Pembimbing :
Kelompok 4
Eka Dewi Mulyani 11020160003
Nur Aisyah 11020160028
Muhammad Syarifullah Hidayat 11020160042
Mustika 11020160060
Mutmainnah 11020160076
Muhammad Syawal Rahis 11020160079
Dinda Permatasari 11020160094
Nabila Said Amri 11020160097
Ninadiyah Nurul Azizah 11020160118
Nur Ainun Pateda 11020160135
Nadya Marchyanti Yanis 11020160153
Nur Akhsan Diana 11020160160
Nur Ashianty Khadijah 11020160165
Novyanti Dwiyani Tawainella 11020160169
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan atas kehadiran Allah SWT atas rahmat dan
hidayah-Nya serta kemudahan yang telah diberikan sehingga kami dapat dapat
menyelesaikan laporan ini dengan judul “Penyakit Dalam Keluarga”. Dan taklupa
kami kirimkan salam dan shalawat kepada junjungan nabi besar Muhammad SAW
yang telah membawa kita dari alam penuh kebodohan ke alam yang penuh
kepintaran.
Mengingat bahwa dalam pembuatan laporan ini tidak lepas dari berbagai
pihak yang membantu dalam penyusunan laporan ini, baik langsung maupun tidak
langsung. Oleh karena itu kami mengucapkan terima kasih kepada pihak yang
telah membantu kami.
Kami menyadari bahwa dalam menulis laporan ini mungkin masih banyak
kekurangannya. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat
kami harapkan demi perbaikan laporan-laporan kami selanjutnya. Kami mohon
maaf jika ada kesalahan dalam penulisan kata karena kebenaran hanya milik-Nya
semata.
Demikian harapan kami, semoga bermanfaat bagi penulis khususnya dan
pembaca pada umumnya.
Kelompok 4
B. Keadaan Demografis
Jumlah penduduk Puskesmas Layang sesuai hasil pendataan BPS tahun
2010 dalam wilayah kerja Puskesmas Layang sebanyak 36.776 jiwa. Untuk
lebih jelasnya dapat dilihat pada table berikut :
No Kelurahan Jumlah
. Penduduk
1 Layang 9088
2 Bunga Ejaya 5849
3 Parang Layang 4830
4 Bontoala 2433
5 Bontoala Tua 5060
6 Gaddong 4831
7 Bontoala Parang 4685
D. Tenaga Kesehatan
Dalam melaksanakan pelayanan kesehatan di Puskesmas perlu didukung
oleh tenaga kesehatan yang cukup. Ada pun tenaga kesehatan yang ada di
Puskesmas Layang adalah sebagai berikut :
No Fasilitas Kesehatan Jumla
. h
1 Dokter Umum 3
2 Dokter Gigi 2
3 Sarjana Kesehatan 9
Masyarakat
4 Sarjana Keperawatan 2
5 Bidan 6
6 Perawat Kesehatan (SPK) 1
7 Perawat Gigi 1
8 Tenaga Laboratorium (SMAK) 1
9 Tenaga Farmasi 1
10 Apoteker 1
B. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama : Luka pada
kaki
2. Anamnesis Terpimpin :
- Pasien mengalami luka dibagian kaki, dialami sejak 12 hari yang
lalu. Luka terasa nyeri dan berbau
- Pasien juga mengeluhkan batuk dan beringus
3. Riwayat Penyakit sebelumnya :
- TB (-)
- HIV (-)
- Demam Thypoid (-)
- Malaria (-)
C. PEMERIKSAAN FISIS
1. Tinggi badan : 170 cm
2. Berat badan : 63 kg
3. Tanda Vital :
- TD : 120/80 mmHg
- Nadi : 90x/menit
- Pernapasan : 20x/menit
- Suhu : 36,5 oC
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. -
2. -
E. DIAGNOSIS :
- Diabetes. Mellitus
F. PENATALAKSANAAN
Pengobatan Farmakologi :
- Metformin
- Amlodipine
- Diamicron
- Antihistamin
Pengobatan Non Farmakologi : -
Analisa Kasus :
A. Karakteristik Demografi Keluarga
N Penderita
Nama Kedudukan L/p Umur Pendidikan Pekerjaan Ket
o Klinik
Kepala
1 Bpk. A L 65 SLTP/SEDERAJAT Berdagang -
Keluarga
TAMAT
2 Ny. H Istri P - Berdagang -
SD/SEDERAJAT
3 Tn. S Anak L - S1/SEDERAJAT Sudah Kerja -
4 Nn. M Anak P - S1/SEDERAJAT Sudah Kerja -
5 Tn. F Anak L - S1/SEDERAJAT Sudah Kerja -
6 Tn. F Anak L - S1/SEDERAJAT Sudah Kerja -
B. Identitas Pasien
1. Nama : Tn. A
2. Umur : 65 tahun
3. Jenis kelamin : Laki-laki
4. Agama : Islam
5. Pekerjaan : Berdagang
6. Alamat : Jl. Kapoposang Lr.130
7. Status : Menikah
8. Tanggal kunjungan : 12 Juni 2019
D. Fungsi Keluarga
No Fungsi Isian
1. Biologis A. Anggota Keluarga
1 Tn. A ( Kepala Keluarga)
2 Ny. H (Istri)
3 Tn. S (Anak)
4 Nn. M (Anak)
5 Tn. F (Anak)
6 Tn. F (Anak)
Jadi, Bentuk keluarga pasien ini adalah Nuclear family
(Keluarga Inti)
B. Riwayat Melahirkan
Melahirkan dengan dibantu :-
Pernah keguguran:-
Riwayat penyakit lain :-
C. Penyakit yang pernah diderita
Penyakit Menular: -
Penyakit kronis : -
D. Penyakit yang diderita saat ini :Diabetes Mellitus
Riwayat pemakaian KB :-
2. Sosial A. Kedudukan sosial dalam masyarakat : Masyarakat biasa
B. Keaktifan dalam kegiatan masyarakat : Sikap keluarga di
tengah masyarakat cukup baik. Dimana pasien dengan
tetangganya saling mengenal dan sering berbaur dengan
tetangganya.
