Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Obstructive sleep apnea syndrome (OSAS) adalah gangguan pernapasan saat
tidur yaitu menurun atau berhenti total aliran udara pernapasan beberapa saat.
Menurut American Academy of Sleep Medicine, hal tersebut terjadi ketika otot-otot
rileks selama tidur menyebabkan kelumpuhan jaringan lunak dan menghalangi jalan
nafas atas yang kemudian menyebabkan pengurangan sebagian (hypopneas) dan jeda
lengkap (apnea) bernafas yang berlangsung setidaknya 10 detik saat tidur (Kohler et
al., 2009). OSA telah dikaitkan dengan hasil klinis buruk dan dapat menjadi
prediktor independen dari semua penyebab kematian, hipertensi, diabetes, disfungsi
ventrikel kiri, fibrilasi atrium, stroke, dan baru-baru ini kematian mendadak
(Krishnamoorthy, Somers and Romero-corral, 2017).

1.2 RUMUSAN MASALAH


1. Apa yang dimaksud dengan obstruktive sleep apnea?
2. Apa faktor resiko dari obstruktive sleep apnea?
3. Apa saja tanda dan gejala obstruktive sleep apnea?
4. Bagaimana patofisiologi dari obstruktive sleep apnea?
5. Bagaimana pathway dari obstruktive sleep apnea?
6. Apa saja komplikasi dari obstruktive sleep apnea?
7. Bagaimana pencegahan dari obstruktive sleep apnea?
8. Bagaimana asuhan keperawatan obstruktive sleep apnea?

1.3 TUJUAN PENELITIAN


1. Untuk mengetahui apa yag dimaksud dengan Obstrukif Sleep Apnea
2. Untuk mengetahui faktor resiko dari obstruktif sleep apnea
3. Untuk mengetahui tanda gejala obstruktif sleep apnea
4. Untuk memahami patofisiologi dari obstruktif sleep apnea
5. Untuk memahami pathway dari obstruktif sleep apnea
6. Untuk mengetahui apa saja komplikasi dari obstruktif sleep apnea
7. Untuk memahami pencegahan dari obstruktif sleep apnea
8. Untuk memahami asuhan keperawatan obstruktif sleep apnea

1
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Definisi OSAS


Obstructive Sleep Apnea Syndrome(OSAS) adalah keadaan terjadinya
obstruksi jalan nafas atas secara periodik selama tidur yang menyebabkan nafas
berhenti secara intermiten, baik komplit (apnea) atau parsial (hipopnea).
Obstructive Sleep Apnea Syndrome (OSAS) merupakan salah satu bagian dari
gangguan pernafasan yang terjadi saat tidur atau sleep-disordered breathing
(SDB). International Classification of Sleep Disorders (ICSD-3) membagi SDB
menjadi 4 kategori utama yaitu Obstructive Sleep Apnea disorders termasuk di
dalamnya OSAS, Central Sleep Apnea Syndrome (CSA), sleep-related
hypoventilation disorders dan sleep–related hypoxemia disorders. Perbedaan
antara OSAS dan CSA terletak pada patofisiologi yang mendasarinya. Pada
OSAS, terjadi sumbatan yang disebabkan oleh kelainan anatomi maupun kelainan
pada otot-otot yang mengatur terbukanya jalan nafas. Sedangkan pada CSA, letak
kelainannya adalah pada neuron pusat yang mengatur pernafasan. OSAS dapat
diklasifikasikan menjadi ringan jika Apnea–Hypopnea Index (AHI) ≥ 5 dan<15,
moderate jika AHI ≥ 15 dan ≤30 dan severe jika AHI > 30.

2.2 Faktor resiko


A. Obesitas
Sekitar 80 % pasien OSAS memiliki obesitas. Obesitas merupakan salah
satu faktor predisposisi terjadinya OSAS. Terdapat hubungan yang erat
antara indeks masa tubuh dengan kejadian OSAS. Peningkatan berat badan
sebesar 10% akan meningkatkan AHI sebesar 32% dan meningkatkan
kejadian OSAS sebesar 6 kali lipat. Sedangkan penurunan berat badan
sebesar 10% dapat menyebabkan penuruan AHI 26%. Obesitas menyebakan
penyempitan saluran nafas bagian atas karena terjadi akumulasi jaringan
lemak yang berlebihan pada faring. Meskipun terdapat hubungan yang erat
antara obesitas dan OSAS, penting untuk diketahui bahwa tidak semua
subyek yang memiliki obesitas mengalami OSAS.

