Anda di halaman 1dari 21

Endoftalmitis

Disusun Oleh:

C. Siti Hanifah 1110313043

Sisfita Dian Utami 1310311177 

Darshini Devi Kalidas 1310314002

Preseptor:

dr. Julita, Sp.M

1
KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS

RSUP DR. M. DJAMIL PADANG

2017

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, berkat rahmat dan
hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul
“Endoftalmitis”. Kami mengucapkan Shalawat beriring salam kepada nabi
Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat, dan pengikutnya.
Makalah ini merupakan salah satu syarat mengikuti kepaniteraan klinik di
bagian Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Andalas. Penulis
mengucapkan terima kasih kepada dr. Julita, Sp.M selaku pembimbing yang telah
memberikan masukan dan bimbingan dalam pembuatan makalah ini serta penulis
mengucapkan terima kasih juga kepada semua pihak yang telah membantu
menyelesaikan makalah ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik untuk
menyempurnakan makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita
semua.

Padang, Desember 2017

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR 2
DAFTAR ISI 3
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 4
1.2 Batasan Masalah 4
1.3 Tujuan Penulisan 4
1.4 Metode Penulisan 5
1.5 Manfaat Penulisan 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Anatomi dan Fisiologi Retina 6
2.2. Definisi 8
2.3. Epidemiologi 8
2.4. Klasifikasi 8
2.5. Etiologi 9
2.6. Patogenesis 10
2.7. Manifestasi Klinis 11
2.8. Diagnosis dan Pemeriksaan Penunjang 12
2.9. Diagnosis Banding 13
2.10. Tatalaksana 13
2.11. Komplikasi 18
2.12. Prognosis 19
BAB III PENUTUP
3.1. Kesimpulan 20
DAFTAR PUSTAKA 21

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Endoftalmitis adalah diagnosis klinis yang dibuat ketika terjadi inflamsi
intraokular melibatkan chamber anterior dan posterior yang disebabkan infeksi
bakteri dan jamur. Endoftalmitis bisa terjadi oleh karena postoperative dan
posttraumatik. Untuk postoperative yang paling sering oleh karena postoperasi
ekstraksi katarak.1
Postoperative endoftalmtis dilaporkan telah mencapai insiden 0,042% -
0,19%. Dikatakan bahwa POE lebih sering terjadi oleh karena post ekstraksi
katarak, namun belakangan teknik operasi mata yang lain seperti injeksi
intravitreal turut serta dalam meningkatkan angka insiden POE. Etiologi POE
sendiri terbanyak dilaporkan adalah bakteri gram positif.2
Kasus endoftalmitis sendiri sebenarnya berbeda di setiap negara. Di
inggris, dilaporkan bahwa kejadian untuk akut endoftalmitis antara tahun 1991
dan 2004, ditemukan 120 kasus, dengan 59% merupakan eksogen
endoftalmitis dan 41% endogen endoftalmitis. Sedangkan di India, dari 955
kasus yang diteliti selama 10 tahun, ditemukan 92,6% merupakan
endoftalmitis eksogen dan hanaya 7,4% endoftalmitis endogen. Hal tersebut
dipengaruhi oleh lamanya faktor penelitian, faktor predisposisi yang berbeda
disetiap negara dan keadaan geografis.3
1.2 Batasan Masalah
CSS ini membahas tentang definisi, klasifikasi, etiologi, patogenesis,

gejala klinis, diagnosis, penatalaksanaan, komplikasi, dan prognosis endoftalmitis.

1.3 Tujuan Penulisan

4
CSS ini bertujuan untuk menambah wawasan mengenai definisi,

klasifikasi, etiologi, patogenesis, gejala klinis, diagnosis, penatalaksanaan,

komplikasi, dan prognosis endoftalmitis.

1.4 Metode Penulisan

Metode yang dipakai adalah tinjauan kepustakaan dengan merujuk kepada

berbagai literatur.

1.5 Manfaat Penulisan

CSS ini diharapkan dapat bermanfaat dalam memberikan informasi dan

pengetahuan tentang definisi, klasifikasi, etiologi, patogenesis, gejala klinis,

diagnosis, penatalaksanaan, komplikasi, dan prognosis endoftalmitis.

