Disusun Oleh:
C. Siti Hanifah 1110313043
Sisfita Dian Utami 1310311177
Darshini Devi Kalidas 1310314002
Preseptor:
dr. Julita, Sp.M
1
KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
RSUP DR. M. DJAMIL PADANG
2017
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, berkat rahmat dan
hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul
“Endoftalmitis”. Kami mengucapkan Shalawat beriring salam kepada nabi
Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat, dan pengikutnya.
Makalah ini merupakan salah satu syarat mengikuti kepaniteraan klinik di
bagian Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Andalas. Penulis
mengucapkan terima kasih kepada dr. Julita, Sp.M selaku pembimbing yang telah
memberikan masukan dan bimbingan dalam pembuatan makalah ini serta penulis
mengucapkan terima kasih juga kepada semua pihak yang telah membantu
menyelesaikan makalah ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik untuk
menyempurnakan makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita
semua.
Penulis
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR 2
DAFTAR ISI 3
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 4
1.2 Batasan Masalah 4
1.3 Tujuan Penulisan 4
1.4 Metode Penulisan 5
1.5 Manfaat Penulisan 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Anatomi dan Fisiologi Retina 6
2.2. Definisi 8
2.3. Epidemiologi 8
2.4. Klasifikasi 8
2.5. Etiologi 9
2.6. Patogenesis 10
2.7. Manifestasi Klinis 11
2.8. Diagnosis dan Pemeriksaan Penunjang 12
2.9. Diagnosis Banding 13
2.10. Tatalaksana 13
2.11. Komplikasi 18
2.12. Prognosis 19
BAB III PENUTUP
3.1. Kesimpulan 20
DAFTAR PUSTAKA 21
3
BAB I
PENDAHULUAN
4
CSS ini bertujuan untuk menambah wawasan mengenai definisi,
berbagai literatur.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
6
Gambar 1 Anatomi mata 4
Korpus vitreus, yang merupakan ruang terbesar pada bola mata, terletak
berdekatan dengan lapisan retina bagian dalam. Cairan vitreus (vitreous humor)
merupakan cairan berbentuk seperti jel yang mengisi korpus vitreus. 4 Cairan
vitreus terdiri dari sekitar 98% air dan 0,15% makromolekul, termasuk kolagen,
hialuronan terhidrasi (yaitu asam hialuronat), protein, ion, dan zat terlarut dengan
berat molekul rendah. Asam hialuronat menentukan viskositas cairan vitreus dan
diperkirakan membantu menstabilkan jaringan kolagen. Selain asam hialuronat,
jumlah kolagen juga berperan dalam menentukan viskositas cairan vitreus.
Serabut kolagen menyebabkan resistensi terhadap gaya regangan dan
berkontribusi terhadap sifat plastisitas vitreus, sedangkan asam hialuronat
menyebabkan resistensi terhadap kompresi dan berkontribusi terhadap sifat
viskoelastis vitreus. 1
2.2 Endoftalmitis
2.2.1 Definisi Endoftalmitis
7
Endoftalmitis merupakan infeksi atau inflamasi yang mengenai vitreus
dan/atau akuos, yang biasanya disebabkan oleh bakteri atau jamur.5 Endoftalmitis
dapat mengenai retina dan koroid.6 Endoftalmitis dapat berupa endoftalmitis
eksogen dan endogen. Endoftalmitis eksogen terjadi akibat adanya organisme
yang mengenai mata secara langsung yang berasal dari luar mata, sedangkan pada
endoftalmitis endogen terjadi seeding pada mata akibat terjadinya bakteremia atau
fungemia. 5
8
ini dapat dibagi lebih lanjut menjadi endoftalmitis post-operasi akut, kronik, dan
terkait bleb (bleb-related). Endoftalmitis post-operasi akut terjadi dalam 6 minggu
setelah operasi, sedangkan dikatakan kronik bila terjadi ≥ 6 minggu setelah
operasi. 7
b. Endoftalmitis post-trauma7
Endoftalmitis merupakan salah satu komplikasi berat trauma open globe.