3. Psikologis A. Penderita tinggal serumah dengan :hanya berdua dengan
istri
B. Hubungan antar anggota keluarga :Harmonis
C. Penyelesaian masalah dalam keluarga : Keluarga sangat
perhatian dan saling memberi support agar pasien ke
puskesmas berobat
4. Ekonomi A. Penghasilan utama keluarga dari :Hasil berdagang
dan B. Pekerjaan Penderita : Berdagang
Pemenuhan C. Pekerjaan anggota keluarga lain : -
Kebutuhan D. Sehari – hari makan dengan :Nasi, ikan, sayur, tempe
E. Biaya berobat: Gratis (Bpjs)
5. Penguasaa A. Keputusan penting keluarga dipegang oleh : Kepala
n Masalah Keluarga
dan B. Cara menyelesaikan masalah dengan keluarga : Berdiskusi
Kemampua dengan istri dan anak-anaknya.
n C. Hubungan dengan masyarakat sekitarnya : Pasien dengan
eradaptasi tetangganya saling mengenal, dan pasien sering berinteraksi
dengan tetangganya.
Total APGAR score Tn. A = 10 (fungsi keluarga dalam keadaan baik menandakan
tidak adanya disfungsi keluarga).
Kesimpulan :
Dalam keluarga pasien (Tn. A) tidak terdapat fungsi patologis. Pasien dengan
tetangga saling mengenal dan pasien juga berpartisipasi dengan kegiatan di
lingkungannya.
F. Struktur Keluarga (Genogram)
Tn. A Ny. H
Keterangan :
: Laki-Laki
: Perempuan
Tn.A Ny. H
Anak 4 Anak 1
Anak 3 Anak 2
Keterangan:
: Hubungan baik
KEADAAN RUMAH DAN LINGKUNGAN (FOTO)
Kamar tidur
DENAH RUMAH
Lantai 1 Lantai 2
Lantai 3
DAFTAR MASALAH
- Masalah medis
Penderita adalah seorang laki-laki berusia 65 tahun. Keluhan saat ini ialah
pasien mengalami luka dikakinya sejak 12 hari yang lalu. Luka terasa nyeri
dan berbau. Namun hal ini diabaikan oleh pasien karena, pasien beranggapan
bahwa luka tersebut dapat sembuh dengan sendirinya. Pasien juga adalah
penderita diabetes mellitus yang sudah dideritanya sejak tahun 2011 lalu.
Pasien saat ini rajin control ke puskesmas untuk menangani diabetes
mellitusnya.
- Masalah non medis
Tidak didapatkan masalah non medis.
Edukasi :
- Kami mengedukasi kepada pasien agar tetap menjaga pola makan, olahraga,
rajin control ke puskesmas dan rajin membersihkan lukanya agar tidak terjadi
infeksi yang berkepanjangan
TINJAUAN PUSTAKA
Diabetes Mellitus
A. Definisi Diabetes Mellitus
Diabetes Melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik
dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin,
kinerja insulin atau kedua-duanya.
Berdasarkan Perkeni tahun 2011 Diabetes Mellitus adalah penyakit gangguan
metabolisme yang bersifat kronis dengan karakteristikhiperglikemia. Berbagai
komplikasi dapat timbul akibat kadar gula darah yang tidak terkontrol, misalnya
neuropati, hipertensi, jantung koroner, retinopati, nefropati, dan gangren.
B. Epidemiologi
Diabetes Mellitus telah menjadi penyebab kematian terbesar keempat di
dunia. Setiap tahun ada 3,2 juta kematian yang disebabkan langsung oleh diabetes.
Terdapat 1 orang per 10 detik atau 6 orang per menit yang meninggal akibat
penyakit yang berkaitan dengan diabetes. Penderita DM di Indonesia sebanyak 4,5
juta pada tahun 1995, terbanyak ketujuh di dunia. Sekarang angka ini meningkat
menjadi 8,4 juta dan diperkirakan akan menjadi 12,4 juta pada tahun 2025 atau
urutan kelima di dunia.