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Cairan Akuos dan Cairan Vitreus


Mata merupakan organ yang berfungsi dalam hal penglihatan. Mata terdiri
dari tiga lapisan atau tunika, yaitu lapisan luar berupa lapisan fibrosa jaringan ikat
yang membentuk kornea dan sklera, lapisan tengah berupa jaringan vaskular yang
terdiri dari iris, badan siliaris, dan koroid, serta lapisan jaringan saraf di bagian
dalam yang membentuk retina. 4
Bagian interior mata terdiri dari tiga ruang, yaitu camera oculi anterior
(COA) atau bilik mata depan, camera oculi posterior (COP), dan korpus vitreus.
Bagian depan COA dibatasi oleh kornea, sedangkan bagian posterior COA
dibatasi oleh iris anterior dan permukaan anterior lensa. COP terletak di belakang
iris posterior. 4
Cairan akuos (aqueous humor) merupakan cairan yang mengisi COA dan
COP. 4,1 Cairan ini, yang disekresi oleh badan siliaris, merupakan sumber nutrisi
utama lensa dan kornea yang avaskular (seperti glukosa dan asam amino) serta
menghilangkan produk sisa metabolisme dari lensa dan kornea. Selain itu, cairan
akuos berfungsi dalam mempertahankan tekanan intraokular. Kandungan protein
total dalam cairan akuos sangat rendah, hanya sekitar 1/500 protein plasma. Selain
itu, komponen lain cairan akuos merupakan faktor pertumbuhan dan beberapa
enzim, seperti karbonik anhydrase, lisozim, dan asam hialuronat.1

6
Gambar 1 Anatomi mata 4

Korpus vitreus, yang merupakan ruang terbesar pada bola mata, terletak
berdekatan dengan lapisan retina bagian dalam. Cairan vitreus (vitreous humor)
merupakan cairan berbentuk seperti jel yang mengisi korpus vitreus. 4 Cairan
vitreus terdiri dari sekitar 98% air dan 0,15% makromolekul, termasuk kolagen,
hialuronan terhidrasi (yaitu asam hialuronat), protein, ion, dan zat terlarut dengan
berat molekul rendah. Asam hialuronat menentukan viskositas cairan vitreus dan
diperkirakan membantu menstabilkan jaringan kolagen. Selain asam hialuronat,
jumlah kolagen juga berperan dalam menentukan viskositas cairan vitreus.
Serabut kolagen menyebabkan resistensi terhadap gaya regangan dan
berkontribusi terhadap sifat plastisitas vitreus, sedangkan asam hialuronat
menyebabkan resistensi terhadap kompresi dan berkontribusi terhadap sifat
viskoelastis vitreus. 1

2.2 Endoftalmitis
2.2.1 Definisi Endoftalmitis

7
Endoftalmitis merupakan infeksi atau inflamasi yang mengenai vitreus
dan/atau akuos, yang biasanya disebabkan oleh bakteri atau jamur.5 Endoftalmitis
dapat mengenai retina dan koroid.6 Endoftalmitis dapat berupa endoftalmitis
eksogen dan endogen. Endoftalmitis eksogen terjadi akibat adanya organisme
yang mengenai mata secara langsung yang berasal dari luar mata, sedangkan pada
endoftalmitis endogen terjadi seeding pada mata akibat terjadinya bakteremia atau
fungemia. 5

2.3.2 Epidemiologi Endoftalmitis


Sebagian besar kejadian endoftalmitis merupakan endoftalmitis eksogen
dan terjadi setelah operasi mata, injeksi intraokular, dan trauma mata. Insiden
endoftalmitis akut post-operasi katarak adalah sebesar 0,1-0,2% setelah operasi
katarak, dengan 75% onset dalam 1 minggu setelah operasi. Insiden endoftalmitis
post-trauma sebesar 3-10% setelah trauma tajam open globe.5 Endoftalmitis
endogen merupakan jenis endoftalmitis yang jarang terjadi (5-10% endoftalmitis),
namun memiliki prognosis fungsi penglihatan yang buruk.6

