BAB 1
PENDAHULUAN
pemberian kelasi besi yang kurang optimal dan tranfusi darah yang tidak adekuat
masih menjadi masalah klinis yang signifikan yaitu sebesar 35% hingga 50% pada
2011). Kelebihan besi dicerminkan oleh kadar feritin serum dikaitkan dengan
pada hipofisis dan gonad terjadi secara progresif meskipun telah diberikan terapi
kelasi besi (Mavrogeni et al., 2014) sehingga keterlambatan maturasi seksual dan
2
pada penderita thalasemia (De Sanctis et al., 2013). Penelitian oleh Merchant dkk
pubertas terlambat, sebanyak 5 anak dari 35 pasien memiliki kadar FSH yang
rendah dengan rerata kadar ferritin serum 4940.6 ng/mL, 1 pasien dengan kadar
LH yang rendah memiliki rerata kadar feritin serum 5950 ng/mL (Merchant et al.,
mencapai usia pubertas, perawakan pendek terjadi pada 8 pasien saat mencapai
ditemukan pada 21 anak dari 29 pasien anak thalasemia mayor usia di atas 15
tahun di Taiwan. Kegagalan pubertas terjadi pada 5 pasien laki-laki dan 7 pasien
perempuan (Chern et al., 2003). Studi di Jakarta, diantara 67 anak thalasemia beta
pubertas dan 65 anak telah mendapat terapi kelasi besi (Soesanti dkk., 2012). Di
thalassemia yang menjalani transfusi berulang dan mendapat terapi kelasi besi
(Kamaya dkk., 2014). Namun penelitian tentang status pubertas dan hormonal
pada anak thalasemia yang mendapat transfusi berulang belum pernah dilakukan
dapat menyebabkan stres pada anak dan keluarga (Palmert dan Dunkel, 2012).
sedini mungkin dikaitkan status besi pada anak dengan thalasemia (Skordis,
2011). Oleh karena itu perlu dilakukan pemeriksaan berkala terhadap kadar feritin
dan fungsi hormonal terkait dengan adanya hipogonadisme pada pasien dengan
dengan status pubertas pada anak thalasemia beta di RSUD Dr. Soetomo,
Surabaya.
deteksi dini dan kontrol terhadap gangguan pubertas untuk mencegah komplikasi
BAB 2
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
dunia, dan merupakan kelompok gangguan darah herediter yang dihasilkan dari
defek sintesis rantai beta globin. Thalasemia beta terdiri dari tiga bentuk utama
sintesis rantai beta menyebabkan ketidakseimbangan rasio sintesis rantai alfa dan
beta globin sehingga terjadi eritropoesis yang tidak efektif dan anemia hemolitik
kronik (Inati et al., 2015). Berkurangnya atau ketiadaan sintesis rantai beta globin
produksi sel darah merah dan anemia (Galanello dan Origa, 2010)
Pada thalasemia beta mayor, produksi rantai beta sangat menurun sehingga
oleh ginjal dan menghasilkan hiperplasi eritroid massif dan inefektif (Elaine,
2016).
Tengah, India dan Pakistan serta Asia Tenggara (Gambar 2.1). Thalasemia beta
jarang didaerah Afrika kecuali Liberia dan bagian Afrika Utara (Weatherall,
Mangunkusumo (RSCM) sampai dengan akhir tahun 2008 terdaftar 1.455 pasien
yang terdiri dari 50% thalasemia-β, 48,2% thalasemia-β /Hb-E, dan 1,8% pasien
anak sejak tahun 2009 hingga 2013 tercatat sebanyak 267 pasien.
Defek genetik yang mendasari penyakit thalasemia meliputi delesi total atau
parsial, substitusi atau insersi nukleotida pada gen rantai globin. Perubahan
tersebut mengakibatkan tidak adanya mRNA pada satu atau lebih rantai globin
menyebabkan penurunan atau supresi total sintesis rantai polipeptida Hb. Jenis
globin , maka akan dibentuk rantai dan sebagai kompensasi, dan keduanya
akan bergabung dengan rantai yang berlebihan membentuk 22 sehingga kadar
yang hampir sama dengan perbandingan pembentukan rantai / berkisar antara
0,9 - 1.
tepi terlihat hipokrom. Hemolisis yang berlebihan timbul akibat penimbunan dan
yang berlebihan ini membentuk badan inklusi dan menempel pada dinding sel
ATP dan pembentukan heme. (Weatherall, 2000; DeBaun et al., 2007; Rund et al.,
produksi rantai -globin dimana kotak orange menunjukkan proses primer dan
Manifestasi klinis beta thalasemia mayor terjadi antara usia 6-24 bulan. Bayi
yang terkena mengalami gagal tumbuh dan pucat, ikterus ringan, iritabilitas,
limpa dan hepar. Pada pasien yang mendapatkan transfusi darah yang tidak
hipertrofi maksila, gigi tengah yang lebih menonjol, , fraktur karena ekspansi
seperti hati dan jantung. Anemia memerlukan transfusi berulang untuk mengatasi
skletal.
umumnya terjadi pada bayi usia < 2 tahun dengan anemia mikrositik berat,
ditandai dengan kadar Hb sekitar 7-10 g/dL, MCV 50-80 fL dan MCH 16-24
drop dan elongated cells) dan eritroblast. Jumlah eritroblast berkorelasi dengan
menunjukkan jumlah dan tipe Hb. Pola Hb pada thalasemia beta bervariasi
didapatkan HbA atau didapatkan penurunan kadar HbA yaitu kadar HbA
sekitar 10-30%. Kadar HbA2 bervariasi sekitar ≥4%. (Viprakasit dan Origa,
kadar HbA2 ≥4% dan HbF 0.1-5% mengarah pada beta thalasemia trait. Bila
kadar HbA2 ≥ 4% dan HbF > 5% mengarah pada thalasemia beta (intermedia
ataupun mayor).
transfusi.Akibat transfusi yang tidak adekuat dapat terjadi hipoksia karena anemia
yang berat, sehingga dapat terjadi gangguan berbagai organ tubuh dan
Pada penderita yang mendapat transfusi berulang dapat terjadi gangguan berbagai
organ akibat toksisitas besi sehingga akan terjadi kerusakan sel akibat penimbunan
transfusi berulang maupun peningkatan absorbsi besi dari intestinal. Besi berlebih
endrokrin, jantung dan hepar (Mona et al., 2012). Gambar 2.8 menunjukkan
komplikasi yang terjadi pada thalasemia beta. Komplikasi paling sering berupa
saluran cerna (19,4%), alergi (9%), infeksi (1,5%) dan trombosis (1,5%) (Yaman
bersifat progresif meski terapi kelasi besi intensif diberikan dan hipogonadisme
pada laki-laki dan perempuan tidak dapat dihindari (Mavrogeni et al., 2014).
yang rutin dilakukan. Feritin serum secara umum berhubungan dengan dengan
simpanan besi tubuh, relatif murah dan mudah dilakukan. Penggunaan feritin
serum dalam rangka monitor status besi tubuh memiliki beberapa keuntungan
- Tidak mahal
Dalam plasma, besi terikat pada transferin. Jumlah besi dalam plasma atau
serum dibatasi oleh jumlah transferin yang tersedia. Jumlah besi yang terikat pada
16
menghindari hasil tinggi palsu dari TIBC. (Worwood M dan May A, 2011).
dalam persentase. Jika transferin diukur secara imunologis, TIBC dihitung dengan
biasanya menunjukkan suplai besi yang tidak adekuat untuk eritropoesis. Saturasi
keadaan kelebihan besi awal, terjadi peningkatan saturasi transferin (>50% pada
laki-laki dan >45% pada perempuan). Tabel 2.1 menunjukkan pemeriksaan yang
digunakan untuk mengetahui status besi dalam tubuh dan faktor perancu.
Sumber: Worwood M, May A, 2011. Iron deficiency anemia and iron overload. In Bain BJ, Bates
I, Laffan MA, Lewis SM (eds), Dacie and lewis practical haemoatology, 11 th ed. Livingstone:
Elsevier, pp 180-96.
Transfusi sel darah merah bertujuan transfusi darah pada thalasemia yaitu
memerlukan transfusi suspensi eritrosit (pack red cell) dan kadar hemoglobin
harus selalu dipertahankan diatas 12 g/dl. Dianjurkan tidak lebih dari 15,5 g/dl.
mencegah kelemahan dan gagal jantung yang disebabkan oleh anemia. Kadar Hb
turun secara cepat menjadi kurang dari 5 g/dL kecuali jika transfusi darah
diberikan. Transfusi darah dengan dosis 15-20 ml/kg sel darah merah (PRC)
18
biasanya diperlukan setiap 4-5 minggu untuk menjaga hemoglobin pada tingkat
hemoglobin kurang dari 6 g/dl dalam interval 1 bulan selama 3 bulan berturut-
dan atau ekspansi sumsum tulang. Sebelum dilakukan transfusi yang pertama,
status besi dan folat penderita harus diukur, vaksin hepatitis B diberikan dan
fenotif sel darah merah secara lengkap ditentukan, sehingga alloimunisasi yang
timbul dapat dideteksi. Kadar hemoglobin sebelum transfusi, volume sel darah
merah yang diberikan dan besarnya limpa sebaiknya dicatat pada setiap
dicatat setiap transfusi, seperti kadar hemoglobin pre dan post transfusi, jumlah
unit darah dan hematokrit, interval transfusi dan turunnya kadar hemoglobin
harian (Galanello dan Origa, 2010). Transfusi darah berulang menyebabkan iron
overload dan berperan dalam terjadi komplikasi pada pasien thalasemia (Malik et
al., 2009). Dalam 420 mL darah donor mengandung sekitar 200 mg besi, atau 0.47
mg/mL darah donor. Kadar besi per mg/mL darah dapat diperkirakan dari rumus
yaitu 1.16 x Hematokrit darah yang ditransfusi (Viprakasit et al., 2014). Tabel 2.2
menunjukkan akumulasi besi dalam tubuh setiap tahun atau setiap hari pada
pasien thalasemia yang mendapat transfusi regular dimana simpanan besi terus
Tabel 2.2 Jumlah iron loading pada pasien tanpa kelasi besi
Body weight 20 kg 35 kg 50 kg 65 kg
Pure red cells vol.mL/year 2000-4000 3500-7000 5000-10000 6500-13000
Yearly iron loading (g) 2.3-4.6 4.1-8.2 5.8-11.6 7.5-15.1
Daily iron loading (mg) 6.3-12.6 11.2-22.5 15.9-31.8 20.5-41.4
Sumber: Viprakasit V dan Porter J, 2014. Iron overload and chelation. In Guidelines for the
management of transfusion dependent thalassaemia (TDT), 3 rd ed. Ciprus:
Thalassaemia International Federation, pp 14-244.
Setiap unit PRC mengandung 200 mg besi. Jika dalam satu tahun pasien
15-25 mg besi per hari atau 5 gram besi pertahun. Pada awal dekade pasien
dengan thalasemia mayor yang tidak mendapat terapi kelasi akan memiliki
mengeluarkan besi melalui urin hanya 1 mg per hari (Prabhu et al., 2009). Besi
berlebihan secara kronis adalah kondisi yang serius yang memerlukan monitoring
dan terapi kelasi untuk mencegah komplikasi jangka panjang. Tidak adanya
terapi kelasi besi yang efektif untuk menghasilkan keseimbangan besi dalam
tubuh adalah satu satunya jalan untuk mencegah kerusakan organ dalam yang
penting seperti jantung, hati, dan kelenjar endokrin, maka dari itu terapi kelasi
dari pemberian terapi pengikat besi dapat dilihat dari tercapai atau tidaknya
keseimbangan besi dalam tubuh, dimana antara besi yang masuk harus seimbang
dengan yang dikeluarkan. Kadar feritin serum sebaiknya tetap dibawah 1000ug/L
berlebihan. Para ahli menyarankan terapi kelasi besi dimulai pada pasien yang
20
menerima transfusi >10 unit darah dan kadar feritin serum 1000ug/L (Chang dan
Zulkifli, 2009).
pembesaran limpa yang bermakna akibat peningkatan kebutuhan sel darah merah
setiap tahunnya pada dekade pertama kehidupan. Splenomegali yang masif pada
dapat mengurangi kebutuhan sel darah merah sampai 30% pada pasien yang
HSCT yang tanpa faktor resiko (kelas 1) memiliki angka bertahan hidup dan
terbebas dari penyakit sekitar 93% dan 91%, sebanyak 87% dan 83% untuk kelas
2 (1 atau 2 faktor resiko) serta 79% dan 58% untuk kelas tiga (3 faktor resiko).
