Penurunan berat badan adalah salah satu tanda yang harus diwaspadai,
untuk dicari tahu penyebabnya. Penurunan berat badan yang konsisten
lebih dari 1kg/minggu dengan disertai penurunan massa otot adalah
sesuatu hal yang patologis (penyakit). Banyak sekali hal yang mendasari
a. Kelenjar Tiroid
Anatomi
Kelenjar tiroid ialah organ endokrin yang terletak di leher manusia.
Fisiologi
Sel tiroid adalah satu-satunya sel dalam tubuh manusia yang dapat
menyerap iodin atau yodium yang diambil melalui pencernaan makanan.
Iodin ini akan bergabung dengan asam amino tirosin yang kemudian akan
diubah menjadi T3 (triiodotironin) dan T4 (triiodotiroksin). Dalam keadaan
normal pengeluaran T4 sekitar 80% dan T3 15%. Sedangkan yang 5% adalah
hormon-hormon lain. Tiroid sendiri diatur oleh kelenjar lain yang berlokasi di
otak, disebut pituitari. Pada gilirannya, pituitari diatur sebagian oleh hormon
tiroid yang beredar dalam darah (suatu efek umpan balik dari hormon tiroid
pada kelenjar pituitari) dan sebagian oleh kelenjar lain yang disebut
hypothalamus.
Mula-mula, hipotalamus sebagai pengatur mensekresikan TRH
(Thyrotropin-Releasing Hormone), yang disekresikan oleh ujung-ujung saraf
di dalam eminansia mediana hipotalamus.Dari mediana tersebut, TRH
kemudian diangkut ke hipofisis anterior lewat darah porta hipotalamushipofisis.TRH langsung mempengaruhi hifofisis anterior untuk meningkatkan
pengeluaran TSH.
TSH merupakan salah satu kelenjar hipofisis anterior yang mempunyai
efek spesifik terhadap kelenjar tiroid :
1. Meningkatkan proteolisis tiroglobulin yang disimpan dalam folikel, dengan
hasil akhirnya adalah terlepasnya hormon-hormon tiroid ke dalam sirkulasi
darah dan berkurangnya subtansi folikel tersebut.
2. Meningkatkan aktifitas pompa yodium, yang meningkatkan kecepatan proses
iodide trapping di dalam sel-sel kelenjar, kadangakala meningkatkan rasio
konsentrasi iodida intrasel terhadap konsentrasi iodida ekstrasel sebanyak
delapan kali normal.
3. Meningkatkan iodinasi tirosin untuk membentuk hormon tiroid.
4. Meningkatkan ukuran dan aktifitas sensorik sel-sel tiroid.
Histologi
Biokimia
Setelah dikeluarkan ke dalam darah, hormon tiroid yang sangat
lipofilik secara cepat berikatan dengan beberapa protein plasma. Kurang dari
1% T3 dan kurang dari 0,1% T4 tetap berada dalam bentuk tidak terikat
(bebas).
Terdapat 3 protein plasma yang penting dalam pengikatan hormon tiroid:
1. TBG (Thyroxine-Binding Globulin) yang secara selektif mengikat 55%
T4 dan 65% T3 yang ada di dalam darah.
2. Albumin yang secara nonselektif mengikat banyak hormone lipofilik,
termasuk 10% dari T4 dan 35% dari T3.
3. TBPA (Thyroxine-Binding Prealbumin) yang mengikat sisa 35% T4.
Di dalam darah, sekitar 90% hormon tiroid dalam bentuk T4,
walaupun T3 memiliki aktivitas biologis sekitar empat kali lebih poten
daripada T4. Namun, sebagian besar T4 yang disekresikan kemudian dirubah
menjadi T3, atau diaktifkan, melalui proses pengeluaran satu yodium di hati
dan ginjal. Sekitar 80% T3 dalam darah berasal dari sekresi T4 yang
Anatomi
Pankreas merupakan suatu organ berupa kelenjar dengan panjang
dantebal sekitar 12,5 cm dan tebal + 2,5 cm (pada manusia). Pankreas
terbentang dariatas sampai ke lengkungan besar dari perut dan biasanya
dihubungkan oleh duasaluran ke duodenum (usus 12 jari), terletak pada
dinding posterior abdomen di belakang peritoneum sehingga termasuk
organ retroperitonial kecuali bagian kecilcaudanya yang terletak dalam
ligamentum lienorenalis.Strukturnya lunak dan berlobulus.
Fisiologi
1. Eksokrin
Langerhans
yang
bersama-sama
membentuk
organ
2) Jaringan Adiposa
a. Meningkatkan masuknya glukosa
b. Meningkatkan sintesis asam lemak
c. Meningkatkan sintesis gliserol fosfat
d. Menungkatkan pengendapan trigliserida
e. Mengaktifkan lipoprotein lipase
f. Menghambat lipase peka hormone
g. Meningkatkan ambilan K+
3) Otot
Meningkatkan sintesis protein :
a. Meningkatkan transport AA
b. Sintesis protein ribosom
Meningkatkan sintesis glikogen :
a. Meningkatkan transport glukosa dan heksosa
b. Meningkatkan aktivitas glikogen syntase
c. Menurunkan aktivitas glikogen fosforilasi
Transport ion
c. Somatostatin
Somatostatin
dijumpai
di
sel
pulau
langerhans
Histologi
Pankreas berperan sebagai kelenjar eksokrin dan endokr in.Kedua fungsI
tersebut dilakukan oleh sel-sel yang berbeda.