2.3.3 Klasifikasi Endoftalmitis


Endoftalmitis dapat diklasifikasikan berdasarkan waktu terjadinya, rute
masuknya mikroorganisme ke mata, dan tipe agen penyebab. Berdasarkan rute
masuknya mikroorganisme ke mata, endoftalmitis dapat dikelompokkan menjadi
endoftalmitis eksogen dan endogen. Endoftalmitis ini disebabkan oleh inokulasi
mikroorganisme secara langsung ke dalam mata, sedangkan endoftalmitis
endogen disebabkan oleh masuknya mikroorganisme dari lesi inflamatori dari
bagian tubuh lainnya ke dalam mata dengan menembus blood-ocular barrier. 7
Endoftalmitis eksogen disebabkan oleh inokulasi mikroorganisme secara
langsung ke dalam mata melalui operasi, luka akibat trauma, atau penyebaran
langsung infeksi dari jaringan sekitarnya. Endoftalmitis eksogen dapat
diklasifikasikan lebih lanjut menjadi endoftalmitis post-operasi dan endoftalmitis
post-trauma. 7
a. Endoftalmitis post-operasi7
Sekitar 70% endoftalmitis merupakan endoftalmitis post-operasi. Sekitar
90% endoftalmitis post-operasi terjadi setelah operasi katarak, yang merupakan
operasi intraokular yang paling umum dilakukan. Selain itu, endoftalmitis dapat
terjadi setelah vitrektomi, injeksi intravitreal, dan trabekulektomi. Endoftalmitis

8
ini dapat dibagi lebih lanjut menjadi endoftalmitis post-operasi akut, kronik, dan
terkait bleb (bleb-related). Endoftalmitis post-operasi akut terjadi dalam 6 minggu
setelah operasi, sedangkan dikatakan kronik bila terjadi ≥ 6 minggu setelah
operasi. 7
b. Endoftalmitis post-trauma7
Endoftalmitis merupakan salah satu komplikasi berat trauma open globe.
Sekitar 25% endoftalmitis merupakan endoftalmitis post-trauma. Faktor resiko
endoftalmitis jenis ini, antara lain kontaminasi luka dengan tanah atau bahan lain
sehingga menjadi luka kotor, penanganan primer luka terlambat (>24 jam), adanya
intraocular foreign body, serta lokasi dan penyebaran laserasi atau ruptur pada
bola mata. Endoftalmitis post-trauma biasanya bermanifestasi sebagai
endoftalmitis akut. Waktu onset gejala bervariasi, mulai dari beberapa jam hingga
beberapa minggu setelah trauma. 7

2.3.4 Etiologi Endoftalmitis


Endoftalmitis disebabkan oleh mikroorganisme seperti bakteri, fungi, dan
parasit. Penyebab endoftalmitis tersering adalah bakteri, kemudian fungi, dan
lebih jarang lagi oleh karena parasit. Etiologi bervariasi berdasarkan jenis
endoftalmitis. Sebagian besar penyebab endoftalmitis post-operasi adalah bakteri,
terutama bakteri Gram positif, seperti yang tercantum pada tabel 2.1. Sebesar 95%

penyebab endoftalmitis post-trauma adalah Staphylococcus spp. and Bacillus spp.

Penyebab   lainnya   yang   lebih   jarang   adalah   bakteri   Gram   negatif   (seperti

Klebsiella dan Pseudomonas) dan fungi. 7

9
Tabel 3.1 Mikroorganisme penyebab endoftalmitis post-operasi 8
Jenis endoftalmitis Mikroorganisme Prevalensi
Akut Coagulase-negative staphylococci 33 - 77 %
Staphylococcus aureus 10 - 21 %
β-haemolytic streptococci, S. 9 - 19 %
pneumoniae, S. mitis, S. salivarius
Gram negative bacteria (e.g. 6 - 22 %
Pseudomonas aeruginosa,
Haemophilus influenzae)
Fungi (e.g. Candida spp., ≤8%
Aspergillus spp., Fusarium spp.)
Kronik Propionibacterium acnes 2/3 kasus
Corynebacterium spp., S. 1/3 kasus
epidermidis, Fungi