Sekitar 25% endoftalmitis merupakan endoftalmitis post-trauma. Faktor resiko
endoftalmitis jenis ini, antara lain kontaminasi luka dengan tanah atau bahan lain
sehingga menjadi luka kotor, penanganan primer luka terlambat (>24 jam), adanya
intraocular foreign body, serta lokasi dan penyebaran laserasi atau ruptur pada
bola mata. Endoftalmitis post-trauma biasanya bermanifestasi sebagai
endoftalmitis akut. Waktu onset gejala bervariasi, mulai dari beberapa jam hingga
beberapa minggu setelah trauma. 7
Penyebab lainnya yang lebih jarang adalah bakteri Gram negatif (seperti
Klebsiella dan Pseudomonas) dan fungi. 7
9
Tabel 3.1 Mikroorganisme penyebab endoftalmitis post-operasi 8
Jenis endoftalmitis Mikroorganisme Prevalensi
Akut Coagulase-negative staphylococci 33 - 77 %
Staphylococcus aureus 10 - 21 %
β-haemolytic streptococci, S. 9 - 19 %
pneumoniae, S. mitis, S. salivarius
Gram negative bacteria (e.g. 6 - 22 %
Pseudomonas aeruginosa,
Haemophilus influenzae)
Fungi (e.g. Candida spp., ≤8%
Aspergillus spp., Fusarium spp.)
Kronik Propionibacterium acnes 2/3 kasus
Corynebacterium spp., S. 1/3 kasus
epidermidis, Fungi
10
bakteri penyebab endoftalmitis post-trauma. Bakteri ini kemungkinan dapat
memasuki mata pada saat trauma mata terjadi dari lingkungan sekitar terjadinya
trauma. 9
gambaran klinik berupa rasa sakit, kelopak mata merah dan bengkak, kelopak
konjungtiva kemotik, kornea keruh, bilik mata depan keruh yang kadang-kadang
disertai dengan hipopion. Hipopion adalah terdapatnya nanah dalam bilik mata
depan bagian bawah atau nanah dalam gelembung di bagian terendah. Hipopion
ini terbentuk pada penyakit radang kornea, iris dan badan siliar akibat dari sel
radang yang masuk ke dalam bilik mata depan. Bila sudah terlihat hipopion
Pada pemeriksaan luar mata, funduskopi dan slit lamp dapat ditemukan :
palpebra udem dan eritem, injeksi konjungtiva dan silier, hipopion, vitreitis,
kemosis, red reflek berkurang atau hilang, proptosis, papilitis, leukokoria, udem
1. Bakteri
11
- Hipopion
2. Fungi
- Transient hipopion
- Lesi satelit
12
Pemeriksaan biologi molekuler, teknik Polymerase Chain Reaction (PCR)
memiliki beberapa kelebihan dibandingkan pemeriksaan kultur. Diantaranya dapat
mendeteksi bakteri dalam jumlah kecil dari sampel yang sedikit, dapat
memberikan informasi kuantitatif dan bahkan dapat mendeteksi bakteri pada
pasien yang telah diberikan antibiotik intravitreal.10
Pemeriksaan tambahan lain yang dapat dilakukan adalah ultrasonografi
(USG). Pemeriksaan ultrasonografi dapat bermanfaat terutama bila sulit menilai
segmen posterior karena kekeruhan segmen anterior. Ultrasonografi dapat
mendeteksi kekeruhan vitreus, membran vitreus, penebalan korioretina, ablasi
retina, choroidal detachment dan sisa masa lensa.10
2.3.9 Penatalaksanaan
13
Endoftalmitis akut merupakan kasus emergensi, memerlukan tatalaksana
yang cepat dan tepat untuk dapat mempertahankan fungsi penglihatan.