Terapi terkait mortalitas sekitar 10% dan hasil terbaik pada anak dibawah usia 3
dijelaskan pada gambar 2.9 dimana pada onset prepubertas kadar FSH lebih tinggi
dibanding kadar LH. Pada saat pubertas, perubahan endokrin awal adalah kejadian
peningkatan LH.
Gambar 2.9. Susunan anatomi sistem gonadotropin dan pola sekresi LH dan FSH selama masa
prepubertas dan pubertas.
Sumber: Dattani MT, Tziafer V dan Hindmarsh PC, 2009. Evaluation of disordered puberty.
In Brook CG, Clayton PE, Brown RS (eds), Clinical pediatric endocrinology, 6th ed.
Singapore: Wiley-Blackwell, pp 213-33.
(tabel 2.3).
Tabel 2.3. Tahap perkembangan fisik anak perempuan pada masa pubertas
Tahap Payudara Rambut Pubis
pengaruh stimulasi FSH. Pertambahan volume testis terjadi pada usia rerata 11.5
tahun, namun pertambahan volume yang terjadi antara usia 10 sampai 13.5 tahun
menggunakan orkidometer Prader (Gambar 2.10), yang diberi angka 1-25. Angka
ini menunjukkan volume testis dalam mL. Pada bayi volumenya 1 mL, pada awal
Hampir bersamaan dengan pacu tumbuh, penis dan rambut pubis juga mulai
tumbuh. Bentuk penis berubah dari bentuk infantile ke bentuk dewasa dalam
waktu kurang lebih 2 tahun. Rambut pubis tumbuh secara bertahap mencapai
bentuk dewasa biasanya tercapai pada usia 15-16 tahun (Batubara, dkk., 2010).
berdasarkan pertumbuhan rambut pubis dan genitalia (testis dan penis) seperti
sekunder pada usia 13 tahun untuk anak perempuan dan pada uia 14 tahun untuk
anak laki-laki (Batubara, dkk., 2010; Nakamoto et al., 2010). Pubertas terlambat
gonad. Hal ini dapat terjadi karena disfungsi primer aksis hipotalamus-hipofisis-
gonadal atau terjadi sebagai sekunder dari penyakit sistemik atau kekurangan
nutrisi (Lee dan Houk, 2007). Tanda keterlambatan pubertas pada anak terlihat
dari tidak ada tanda menarche atau telarche pada anak perempuan diatas usia 13
tahun atau diameter testis < 4ml dari anak laki-laki pada umur 14 tahun
(Moeryono, dkk., 2012). Nathan dkk (2005), Margareth Zacharin dkk (2011)
adalah ketika tanda awal pubertas tidak didapatkan saat teman seusianya relatif
24
sudah memiliki tanda awal pubertas tersebut, dimana onset usia pubertas didapat
fungsi gonad yang tidak adekuat, ditandai dengan defisiensi gametogenesis dan
atau sekresi hormon gonadal. Ketiadaan manifestasi klinis pubertas usia 13 tahun
pada wanita dan usia 14 tahun pada laki-laki bersamaan dengan rendahnya kadar
komplikasi paling sering dan sering tidak diterapi pada penderita thalasemia, lebih
kelenjar hipofisis, namun kadangkala kegagalan gonad primer dapat terjadi. Sel
relatif terjadi pada pasien dengan besi berlebih dengan ciri kemajuan pubertas
yang lamban, lebih dari satu tahun atau lebih. Wanita dengan thalasemia sebagian
25
besar mengalami siklus menstruasi yang tidak teratur, amenorrhea primer, dan
amenorrhea sekunder yang dapat berkembang terutama pada pasien dengan terapi
kelasi yang tidak adekuat (Shamshirsaz, 2003). Siklus menstruasi yang tidak
teratur ditandai dengan interval menstruasi yang tidak dapat diprediksi dan siklus
antara menstruasi lebih dari 3 bulan. Definisi amenorrhea primer adalah tidak
mengalami haid teratur atau selama 12 bulan pada wanita yang tidak memiliki
haid teratur. Kerusakan ovarium karena besi berlebih lebih jarang dan terutama
terlihat pada wanita usia 25 hingga 30 tahun karena aktifitas vaskular yang tinggi
(2006) dalam penelitiannya mengenai prevalensi gagal tumbuh dan pubertas pada
thalasemia mayor terhadap 158 subjek penelitian dengan rentang usia 10-20 tahun
yang tinggi dari perawakan pendek (62%) dan hipogonadisme (69%). Alireza
terhadap 220 anak dengan thalasemia mayor di Iran. Hipogonadisme terlihat pada
22.9% laki-laki dan 12.2% pada perempuan. Sekitar 13 % pasien memiliki lebih
26
dari satu komplikasi endokrin dengan rata-rata feritin serum 1678 ± 955 ng/mL
pubertas, dimana sebagian besar pasien (63%) mendapat terapi kelasi. Di RSUD
perkembangan pubertas (Tanner Stage) dilakukan setiap 6 bulan pada anak pre
pubertas dan evaluasi hormon LH, FSH, testosteron, estradiol, fungsi tiroid
sebaiknya dilakukan setiap tahun pada anak pubertas terlambat (Inati et al.,2015).
terhadap 135 anak thalasemia pada populasi Greek. Sampel dilakukan uji GnRH
dan 60 menit, gonadotropin diukur dengan ELISA, rentang normal untuk keadaan
basal yaitu FSH 1-15 mlU/ml (laki-laki), 2-15 mlU/ml (perempuan) dengan kadar
FSH puncak yaitu 10-35 mlU/ml. Kadar basal LH 3-25 mlU/ml untuk laki laki
dan 2-20 mlU/ml untuk perempuan. Hasilnya berdasarkan status gonad pasien laki
27
Kelompok B dengan HH onset lambat sebanyak 24% yang ditandai dengan tahap
Tanner 2-5, ukuran testis kecil hingga normal, kadar basal FSH dan LH yang
normal dengan respon yang tidak normal terhadap tes GnRH. Kelompok C
dengan HH dengan onset cepat 41% dengan tahap Tanner I dengan testis kecil,
kadar hormon yang rendah baik basal maupun saat stimulasi GnRH. Kesimpulan
dari penelitian ini adalah status gonad pada thalasemia dapat diklasifikasikan
pubertas terlambat didapatkan adanya sel yang kosong pada beberapa penderita,
ukuran kelenjar hipofisis yang sangat mengecil, tangkai hipofisis yang menipis,
dan bukti adanya deposit besi pada kelenjar hipofisis (Pramita dan Batubara,
penting untuk meningkatkan kualitas hidup yang lebih baik. Anak-anak harus
diselidiki dan dikelola dengan baik. Pasien remaja dengan thalasemia dapat
pubertas lebih dari satu tahun atau lebih. Menurut Abdulzahra dkk (2011) terdapat
simpanan besi tubuh merupakan tujuan penting dalam tatalaksana thalasemia and
yang tidak normal jika seorang perempuan belum mendapat menstruasi dalam 4,5
tahun selama onset pubertas atau amenorrhea sekunder selama 1 tahun. Beberapa
diperiksa setiap 6 bulan dimulai saat usia 10 tahun (Chang et al., 2009;
menganjurkan untuk melakukan skrining fungsi tiroid, LH, FSH, estradiol atau
testosteron, usia tulang dan USG pelvis untuk mengukur uterus dan pematangan
ovarium.
darah 4 kali pemeriksaan yaitu saat 0, 30, 60 dan 120 menit setelah stimulasi
GnRH, dan dilakukan pemeriksaan kadar LH dan FSH. Didapatkan bahwa kadar
LH serum memiliki AUC yang lebih besar dengan nilai sensitivitas basal LH
memiliki sensitivitas 80% dan spesifisitas 75% sedangkan basal FSH memiliki
Kesimpulan penelitian ini bahwa nilai sensitivitas basal LH dan FSH sebagai
prediktor yang paling sensitif dalam diagnosis IHH dan CDP pada pasien.
Menurut Houk dkk (2009) pengukuran kadar LH basal saja cukup untuk
kadar FSH basal tidak dapat membedakan anak perempuan prepubertal dan
pubertas prekoks, sedangkan nilai rasio LH dan FSH memiliki nilai keakuratan
yang terbatas. Pada onset pubertas, kadar rerata LH dan FSH meningkat, dengan
peningkatan LH relative lebih besar. Jika pengukuran dari sampel serum tunggal,
pubertas, pemastian status pubertas dapat dibuat dari sampel acak tunggal (Lee
meski terapi kelasi besi intensif diberikan dan hipogonadisme pada laki-laki dan
perempuan thalasemia disebabkan karena efek langsung atau tidak langsung dari
wanita. Efek langsung berkaitan dengan deposit besi di kelenjar hipofisis dan
sistem reproduksi sedangkan efek tidak langsung dikaitkan dengan besi berlebih
yang memicu radikal bebas (Roussou et al., 2013). Gambar 2.11 menunjukkan
efek langsung dan tidak langsung dari besi berlebih, dimana kelebihan besi dapat
hipofisis dan gonad namun kelebihan besi sendiri dapat menyebabkan deposisi
Gambar 2.11. Efek langsung dan tidak langsung dari besi berlebih
Dikutip dari: Roussou P, Tsagarakis NJ, Kountouras D, Livadas S dan Kandarakis DE, 2013.
Beta-thalassemia major and female fertility: The role of iron and iron-induced oxidative stress.
Anemia, 115: 1-9.
31
kelebihan besi, dan terjadi peningkatan Non Transferring Bound Iron (NTBI)
oleh hepatosit, miosit jantung dan sel endokrin secara cepat menyebabkan
kerusakan jaringan dan kegagalan organ (Ganz dan Nemeth, 2012). Sumber lain
et al., 2013). Produksi Hepsidin menurun pada anemia defisiensi besi, anemia
hemolitik, anemia dengan eritropoesis yang tidak efektif. Ketika kadar besi
sekali, sehingga semakin banyak besi yang masuk ke plasma (Ganz dan Nemeth,
2012).
fenton, namun kelebihan besi menggangu keseimbangan redoks dalam sel yang
membran sel dan organella. Hasil sampingan sitotoksik dari peroksidasi lipid
merusak fungsi sel dan sintesa protein serta merusak DNA. Keseimbangan
penting dalam fungsi normal sistem reproduksi dan patogenesis infertilitas. ROS
terlibat dalam gangguan eEF-2 yang membentuk gabungan dengan MDA dan 4-
2) Respon eritropoetin (EPO) yang tidak adekuat terhadap anemia (IL-1 dan
TNF-α);
3) Terganggunya respon sel eritroid terhadap EPO (IFN-γ, IL-1 dan TNF-α);
4) Inhibisi proliferasi dan diferensiasi sel eritroid (IFN-γ, IL-1, TNF-α dan α-
1-antitripsin); dan
(defisiensi besi fungsional yang ditandai dengan SI yang rendah dan peningkatan
saturasi transferin), eritropoesis dengan besi yang terbatas dan anemia ringan –
sedang. Besi tidak hanya digunakan untuk eritropoesis dan metabolisme oksidatif.
Respon imun selular juga tergantung adanya besi, dan defek khusus pada imunitas
selular termasuk gangguan proliferasi dan fungsi limfosit dan natural killer cells
hipogonadisme.
besi (kelasi) dimulai. Tujuan utama monitoring besi berlebih dan terapi kelasi
tidak hanya mengurangi mortalitas akibat besi berlebih tapi juga menurunkan
morbiditas, terutama dari penumpukan besi di hipofisis anterior, lebih lanjut untuk
dapat dicapai semua pasien. Penilaian besi berlebih dalam tubuh dapat diketahui
melalui dua cara yaitu melalui penilaian secara langsung atau tidak langsung,
tetapi tidak ada satu indikator tertentu atau indikator kombinasi yang ideal untuk
dalam tubuh secara tidak langsung pada pasien yang mendapat terapi kelasi.
Kadar feritin plasma sekitar 4000 ng/ml menunjukkan batas atas fisiologis dari
kecepatan sintesis feritin, kadar yang lebih tinggi disebabkan oleh pelepasan
feritin dari sel yang mengalami kerusakan, tidak menggambarkan simpanan besi
tubuh secara langsung. Kadar feritin dapat dipengaruhi berbagai kondisi yang
menyebabkan perubahan kadar beban besi dalam tubuh seperti defisiensi askorbat,
panas, infeksi akut, inflamasi kronis, kerusakan hati baik akut maupun kronis,
hemolisis dan eritropoesis yang tidak efektif, yang kesemuanya sering terjadi pada
pasien thalasemia mayor sehingga memiliki implikasi klinis yang terbatas (Fischer
prevalensi gagal tumbuh dan pubertas pada thalasemia mayor terhadap 158 subjek
penelitian dengan rentang usia 10-20 tahun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
perawakan pendek dan hipogonadisme lebih sering ditemukan pada pasien dengan
kadar feritin lebih dari 2000 ng/mL. Moeryono dkk (2012) dalam penelitiannya
di atas 5000 ng/ml. Selain itu pubertas juga dipengaruhi oleh status gizi anak.