2.3.5 Patogenesis Endoftalmitis


Patogenesis endoftalmitis dibedakan berdasarkan klasifikasi endoftalmitis.
Endoftalmitis eksogen terjadi akibat inokulasi mikroorganisme secara langsung ke
dalam mata melalui operasi, luka akibat trauma, atau penyebaran langsung infeksi
dari jaringan sekitarnya. Endoftalmitis eksogen dapat dibagi lebih lanjut menjadi
endoftalmitis post-operasi dan endoftalmitis post-trauma. Endoftalmitis post-
operasi sering terjadi setelah operasi intraokular yang menembus seluruh lapisan
kornea atau sklera dan lebih jarang terjadi setelah operasi ekstraokular. Sumber
mikroorganisme yang dapat menjadi penyebab endoftalmitis post-operasi adalah
flora normal okular dan periokular pasien, infeksi struktur mata atau adnexa,
kontaminasi peralatan bedah yang digunakan (dicurigai bila terdapat outbreak
lokal kejadian endoftalmitis post-operasi), serta kontaminasi area operasi. 7
Flora normal okular dan periokular pasien merupakan sumber infeksi
paling sering. 7,9 Beragam mikroorganisme berkolonisasi pada permukaan okular.
Sebagian besar mikroorganisme tersebut juga berkolonisasi di kulit, seperti
Staphylococcus koagulase negatif. Permukaan okular dan kulit tidak dapat
sepenuhnya disterilisasi dengan antibiotik maupun antiseptik, sehingga beberapa
mikroorganisme ini dapat mengalami inokulasi langsung pada saat operasi. Pada
endoftalmitis post-trauma, mkroorganisme dapat berasal dari flora pada
permukaan okular pasien, seperti Staphylococcus koagulase negatif, maupun
lingkungan sekitar tempat terjadinya trauma. Sebagai contoh, Bacillus merupakan
mikroorganisme yang umum terdapat pada tanah dan merupakan salah satu

10
bakteri penyebab endoftalmitis post-trauma. Bakteri ini kemungkinan dapat
memasuki mata pada saat trauma mata terjadi dari lingkungan sekitar terjadinya
trauma. 9

2.3.6 Gambaran Klinis 10,11


Endoftalmitis mengakibatkan peradangan dimana pada umumnya

gambaran klinik berupa rasa sakit, kelopak mata merah dan bengkak, kelopak

mata sukar dibuka, kaburnya pandangan, fotofobia, kehilangan proyeksi cahaya,

konjungtiva kemotik, kornea keruh, bilik mata depan keruh yang kadang-kadang

disertai dengan hipopion. Hipopion adalah terdapatnya nanah dalam bilik mata

depan bagian bawah atau nanah dalam gelembung di bagian terendah. Hipopion

ini terbentuk pada penyakit radang kornea, iris dan badan siliar akibat dari sel

radang yang masuk ke dalam bilik mata depan. Bila sudah terlihat hipopion

berarti keadaan sudah lanjut sehingga prognosisnya buruk.

Pada pemeriksaan luar mata, funduskopi dan slit lamp dapat ditemukan :

palpebra udem dan eritem, injeksi konjungtiva dan silier, hipopion, vitreitis,

kemosis, red reflek berkurang atau hilang, proptosis, papilitis, leukokoria, udem

kornea, keratitis, gambaran flare pada COA, dan uveitis.

Manifestasi klinis dari endoftalmitis dapat digunakan untuk membedakan

etiologi dari endoftalmitis, yaitu :

1. Bakteri

- Onset cepat ( 1-7 hari post operatif)

- Nyeri, mata merah dan kemosis

- Edem palpebra dan spasme otot palpebra

- Visus menurun dengan cepat

11
- Hipopion

2. Fungi

- Onset terlambat (8-14 hari atau lebih)

- Sedikit nyeri dan merah

- Transient hipopion

- Lesi satelit

- Puff ball opacities pada vitreus

- Visus tidak begitu menurun

Gambar 2. Gambaran klinis endoftalmitis

2.3.7 Diagnosis dan Pemeriksaan Penunjang


Untuk mendiagnosa endoftalmitis selain melihat gejala klinis, dibutuhkan
pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan penunjang yang penting dilakukan
diantaranya adalah pewarnaan gram, kultur dan sensitivitas antimikroba dengan
sampel cairan akuos dan vitreus.10 Pemeriksaan kultur mikrobiologi tidak dapat
mengidentifikasi seluruh kasus infeksi. Pada studi yang dilakukan di Inggris,
dilaporkan kultur positif hanya didapatkan sebesar 55%. Kultur cairan akuos saja
tidak cukup menunjang diagnosis, karena terdapat 57% kultur akuos negatif pada
endoftalmitis pasca operasi katarak dengan kultur vitreus positif.11 Berlainan
dengan hal tersebut, dilaporkan oleh Mollan et al dan survey British
Ophthalmological Surveillance Unit (BOSU) terdapat 60% kasus kultur akuos
positif, dengan kultur vitreus negatif.10

