Anda di halaman 1dari 52

LAPORAN PBL

MODUL I BLOK CARDIOVASKULER


“NYERI DADA”

DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 3

PUTRI YUNAN CHAERUNNISYA 11020160011


RINANG REGLY MAHENDRA 11020160024
NURUL FITRIAH JUNAID 11020160046
ARUM DWI HAERUNNISA 11020160065
MUHAMMAD SYAWAL RAHIS 11020160079
RATIH PUSMAWATI 11020160103
GITA ANANDA PRATIWI 11020160117
RIFKA AUGINA ISLAMI 11020160127
HABIB YASSIN MAHMUD 11020160141
EMA MAGFIRAH 11020160156

TUTOR : dr. Wisudawan, M.Kes, Sp.JP

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan atas kehadiran Allah SWT atas rahmat dan
hidayah-Nya serta kemudahan yang telah diberikan sehingga kami dapat dapat
menyelesaikan laporan ini dengan judul “NYERI DADA”. Dan tak lupa kami
kirimkan salam dan shalawat kepada junjungan nabi besar Muhammad SAW yang
telah membawa kita dari alam penuh kebodohan ke alam yang penuh kepintaran.
Mengingat bahwa dalam pembuatan laporan ini tidak lepas dari berbagai
pihak yang membantu dalam penyusunan laporan ini, baik langsung maupun tidak
langsung.Oleh karena itu kami mengucapkan terima kasih kepada pihak yang telah
membantu kami.
Kami menyadari bahwa dalam menulis Laporan ini mungkin masih banyak
kekurangannya.Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat
kami harapkan demi perbaikan laporan-laporan kami selanjutnya.Kami mohon maaf
jika ada kesalahan dalam penulisan kata karena kebenaran hanya milik-Nya semata.
Demikian harapan kami, semoga bermanfaat bagi penulis khususnya dan
pembaca pada umumnya.
Makassar, 17 Maret 2018

Penyusun
SKENARIO 3
Tuan M, 47 tahun datang ke Unit Gawat Darurat dengan nyeri dada hebat
yang sudah dirasakan sejak 3 jam sebelum masuk Rumah Sakit. Keluhan dirasakan
terus menerus dan makin memberat dengan aktivitas disertai keringat dingin. Nyeri
dada dirasakan sampai terasa sulit bernapas.
Dari informasi tambahan nyeri dada dirasa tembus kebelakang yang tiba-tiba,
sebelumnya tidak ada nyeri seperti ini,. Nyeri bersifat tajam, teriris dan terus menerus
selama 3 jam terakhir. Dari pemeriksaan fisik: pulsus defisit, tekanan darah 200/110
mmHg, nadi 100x permenit, murmur diastolik, dengan kontur maksimal ICS II linea
parasternalis dextra grade ¾. Pemeriksaan radiologi gambaran aorta knob melebar,
apex jantung tertanam disertai pelebaran mediastinum.
KLARIFIKASI KATA SULIT
Tidak ada
KATA/KALIMAT KUNCI
1. Tuan M 47 tahun
2. Nyeri dada hebat sejak 3 jam sebelum masuk rumah sakit
3. Keluhan terus menerus, memberat ketika aktivitas, dan keringat dingin
4. Nyeri dirasakan sampai sulit bernapas.
5. TD pada saat masuk 200/110 mmHg, nadi 110x/menit.
PERTANYAAN PENTING
1. Jelaskan gambaran anatomi dan fisiologi organ yang terlibat!
2. Bagaimana mekanisme, klasifikasi, dan factor resiko nyeri dada?
3. Perbedaan nyeri dada kardio dan non kardio?
4. Mengapa nyeri tambah berat saat aktivitas disertai sesak nafas dan keringat
dingin?
5. Langkah-langkah diagnosis?
6. Diagnosis banding pada scenario?
7. Penatalaksanaan awal yang tepat pada scenario?
8. Perspektif islam sesuai scenario?
JAWABAN PERTANYAAN
1. Gambaran anatomi dan fisiologi organ yang terlibat
A. Anatomi
Jantung adalah organ berongga dan memiliki empat ruang yag terletak antara
kedua paru- paru di bagian tengah rongga toraks. Dua pertiga jantung terletak
di sebelah kiri garis midsternal. Jantung dilindungi mediastinum. Jantung
berukuran kurang lebih sebesar kepalan tangan pemiliknya. Bentuk seperti
kerucut tumpul. Ujung atas yang lebar mengarah ke bahu kanan, ujung bawah
yang mengerucut mengarah ke panggul kiri.
a. Pelapis jantung
1. Perikardium
Adalah kantong berdinding ganda yg dapat membesar dan mengecil,
membungkus jantung dan pembuluh drah besar, kantong ini melekat pada
diafragma, sternum, dan pleura yang membungkus paru-paru.Terdiri dari :
lapisan fibrosa luar dan lapisan serosa dalam
2. Lapisan fibrosa luar
Pada perikardium tersusun dari serabut kolagen yg membentuk lapisan
jaringan ikat rapat untuk melindungi jantung
3. Lapisan serosa dalam
a. Membran viseral (epikardium) ; menutup permukaan jantung
b. Membran parietal ; melapisi permukaan bagian dalam fibrosa perikardium
4. Rongga perikardia
Ruang potensial antara membran viseral dan parietal. Ruang ini mengandung
cairan perikardial yang disekresi lapisan serosa untuk melumasi membran dan
mengurangi friksi.
b. Dindingjantung
a. Epikardium ; tersusun dari lapisan sel-sel mesotelial yang berada di atas
jaringan ikat.
b. Miokardium ; tengah terdiri dari jaringan otot jantung yang berkontraksi
untuk memompa darah.
c. Endokardium ; tersusun dari lapisan endotelial yang terletak di atas jaringan
ikat. Lapisan ini melapisi jantung, katup, dan menyambung dengan lapisan
endotelial yang melapisi pembuluh darah yang memasuki dan meninggalkan
jantung.
c. Ruang Jantung
Terdapat 4 ruang jantung :
I. Atrium
1. Atrium kanan Terletak dalam bagian superior kanan jantung, menerima
darah dari seluruh jaringan kecuali paru – paru.
2. Atrium kiri terletak di bagian superior kiri jantung, berukuran lebih kecil
dari atrium kanan, tetapi dinding nya lebih tebal. Atrium kiri menampung
empat vena pulmonalis yang mengembalikan darah teroksigenasi dari paru-
paru.
3. Sinus koroner membawa kembali darah dari dinding jantung itu sendiri
II. Ventrikel
1. Ventrikel kanan terletak di bagian inferior kanan pada apeks jantun. Darah
meninggalkan ventrikel kanan melalui trunkus pulmonar dan mengalir
melewati jarak yang pendek ke paru paru.
2. Ventrikel kiri terletak di bagian inferior kiri pada apeks jantung. Tebal
dinding nya 3 kali tebal dinding ventrikel kanan. Darah meninggalkan
ventrikel kiri melalui aorta dan mengalir ke seluruh bagian tubuh kecuali paru
paru.
d. Batas jantung
1. Batas kanan jantung
a. 2 cm dari ics 2 dextra linea sternalis ke arah lateral
b. Turun ke kaudal, costa 5 kanan (proyeksi)
2. Batas kiri jantung
a. Spatium intercostalis 2, 3 cm dari linea sternalis
b. Bawah (ictus cordis)
c. Spatium intercosta 5, lateral linea parasternal
3. Cranial
Sama dengan batas kanan
4. Trabecullae carneae
a. Adalah hubungan otot bundar atau tidak teratur yang menonjol dari
permukaan bagian dalam kedua ventrikel ke rongga ventrikular.
b. Otot papilaris: penonjolan otot trabeculae carneae ke tempat perlekatan
korda kolagen katup jantung (chordae tendineae)
c. Pita moderator : pita lengkung otot pada ventrikel kanan yang memanjang
ke arah transversal dari septum interventrikular menuju otot papilaris anterior.
e. Katup Jantung
1. Katup trikuspid (terletak antara atrium kanan dan ventrikel kanan)
a. Mempunyai 3 katup jaringan ikat fibrosa iregular yang melapisi
endokardium.
b. Bagian ujung daun melekat pada chordae tendineae (hearth string) yang
melekat pada otot papilaris.
c. Chordae tendinase berfungsi untuk mencegah terjadinya pembalikan daun
katup ke arah belakang menuju atrium.
Chordae tendinase
2. Katup Bikuspid (mitral)
a. Terletak antara atrium kiri dan ventrikel kiri.
b. Katup ini melekat pada chordeae tendineae dan oto papilaris, fungsinya
sama dengan fungsi katup trikuspid.
3. Katup semilunar aorta dan pulmonar ; terletak di jalur keluar ventrikular
jantung sampai ke aorta dab trungkus pulmonar.
4. Katup semilunar berbentuk seperti bulan sabit, yang tepi konveksinya
melekat pada bagian pembuluh darah.
5. Batas katup (auskultasi )
a. V.mitral , ictus cordis : intercosta kiri 5
b. V.tricuspid : Intercosta 5 kanan, linea sternalis kanan
c. V. Aorta : Intercosta 2 kanan, linea sternalis kanan
d. V.pulmonalis : Intercostalis 2 kiri, linea sternalis kiri
Referensi:
Buku anatomi daily more
B. Fisiologi