2
B. Usia
Beberapa penelitian menunjukkan prevalensi OSAS yang tinggi pada
usia tua. Penelitian yang dilakukan Sleep Heart Health Study menunjukkan
bahwa 25% laki-laki dan 11% wanita memiliki AHI yang tinggi pada
kelompok umur 40-98 tahun. Puncak usia pasien yang terdiagnosis OSAS
pertama kali secara umum adalah pada usia 50 tahun. Namun demikian
hubungan antara usia dengan OSAS masih kontroversial karena banyaknya
faktor perancu dan penyakit-penyakit lain yang ikut mendasari terjadinya
OSAS.

C. Jenis Kelamin
Beberapa penelitian epidemiologi melaporkan OSAS lebih sering terjadi
pada pria dibanding wanita. Selain itu, terdapat beberapa hipotesis yang
menjelaskan hubungan jenis kelamin dengan timbulnya OSAS antara lain
karena efek hormonal yang dapat mempengaruhi muskulatur saluran nafas
bagian atas, perbedaan distribusi lemak dan perbedaan struktur dan fungsi
faring.

D. Ukuran lingkar leher


Ukuran lingkar leher merupakan prediktor yang kuat dan merupakan salah
satu karakteristik pemeriksaan fisik pada pasien dengan OSAS. Lingkar leher
merupakan ukuran leher yang melewati batas atas membran krikotiroid yang
diukur pada posisi berdiri. Penelitian melaporkan bahwa rata-rata ukuran
lingkar leher pada pasien OSAS adalah 43,7 cm sedangkan pada pasien non
OSAS adalah 39,6 cm. Penelitian lain melaporkan bahwa ukuran lingkar leher
(>42,5 cm) berhubungan dengan peningkatan AHI.

E. Kelainan struktur saluran nafas bagian atas


Beberapa penelitian menunjukan bahwa terdapat kelainan struktur
anatomi pada kraniofasial sehingga berdampak pada menyempitnya saluran
nafas bagian atas. Secara umum, terdapat kelainan pada mandibula, maksila,
dan tulang hyoid. Mandibular yang kecil (micrognatia) dan retrognatia

3
merupakan faktor resiko timbulnya OSAS. Micrognatia dan retrognatia akan
menyebabkan palatum mole, lidah dan jaringan lunak sekitar faring
terdorong ke posterior sehingga saluran nafas akan menyempit. Selain itu,
posisi maksila yang terlalu posterior juga dapat menjadi faktor resiko
terjadinya OSAS. Hal ini terjadi karena palatum durum dan jaringan lunak di
sekitar faring terdorong ke posterior sehingga ukuran lumen saluran nafas
mengecil. Kelainan pada tulang hyoid dapat menyebabkan terjadinya OSAS.
Hyoid yang terlalu inferior akan menyebabkan lidah tertarik ke posterior
karena hyoid menjadi salah satu insersio dari otot-otot pembentuk lidah.
Kelainan pada tonsil yang merupakan salah satu jaringan limfoid di saluran
nafas atas dapat menyebabkan OSAS. Hipertrofi tonsil dapat menyebabkan
OSAS terutama pada anak.

2.3 Sign & Symptom


A. Mendengkur
Secara klinis, kebanyakan pasien OSAS memiliki gejala mendengkur
saat tidur. Mendengkur merupakan kunci diagnosis utama OSAS yang
didapatkan dari anamnesis. Gejala mendengkur ini diikuti dengan episode
tidak bernafas (apnea) dan paling sering muncul saat posisi tidur terlentang.
Mekanisme terjadinya mendengkur adalah karena resistensi di saluran nafas
atas disertai dengan peningkatan usaha nafas menyebabkan getaran pada
daerah faring.

