verifikasi klien memahami informasi penting dengan meminta
klien untuk mengulangi klien information.hearing-gangguan akan
sering tersenyum atau mengangguk ketika ditanya apakah mereka
mengerti untuk menghindari rasa malu meminta mereka untuk
mengulang informasi adalah cara terbaik untuk memverifikasi
memahami apa yang kata makhluk.
f. Jika perlu, menyediakan papan komunikasi atau personel yang tahu
bahasa isyarat. institusi perawatan kesehatan yang diperlukan untuk
menyediakan dan membayar penerjemah yang memenuhi syarat di

24
bawah Amerika dengan cacat Undang-Undang; penerjemah dapat
ditemukan melalui registry penerjemah untuk orang tuli.
g. Siapkan gambar atau diagram yang menggambarkan tes atau
prosedur; memiliki buku dengan gambar-gambar yang relevan
tersedia untuk diskusi yang lebih rinci. Penggunaan alat bantu
visual dapat meningkatkan komunikasi (lezzoni et al2004)
h. Lihat sumber daya yang tepat seperti pidato dan pendengaran
klinik; audiolog; atau telinga, hidung dan tenggorokan dokter.
Merujuk anak sejak dini untuk bantuan. gangguan pendengaran
dapat diobati dengan intervensi medis atau bedah atau penggunaan
alat bantu dengar.
i. Dorong klien untuk memakai alat bantu dengar jika tersedia. EB:
Sebuah studi menunjukkan bahwa panti jompo klien dengan
gangguan pendengaran yang dimanfaatkan pembantu pendengaran
mengalami penurunan tingkat depresi (goorabi hosseinabadi &
share 2008)
j. Amati kebutuhan emosional dan mendorong ekspresi perasaan.
Gangguan pendengaran dapat menyebabkan frustrasi, marah, takut,
nd isolasi diri dikenakan.
k. Untuk persepsi sensorik terganggu; kinestetik, taktil, melihat
rencana perawatan untuk risiko untuk injur atau risiko untuk jatuh.
Persepsi sensor terganggu; penciuman, pengecapan, melihat
rencana perawatan untuk gizi seimbang; kurang dari kebutuhan
tubuh.
D. Implementasi
1. Memberikan keluarga dengan alamat website dimana informasi dapat
diperoleh dari intenet (kebanyakan perpustakaan memiliki akses
internet dengan kemampuan cetak) EB: internet / video-diserahkan ke
konvensi- berhasil dalam meningkatkan aktivitas dan sayuran fisik
asupan di adolescens (mauriello et al 2007) . Sepertiga dari yang lebih

25
tua melakukan pencarian online untuk informasi tentang kesehatan ther
sendiri atau perawatan Healh (Flynn, smith & Freese 2006)
2. Penjahit baik providwd informasi dan metode penyampaian informasi
kepada klien speatic dan / atau keluarga. EBN: client berpusat
educationl intervensi tht memfokuskan individualis memiliki aa
dampak positif pada rasa klien kesejahteraan dan optimisme bahwa
terapi akan effectif (RADWIN cabral & wikes 2009)
3. Sarankan instalasi perangkat seperti signalers cincin untuk sensor
telepon dan bel yang mendeteksi menangis bayi, jam alarm yang
bergetar tempat tidur dan decoder caption tertutup untuk televisi.
perangkat bermanfaat lainnya termasuk amplifier telepon,
speakerphone, saku pembicara sistem mendengarkan pribadi, dan fm
dan inframerah amplication Sstem yang terhubung langsung ke tv atau
jack output audio. Juga tersedia adalah perangkat-a telekomunikasi
mesin tik keyboard dengan layar alfanumerik yang memungkinkan
orang cacat pendengaran untuk mengirim pesan diketik melalui saluran
telepon; software dan modem yang tersedia yang memungkinkan
komputer rumah untuk digunakan dalam mode ini. Penggunaan
pendengaran telinga anjing-anjing yang dilatih khusus untuk
mengingatkan pemiliknya untuk spesifik suara-mungkin juga
membantu. Perangkat ini dapat membantu untuk meningkatkan
komunikasi dan keamanan bagi klien pendengaran (berenang, 2007).
4. Ajarkan klien untuk menghindari kebisingan yang berlebihan di tempat
kerja atau di rumah, memakai perlindungan pendengaran bila
diperlukan. Kebisingan yang menyakitkan telinga atau di atas 90
desibel adalah berlebihan. Gangguan pendengaran dari kebisingan yang
berlebihan adalah umum dan dicegah (smith, bale & white 2005)

26
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Tinnitus adalah sebuah ganggauan pendengaran dengan keluhan
perasaan mendengar bunyi tanpa rangsangan bunyi dari luar. Keluhannya
bisa berupa bunyi mendenging, menderu, mendesis, atau berbagai macam
bunyi lainnya. Gejalanya bisa timbul terus menrus atau hilang timbul. Dan
tinnitus dibedakan menjadi tinnitus obyektif dan tinnitus subyektif.
Asuhan keperawatan tinnitus meliputi pengkajian, dan diagnose.
Pengkajian berisi tentang biodata, riwayat keluarga, penyakit sekarang dan
terdahulu, serta pemeriksaan fisik . Salah satu diagnose asuhan keperawatan
tinnitus adalah:
B. Saran
Semoga asuhan keperawatan ini dapat menambah pengetahuan tentang
gangguan pendengaran atau tinnitus dan semoga penulis yang akan datang
bisa memperjelas atau memperbaiki asuhan keperawatan ini.

27
DAFTAR PUSTAKA

Ludman Harold, Petunjuk Penting Pada Penyakit Telinga Hidung Tenggorokan,


Hipocrates, Jakarta,2007.

Mansjoer a, Triyanti K, Savitri R, Wardhani WI, Setowulan W. Penyakit


Menierre. Dalam : Kapita Selekta Kedokteran. Edisi Ketiga. Jakarta : FKUI.
2001. 

Marilynn E. Doenges, Rencana Asuhan Keperawatan pedoman untuk perencanaan


dan pendokumentasian pasien, ed.3, EGC, Jakarta, 1999.

http://id.wikipedia.org/wiki/Vertigo
http://medicastore.com/penyakit/25/Vertigo.html

28

Anda mungkin juga menyukai