(Moeryono, dkk., 2012). Kadar feritin 1000-1500 ng/ml adalah yang disarankan
pada pasien thalasemia dan dievaluasi setiap tiga bulan (Chang et al., 2009). Tabel
2.5 dibawah ini menunjukkan nilai normal besi dalam tubuh dan parameter yang
♂ : 20 – 300 ng/ml
♀ : 15 – 120 ng/ml
Konsentrasi besi di hati ♂ : 0,2 – 2 mg Fe/g berat kering >2 mg/g
(mg besi / berat kering ♀ : 0,2 – 1,6 mg Fe/g berat kering berat kering
hati; Fe/g berat kering)
Dikutip dari : Katie Smith & Victoria Gibson. Iron Chelators (deferasirox, deferiprone dan
desferrioxamine) for iron overload. London New Drugs Group APC/DTC Briefing. Okt
2007; Diunduh dari:
http://www.medicinesresources.nhs.uk/upload/documents/Evidence/DrugReview
berlebih pada pasien yang mengalami terapi transfusi PRC. Penelitian dilakukan
terhadap 20 pasien dengan anemia sel sabit di California yang menerima transfusi
deposit besi pada pasien. Rata rata durasi pemberian transfusi adalah 57±35 bulan.
Hasilnya didapatkan korelasi positif yang tinggi antara besi (mg/g) dengan lama
pemeriksaan seperti jumlah total transfusi darah yang sudah diterima pasien,
jumlah feritin dalam serum, beban besi pada hepar LIC (Liver Iron Concentration)
2009). Chang Kian Meng dkk (2009) dalam manajemen pasien dengan
dimulainya terapi kelasi adalah saat pasien menerima lebih dari 10 unit darah dan
dimana feritin serum lebih dari 1000 ng/ml dalam lebih dari dua pemeriksaan
pemberian terapi kelasi, diantaranya dapat dilihat pada tabel 2.6 berikut ini :
dimulainya terapi kelasi terhadap fungsi gonad pada 40 pasien thalasemia. Sampel
dibagi menjadi 2 kelompok yaitu kelompok A (usia rata rata 17.0 ± 1.5 tahun)
yang telah memulai terapi dengan deferoxamine subkutan sebelum usia 10 tahun
dibandingkan kelompok B (usia rata rata 24.1 ± 3.8 th) yang memulai terapi
setelah usia 10 tahun. Sekitar 90% pasien yang menerima deferoxamine saat usia
rata-rata 7.5 tahun dapat mencapai pubertas yang normal 9 tahun kemudian.
Pasien yang menerima terapi kelasi pertama kali saat usia rata-rata 14.4 tahun
dengan jangka waktu yang sama panjang hanya 38% pasien yang mampu
terapi kelasi sebelum usia pubertas dapat membantu pasien thalasemia yang
dan efek kelasi serta terapi hormon gonadotropin mengungkapkan hal yang
serupa. Dalam penelitian ini disimpulkan bahwa besi berlebih yang kronis dapat
telah diberikan selama 7 hingga 10 tahun termasuk rute subkutan selama 3 tahun.
Hasil penelitian tersebut adalah 37% pasien berada 2 SD dibawah rata rata tinggi
normal. Perubahan rambut pubis yang tidak lengkap terjadi pada 38% perempuan
dan 67% dari laki-laki dengan usia 12 hingga 18 tahun. Perempuan yang
Kesimpulan dari penelitian tersebut adalah beberapa indikator seperti usia awal
dimulainya transfusi, usia splenektomi, jumlah transfusi, feritin serta durasi dan
thalasemia.
pada thalasemia mengungkapkan hal yang sama. Tidak ada parameter yang dapat
menentukan faktor prognosis untuk status gonad pada pasien thalasemia. Usia
kelasi, jenis terapi kelasi maupun feritin darah tidak berkorelasi secara signifikan
Terdapat dua jenis terapi kelasi yaitu deferoxamine (DFO) dan deferasirox.
DFO diberikan melalui parenteral (injeksi intravena atau infus subkutan) selama
10-12 jam sehari dan 5-6 hari seminggu. Dosis optimal yang dapat diberikan
diberikan secara oral, dapat dilarutkan dalam air, jus apel atau jeruk, hingga
didapatkan suspensi yang baik. Obat ini memiliki bioavaibilitas absolut sekitar
39
Selain pemberian secara dini, terapi khelasi juga harus diberikan secara
2008). Vahidi dkk (2003), dalam penelitiannya mengenai fungsi gonad dan
Kematangan seksual, tinggi dan berat badan, gonadotropin, serta ferritin serum
suntikan dalam satu minggu) dan tidak teratur (< 4 suntikan dalam satu minggu).
Hasilnya kadar gonadotrophin dalam serum secara signifikan rendah pada pasien
seksual pada penelitian tersebut disertai dengan penurunan kadar hormon seks dan
Tabel 2.7 . Perbandingan kadar hormon seks pada pengguna deferoxamine teratur
dan tidak teratur
Variables Deferoxamine Use
Regular Irregular/None
n = 30 n = 41
SerumFerritin (mg/ml)* 4400±3432 5468±3383
perkembangan pubertas pada anak dan remaja thalasemia serta anemia sel sabit
menyatakan hal yang berbeda. Penelitian ini melibatkan 200 pasien yang
subkutan. Hasil dari penelitian tersebut adalah meskipun transfusi dan DFO darah
terjadi pada sebagian besar anak dan remaja dengan thalasemia yang tergantung
2.6 Prognosis
serum dipertahankan 2000 ng/L dengan terapi kelasi teratur (Vahidi et al., 2003).
41
Thalasemia beta
Anemia
+ Transferin
Non Transferrin Feritin Haemosiderin
Bound Iron
Tiroid
LH FSH
Hipotiroid
Gonad
Status pubertas
42
BAB 3
KERANGKA KONSEPTUAL
Thalasemia beta
Anemia berulang
Iron Overload
Non transferrin
Haemosiderin
Bound Iron Feritin
Kelasi besi
Hipofisis
Radikal Bebas
GnRH
Tidak diteliti
Diteliti LH FSH
Perancu Gonad
yang diperlukan untuk proses hematopoesis. Hemolisis yang terjadi terus menerus
besi dalam usus akarena eritropoesis yang tidak efektif. Pemberian transfusi darah
peningkatan kadar besi bebas (Non Transferin Bound Iron), kadar feritin dan
hemosiderin. Kelebihan besi dapat di kontrol dengan pemberian kelasi besi yang
akan mengikat besi sehingga dapat dieksresi dari tubuh. Besi bebas bersifat toksik
karena dapat memicu pembentukan radikal bebas. Peningkatan kadar feritin dan
status pubertas.
44
BAB 4
METODE PENELITIAN
pubertas, kadar feritin serum, luteinizing hormone pada anak dengan thalasemia
RSUD Dr. Soetomo Surabaya. Pemeriksaan kadar feritin serum dan luteinizing
kriteria inklusi dan kriteria eksklusi pada saat dilakukan penelitian di Instalasi
1) Anak dengan thalasemia beta, usia 8-18 tahun baik laki-laki maupun
transfusi.
0
37.5 C), radang paru-paru, infeksi saluran kemih serta anak dengan
feritin serum.
Z1/2α0.05 = 1.96
Zβ0.20 = 0.842
Onkologi Anak, RSUD Dr. Soetomo sampai jumlah sampel yang diperlukan
terpenuhi.
2. Kadar LH
Status pubertas
48
Status nutrisi
Kelasi besi
R, 2014) :
- Klinis
ikterus dan perubahan skeletal berupa deformitas tulang panjang dan craniofasial
(thalassaemic facie)
- Laboratorium
didapatkan HbA atau didapatkan penurunan kadar HbA yaitu kadar HbA sekitar
Feritin merupakan protein pengikat besi yang terdiri dari 2 sub unit, H dan L.
Kadar feritin serum saat ini digunakan secara luas sebagai indikator status besi.
sampel darah vena. Hasil pemeriksaan dalam satuan µg/L dengan skala data rasio.
Jenis kelasi besi yang telah dikonsumsi oleh pasien thalasemia (deferoxamine,
Kepatuhan pasien untuk minum terapi kelasi besi sesuai dosis yang disarankan
dari dokter anak yang merawat. Dosis DFO adalah 25-50 mg/kg BB/hari,
jam/hari, 5-6 hari seminggu. Dosis DFP adalah 75-100 mg/bb/hari dibagi 3 dosis
secara oral setiap hari. Dosis DFX adalah 20-40 mg/kg BB/hari., dosis sekali
sehari secara oral, setiap hari. Data kepatuhan terapi kelasi besi berupa proporsi
- Scrupulous = 90-100%
- Sloopy = 60-89%
pada anak yang disusun oleh Marshall dan Tanner. Dimana tahap perkembangan
(testis dan penis), dan tahap perkembangan pubertas anak perempuan berdasarkan
dari tidak ada tanda menarche atau telarche pada anak perempuan di atas umur 13
tahun atau diameter testis <4cm dari anak laki-laki pada umur 14 tahun. Atau
ketika tanda awal pubertas tidak didapatkan saat teman seusianya relatif sudah
memiliki tanda awal pubertas tersebut, dimana onset usia pubertas didapat lebih
dari 2 SD hingga 2.5 SD dari distribusi normal. Dengan demikian status pubertas
dinyatakan dalam:
53
1) Pubertas normal
timbulnya ciri-ciri seks sekunder pada usia 8-13 tahun pada perempuan
meliputi pertumbuhan payudara, rambut pubis dan aksila, dan usia 9-14 pada pria
2) Pubertas prekoks
timbulnya ciri-ciri seks sekunder pada usia < 8 tahun pada perempuan dan <
3) Pubertas terlambat
tidak timbulnya tanda-tanda seks sekunder pada usia 13 tahun untuk anak
Pada perempuan (panel A), perkembangan payudara dari Tanner tahap 1 (preadolescent) ke tahap
2 (adanya breast bud) yang terjadi antara uia 8-18 tahun, dan pada laki-laki perkembangan genital
tanner tahap 1 (preadolescent) ke tahap 2 (pembesaran testis dan skrotum dan perubahan tekstur
dan kemerahan pada kulit skrotum yang terjadi pada usia 9-14 tahun.
Gambar 4.2 Perkembangan payudara dan genital pada anak laki-laki dan perempuan
Sumber: Palmert MR, Dunkel L, 2012. Delayed puberty. N Engl J Med, 366:443-53.
Pada setiap pasien dilakukan pengukuran tinggi badan, berat badan dan
penentuan status gizi berdasarkan lingkar lengan atas. Pengukuran lingkar lengan
antara acromion dan olecranon. Status gizi ditentukan dengan perbandingan antara
lingkar lengan atas pasien dengan LLA persentil 50 anak berdasarkan usia yang
dinyatakan dalam persen. Gambar 4.4 menunjukkan cara pengukuran LLA dan
Sumber: Friancho AR, 1981. New Norms of upper limb fat and muscle areas for assessment
of nutritional status. Am J Clin Nutr, 34:2540-5.
57
Sampel tidak boleh digunakan jika telah disimpan pada suhu ruangan
0
> 8 jam. Sampel beku pada suhu ≤ -20 C jika sampel tidak diperiksa dalam 48
menyatakan semua anak dengan pubertas prekoks memiliki kadar LH basal > 0.83
Sampel penelitian ini mendapat persetujuan tertulis dari orang tua atau wali.
Formulir informed concent dapat dilihat pada lampiran. Etik penelitian diajukan
ke Komite Etik RSUD Dr. Soetomo dan telah disetujui pada tanggal 16 Maret
2017.
58
Sampel penelitian
Evaluasi:
Status nutrisi (BB, TB, LLA)
Pemeriksaan fisik pasien (hepar & lien)
Kadar feritin pasien
Status pubertas (Tanner)
Cek kadar gonadotropik (LH)
Analisis data
Hasil
feritin serum dan LH. Hasil pemeriksaan kadar feritin serum dan LH dianalisis
Soetomo Surabaya.
2. Dilakukan pengambilan data dasar meliputi usia, jenis kelamin, usia saat
jenis terapi kelasi besi, lama terapi kelasi besi, riwayat kadar hemoglobin
terendah, hasil pemeriksaan darah tepi terakhir, kadar feritin sebelumnya dan
5. Pemeriksaan kadar feritin dan LH serum dari sampel darah sesuai prosedur
.
60
klinik RSUD. Dr. Soetomo, dilakukan oleh dokter PPDS patologi klinik.