B. Mengantuk berlebihan pada siang hari


Gejala paling sering kedua setelah mendengkur adalah rasa kantuk yang
berlebihan pada siang hari atau Excessive Daytime Sleepiness (EDS).EDS
disebabkan oleh kualitas tidur pada malam hari yang menurun karena terjadi
tidur yang terputus-putus (fragmentasi tidur), berhubungan dengan respons
saraf pusat yang berulang karena adanya gangguan pernafasan saat tidur.
Gejala yang lebih parah dapat menyebabkan pasien tertidur saat melakukan
aktivitas seperti menonton televisi, makan, atau saat berkendara. Gejala ini
tidak dapat dinilai secara kuantitatif karena pasien sering sulit membedakan
rasa mengantuk dengan kelelahan. Hampir 30% pria dan 40% wanita dewasa
dengan nilai AHI >5x/jam mengeluh tidak segar saat bangun. Dilaporkan 25%

4
pria dan 30% wanita dewasa mengeluh mengalami rasa mengantuk yang
berlebihan di siang hari. Epworth Sleepiness Scale (ESS) adalah kuisioner
yang mudah dan cepat untuk menilai gejala rasa mengantuk.

C. Gejala malam lainnya


Gejala lainnya yang dialami pasien OSAS pada malam hari adalah
gerakan motorik yang abnormal, mimpi buruk, perasaan sesak nafas pada
malam hari dan nokturia.

D. Gejala siang lainnya


Gejala lain yang dialami pasien OSAS pada siang hari dapat berupa
nyeri kepala, merasa tidak segar saat bangun, perubahan perilaku, penurunan
konsentrasi, depresi, cemas, impotensi dan penurunan libido. Semua gejala ini
dapat menyebabkan penurunan kualitas hidup pasien.

2.4 Patofisiologi
Pasien dengan OSAS mampu mempertahankan patensi saluran nafas bagian
atas selama bangun atau tidak tidur, karena peningkatan tonus otot saluran
nafas akibat input dari pusat kortikal yang lebih tinggi. Namun selama tidur
kolaps jalan nafas bagian atas terjadi pada saat inspirasi dan kadang-kadang
meningkatkan usaha bernafas. Pada anak lebih sering mengalami periode
obstruksi parsial saluran nafas yang berkepanjangan dan hipoventilasi
dibandingkan orang dewasa. Keadaan apnea lebih jarang pada anak dan
umumnya waktu lebih singkat daripada orang dewasa. Hipoksia dan
hiperkapnia terjadi akibat siklus obstruksi parsial atau total. Obstruktif apnea
menyebabkan peningkatan aktifitas otot-otot dilatators saluran nafas atas
sehingga mengakibatkan berakhirnya apnea. Pada anak dengan OSAS arousal
jauh lebih jarang, dan obstruksi parsial dapat berlangsung terus selama berjam-
jam tanpa terputus.

5
2.5 Pathway

Faktor Resiko

Obesitas Hipertrofi Adenoid & Kelainan Tulang


Tonsil Wajah

OSAS Deprivasi Tidur

Keletihan
Penurunan
Inefektif
Ventilasi
Pola Nafas Resiko Intoleransi
Aktivitas
Hipoksemia, Hipoksia

Resiko Gangguan
Pertukaran Gas

Hipertrofi adenoid Gangguan/Susah


& Tonsil Menelan

Intervensi Bedah Peradangan/ Inflasi Nyeri Resiko


Adenotonsilektomi Perubahan
Nutrisi Kurang
Hipertermi dr Kebutuhan
Tubuh
Pre-Operasi Post-Operasi