C. Klasifikasi
Klasifikasi etiologi Diabetes mellitus menurut American Diabetes
Association, 2010 adalah sebagai berikut:
a. Diabetes tipe 1 (destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin
absolut): 1) Autoimun. 2) Idiopatik. Pada Diabetes tipe 1 (Diabetes Insulin
Dependent), lebih sering ternyata pada usia remaja. Lebih dari 90% dari sel
pankreas yang memproduksi insulin mengalami kerusakan secara permanen.
Oleh karena itu, insulin yang diproduksi sedikit atau tidak langsung dapat
diproduksikan. Hanya sekitar 10% dari semua penderita diabetes melitus
menderita tipe 1. Diabetes tipe 1 kebanyakan pada usia dibawah 30 tahun.
Para ilmuwan percaya bahwa faktor lingkungan seperti infeksi virus atau
faktor gizi dapat menyebabkan penghancuran sel penghasil insulin di
pankreas.
b. Diabetes tipe 2 (bervariasi mulai yang terutama dominan resistensi insulin
disertai defesiensi insulin relatif sampai yang terutama defek sekresi insulin
disertai resistensi insulin). Diabetes tipe 2 ( Diabetes Non Insulin Dependent)
ini tidak ada kerusakan pada pankreasnya dan dapat terus menghasilkan
insulin, bahkan kadang-kadang insulin pada tingkat tinggi dari normal. Akan
tetapi, tubuh manusia resisten terhadap efek insulin, sehingga tidak ada
insulin yang cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Diabetes tipe ini
sering terjadi pada dewasa yang berumur lebih dari 30 tahun dan menjadi
lebih umum dengan peningkatan usia. Obesitas menjadi faktor resiko utama
pada diabetes tipe 2. Sebanyak 80% sampai 90% dari penderita diabetes tipe
2 mengalami obesitas. Obesitas dapat menyebabkan sensitivitas insulin
menurun, maka dari itu orang obesitas memerlukan insulin yang berjumlah
sangat besar untuk mengawali kadar gula darah normal.
c. Diabetes tipe lain. 1) Defek genetik fungsi sel beta : 2) DNA mitokondria. 3)
Defek genetik kerja insulin. 4) Penyakit eksokrin pankreas : a) Pankreatitis. b)
Tumor/ pankreatektomi. c) Pankreatopati fibrokalkulus. 5) Endokrinopati. a)
Akromegali. b) Sindroma Cushing. c) Feokromositoma. d) Hipertiroidisme.
6) Karena obat/ zat kimia. 7) Pentamidin, asam nikotinat. 8) Glukokortikoid,
hormon tiroid. d. Diabetes mellitus Gestasional Cara diagnosis diabetes
melitus dapat dilihat dari peningkatkan kadar glukosa darahnya. Terdapat
beberapa kriteria diagnosis Diabetes Melitus berdasarkan nilai kadar gula
darah, berikut iniadalah kriteria diagnosis berdasarkan American Diabetes
Association tahun 2010. Kriteria Diagnostik Diabetes melitus menurut
American Diabetes Association 2010 :
1. Gejala klasik DM dengan glukosa darah sewaktu ≥ 200 mg/dl (11.1
mmol/L). Glukosa darah sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat
pada suatu hari tanpa memperhatikan waktu makan terakhir. Gejala
klasik adalah: poliuria, polidipsia dan berat badan turun tanpa sebab.
2. Kadar glukosa darah puasa ≥ 126 mg/ dl (7.0 mmol/L).Puasa adalah
pasien tak mendapat kalori sedikitnya 8 jam.
3. Kadar glukosa darah 2 jam PP ≥ 200 mg/ dl (11,1 mmol/L). Tes Toleransi
Glukosa Oral dilakukan dengan standar WHO, menggunakan beban
glukosa yang setara dengan 75 gr glukosa anhidrus yang dilarutkan ke
dalam air. Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal
atau DM, maka dapat digolongkan ke dalam kelompok Toleransi Glukosa
Terganggu (TTGO) atau Glukosa Darah Puasa Terganggu (GDPT)
tergantung dari hasil yang dipeoleh : TGT : glukosa darah plasma 2 jam
setelah beban antara 140- 199 mg/dl (7,8-11,0 mmol/L) GDPT : glukosa
darah puasa antara 100 – 125 mg/dl (5,6-6,9 mmol/L)
D. Patofisiologi
Pankreas adalah kelenjar penghasil insulin yang terletak di belakang
lambung. Di dalamnya terdapat kumpulan sel yang berbentuk seperti pula dalam
peta, sehingga disebut dengan pulau-pulau Langerhans pankreas. Pulau-pulau ini
berisi sel alpha yang menghasilkan hormon glukagon dan sel beta yang
menghasilkan hormon insulin. Kedua hormon ini bekerja secara berlawanan,
glukagon meningkatkan glukosa darah sedangkan insulin bekerja menurunkan
kadar glukosa darah . Insulin yang dihasilkan oleh sel beta pankreas dapat
diibaratkan sebagai anak kunci yang dapat membuka pintu masuknya glukosa ke
dalam sel. Dengan bantuan GLUT 4 yang ada pada membran sel maka insulin
dapat menghantarkan glukosa masuk ke dalam sel. Kemudian di dalam sel
tersebut glukosa di metabolisasikan menjadi ATP atau tenaga. Jika insulin tidak
ada atau berjumlah sedikit, maka glukosa tidak akan masuk ke dalam sel dan akan
terus berada di aliran darah yang akan mengakibatkan keadaan hiperglikemia.