Data yang tercantum dalam lembar pengumpul data akan disajikan dalam
bentuk tabulasi, diagram, teks dan tulisan. Analisis secara deskriptif dilakukan
dengan menggunakan ukuran statistik (rerata, standar deviasi, dan tabel distribusi
hormone serum pada anak thalasemia akan dilakukan dengan menggunakan uji
BAB 5
HASIL PENELITIAN
Pengumpulan data penelitian dilakukan selama 5 bulan dari bulan Mei hingga
kriteria inklusi terdiri dari 22 pasien telah mengalami pubertas dan 26 pasien
prepubertas. Delapan pasien diekslusi yaitu 7 anak dengan gizi buruk dan 1 anak
perempuan adalah 26 (54.2%) anak. Rerata usia pasien yang dianalisis adalah
147.1 bulan (SD 34.2) bulan. Rerata berat badan pasien adalah 31.5 (SD 9,9) kg,
rerata tinggi badan 136.1 (SD 13,9) cm, dan rerata lingkar lengan atas 19,5 (SD
2,6) cm. Pada penelitian ini didapatkan 26 pasien prepubertas dan 22 pasien telah
usia 123,13 (SD 14,427) bulan dan median usia 118 (109-153) bulan. Terdapat 17
pasien berada dalam kelompok M1 dengan rerata usia 120,12 (SD 17,94) bulan
Ukuran testis
G1 (n ; %) 8 ; 16,7
G2 (n ; %) 6 ; 12,5
G3 (n ; %) 3; 6,3
G4 (n ; %) 1; 2,1
G5 (n ; %) 4; 8,3
Ukuran mammae
M1 (n ; %) 18; 37,5
M2 (n ; %) 5 ; 10,4
M3 (n ; %) 3; 6,3
besar pasien memiliki golongan darah O 30 anak (54,5%). Sebagian besar pasien
mendapat transfusi Washed Erythrocyte (WE) 69,0%. Jenis kelasi besi terbanyak
menjalani splenektomi. Tabel 5.2 menunjukkan pemakaian jenis kelasi besi pada
deferiprone.
63
Pada penelitian ini hanya terdapat 1 pasien dengan pubertas terlambat yaitu
anak perempuan berusia 157 bulan, gizi kurang, perawakan pendek, memiliki
tinggi badan 126 cm dan berat badan 24 kg. Pasien memiliki feritin serum
5795,58 ug/L dan LH serum 0,11 U/L. Peneliti mengekslusi pasien ini dalam
analisis statistik agar tidak mempengaruhi hasil penelitian. Tabel 5.3 dan 5.4
Tabel 5.3 Usia dan status pubertas anak laki-laki thalasemia beta
Gonad N Mean (SD) Median (minimum – maksimum)
Tabel 5.4 Usia dan status pubertas anak perempuan thalasemia beta
Mammae N Mean (SD) Median (minimum – maksimum)
Sebagian besar subyek mempunyai status gizi kurang (76,6%) dan gizi baik
Tabel 5.5 Status gizi dan perawakan pada setiap status pubertas anak laki-laki
Variabel G1 (n;%) G2 (n;%) G3 (n;%) G4 (n;%) G5 (n;%)
Perawakan
- Normal 4 ; 50 2 ; 33,3 1 ; 33,3 0 ; 0,0 2 ; 50
- Pendek 4 ; 50 4 ; 66,7 2 ; 66,7 1 ; 100 2 ; 50
Status gizi
Tabel 5.6 Status gizi dan perawakan pada setiap status pubertas anak perempuan
Variabel M1 (n;%) M2 (n;%) M3 (n;%)
Perawakan
- Normal 8 ; 47,1 0 ; 0,0 2 ; 66,7
- Pendek 9 ; 52,9 5 ; 100 1 ; 33,3
Status gizi
Kadar feritin serum berada dalam rentang antara 519,0 ug/L dan 6647,5 ug/L
dengan median 3154,9 ug/L. Data feritin serum tidak berdistribusi normal dengan
Pada anak laki-laki yang masih dalam masa prepubertas (G1) memiliki rerata
kadar feritin serum 2117,43 (SD 1378,45) ug/L dengan nilai median 1559,22
(1115,85 – 5382) ug/L. Tabel 5.7 dan tabel 5.8 menunjukkan kadar feritin serum
pada tiap kelompok status pubertas anak laki-laki dan perempuan. Tidak
didapatkan hubungan yang signifikan secara statistik antara kadar feritin dan
status pubertas.
65
Tabel 5.7 Kadar feritin serum pada tiap kelompok status pubertas laki-laki
Gonad N Mean (SD) Median p r
Feritin serum Feritin serum
G1 8 2117,43 (1378,45) 1559,2 0,137 0,327
(1115,9 – 5382,0)
G2 6 3428,38 (2554,99) 3122,7
(519 – 6647,5)
G3 3 3168,7 (1418,2) 3412,3
(1644,5– 4449,3)
G4 1 3108,65 3108,7
(3108,7)
G5 4 3462,23 (2206,06) 3056,4
(1242,4 – 6493,8)
Tabel 5.8 Kadar feritin serum pada tiap kelompok status pubertas perempuan
Mammae N Mean (SD) Median P r
Feritin serum Feritin serum
M1 17 2817,42 (1689,4) 2658 0,793 0,055
(628,0 – 6472,1)
M2 5 3335,70 (1071,59) 3555,3
(1607,1 – 6646,1)
M3 3 2045,96 (962,28) 1838,7
(1204,2 – 3094,9)
Kadar Luteinizing Hormon (LH) serum berada dalam rentang antara 0,0
sampai 11,06 IU/L dengan median 0,3 IU/L. Data LH serum tidak berdistribusi
normal dengan nilai p > 0,05 pada uji Shapiro Wilk. Tabel 5.9 menunjukkan kadar
kadar LH pada kelompok pubertas dan prepubertas yang signifikan secara statistik
(p<0.0001).
> 0,83 IU/L dan 28 (58,3%) anak memiliki kadar LH serum ≤ 0,83 IU/L (gambar
5.1).
41,7% LH ≤ 0.83
58,3%
LH > 0.83
Kadar feritin serum tidak berhubungan dengan status pubertas dengan nilai
p=0,351.
Tabel 5.10 Hubungan antara kadar feritin serum dengan status pubertas
Variabel Pubertas Pre-pubertas p r
(n=22) (n=25)
Feritin serum (ug/L)
Kelebihan feritin ringan 1 2 0,662 0,02
(500-1000 ug/L)
Kelebihan feritin sedang 18 21
(1000-5000 ug/L)
Kelebihan feritin berat 3 2
(>5000)
Pada anak thalasemia dengan kadar feritin 1000-5000 ug/L, 21 dari 39 anak
masih dalam masa prepubertas. Terdapat 5 anak dengan kadar feritin > 5000 ug/L,
3 anak telah mengalami pubertas dan 2 anak masih dalam masa prepubertas.
Terdapat 1 anak mengalami pubertas terlambat dengan kadar feritin >5000 ug/L.
67
testis G2, 3 anak dengan testis G3, 1 anak dengan testis G4 dan 4 anak dengan
testis G5. Tabel 5.12 dan 5.13 menggambarkan ukuran testis/mammae, usia, TB,
BB, LLA, kadar feritin dan kadar LH serum pada seluruh sampel penelitian.
Tabel 5.11 Tabel ukuran testis, usia, tinggi badan, berat badan, lingkar lengan atas,
kadar feritin serum dan LH pada anak laki-laki thalasemia beta.
Ukuran Usia TB BB (kg) LLA Kadar feritin LH
Gonad (bulan) (cm) (cm) (ug/L) (IU/L)
(N)
G1 118,0 128,3 26,0 17,9 1559,2 0,07
(N=8) (109-153) (111,5-140,5) (16,0-37,0) (15,1-22,3) (1115,9-5382) (0,07-0,31)
G2 159,0 141,8 34,0 20,5 3122,7 1,3
(N=1)
G5 194,5 161,9 47,5 22,95 3056,4 2,6
Tabel 5.12 Tabel ukuran mammae, usia, tinggi badan, berat badan, lingkar lengan
atas, kadar feritin serum dan LH pada anak perempuan thalasemia beta.
Ukuran Usia TB BB (kg) LLA Kadar feritin LH
Mammae (bulan) (cm) (cm) (ug/L) (IU/L)
(N)
M1 122,0 127,3 24,0 18,0 2736,3 0,07
(N=18) (97-157) (109-135) (15-36) (14,0-21,5) (628-6472,1) (0,0-0,65)
M2 156,0 136,5 30,0 19,0 3555,3 2,8
Pada anak yang telah mengalami pubertas, 20 dari 22 anak (90,9%) memiliki
kadar luteinizing hormon > 0,83 IU/L. Seluruh anak dengan tanner stage pre
serum 1,3 U/L, kadar LH berkisar 0,76 – 11,1 U/L. Terdapat 2 anak yang telah
masuk masa pubertas (pada tahap G2 dan M2) namun kadar LH serum ≤ 0,83
IU/L. Anak laki-laki usia 12 tahun, perawakan normal dan gizi baik dengan kadar
feritin serum 1087,76 ug/L dan LH 0,76 IU/L. Pada pemeriksaan Tanner Stage
pasien dengan volume testis kiri 6 cc dan testis kanan 6 cc (G2). Pasien lain yang
telah pubertas namun memiliki LH ≤ 0,83 IU/L yanitu anak perempuan usia 11.5
tahun dengan kadar feritin serum saat pengambilan sampel 3201,16 ug/L dan LH
pasien telah memasuki masa pubertas (M2). Pasien belum mengalami menstruasi.
Tabel 5.13 Hubungan antara kadar LH serum dengan status pubertas pada anak
laki-laki thalasemia beta
Gonad N Mean (SD) Median p r
LH serum LH serum
G1 8 0,1 (0,08) 0,07 (0,07 – 0,3) < 0,0001 0,816
G2 6 3,0 (3,9) 1,3 (0,76 – 11,1)
G3 3 7,5 (3,2) 9,2 (3,8 – 9,5)
G4 1 4,5 4,6
G5 4 3,08 (3,3) 2,6 (1,97 – 5,1)
Tabel 5.14 Hubungan antara kadar LH serum dan status pubertas pada anak
perempuan thalasemia beta
Mammae N Mean (SD) Median P r
LH serum LH serum
M1 17 0,12 (0,16) 0,07 (0 ,0 – 0,65) < 0,0001 0,814
M2 5 2,5 (1,6) 2,8 (0,31 – 4,4)
M3 3 4,9 (3,8) 4,0 (1,8 – 9,2)
69
5.5 Hubungan kadar feritin serum dan kadar LH serum pada pasien
thalasemia
Kadar feritin serum berada dalam rentang antara 519,1 ug/L dan 6647,5 ug/L
dengan median 2658,6 ug/L. Kadar Luteinizing Hormon (LH) serum berada
dalam rentang antara 0,0 sampai 11,06 IU/L dengan median 0,3 IU/L. Data kadar
Pada penelitian ini hanya terdapat 1 pasien dengan pubertas terlambat yaitu
anak perempuan berusia 157 bulan, gizi kurang, perawakan pendek, memiliki
tinggi badan 126 cm dan berat badan 24 kg. Pasien memiliki feritin serum
5795,58 ug/L dan LH serum 0,11 U/L. Peneliti mengekslusi pasien ini dalam
yang bermakna antara kadar feritin serum dan luteinizing hormon secara statistik
p = 0,046
r = 0,293
Gambar 5.2 Scatter plot kadar feritin serum dan kadar LH serum pasien thalasemia beta
Terdapat 5 anak memiliki kadar feritin serum > 5000 ug/L, 3 anak memiliki
kadar LH serum > 0,83 U/L, dan 2 anak memiliki kadar LH serum ≤ 0,83U/L.
Sekitar 39 anak memiliki kadar feritin serum 1000-5000 ug/L, 23 pasien dengan
kadar LH serum ≤ 0,83 IU/L dan 16 pasien dengan kadar LH serum > 0,83 IU/L.
71
BAB 6
PEMBAHASAN
Penelitian ini merupakan studi cross sectional yang bertujuan untuk meneliti
hubungan antara kadar feritin serum dan luteinizing hormon dengan status
pubertas pada anak thalasemia beta di RS. Dr. Soetomo. Pemeriksaan kadar
pubertas di tingkat sentral. Peneliti mengadakan penelitian ini karena belum ada
endokrinopati pada anak thalasemia beta di RSUD Dr. Soetomo Surabaya, dan
Subjek penelitian ini dibatasi pada pasien thalasemia beta usia lebih 8-18
tahun pada anak perempuan, 9-18 tahun pada laki-laki yang telah mendapatkan
transfusi darah rutin minimal 10 kali transfusi dan kadar feritin serum >1000
misalnya thalasemia dengan keganasan yang disertai keganasan dan gizi buruk
tidak dimasukkan dalam subjek penelitian. Pasien thalasemia beta yang dicurigai
Onkologi Anak RSUD Dr. Soetomo Surabaya selama bulan Mei sampai
72
September 2017, setiap hari Senin dan Selasa sebagai kontrol untuk pasien
thalasemia.