Resiko
Gagal
Kurang Nyeri Tum-Bang
Pengetahuan

6
2.6 Komplikasi

Komplikasi OSAS terjadi akibat hipoksia kronis nokturnal, asidosis, sleep


fragmentation.
1. Komplikasi neurobehavioral
Komplikasi neurobehavioral terjadi akibat hipoksia kronis nokturnal dan sleep
fragmentation. Rasa mengantuk pada siang hari yang berlebihan dilaporkan
terjadi pada 31% - 84% anak dengan OSAS. Keluhan lain yang dapat
menyertai OSAS adalah keterlambatan perkembangan, penampilan di sekolah
yang kurang baik, hiperaktifitas, sikap yang agresi/hiperaktif, penarikan diri
dari kehidupan sosial. Manifestasi gangguan kognitif yang lebih ringan dapat
sering terjadi. Suatu penelitian menunjukkan perbaikan OSAS dapat
menyebabkan perbaikan yang nyata pada fungsi kognitif.
2. Gagal tumbuh
Gagal tumbuh merupakan komplikasi yang sering terjadi pada anak-anak
dengan OSAS kira-kira 27 - 56%. Penyebab gagal tumbuh pada anak dengan
OSAS adalah anoreksia, disfagia, sekunder akibat hipertrofi adenoid dan
tonsil, peningkatan upaya untuk bernafas, dan hipoksia. Pertumbuhan yang
cepat terjadi setelah dilakukan adenotonsilektomi.
3. Komplikasi kardiovaskular
Hipoksia nokturnal berulang, hiperkapnia dan asidosis respiratorik dapat
mengakibatkan terjadinya hipertensi pulmonal yang merupakan penyebab
kematian pasien OSAS. Keadaan di atas dapat berkembang menjadi kor
pulmonal. Prevalensi hipertensi pulmonal pada anak dengan OSAS tidak
diketahui. Brouilette dkk4 melaporkan kor pulmonal terjadi pada 55% dari 2
anak dengan OSAS dan Guilleminault dkk, melaporkan adanya cardio
respiratory failure pada 20% dari 50 pasien.
4. Enuresis
Enuresis dapat merupakan komplikasi OSAS. Etiologinya mungkin akibat
kelainan dalam regulasi hormon yang mempengaruhi cairan tubuh. Enuresis
khususnya yang sekunder dapat membaik setelah obstruksi jalan nafas bagian
atas dihilangkan.
5. Penyakit respiratorik

7
Pasien dengan OSAS lebih mungkin mengaspirasi sekret dari respiratorik atas
yang dapat menyebabkan kelainan respiratorik bawah dan memungkinkan
terjadinya infeksi respiratorik. Keadaan ini dapat membaik setelah dilakukan
tonsilektomi dan/atau adenoidektomi. Beberapa anak dengan tonsil yang besar
mengalami disfagia atau merasa sering tercekik dan mempunyai risiko untuk
mengalami aspirasi pneumonia.
6. Gagal nafas dan kematian
Laporan kasus telah melaporkan adanya gagal nafas pada pasien dengan
OSAS yang berat atau akibat komplikasi perioperatif.

2.7 Pencegahan

Penatalaksanaan OSA terdiri dari tiga kategori, yaitu modikasi perilaku,


menggunakan alat bantu dan pembedahan. Modifikasi perilaku termasuk
pengaturan posisi tidur, penurunan berat badan, pencegahan obat sedasi,
alcohol atau makanan porsi besar tepat sebelum tidur. Cara pencegahan sleep
apnea sama dengan pencegahan merokok. Pilihan cara yang nyaman ,
diantaranya :
1. Latihan olah raga untuk memperkuat otot- otot dan mengurangi berat
badan.
2. Jangan minum alcohol sebelum tidur.
3. Jangan minum obat penenang, obat tidur maupun anti histamine sebelum
tidur.
4. Tidur miring
5. Meninggikan bagian kepala dari tempat tidur sekitar 10 cm
6. Menggunakan berbagai alat bantu yang ada.dua alat bantu yang dapat
digunakan untuk mempertahankan potensi jalan napas dan mengurangi
insiden gangguan napas saat tidur adalah positive aiway pressure
(PAP) dan alat bantu oral.
7. Tindakan operasi adalah pilihan terakhir yang dapat dilakukan untuk
mengurangi penderita merokok dan henti napas saat tidur.Disamping
itu, jika gangguan yang ada terpicu oleh latar belakang keunikan
anatomi, solusi yang ada yakni melangsungkan proses pembedahan.

8
Tindakan pembedahan yang dapat dilakukan untuk memperluas jalan
napas atas pada pasien dengan OSAS terdiri dari :
a. Operasi hidung.
b. Operasi palatum, dengan atau tanpa tonsilaktomi.
c. Operasi reduksi pangkal lidah.
d. Operasi maksilomandibular.
e. Trakheotomi

2.8 Asuhan Keperawatan OSAS


A. Anamnesis
Diagnosis OSAS ditegakkan dengan melakukan anamnesis mengenai
pola tidur, pemeriksaan fisik, pemeriksaan radiologi dan pemeriksaan
penunjang khusus. Gabungan data yang akurat dari anamnesis dan
pemeriksaan fisik yang baik dapat mengarahkan kepada indikasi untuk
melakukan pemeriksaan baku emas OSAS. Kuisioner Epworth Sleepiness
Scale dapat digunakan untuk menanyakan keluhan yang berhubungan dengan
gejala OSAS. ESS digunakan untuk menilai bagaimana kebiasan tidur dan rasa
mengantuk pasien dalam kegiatan sehari-hari. Pemeriksa juga harus
menanyakan kepada pasien tentang pengalaman terbangun dari tidur karena
tersedak, mendengkur (dapat ditanyakan pada teman tidur) dan bangun dari
tidur dengan badan terasa tidak segar, serta gejala-gejala siang dan malam
lainnya. Penting juga untuk menanyakan usia, riwayat penyakit yang
berhubungan dengan OSAS seperti stroke, hipertensi, penyakit jantung.

B. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik umum seringkali normal pada pasien dengan OSAS,
selain adanya obesitas, pembesaran lingkar leher, dan hipertensi. Lakukan
evaluasi saluran nafas bagian atas pada semua pasien, tetapi terutama pada
orang dewasa nonobese dengan gejala yang sejalan dengan OSAS. Temuan
pemeriksaan fisik yang mungkin adalah sebagai berikut:
 Obesitas - indeks massa tubuh (BMI) lebih dari 30 kg / m2.
 Lingkar leher yang besar - Lebih dari 43 cm (17 inch) pada pria dan
 37 cm (15 inch) pada wanita. Lingkar leher 40 cm atau lebih memiliki

9
sensitivitas 61% dan spesifisitas 93% untuk OSAS, terlepas dari jenis
kelaminnya.
 Skor Mallampati abnormal (meningkat).
 Penyempitan dinding saluran nafas lateral, yang merupakan prediktor
independen dari adanya OSAS pada pria tetapi tidak pada wanita.
 Tonsil yang membesar.
 Retrognatia atau mikrognathia.
 Langit-langit keras (palatum durum) melengkung tinggi.
 Hipertensi arteri sistemik, muncul pada sekitar 50% dari pasien dengan
OSAS.

C. Pemeriksaan penunjang
Baku emas untuk diagnosis OSAS adalah melalui pemeriksaan tidur
semalam dengan alat polysomnography (PSG). Parameter-parameter yang
direkam pada PSG adalah electroencephalography (EEG), electrooculography
(pergerakan bola mata), electrocardiography (EKG), electromyography
(pergerakan rahang bawah dan kaki), posisi tidur, aktivititas pernafasan dan
saturasi oksigen. Karakteristik OSAS pada saat dilakukan PSG adalah
penurunan saturasi oksigen berulang, sumbatan sebagian atau komplit dari
jalan nafas atas (kadang-kadang pada kasus yang berat terjadi beberapa ratus
kali) yang disertai dengan ≥ 50% penurunan amplitudo pernafasan,
peningkatan usaha pernafasan sehingga terjadi perubahan stadium tidur
menjadi lebih dangkal dan terjadi desaturasi oksigen.

Seseorang dikatakan menderita OSAS jika terdapat :


1. Keadaan mengantuk berat sepanjang hari yang tidak dapat
dijelaskan karena sebab lain.
2. Dua atau lebih keadaan seperti tersedak sewaktu tidur, terbangun
beberapa kali ketika tidur, tidur yang tidak menyebabkan rasa
segar, perasaan lelah sepanjang hari dan gangguan konsentrasi.
3. Hasil PSG menunjukkan ≥ 5 jumlah total apnea ditambah terjadi
hypopnea per-jam selama tidur (AHI ≥ 5).
4. Hasil PSG negatif untuk gangguan tidur lainnya.