Pada DM tipe 2 jumlah insulin berkurang atau dapat normal, namun reseptor di
permukaan sel berkurang. Reseptor insulin ini dapat diibaratkan lubang kunci
masuk pintu ke dalam sel. Meskipun anak kuncinya (insulin) cukup banyak,
namun karena jumlah lubangnya (reseptornya) berkurang maka jumlah glukosa
yang masuk ke dalam sel akan berkurang juga (resistensi insulin). Sementara
produksi glukosa oleh hati terus meningkat, kondisi ini menyebabkan kadar
glukosa meningkat.
F. Terapi
Non Farmakologi
a) Diet Terapi pengobatan nutrisi adalah direkomendasikan untuk semua
pasien diabetes mellitus, terpenting dari keseluruhan terapi nutrisi adalah
hasil yang dicapai untuk hasil metabolik optimal dan pemecahan serta
terapi dalam komplikasi. Individu dengan diabetes mellitus tipe 1 fokus
dalam pengaturan administrasi insulin dengan diet seimbang. Diabetes
membutuhkan porsi makan dengan karbohidrat yang sedang dan rendah
lemak, dengan fokus pada keseimbangan makanan. Pasien dengan
diabetes mellitus tipe 2 sering memerlukan pembatasan kalori untuk
penurunan berat badan.
b) Aktivitas Latihan aerobik meningkatkan resistensi insulin dan kontrol
gula pada mayoritas individu dan mengurangi resiko kardiovaskuler
kontribusi untuk turunnya berat badan atau pemeliharaan.
Farmakologi
Terapi farmakologi ditambahkan jika sasaran glukosa darah belum tercapai
dengan terapi non farmakologi.
a) Obat Hipoglikemik Oral (OHO)
Berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi 5 golongan :
1. Sulfonilurea
Obat hipoglikemik oral golongan sulfonilurea merupakan obat
pilihan (drug of choice) untuk penderita diabetes dewasa baru
dengan berat badan normal dan kurang serta tidak pernah mengalami
ketoasidosis sebelumnya. Senyawa-senyawa sulfonilurea sebaiknya
tidak diberikan pada penderita gangguan hati, ginjal dan tiroid.
Absorpsi senyawa-senyawa sulfonilurea melalui usus cukup baik,
sehingga dapat diberikan per oral. Senyawa sulfonilurea dibagi
menjadi dua golongan atau generasi senyawa. Golongan pertama
senyawa sulfonilurea mencakup tolbutamida, asetoheksamida,
tolazamida, dan klorpropamida. Sedangkan generasi kedua meliputi
glibenklamida (gliburida), glipizida, glikazida,dan glimepirida. Obat-
obat generasi kedua lebih kuat dibandingkan senyawa sebelumnya.
2. Biguanid
Satu-satunya senyawa biguanid yang masih dipakai sebagai obat
hipoglikemik oral saat ini adalah metformin. Obat ini mempunyai
efek utama mengurangi produksi glukosa hati (glukoneogenesis),
disamping juga memperbaiki ambilan glukosa perifer. Terutama
dipakai pada penderita diabetes gemuk. Metformin dikontra-
indikasikan pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal (kreatinin
serum > 1,5) dan hati, serta pasien-pasien dengan kecenderungan
hipoksemia (penyakit serebrovaskular, sepsis, syok, gagal jantung).
3. Glinid
Golongan ini terdiri dari 2 macam obat yaitu: repaglinid dan
nateglinid. Umumnya dipakai dalam bentuk kombinasi dengan obat-
obat antidiabetik lainnya.
4. Tiazolidindion
Golongan ini mempunyai efek menurunkan resistensi insulin
dengan meningkatkan jumlah protein pengangkut glukosa, sehingga
meningkatkan ambilan glukosa di perifer. Tiazolidindion
dikontraindikasikan pada pasien dengan gagal jantung kelas I-IV
karena dapat memperberat edema/retensi cairan dan juga pada
gangguan faal hati. Pada pasien yang menggunakan tiazolidindion
tidak digunakan sebagai obat tunggal.
5. Penghambat Alfa Glukosidase (Acarbose)
Obat ini bekerja dengan mengurangi absorbsi glukosa di usus
halus, sehingga mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah
sesudah makan. Acarbose tidak menimbulkan efek samping
hipoglikemia.
b) Terapi Insulin
Terapi insulin merupakan satu keharusan bagi penderita diabetes mellitus
tipe 1. Pada diabetes mellitus tipe 1, sel-sel β langerhans kelenjar
pankreas penderita rusak, sehingga tidak lagi dapat memproduksi insulin.