SISTEM SIRKULASI JANTUNG


1. Sistem Sirkulasi Pulmoner (Paru)
Sistem sirkulasi paru dimulai ketika darah kotor (darah yang banyak
mengandung CO2 tetapi sedikit mengandung O2, berasal dari Vena Cava
Inferior dan Superior) mengalir meninggalkan jantung kanan dari
ventrikel dextra melalui arteri pulmonalis menuju paru-paru (kanan dan
kiri) kemudian kembali ke jantung dengan membawa banyak darah bersih
(kaya akan O2)) mengalir melalui vena pulmonalis kemudian darah
masuk ke atrium sinistra. Kecepatan aliran darah di dalam arteri
pulmonalis ± 18 cm/detik dimana kecepatan ini lebih lambat dibandingkan
dengan kecepatan aliran darah di dalam aorta. Di dalam paru kiri dan
kanan, darah mengalir ke kapiler paru-paru dimana terjadi pertukaran zat
dan cairan melalui proses filtrasi dan reabsorbsi serta difusi. Di kapiler
paru-paru terjadi pertukaran gas O2 dan CO2 sehingga menghasilkan
darah
bersih yang kaya akan oksigen. Darah bersih selanjutnya keluar dari paru-
paru melalui vena pulmonalis memasuki atrium sinistra. Kecepatan aliran
darah di dalam kapiler paru sangat lamban, namun setelah mencapai vena
pulmonalis kecepatan aliran darah meningkat kembali Seperti halnya
aorta, arteri pulmonalis hingga kapiler juga mangalami pulsasi
(berdenyut/0. Selanjutnya darah mengalir dari atrium sinistra melalui
katup mitral masuk ke ventrikel sinistra lalu dipompa keluar dari jantung
ke seluruh tubuh melalui aorta. Setelah itu mulai lah sistem sirkulasi
sistemik. Kemudian siklus ini berjalan terus secara berkesinambungan.
2. Sistem Sirkulasi Sistemik
Sistem sirkulasi sistemik dimulai ketika darah bersih dipompa keluar dari
jantung melalui ventrikel sinistra ke aorta lalu ke seluruh tubuh melalui
arteri-arteri hingga mencapai pembuluh kapiler (pembuluh darah dengan
diameter paling kecil). Kapiler melakukan gerakan kontraksi dan dan
relaksasi secaa bergantian yang disebut dengan vasomotion, sehingga
darah di dalamnya mengalir secara terputus-putus (intermittent) .
vasomotion terjadi secara periodik dengan interval 15 detik-3 menit
sekali. Darah mengalir secara sangat lamban di dalam pembuluh kapiler
dengan kecepatan rata-rata 0,7 mm/detik. Dengan aliran darah yang
lambat ini memungkinkan terjadinya pertukaran zat melalui dinding
kapiler. Pertukaran zat ini terjadi melalui proses difusi, pinositosis dan
transport vesikuler serta filtrasi dan reabsorbsi. Ujung kapiler yang
membawa darah bersih dinamakan arteriole sedangkan ujung kapiler yang
membawa darah kotor dinamakan venule. Terdapat hubungan antara
arteriole dengan venule melalui ‘arteria-vena anastomose (A-V
Anastomosis). Darah dari arteriole mengalir ke dalam venule kemudian
melalui pembuluh vena cava superior dan inferior kembali ke jantung
masuk ke atrium dextra, selanjutnya darah melalui katup trikuspidalis
mengalir masuk ke ventrikel dextra.
3. Sirkulasi Koroner
Sirkulasi koroner meliputi seluruh permukaan jantung dan membawa
oksigen yang cukup untuk otot jantung. Arteri koronaria menerima 5%
dari curah jantung dan biasa meningkat mencapai 25% bila
diperlukan.Seluruh miokardium mendapat suplai darah dari arteri
koronaria dextra dan arteri koronaria sinistra.dimana arteri koronaria
sinistra bercabang menjadi arteri koronaria sinister ramus
interventrikularis anterior dan arteri koronaria sinister ramus sirkumflexa.
Sementara arteri koronaria dextra bercabang menjadi arteri koronaria
dextra ramus marginalis dan arteri koronaria dextra ramus
interventrikularis posterior.
Sebagian besar vena cordis seperti vena cardiaca magna, vena cardiaca
media, vena posterior ventriculi sinister, vena cardiaca parva dan vena
oblique atria sinistra bermuara ke dalam sinus coronaries kecuali vena
cordis anterior yang berada pada facies anterior ventriculus dexter dan
bermuara langsung ke dalam atrium dexter.
AKTIVITAS LISTRIK DI JANTUNG
Kontraksi sel otot jantung untuk menyemprotkan darah dipicu oleh
potensial aksi yang menyapu ke seluruh membrane sel otot. Jantung
berkontraksi atau berdenyut secara ritmis akibat potensial aksi yang
dihasilkannya sendiri yang disebut dengan “otoritmisitas” .
Sel-sel otot jantung non kontraktil yang mampu melakukan otoritmisitas
terletak di tempat- tempat berikut :
1. SA Node / Sino-Atrial Node
Merupakan suatu daerah kecil khusus di dinding atrium dextra dekat pintu
masuk vena cava superior. Sel-sel dalam SA Node ini bereaksi secara
otomatis dan teratur mengeluarkan impuls dengan frekuensi 60-100
kali/menit kemudian menjalar ke atrium sehingga menyebabkan seluruh
atrium terangsang
2. AV Node / Atrio-Ventricular Node
Kumpulan berkas kecil sel-sel otot jantung khusus yang terletak di dasar
atrium dextra dekat septum intermodal bagian kanan di atas katup
trikuspid. Sel-sel dalam AV node juga dapat mengeluarkan impuls
dengan frekuensi lebih rendah yakni 40-60 kali/menit . oleh karena AV
node mengeluarkan impuls lebih rendah maka dikuasai oleh SA node yang
mempunyai impuls lebih tinggi. Bila SA node rusak, maka impuls akan
dikeluarkan oleh AV node.
3. Berkas His / Berkas Atrioventrikular
Kumpulan sel-sel khusus yang berasal dari AV node dan terletak di
septum interventrikular. Di sini berkas tersebut terbagi menjadi 2 cabang
yaitu cabang berkas kanan (right bundle branch) dan cabang berkas kiri
(left bundle branch) dimana kedua cabang ini turun menyusuri septum,
melengkung mengelilingi ujung rongga ventrikel dan berjalan balik ke
arah atrium di sepanjang dinding luar.
4. Serabut Purkinje
Serat-serat halus terminal yang menjulur dari berkas His dan menyebar ke
seluruh miokardium ventrikel seperti ranting kecil dari suatu cabang
pohon. Serabut ini mengadakan kontak dengan sel-sel ventrikel. Dari sel-
sel ventrikel impuls dialirkan ke sel-sel yang terdekat sehingga seluruh
sel akan dirangsang. Di ventrikel juga tersebar sel-sel pace maker
(impuls) yang secara otomatis mengeluarkan impuls dengan frekuensi 20-
40 kali/menit. Impuls untuk terjadinya kontraksi jantung berasal dari SA
node yang terletak pada dinding atrium dextra. SA node meneruskan
impulsnya ke AV node melalui traktus intermodal. Ada tiga traktus
intermodal yaitu wenkebach, bachman dan tohrel. Impuls dari AV node
diteruskan ke berkas His kemudian ke serabut purkinje kiri dan kanan,
selanjutnya menyebar ke seluruh dinding ventrikel.
REFERENSI :
Guyton and Hall. 2007. Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit .
Jakarta : EGC
Sherwood L. 2012. Fisiologi Manusia Dari Sel ke Sistem. Ed 6. Jakarta :
EGC
2. Definisi , patofisiologi, dan factor resiko nyeri dada

Pengertian nyeri dada

Nyeri dada merupakan salah satu keluhan yang paling banyak


dijumpai pada ruang perawatan akut. Penyebab nyeri dada akut meliputi:
kardiak, gastroesofageal, muskuloskeletal, dan pulmonal. Penyakit jantung
merupakan salah satu penyebab kematian terbanyak di Amerika Serikat oleh
karena itu mengenali penyebab kardiak sangatlah penting pada keadaan nyeri
dada akut.

Walaupun demikian, patut diperhati- kan bahwa penyebab nonkardiak


pun dapat berakibat fatal. Walaupun teknologi kedokteran berkembang sangat
maju, anamnesis dan pemeriksaan fisik yang teliti masih menjadi komponen
terpenting dalam mengevaluasi pasien dengan nyeri dada. Karakterikstik
nyeri, meliputi lokasi, durasi, radiasi, dan kualitas serta gejala penyerta
penting untuk ditelusuri. Artikel ini mendiskusikan tanda-tanda klinis kunci
yang dapat membantu membedakan penyebab utama nyeri dada akut dengan
penekanan pada anamnesis dan pemeriksaan fisik.

Patomekanisme nyeri dada :


merokok menyebabkan akumulasi toksi di pembuluh darah yang
menimbulkan aterosklerosis yang pada akhirnya memicu timbulnya
hipertensi. Akibat adanya plak aterosklerosis ini, lumen pembuluh darah
menyempit dan memudahkan terjadinya oklusi (penyumbatan) pembuluh
darah terutama di arteri koronaria. Oklusi ini mengakibatkan aliran darah
koroner tidak adekuat. Sebagai akibatnya, terjadilah iskemia miokard. Terjadi
penurunan perfusi jantung yang berakibat pada penurunan intake oksigen dan
akumulasi hasil metabolisme senyawa kimia. Akumulasi metabolit ini timbul
karena suplai oksigen yang tidak adekuat, maka sel-sel miokard
mengompensasikan dengan berespirasi anaerob. Sebagai produk
sampingannya yaitu asam laktat. Asam laktat membuat pH sel menurun.
Perubahan metabolisme sel-sel miokard inilah yang menstimulasi reseptor
nyeri melalui symphatetic afferent di area korteks sensoris primer (area 3,2,1
Broadman) yang menimbulkan nyeri di dada
Proses aterosclerosis → penyumbatan aliran pembuluh darah →
demand O 2 bertambah → proses anaerob → nyeri dada
Aterosklerosis Terjadinya disfungsi endotel pada arteri coronaria
yang dapat terjadi secara alamiah melalui proses degenerasi juga dapat
disebabkan oleh beberapa faktor resiko seperti merokok. Akibatadanya
disfungsi endotel tersebut terjadi peningkatan permeabilitas, peningkatan
adhesi daninfiltrasi monosit, peningkatan sekresi molekul vasoaktif
dan inflamasi, peningkatan adhesidan agregasi trombosit, serta
peningkatan aktivitas koagulasi dan gangguan fibrinolitik.Disfungsi
endotel tersebut mengakibatkan juga mudahnya molekul-molekul small dense
LDLm a n yu s u p k e d a l a m tunika intima. LDL yan g masuk
k e d a l a m t u n i k a i n t i m a m a s i h e r a t kaitannya dengan disfungsi
endotel yang dapat mengundang monosit untuk membersihkan L D L
yang berada di tunika intima tersebut dengan
m e m f a g o s i t n y a . L D L y a n g d i f a g o s i t tersebut menjadi makrofag-
makrofag yang berisi LDL-LDL dan kemudian akan mengalamilisis, sehingga
banyak lemak-lemak yang berada pada tunika intima. Terjadilah penimbunan-
penimbunan dari lemak tersebut yang nantinya menjadi plak. Plak yang
semakin lama akansemakin menumpuk akan menghambat aliran darah,
sehingga dapat memengaruhi suplaydarah yang mengangkut oksigen
ke jaringan berkurang. Oleh karen itu tubuh
mengadakankompensasi agar jaringan yang kurang teraliri darah
akan tetap memperoleh oksigen dari proses anaerob. Dimana proses
anaerob tersebut terjadi pemecahan glukosa menjadi asamlaktat. Asam laktat
itu sendiri yang akan mengaktifkan rangsang nyeri pada tempat
terjadinyahambatan, yaitu di arteri coronaria.