1. Bagian Eksokrin
Pankreas dapat digolongkan sebagai kelenjar besar, berlobulus, dan
merupakan tubuloasi nosa kompleks asinus berbentuk tubular, dikelilingi
lamina basal dan terdiri atas 5-8 sel berbentuk piramid yang tersusun
mengelilingi lumen sempit. Tidak terdapat sel mioepitel. Diantara asini,
terdapat jaringan ikat halus mengandung pembuluh darah, pembuluh limfe, saraf
dan saluran keluar.
2. Bagian Endokrin
Bagian endokrin pankreas, yaitu Pulau Langerhans, tersebar di
seluruh pankreas dan tampak sebagai massa bundar, tidak teratur, terdiri atas
sel pucatdengan banyak pembuluh darah yang berukuran 76175 mm dan
berdiameter 20sampai 300 mikron tersebar di seluruh pankreas, walaupun
lebih banyak ditemukan di ekor daripada kepala dan badan pankreas.(Derek
Punsalam, 2009).Pulau ini dipisahkan oleh jaringan retikular tipis dari
jaringan eksokrin disekitarnya dengan sedikit serat-serat retikulin di dalam pulau. Sel-sel
Alfa,
sebagai
penghasil
hormon
glukagon.
Terletak
di
tepi
Biokimia
Jika aupan bahan bakar metabolik selalu lebih besar daripada
pengeluaran energy, kelebihan bahan bakar ini disimpan, umumnya sebagai
trigliserol dijaringan adiposa sehingga timbul obesitas dan berbagai masalah
kesehatan yang menyertai. Sebaliknya, jika asupan bahan bakar metabolic
terus menerus lebih sedikit daripada pengeluaran energy, cadangan lemak
dan karbohidrat sedikit, asam amino berasal dari pergantian protein
digunakan untuk metabolisme yang menghasilkan energi, bukan untuk
glikogen
sintase
dan
menghambat
glikogen
10
BB
adanya
gangguan
kerja
insulin
(resistensi
insulin)
mengakibatkan glukosa darah tidak dapat masuk kedalam sel otot dan
jaringan lemak. Akibatnya untuk memperoleh sumber energi untuk
kelangsungan hidup dan menjalankan fungsinya, maka otot dan
jaringan lemak akan memecahkan cadangan energi yang terdapat
dalam dirinya sendiri melalui proses glikogenolisis dan lipolisis.
Proses glikogenolisis dan lipolisis yang berlangsung terus menerus
pada akhirnya menyebabkan massa otot dan jaringan lemak akan
berkurang dan terjadilah penurunan berat badan.
2. Tirotoksikosis
Tirotoksikosis adalah suatu sindroma klinik yang terjadi akibat
meningkatnya kadar hormon tiroid (T3) yang beredar dalam tubuh.
Triyodotironin (T3) akan meningkatkan komsumsi oksigen dan
produksi panas melalui rangsangan tarhadap Na+,K+,ATPase pada
hampir semua jaringan tubuh (kecuali otak, limpa dan testis) yang
pada akhirnya akan meningkatkan basal metabolisme rate. Hormon
12
oksigen
jaringan
perifer
sehingga
meningkatkan
4. Gelisah
Serat saraf ganglia simpatis servikalis secara tidak langsung
memengaruhi sekresi tiroid dengan bekerja pada pembuluh darah.
Pada keadaan hipermetabolik akibat kelebihan hormone tiroid serta
13
yaitu
menyebabkan
peningkatan
tremor,
Tonus
hiperaltivitas,
Beta
Adrenergic
gelisah,
cemas,
yang
emosi,
bahwa
fibrobls
pra-
adiposity
orbita
14
exopthalmus).
menyebabkan
Otot
otot
penonjolan
bol
ektraokkuler
sering
Identitas:
Wanita, umur 34 tahun
Keluhan utama:
Berat badan menurun 12 kg dalam 7 bulan
Keluhan lain:
Jantung berdebar, gelisah, mata sering terasa perih
b. Pemeriksaan fisik
Inspeksi:
Gelisah, tremor, rasa lemah, keringat berlebih, sesak napas, kelemahan otot,
mudah tersinggung
Palpasi:
Pembesaran kelenjar tyroid
Perkusi: Auskultasi: Jantung berdebar
c. Pemeriksaan penunjang
Antropometri:
Berat badan menurun
Indeks Massa Tubuh menurun
Pemeriksaan laboratorium:
Pengukuran hormon tiroid
Hanya sekitar 1% hormon tiroid berada dalam keadaan bebas dan aktif
secara metabolik karena baik T3maupun T4 terikat kuat dengan protein
15
16
Definisi :
Tirotoksikosis :
Manifestasi klinis kelebihan hormon tiroid yang beredar dalam sirkulasi.
Penyakit Graves :
Merupakan penyakit autoimun, yang dapat menyebabkan respon kelenjar
tiroid yang berlebihan.
Insiden :
L:P=5:1
30 40 tahun
Predisposisi Familial
Penyebab tirotoksikosis 70 % kasus
Patofisiologi
Gejala Klinik :
-Gejala utama dari tirotoksikosis adalah berat badan menurun walaupun nafsu
makan baik, berdebar-debar, kecemasan dan gelisah, cepat lelah, banyak
berkeringat, tidak tahan panas, sesak bila bergiat, tremor dan kelemahan
otot.
-Pada pemeriksaan fisik biasanya ditemukan adanya pembesaran kelenjar tiroid.
Penegakan Diagnosis :
Diagnosis tirotoksikosis umumnya dapat ditegakkan berdasarkan
gejala klinik, pemeriksaan untuk menilai derajat tirotoksikosis maupun untuk
pemantauan, maka pemeriksaan laoboratorium yang terbaik adalah kombinasi
antara FT4 (kadar tiroksin bebas) dengan TSH (thyroid stimulating hormone).