Sebagai penggantinya, maka penderita diabetes mellitus tipe 1 harus
mendapatkan insulin eksogen untuk membantu agar metabolisme
karbohidrat di dalam tubuhnya dapat berjalan normal. Walaupun
sebagian besar penderita diabetes mellitus tipe 2 tidak memerlukan
insulin, namun hampir 30% ternyata memerlukan insulin disamping
terapi hipoglikemik oral. Insulin diperlukan pada keadaan :
1) Penurunan berat badan yang cepat
2) Hiperglikemia berat yang disertai ketosis
3) Ketoasidosis diabetik
4) Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik
5) Hiperglikemia dengan asidosis laktat
6) Gagal dengan kombinasi OHO dosis hampir maksimal
7) Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA, Stroke)
8) Kehamilan dengan DM/diabetes mellitus gestasional yang tidak
terkendali dengan terapi gizi medis
9) Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat
10) Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO.
c) Terapi Kombinasi
Pemberian Obat Hipoglikemik Oral (OHO) maupun insulin selalu
dimulai dengan dosis rendah, untuk kemudian dinaikkan secara bertahap
sesuai dengan respon kadar glukosa darah. Terapi dengan OHO
kombinasi, harus dipilih dua macam obat dari kelompok yang
mempunyai mekanisme kerja berbeda. Bila sasaran kadar glukosa darah
belum tercapai, dapat diberikan kombinasi tiga OHO dari kelompok yang
berbeda, atau kombinasi OHO dengan insulin. Pada pasien yang disertai
dengan alasan klinik dimana insulin tidak memungkinkan untuk dipakai,
dipilih terapi dengan kombinasi tiga OHO.
C. PEMERIKSAAN FISIS
1. Tinggi badan : 150 cm
2. Berat badan : 33 kg
3. Tanda Vital :
- TD : 100/80 mmHg
- Nadi : 80x/menit
- Pernapasan : 24x/menit
- Suhu : 36 oC
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Sputum (+) Nanah lendir sewaktu/pagi (+)
E. DIAGNOSIS :
- TB PARU
F. PENATALAKSANAAN
Pengobatan Farmakologi :
- Obat Anti Tuberculosis (OAT)
Pengobatan Non Farmakologi
- Istirahat yang cukup
Analisa Kasus :
Keduduka Penderita
No Nama L/p Umur Pendidikan Pekerjaan Ket
n Klinik
Mengurus
Tamat
1 Ny. J Istri P 72 Rumah TB Paru
SD/SEDERAJAT
Tangga
Tidak
2 Nn. R Anak P 44 SLTA/SEDERAJAT Kolesterol
bekerja
DIPLOMA
3 Tn. A Anak L 35 Berdagang Asam Urat
IV/STRATA I
4 Ny. F Menantu P 30 SMP/SEDERAJAT Berdagang -
5 Tn. I Cucu L 11 SD/SEDERAJAT Pelajar -
Belum
6 Nn. A Cucu P 2 Tidak/belum sekolah -
sekolah
B. Identitas Pasien
1. Nama : Ny. J
2. Umur : 72 tahun
3. Jenis kelamin : Perempuan
4. Agama : Islam
5. Pekerjaan : Ibu rumah tangga
6. Alamat : Jl. Tinumbu
7. Status : Sudah Menikah
8. Tanggal Kunjungan : 12 Juni 2019
6. Diagnostik Holistik :
1. Aspek Personal
a) Alasan kedatangan :
b) Kekhawatiran :
c) Persepsi :
d) Harapan :
2. AspekKlinik :
Kasus baru TB paru
3. Aspek Risiko Internal :
Pengetahuan yang kurang tentang pencegahan penularan
TB paru dari saudara perempuan pasien yang sering
berkunjung ke rumah pasien.
4. Aspek Risiko Eksternal
a) Lingkungan tempat tinggal :
Keadaan rumah dengan ventilasi dan pencahayaan yang
cukup dan jendela dikamar pasien selalu terbuka
semenjak pasien sakit.
b) Sosial ekonomi :
No Fungsi Isian
Biologis
1. A. Anggota Keluarga
T
1 Ny.J ( Kepala Keluarga)
2 Nn.R (Anak)
3 Tn. A (Anak)
4 Ny. F (Menantu)
5 Tn.A (Cucu)
6 Nn. N (Cucu)
B. Riwayat Melahirkan
Penyakit Menular : -
Penyakit kronis :-
Sosial
2. A. Kedudukan sosial dalam masyarakat : Masyarakat biasa
Psikologis
3. A. Penderita tinggal serumah dengan :
Harmonis
Penguasaan
5. A. Keputusan penting keluarga dipegang oleh :
Masalah dan
Kemampuan
Pasien
Beradaptasi
B. Cara menyelesaikan masalah dengan keluarga :
1. Adaptation
Kemampuan anggota keluarga tersebut beradaptasi dengan anggota
keluarga yang lain, serta penerimaan, dukungan dan saran dari anggota
keluarga yang lain.