Referensi :

Bernard K, Mark DH, Nasir Hussain 2004. Chest Pain: Differentiating


Cardiac from Noncardiac Causes. Hospital Physician 38: 24-27.
Braunwald E, Zipes DP, Libby P 2001. Heart disease: a textbook
of cardiovaskular medicine. 6th ed. Philadelphia: W.B. Saunders.
Price, A. Sylvia, dan Wilson, Lorraine M., 2006, Patofisiologi Konsep Klinis
Proses-proses Penyakit Edisi 6 Volume 1, Penerbit Buku Kedokteran EGC,
Jakarta.
3. Perbedaan nyeridada kardia dan nonkardia
SISTEM PENYEBAB
ORGAN
Jantung Penyakit arteri koroner,penyakit katup aorta,hipertensi,prolaps
katup mitral,perikarditis,stenosis aorta hipertrofik idiopatik
(IHSS)
Vaskular Diseksi aorta
Pulmonal Emboli paru,pneumonia,pleuritis,pneumothorax
Muskuloskeletal Kostokondritis,artritis,spasme otot,tumor tulang
Neural Herpes zooster
Gastrointestinal Penyakit tukak;penyakit kolon,hiatus
hernis,pankreatitis,kolesistisis
Emotional Ansietas,depresi

Referensi : H Rampengan,Starry.Mencari Penyebab Nyeri Dada? : Nyeri


Dada Kardiak & Non Kardiak.Jurnal Kedokteran YARSI.
4. Mekanisme sesak dan keringat dingin
A. Mekanisme Sesak
Secara fisiologis, jantung memompa darah ke seluruh tubuh pada semua
organ. Ketika tubuh beraktivitas, otot skelet yang bekerja sehingga sel otot
butuh oksigen berlebih. Jantung makin bekerja keras untuk memompa
darah, tapi karena pada pemeriksaan terdapat bendungan (kongestif)
sehingga aliran darah tidak lancar, hal ini berakibat pula pada kesulitan
dalam pengambilan oksigen di paru. Penderita mengalami sesak napas
(dispnea) yang merupakan manifestasi paling umum dari gagal jantung.
Dispnea yang bisa timbul dengan segera dan kadang cukup berat, Karena
kegagalan jantung dalam memompa darah yang cukup, sehingga terjadi
iskemia jaringan dan menimbulkan sensasi “air hunger” ditambah
kelelahan otot yang luar biasa sebagai akibat dari iskemia otot sehingga
membatasi kemampuan seseorang untuk melakukan aktivitas fisik.
B. Mekanisme keringat dingin
 Mekanisme pengeluaran keringat
Proses pengeluaran keringat ditentukan oleh pusat pengatur
suhu, yaitu hipotalamus (otak). Hipotalamus dapat menghasilkan
enzim bradikinin yang bekerja mempengaruhi kegiatan kelenjar
keringat. Jika pusat pengaturan suhu memperoleh rangsangan,
misalnya berupa perubahan suhu pada pembuluh darah, maka
rangsangan tersebut akan diteruskan oleh saraf simpatik ke kelenjar
keringat. Selanjutnya, kelenjar keringat akan menyerap air garam dan
sedikit urea dari kapiler darah dan kemudian mengirimnya ke
permukaan kulit dalam bentuk keringat. Keringat akan menguap dan
menyerap pada tubuh sehingga suhu tubuh kembali dalam kondisi
normal.
 Mekanisme keringat dingin
Keringat adalah respon dari keadaan emosional. Saat kita
grogi, gugup, ataupun merasakan nyeri, ada peningkatan aktivitas saraf
simpatis dalam tubuh yang juga mengakibatkan kenaikan sekresi
ephinerphin dari kelenjar adrenalin.
Substansi ini bekerja pada kelenjar keringat, yakni pada
telapak tangan dan ketiak, memproduksi keringat. Hal inilah yang
menyebabkan “keringat dingin” tersebut. Semakin nyeri seseorang,
aktivitas ephinerphin pun semakin meningkat. Akibatnya, keringat
semakin menjadi-jadi. Peningkatan aktivitas saraf simpatis ini juga
mengakibatkan perubahan resistansi elektrik kulit.
Referensi:
Lily ismudiati rilantono, dkk. Buku ajar kardiologi. Balai penerbit
fakultas kedokteran universitas indonesia. 2003.
Price, Sylvia. 2005. Patofiologi Konsep Klinis Proses – Proses
Penyakit. Jakarta : EGC hal 637
Guyton, Hall. 2006. Fisiologi Kedokteran. Jakarta : EGC
5. Langkah diagnosis
Langkah-langkah diagnosis
 Faktor-faktor risiko untuk penyakit jantung
1. Merokok
2. Tekanan darah tinggi
3. Kolesterol tinggi
4. Diabetes
5. Riwayat keluarga dengan penyakit jantung
 Faktor-faktor risiko untuk pulmonary embolus (Bekuan Darah Pada Paru)
1. Operasi baru-baru ini
2. Patah-patah tulang
3. Penggunaan pil-pil pencegah kehamilan (terutama jika pasien merokok
sigaret)
4. Kanker
 Faktor-faktor risiko untuk aortic dissection
1. Tekanan darah tinggi (hipertensi)
2. Marfan Syndrome
3. Ehlers-Danlos syndrome
4. Polycystic kindey disease
5. Penggunaan Cocaine
6. Kehamilan
 Anamnesis
Pasien yang datang dengan keluhan nyeri dada perlu dilakukan
anamnesis dengan cermat apakah nyeri dadanya berasal dari jantung atau
dari luar jantung. Jika dicurigai nyeri dada yang berasal dari jantung perlu
dibedakan apakah nyerinya berasal dari koroner atau bukan. Perlu
dianamnesis pula apakah ada riwayat IMA sebelumnya serta faktor-faktor
resiko seperti hipertensi, DM, dislipidemia, merokok, stres, serta riwayat
penyakit jantung koroner pada keluarga.
Pada hampir setengah kasus, terdapat faktor pencetus sebelum terjadi
IMA, seperti aktivitas fisik yang berat, stres emosi, atau penyakit medis, atau
bedah. Walaupun IMA bisa terjadi sepanjang hari atau malam, variasi
sirkadian dilaporkan pada pagi hari dalam beberapa jam setelah bangun tidur.
lokalisasi nyeri? (dada, epigastrik, sternal), onset nyeri (mendadak, beberapa
menit, detik), sifat nyeri ( seperti di ikat, diremas, ditekan, tertindih beban,
menusuk, atau tajam) ? tingkat keparahannya? (skor 1-10), Apa yang
memperberat nyeri (aktifitas, bernafas, batuk, bergerak) ? Yang meringankan
nyeri (istirahat, nitrat, oksigen, analgesi) ? Menanyakan penjalaran (lengan,
punggung, tenggorokkan, abdomen).7
 Pemeriksaan Fisik
Sebagian besar pasien cemas dan tidak bisa istirahat (gelisah). Seringkali
ekstremitas pucat disertai keringat dingin. Kombinasi nyeri dada substernal >
30 menit dan banyak keringat dicurigai kuat adanya IMA. Sekitar seperempat
pasien anterior mempunyai manifestasi hiperaktivitas saraf simpatis
(takikardia dan/atau hipotensi) dan hampir setengah pasien infark inferior
menunjukkan hiperaktivitas saraf parasimpatis (bradikardia dan/atau
hipotensi).
Tanda fisik lain pada disfungsi ventrikular adalah S3 dan S4 gallop,
penurunan intensitas bunyi jantung pertama dan split paradoksikal bunyi
jantung kedua. Dapat ditemukan murmur midsistolik atau late sistolik apikal
yang bersifat sementara karena disfungsi aparatus katup mitral dan
pericardial friction rub. Peningkatan suhu sampai 38º C dapat dijumpai
dalam minggu pertama pasca IMA.
 Elektokardiogram
Pemeriksaan EKG 12 sandapan harus dilakukan pada semua pasien
dengan nyeri dada atau keluhan yang dicurigai IMA. Sebagian besar pasien
dengan presentasi awal elevasi segmen ST mengalami evolusi menjadi
gelombang Q pada EKG yang alkhirnya didiagnosis infark miokard
gelombang Q. Sebagian kecil menetap menjadi infark miokard gelombang
non Q. Jika obstruksi trombus tidak total, obstruksi bersifat sementara atau
ditemukan banyak kolateral, biasanya tidak ditemukan elevasi segmen ST.
Pasien tersebut biasanya mengalami angina pektoris tidak stabil atau non
STEMI. Pada sebagian besar pasien tanpa elevasi ST berkembang tanpa
gelombang Q disebut infark non Q.
 Laboratorium
Peningkatan kadar enzim atau isoenzim merupakan indikator spesifik
IMA, yaitu kreatinin fosfokinase (CPK/CK), SGOT, laktat dehidrogenase
(LDH), alfa hidroksi butirat dehidrogenase (α-HBDH), troponin T, dan
isoenzim CPK MP atau CKMB. CK meningkat dalam 4-8 jam, kemudian
kembali normal setelah 48-72 jam. Tetapi enzim ini tidak spesifik karena
dapat disebabkan oleh penyakit lain, seperti penyakit muskular, hipotiroid,
dan stroke. CKMB lebih spesifik, terutama bila rasio CKMB : CK > 2,5%
namun nilai kedua-duanya harus meningkat dan penilaian dilakukan serial
dalam 24 jam pertama. CKMB mencapai puncak 20 jam setelah infark. Yang
lebih sensitif adalah penilaian rasio CKMB2 : CKMB1 yang mencapai
puncak 4-6 jam setelah kejadian. CKMB2 adalah enzim CKMB dari miokard,
yang kemudian diproses oleh enzim karboksipeptidase menghasilkan
isomernya CKMB1. Dicurigai bila rasionya > 1,5 SGOT meningkat dalam 12
jam pertama, sedangkan LDH dalam 24 jam pertama. Cardiac Spesific
Troponin T (cTnT) dan Cardiac Spesific Troponin I (cTnI) memiliki struktur
asam amino berbeda yang dihasilkan oleh otot rangka. Enzim cNcT tetap
tinggi dalam 7-10 hari, sedangkan cNcI dalam 10-14 hari.6,8
Reaksi nonspesifik berupa leukositosis polimorfonuklear (PMN)
mencapai 12.000-15.000 dalam beberapa jam dan bertahan selama 3-7 hari.
Peningkatan LED lebih lambat, mencapai puncaknya dalam 1 minggu, dan
dapat bertahan 1-2 minggu.
 Radiologi
Pemeriksaan radiologi berguna bila ditemukan adanya bendungan paru
(gagal jantung) atau kardiomegali. Dengan ekokardiografi 2 dimensi dapat
ditentukan daerah luas IMA fungsi pompa jantung serta komplikasi.
 Foto toraks
Pemeriksaan ini dapat melihat misalnya adanya kalsifikasi koroner
ataupun katup jantung, tanda-tanda lain misalnya pasien menderita juga
gagal jantung, penyakit jantung katup, perikarditis, aneurisma, serta pasien-
pasien yang cenderung nyeri dada karena kelainan paru-paru.
 Ekokardiografi
pemeriksaan ini bermanfaat sekali pada pasien dengan murmur sitolik
untuk memperlihatkan adanya stenosis aorta yang signofikan atau
kardiomiopati hipertrofik. Selain itu, dapat pula menentukan luasnya iskemia
bila dilakukan waktu nyeri dada sedang berlangsung. Pemeriksaan ini
bermanfaat untuk menganalisis fungsi myocardium segmental bila hal ini
terjadi pada pasien AP stabil kronik atau bila telah pernah infark jantung
sebelumnya. Walaupun hal ini tidak dapat meperlihatkan iskemik yang baru
terjadi.
 Analisa Gas Darah
Gambaran khas berupa menurunnya kadar PO2 yang dikarenakan
shunting akibat ventilasi yang berkurang. Secara simulatn pCO2 dapat
normal atau sedikit menurun disebabkan oleh keadaan hiperventilasi.
Sensivitas dan spesifitas analias gas darah untuk penunjang diagnostic
emboli paru relative rendah.
6. Diagnosis banding
1) ANGINA PEKTORIS TAK STABIL

Di Amerika Serikat setiap 1 juta pasien dirawat di rumah sakit karena


peyakit ini ; dimana 6 -8 persen kemudian mendapat serangan infark jantung
yang tak fatal atau meninggal dalam satu tahun setelah diagnosis telah
ditegakkan.