Kadar FT4 yang tinggi (normal 2,2 5,3 ng/dl) dan kadar TSH yang rendah
(normal 0,5 5,0) menunjukkan adanya tirotoksikosis (hipertiroid).
17
Penatalaksanaan :
Walaupun
dasar
terjadinya
penyakit
Graves
adalah
proses
-Operasi.
Biasanya dilakukan subtotal tiroidektomi dan merupakan pilihan untuk
penderita dengan pembesaran kelenjar gondok yang sangat besar atau
multinoduler.
Operasi hanya dilakukan setelah penderita euthyroid (biasanya setelah
6 minggu setelah pemberian OAT) dan dua minggu sebelumnya harus
dipersiapkan dengan pemberian larutan kalium yodida (lugol) 5 tetes 2 kali
sehari (dianggap dapat mengurangi vaskularisasi sehingga mempermudah
operasi)
-Terapi Yodium Radioaktif ( I131).
Pemberian radiasi secara oral (minum) dilakukan apabila ada kontra
indikasi pemberian obat OAT, tidak berespon dan sering relaps dengan OAT.
Radioaktif
harus
diberikan
bila
fungsi
jantung
normal
dan
19
dan
akibat
efek
samping
obat
(agranulositosis,
hepatotoksik).
2. DIABETES MELLITUS TIPE 1
Definisi
Diabetes melitus adalah suatu sindroma klinik yang ditandai poliuri, polidipsi,
dan polifagi, disertai peningkatan kadar glukosa darah atau hiperglikemia (glukosa
puasa >126 mg/dl atau postprandial >200 mg/dl atau glukosa sewaktu >200 mg/dl).
Diabetes melitus adalah gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis
termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat.Jika
telah berkembang penuh secara klinis, maka diabetes melitus ditandai dengan
hiperglikemia puasa dan postprandial, aterosklerotik dan penyakit vaskular
mikroangiopati, dan neuropati.Manifestasi klinis hiperglikemia biasanya sudah
bertahun-tahun mendahului timbulnya kelainan klinis dari penyakit vaskularnya.
Pasien dengan kelainan toleransi glukosa ringan (gangguan glukosa puasa dan
gangguan toleransi glukosa) dapat tetap berisiko mengalami komplikasi metabolik
diabetes.
20
21
22
23
Manifestasi klinis
Patomekanisme
Diabetes tipe 1 merupakan kondisi autoimun yang menyebabkan kerusakan sel
beta pancreas sehingga timbul defisiensi insulin absolute. Keadaan ini timbul pada
anak dan dewasa muda dan lebih sering terjadi pada populasi Eropa utara daripada
kelompok etnis lainnya.Infiltrasi pulau pancreas oleh makrofag yang teraktivasi,
limfosit T sitotoksik dan supresor, dan limfosit B menimbulkan insulitis destruktif
yang sangat selektif terhadap populasi sel beta.Sekitar 70-90% sel beta hancur
sebelum timbul gejala klinis.DM tipe 1 merupakan gangguan poligenik dengan peran
faktor genetic sebesar 30%. Terdapat kaitan dengan HLA halotipe DR3 dan DR4 di
dalam kompleks histokompabilitas mayor pada kromosom 6, walaupun alel ini dapat
merupakan marker untuk lokus lain yang berperan dalam antigen HLA klas II yang
terlibat dalam inisiasi respon imun. Faktor lingkungan dapat juga berperan penting
sebagai etiologi DM tipe 1; peran virus dan diet sedang diteliti.4
24
Diabetes tipe 1 dikarenakan kerusakan sel beta pankreas terhadap proses autoimmune
spesifik sel beta dijelaskan dengan mekanisme sbb:5
Autoantigen cell dirilis dari sel selama turnover secara spontan sel .
Antigen kemudian diproeses oleh makrofag dan dipresentasikan ke sel T helper
dihubungkan oleh molekul MHC II. Makrofag teraktivasi mensekresikan IL-12, lalu
mengaktivasi sel T Th1 tipe CD4+.
2.
Sel T CD4+ mensekresikan sitokin seperti IFN-, TNF-, TNF- dan IL-2.
Selama proses ini berjalan, cellspecific precytotoxic T cells mungkin terekrut ke
islet. Sel T presitotoksik ini diaktivasi oleh IL-2 dan sitokin lain yang dirilis oleh
CD4+ helper T cells untuk berdiferensiasi menjadi CD8+ effector T cells.
3.
IFN- yang dirilis oleh helper T cells dan sitokin sel T menyebabkan
makrofag menjadi sitotoksik.
25
4.
5.
Langkah Diagnosis
Dalam menegakkan diagnosis diabetes mellitus, patokan yang dijadikan acuan
tentu saja adalah pemeriksaan glukosa darah. Dalam hal ini dikenal adanya istilah
pemeriksaan penyaring dan uji diagnostik diabetes mellitus.6,7
Pemeriksaan Penyaring
Pemeriksaan penyaring ditujukan untuk mengidentifikasi kelompok yang tidak
menunjukkan gejala diabetes mellitus tetapi memiliki resiko diabetes mellitus, yaitu:
1) Umur > 45 tahun, 2)Berat badan lebih (dengan kriteria: BBR > 110% BB idaman
atau IMT >23 kg/m2), 3)Hipertensi ( 140/90 mmHg), 4) Terdapat riwayat diabetes
mellitus dalam garis keturunan, 5)terdapat riwayat abortus berulang, melahirkan bayi
cacat, atau BB lahir bayi > 4000 gram, 6)Kadar kolesterol HDL 35 mg/dl dan atau
trigliserida 250 mg/dl.