12
Pemeriksaan biologi molekuler, teknik Polymerase Chain Reaction (PCR)
memiliki beberapa kelebihan dibandingkan pemeriksaan kultur. Diantaranya dapat
mendeteksi bakteri dalam jumlah kecil dari sampel yang sedikit, dapat
memberikan informasi kuantitatif dan bahkan dapat mendeteksi bakteri pada
pasien yang telah diberikan antibiotik intravitreal.10
Pemeriksaan tambahan lain yang dapat dilakukan adalah ultrasonografi
(USG). Pemeriksaan ultrasonografi dapat bermanfaat terutama bila sulit menilai
segmen posterior karena kekeruhan segmen anterior. Ultrasonografi dapat
mendeteksi kekeruhan vitreus, membran vitreus, penebalan korioretina, ablasi
retina, choroidal detachment dan sisa masa lensa.10

2.3.8 Diagnosis Banding

Endoftalmitis yang disebabkan oleh bakteri dan jamur seringkali sulit


untuk dibedakan dengan peradangan intraokular lainnya. Peradangan berlebihan
tanpa endoftalmitis sering ditemui pasca operasi yang rumit, uveitis yang sudah
ada sebelumnya dan keratitis, diabetes, terapi glaucoma, dan bedah sebelumnya.
Toxic anterior segment syndrome (TASS) juga termasuk dalam diagnosis
diferensial endoftalmitis. TASS disebabkan oleh pengenalan substansi zat beracun
selama operasi yang umumnya disebabkan oleh instrumen, cairan, atau lensa
intraokular. Keratitis dan infeksi pasca operasi sering disertai dengan hipopion
tanpa infeksi intraokular. Ini penting untuk menghindari memperkenalkan infeksi
eksternal (seperti dalam kasus keratitis bakteri) ke mata dengan melakukan
paracentesis yang tidak perlu. Sel tumor dari limfoma mungkin menumpuk di
vitreous, atau sel retinoblastoma dapat terakumulasi di ruang depan, simulasi
perandangan intraokular. Pada retinoblastoma intraokular biopsi merupakan
kontraindikasi. Karakteristik yang paling membantu untuk membedakan
endoftalmitis yang benar adalah bahwa vitritis ini progresif dan keluar dari
proporsi lain temuan segmen anterior. Jika ragu, dokter harus menangani kondisi
ini sebagai suatu proses infeksi.16

2.3.9 Penatalaksanaan

13
Endoftalmitis akut merupakan kasus emergensi, memerlukan tatalaksana
yang cepat dan tepat untuk dapat mempertahankan fungsi penglihatan.
Tatalaksana dapat berupa pemberian medikamentosa maupun operasi.12
Tujuan utama tatalaksana endoftalmitis adalah eradikasi mikroorganisme
patogen, mengatasi komplikasi dan mengembalikan atau mempertahankan fungsi
penglihatan terbaik. Tujuan tambahan dari tatalaksana endoftalmitis diantaranya
menghilangkan keluhan, mencegah panoftalmitis dan mempertahankan integritas
bola mata.12
Terapi medikamentosa terdiri dari antibiotik dan anti inflamasi sebagai
terapi definitif. Cara pemberian obat ini dapat dengan injeksi intravitreal, injeksi
subkonjungtiva, topikal ataupun sistemik. Terapi medikamentosa lainnya seperti
obat anti glaukoma dan sikloplegik dapat diberikan sebagai terapi suportif.12

2.7.1.Injeksi Antibiotik Intravitreal


Injeksi antibiotik intravitreal merupakan terapi utama endoftalmitis akut.
Konsentrasi antibiotik intraokuler setelah injeksi intravitreal lebih tinggi
dibandingkan cara pemberian lain. Injeksi antibiotik subkonjungtiva dan
antibiotik topikal tidak mencapai konsentrasi obat intravitreal yang cukup.11

Gambar 3. Injeksi Intravitreal

Tatalaksana awal yang cepat sangat penting dalam keberhasilan tatalaksana


endoftalmitis akut pasca operasi katarak sehingga antibiotik harus diberikan tanpa
menunggu hasil kultur. Vankomisin memiliki spektrum luas terhadap bakteri gram
positif termasuk MRSA dan B.aureus. Vankomisin tidak bersifat toksik pada dosis