Tatalaksana dapat berupa pemberian medikamentosa maupun operasi.12
Tujuan utama tatalaksana endoftalmitis adalah eradikasi mikroorganisme
patogen, mengatasi komplikasi dan mengembalikan atau mempertahankan fungsi
penglihatan terbaik. Tujuan tambahan dari tatalaksana endoftalmitis diantaranya
menghilangkan keluhan, mencegah panoftalmitis dan mempertahankan integritas
bola mata.12
Terapi medikamentosa terdiri dari antibiotik dan anti inflamasi sebagai
terapi definitif. Cara pemberian obat ini dapat dengan injeksi intravitreal, injeksi
subkonjungtiva, topikal ataupun sistemik. Terapi medikamentosa lainnya seperti
obat anti glaukoma dan sikloplegik dapat diberikan sebagai terapi suportif.12
14
terapi 1mg/0,1 mL dan memiliki waktu paruh yang panjang. Studi EVS
melaporkan 100% bakteri gram positif sensitif terhadap vankomisin.11
Pilihan terbaik antibiotik terhadap bakteri gram negatif masih kontroversial.
Aminoglikosida (gentamisin 0,1 mg/0,1 mL atau amikasin, 0,4 mg/0,1mL)
sebelumnya penggunaannya direkomendasikan untuk bakteri gram negatif.
Beberapa studi melaporkan bahwa aminoglikosida bersifat toksik terhadap retina
dan RPE pada dosis tidak jauh dari dosis terapi. Amikasin dilaporkan kurang
toksik dibandingkan gentamisin. Ceftazidim direkomendasikan terhadap bakteri
gram negatif karena memiliki spektrum luas, toksisitas terhadap retina lebih
rendah 2,36 dan 100% bakteri gram negatif sensitif terhadap ceftazidim.
Kelebihan ceftazidim lainnya yaitu ceftazidim lebih efektif dibandingkan
amikasin dalam suasana asam dan hipoksik yang ditemukan pada vitreus dengan
endoftalmitis. Pemberian antibiotik vankomisin dan ceftazidim intravitreal
kombinasi harus dengan spuit terpisah karena jika digabungkan akan mengalami
presipitasi.11
Vitreous tap dan injeksi antibiotik ulang dapat diberikan bila tidak ada
perbaikan atau terjadi perburukan dalam 48-72 jam. EVS melaporkan kasus
dengan vitreous tap dan injeksi antibiotik ulang maupun prosedur tambahan
lainnya memiliki derajat penyakit yang lebih berat sehingga memiliki prognosis
yang lebih buruk.11
15
2.3.3. Antibiotik Sistemik
Pemberian antibiotik intravena masih kontroversi mengenai manfaatnya.
Sawar darah okuler tidak intak pada keadaan inflamasi, namun tidak jelas apakah
konsentrasi antibiotik intravitreal cukup setelah pemberian antibiotik intravena.
EVS melaporkan pemberian antibiotik intravena tidak bermanfaat sebagai
tambahan injeksi antibiotik intravitreal pada kasus endoftalmitis akut pasca
operasi katarak, tidak terdapat perbedaan tajam penglihatan akhir dan kejernihan
media.11
Penggunaan antibiotik intravena berdasarkan pertimbangan temuan klinis,
misalnya pada pasien dengan 1 mata fungsional yang mengalami infeksi hebat
atau pada pasien dengan immunocompromised, dapat diberikan vankomisin atau
cefazolin untuk bakteri gram positif dan ceftazidim untuk bakteri gram negative.
Vankomisin memberikan spektrum luas terhadap bakteri gram positif.