Pemeriksaan penyaring dilakukan dengan memeriksa kadar gula darah sewaktu
(GDS) atau gula darah puasa (GDP), yang selanjutnya dapat dilanjutkan dengan tes
toleransi glukosa oral (TTGO) standar. Dari pemeriksaan GDS, disebut diabetes
mellitus apabila didapatkan kadar GDS 200 mg/dl dari sampel plasma vena ataupun
darah kapiler. Sedangkan pada pemeriksaan GDP, dikatakan sebagai diabetes mellitus
apabila didapatkan kadar GDP 126 mg/dl dari sampel plasma vena atau 110
mg/dl dari sampel darah kapiler.
Uji Diagnostik
Uji diagnostik dikerjakan pada kelompok yang menunjukkan gejala atau tanda
diabetes mellitus. Bagi yang mengalami gejala khas diabetes mellitus, kadar GDS
26
200 mg/dl atau GDP 126 mg/dl sudah cukup untuk menegakkan diagnosis diabetes
mellitus. Sedangkan pada pasien yang tidak memperlihatkan gejala khas diabetes
mellitus, apabila ditemukan kadar GDS atau GDP yang abnormal maka harus
dilakukan pemeriksaan ulang GDS/GDP atau bila perlu dikonfirmasi pula dengan
TTGO untuk mendapatkan sekali lagi angka abnormal yang merupakan kriteria
diagnosis diabetes mellitus (GDP 126 mg/dl, GDS 200 mg/dl pada hari yang lain,
atau TTGO 200 mg/dl).
Kriteria diagnosis diabetes mellitus (DM) menurut ADA 2011, adalah sebagai
berikut :8
1. A1C > 6,5 %
2. FPG > 126 mg/dL (7 mmol/L), puasa didefinisikan tidak adanya ambilan kalori
sedikitnya selama 8 jam
3. 2 jam glukosa plasma > 200 mg/dL (11,1 mmol/L) selama OGTT dengan asupan
glukosa sebanding dengan 75 glukosa anhydrous yang dilarutkan
4. Pasien dengan keluhan klasik hiperglikemia atau krisis hiperglikemia dengan
glukosa darah sewaktu > 200 mg/dL (11,1 mmol/L)
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan diabetes mellitus didasarkan pada :2, 4
1. Rencana diet
Pada pasien DM tipe 1, berat badannya dapat menurun selama keadaan
dekompensasi.Pasien
ini
harus
menerima
kalori
yang
cukup
untuk
27
yang berisiko melalui modifikasi gaya hidup (pola makan sesuai, aktivitas fisik,
penurunan berat badan) dengan didukung program edukasi yang berkelanjutan.
Pencegahan primer merupakan cara yang paling sulit karena yang menjadi
sasaran adalah orang-orang yang belum sakit artinya mereka yang masih sehat.
Semua pihak harus memprogandakan pola hidup sehat dan menghindari pola
hidup berisiko. Kendati program ini tidak mudah, tetapi sangat menghemat biaya.
Oleh karena itu dianjurkan untuk dilakukan di negara-negara dengan sumber daya
terbatas.
2.
Pencegahan sekunder merupakan tindakan pencegahan terjadinya komplikasi
akut maupun jangka panjang. Syarat untuk mencegah komplikasi adalah kadar
glukosa darah harus selalu terkendali mendekati angka normal. Dalam upaya
pengendalian kadar glukosa darah harus diutamakan cara-cara nonfarmakologis
terlebih dahulu secara maksimal agar tidak terjadi resistensi insulin, misalnya
dengan aktivitas fisik, edukasi makanan, dan lain-lain. Bila tidak berhasil baru
menggunakan obat, baik oral maupun insulin.
28
3.
Pemeriksaan Laboratorium
Jenis pemeriksaan laboratorium yang berkaitan dengan DM.
1. Glukosa urin.
Pemeriksaan ini banyak dipakai dahulu kala untuk mengetahui perkiraan kadar
glukosa darah, tetapi tidak dapat mendeteksi adanya hipoglikemia. Selain itu,
banyaknya glukosa yang dikeluarkan di dalam urin tergantung dari ambang ginjal
terhadap glukosa. Bila ambang ginjal untuk glukosa rendah seperti pada
glukosuria renal akan terdapat glukosa di dalam urin walaupun tidak dijumpai
hiperglikemia. Keadaan ini dapat dijumpai pada wanita hamil.
2. Kadar gula darah.
Untuk mengetahui adanya DM dan pengontrolan kadar gula darah dapat diketahui
dengan mengukur kadar gula darah puasa atau kadar gula darah sewaktu seperti
terlihat pada alogaritma 1 atau 2.
3. Test Toleransi Glukosa Oral (TTGO).
Bila didapatkan kadar gula darah yang meragukan baik pada kadar gula darah
puasa maupun sewaktu seperti terlihat pada alogaritma 1 atau 2. Untuk
pemeriksaan TTGO pasien harus memenuhi persyaratan sbb :
a. Tiga hari sebelum pemeriksaan, makan dan kegiatan jasmani dilakukan
seperti biasa.
b. Puasa satu malam 10 - 12 jam
c. Di laboratorium pasien dilakukan pemeriksaan gula darah puasa, kemudian
diberikan 250mL air yang ditambahkan 75g glukosa, yang dihabiskan dalam
waktu 5 menit.Selama menunggu 2 jam pasien istirahat dan tidak merokok.
d. Periksa kada gula darah 2 jam pasca penambahan glukosa.
