MODUL 1
KELOMPOK 1
TUTOR : dr.
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2017
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan atas limpahan rahmat, taufik, dan hidayah-Nya
sehingga laporan hasil TUTORIAL modul 1 pada skenario 1 dari kelompok 1 ini dapat
terselesaikan dengan baik. Dan tak lupa kami kirimkan salam dan shalawat kepada nabi
junjungan kita yakni Nabi Muhammad SAW. Yang telah membawa kita dari alam yang
penuh kebodohan ke alam yang penuh kepintaran.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada setiap pihak yang telah membantu
dalam pembuatan laporan ini dan yang telah membantu selama masa TUTORIAL khususnya
kepada beberapa tutor sekaligus pembimbing kami yang telah membantu selama proses PBL
berlangsung. Dan kami juga mengucapkan permohonan maaf kepada setiap pihak jika dalam
proses PBL telah berbuat salah baik disengaja maupun tidak disengaja.
Semoga Laporan hasil TUTORIAL ini dapat bermanfaat bagi setiap pihak yang telah
membaca laporan ini dan khususnya bagi tim penyusun sendiri. Diharapkan setelah membaca
laporan ini dapat memperluas pengetahuan pembaca mengenai Sistem Endokrin.
Kelompok 1
SKENARIO
Seorang laki-laki umur 45 tahun, mengunjungi dokter oleh karena berat badan
menurun yang dialami sejak 1 bulan terakhir. Nafsu makan baik dan yang bersangkutan tidak
sedang melakukan program diet. Penderita juga mengeluh akhir-akhir ini selalu merasa
lemas, lelah, dan selalu mengantuk dan terganggu dengan keluhan kram pada kedua tungkai.
KLARIFIKASI KATA
Kata Kunci
Laki-laki 45 tahun
Berat badan menurun sejak 1 bulan terakhir
Nafsu makan baik dan tidak diet
Keluhan : lemas, lelah, selalu mengantuk dan kram pada kedua tungkai
PERTANYAAN
JAWABAN
Letak
“fossa hypophyseal” pada superior sinus sphenoidalis + nasopharynx
Di tutupi “diaphragma sellae” (bagian duramater) centralnya berlubang dilalui
Infunndibulum
Sinus Cavernosum & isinya (lateral) \
Sinus intercavernosus (ant+post+inf)
Chiasma opticum (ant. Sup)
Dikelilingi Circulus Willisi
Lobus
VASCULARISASI:
1. A.suprarenalis superior (cab.a.phrenicainf)
2. A.suprarenalis media (cab.lgsg aorta abd)
A.suprarenalisinf (cab.a.renalis)Arteri tersebut tidak masuk pada hilus suprarenalis
tetapi pada permukaan lainnya.
VENA:
Bagian-bagiannya :
1. CAPUT PANCREATIS:
Regio epigastrium
Terletak pada lengkungan huruf “C” duodenum (pars
sup+desc+horizontal)
S/d batas INCISURA PANCREATICA
2. CORPUS PANCREATIS:
Regio epigastrium
Mulaipdincisurapancreatica
Diventral aorta abdominalis & rensin,di dorsal gaster
S/d batas lig.lienorenale
3. CAUDA PANCREATIS:
Regio hypochondrium sinistra
Di dalam lig.lienorenale, masuk hilus lienalis
Glandula Thyreoidea
Hormon yang dihasilkan yaitu triidotironin (T3), tiroksin (T4) dan kalsitonin
LETAK
o Diventral :
– Bagian Caudal LARYNX (Cartilago Thyreoidea + Cricoidea)
– Bagian Cranial TRACHEA (s/d cincin cartilago trachealis VI)
o Ditutupi :
– Otot-otot Infrahyoid
o Medial (sisi dalam) :
– Larynx
– Trachea
– Oesphagus
– Carotid Sheath
– N. Recurrens laryngeus
Vaskularisasi
A.THYREOIDEA IMA (cab. Truncus brachio cephalicus atau langsung dari arcus
aortae)
ALIRAN LYMPHE
LN. PARATRACHEALIS
Innervasi
SYMPATHIS (mengikutia.thyreoidea superior dana.thyreoidea inferior)
GANGLION CERVICALE SUPERIOR
GANGLION CERVICALE MEDIUS
THYMUS
Terletak :
Extremitas Superior
Extremitas Inferior
Margoanterior
Struktur
Cairan HYDROCELE
Darah HEMATOCELE
- cavum Pelvis
- canalis inguinalis
Bagian-bagian :
– Hilus Ovarii
FIKSASI :
Bagian-bagian :
– Hilus Ovarii
FIKSASI :
Hepar
Hepar merupakan organ terbesar dalam rongga perut, hepar terletak pada bagian
superior dari rongga perut. Terletak pada regio hipokondrium kanan, epigastrium dan
terkadang bisa mencapai regio hipokondrium kiri. Hepar pada orang dewasa memiliki
berat sekitar 2% dari berat badan.