Konsentrasi intraokuler setelah pemberian intravena dapat mencapai dosis terapi
pada mata yang mengalami inflamasi. Dosis vankomisin yang dapat diberikan
yaitu 1 g intravena setiap 12 jam dan kombinasi dengan ceftazidim 1-2g intravena
setiap 8 jam, selama 7 hari. Vankomisin dan ceftazidim diekskresikan oleh ginjal
sehingga diperlukan dosis yang disesuaikan pada pasien dengan kelainan ginjal
dan sebaiknya dilakukan evaluasi fungsi ginjal selama pemberian obat.11
Ciprofloksasin oral dapat diberikan pada pasien rawat jalan terutama
terhadap Staphylococcus koagulase negatif. Obat ini memiliki spektrum luas dan
penetrasi vitreus yang baik, namun dikatakan saat ini efektivitasnya telah
berkurang. Gatifloksasin, florokuinolon generasi keempat dilaporkan memiliki
potensi yang lebih baik terhadap bakteri gram positif dan memiliki daya penetrasi
mata yang baik.11
2.3.4. Kortikosteroid
Tujuan pemberian kortikosteroid pada endoftalmitis akut adalah untuk
mengurangi efek perusakan dari inflamasi yang berat. Kortikosteroid dapat
diberikan secara sistemik, topikal, injeksi intravitreal maupun injeksi
subkonjungtiva kombinasi dengan pemberian antibiotik.11
Studi yang dilakukan oleh Das dkk, ditemukan injeksi deksametason
intravitreal bermanfaat dalam mengurangi inflamasi, namun tidak mempengaruhi
16
tajam penglihatan akhir. Sebaliknya, studi yang dilakukan oleh Shah dkk
melaporkan tajam penglihatan akhir setelah injeksi intravitreal steroid justru
menurun. Beberapa studi merekomendasikan pemberian prednison 1 mg/kg berat
badan secara oral tiap pagi selama 3-5 hari. Selain itu dapat juga diberikan
deksametason intravitreal (400μg/0,1mL) pada saat biopsi vitreus atau vitrektomi.
Prednison asetat 1 % topikal tiap 1-2 jam juga dapat diberikan. Pemberian injeksi
kortikosteroid subkonjungtiva yang dapat diberikan diantaranya deksametason 4-
8mg.11
2.3.5. Vitrektomi
Sebagai salah satu pilihan tatalaksana endoftalmitis, vitrektomi pars plana
memiliki beberapa keuntungan yaitu dapat mengeluarkan organisme penyebab
dan toksinnya, materi inflamasi dan kekeruhan, menghilangkan membran vitreus
yang dapat menyebabkan ablasi retina, pengambilan sampel untuk kultur serta
perbaikan distribusi antibiotik intravitreal. Dibalik keuntungan tersebut, tidak
adanya vitreus menyebabkan peningkatan toksisitas obat dan terdapat komplikasi
setelah vitrektomi pars plana, yaitu perdarahan, katarak, glaukoma dan ablasi
retina.10
17
Berdasarkan ESCRS guidelines vitrektomi dini merupakan gold standard
untuk endoftalmitis akut. Vitrektomi bermanfaat dalam diagnosis dini dan
mengurangi kebutuhan operasi ulang. Keadaan dimana vitrektomi dini tidak dapat
dilakukan, misalnya jika operator vitreoretina atau ruangan operasi vitreoretina
tidak tersedia, maka tatalaksana dini adalah dengan injeksi antibiotik intravitreal.14
2.3.10 Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi jika proses peradangan mengenai ketiga
lapisan mata (retina, koroid dan sklera) dan vitreus dapat menyebabkan
panoftalmitis. Panoftalmitis merupakan radang supuratif intraokular disertai
dengan radang jaringan ekstraokular atau kapsul tenon dan jaringan ikat jarang
didalam rongga orbita. Penyebabnya terutama akibat perforasi operasi yang
disertai infeksi. Pasien dengan panoftalmitis akan terlihat sakit, mengggigil
disertai demam, sakit kepala berat. Pada mata akan terlihat kornea yang sangat