2. Partnership
3. Growth
4. Affection
5. Resolve
Menggambarkan kepuasan anggota keluarga tentang kebersamaan dan
waktu yang dihabiskan bersama anggota keluarga yang lain. Di mana jika
jarang/tidak sama sekali diberi nilai 0, kadang – kadang bernilai 1dan
sering/selalu diberi nilai 2
Terdapat interpretasi penilaian yaitu:
Kesimpulan:
Dalam keluarga pasien (Ny. J) tidak terdapat fungsi patologis. Pasien dengan
tetangga saling mengenal dan pasien juga berpartisipasi dengan kegiatan di
lingkungannya.
G. Struktur Keluarga
X
X
Keterangan :
Laki-Laki
Perempuan
Saudara Perempuan (+)TB Paru
Ny. J (+) TB Paru
X
X
Menantu Cucu 1
Keterangan:
: Hubungan baik
Denah Rumah
Lantai 1 Lantai 2
Pintu
Kamar WC
Dapur
Tangga
Kamar
Pintu
WC Kamar Kamar
J. Daftar Masalah
- Masalah Medis
Penderita adalah seorang ibu rumah tangga berusia 72 tahun. Awalnya
pasien pergi berobat ke Puskesmas untuk mengobati keluhan batuknya.
Oleh pihak Puskesmas pasien diminta untuk melakukan pemeriksaan
dahak dan akhirnya pasien mendatangi Balai Besar Kesehatan Paru dan
hasil sputum pasien positif. Hasilnya pasien dinyatakan menderita
tuberkulosis. Pasien memiliki riwayat kontak dengan penderita TB yaitu
saudara perempuan yang sering berkunjung ke rumah pasien. Ny. J
(pasien) merupakan seorang ibu yang tinggal bersama dua orang anak,
seorang menantu dan dua orang cucu yang masih kecil sehingga sangat
beresiko tertular penyakit yang diderita Ny.J dikarenakan sistem imunnya
yang belum terbentuk sempurna.
TINJAUAN PUSTAKA
Tuberkulosis Paru
A. Definisi
Tuberkulosis paru adalah penyakit radang parenkim paru karena infeksi
kuman mycobacterium tuberculosis. Tuberkulosis paru termasuk suatu
pneumonia, yaitu pneumonia yang disebaban oleh M. tuberculosis. Tuberkulosis
paru mencangkup 80% dari keseluruhan kejadian penyakit tuberkulosis,
sedangkan 20% selebihnya merupakan tuberkulosis ekstrapulmonar. Diperkirakan
bahwa sepertiga penduduk dunia pernah terinfeksi kuman M.tuberculosis.1,2,3
B. Epidemiologi
Tuberkulosis (TB) sampai dengan saat ini masih merupakan salah satu
masalah kesehatan masyarakat di dunia walaupun upaya penanggulangan TB telah
dilaksanakan di banyak negara sejak tahun 1995.4
Menurut laporan WHO tahun 2015, ditingkat global diperkirakan 9,6 juta
kasus TB baru dengan 3,2 juta kasus diantaranya adalah perempuan. Dengan 1,5
juta kematian karena TB dimana 480.000 kasus adalah perempuan. Dari kasus TB
tersebut ditemukan 1,1 juta (12%) HIV positif dengan kematian 320.000 orang
(140.000 orang adalah perempuan) dan 480.000 TB Resistan Obat (TB-RO)
dengan kematian 190.000 orang. Dari 9,6 juta kasus TB baru, diperkirakan 1 juta
kasus TB Anak (di bawah usia 15 tahun) dan 140.000 kematian/tahun.4
Jumlah kasus TB di Indonesia menurut Laporan WHO tahun 2015,
diperkirakan ada 1 juta kasus TB baru pertahun (399 per 100.000 penduduk)
dengan 100.000 kematian pertahun (41 per 100.000 penduduk). Diperkirakan
63.000 kasus TB dengan HIV positif (25 per 100.000 penduduk). Angka
Notifikasi Kasus (Case Notification Rate/CNR) dari semua kasus, dilaporkan
sebanyak 129 per 100.000 penduduk. Jumlah seluruh kasus 324.539 kasus,
diantaranya 314.965 adalah kasus baru. Secara nasional perkiraan prevalensi HIV
diantara pasien TB diperkirakan sebesar 6,2%. Jumlah kasus TB-RO diperkirakan
sebanyak 6700 kasus yang berasal dari 1,9% kasus TB-RO dari kasus baru TB dan
ada 12% kasus TB-RO dari TB dengan pengobatan ulang.4
Penyebab utama yang mempengaruhi meningkatnya beban TB antara lain:4
1. Belum optimalnya pelaksanaan program TB selama ini diakibatkan karena
masih kurangnya komitmen pelaksana pelayanan, pengambil kebijakan,
dan pendanaan untuk operasional, bahan serta sarana prasarana.