Usia subjek penelitian ini adalah 8-18 tahun pada anak perempuan dan 9-18
tahun pada anak laki-laki, dengan rerata usia pasien 147,1 bulan (12,2 tahun) (tabel
pasien thalasemia adalah 12,3 tahun dengan rerata usia saat awal diagnosis
thalasemia adalah 3,7 tahun dan paling dini saat usia 2 bulan (Rejeki dkk., 2012).
Pada penelitian ini, rerata usia pasien pada saat awal diagnosis thalasemia adalah
thalasemia beta dalam penelitian ini adalah 22 (45,8%) anak. Pada penelitian
Pedram di Iran 55% (Angraini dkk., 2009; Rejeki dkk., 2012; Pedram et al.,
2010). Thalasemia adalah penyakit genetik yang disebabkan oleh faktor alel
tunggal autosomal resesif, yaitu kromosom 11p15,5; bukan penyakit genetik yang
disebabkan oleh faktor alel terpaut dengan kromosom seks/kelamin (Rund dan
Rachmilewitz, 2005).
Status nutrisi pada subjek penelitian dinilai berdasarkan lingkar lengan atas
karena pada pasien thalasemia terdapat pembesaran organ (splenomegaly dan atau
nutrisi, didapatkan sebagian besar adalah gizi kurang (76,6%) dan 23,4% pasien
gizi baik (tabel 5.1). Pada kelompok prepubertas didapatkan 16 pasien gizi kurang
73
dan 9 pasien gizi baik. Pada kelompok pubertas didapatkan 20 pasien gizi kurang
dan 2 pasien gizi baik. Terdapat 1 anak dengan gizi kurang mengalami pubertas
RSAB Harapan Kita Jakarta didapatkan 92.9% anak thalasemia dengan gizi
kurang, hanya ada 1 anak dengan gizi baik (Moeryono dkk.,2012). Anemia kronik
yang diderita anak thalasemia juga makin menurunkan status gizi sehingga dapat
JRL, 2004). Pada penelitian ini didapatkan 59,6% pasien dengan perawakan
sebesar 26%, dengan kecepatan tumbuh <5 cm/tahun dan semua subjek penelitian
telah memasuki usia pubertas (Made dan Ketut, 2011). Prevalensi perawakan
derajat keparahan penyakit (De sactis et al., 2013; Fahim et al., 2013; Nasr et al.,
2012). Gangguan pertumbuhan thalasemia ini lebih nyata terjadi setelah usia 11
tahun pada laki-laki dan setelah usia 9 tahun pada perempuan (Saxena, 2003).
pemendekan tulang panjang dan tulang trabekular (De sactis et al., 2012;
Kyriakou et al., 2009). Hipoksia jaringan karena anemia kronis juga menyebabkan
74
perkembangan normal sampai usia 10-11 tahun. Setelah usia 10-11 tahun, pasien
thalasemia berada dalam resiko komplikasi yang berkaitan dengan kelebihan besi,
tergantung komplians pasien terhadap terapi kelasi besi (Galanello dan Cao,
rendah, kadar feritin yang tinggi dan terapi kelasi besi yang tidak optimal.
Obat kelasi besi yang paling lama adalah deferoxamine (DFO). Pada
penelitian ini, jenis kelasi besi yang paling banyak dipakai adalah deferiprone
(DFP) (tabel 5.2). Penggunaan DFO telah menjadi kelasi besi utama untuk
thalasemia dengan transfusi regular, namun sediaan DFO yang memerlukan infus
pemberian secara subkutan yang diberikan 5-7 malam setiap minggu dan efek
2012; Gatot dkk., 2007). Terapi kelasi besi peroral diharapkan meningkatkan
memasuki sel dan mengikat besi yang kemudian membawa ke dalam plasma, besi
selanjutnya diikat oleh DFO untuk disekresikan ke urin dan feces (Beutler et al.,
2003).
Pada penelitian ini, kelompok pubertas memiliki median kadar feritin 3154,9
(519 – 6647,5) ug/L. Kelompok prepubertas memiliki median kadar feritin serum
2126,4 (628 – 6472) ug/L. Seluruh subjek penelitian memiliki kadar feritin lebih
dari normal, hanya 3 pasien dengan kadar feritin serum <1000 ug/L namun
pasien-pasien tersebut pernah memiliki kadar feritin > 1000 ug/L pada
pemeriksaan sebelumnya.
penyimpanan besi dan penting peranannya dalam homeostasis besi (Knovich et al,
2008). Penentuan kadar feritin serum merupakan cara yang paling sering
digunakan untuk mengukur kadar kelebihan besi dalam tubuh, karena bersifat non
invasif, tersedia luas, mudah dilakukan dan lebih ekonomis, memiliki sensitifitas
dan spesifisitas yang lebih rendah dibandingkan gold standard yaitu Liver Iron
Consentration (LIC) (Mazza et al., 1998; Prabhu et al., 2009). Kadar feritin serum
meningkat pada keadaan demam, inflamasi kronik dan infeksi akut (Vinchinsky,
dan Gomollon, 2009). Status infeksi pada penelitian ini ditentukan dengan demam
o
(suhu >37,5 C) dan lekositosis.
76
dengan simpanan besi tubuh (terutama di hati), dibuktikan dengan MRI, biopsi
atau plebotomi berulang. Pemeriksaan biopsi hipofisis yang bersifat invasif tidak
dilakukan kecuali pada otopsi pasien thalasemia yang meninggal (Sonakul et al.,
1995). MRI juga dapat dilakukan pada kelenjar hipofisis untuk mengevaluasi
besi (Wood et al., 2010; Zafar et al., 2997). Gambar 6.1 menunjukkan adanya
korelasi positif antara T2 relaxation rate di MRI hipofisis dengan kadar feritin
serum pada 29 pasien thalasemia mayor (r = 0,73; p < 0,001) (Argyropoulou et al.,
2000).
MRI seringkali pada masalah fasilitas alat dan biaya. Pemeriksaan kuantitatif
77
3
kadar besi dengan MRI pada kelenjar hipofisis yang kecil (200±100 mm ) juga
Pierre menyatakan bahwa perbedaan status besi pada pasien thalasemia bisa
darah, efek kelasi besi atau perbedaan diet (Pierre et al., 1998). Pasien thalasemia
yang ditandai kadar feritin serum >1000 ug/L (Theil, 2003). Menurut Thalassemia
mg/L, ketika feritin serum mencapai 1000 ug/L (biasanya setelah 10-12 kali
transfusi), umumnya dimulai terapi kelasi besi. Setiap unit PRC mengandung 200
mg besi. Jika dalam satu tahun pasien thalasemia beta mendapatkan 25 hingga 30
unit darah, maka akan terakumulasi 15-25 mg besi per hari atau 5 gram besi
pertahun. Pada awal dekade pasien dengan thalasemia mayor yang tidak mendapat
Sebagian besar pasien mengalami penurunan kadar feritin. Hal ini berkaitan
dengan kepatuhan pasien terhadap kelasi besi. Kepatuhan sebagian besar pasien
terhadap kelasi besi adalah sloopy (65,5%). Terapi kelasi besi dengan obat tunggal
menurunkan kadar besi yang sudah terakumulasi selama periode waktu yang
regular, keseimbangan negatif dari besi tubuh sulit untuk dicapai. Efektivitas
kelasi besi juga tergantung pada availabilitasnya dalam plasma atau cairan
78
Pada penelitian ini, rerata kadar LH serum dari 47 pasien thalasemia adalah
1,86 dengan nilai minimum 0 dan maksimum 11,1 IU/L. Penelitian oleh
Najafipour F (2008) yang melibatkan 56 anak thalasemia mayor usia > 10 tahun
didapatkan rerata kadar LH sekitar 3,1 mIU/mL dengan nilai minimum 0,3 dan
kadar LH serum 2,8 ± 2,7 U/mL dan pada anak perempuan dengan hipogonadisme
penelitian ini, median kadar LH serum pada kelompok pubertas adalah sebesar 3,0
(0,31-11,06) IU/L dan kadar LH serum pada kelompok pre pubertas sebesar 0,07
(0,0-0,65) IU/L. Penelitian yang dilakukan oleh Moayeri dan Oloomi tahun 2006
Kadar LH serum ≤ 0,83 dikatakan sebagai nilai LH prepubertal, dan nilai LH >
0,83IU/L dinyatakan sebagai nilai LH pubertal. Penelitian oleh Sun dkk (2015)
didapatkan bahwa LH basal serum < 0,6 IU/L memiliki sensitifitas sedang 73,8%
pada anak laki-laki. Kadar LH serum basal ≤ 0,83 IU/L memiliki sensitivitas
Pada penelitian ini terdapat 57,5% anak memiliki kadar LH serum ≤ 0.83
IU/L, dan terdapat perbedaan yang signifikan antara kelompok pubertas dan pre
pubertas pada anak thalasemia beta (p < 0,05). Penelitian oleh Abdulzahra dkk
(2011) pada 78 anak thalasemia beta kelompok usia 4-11 tahun didapatkan
beta dan kelompok kontrol. (p<0,05). Didapatkan 42% pasien memiliki kadar LH
serum dibawah nilai cut off yakni 1,5 ± 2,4 IU/L pada kelompok thalasemia beta
2011).
masa pubertas dari pemeriksaan tanner stage. Namun didapatkan 2 pasien dengan
dilakukan pada pagi - siang hari. Pada masa pubertas, kadar LH nokturnal lebih
tinggi dibandingkan kadar LH diurnal. Kadar LH cenderung stabil pada pagi dan
malam ketika memasuki masa reproduktif. Pola sekresi LH pada tiap masa
testis G2, 3 anak dengan testis G3, 1 anak dengan testis G4 dan 4 anak dengan
testis G5. Anak dengan G2 dengan rentang usia 132-171 bulan memiliki rentang
kadar feritin 519,1-6647,5 ug/L dan kadar LH serum 0,76-11,1 IU/L. Anak dengan
M2 dengan rentang usia 138-182 bulan memiliki rentang kadar feritin 1607,1-
memiliki kadar LH serum 0,5 IU/L (daytime) dan anak dengan M2 memiliki kadar
Dari 47 anak thalasemia beta, terdapat 5 pasien dengan kadar feritin > 5000 ug/L,
2 anak masih dalam masa prepubertas berdasarkan tanner stage dan 3 anak telah
pada kelompok prepubertas dengan nilai median 2126,4 (628 -6472) ug/L, pada
kelompok pubertas memiliki median kadar feritin 3154,9 (519 – 6647,5) ug/L.
Hal ini tidak berbeda dari penelitian sebelumnya dimana rerata kadar feritin
81
serum 1678 ± 955 ng/mL secara signifikan lebih tinggi daripada pasien tanpa
pasien laki-laki) dengan usia median 17 tahun, didapatkan kadar feritin serum
830,0 ng/mL, p=0.02). Rerata kadar feritin serum < 2500 ng/mL selama tahun
Pada penelitian ini terdapat 5 pasien dengan kadar feritin > 5000 ug/L, 3
pasien telah memasuki masa pubertas dan 2 pasien masih dalam masa
1. Anak laki-laki, usia 162 bulan (13,5 tahun), gizi kurang, perawakan
6070,61 ug/L dan kadar LH serum 1,43 IU/L. Pada pemeriksaan tanner
2. Anak laki-laki, usia 204 bulan (17 tahun), gizi kurang, perawakan normal,
mendapatkan deferasirox sebagai kelasi besi, kadar feritin 6493,8 ug/L dan
3. Anak laki-laki, usia 171 bulan (14,25 tahun), gizi kurang, perawakan
6647,47 ug/L dan kadar LH serum 1,23 IU/L. Pada pemeriksaan tanner
Didapatkan 2 pasien yang masih dalam masa prepubertas dan memiliki kada
1. Anak Perempuan, usia 101 bulan (8,4 tahun), gizi baik, perawakan normal,
2. Anak laki-laki, usia 153 bulan (12,75 bulan), gizi baik, perawakan pendek,
Keseluruhan pasien dengan kadar feritin serum > 5000 ug/L yang telah
memasuki pubertas berada dalam rentang usia 13,5 tahun sampai 17 tahun.
Sedangkan pasien yang prepubertas masih berusia 8,4 tahun dan 12,75 tahun.