keruh dan berwarna sangat keruh dan berwarna kuning, hipopion, badan kaca
dengan massa purulen massif disertai reflex kuning didalamnya, konjungtiva dan
kelopak mata kemotik dan hiperemis.13
2.3.11 Prognosis
Penelitian yang dilakukan EVS mengungkapkan terdapat beberapa faktor
resiko yang dihubungkan dengan prognosis tajam penglihatan buruk. Faktor
18
resiko paling kuat adalah tajam penglihatan awal persepsi cahaya. Faktor resiko
lainnya diantaranya usia tua, diabetes mellitus, robekan pada kapsul posterior,
tekanan intraokuler yang rendah atau tinggi, defek pupil aferen, rubeosis dan tidak
adanya refleks fundus.15
Dilaporkan tajam penglihatan akhir mencapai 20/100 pada endoftalmitis
dengan bakteri penyebab kokus gram positif koagulase negatif sebanyak 84%,
Staphylococcus aureus 50%, Streptococcus 30%, Enterococcus 14% dan
organisme gram negatif 56%. Dilaporkan terdapat beberapa mikroorganisme
dapat steril secara spontan selama proses respon inflamasi okuler.15
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Endoftalmitis adalah adanya peradangan hebat intraocular, terjadi yang
diakibatkan dari bakteri, jamur, atau keduanya. Tanda dan gejala yang ditunjukkan
antara lain adanya penurunan visus, hiperemi konjungtiva, nyeri, pembengkakan,
dan hipopion. Konjungtiva kemosis dan edema kornea. Sedangkan jenis dari
19
endoftalmitis ini sendiri terbagi atas endoftalmitis eksogen, endoftalmitis endogen
dan endoftalmitis fakoanafilaktik. Pemeriksaan penunjang untuk endoftalmitis
adalah vitreus tap untuk mengetahui organism penyebab sehingga terapi yan
diberikan sesuai. Terapi operatif (vitrectomy) dilakukan pada endoftalmitis berat.
Prognosis dari endoftalmitis sendiri bergantung durasi dari endoftalmitis.
DAFTAR PUSTAKA
20
5. Bennett JE, Dolin R, Blaser MJ. Mandell, Douglas, and Bennett’s
Principles and Practice of Infectious Diseases. Philadelphia: Elsevier.
2015.
6. American Academy of Ophthalmology. Basic and Clinical Science Course
Section 9: Intraocular inflammation and uveitis. 2014-2015.
7. Lumi X, Petrovski G, Vasileva B, Thaler A. Endophthalmitis Prevention,
Diagnostic Procedures and Treatment. Optom open access. Volume 1:
108. 2016.
8. Barry P, Cordovés L, Gardner S. ESCRS Guidelines for Prevention and
Treatment of Endophthalmitis Following Cataract Surgery: Data,
Dilemmas and Conclusions. Dublin, Ireland, European Society of
Cataract and Refractive Surgeons. 2013.
9. Durand ML, Miller JW, Young LH. (eds.) Endophthalmitis. USA:
Springer. 2016.
10. Khurana AK. Comprehensive ophthalmology. 4th ed. Anshan publishers
2007
11. Kalamalarajah S, Silvestri G, Sharma N. Surveillance of endophthalmitis
following cataract surgery in the UK. Eye 2004; 18:6: 580-7.
12. Miller JJ,Scott IU, Flynn HW. Endophthalmitis caused by Streptococcus
pneumoniae. Am J Ophtalmol 2004; 138:2:231-6.
13. Rao N, Cousins S, Forster D, Meisler D, Opremcap E, Turgeon P.
intraocular inflammation and uveitis. Basic and Clinical Science Course.
San Francisco: American Academy of Ophthalmology; 1997-
1998.h.1997;9:57-80.
14. Maguire JI. Postoperative endophthalmitis: optimal management and the
role and timing of vitrectomy surgery. Eye 2008;22(10):1290-300.
15. Anne M.Menke. Endophthalmitis and TASS : Prevention, Diagnosis,
Investigation, Response. Ophtalmic Mutual Insurance Company : 2010
21