PENDAHULUAN

Kategori Angina tak stabil :

1. Pasien dengan angina yang masih baru dalam 2 bulan, di mana angina
cukup berat dan frekuensi cukup sering ,lebih dari 3 kali per hari.
2. Pasien dengan angina yang makn bertambah berat,sebelumnya angina
stabil, lalu serangan angina timbul lebih sering,dan lebih berat sakit
dadanya.
3. pasien dengan serangan angina pada waktu istirahat.

Pada tahun 1989 Braunwald menganjurkan dibuat klasifikasi supaya ada


keseragaman. Klasifikasi berdasarkan beratnya serangan angina dan
keadaan klinik Beratnya angina: .
 Kelas I. Angina yang berat untuk pertama kali, atau makin bertambah
beratnya nyeri dada.
 Kelas II. Angina pada waktu istirahat dan terjadinya subakut dalam 1
bulan, tapi tak ada serangan angina dalam waktu 48 jam terakhir .
 Kelas III. Adanya serangan angina waktu istirahat dan terjadinya secara
akut baik sekali atau lebih, dalam waktu 48 jam terakhir.

Keadaan klinis:

 Kelas A. Angina tak stabil sekunder, karena adanya anemia, infeksi lain
atau febris.
 Kelas B. Angina tak stabil yang primer, tak ada faktor ekstra kardiak .
 Kelas C. Angina yang timbul setelah serangan infark jantung.

Intensitas pengobatan:

 Tak ada pengobatan atau hanya mendapat pengobatan minimal


 Timbul keluhan walaupun telah dapat terapi yang standar.
 Masih timbul serangan angina walaupun telah diberikan pengobatan yang
maksimum, dengan penyekat beta, nitrat dan antagonis kalsium.
PATOGENESIS
 Ruptur Plak

Ruptur plak aterosklerotik dianggap penyebab terpenting adanya


angina pektoris tak stabil, sehingga tiba-tiba terjadi oklusi subtotal atau
total dari pembuluh koroner yang sebelumnya mempunyai penyempitan
yang minimal. Dua pertiga dari pembuluh yang mengalami ruptur
sebelumnya mempunyai penyempitan 50 % atau kurang , dan pada 97 %
pasien dengan angina tak stabil mempunyai penyempitan kurang dari 70
%. Plak aterosklerotik terdiri dari inti yang mengandung banyak lemak
dan pelindung jaringan fibrotik (fibrotic cap). Plak yang tidak stabil
terdiri dari inti yang mengandung lemak dan adanya infiltrasi sel
makrofag. Biasanya ruptur terjadi pada tepi plak yang berdekatan dengan
intima yang normal atau pada bahu dari timbunan lemak. Kadang-kadang
keretakan timbul pada dinding plak yang paling lemah karena adanya
enzim protease yang dihasilkan makrofag dan secara enzimatik
melemahkan dinding plak (fibrows cup).

Terjadinya ruptur menyebabkan aktivasi, adhesi dan agresi platelet


menyebabkan aktivasi terbentuknya. Bila trombus menutup pembuluh
darah 100 % akan terjadi infark dengan elevasi segmen ST, sedangkan
bila trombus tidak menyumbat 100 % , dan menimbulkan stenosis yang
berat akan tejadi angina tak sabil.

 Trombosis dan Agregasi Trombosit


Agregasi platelet dan pembentukan trombus merupakan salah satu
dasar terjadinya angina tak stabil. Terjadinya trombosis setelah plak
terganggu disebabkan karena interaksi yang terjadi antara lemak, sel otot
polos, makrofag dan kolagen.Inti lemak merupakan bahan terpenting
dalam pembetukan trombus yang kaya trombosit, sedangkan sel ol polos
dan sel busa (foam cell) yang ada dalam plak bertubungan dengan
ekspresi faktor jaringan dalam plak tak stabil Setelah berhubungan
dengan darah, faktor jaringan berinteraksi dengan faktor Vlla untuk
memulai kaskade reaksi enzimatik yang menghasilkan pembentukan
trombin dan fibrin.
Sebagai reaksi tethadap gangguan faal endotel, terjadi agregasi platelet
dan platelet melepaskan isi granulasi sehingga memicu agregasi yang
lebih luas, vasokonstriksi dan pembentukan thrombus. Faktor sistemik
dan inflamasi ikut berperan dalam perubahan terjadinya hemostase dan
koagulasi dan berperan dalam memulai trombosis yang intermiten, pada
angina tak stabil Vasospasme Terjadinys vasokonstriksi juga mempunyai
peran penting pada angina tak stabil.
 Vasospasme
Terjadinya vasokonstriksi juga mempunyai peran penting pada angina
tak stabil. Diperkirakan adanya disfungsi terjadinya endotel dan bahaa
vasoaktif yang diproduksi oleh platelet berperan dalam perubahan dalam
tonus pembuluh darah dan menyebabkan spasme. Spasme yang
terlokalisir seperi pada angina Printzmetal juga dapat menyebabkan
angina tak stabil. Adanya spasme seringkali terjadi pada plak yang tak
stabil. dan mempunyai peran dalam pembentukan thrombus.
 Erosi pada Plak tanpa Ruptur
Terjadinya penyempitan juga dapat disebabkan karena terjadinya
proliferasi dan migrasi dari otot polos sebagai reaksi terhadap kerusakan
endotel; adanya perubahan bentuk dan lesi karena bertambahnya sel otot
polos dapat menimbulkan penyempitan pembuluh dengan cepat dan
keluhan iskemia.

GAMBARAN KLINIS ANGINA TAK STABIL

Keluhan pasien umumnya berupa angina untuk pertama kali atau


keluhan angina yang bertabah dari biasa. Nyeri dada seperti pada angina
biasa tapi lebih berat dan lebih lama ,mungkin timbul pada waktu
istirahat, atau timbul karena aktivitas yang minimal. Nyeri dada dapat
disertai keluhan sesak napas, mual, sampai muntah. Kadang disertai
keringat dingin dan sering kali tidak ada yang khas pada pemeniksaan
jasmani.
PEMERIKSAAN PENUNJANG

 Elektrokardiografi (EKG)
Adanya depresi segmen ST yang baru menunjukkan kemungkinan
adanya iskemia akut. Gelombang T negatif juga salah satu tanda iskemia
atau NSTEMI. Perubahan gelombang ST dan T yang nonspesifik seperti
depresi segmen ST kurang dari 0.5 mm dan gelombang T negatif kurang
dari 2 mm, tidak spesifik untuk iskemia, dan dapat disebabkan karena hal
lain . Pada angina tak stabil 4 % mempunyai EKG normal , dan pada
NSTEMI 1-6 % EKG juga normal.
 Uji Latih
Pasien yang telah stabil dengan terapi medikamentosa dan
menunjukkan tanda risiko tinggi perlu pemeriksaan exercise test dengan
alat treadmill. Bila hasilnya negatif maka prognosis baik Sedangkan bila
hasilnya positif, lebih-lebih bila didapatkan depresi segmen ST yang
dalam, dianjurkan untuk dilakukan pemeriksaan angiografi koroner,
untuk menilai keadaan pembuluh koronernya apakah perlu tindakan
revaskularisasi (PCI atau CABG) karena risiko terjadinya komplikasi
kardiovaskular dalam waktu mendatang cukup besar.
 Ekokardiograti
Pemeriksaan ekokardiografi tidak memberikan data untuk diagnosis
angina tak stabil secara langsung. Telapi bila tampak adanya gangguan
faal ventrikel kiri, adanya insufisiensi mitral dan abnormalitas gerakan
dinding regional jantung, menandakan prognosis kurang baik
Ekokardiografi stres juga dapat membantu menegakkan danya iskemia
miokardium.

PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Pemeniksaan troponin T atau I dan pemeriksaan CK-MB telah
diterima sebagai petanda paling penting dalam diagnosis SKA. Menuut
European Society of Cardiology (ESC) dan ACC dianggap ada
mionekrosis bila troponin T atau I positif dalam 24 jam. Troponin tetap
positif sampai 2 minggu. Risiko kematian beramhah dengan tingkat
kenaikan troponin.

CK-MB kurang spesifik diagnosis karena juga diketemukan di otot


skeletal, tapi berguna untuk diagnosis infark akut dan akan meningkat
dalam beberapa jam dan kembali normal dalam 48 jam. Kenaikan CRP
dalam SKA berhubungan dengan mortalitas jangka panjang. Marker yang
lain seperti amioid A, interleukin-6 belum secara rutin dipakai dalam
diagnosis SKA.

PENATALAKSANAAN

Secara umum:

 pasien perlu diistirahatkan (bed rest), sampai angina terkontrol


 Diberi penenang dan oksigen ; pemberian morfin atau petidin perlu pada
pasien yang masih merasakan sakit dada walaupun sudah mendapat
nitrogliserin.
 Puasa 8 jam kemudian makanan cair atau lunak selama 24 jam pertama.
 Pemberian traguilizer untuk tenangkan pasien dan laksans agar penderita
tidak mengedan.
Secara khusus :
1. Mengatasi nyeri dada dan iskemia :
Nitrat sublinguan dan dilanjutkan pemberian intravenous dengan infusion
pump,jika tidak ada dapat diganti dengan nitrat transdermal.
 Dosis awal nitrogliserin (I.V) 5ug/menit dan ditingkatkan (5-
10ug/menit) setiap 5 menit.
 Dosis maksimal 200 ug/menit. Pemberian dosis diatas 7ug/kgBB selama
beberapa menit menimbulkan methemoglobin
 Jika nyeri belum juga mereda dosis IsoSorbid DiNitrat (ISDN) I.V
biasanya 1mg/jam ditingkatkan.
 Jika I.V belum berhasil berikan morfin 2,5- 5 mg atau 12,5 – 25 mg
secara IV
 Jika tidak ada komplikasi berikan B-blocker short acting : propanol 10
mg 2X1
 Pasien dengan penyakit obstruktif paru kronis, DM atau Dislipidemia
dapat diganti : atenolol (50 mg/tablet) 2 X 25mg atau 50mg dapat
diganti dengan CCB (verapamil atau diltiazem)
 Jika belum stabil berikan Nitrat, B-Blocker (Bisoprolol, sebaiknya
diberikan jika sudah stabil), dan CCB
2. Mencegah perluasan atau perkembangan thrombus atau intrakoroner.
Pemberian Aspirin Dan Heparin efektif menurunkan kejadian serangan
angina dan infark miokard pada penderita AP tak stabil.