Diperlukan evaluasi berkala kadar feritin serum, status pubertas dan ketaatan
penggunaan kelasi besi agar pasien tersebut tidak mengalami pubertas terlambat.
Pada pasien tanpa terapi kelasi besi, terdapat korelasi langsung antara
kelebihan besi dan toksisitas besi. Hepar sebagai penyimpanan besi utama,
kelebihan besi untuk mengetahui resiko toksisitas besi (Berdoukas V et al, 2005).
di hepar untuk evaluasi total simpanan besi tubuh pada pasien thalasemia mayor
yang menjalani biopsi hepar. Kadar feritin serum sebelum plebotomi 1498 (842-
2344) ng/ml dan setelah plebotomi 110 (59-147) ng/ml dengan LIC sebelum
83
plebotomi 10,8±6,3 mg/g berat kering hepar dan setelah plebotomi 1,1±0,4 mg/g
Gambar 6.3 Korelasi antara LIC dan total besi tubuh. Hubungan pada 2 kelompok pasien:
23 pasien dengan sampel hepar dengan berat kering < 1mg (panel A) dan 25 pasien
dengan berat kering ≥ 1,0 mg. Garis regresi (garis tengah) dan confidence limits P95.
Sumber: Angelucci E, Brittenham GM, McLaren CE, Ripalti M, Baronciani D, et al,
2000. Hepatic iron consentration and total body iron stores in thalassemia mayor. N Engl
J Med, 343:327-31.
Pada penelitian ini didapatkan bahwa hubungan antara kadar feritin serum dan
status pubertas tidak bermakna secara statistik. Hal ini mungkin disebabkan oleh
kepatuhan pemakaian kelasi yang teratur pada subjek penelitian. Feritin serum
merupakan cara pemeriksaan yang sederhana, non invasif, tersedia luas, mudah
dilakukan dan lebih ekonomis sehingga peneliti memilih pengukuran kadar feritin
serum untuk mengetahui status besi tubuh. Namun, pemeriksaan feritin serum
84
juga memiliki beberapa kelemahan antara lain feritin serum tidak dapat
bervariasi dengan kelasi besi dan bersifat estimasi tidak langsung dari beban besi
8-12 jam diberikan 5-6 hari perminggu dan menjalani biopsi hepar serial.
Didapatkan rerata LIC 14,4±9,3 mg/g berat kering hepar pada biopsi awal, dan
14,9±12,3 mg/g berat kering hepar pada biopsi akhir (p > 0,05). Penurunan LIC
terdapat pada 25 (51%) pasien antara -0,2 sampai -26,9 mg/g berat kering hepar
selama rerata interval waktu 2,9±2,06 tahun. Gambar 6.2 menunjukkan hubungan
kadar feritin serum dan LIC. Analisis regresi menunjukkan hubungan tingkat
kadar feritin dan LIC hanya memiliki korelasi yang tidak cukup kuat (p =
0,0000012 ; r = 0,58).
Tabel 6.1a menunjukkan awitan rerata usia pubertas pada anak laki-laki
normal sesuai penelitian Marshall dan Tanner, dan tabel 6.1b menunjukkan awitan
85
rerata usia pubertas pada anak thalasemia laki-laki. Kedua tabel tersebut
menunjukkan bahwa awitan rerata usia pada tiap tahapan perkembangan pubertas
lebih lambat pada anak thalasemia dibandingkan dengan anak normal seusianya.
Tabel 6.1 usia pada setiap tahapan perkembangan ciri khas seksual sekunder anak
laki-laki
Tahapan Rerata usia Tahap Rerata usia
perkembangan (tahun ± SD) perkembangan (bulan ± SD)
pubertas pubertas
G2 11,64 (1,07) G2 13,11 (1,15)
G3 12,85 (1,04) G3 15,56 (2,50)
G4 13,77 (1,02) G4 17,08
G5 14,92 (1,1) G5 16,13 (0,79)
a. Awitan usia pubertas pada anak b. Awitan usia pubertas anak thalasemia
laki-laki normal laki-laki dalam penelitian ini
(a) Dikutip dari: Marshall AW dan Tanner JM, 1970. Variations in the pattern of pubertal
changes in boys. Arch Dis Childhood, 43: 13-23.
Saat anak laki-laki berusia 12-13 tahun, anak seharusnya telah memasuki
tahap G3. Pada penelitian ini rerata usia pasien yang berada pada kelompok G2
157,33 bulan (13,1 tahun), rentang usia 11 tahun – 14 tahun. Rerata usia pasien
yang berada pada kelompok G3 186 bulan (15,56 tahun), jika dibandingkan
dengan anak normal telah berada pada tahap G5 diusia yang sama.
Tabel 6.2 usia pada setiap tahapan perkembangan ciri khas seksual sekunder anak
perempuan
Tahapan Rerata usia Tahap Rerata usia
perkembangan (tahun ± SD) perkembangan (bulan ± SD)
pubertas pubertas
B2 11,15 (1,10) M2 13,25 (1,39)
B3 12,15 (1,09) M3 16,58 (1,97)
B4 13,11 (1,15) M4 -
B5 15,33 (1,74) M5 -
a. Awitan usia pubertas pada anak b. Awitan usia pubertas pada anak
perempuan normal thalasemia perempuan dalam penelitian ini
(a) Dikutip dari : Marshall AW dan Tanner JM, 1969. Variation in the patterm of pubertal
changes in girls. Arch Dis Childhood, 44: 291-303.
Pada penelitian ini didapatkan rerata usia anak perempuan yang berada
pada tahap M3 199 bulan (16 ,58 tahun), sedangkan perkembangan ciri seksual
86
sekunder anak normal akan menyerupai bentuk dewasa diusia yang sama (M5).
dibandingkan dengan anak normal dengan usia yang sama (Gambar. 6.3 a dan b).
Gambar 6.5 Tahap perkembangan seksual sekunder anak perempuan (a) dan anak laki-
laki (b)
Sumber: Marshall AW dan Tanner JM, 1970. Variations in the pattern of pubertal
changes in boys. Arch Dis Childhood, 43: 13-23.
Parent dkk (2003) meneliti tentang waktu/usia pubertas normal anak laki-laki
M2 saat usia 9,8 – 11,2 tahun. Gambar 5.4 menggambarkan variasi usia tahap
Gambar 6.6 Rerata usia onset perkembangan payudara dan menarke dibeberapa negara.
Sumber: Parent SA, Teilmann G, Juul A, Skakkebaek NE dan Toppari J, 2003. The timing
of normal puberty and the age limits of sexual precocity: Variations around the world,
secular trends and changes after migration. Endocr Rev, 24: 668-93.
88
Pada penelitian ini didapatkan pada anak yang telah mengalami pubertas, 20
dari 22 anak (90,9%) memiliki kadar luteinizing hormon > 0,83 IU/L. Pada anak
dengan tanner stage prepubertas, seluruh anak memiliki kadar luteinizing hormon
≤ 0,83 IU/L. Kadar Luteinizing hormon dan status pubertas berhubungan dengan
kekuatan hubungan sangat kuat (p < 0,0001 ; r = 0,8). Menurut Houk dkk (2009)
hipofisis-ovarium pada masa pubertas. Pengukuran kadar FSH basal tidak dapat
rasio LH dan FSH memiliki nilai keakuratan yang terbatas. Pada onset pubertas,
kadar rerata LH dan FSH meningkat, dengan peningkatan LH relatif lebih besar
inhibisi dan stimulasi terhadap neuron GnRH. Perubahan hormonal pertama pada
Pada masa awal pubertas, variasi unik diural dari hormon pubertas terjadi, dengan
sedikit sekresi LH pada siang hari dan meningkat secara signifikan pada waktu
tidur (gambar 6.1 dan gambar 6.5). Setelah menarke, variasi diurnal tidak terjadi
lagi. Konsentrasi hormon steroid seks memiliki sedikit variasi diurnal dimana
kadar tertinggi terjadi ketika bangun. Tabel 6.2 dibawah ini menerangkan tentang
perkiraan kadar hormon pubertas pada pagi hari pada tiap kelompok usia. Seiring
Gambar 6.7 Ritme hormon pubertas. Pada masa awal pubertas wanita, sekresi LH
minimal selama periode bangun. Kadar LH meningkat mulai saat tidur.
Dikutip dari: Rosenfield RL dan Bordini B, 2011. Normal pubertal development: The
endocrine basis of puberty. Pediatric, 32:223-8.
setiap tanner stage pada anak laki-laki. Penelitian ini melibatkan anak lelaki
usia 7,2-15,8 tahun dan 2 pria dewasa berusia 37 dan 38 tahun. Didapatkan
Pada penelitian ini, terdapat 2 anak dengan kadar LH serum ≤ 0,83 IU/L
normal dan gizi baik. Pasien mendapatkan deferiprone, dengan kadar feritin
serum 1087,76 ug/L dan LH 0,76 IU/L. Pada pemeriksaan Tanner Stage pasien
dengan volume testis kiri 6 cc dan testis kanan 6 cc (G2), dengan kadar LH
serum 0,78 IU/L. Pengambilan sampel pasien dilakukan pada pagi - siang hari.
Menurut penelitian oleh Wennink dkk (1990), pada pemeriksaan tanner stage
G2 , LH serum pada siang hari yaitu 0.5 IU/L dan malam hari 2.38 IU/L.
Tabel 6.4 Kadar LH menurut tahapan tanner stage anak laki-laki pada siang dan
malam hari.
Sumber: Wennink JM, Delemarre HA, Schoemaker RS, Blaauw G, Braken CV, et al,
1990. Growth hormone secretion patterns in relation to LH and testosterone secretion
throughout normal male puberty. Act Endrocrinol, 123:263-70.
Pada penelitian ini terdapat anak perempuan usia 11.5 tahun dengan kadar LH
dengan mammae M2. Kelasi besi yang digunakan deferiprone dengan kadar
feritin serum saat pengambilan sampel 3201,16 ug/L. Wennink dkk (1991)
pada tahap B1 pada malam hari dan meningkat seiring masa pubertas sampai
menarke. Pada malam hari, kadar lebih tinggi dibanding siang hari (tabel 6.3).
Pada pasien dengan tanner stage B2 didapatkan kadar LH serum 0.17 IU/L (pagi
hari) dan 0.25 IU/L (malam hari). Tabel 6.3 menunjukkan kadar LH serum sesuai
Tabel 6.5 Kadar LH sesuai tahapan tanner stage anak perempuan pada siang dan
malam hari.
Sumber : Wennink JM, Delemarre HA, Schoemaker RS, Blaauw G, Braken CV, et al,
1991. Growth hormone secretion patterns in relation to LH and estradiol secretion
throughout normal female puberty. Act Endrocrinol, 124:129-35.
6.6 Hubungan feritin serum dan luteinizing hormone pada anak thalasemia
beta
Kadar feritin serum berada dalam rentang antara 519,1 ug/L dan 6647,5 ug/L
dengan median 3154,9 ug/L. Kadar Luteinizing Hormon (LH) serum berada
dalam rentang antara 0,0 sampai 11,06 IU/L dengan median 0,3 IU/L. Hubungan
antara kadar feritin serum dan luteinizing hormon bermakna secara statistik
pasien thalasemia beta mayor. Pasien terdiri dari 15 laki-laki dan 15 perempuan,
berusia 16-32 tahun. Dilakukan pemeriksaan fungsi hipofisis dan gonad, tiroid,
kortisol pagi, paratiroid hormon dan gula darah puasa. Didapatkan hipogonadisme
terjadi pada 22 (73,3%) pasien (13 perempuan dan 9 laki-laki). Kadar FSH dan
dengan estradiol atau testosterone yang rendah terjadi pada 7 (23,3%) pasien (6
dan 1 laki-laki). Diabetes mellitus dengan gula darah puasa yang tinggi terjadi
signifikan rerata feritin serum pada pasien thalasemia dengan atau tanpa
Penelitian lain yang dilakukan oleh Sutay dkk (2017) terhadap 56 pasien
perempuan thalasemia beta mayor berusia 8-16 tahun dan 50 anak perempuan
sehat yang sesuai dengan kriteria inklusi dan ekslusi. Sampel penelitian dibagi
menjadi 2 kelompok usia yaitu usia 8-12 tahun dan > 12 tahun. Dilakukan
evaluasi Sexual Maturity Rating (SMR) dengan tanner stage, pemeriksaan FSH,
LH dan estrogen terhadap pasien thalasemia dan kontrol. Didapatkan pada 94%
pasien thalasemia dan 31,4% kontrol pada kelompok usia 8-12 tahun masih
93
prepubertas (SMR std I). Tidak ada pasien thalasemia berada pada SMR std IV,
didapatkan 2,8% kontrol berada pada SMR std IV. Pada kelompok usia > 12 tahun
didapatkan 52,6% pasien thalasemia dan 0% kontrol berada pada SMR std
II. Tidak ada pasien thalasemia berada SMR std V, 33,3% kontrol berada pada
kelompok yaitu pasien dengan kadar feritin serum < 2000 ng/ml dan > 2000
ng/ml. Pada kelompok pasien dengan kadar feritin serum < 2000 ng/ml memiliki
rerata LH serum 1,12 (SD 0,04) mIU/ml dan kelompok pasien dengan kadar
feritin serum > 2000 ng/ml memiliki rerata LH serum 0,99 (SD 0,32) mIU/ml.