4. Hemoglobin glikasi (HbA1c).
29
Prognosis
3. ADENOMA TOKSIK
Defenisi
Sebuah gondok nodular toksik (TNG) adalah kelenjar tiroid yang berisi nodul tiroid
otonom berfungsi, dengan mengakibatkan hipertiroidisme.TNG, atau penyakit
Plummer, pertama kali dijelaskan oleh Henry Plummer pada tahun 1913. TNG adalah
penyebab paling umum kedua hipertiroidisme di dunia Barat, setelah penyakit
Graves. Pada orang tua dan di daerah kekurangan yodium endemik, TNG adalah
penyebab paling umum dari hipertiroid.
Patofisiologi
Gondok nodular toksik (TNG) mewakili spektrum penyakit mulai dari nodul
hyperfunctioning tunggal (adenoma toksik) dalam tiroid multinodular ke kelenjar
dengan berbagai bidang hyperfunction. Sejarah alami dari gondok multinodular
melibatkan pertumbuhan nodul variabel individu, hal ini dapat berlanjut menjadi
pendarahan dan degenerasi, diikuti dengan penyembuhan dan fibrosis. Kalsifikasi
30
Epidemiologi
Frekuensi
Amerika Serikat
Beracun gondok nodular account untuk sekitar 15-30% kasus hipertiroidisme di
Amerika Serikat, kedua hanya untuk penyakit Graves.
Internasional
Di daerah defisiensi yodium endemik, gondok nodular toksik (TNG) menyumbang
sekitar 58% kasus hipertiroidisme, 10% dari yang berasal dari nodul soliter beracun.
Penyakit Graves menyumbang 40% dari kasus hipertiroidisme. Pada pasien dengan
underlying gondok multinodular tidak beracun, yodium suplementasi awal (atau agen
kontras iodinasi) dapat menyebabkan hipertiroidisme. Obat iodinasi, seperti
amiodarone, juga dapat menyebabkan hipertiroidisme pada pasien dengan goiter
multinodular mendasari tidak beracun. Sekitar 3% dari pasien yang diobati dengan
amiodarone di Amerika Serikat (lebih di daerah defisiensi yodium) mengembangkan
amiodarone-induced hipertiroidisme.
31
Mortalitas / Morbiditas
Morbiditas dan mortalitas dari gondok nodular toksik (TNG) dapat dibagi menjadi
masalah yang berkaitan dengan hipertiroidisme dan masalah yang berkaitan dengan
pertumbuhan nodul dan kelenjar. Masalah kompresi lokal karena pertumbuhan nodul,
meskipun tidak biasa, termasuk dyspnea, suara serak, dan disfagia.
TNG lebih sering terjadi pada orang dewasa tua, sehingga komplikasi karena
penyakit penyerta, seperti penyakit arteri koroner, yang signifikan dalam pengelolaan
hipertiroidisme.
Seks
Gondok nodular toksik terjadi lebih sering pada wanita dibandingkan pada pria. Pada
wanita dan pria yang lebih tua dari 40 tahun, tingkat prevalensi nodul teraba adalah 57% dan 1-2%, masing-masing.
Usia
Kebanyakan pasien dengan gondok nodular toksik (TNG) lebih tua dari 50 tahun.
Gejala klinik
32
33
Fisik
Ukuran dari kelenjar tiroid adalah variabel. Kelenjar substernal besar mungkin
tidak cukup pada pemeriksaan fisik.
Sebuah nodul yang dominan atau tidak teratur beberapa, nodul berukuran
variabel biasanya hadir. Dalam sebuah kelenjar kecil, multinodularity
mungkin tidak terlihat hanya pada sebuah ultrasonogram. Kronis penyakit
Graves dapat hadir dengan beberapa nodularitas, karena itu, menegakkan
diagnosis terkadang sulit.
Penyebab
34
menghasilkan
faktor
autokrin
yang
mempromosikan
Selain mutasi somatik, polimorfisme dari reseptor TSH telah dipelajari pada
pasien dengan gondok nodular toksik (TNG); terutama, polimorfisme
melibatkan ekor karboksil-terminal dari reseptor TSH manusia telah
ditemukan dalam asam deoksiribonukleat nodular dan genom (DNA) .
35
36
sel. Peran ini beberapa faktor dalam pertumbuhan dan fungsi yang
keluar dari TNG perlu penyelidikan lebih lanjut.
Hasl pemeriksaan
Laboratorium Studi
37
Studi pencitraan
(123
(99m
38
131
yodium
diet
rendah,
lithium,
TSH
rekombinan,
propylthiouracil [PTU]).
Ultrasonografi
o Ultrasonografi
adalah
prosedur
yang
sangat
sensitif
untuk
Prosedur
39
40
dengan faktor risiko fibrilasi atrium harus dirawat, bahkan mereka yang memiliki
penyakit subklinis.
adalah
untuk
mencapai
euthyroidism
sebelum
Embriologi
Kelenjar tyroid berkembang dari endoderm pada garis tengah usus depan (De
Jong & Syamsuhidayat, 1998). Kelenjar tyroid mulai terlihat terbentuk pada janin
berukuran 3,4-4 cm, yaitu pada akhir bulan pertama kehamilan. Kelenjar tyroid
berasal dari lekukan faring antara branchial pouch pertama dan kedua. Dari bagian
tersebut timbul divertikulum, yang kemudian membesar, tumbuh ke arah bawah
mengalami desensus dan akhirnya melepaskan diri dari faring. Sebelum lepas,
berbentuk sebagai duktus tyroglossus yang berawal dari foramen sekum di basis
lidah.