Obat Dosis Keterangan

160-300mg/hari Dosis tunggal


Aspirin

Clopidogrel 300mg (4 tablet), diikuti 75mg/hari Pasien AP tak stabil


loading dose
5000 unit (I.V) bolus dan dilanjutkan Pertahankan aPTT 1,5- 2
1000 untuk pemeliharaan dalam kali dari nilai normal
Heparin
infus selama 5 hari
LMWH ( Low
3. KMolecule 1 atau 2 kali sehari tergantung Pemeriksaan aPTT setiap

o Weight preparat selama 5 hari 6 jam

r Heparin )
e
ksi gangangguan hemodinamik dan faktor presipitasi :
Koreksi semua faktor penyebab disfungsi jantung.

TINDAK LANJUT

Karena angina tak stabil memiliki resiko tinggi terjadi infark iokard
akut (IMA),setelah angina terkontrol yaitu setelah pindah dari ICCU,
semua pemderita dianjurkan utnuk dilakukan Angiografi koroner
elektif.

Mobilissasi bertahap diikuti Treadmil tes untuk menentukan perlunya


angiografi koroner elektif sebagai pilihan lain

Bagi penderita yang keadaannya tidak stabil dengan obat-obat maka


dianjurkan intervensi yang lebih agresif seperti pemasangan intraaortic
balloon counterpulsation (IABC) dan angiografi koroner elektif,
dilakukan PTCA atau c’ABG’s tergantung lesi pada a.koronaria
2) DISEKSI AORTA
A. Definisi
Diseksi aorta klasik umumnya diawali dari robekan tunika intima
dinding aorta, menyebabkan darah mengalir masuk menuju media,
memisahkan lapisan-lapisan dinding aorta, dan menciptakan lumen palsu.
Darah yang mengalir ke dalam lumen palsu dapat menyebabkan beberapa
masalah: mengurangi darah yang dialirkan ke tubuh,1 diseksi bertambah
luas, serta menghambat aliran darah aorta (lumen sebenarnya) dan juga arteri
yang dipercabangkannya. Diseksi juga dapat melemahkan dinding aorta,
menyebabkan aneurisma atau ruptur aorta.
B. Epidemiologi
Sulit menentukan angka pasti kejadian diseksi aorta karena banyak
pasien meninggal sebelum kondisi ini dikenali. Diseksi aorta merupakan
salah satu kegawatdaruratan, dan dianggap sebagai salah satu penyebab
kematian penyakit aorta tertinggi. Walau jarang, diseksi aorta akut sangat
mematikan. Angka kejadian diseksi aorta diperkirakan sekitar 3 kasus per
100.000 orang per tahun.
Diseksi aorta asenden terjadi paling sering pada usia 50-60 tahun,
sedangkan aorta desenden paling sering terjadi pada usia 60 - 70 tahun.
Diseksi aorta setidaknya terjadi dua kali lebih sering pada laki-laki. Lebih
dari dua per tiga pasien memiliki riwayat hipertensi. Frekuensi serangan
meningkat pada pagi hari, kemungkinan karena siklus sirkadian tekanan
darah. Jika tidak segera ditangani, rata-rata 50% pasien meninggal dalam 48
jam.
C. Etiopatogenesis
Dua hipotesis utama terjadinya diseksi aorta (Gambar 1), yaitu: (1)
Diawali dengan robekan sirkumferensial atau transversal pada tunika intima
aorta yang menyebabkan darah dari lumen menembus masuk ke dalam
media, menyebabkan diseksi, dan menciptakan lumen palsu dan sebenarnya.
(2) Diawali dari ruptur vasa vasorum, diikuti perdarahan ke media,
menyebabkan hematoma dalam dinding aorta, diikuti robekan intima
Tekanan dari darah yang mengalir di dalam dinding aorta
menyebabkan ukuran diseksi membesar. Distensi lumen palsu menyebabkan
intimal flap menekan dan mempersempit ukuran lumen sebenarnya, dapat
menyebabkan gejala-gejala akibat gangguan perfusi.
Kondisi apapun yang mempengaruhi integritas normal tunika media
dapat menjadi faktor predisposisi diseksi aorta. Degenerasi dapat disebabkan
oleh hipertensi kronik, penuaan, atau kondisi degenerasi medial sistik
(seperti pada sindrom Marfan dan sindrom Ehler-Danlos). Selain itu, trauma
tumpul dada, katup aorta bikuspid, iatrogenik (seperti tindakan kateterisasi
arteri atau pembedahan jantung), dan pengguna kokain juga menjadi faktor
predisposisi. Faktor risiko tersering pada pasien usia kurang dari 40 tahun
adalah sindrom Marfan dan kehamilan.
D. Klasifikasi
Klasifikasi Stanford membagi diseksi aorta menjadi dua tipe berdasarkan
lokasinya (Gambar 2). Pada diseksi tipe A, lokasi diseksi meliputi aorta
asenden. Sedangkan pada diseksi tipe B (distal), aorta asenden tidak ikut
terkena. Pembagian ini penting untuk menentukan pendekatan terapi dan
prognosis. Sekitar dua per tiga diseksi aorta adalah tipe A. Berdasarkan
onset, diseksi dibagi menjadi akut dan kronik disebut akut jika onset kurang
dari 2 minggu, dan kronik jika lebih dari 2 minggu. Angka morbiditas dan
mortalitas diseksi akut paling tinggi pada minggu pertama, terutama pada
24-48 jam pertama.

Tiga sistem utama digunakan untuk mengklasifikasikan diseksi aorta,


yaitu (1) DeBakey I, II, and III, (2) Stanford tipe A dan B. Kedua sistem ini
menggunakan lokasi anatomi dari robekan intima pada dinding aorta dan
panjang lumen palsu untuk membuat klasifikasi diseksi aorta.2 Klasifikasi
DeBakey tipe I didefinisikan sebagai diseksi dengan robekan intima pada
aorta asenden dan lumen palsu diseksi berlanjut ke seluruh aorta. Pada
DeBakey tipe II, hanya aorta asenden yang terlibat dan pada DeBakey tipe
III,robekan intima berlokasi di aorta desenden, tanpa keterlibatan arkus
aorta dan aorta asenden. Terdapat subklasifikasi pada klasifikasi DeBakey
tipe III, yaitu tipe IIIa, dimana diseksi terlokalisasi hanya pada aorta
torakalis dan tipe IIIb, dimana diseksi mencapai aorta abdominalis.
Pada klasifikasi Stanford, keterlibatan dari aorta asenden digunakan
untuk mengkategorisasikan terlepas dari lokasi anatomi dari robekan
intima.Yang termasuk diseksi Stanford tipe A adalah diseksi yang
melibatkan aorta asenden (DeBakey I dan II) dan diseksi Stanford tipe B
hanya melibatkan aorta desenden (DeBakey III). Jarang terjadi, diseksi yang
dimulai pada aorta desenden juga dapat meluas secara proksimal ke arah
arkus aorta dan aorta asenden.Hal ini adalah sebuah kasus spesial dari
diseksi tipe B dan disebut diseksi retro-A.9 Istilah diseksi aorta “proksimal”
diberikan pada diseksi bagian proksimal dari pangkal arteri subklavia kiri,
tanpa memperhatikan keterlibatan segmen distal pada titik anatomi.
E. Gambaran Klinis Dan Diagnosis
Keluhan dapat bervariasi dan menyerupai kondisi-kondisi lain,
sehingga mendiagnosis diseksi aorta harus memiliki tingkat kecurigaan yang
tinggi. Pada beberapa kasus, diagnosis bahkan baru dapat dibuat saat
pemeriksaan postmortem.Keluhan tersering pada diseksi aorta adalah nyeri
dada, umumnya dideskripsikan sebagai nyeri hebat, onset-nya mendadak,
dengan intensitas maksimum saat awal timbulnya. Nyeri bersifat tajam,
digambarkan seperti dirobek, disayat, atau ditusuk. Lokasi nyeri di toraks
anterior (khas pada diseksi tipe A) atau antara kedua skapula (diseksi tipe B).
Nyeri dapat menjalar mengikuti meluasnya diseksi sepanjang aorta pada
toraks dan abdomen.Sekitar 4,5% pasien diseksi aorta tidak mengeluh nyeri
dada. Pada kasus seperti ini, biasanya diseksi dideteksi pada saat CT scan
elektif, sering ditemukan pada pasien dengan riwayat diabetes, aneurisma
aorta, dan pembedahan jantung. Tidak ada keluhan nyeri dada tidaklah
langsung menyingkirkan kecurigaan diseksi aorta.
Pada pemeriksaan fisik, hipertensi sering ditemukan. Hipertensi dapat
merupakan kondisi yang mendasari, sebagai respons saraf otonom terhadap
nyeri hebat, atau oleh meningkatnya aktivasi renin-angiotensin akibat aliran
darah ginjal yang menurun. Sejumlah kecil pasien diseksi aorta dilaporkan
dengan keadaan hipotensi atau syok, yang dapat sekunder karena miokard
infark akut, gagal jantung ventrikel kiri, regurgitasi aorta berat, tamponade
jantung, atau ruptur aorta.
Gambaran klinis lain berhubungan dengan komplikasi. Diseksi dapat
meluas dan menghambat aliran arteri yang bercabang dari aorta. Sindrom
malperfusi dapat memberikan gambaran infark miokard (jika mengenai
arteri koroner), stroke (arteri karotis), iskemia organ viseral (arteri
mesenterika), gagal ginjal (arteri renalis), hilang pulsasi di ekstremitas (arteri
brakiosefalika atau arteri subklavia kiri), atau paraparesis (iskemi medula
spinalis). Perbedaan tekanan darah sistolik antara kedua lengan dapat
ditemukan jika diseksi menyumbat arteri subklavia. Pulsus defisit
(perbedaan frekuensi denyut nadi) atau perbedaan tekanan darah di dua
lengan dapat mencurigakan ke arah diseksi aorta.
Jika diseksi tipe A menyebabkan regurgitasi aorta, dapat ditemukan
murmur diastolik awal pada auskultasi, paling baik didengar di tepi sternum
kanan atau kiri atas. Jika regurgitasi aorta akut berat, dapat ditemukan tanda-
tanda gagal jantung kiri akut atau syok kardiogenik.
Ruptur tunika adventitia dapat menyebabkan kebocoran pada ruang pleura
atau perikardium. Robekan dari diseksi tipe A ke ruang perikardium dapat
menghasilkan tanda-tanda tamponade jantung, seperti hipotensi, peningkatan
tekanan vena jugular atau pulsus paradoksus. Dapat juga terjadi efusi pleura,
umumnya mengenai sisi kiri. Efusi pleura dapat disebabkan oleh ruptur dan
kebocoran ke dalam ruang pleura, atau eksudat inflamasi.
F. Elektrokardiogram (EKG)
EKG mungkin dalam batas normal. Kelainan yang sering ditemukan
berupa perubahan segmen ST dan gelombang T non-spesifik. Mungkin dapat
ditemukan kesan hipertrofi ventrikel kiri pada pasien dengan hipertensi
kronik. Pencitraan Foto toraks berguna untuk skrining, mungkin menjadi
petunjuk awal diseksi aorta.
Gambaran abnormal dapat ditemukan pada 87,6% pasien. Penelitian
terakhir melaporkan peningkatan frekuensi hasil foto toraks normal. „
Gambaran abnormal yang paling sering ditemukan adalah perubahan kontur
aorta. Gambaran mediastinum melebar makin jarang.9 Selain itu, dapat juga
ditemukan efusi pleura. Kesan foto toraks normal tidak dapat menyingkirkan
dugaan diseksi aorta.