C. Etiologi
Tuberkulosis adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh kuman
Mycobacterium tuberculosis. Terdapat beberapa spesies Mycobacterium, antara
lain: M.tuberculosis, M.africanum, M. bovis, M. Leprae dsb. Yang juga dikenal
sebagai Bakteri Tahan Asam (BTA). Kelompok bakteri Mycobacterium selain
Mycobacterium tuberculosis yang bisa menimbulkan gangguan pada saluran nafas
dikenal sebagai MOTT (Mycobacterium Other Than Tuberculosis) yang terkadang
bisa mengganggu penegakan diagnosis dan pengobatan TB.4,5
Secara umum sifat kuman Mycobacterium tuberculosis antara lain adalah sebagai
berikut:4,5
Berbentuk batang dengan panjang 1-10 mikron, lebar 0,2 – 0,6 mikron.
Tahan terhadap suhu rendah sehingga dapat bertahan hidup dalam jangka
waktu lama pada suhu antara 4°C sampai minus 70°C.
Kuman sangat peka terhadap panas, sinar matahari dan sinar ultra violet.
Paparan langsung terhada sinar ultra violet, sebagian besar kuman akan
mati dalam waktu beberapa menit. Dalam dahak pada suhu antara 30-37°C
akan mati dalam waktu lebih kurang 1 minggu.
D. Patogenesis
1. Tuberkulosis Primer
Kuman tuberkulosis yang masuk melalui saluran napas akan bersarang di
jaringan paru sehingga akan terbentuk suatu sarang pneumoni, yang disebut
sarang primer atau afek primer. Sarang primer ini mungkin timbul di bagian
mana saja dalam paru, berbeda dengan sarang reaktivasi. Dari sarang primer
akan kelihatan peradangan saluran getah bening menuju hilus (limfangitis
lokal). Peradangan tersebut diikuti oleh pembesaran kelenjar getah bening di
hilus (limfadenitis regional). Afek primer bersama-sama dengan limfangitis
regional dikenal sebagai kompleks primer. Kompleks primer ini akan
mengalami salah satu nasib sebagai berikut : 2,3
1. Sembuh dengan tidak meninggalkan cacat sama sekali (restitution ad
integrum)
2. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas (antara lain sarang Ghon,
garis fibrotik, sarang perkapuran di hilus)
3. Menyebar dengan cara :
a. Perkontinuitatum, menyebar ke sekitarnya Salah satu contoh adalah
epituberkulosis, yaitu suatu kejadian penekanan bronkus, biasanya
bronkus lobus medius oleh kelenjar hilus yang membesar sehingga
menimbulkan obstruksi pada saluran napas bersangkutan, dengan
akibat atelektasis. Kuman tuberkulosis akan menjalar sepanjang
bronkus yang tersumbat ini ke lobus yang atelektasis dan
menimbulkan peradangan pada lobus yang atelektasis tersebut, yang
dikenal sebagai epituberkulosis.
b. Penyebaran secara bronkogen, baik di paru bersangkutan maupun ke
paru sebelahnya atau tertelan
E. Klasifikasi Tuberkulosis
A). Tuberkulosis Paru
Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan paru, tidak
termasuk pleura. 4,5
1. Berdasar hasil pemeriksaan dahak (BTA)
TB paru dibagi atas:
a. Tuberkulosis paru BTA (+) adalah:
Sekurang-kurangnya 1 dari 2 spesimen dahak menunjukkan hasil BTA
positif 4
d. Kasus gagal Adalah pasien BTA positif yang masih tetap positif atau
kembali menjadi positif pada akhir bulan ke-5 (satu bulan sebelum akhir
pengobatan) atau akhir pengobatan.
(5)
e. Kasus Bekas TB:
Hasil pemeriksaan BTA negatif (biakan juga negatif bila ada) dan
gambaran radiologi paru menunjukkan lesi TB yang tidak aktif, atau
foto serial menunjukkan gambaran yang menetap. Riwayat pengobatan
OAT adekuat akan lebih mendukung
3. Tuberkulosis Ekstraparu
Tuberkulosis ekstraparu adalah tuberkulosis yang menyerang organ tubuh
lain selain paru, misalnya kelenjar getah bening, selaput otak, tulang, ginjal,
saluran kencing dan lain-lain. 4,5
Diagnosis sebaiknya didasarkan atas kultur positif atau patologi anatomi
dari tempat lesi. Untuk kasus-kasus yang tidak dapat dilakukan pengambilan
spesimen maka diperlukan bukti klinis yang kuat dan konsisten dengan TB
ekstraparu aktif.4,5
F. Diagnosa
Sesak napas
Nyeri dada
Gejala respiratori ini sangat bervariasi, dari mulai tidak ada gejala sampai
gejala yang cukup berat tergantung dari luas lesi. Kadang pasien terdiagnosis
pada saat medical check up. Bila bronkus belum terlibat dalam proses
penyakit, maka pasien mungkin tidak ada gejala batuk. Batuk yang pertama
terjadi karena iritasi bronkus, dan selanjutnya batuk diperlukan untuk
membuang dahak ke luar. 2,3
2. Gejala sistemik
Demam merupakan salah satu tanda inflamasi. Demam pada penyakit
tuberculosis biasanya hilang timbul, biasanya muncul pada sore hari.