Kesimpulan dari penelitian tersebut bahwa hubungan antara kadar feritin serum
BAB 7
7.1 Kesimpulan
3. Terdapat hubungan antara kadar feritin serum dn luteinizing hormon pada anak
thalasemia beta.
7.2 Saran
1. Pada anak thalasemia yang mendapat transfusi berulang harus disiplin dalam
DAFTAR PUSTAKA
Abdulzahra MS, Al-Hakiem HK dan Ridha MM, 2011. Study of the effect of iron
overload on the function of endocrine glands in male thalassemia patients. Asian J
Transfus Sci, 5: 127-31.
Batubara A, 2010. Pubertas dan gangguannya. Dalam Jose RL, Batubara BT, Aman B
Pulungan (penyunting), Buku Ajar Endokrinologi Anak, Edisi pertama. Jakarta:
Badan Penerbit IDAI, hlm 85-95.
Borgna-Pignatti C, De Stefano P dan Zonta L, et al, 1985. Growth and sexual maturation
in thalassemia major. J Pediatr, 106: 150-5.
Brittenham GM, 2011. Iron-chelating therapy for transfusional iron overload. N Engl J
Med, 364: 146-56.
Calver LE, 2012. Reproductive endocrinology, infertility and the menopause. In Schorge
JO, Halvorson LM, Bradshaw KD (eds). Williams Gynecology, 2nd ed. Dallas, pp
427.
Chern J, Su S, Lin KH dan Tsai WY, et al, 2003. Hypogonadotropic hypogonadism and
hematologic phenotype in patients with transfusion dependent beta thalassemia. J
Pediatr Hematol Oncol, 25: 880-4.
96
Cohen AR, Glimm E dan Porter JB, 2008. Effect of transfusional iron intake on response
to chelation therapy in beta-thalassemia major. Blood, 111: 583-7.
Cunningham MJ, Macklin EA, Neufeld EJ dan Cohen AR, 2004. Complication of β-
thalassemia major in north america. Blood, 104: 34-9.
Dattani MT, Tziafer V dan Hindmarsh PC, 2009. Evaluation of disordered puberty. In
Brook CG, Clayton PE, Brown RS (eds), Clinical pediatric endocrinology, 6 th ed.
Singapore: Wiley-Blackwell, pp 213-33.
De Sanctis V, Soliman AT dan Elsedfy H, et al, 2013. Growth and endocrine disorders in
thalassemia: The international network on endocrine complications in thalassemia
(I-CET) position statement and guidelines. Indian J Endocrinol Metab, 17: 8-18.
Dumars KW, Boehm C, Eckman JR, Giardina PJ dan Lane PA, 1996. Practical guide to
the diagnosis of thalassemia. Am J Med Genet, 62: 29-37.
Elaine MK, 2016. The thalassemias. In Walenga JM, Smith LJ, Keohane EM (eds),
Rodak’s hematology clinical principles and application, 5 th ed. Missouri: Elsevier,
pp 454-71.
Elliott Vichinsky LL, 2012. Standards of care guidelines for thalassemia children:
Children’s hospital & research center Oakland. 2012: 4-22.
Fischer R dan Harmatz PR, 2009. Non-invasive assessment of tissue iron overload. Am J
Hematol, 85: 215-21.
Friancho AR, 1981. New Norms of upper limb fat and muscle areas for assessment of
nutritional status. Am J Clin Nutr, 34: 2540-5.
Galanello R dan Origa R, 2010. Beta thalassemia. Orphanet J Rare Dis, 5: 1-10.
Ganz T dan Nemeth E, 2012. Hepcidin and iron homeostasis. Biochem Biophysic Acta,
1823: 1434-43.
Gatot D, Amalia P, Sari TT dan Chozie NA, 2007. Pendekatan muktahir kelasi besi pada
talasemia. Sari Pediatir, 8:78-84.
Gulati R, Bhatia V dan Agarwal SS, 2000. Early onset of endocrine abnormalities in β-
thalassemia major in developing country. J Pediatr Endo Met, 13: 651-6.
97
Houk CP, Kunselman AR dan Lee PA, 2009. Adequacy of single unstimulated luteinizing
hormone level to diagnose central precocious puberty in girls. Pediatrics, 123: 1059-
63.
Hussein HK dan Mohsen MF, 2013. The effect of iron overload on the function of some
endocrine glands in β thalassemia major patients. Bio Chem, 5: 86-104.
Inati A, Noureldine MH, Mansour A dan Abbas HA, 2015. Endocrine and bone
complications in β-thalassemia. Biomed Res Int, 11: 1-9.
Katie Smith dan Victoria Gibson, 2007. Iron Chelators (deferasirox, deferiprone dan
desferrioxamine) for iron overload. London New Drugs Group APC/DTC Briefing.
Diunduh dari:
http://www.medicinesresources.nhs.uk/upload/documents/Evidence/DrugReview
Kyriakou A dan Skordis N, 2009. Thalassemia and aberration of growth and puberty.
Medit J Hematol Infect Dis, 1: 9-13.
Lee PA dan Houk CP, 2007. Puberty and its disorders. In Lifshitz F (ed.), Pediatric
endocrinology, 5th ed. New York: Informa Healthcare, pp 274-300.
Low LC, 2005. Growth of children with β-thalassemia major. Indian J Pediatr, 72:159-64.
Marshall AW dan Tanner JM, 1970. Variations in the pattern of pubertal changes in boys.
Arch Dis Childhood, 43: 13-23.
Marshall AW dan Tanner JM, 1969. Variation in the patterm of pubertal changes in girls.
Arch Dis Childhood, 44: 291-303.
Merchant RH, Shirodkar A dan Ahmed J, 2011. Evaluation of growth, puberty and
endocrine dysfunctions in relation to iron overload in multi transfused indian
thalassemia pastients. Indian J Pediatr, 78: 679-83.
98
Moayeri H dan Oloomi Z, 2006. Prevalence of growth and puberty failure with respect to
growth hormone and gonadotropins secretion in beta thalassemia major. Arch
Iranian Med, 9: 329-34.
Moeryono HW, Fajar S dan Aditya S, 2012. Pubertas Terlambat pada Anak Thalassemia
di RSAB Harapan Kita Jakarta. Sari Pediatri, 14: 162-6.
Mona R, Ebrahim NA, Ramadan MS dan Salahedin O, 2012. Growth pattern in children
with beta thalassemia major and its relation with serum ferritin, IGF1 and IGFBP3. J
Clin Exp Invest, 3: 157-63.
Nakamoto JM, Franklin SL dan Geffner ME, 2010. Puberty. In Kappy MS, Allen DB,
Geffner ME (eds), Pediatric Practice Endocrinology, 3 rd ed. Colorado: McGraw Hill,
pp 257-65.
Nathan B dan Palmert MR, 2005. Regulation and Disorder of Pubertal Timing.
Endocrinol Metab Clin N Am, 34: 617-41.
Nemeth E dan Ganz T, 2009. The role of hepcidin in iron metabolism. Acta Haematol,
122: 78-86.
Noetzli LJ, Panigrahy A dan Mittelman SD, et al, 2012. Pituitary iron and volume predict
hypogonadism in transfusional iron overload. Am J Hematol, 87: 167-71.
Olivieri NF dan Brittenham GM, 1997. Iron-chelating therapy and the treatment of
thalassemia. Blood, 89: 739-61.
Prabhu R, Prabhu V dan Prabhu RS, 2009. Iron overload in beta thalassemia. J Biosci
Tech, 1: 20-31.
Palmert MR dan Dunkel L, 2012. Delayed puberty. N Engl J Med, 366: 443-53.
Palmert MR dan Witchel SF, 2014. Puberty and its disorders in the Male. In Sperling MA
(ed.), Pediatric Endocrinology, 4th ed. Pennsylvania: Elsevier, pp 715-53.
Papadimas J, Houlis DG dan Mandala E, et al, 2002. Βeta thalassemia and gonadal azis.
Hormones, 1: 179-87.
Parent SA, Teilmann G, Juul A, Skakkebaek NE dan Toppari J, 2003. The timing of
normal puberty and the age limits of sexual precocity: Variations around the world,
secular trends and changes after migration. Endocr Rev, 24: 668-93.
Pierre TGS, Chua-anusorn W, Webb J, Macey D dan Pootrakul P, 1998. The form of iron
oxide deposits in thalassemia tissue varies between different groups of patients: A
comparison between Thai β-thalassemia/hemoglobin E patients and Australian β-
thalassemia patients. Biochem Biophys Acta, 1407: 51-60.
Pramita D dan Batubara J, 2003. Pubertas terlambat pada thalassemia mayor. Sari
Pediatri, 5: 4-11.
Rani PS, Vijayakumar S dan Kumar GV, 2013. Beta-thalassemia mini riview. Int J
Pharmacol Res, 3: 71-9.
Rosenfield RL dan Sally Radovick, 2014. Puberty and its disorders in the female. In
Sperling MA (ed.). Pediatric Endocrinology. 4 th ed. Pennsylvania: Elsevier; pp 585-
680.
Roussou P, Tsagarakis NJ, Kountouras D, Livadas S dan Kandarakis DE, 2013. Beta-
thalassemia major and female fertility: The role of iron and iron-induced oxidative
stress. Anemia, 115: 1-9.
Saxena A, 2003. Growth retardation in thalassemia major patient. Int J Hum Genet, 3:
237-46.
Shalitin S, Carmi D dan Weintrob N, et al, 2005. Serum ferritin level as a predictor of
impaired growth and puberty in thalassemia mayor patients. Eur J Haematol, 74: 93-
100.
Silman C, Amalia P dan Pitaloka D, et al, 2009. Faktor–Faktor yang Berhubungan dengan
Kualitas Hidup Pasien Thalassemia Mayor di Pusat Thalassemia Departemen Ilmu
Kesehatan Anak RSCM. Sari Pediatri, 11: 85-9.
100
Skordis N, 2011. Endocrine investigation and follow up in thalassemia. Time for spesific
guidelines pagepress, 1: 79-82.
Soliman AT, elZalabany MM, Ragab M, Abdel Fatah M, Hassab H dan Rogol AD, 2000.
Spontaneous and GnRH-provoked gonadotropin secretion and testosteron respons to
human chorionic gonadotropin in adolescent boys with thalassemia major and
delayed puberty. J Trop Pediatr; 46: 79 [Abstrak].
Sun QH, Zheng Y, Zheng XL dan Mu YM, 2015. Role of gonadotropin releasing
hormone stimulation test in diagnosing gonadotropin deficiency in both males and
females with delayed puberty. Chin Med J, 128: 2439-43.
Sutay NR, Karlekar MP dan Jagtap A, 2017. Growth and puberty in girls with beta
thalassemia major and its correlation with chelation therapy and serum ferritin
levels. Ann Int Med Dent Res, 3: 16-21.
Styne DM, 2016. Disorders of puberty. In Styne DM (ed), Pediatric endocrinology, 1 st ed.
Switzerland: Springer, pp 189-232.
Theil EC, 2003. Ferritin: At the cross of iron and oxygen matabolism. J Nutr, 5: 1549-53.
Weatherall D, 2000. The thallasemias. In Beutler E, Lichtman M, Coller BS, Kipps TJ,
Seligsohn (eds), Williams hematology, 6th ed. New York: McGraw Hill, pp 444-64.
Weintrob BN, Olivieri NF, Tyler B, Andrews DF, Freedman MH dan Holland FJ, 1990.
Effect of age at the start of iron chelation therapy on gonadal function in beta-
thalassemia major. N Engl J Med, 323: 713-9.
Wennink JM, Delemarre HA, Schoemaker RS, Blaauw G, Braken CV, et al, 1990.
Growth hormone secretion patterns in relation to LH and testosterone secretion
throughout normal male puberty. Act Endrocrinol, 123: 263-70.
101
Wennink JM, Delemarre HA, Schoemaker RS, Blaauw G, Braken CV, et al, 1991.
Growth hormone secretion patterns in relation to LH and estradiol secretion
throughout normal female puberty. Act Endrocrinol, 124: 129-35.