G. Ekokardiografi
Gambaran ekokardiografi adalah adanya undulasi intimal flap di dalam
lumen aorta yang memisahkan kanal palsu dan sebenarnya. Transthoracic
echocardiography (TTE) memiliki sensitivitas 77% dan spesifisitas 93-96%.
Sensitivitasnya jauh lebih rendah (31-55%), dibandingkan pencitraan lainnya
untuk diagnosis diseksi aorta distal. TTE juga memiliki keterbatasan pada
pasien dengan gangguan struktur dinding dada, celah interkosta sempit,
obesitas, emfisema, dan pasien dengan bantuan ventilasi mekanik.
Keterbatasan tersebut sudah diatasi dengan transesophageal
echocardiography (TEE). TEE memiliki akurasi tinggi untuk evaluasi
diagnosis diseksi aorta akut, dengan sensitivitas 98% dan spesifitas 95%.
Kelebihan TEE adalah dapat dilakukan secara cepat di IGD saat pasien
sedang mendapat terapi intensif. Keterbatasannya adalah kurangnya tenaga
ahli dan ketersediaan setiap saat.
H. Computed Tomography scan (CT scan)
Diagnosis dengan CT scan didasarkan pada ditemukannya dua lumen
yang dipisahkan oleh intimal flap, atau dua lumen dengan opasitas berbeda.
CT scan dengan kontras memiliki akurasi tinggi, dengan sensitivitas 98%
dan spesifisitas 100%, jika tanpa kontras, diseksi aorta dapat tidak terdeteksi.
Keterbatasan utama adalah perlunya memindahkan pasien untuk CT scan
dan potensi nefrotoksik kontras.
I. Magnetic Resonance Imaging
Kriteria diagnosis MRI sama seperti CT scan. MRI memiliki akurasi
sama atau lebih tinggi dibandingkan CT scan. Kelemahan MRI adalah
kontraindikasi pada pasien dengan alat-alat implan seperti pacemaker dan
defibrilator. MRI juga terbatas pada keadaan darurat dan membutuhkan
waktu lebih lama untuk memperoleh hasil gambar. MRI jarang digunakan
untuk pemeriksaan awal pasien diseksi aorta. MRI dapat digunakan untuk
alternatif evaluasi.
J. Aortografi
Aortografi memiliki risiko tindakan invasif, dosis kontras tinggi, dan
waktu lebih lama. Diagnosis dengan aortografi didasarkan pada
ditemukannya gambaran dua lumen, dan/atau adanya intimal flap. Aortografi
memiliki sensitivitas 90% dan spesifisitas 94%. Aortografi bersifat invasif
dan tidak memberikan gambaran tiga dimensi seperti pada CT scan, MRI,
atau TEE. Dahulu digunakan sebagai gold standard diagnosis, tetapi saat ini
sudah jarang dilakukan karena ada pencitraan lain yang lebih cepat, non-
invasif, dan aman.
Pemilihan modalitas pencitraan ditentukan berdasarkan ketersediaan
fasilitas dan keahlian. Pemeriksaan penunjang harus secepat mungkin
dengan modalitas paling akurat dan mudah diakses. Dengan alasan ini,
sering dipilih CT scan dan TEE. Di beberapa tempat, TEE lebih dipilih
karena portabel, dapat dilakukan dengan cepat dan tidak memerlukan
kontras. Pada semua pasien nyeri dada tanpa penyebab jelas sebaiknya
dilakukan pencitraan aorta torakalis. Dugaan kuat diseksi akut adalah
keluhan nyeri dada atau punggung yang menjalar, dengan durasi kurang dari
24 jam, pada pasien dengan riwayat hipertensi.
Diagnosis diseksi aorta harus cepat ditegakkan, karena komplikasi
dan kematian dapat terjadi dengan cepat. Diseksi aorta disebut sebagai the
great masquerader (pemalsu hebat) karena dapat menghasilkan gejala-gejala
yang mirip dengan gangguan organ lain; dibutuhkan kewaspadaan yang
tinggi.
K. Tatalaksana
Tujuan terapi akut adalah menghentikan progresi diseksi. Pasien
diseksi aorta akut memerlukan terapi intensif segera, baik terapi definitif
maupun untuk stabilisasi, sampai dapat dilakukan pembedahan. Tatalaksana
awal mencakup stabilisasi pasien, menurunkan tekanan darah dan kekuatan
kontraksi ventrikel kiri, dan mengontrol nyeri. Pendekatan terapi ini harus
dimulai secepatnya saat menjalani evaluasi diagnostik.
Terapi lini pertama adalah beta bloker untuk menurunkan kekuatan kontraksi
ventrikel kiri, tekanan darah, dan frekuensi jantung, Target frekuensi jantung
sebaiknya 60 kali/ menit atau kurang, dan tekanan darah sistolik 100-120
mmHg. Pilihan obat adalah beta bloker kerja cepat esmolol, atau beta dan
alfa bloker labetalol intravena. Propanolol atau metoprolol oral atau
intravena juga dapat digunakan. Jika terdapat kontraindikasi terhadap beta
bloker, penyekat kanal kalsium non-dihidropiridin, seperti diltiazem dan
verapamil, dapat sebagai alternatif.
Sodium nitroprusside atau nitrogliserin sebagai vasodilator diberikan
secara intravena, untuk membantu menurunkan tekanan darah. Nikardipin,
nitrogliserin, dan fenoldopam juga dapat menjadi pilihan. Sebelum
administrasi vasodilator, beta bloker harus diberikan lebih dulu karena
vasodilatasi dapat menyebabkan refleks katekolamin yang dapat
meningkatkan kekuatan kontraksi ventrikel kiri.
Diseksi aorta dapat bertambah luas dengan cepat saat tekanan darah
atau kekuatan kontraksi jantung meningkat. Beta bloker dan vasodilator
diberikan untuk menurunkan risiko tersebut. Tanpa melihat tipe diseksi, atau
indikasi operasi, terapi harus segera dimulai. Keluhan nyeri perlu ditangani
dengan analgesik yang adekuat, seperti opiat. Rangsang nyeri dapat makin
meningkatkan tekanan darah.
Pasien diseksi aorta akut membutuhkan evaluasi dan tatalaksana
multidisiplin. Pasien harus segera dirujuk ke pelayanan tersier yang memiliki
spesialisasi kardiologi dan bedah toraks kardiovaskular. Pada diseksi tipe A,
koreksi pembedahan secepatnya. Kematian dapat disebabkan oleh
komplikasi ruptur, regurgitasi aorta, atau infark miokard akut jika tidak
dilakukan pembedahan. Dengan pembedahan, angka keselamatan pasien
diseksi tipe A meningkat. Mortalitas pasien diseksi aorta akut yang
menjalani operasi turun dari 25% menjadi 18%.Pembedahan meliputi
perbaikan robekan intima, penjahitan tepi-tepi kanal palsu, dan jika perlu,
mengganti segmen aorta berisiko dengan graft aorta sintetis. Diseksi tipe B
stabil tidak memerlukan tindakan bedah karena intervensi pembedahan awal
tidak meningkatkan prognosis. Pembedahan diindikasikan jika ada bukti
perluasan diseksi, risiko mengenai cabang mayor dari aorta, ancaman ruptur,
atau nyeri terus-menerus. Stent graft endovaskular sedang berkembang dan
menunjukkan hasil memuaskan, dan menjadi alternatif untuk pasien diseksi
tipe B dengan komplikasi.

Referensi;
Juang D, Braverman AC, Eagle K. Cardiology patient pages: Aortic
dissectio
Prof.dr.Asikin Hanafiah, DSJP dkk. Buku Ajar Kardiologi.Jakarta: FKUI
Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid 2 edisi 5
3) STENOSIS MITRAL
DEFINISI
Stenosis mitral adalah kondisi dimana terjadi hambatan aliran darah dari
atrium kiri ke ventrikel kiri pada fase diastolik akibat penyempitan katup
mitral. Penyebab stenosis mitral paling sering demam rematik, penyebab lain
adalah karsinoid, sistemik lupus erimatosus, reumatoid artritis,
mukopolisakaridosis dan kelainan bawaan
ETIOLOGI
Penyebab tersering adalah endokarditis reumatika, akibat reaksi yang
progresif dari demam reumatik oleh infeksi streptokokus. Penyebab lain
walaupun jarang dapat juga stenosis mitral kongenital, deformitas parasut
mitral, vegetasi systemic lupus erythematosus (SLE), karsinosis sistemik,
deposit amiloid, akibat obat fenfluramin/phentermin, rheumatoid artritis (RA),
serta kalsifikasi annulus maupun daun katup pada usia lanjut akibat proses
degeneratif.
Beberapa keadaan juga dapat menimbulkan obstruksi aliran darah ke
ventrikel kiri seperti cor triatrium, miksoma atrium serta trombus sehingga
menyerupai stenosis mitral.
PATOGENESIS
Rematik karditis akut adalah pankarditis yang melibatkan perikardium,
miokardium, dan endokardium. Daerah dengan iklim sedang serta negara
maju interval terjadinya rematik karditis dengan munculnya stenosis mitral
berkisar antara 10-20 tahun. Negara tropis, subtropis dan negara-negara
berkembang interval dapat lebih pendek. Tanda khas dari rematik karditis akut
adalah aschoff nodule. Lesi paling sering pada rematik endokarditis adalah
mitral valvulitis. Katup mitral mengalami vegetasi pada garis penutupan katup
dan korda. Stenosis mitral biasanya terjadi akibat episode berulang dari
karditis yang diikuti dengan penyembuhan dan ditandai dengan deposisi
jaringan fibrosa. Stenosis mitral terjadi akibat dari fusi dari komisura, kuspis,
korda atau kombinasi dari ketiganya. Hasil akhir katup yang mengalami
deformitas terjadi fibrosis dan kalsifikasi. Lesi tersebut akan berlanjut dengan
fusi dari komisura, kontraktur dan penebalan dari leaflets katup. Korda
mengalami pemendekan dan fusi. Kombinasi ini akan menyebabkan
penyempitan dari orifice katup mitral yang membatasi aliran darah dari LA
(Left Atrium) dan LV (Left Ventricle).
PATOFISIOLOGI
Orang dewasa normal orifisium katup mitral adalah 4 sampai 6 cm2.
Adanya obstruksi yang signifikan, misalnya, jika orifisium kurang lebih
kurang dari 2 cm2, darah dapat mengalir dari atrium kiri ke ventrikel kiri
hanya jika didorong oleh gradien tekanan atrioventrikel kiri yang meningkat
secara abnormal, tanda hemodinamik stenosis mitral. Apabila orifisium katup
mitral berkurang sampai 1 cm2 , tekanan atrium kiri kurang lebih 25 mmHg
diperlukan untuk mempertahankan curah jantung (cardiac output) yang
normal. Tekanan atrium kiri yang meningkat, selanjutnya, meningkatkan
tekanan vena dan kapiler pulmonalis, yang mengurangi daya kembang
(compliance) paru dan menyebabkan dispnea pada waktu pengerahan tenaga
(exertional dyspnea, dyspnea d’ effort). Serangan pertama dispnea biasanya
dicetuskan oleh kejadian klinis yang meningkatkan kecepatan aliran darah
melalui orifisium mitral, yang selanjutnya mengakibatkan elevasi tekanan
atrium kiri. Untuk menilai beratnya obstruksi, penting untuk mengukur
gradien tekanan transvalvuler maupun kecepatan aliran. Gradien tekanan
bergantung tidak hanya pada curah jantung tapi juga denyut jantung.
Kenaikan denyut jantung memperpendek diastolik secara proporsional lebih
daripada sistolik dan mengurangi waktu yang tersedia untuk aliran yang
melalui katup mitral. Oleh karena itu, pada setiap tingkat curah jantung
tertentu, takikardia menambah tekanan gradien transvalvuler dan selanjutnya
meningkatkan tekanan atrium kiri.