14
terapi 1mg/0,1 mL dan memiliki waktu paruh yang panjang. Studi EVS
melaporkan 100% bakteri gram positif sensitif terhadap vankomisin.11
Pilihan terbaik antibiotik terhadap bakteri gram negatif masih kontroversial.
Aminoglikosida (gentamisin 0,1 mg/0,1 mL atau amikasin, 0,4 mg/0,1mL)
sebelumnya penggunaannya direkomendasikan untuk bakteri gram negatif.
Beberapa studi melaporkan bahwa aminoglikosida bersifat toksik terhadap retina
dan RPE pada dosis tidak jauh dari dosis terapi. Amikasin dilaporkan kurang
toksik dibandingkan gentamisin. Ceftazidim direkomendasikan terhadap bakteri
gram negatif karena memiliki spektrum luas, toksisitas terhadap retina lebih
rendah 2,36 dan 100% bakteri gram negatif sensitif terhadap ceftazidim.
Kelebihan ceftazidim lainnya yaitu ceftazidim lebih efektif dibandingkan
amikasin dalam suasana asam dan hipoksik yang ditemukan pada vitreus dengan
endoftalmitis. Pemberian antibiotik vankomisin dan ceftazidim intravitreal
kombinasi harus dengan spuit terpisah karena jika digabungkan akan mengalami
presipitasi.11
Vitreous tap dan injeksi antibiotik ulang dapat diberikan bila tidak ada
perbaikan atau terjadi perburukan dalam 48-72 jam. EVS melaporkan kasus
dengan vitreous tap dan injeksi antibiotik ulang maupun prosedur tambahan
lainnya memiliki derajat penyakit yang lebih berat sehingga memiliki prognosis
yang lebih buruk.11

2.3.2. Injeksi Antibiotik Subkonjungtiva dan Antibiotik Topikal


Injeksi antibiotik subkonjungtiva dan antibiotik topikal sering diberikan
sebagai tambahan injeksi antibiotik intravitreal pada kasus endoftalmitis pasca
operasi katarak. Rasionalisasi pendekatan ini adalah untuk mendapatkan
konsentrasi antibiotik intraokuler yang lebih tinggi dan mencapai konsentrasi
antibiotik yang lebih tinggi pada segmen anterior dibandingkan dengan injeksi
intravitreal saja. Pemberian antibiotik topikal memiliki daya penetrasi vitreus
yang sangat buruk walaupun pada mata afakik. Regimen antibiotik yang diberikan
disesuaikan hasil kultur dan sensitifitas, diantaranya 1) vankomisin
subkonjungtiva (25mg dalam 0,5 mL) dan ceftazidim subkonjungtiva (100mg
dalam 0,5 mL) dan 2) vankomisin topikal (50mg/mL) dan ceftazidim (100
mg/mL) tiap setengah hingga 1 jam.10

15
2.3.3. Antibiotik Sistemik
Pemberian antibiotik intravena masih kontroversi mengenai manfaatnya.
Sawar darah okuler tidak intak pada keadaan inflamasi, namun tidak jelas apakah
konsentrasi antibiotik intravitreal cukup setelah pemberian antibiotik intravena.
EVS melaporkan pemberian antibiotik intravena tidak bermanfaat sebagai
tambahan injeksi antibiotik intravitreal pada kasus endoftalmitis akut pasca
operasi katarak, tidak terdapat perbedaan tajam penglihatan akhir dan kejernihan
media.11
Penggunaan antibiotik intravena berdasarkan pertimbangan temuan klinis,
misalnya pada pasien dengan 1 mata fungsional yang mengalami infeksi hebat
atau pada pasien dengan immunocompromised, dapat diberikan vankomisin atau
cefazolin untuk bakteri gram positif dan ceftazidim untuk bakteri gram negative.
Vankomisin memberikan spektrum luas terhadap bakteri gram positif.
Konsentrasi intraokuler setelah pemberian intravena dapat mencapai dosis terapi
pada mata yang mengalami inflamasi. Dosis vankomisin yang dapat diberikan
yaitu 1 g intravena setiap 12 jam dan kombinasi dengan ceftazidim 1-2g intravena
setiap 8 jam, selama 7 hari. Vankomisin dan ceftazidim diekskresikan oleh ginjal
sehingga diperlukan dosis yang disesuaikan pada pasien dengan kelainan ginjal
dan sebaiknya dilakukan evaluasi fungsi ginjal selama pemberian obat.11
Ciprofloksasin oral dapat diberikan pada pasien rawat jalan terutama
terhadap Staphylococcus koagulase negatif. Obat ini memiliki spektrum luas dan
penetrasi vitreus yang baik, namun dikatakan saat ini efektivitasnya telah
berkurang. Gatifloksasin, florokuinolon generasi keempat dilaporkan memiliki
potensi yang lebih baik terhadap bakteri gram positif dan memiliki daya penetrasi
mata yang baik.11