Duktus ini akan menghilang setelah dewasa, tetapi pada keadaan tertentu
masih menetap. Dan akan ada kemungkinan terbentuk kelenjar tyroid yang letaknya
abnormal, seperti persisten duktud tyroglossus, tyroid servikal, tyroid lingual,
sedangkan desensus yang terlalu jauh akan membentuk tyroid substernal. Branchial
pouch keempat ikut membentuk kelenjar tyroid, merupakan asal sel-sel parafolikular
atau sel C, yang memproduksi kalsitonin.(IPD I). Kelenjar tyroid janin secara
fungsional mulai mandiri pada minggu ke-12 masa kehidupan intrauterin.
Anatomi
42
Kelenjar tyroid terletak dibagian bawah leher, antara fascia koli media dan
fascia prevertebralis. Didalamruang yang sama terletak trakhea, esofagus, pembuluh
darah besar, dan syaraf. Kelenjar tyroid melekat pada trakhea sambil melingkarinya
dua pertiga sampai tiga perempat lingkaran. Keempat kelenjar paratyroid umumnya
terletak pada permukaan belakang kelenjar tyroid.
Tyroid terdiri atas dua lobus, yang dihubungkan oleh istmus dan menutup
cincin trakhea 2 dan 3. Kapsul fibrosa menggantungkan kelenjar ini pada fasia
pretrakhea sehingga pada setiap gerakan menelan selalu diikuti dengan terangkatnya
kelenjar kearah kranial. Sifat ini digunakan dalam klinik untuk menentukan apakah
suatu bentukan di leher berhubungan dengan kelenjar tyroid atau tidak.
Vaskularisasi kelenjar tyroid berasal dari a. Tiroidea Superior (cabang dari a.
Karotis Eksterna) dan a. Tyroidea Inferior (cabang a. Subklavia). Setiap folikel
lymfoid diselubungi oleh jala-jala kapiler, dan jala-jala limfatik, sedangkan sistem
venanya berasal dari pleksus perifolikular.
Nodus Lymfatikus tyroid berhubungan secara bebas dengan pleksus trakhealis
yang kemudian ke arah nodus prelaring yang tepat di atas istmus, dan ke nl.
Pretrakhealis dan nl. Paratrakhealis, sebagian lagi bermuara ke nl. Brakhiosefalika
dan ada yang langsung ke duktus thoraksikus. Hubungan ini penting untuk menduga
penyebaran keganasan.
Histologi
43
Pada usia dewasa berat kelenjar ini kira-kira 20 gram. Secara mikroskopis
terdiri atas banyak folikel yang berbentuk bundar dengan diameter antara 50-500 m.
Dinding folikel terdiri dari selapis sel epitel tunggal dengan puncak menghadap ke
dalam lumen, sedangkan basisnya menghadap ke arah membran basalis. Folikel ini
berkelompok sebanyak kira-kira 40 buah untuk membentuk lobulus yang mendapat
vaskularisasi dari end entry. Setiap folikel berisi cairan pekat, koloid sebagian besar
terdiri atas protein, khususnya protein tyroglobulin (BM 650.000)
44
ulang. Dalam sirkulasi, hormon tyroid terikat pada globulin, globulin pengikat tyroid
(thyroid-binding globulin, TBG) atau prealbumin pengikat tiroksin (Thyroxinebinding pre-albumine, TPBA) (.
Metabolisme T3 dan T4
Waktu paruh T4 di plasma ialah 6 hari sedangkan T3 24-30 jam. Sebagian T4
endogen (5-17%) mengalami konversi lewat proses monodeiodonasi menjadi T3.
Jaringan yang mempunyai kapasitas mengadakan perubahan ini ialah jaringan hati,
ginjal, jantung dan hipofisis. Dalam proses konversi ini terbentuk juga rT3 (reversed
T3, 3,3,5 triiodotironin) yang tidak aktif, yang digunakan mengatur metabolisme
pada tingkat seluler.
Pengaturan faal tiroid :
Ada 4 macam kontrol terhadap faal kelenjar tiroid :
1. TRH (Thyrotrophin releasing hormone)
Tripeptida yang disentesis oleh hpothalamus. Merangsang hipofisis mensekresi TSH
(thyroid stimulating hormone) yang selanjutnya kelenjar tiroid teransang menjadi
hiperplasi dan hiperfungsi
2. TSH (thyroid stimulating hormone)
Glikoprotein yang terbentuk oleh dua sub unit (alfa dan beta). Dalam sirkulasi akan
meningkatkan reseptor di permukaan sel tiroid (TSH-reseptor-TSH-R) dan terjadi
efek hormonal yaitu produksi hormon meningkat
3. Umpan Balik sekresi hormon (negative feedback).
45
Kedua hormon (T3 dan T4) ini menpunyai umpan balik di tingkat hipofisis.
Khususnya hormon bebas. T3 disamping berefek pada hipofisis juga pada tingkat
hipotalamus. Sedangkan T4 akan mengurangi kepekaan hipifisis terhadap rangsangan
TSH.
4. Pengaturan di tingkat kelenjar tiroid sendiri.
Produksi hormon juga diatur oleh kadar iodium intra tiroid
Efek metabolisme Hormon Tyroid :
1. Kalorigenik
2. Termoregulasi
3. Metabolisme protein. Dalam dosis fisiologis kerjanya bersifat anabolik, tetapi
dalam dosis besar bersifat katabolik
4. Metabolisme karbohidrat. Bersifat diabetogenik, karena resorbsi intestinal
meningkat, cadangan glikogen hati menipis, demikian pula glikogen otot
menipis pada dosis farmakologis tinggi dan degenarasi insulin meningkat.