10
D. Diagnosa
1. Gangguan pertukaran gas b/d hipoksia
2. Gangguan ventilasi spontan b/d dispnea

E. Rencana Asuhan Keperawatan


Diagnosa
No. Tujuan Intervensi
Keperawatan
1 Gangguan ventilasi - Menunjukkan Pola Pengkajian.
spontan b/d nafas yang efektif a. Kaji kebutuhan insersi jalan
Dispnea - Menunjukkan pola nafas.
pernapasan efektif b. Pantau kecepatan, irama,
dibuktikan dengan kedalaman, dan usaha
status pernafasan respirasi.
yang tidak c. Pantau respirasi yang
berbahaya : berbunyi.
Ventilasi dan statis Pendidikan Pasien/Keluarga.
tanda vital. d. Ajarkan pada pasien tehnik
- Menunjukkan status nafas dalam dan relaksasi.
pernafasan e. Informasikan kepada
pasien/keluarga bahwa tidak
boleh merokok diruangan.
f. Intruksikan kepada
pasien/keluarga bahwa harus
memberitahu perawat pada
saat terjadi ketidakefektifan
pola pernafasan.
Aktivitas kolaboratif.
g. Laporkan perubahan sensori,
bunyi nafas, pola nafas, nilai
GDA, sputum, dan
seterusnya, sesuai dengan
kebutuhan.
h. Berikan obat nyeri untuk
mengoptimalkan pola
pernafasan.
Aktivitas lain.
i. Hubungkan dan
dokumentasikan semua data
perngkajian.
j. Posisikan pasien untuk
mengoptiamalkan
pernafasan.

11
2 Gangguan pertukaran - Agar pertukaran Pengkajian.
gas b/d Hipoksia Gas : pertukaran a. Pantau saturasi O2 dengan
CO2 atau O2 di oksimeter nadi.
alveolar untuk b. Pantau hasil gas darah.
mempertahankan c. Observasi terhadap sianosis,
konsentrasi Gas terutama membran mukosa.
darah arteri. Pendidikan Pasien/Keluarga.
- Gangguan d. Jelaskan penggunaan alat
pertukaran Gas akan bantu yang diperlukan.
terkurangi yang Aktivitas Kolaboratif.
dibuktikan dengan e. Konsultasikan dengan
status pernafasan : dokter tentang kebutuhan
ventilasi tidak akan pemeriksaan gas darah
bermasalah. arteri (GDA) dan
- Status pernafasan : pengguanaan alat bantu yang
pertukaran Gas dianjurkan sesuai dengan
tidak akan adanya perubahan kondisi
terganggu dengan pasien.
indicator gangguan. f. Laporkan perubahan
sehubungan dengan
pengkajian data.
g. Berikan obat yang
diresepkan untunk
mempertahankan
keseimbangan asam-basa.
Aktivitas Lain.
h. Atur posisi untuk
memaksimalkan potensiaal
ventilasi.
i. Atur posisi untuk
mengurangi dispeneu.

12
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Obstructive sleep apnea syndrome (OSAS) adalah gangguan
pernapasan saat tidur yaitu menurun atau berhenti total aliran udara
pernapasan beberapa saat. Menurut American Academy of Sleep
Medicine, hal tersebut terjadi ketika otot-otot rileks selama tidur
menyebabkan kelumpuhan jaringan lunak dan menghalangi jalan nafas
atas yang kemudian menyebabkan pengurangan sebagian (hypopneas)
dan jeda lengkap (apnea) bernafas yang berlangsung setidaknya 10
detik saat tidur.
Faktor resiko dari OSAS :
a. Obesitas
b. Usia
c. Jenis Kelamin
d. Ukuran lingkar leher
e. Kelainan struktur saluran nafas bagian atas
Keadaan apnea lebih jarang pada anak dan umumnya waktu lebih
singkat daripada orang dewasa. Hipoksia dan hiperkapnia terjadi akibat
siklus obstruksi parsial atau total. Obstruktif apnea menyebabkan
peningkatan aktifitas otot-otot dilatators saluran nafas atas sehingga
mengakibatkan berakhirnya apnea.

3.2 Saran
Semoga dengan selesainya makalah ini diharapkan agar para
pembaca khususnya mahasiswa dapat lebih mengetahui dan memahami
tentang Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Obstructive sleep
apnea syndrome (OSAS). Sehingga makalah ini dapat memberikan
manfaat kepada pembaca dan bisa mengaplikasikannya dalam dunia
keperawatan.

13
DAFTAR PUSTAKA
Carroll JL, Loughlei GM. Diagnostic criteria for obstructive sleep apnea syndrome in
children. Pediatr Pulmonol 1992.
Deegan MN. Clinical prediction rules in obstructive sleep apnea syndrome. Eur
Respir J 1997.
Schechter MS, Technical report: Diagnosis and management of childhood obstructive
sleep apnea syndrome.Pediatrics 2002
Antariksa B. Patogenesis, diagnostik dan skrining OSA (obstructive sleep apnea).
Available from: http://jurnalrespirologi.org/jurnal/Jan10/OSA% 20.
Accessed agustus, 13,2019.

14

Anda mungkin juga menyukai