2.3.4. Kortikosteroid
Tujuan pemberian kortikosteroid pada endoftalmitis akut adalah untuk
mengurangi efek perusakan dari inflamasi yang berat. Kortikosteroid dapat
diberikan secara sistemik, topikal, injeksi intravitreal maupun injeksi
subkonjungtiva kombinasi dengan pemberian antibiotik.11
Studi yang dilakukan oleh Das dkk, ditemukan injeksi deksametason
intravitreal bermanfaat dalam mengurangi inflamasi, namun tidak mempengaruhi

16
tajam penglihatan akhir. Sebaliknya, studi yang dilakukan oleh Shah dkk
melaporkan tajam penglihatan akhir setelah injeksi intravitreal steroid justru
menurun. Beberapa studi merekomendasikan pemberian prednison 1 mg/kg berat
badan secara oral tiap pagi selama 3-5 hari. Selain itu dapat juga diberikan
deksametason intravitreal (400μg/0,1mL) pada saat biopsi vitreus atau vitrektomi.
Prednison asetat 1 % topikal tiap 1-2 jam juga dapat diberikan. Pemberian injeksi
kortikosteroid subkonjungtiva yang dapat diberikan diantaranya deksametason 4-
8mg.11

2.3.5. Vitrektomi
Sebagai salah satu pilihan tatalaksana endoftalmitis, vitrektomi pars plana
memiliki beberapa keuntungan yaitu dapat mengeluarkan organisme penyebab
dan toksinnya, materi inflamasi dan kekeruhan, menghilangkan membran vitreus
yang dapat menyebabkan ablasi retina, pengambilan sampel untuk kultur serta
perbaikan distribusi antibiotik intravitreal. Dibalik keuntungan tersebut, tidak
adanya vitreus menyebabkan peningkatan toksisitas obat dan terdapat komplikasi
setelah vitrektomi pars plana, yaitu perdarahan, katarak, glaukoma dan ablasi
retina.10

Gambar 4. Vitrektomi Pars Plana

Studi EVS menunjukkan bahwa vitrektomi awal pada endoftalmitis akut


pasca operasi katarak tidak memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan
biopsy vitreus sederhana dan injeksi antibiotik intravitreal apabila tajam
penglihatan awal ≥ 1/300. Pasien dengan tajam penglihatan awal persepsi cahaya,
vitrektomi segera memiliki prognosis tajam penglihatan akhir yang lebih baik.11

17
Berdasarkan ESCRS guidelines vitrektomi dini merupakan gold standard
untuk endoftalmitis akut. Vitrektomi bermanfaat dalam diagnosis dini dan
mengurangi kebutuhan operasi ulang. Keadaan dimana vitrektomi dini tidak dapat
dilakukan, misalnya jika operator vitreoretina atau ruangan operasi vitreoretina
tidak tersedia, maka tatalaksana dini adalah dengan injeksi antibiotik intravitreal.14
2.3.10 Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi jika proses peradangan mengenai ketiga
lapisan mata (retina, koroid dan sklera) dan vitreus dapat menyebabkan
panoftalmitis. Panoftalmitis merupakan radang supuratif intraokular disertai
dengan radang jaringan ekstraokular atau kapsul tenon dan jaringan ikat jarang
didalam rongga orbita. Penyebabnya terutama akibat perforasi operasi yang
disertai infeksi. Pasien dengan panoftalmitis akan terlihat sakit, mengggigil
disertai demam, sakit kepala berat. Pada mata akan terlihat kornea yang sangat
keruh dan berwarna sangat keruh dan berwarna kuning, hipopion, badan kaca
dengan massa purulen massif disertai reflex kuning didalamnya, konjungtiva dan
kelopak mata kemotik dan hiperemis.13

Berikut ini merupakan perbedaan endoftalmitis dan panoftalmitis:13

Tabel . Perbedaan endotalmitis dan panoftalmitis

Gambaran Klinis Endoftalmitis Panoftalmitis

Radang Intraokuler Intraokuler, Intraorbita


Demam Tidak nyata Nyata
Sakit bola mata Ada Berat
Pergerakan bola mata Masih dapat bergerak Sakit, tidak dapat bergerak
Eksoftalmus Tidak ada Mata menonjol
Bedah Eviserasi Enukleasi

2.3.11 Prognosis
Penelitian yang dilakukan EVS mengungkapkan terdapat beberapa faktor
resiko yang dihubungkan dengan prognosis tajam penglihatan buruk. Faktor