5. Metabolisme lipid. T4 mempercepat sintesis kolesterol, tetapi proses
degradasi kolesterol dan ekspresinya lewat empedu ternyata jauh lebih cepat,
sehingga pada hiperfungsi tiroid kadar kolesterol rendah. Sebaliknya pada
hipotiroidisme kolesterol total, kolesterol ester dan fosfolipid meningkat.
6. Vitamin A. Konversi provitamin A menjadi vitamin A di hati memerlukan
hormon tiroid. Sehingga pada hipotiroidisme dapat dijumpai karotenemia.
46
47
iodium
adalah
kurang
dari
25
mcg/d
dihubungkan
dengan
Obat
Propylthiouracil,
litium,
phenylbutazone,
48
49
50
Mengenai 1 lobus
Kadang Multilobaris
Fluktuasi (+)
Batas Jelas
Bila
keras
curiga
adenocarcinoma tiroidea
51
neoplasma,
umumnya
berupa
Berdenyut
52
3. Mata :
Exopthalmus
Benjolan
Warna
Permukaan
2. Palpasi
53
Permukaan, suhu
Batas :
54
55
56
o mobilitas
o infiltrat terhadap kulit/jaringan sekitar
o apakah batas bawah benjolan dapat diraba (bila tak teraba mungkin
ada bagian yang masuk ke retrosternal)
Meskipun keganasan dapat saja terjadi pada nodul yang multiple, namun pada
umumnya pada keganasan nodulnya biasanya soliter dan konsistensinya keras sampai
sangat keras. Yang multiple biasanya tidak ganas kecuali bila salah satu nodul
tersebut lebih menonjol dan lebih keras dari pada yang lainnya.
Harus juga diraba kemungkinan pembesaran kelenjar getah bening leher,
umumnya metastase karsinoma tiroid pada rantai juguler .
Pemeriksaan penunjang meliputi :
1. Pemeriksaan sidik tiroid
Hasil pemeriksaan dengan radioisotop adalah teraan ukuran, bentuk lokasi, dan yang
utama ialah fungsi bagian-bagian tiroid. Pada pemeriksaan ini pasien diberi Nal
peroral dan setelah 24 jam secara fotografik ditentukan konsentrasi yodium radioaktif
yang ditangkap oleh tiroid. Dari hasil sidik tiroid dibedakan 3 bentuk :
o nodul dingin bila penangkapan yodium nihil atau kurang dibandingkan
sekitarnya. Hal ini menunjukkan sekitarnya.
o Nodul panas bila penangkapan yodium lebih banyak dari pada
sekitarnya. Keadaan ini memperlihatkan aktivitas yang berlebih.
o Nodul hangat bila penangkapan yodium sama dengan sekitarnya. Ini
berarti fungsi nodul sama dengan bagian tiroid yang lain.
57
58
Alves didapatkan bahwa pada yang ganas semua hasilnya panas. Pemeriksaan ini
paling sensitif dan spesifik bila dibanding dengan pemeriksaan lain.
5. Petanda Tumor
Pada pemeriksaan ini yang diukur adalah peninggian tiroglobulin (Tg) serum. Kadar
Tg serum normal antara 1,5-3,0 ng/ml, pada kelainan jinak rataa-rata 323 ng/ml, dan
pada keganasan rata-rata 424 ng/ml.
Penatalaksanaan
Indikasi operasi pada struma nodosa non toksika ialah (tim penyusun, 1994) :
1. keganasan
2. penekanan
3. kosmetik
Tindakan operasi yang dikerjakan tergantung jumlah lobus tiroid yang terkena.
Bila hanya satu sisi saja dilakukan subtotal lobektomi, sedangkan kedua lobus terkena
dilakukan subtotal tiroidektomi. Bila terdapat pembesaran kelenjar getah bening leher
maka dikerjakan juga deseksi kelenjar leher funsional atau deseksi kelenjar leher
radikal/modifikasi tergantung ada tidaknya ekstensi dan luasnya ekstensi di luar
kelenjar getah bening.
Radioterapi diberikan pada keganasan tiroid yang :
1. inoperabel
2. kontraindikasi operasi
59
60
Diagnosis
Sebagian besar pasien memberikan gejala klinis yang jelas, tetapi
pemeriksaan laboratorium tetap perlu untuk menguatkan diagnosis. Pada kasus-kasus
subklinis dan pasien usia lanjut perlu pemeriksaan laboratorium yang cermat untuk
membantu menetapkan diagnosis hipertiroidisme. Diagnosis pada wanita hamil agak
sulit karena perubahan fisiologis pada kehamilan pembesaran tiroid serta manifestasi
hipermetabolik, sama seperti tirotoksikosis. Menurut Bayer MF, pada pasien
hipertiroidisme akan didapatkan Thyroid Stimulating Hormone sensitive (TSHs) tak
terukur atau jelas subnormal dan Free T4 (FT4) meningkat.
Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan hipertiroidisme adalah membatasi produksi hormon tiroid
yang berlebihan dengan cara menekan produksi (obat antitiroid) atau merusak
jaringan tiroid (yodium radioaktif, tiroidektomi subtotal).
1. Obat antitiroid
Indikasi :
1. terapi untuk memperpanjang remisi atau mendapatkan remisi yang
menetap, pada pasien muda dengan struma ringan sampai sedang dan
tirotoksikosis.