Worwood M, May A, 2011. Iron deficiency anemia and iron overload. In Bain BJ, Bates
I, Laffan MA, Lewis SM (eds), Dacie and lewis practical haemoatology, 11 th ed.
Livingstone: Elsevier, pp 180-96.
Yaman A, Isik P dan Yarali N, et al, 2013. Common complication in beta thalassemia
patients. Int J Hematol Oncol, 23: 193-9.
Zacharin M dan Leena Patel, 2011. Puberty normal and abnormal. In Zacharin M (ed.),
Practical Paediatric Endocrinology. Australia: The National Library of Australia, pp
24-46.
102
Lampiran 1
Lampiran 2
Kegiatan Bulan ke
-5 -4 -3 -2 -1 0 1 2 3
Penelusuran kepustakaan
Penyusunan naskah
Pengajuan usulan penelitian
Penyajian etik penelitian
Pelaksanaan penelitian
Pengolahan data
Penyusunan laporan penelitian
Presentasi hasil penelitian
Pelaksanaan kegiatan
104
Lampiran 3
Formulir ini memberi anda informasi tentang manfaat dan resiko bila anak
anda mengikuti penelitian ini. Proses ini dikenal sebagai memberi persetujuan
(informed consent). Bila anak anda ikut serta dalam studi, anda diminta
menandatangani formulir ini. Sebelum anak anda mengikuti studi ini maupun
setiap saat selama masa studi anda berhak menanyakan pendapat kedua tentang
perawatan anak anda dari dokter lain yang tak terlibat dari studi ini. Keikutsertaan
anak anda dalam studi ini bukanlah suatu hal yang bersifat wajib.
105
Pada formulir ini bila ada kata-kata yang tidak anda mengerti, silahkan
Latar Belakang
yang kurang optimal dan tranfusi darah yang tidak adekuat. Hipogonadisme
toksisitas kelasi besi. Kelebihan besi dicerminkan oleh kadar feritin serum
sebagian besar pasien dengan thalasemia meskipun fertilitas yang spontan masih
dapat terjadi dan menurunkan kualitas hidup. Oleh karena itu, pemeriksaan
pada pasien thalassemia dimana kadar LH serum rendah seperti kadar prapubertas.
Tujuan Penelitian
Hormone terhadap status pubertas pada anak dengan thalasemia di RSUD Dr.
Soetomo, Surabaya.
106
Manfaat Penelitian
Hormone dengan status pubertas pada anak thalasemia beta di RSUD Dr.
Soetomo, Surabaya.
Prosedur Pelaksanaan
Soetomo.
- Setiap data yang didapat dicatat pada Lembar Pengumpul Data (LPD) untuk
serum pada pelaksanaan studi ini dibiayai oleh peneliti pada pemeriksaan yang
Semua catatan kesehatan anak anda yang diperoleh selama studi ini akan
lain yang berhubungan dengan studi ini hanya boleh disampaikan dalam bentuk
nama inisial, sedangkan nama aslinya hanya diketahui oleh dokter peneliti. Anda
boleh melihat dan mengkopi informasi kesehatan anak anda, termasuk hasil
pemeriksaan laboratorium.
Partisipasi anda dalam penelitian ini adalah sukarela. Anak anda atau anda
penelitian ini tanpa memperoleh sanksi apapun dari institusi studi maupun dari
dokter.
Surabaya,
----------------------------------------- ------------------------------------
108
Lampiran 4
Surabaya,
Peneliti Orangtua
--------------------------- ---------------------------
Saksi
-----------------------------
109
Lampiran 5
Surabaya,
Peneliti,
Lampiran 6
No Variabel N %
1 Jenis kelamin
Laki-laki
Perempuan
2 Umur (tahun)
8-14 tahun
>14 tahun
3 Usia awal diagnosis (rerata)
4 Status gizi
5 Golongan darah
A
B
AB
O
6 Jenis darah transfusi
PRC
WE
7 Jenis kelasi besi
Deferoxamine (DFO)
Deferiprone (DFP)
Deferasirox (DFX)
8 Pembesaran limpa
9 Anemia gravis (≤ 5 g/dl)
3
10 Leukopeni (<3500/mm )
3
11 Trombositopeni (<100.000/mm )
112
Lampiran 7
Frequency Table
Jenis Kelamin
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Perawakan
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Status nutrisi
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Tingkatpendidikanorangtua
Jeniskelasibesi
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Jenistransfusi
Gonadal_breast
Descriptives
Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
Crosstabs
Perawakan * Tannerstage Crosstabulation
Count
Tannerstage Total
Pubertas Pre pubertas
Pendek 15 14 29
Perawakan
Normal 7 12 19
Total 22 26 48
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
sided) sided) sided)
a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 8.71.
b. Computed only for a 2x2 table
Jeniskelasibesi * Tannerstage Crosstabulation
Count
Tannerstage Total
Pubertas Pre pubertas
Deferiprone 16 18 34
Jeniskelasibesi Deferoxamine 0 1 1
Deferasirox 6 7 13
Total 22 26 48
Crosstabs
Status nutrisi * Tannerstage Crosstabulation
Count
Tannerstage Total
Pubertas Pre pubertas
Total 22 26 48
115
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
sided) sided) sided)
a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5.04.
b. Computed only for a 2x2 table
Crosstabs
LH_1 * Tannerstage Crosstabulation
Count
Tannerstage Total
Pubertas Pre pubertas
Pubertas 20 0 20
LH_1
prepubertas 2 26 28
Total 22 26 48
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
sided) sided) sided)
a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 9.17.
b. Computed only for a 2x2 table
116
Case Summaries
Usia (Bulan)
Gonad N Mean Std. Deviation Median Minimum Maximum
G1 8 123,13 14,427 118,00 109 153
G2 6 157,33 13,765 159,00 132 171
G3 3 186,67 30,006 193,00 154 213
G4 1 205,00 . 205,00 205 205
G5 4 193,50 9,539 194,50 181 204
Total 22 157,64 33,752 156,00 109 213
Case Summaries
Usia (Bulan)
Gonad N Mean Std. Deviation Median Minimum Maximum
M1 17 120,12 17,937 121,00 97 150
M2 5 159,00 16,763 156,00 138 182
M3 3 199,00 23,643 209,00 172 216
Total 25 137,36 33,030 130,00 97 216
Nonparametric Correlations
Feritinserum
Case Summaries
Feritinserum
Gonad N Mean Std. Deviation Median Minimum Maximum
M1 17 2816,4165 1689,39796 2658,5900 628,00 6472,13
M2 5 3335,7020 1071,58983 3555,3300 1607,05 4464,07
M3 3 2045,9567 962,28281 1838,7000 1204,19 3094,98
Total 25 2827,8184 1517,07099 2814,0000 628,00 6472,13
Explore
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Tannerstage a Shapiro-Wilk
Kolmogorov-Smirnov
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Pubertas .113 22 * .942 22 .219
.200
Feritinserum .200
*
Pre pubertas .143 25 .895 25 .014
NPar Tests
Ranks
Tannerstage N Mean Rank Sum of Ranks
NPar Tests
Ranks
Tannerstage N Mean Rank Sum of Ranks
Total 47
Mann-Whitney Test
Test Statistics
a
Feritinserum
Mann-Whitney U 209.000
Wilcoxon W 534.000
Z -1.407
Asymp. Sig. (2-tailed) .159
Nonparametric Correlations
Correlations
Feritinserum Gonad Laki Gonad
Perempuan
Correlation Coefficient 1,000 ,327 ,055
Feritinserum Sig. (2-tailed) . ,137 ,793
N 47 22 25
Correlation Coefficient ,327 1,000 .
Spearman's rho Gonad Sig. (2-tailed) ,137 . .
N 22 22 0
Correlation Coefficient ,055 . 1,000
Gonad Sig. (2-tailed) ,793 . .
N 25 0 25
119
Explore
Tannerstage
Case Summaries
KadarLH
Gonad N Mean Std. Deviation Median Minimum Maximum
G1 8 ,1000 ,08485 ,0700 ,07 ,31
G2 6 3,0033 3,98960 1,3300 ,76 11,06
G3 3 7,4967 3,23042 9,2200 3,77 9,50
G4 1 4,5800 . 4,5800 4,58 4,58
G5 4 3,0800 1,45185 2,6400 1,97 5,07
Total 22 2,6459 3,34190 1,3300 ,07 11,06
Case Summaries
KadarLH
Gonad N Mean Std. Deviation Median Minimum Maximum
M1 17 ,1235 ,16202 ,0700 ,00 ,65
M2 5 2,4940 1,61302 2,7500 ,31 4,42
M3 3 4,9867 3,78764 4,0000 1,79 9,17
Total 25 1,1812 2,14669 ,0900 ,00 9,17
Tests of Normality
Tannerstage a Shapiro-Wilk
Kolmogorov-Smirnov
Statistic Df Sig. Statistic df Sig.
Pubertas .181 22 .058 .844 22 .003
KadarLH
Pre pubertas .388 25 .000 .530 25 .000
NPar Tests
Mann-Whitney Test
Ranks
Tannerstage N Mean Rank Sum of Ranks
Total 47
120
Test Statistics
a
KadarLH
Mann-Whitney U 2.500
Wilcoxon W 327.500
Z -5.952
Asymp. Sig. (2-tailed) .000
Nonparametric Correlations
Correlations
KadarLH Gonad Laki Gonad
Perempuan
Correlation Coefficient 1,000 ** **
,816 ,814
KadarLH Sig. (2-tailed) . ,000 ,000
N 47 22 25
Correlation Coefficient ** 1,000 .
,816
Spearman's rho Gonad Sig. (2-tailed) ,000 . .
N 22 22 0
Correlation Coefficient ** . 1,000
,814
Gonad Sig. (2-tailed) ,000 . .
N 25 0 25
NPar Tests
Nonparametric Correlations
Correlations
Feritinserum KadarLH
Correlation Coefficient 1,000 *
,293
Feritinserum Sig. (2-tailed) . ,046
Spearman's rho N 47 47
Correlation Coefficient * 1,000
,293
KadarLH Sig. (2-tailed) ,046 .
N 47 47
Status nutrisi, perawakan dan lama terapi kelasi besi pada tiap tahap perkembangan
seksual sekunder anak thalasemia beta
Gonad Total
M1 M2 M3
Count 12 5 2 19
Gizi kurang 70,6% 100,0% 66,7% 76,0%
% within Gonad
Status nutrisi 5 0 1 6
Count
Gizi baik 29,4% 0,0% 33,3% 24,0%
% within Gonad
Count 17 5 3 25
Total 100,0% 100,0% 100,0% 100,0%
% within Gonad
Perawakan * Gonad Crosstabulation
Gonad Total
G1 G2 G3 G4 G5
Count 4 4 2 1 2 13
Pendek 50,0% 66,7% 66,7% 100,0% 50,0% 59,1%
% within Gonad
Perawakan 4 2 1 0 2 9
Count
Normal 50,0% 33,3% 33,3% 0,0% 50,0% 40,9%
% within Gonad
Count 8 6 3 1 4 22
Total 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% 100,0%
% within Gonad
Perawakan * Gonad Crosstabulation
Gonad Total
M1 M2 M3
Count 9 5 1 15
Pendek 52,9% 100,0% 33,3% 60,0%
% within Gonad
Perawakan 8 0 2 10
Count
Normal 47,1% 0,0% 66,7% 40,0%
% within Gonad
Count 17 5 3 25
Total 100,0% 100,0% 100,0% 100,0%
% within Gonad
123
Case Summaries
Lamaterapikelasi_bulan
Gonad N Mean Std. Deviation Median Minimum Maximum
G1 8 53,13 28,528 49,50 5 92
G2 6 80,00 32,711 85,00 23 120
G3 3 105,67 65,531 143,00 30 144
G4 1 140,00 . 140,00 140 140
G5 4 90,75 62,777 108,50 2 144
Total 22 78,41 45,366 84,00 2 144
Case Summaries
Lamaterapikelasi_bulan
Gonad N Mean Std. Deviation Median Minimum Maximum
M1 17 54,24 30,979 56,00 9 100
M2 5 90,00 40,348 82,00 48 132
M3 3 65,67 69,212 48,00 7 142
Total 25 62,76 38,954 56,00 7 142
Nonparametric Correlations
Correlations
Lama terapi Gonad Gonad
kelasi_bulan Laki Perempuan
Lamaterapikelasi_ Correlation Coefficient 1,000 * ,179
,452
Sig. (2-tailed) . ,035 ,391
bulan N 47 22 25
Correlation Coefficient * 1,000 .
,452
Spearman's rho Gonad Sig. (2-tailed) ,035 . .
N 22 22 0
Correlation Coefficient ,179 . 1,000
Gonad Sig. (2-tailed) ,391 . .
N 25 0 25