18
resiko paling kuat adalah tajam penglihatan awal persepsi cahaya. Faktor resiko
lainnya diantaranya usia tua, diabetes mellitus, robekan pada kapsul posterior,
tekanan intraokuler yang rendah atau tinggi, defek pupil aferen, rubeosis dan tidak
adanya refleks fundus.15
Dilaporkan tajam penglihatan akhir mencapai 20/100 pada endoftalmitis
dengan bakteri penyebab kokus gram positif koagulase negatif sebanyak 84%,
Staphylococcus aureus 50%, Streptococcus 30%, Enterococcus 14% dan
organisme gram negatif 56%. Dilaporkan terdapat beberapa mikroorganisme
dapat steril secara spontan selama proses respon inflamasi okuler.15

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Endoftalmitis adalah adanya peradangan hebat intraocular, terjadi yang
diakibatkan dari bakteri, jamur, atau keduanya. Tanda dan gejala yang ditunjukkan
antara lain adanya penurunan visus, hiperemi konjungtiva, nyeri, pembengkakan,
dan hipopion. Konjungtiva kemosis dan edema kornea. Sedangkan jenis dari

19
endoftalmitis ini sendiri terbagi atas endoftalmitis eksogen, endoftalmitis endogen
dan endoftalmitis fakoanafilaktik. Pemeriksaan penunjang untuk endoftalmitis
adalah vitreus tap untuk mengetahui organism penyebab sehingga terapi yan
diberikan sesuai. Terapi operatif (vitrectomy) dilakukan pada endoftalmitis berat.
Prognosis dari endoftalmitis sendiri bergantung durasi dari endoftalmitis.

DAFTAR PUSTAKA

1. American Academy of Ophthalmology. Basic and Clinical Science Course


Section 2: Fundamentals and principles of ophthalmology. 2014-2015.
2. Safneck JR. Endophthalmitis: A review of recent trends. Saudi Journal of
Ophthalmology. 26,181-189: 2012.
3. Callegan MC, Engelbert M, Parke DW, Jett BD, Gilmore MS. Bacterial
Endophthalmitis: Epidemiology, Therapeutics, and Bacterium-Host
Interactions. NCBI. 2002.
4. Remington, Lee Ann. Clinical anatomy and physiology. USA: Elsevier.
2012.

20
5. Bennett JE, Dolin R, Blaser MJ. Mandell, Douglas, and Bennett’s
Principles and Practice of Infectious Diseases. Philadelphia: Elsevier.
2015.
6. American Academy of Ophthalmology. Basic and Clinical Science Course
Section 9: Intraocular inflammation and uveitis. 2014-2015.
7. Lumi X, Petrovski G, Vasileva B, Thaler A. Endophthalmitis Prevention,
Diagnostic Procedures and Treatment. Optom open access. Volume 1:
108. 2016.
8. Barry P, Cordovés L, Gardner S. ESCRS Guidelines for Prevention and
Treatment of Endophthalmitis Following Cataract Surgery: Data,
Dilemmas and Conclusions. Dublin, Ireland, European Society of
Cataract and Refractive Surgeons. 2013.
9. Durand ML, Miller JW, Young LH. (eds.) Endophthalmitis. USA:
Springer. 2016.
10. Khurana AK. Comprehensive ophthalmology. 4th ed. Anshan publishers
2007
11. Kalamalarajah S, Silvestri G, Sharma N. Surveillance of endophthalmitis
following cataract surgery in the UK. Eye 2004; 18:6: 580-7.
12. Miller JJ,Scott IU, Flynn HW. Endophthalmitis caused by Streptococcus
pneumoniae. Am J Ophtalmol 2004; 138:2:231-6.
13. Rao N, Cousins S, Forster D, Meisler D, Opremcap E, Turgeon P.
intraocular inflammation and uveitis. Basic and Clinical Science Course.
San Francisco: American Academy of Ophthalmology; 1997-
1998.h.1997;9:57-80.
14. Maguire JI. Postoperative endophthalmitis: optimal management and the
role and timing of vitrectomy surgery. Eye 2008;22(10):1290-300.
15. Anne M.Menke. Endophthalmitis and TASS : Prevention, Diagnosis,
Investigation, Response. Ophtalmic Mutual Insurance Company : 2010

16. Riordan-Eva P, Whitcher J. Vaughan & Asbury’s general ophthalmology:


Wiley Online Library; 2008.

21

Anda mungkin juga menyukai