61
Pemeliharaan (mg/hari)
Karbimazol
30-60
5-20
Metimazol
30-60
5-20
Propiltourasil
300-600
5-200
Manifestasi klinis
Penderita mungkin mengalami aritmia dan gagal jantung yang resisten
terhadap terapi digitalis. Penderita dapat pula memperlihatkan bukti-bukti penurunan
berat badan, lemah, dan pengecilan otot. Biasanya ditemukan goiter multi nodular
pada pasien-pasien tersebut yang berbeda dengan pembesaran tiroid difus pada pasien
penyakit Graves. Penderita goiter nodular toksik mungkin memperlihatkan tandatanda mata (melotot, pelebaran fisura palpebra, kedipan mata berkurang) akibat
aktivitas simpatis yang berlebihan. Meskipun demikian, tidak ada manifestasi
dramatis oftalmopati infiltrat seperti yang terlihat pada penyakit Graves Gejala
63
disfagia dan sesak napas mungkin dapat timbul. Beberapa goiter terletak di
retrosternal
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan riwayat, pemeriksaan fisik dan didukung
oleh tingkat TSH serum menurun dan tingkat hormon tiroid yang meningkat.
Antibodi antitiroid biasanya tidak ditemukan (Sadler et al, 1999)
Penatalaksanaan
Terapi dengan pengobatan antitiroid atau beta bloker dapt mengurangi gejala tetapi
biasanya kurang efektif dari pada penderita penyakit Graves. Radioterapi tidak efektif
seperti penyakit Graves karena pengambilan yang rendah dan karena penderita ini
membutuhkan dosis radiasi yang besar. Untuk nodul yang soliter, nodulektomi atau
lobektomi tiroid adalah terapi pilihan karena kanker jarang terjadi. Untuk struma
multinodular toksik, lobektomi pada satu sisi dan subtotal lobektomi pada sisi yang
lain adalah dianjurkan (Sadler et al, 1999)
TABEL KESIMPULAN DIFFERENTIAL DIAGNOSIS
PENYAKIT
Wanita
34 tahun
Graves
30 40
disease
DM tipe 1
5 : 1
=
th
Semua
Struma
umur
Semua
multinodule
3-4 : 1
r
Adenoma
>
BB
Jantung
Gelisah
berdebar
Toksik
perih
umur
> 40th
64
Mata
Konsumsi iodium
Iodium dapat ditemukan di garam beriodium, seafood, roti, produk susu, tanaman
yang ditanam di tanah dengan iodium tinggi dan hewan yang diberi asupan
makanan tersebut.
Diberikan edukasi kepada masyarakat mengenai pentingnya konsumsi iodium.
Karena defisiensi dari iodium sendiri dapat menyebabkan berbagai macam gangguan
misalnya dapat terjadi pembesaran kelenjar tiroid, gangguan pertumbuhan pada anak
dan tirotoksikosis. Juga diberikan punyuluhan kepada Wanita Usia Subur (WUS)
mengenai pentingnya mengkonsumsi iodium sebagai calon ibu agar bayi yang terlahir
nantinya terhindar dari kelainan dan kecacatan. Penyuluhan dapat dilakukan di
tingkat rumah tangga, institusi pendidikan, tempat-tempat umum, tatanan organisasi
dan kemasyarakatan. Juga diberikan pengetahuan kepada penderita hipertensi untuk
mengurangi konsumsi garam berlebihan dengsn dosis standar SNI yaitu 30-80 ppm.
Pengelolaan DM
1. perencanaan makan
makanan komposisi seimbang karbohidrat 55-60%; protein 10-15%; lemak
20-25%;serat 25gr/hr; kolesterol <300g/hr.
2. latihan jasmani
3-4 kali dalam seminggu, disesuaikan dengan kebutuhan.
3. mengadakan penyuluhan mengenai DM
65
DAFTAR PUSTAKA
1. anatomi, histology, biokimia dan fisiologi organ endokrin,
http://medicastore.com/penyakit/761/Hormon_&_Sistem_Endokrin.html.
diakses pada 16 April 2012
2. At a Glance system endokrin edisi 2. 2010. Halaman 31
3. Anonim, 1994., Struma Nodusa Non Toksik., Pedoman Diagnosis dan Terapi.,
Lab/UPF Ilmu Bedah., RSUD Dokter Sutomo., Surabaya
4. Adediji., Oluyinka S.,2004., Goiter, Diffuse Toxic., eMedicine.,
5. http://www.emedicine.com/med/topic917.htm
6. Davis, Anu Bhalla., 2005, Goiter, Toxic Nodular., eMedicine.,
7. http://www.emedicine.com/med/topic920.htm
8. Djokomoeljanto, 2001., Kelenjar Tiroid Embriologi, Anatomi dan Faalnya.,
Dalam : Suyono, Slamet (Editor)., 2001., Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam.,FKUI., Jakarta
9. Mansjoer A et al (editor) 2001., Struma Nodusa Non Toksik., Kapita Selekta
Kedokteran., Jilid 1, Edisi III., Media Esculapius., FKUI., Jakarta
10. Mulinda, James R., 2005., Goiter., eMedicine.,
11. http://www.emedicine.com/MED/topic916.htm
12. Adenoma Toksik, http://emedicine.medscape.com/ diakses tanggal 16 April
2012
13. ADA. Classification and Diagnosis. Diabetes Care 2011; 34(suppl 1): 513
14. Aru W. Sudoyo. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi V Jilid III, hal. 1878.
Jakarta: Internal publishing, 2009
66
Diabetes
Melitus
http://www.biomedika.co.id/healthguide_detail.php?id=13. 12.04.2012
67