Tekanan diastolik ventrikel kiri normal pada stenosis mitral saja;


penyakit katup aorta, hipertensi sistemik, regurgitasi mitral, penyakit jantung
iskemik yang terjadi secara bersamaan dan mungkin kerusakan sisa yang
ditimbulkan oleh miokarditis reumatik kadang-kadang bertanggung jawab
terhadap kenaikan yang menunjukan fungsi ventrikel kiri yang terganggu
dan/atau menurunkan daya kembang ventrikel kiri. Disfungsi ventrikel kiri,
seperti yang ditunjukan dalam berkurangnya fraksi ejeksi dan kecepatan
memendek serabut yang mengelilingi, terjadi pada sekitar seperempat pasien
dengan stenosis mitral berat, sebagai akibat berkurangnya preload kronik dan
luasnya jaringan parut dari katup ke dalam miokardium yang berdekatan.
Stenosis mitral murni dengan irama sinus, tekanan atrium kiri rata-rata
dan pulmonal artery wedge pressure biasanya meningkat,denyut tekanan
menunjukan kontraksi atrium yang menonjol (gelombang a) dan tekanan
bertahap menurun setelah pembukaan katup mitral (y descent). Pada pasien
dengan stenosis mitral ringan sampai sedang tanpa peningkatan resistensi
vaskuler paru, tekanan arteri pulmonalis mungkin mendekati batas atas
normal pada waktu istirahat dan meningkat seiring dengan exercise. Pada
stenosis mitral berat dan kapan saja ketika resistensi vaskuler paru naik,
tekanan arteri pulmonalis meningkat bahkan ketika pasien sedang istirahat,
dan pada kasus ekstrim dapat melebihi tekanan arterial sistemik. Kenaikan
tekanan atrium kiri, kapiler paru, dan tekanan arteri pulmonalis selanjutnya
terjadi selama latihan. Jika tekanan sistolik arteri pulmonalis melebihi kira-
kira 50 mmHg pada pasien dengan stenosis mitral, atau pada keadaan dengan
lesi yang mengenai sisi kiri jantung, peningkatan afterload ventrikel kanan
menghalangi pengosongan ruangan ini, sehingga tekanan diastolik akhir dan
volume ventrikel kanan biasanya meningkat sebagai mekanisme kompensasi.
KLASIFIKASI
Stenosis mitral diklasifikasikan menjadi tiga kelas dari ringan hingga
berat sesuai dengan mitral valve area (MVA).
Klasifikasi Mitral Valve Area (MVA) dalam cm2
Ringan >1,5 cm2
Sedang 1,0 – 1,5 cm2
Berat <1,0 cm2

GEJALA DAN TANDA


Gejala yang lazim dirasakan oleh pasien dengan stenosis mitral adalah
cepat lelah, sesak nafas bila aktivitas (dyspnea d’ effort) yang makin lama
makin berat. Pada stenosis mitral yang berat, keluhan sesak nafas dapat timbul
saat tidur malam (nocturnal dyspnea), bahkan dalam keadaan istirahat sambil
berbaring (orthopnea).
Irama jantung berdebar terkadang juga dapat didengar apabila terdapat
fibrilasi atrium. Keadaan lebih lanjut bisa ditemukan batuk darah
(hemoptysis), akibat pecahnya kapiler pulmonalis karena tingginya tekanan
arteri pulmonalis; keluhan ini bisa disalahartikan sebagai batuk darah akibat
TBC, apalagi pasien stenosis mitral berat biasanya kurus. Pasien stenosis
mitral juga kadang baru diketahui setelah terkena stroke, terutama bila ada
fibrilasi atrium yang mempermudah terbentuknya trombus di atrium kiri dan
kemudian lepas menyumbat pembuluh darah otak.

DIAGNOSIS
Pemeriksaan fisik dapat dijumpai malar facial flush, gambaran pipi
yang merah keunguan akibat curah jantung yang rendah, tekanan vena
jugularis yang meningkat akibat gagal ventrikel kanan. Kasus yang lanjut
dapat terjadi sianosis perifer. Denyut apikal tidak bergeser ke lateral,
dorongan kontraksi ventrikel kanan pada bagian parasternal dapat dirasakan
akibat dari adanya hipertensi arteri pulmonalis. Auskultasi dapat dijumpai
adanya S1 akan mengeras, hal ini hanya terjadi bila pergerakan katup mitral
masih dapat fleksibel. Bila sudah terdapat kalsifikasi dan atau penebalan pada
katup mitral, S1 akan melemah. S2 (P2) akan mengeras sebagai akibat adanya
hipertensi arteri pulmonalis. Opening snap terdengar sebagai akibat gerakan
katup mitral ke ventrikel kiri yang mendadak berhenti, opening snap terjadi
setelah tekanan ventrikel kiri jatuh di bawah tekanan atrium kiri pada diastolik
awal. Jika tekanan atrium kiri tinggi seperti pada stenosis mitral berat,
opening snap terdengar lebih awal. Opening snap tidak terdengar pada kasus
dengan kekakuan, fibrotik, atau kalsifikasi daun katup. Bising diastolik
bersifat low-pitched, rumbling dan dekresendo, makin berat stenosis mitral
makin lama bisingnya. Tanda auskultasi stenosis mitral yang terpenting untuk
menyokong beratnya stenosis adalah A2-OS interval yang pendek dan
lamanya rumble diastolik.
Pemeriksaan penunjang dari rontgen toraks pada pasien stenosis mitral
didapatkan pembesaran segmen pulmonal, pembesaran atrium kiri, karina
bronkus yang melebar dan bisa didapatkan gambaran hipertensi vena
pulmonalis, serta efusi pleura.
EKOKARDIOGRAFI
Pemeriksaan penunjang lain yang dapat digunakan untuk membantu
menegakan diagnosis stenosis mitral adalah dengan metode noninvasif
ekokardiografi. Ekokardiografi merupakan metoda yang sangat sensitif dan
spesifik untuk mendiagnosis stenosis mitral. Two dimensional color Doppler
flow echocardiographic imaging dan Doppler echocardiography memberikan
informasi yang kritis, mencakup perkiraan atau penilaian perbedaan
transvalvuler dan ukuran orifisium mitral, adanya regurgitasi mitral serta
tingkat keparahan yang menyertai stenosis mitral, luasnya restriksi daun-daun
katup, tebalnya daun katup dan derajat distorsi aparatus subvalvuler.
Ekokardiografi juga memberikan penilaian ukuran ruang-ruang
jantung, perkiraan tekanan arteri pulmonalis dan indikasi mengenai adanya
regurgitasi trikuspid dan pulmonal serta derajat keparahannya yang terkadang
menyertai kejadian stenosis mitral.
PENATALAKSANAAN
Pendekatan Klinis Pasien dengan Stenosis Mitral
Pada setiap pasien stenosis mitral anamnesis dan pemeriksaan fisik
lengkap harus dilakukan. Prosedur penunjang EKG, foto toraks,
ekokardiografi seperti yang telah disebutkan di atas harus dilakukan secara
lengkap.
Pada kelompok pasien stenosis mitral yang asimtomatik, tindakan
lanjutan sangat tergantung dengan hasil pemeriksaan eko. Sebagai contoh
pasien aktif asimtomatik dengan area > 1,5 cm2, gradient <5 mmH, maka
tidak perlu dilakukan evaluasi lanjutan, selain pencegahan terhadap
kemungkinan endocarditis. Lain halnya bila pasien tersebut dengan area
mitral <1,5 cm2.
Pendekatan Medis
Prinsip Umum. Stenosis Mitral merupakan kelainan mekanik, oleh
karena itu obat bersifat suportif atau simtomatik terhadap ganguan fungsional
jantung, atau pencegahan terhadap infeksi.
Beberapa obat-obatan seperti antibiotic golongan penisilin,
eritromisin, sulfa, sefalosporin untuk demam reumatik atau pencegahan
endocarditis sering dipakai. Obat-obat inotropic negative seperi B-blocker
atau Ca-blocker, dapat memberi manfaat pada pasien dengan irama sinus yang
memberi keluhan pada saat frekuensi jantung meningkat seperti pada latihan.
Retriksi garam atau pemberian diuretic secara intermitten bermanfaat jika
terdapat bukti adanya kongesti vascular paru.
Pada stenosis mitral dengan irama sinus, digitalis tidak bermanfaat,
kecuali terdapat disfungsi ventrikel baik kiri atau kanan. Latihan fisik tidak
dianjurkan kecuali ringan hanya untuk menjaga kebugaran, karena latihan
akan meningkatkan frekuensi jantung dan memperpendek fase diastole dan
seterusnya akan meningkatkan gradient transmitral.
Pencegahan Embolisasi Sistemik
Antikoagulan warfarin sebaiknya dipakai pada stenosis mitral dengan
fibrilasi atrium atau irama sinus dengan kecenderungan pembentukan
thrombus untuk mencegah fenomena tromboemboli.
Valvatomi Mitral Perkutan dengan Balon

Pertama kali diperkenalkan oleh Inoue pada tahun 1984 dan pada
tahun 1994 diterima sebagai prosedur klinik. Mulanya dilakukan dengan 2
balon, tetapi akhir-akhir ini dengan perkembangan dalam teknik pembuatan
balon, prosedur valvotomi cukup memuaskan dengan prosedur 1 balon.