Mekanisme demam sendiri yaitu mikroorganisme yang masuk ke dalam
jaringan atau darah akan difagositosis oleh leukosit darah, makrofag, dan
sel mast. Setelah memfagositosis, sel ini akan mengeluarkan IL-1 ke
dalam cairan tubuh disebut sebagai pirogen endogen. IL-1 menginduksi
pembentukan prostaglandin akan menstimulus hipotalamus sebagai pusat
termoregulator untuk meningkatkan temperatur tubuh dan terjadi demam
atau panas. 2,3
gejala sistemik lain adalah malaise, keringat malam, anoreksia dan berat
badan menurun2,3
o Keringat malam ini kemungkinan disebabkan oleh karena kuman yang
menginfeksi penderita, misalnya kuman Mycobacterium Tuberculosis,
mengadakan metabolisme seperti pembelahan didalam tubuh penderita
sehingga terjadilah manifestasi keringat. Sebenarnya, keringat yang
disebut disini tidak hanya terjadi pada malam hari saja tetapi juga
terjadi setiap saat. Namun, pada pagi dan siang hari umumnya penderita
melakukan aktivitas fisik jadi keringat akibat metabolisme kuman
tersebut menjadi samar.2,3
Pada pemeriksaan fisik kelainan yang akan dijumpai tergantung dari organ
yang terlibat. Pada tuberkulosis paru, kelainan yang didapat tergantung luas
kelainan struktur paru. Pada permulaan (awal) perkembangan penyakit umumnya
tidak (atau sulit sekali) menemukan kelainan. Kelainan paru pada umumnya
terletak di daerah lobus superior terutama daerah apeks dan segmen posterior,
serta daerah apeks lobus inferior. Pada pemeriksaan dapat ditemukan antara lain
suara napas bronkial, amforik, suara napas melemah, ronki basah, tanda-tanda
penarikan paru, diafragma dan mediastinum. Bila adanya infiltrat yang meluas
maka didapatkan perkusi yang redup dan auskultasi yang suara nafas yang
bronkial, dan juga suara nafas tambahan ronki basah kasar dan nyaring. Tetapi bila
infiltrat disertai dengan penebalan dinding pleura maka akan terdengar suara nafas
yang melemah. Bila terjadi kavitas yang cukup besar, pada perkusi akan
didapatkan hipersonor. 1,2,3
3) Pemeriksaan Laboratorium
1. Pemeriksaan Bakteriologi
c. Pemeriksaan Biakan
Pasien TB anak
4) Pemeriksaan Radiologik
Pemeriksaan standar ialah foto toraks PA. Pemeriksaan lain atas indikasi:
foto lateral, top-lordotik, oblik, CT-Scan. Pada pemeriksaan foto toraks,
tuberkulosis dapat memberi gambaran bermacam-macam bentuk (multiform).
2,3
o Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan
atau nodular. Bayangan bercak milier.
o Kalsifikasi
o Lesi minimal , bila proses mengenai sebagian dari satu atau dua paru
dengan luas tidak lebih dari sela iga 2 depan (volume paru yang terletak di
atas chondrostemal junction dari iga kedua depan dan prosesus spinosus
dari vertebra torakalis 4 atau korpus vertebra torakalis 5), serta tidak
dijumpai kaviti
Etambutol
Grup D
4. Paduan OAT untuk pasien TB Resistan Obat: terdiri dari OAT lini ke-2
yaitu Kanamisin, Kapreomisin, Levofloksasin, Etionamide, Sikloserin,
Moksifloksasin, PAS, Bedaquilin, Clofazimin, Linezolid, Delamanid dan
obat TB baru lainnya serta OAT lini-1, yaitu pirazinamid and etambutol.
2 BULAN 4 BULAN
BB HARIAN HARIAN HARIAN 3X/MINGGU
RHZE RHZ RH RH
30-37 2 2 2 2
38-54 3 3 3 3
55-70 4 4 4 4
>71 5 5 5 5
3 + 750 mg S 3 3 3 + 3 tab E
38-54
Penentuan dosis terapi kombinasi dosis tetap 4 obat berdasarkan rentang dosis
yang telah ditentukan oleh WHO merupakan dosis yang efektif atau masih
termasuk dalam batas dosis terapi dan non toksik.Pada kasus yang mendapat obat
kombinasi dosis tetap tersebut, bila mengalami efek samping serius harus dirujuk
ke rumah sakit / dokter spesialis paru / fasiliti yang mampu menanganinya. 4,5
H. Komplikasi
Pada pasien tuberkulosis dapat terjadi beberapa komplikasi, baik sebelum
pengobatan atau dalam masa pengobatan maupun setelah selesai pengobatan.
Komplikasi dibagi atas komplikasi dini dan komplikasi lanjut1,2,3
DAFTAR PUSTAKA