Intervensi Bedah, Reparasi atau Ganti Katup


Konsep komisurotomi mitral pertama kali diajukan oleh Brunton pada
tahun 1902, dan berhasil pertama kali pada tahun 1920. Sampai dengan tahun
1940, prosedur yang dilakukan adalah komisurotomi bedah tertutup. Tahun
1950-1960 komisurotomi bedah tertutup dilakukan melalui transatrial serta
transventrikel. Akhir-akhir ini komisurotomi bedah dilakukan secara terbuka
karena adanya mesin jantung paru. Dengan cara ini, katup terlihat dengan
jelas, pemisahan komisura, atau korda, otot papillaris, serta pembersihan
kalsisfikasi dapat dilakukan dengan lebih baik. Juga dapat ditentukan tindakan
yang akan diambil apakah itu reparasi atau penggantian katup mitral dengan
protesa. Perlu diingat bahwa sedapat mungkin diupayakan operasi bersifat
reparasi oleh karena dengan protesa akan timbul resiko antikoagulasi,
thrombosis pada katup, infeksi endocarditis, malfungsi protesa serta kejadian
tromboemboli.
7. Penatalaksanaan awal
A. Pertolongan Pertama Serangan Jantung pada Orang Lain
Serangan jantung merupakan kondisi gawat darurat yang
harus ditangani dengan cepat. Jika seseorang mengalami serangan
jantung atau henti jantung, hanya ada beberapa menit untuk
bertindak sebelum terlambat. Sangat vital untuk mengetahui apa
yang harus dilakukan. Berikut beberapa tips pertolongan pertama
mengatasi serangan jantung yang dialami orang lain:
1. Panggil Bantuan
Memanggil bantuan merupakan langkah pertama ketika
bertemu dengan orang yang mengalami serangan jantung. Segera
hubungi rumah sakit terdekat dan beritahu keadaan dimana
seseorang menderita serangan jantung dan minta bawakan AED
(Automated External Defibrilator).
2. Menenangkan Orang Tersebut
Ketika orang tersebut sadar dudukan atau letakkan penderita
pada posisi nyaman. Pastikan bersandar agar tidak perlu
menyangga beban tubuh. Setelah itu tenangkan penderita. .
3. Kendorkan Pakaian yang Ketat
Kendorkan pakaian dilakukan untuk membantu agar bisa
bernafas dengan lebih mudah sehingga bisa menenangkan
penderita juga..
4. Konsumsi Aspirin atau Nitrogliserin
Setelah penderita tenang, tanyakan apakah ia memiliki obat
yang diresepkan dokter atau tidak. Jika memiliki aspirin suruh
penderita untuk mengunyah aspirin karena bisa membantu
mengurangi nyeri. Selain aspirin, mungkin penderita membawa
nitrogliserin, untuk nitrogliserin pastikan diletakkan di bawah
lidah. Jika pasien tidak memiliki dan tidak pernah mengonsumsi
aspirin maupun nitrogliserin, sebaiknya jangan diberikan jika
membawa karena mungkin bisa memperparah kondisi penderita.
Serta jangan memberikan makanan apapun pada penderita
serangan jantung, karena bisa memperparah kondisinya.
5. Lakukan RJP atau CPR jika Penderita Tidak Sadar
Resusitasi Jantung Paru (RJP) atau Cardiopulmonary
Resusctation (CPR) merupakan salah satu tips pertolongan pertama
mengatasi serangan jantung. Namun RJP tidak dilakukan pada
seluruh kondisi serangan jantung. RJP hanya dilakukan untuk
ketika penderita tidak sadar dan jika bisa mengecek nadi ketika
tidak ada denyut nadi. Namun apabila tidak bisa mengecek nadi,
asumsikan penderita memerlukan RJP. RJP memiliki tujuan untuk
membuat jantung memompa darah ke seluruh tubuh melalui
kompresi dada dan membantu meniupkan oksigen melalui nafas
buatan. RJP merupakan kombinasi dari kompresi dada dan nafas
buatan.
RJP yang baik ialah dengan siklus 30 kali kompresi dada
diikuti 2 kali nafas buatan. Kecepatan kompresi dada dilakukan
100 kompresi dalam satu menit dan dilakukan selama 5 siklus, lalu
dicek apakah penderita sudah bangun atau sadar atau memiliki
nadi, jika masih belum lakukan lagi 5 siklus berikutnya. Hal ini
dapat dilakukan apabila telah mendapatkan pelatihan sebelumnya,
namun apabila tidak memiliki pelatihan pertolongan pertama
terutama RJP masih dapat melakukan pertolongan dengan cara
menekan dada pada bagian tengah di tulang dada dengan kuat dan
cepat sampai orang tersebut bergerak atau bangun.
Hal ini aman untuk dewasa dan anak anak di atas umur 8
tahun. Segala tindakan yang memberikan RJP mampu
meningkatkan kesempatan bertahan hidup seseorang. Dalam
melakukan RJP, sebaiknya dilakukan bergantian dengan orang lain
karena RJP sangatlah melelahkan. RJP dihentikan AED atau
bantuan medis datang atau ketika sudah lelah dan tidak ada yang
menggantikan. Karena RJP merupakan kombinasi dari kompresi
dada dan nafas buatan, berikut ialah langkah-langkah melakukan
kompresi dada:
• Berlutut di samping penderita
• Letakkan ujung tangan pada tengah dada, lalu letakkan tangan
satu lagi diatas dan lakukan penguncian jari
• Pastikan siku lurus dan bawa berat bada ke arah tangan untuk
memudahkan menekan dada secara vertikal
• Tekan secara lembut dan cepat, usahakan kedalaman mencapai 4-
5 cm. Setelah ditekan lepaskan tekanan di dada tanpa kehilangan
kontak antara tangan dan dada
• Targetkan kecepatan kompresi 100 kali per menit. Sebaiknya
dilakukan dengan mengucapkan angka
• Lakukan 30 kali lalu diikuti dengan nafas buatan 2 kali dan
ulangi sampai bantuan datang

Berikut ialah langkah-langkah melakukan nafas buatan:


• Tahan kepala lalu angkat dagu
• Tutup lubang hidung dengan jari untuk mencegah bocornya
udara
• Ambil nafas dalam dan segel mulut penolong dengan korban
• Bernafas secara perlahan ke dalam mulut korban, seharusnya
membutuhkan waktu 2 detik untuk mengembangkan dada
• Lakukan 2 kali
• Cek jika dada terangkat ketika bernafas
• Jika ia, udara cukup sudah ditiupkan
• Jika ada tahanan, maka coba tahan kepala kebalakang agak lebih
jauh dan angkat dagu kembali
Jika penderita sudah mampu bernafas dan memiliki denyut nadi
namun masih belum sadar buat penderita dalam posisi recovery,
yaitu miringkan penderita agar muntahan, mukus, dapat keluar dari
mulut dan tidak mengganggu jalan nafas, ini juga mampu
menghindari lidah untuk menutupi jalan nafas. Jika bantuan masih
belum datang, cek secara berkala penderita karena kemungkinan
terjadi serangan jantung lainnya masih ada.
6. Gunakan AED (Automated External Defibrilator) Bila Ada
Di indonesia AED masih terbatas keberadaannya di tempat
umum. Sejauh ini baru bandara yang memiliki AED. AED
merupakan alat yang bisa digunakan untuk mengecek ritme
jantung ketika serangan jantung dan mampu memberikan syok
elektrik kepada jantung yang bisa digunakan untuk mengobati
aritmia ketika serangan jantung.
Selain itu AED umumnya ada di setiap rumah sakit, oleh
karena itu ketika meminta bantuan ingatkan untuk membawa AED.
Beberapa poin penting yang harus diingat ketika menolong
penderita serangan jantung ialah sebagai berikut:
• Jangan menunggu menelpon rumah sakit atau ambulans sampai
gejala mereda; setiap penundaan penanganan yang dilakukan akan
meningkatkan kemungkinan kerusakan otot jantung permanen dan
kematian.
• Jangan menggunakan mobil; jangan memaksakan menggunakan
mobil untuk membawa penderita karena setelah menelpon
ambulans atau rumah sakit dan bantuan datang, akan dilakukan
penanganan segera ditempat.
• Jangan meninggalkan orang yang terkena serangan jantung
sendirian.
• Jangan biarkan orang tersebut meyakinkanmu untuk tidak
mencari bantuan.
• Jangan berikan apapun melalui mulut kecuali obat jantung yang
telah diresepkan.
B.Pertolongan Pertama Serangan Jantung pada Diri Sendiri
Tips pertolongan pertama mengatasi serangan jantung di atas ialah
cara yang bisa digunakan ketika menolong penderita serangan
jantung, namun apabila diri sendiri yang mengalami serangan
jantung, terdapat beberapa tips pertolongan mengatasi serangan
jantung yang bisa dilakukan, berikut ialah beberapa hal yang
sebaiknya dilakukan:
1. Segera panggil Ambulans. Memanggil ambulans segera
merupakan langkah pertama yang harus dilakukan ketika
mencurigai dirimu sedang serangan jantung. Bantuan yang datang
akan segera menangani secara cepat ketika sudah di lokasi, selain
itu bisa juga membantumu untuk mengurangi kerusakan yang
mungkin terjadi.
2. Segera panggil seseorang. Panggil orang lain namun lakukan
apabila diizinkan oleh ambulans atau jika memiliki telpon lainnya.
Jangan mengharapkan orang lain untuk mengantarkanmu ke rumah
sakit kecuali diizinkan oleh rumah sakit.
3. Kunyah aspirin. Kunyah aspirin dan telan 1 tablet 325 mg
aspirin. Efektif dilakukan pada 30 menit setelah gejala pertama.
Aspirin merupakan anti platelet yang akan mengurangi jendalan
darah penyebab serangan jantung. Jika sedang mengkonsumsi
obat-obatan yang berinteraksi dengan aspirin, jangan gunakan
aspirin.
4. Jangan berkendaraan. Jangan mengendarai kendaraan untuk ke
rumah sakit, tunggu sampai bantuan datang, karena memiliki
resiko besar yang bisa menyebabkan kecelakaan dan juga bisa
membahayakan orang lain. Jika serangan jantung terjadi ketika
berkendara segera menepi dan menelpon bantuan.
5. Tetap tenang. Semenyeramkan serangan jantung, panik akan
membuat masalah menjadi lebih parah. Tenang mampu membuat
jantung menjadi lebih tenang.
6. Rebahan. Rebahan juga bisa digunakan untuk mengurangi
aktivitas, selain itu angkat kaki untuk membuka diafragma untuk
membuat lebih mudah bernafas dan memasok oksigen ke tubuh
7. Bernafas dalam. Cara untuk membuat oksigen tersebar dengan
baik ialah dengan bernafas dalam, hal ini bisa dilakukan untuk
menenangkan diri juga.
8. Jangan lakukan RJP Batuk. Banyak info mengenai RJP batuk
yang mampu mengurangi serangan jantung, namun hal ini tidak
disarankan karena akan membuat keadaan menjadi lebih parah
9. Hindari makanan dan minuman. Makanan dan minuman mampu
mempersulit paramedik untuk melakukan penanganan segera, oleh
karena itu sebisa mungkin hindari makanan dan minuman tersebut.
Referensi :
Irmalita, J. D., Andrianto, S. B., Tobing, D. P. L., Firman, D., & Firdaus, I.
(2015). Pedoman Tatalaksana Sindrom Koroner akut. ke-3. Indonesia:
PERKI.

8. Perspektif islam

Hai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul
apabila Rasul menyeru kamu kepada suatu yang memberi kehidupan kepada
kamu, ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah membatasi antara manusia dan
hatinya dan sesungguhnya kepada-Nya-lah kamu akan dikumpulkan.

Anda mungkin juga menyukai