Hepar dibagi menjadi 4 lobus, yaitu lobus dextra, lobus caudatus, lobus sinistra dan
quadratus. Memiliki lapisan jaringan ikat tipis yang disebut kapsula Glisson, dan pada
bagian luarnya ditutupi oleh peritoneum. Daerah tempat keluar masuk pembuluh darah
pada hepar dikenal dengan nama hilus atau porta hepatis. Pembuluh yang terdapat pada
daerah ini antara lain vena porta, arteri hepatica propia, dan terdapat duktus hepatikus
dextra dan sinistra.
Vena pada hepar yang membawa darah keluar dari hepar menuju vena cava
inferior adalah vena hepatica. Sedangkan, pembuluh darah vena porta dan arteri hepatica
alirannya menuju pada porta hepatica.
Persarafan pada hepar dibagi menjadi dua yaitu bagian parenkim dan permukaan
hepar. Pada bagian parenkim, persarafan dikelola oleh N. Hepaticus yang berasal dari
plexus hepatikus. Mendapatkan persarafan simpatis dan parasimpatis dari N.X.
sedangkan pada bagian permukaannya mendapatkan persarafan dari nervi intercostales
bawah.
Referensi : R. Putz, R. Pabts. 2002. Sobotta. ECG : Jakarta. Jilid II. Hal. 128
Sekresi insulin menurun > glukosa tidak bisa masuk kedalam sel > sel melakukan
glikoneogenesis dan lipolisis > muscle wasting dan jaringan lemak berkurang >
lemas/lelah/berat badan menurun
Resistensi insulin > glukosa darah meningkat > darah mengental > darah ke otak
berkurang > mengantuk
Disamping itu penurunan berat badan juga menyebabkan massa otot berkurang. Hal
itu disebabkan karena kurangnya ATP, yang merupakan efek dari ketidakseimbangan
antara suplai O2 dengan proses metbolisme dalam tubuh. Metabolisme didalam tubuh
menjadi cepat (biasanya dipengaruhi oleh hormon tiroid) namun suplai O2 tidak dapat
menyeimbangi kebutuhan metabolisme tubuh sehingga tubuh melakukan kompensasi
beruba metabolisme anaerob namun ATP yang dihasilkan sedikit dan disamping itu
juga dihasilkan asam laktat. Sehingga tubuh menjadi lelah dan lemas.
Referensi :
Sherwood, Lauralee. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi 6. Jakarta : EGC.
Halaman 781-783
1. Faktor vaskular
Ada 2 teori utama berhubungan dengan efek yang berkenaan dengan metabolisme
dari hiperglikemi kronis dan efek iskemia pada saraf periferal. Efek hiperglikemia yang
berkenaan dengan metabolisme meliputi pembuatan potensi neurotoksin (seperti jenis
oksigen reaktif dan sorbitol) dan perubahan tingkatan enzimntraseluler dan molekul
pemberian isyarat (seperti Na+/K+ATPase, protein kinase C, dan protein mitogen-
activated kinase).
3. Faktor neurotropik
4. Faktor immunologi
Insulin yang dikeluarkan oleh sel beta pankreas dapat diibaratkan sebagai anak
kunci yang dapat membuka pintu masuknya glukosa ke dalam sel, untuk kemudian di
dalam sel glukosa itu dimetabolisasikan menjadi tenaga. Bila insulin tidak ada, maka
glukosa tidak dapat masuk ke dalam sel, akibatnya glukosa akan tetap berada di dalam
pembuluh darah yang artinya kadarnya di dalam darah meningkat. Dalam keadaan ini
badan akan menjadi lemah dan lemas karena tidak ada sumber energi di dalam sel.
C. Mengantuk
Hal ini disebabkan karena penurunan insulin yang menyebabkan tingginya kadar
glukosa darah. Tingginya kadar glukosa dalam darah (hiperglikemia) akan
mengakibatkan viskositas darah meningkat. Peningkatan viskositas darah akan
menyebabkan penurunan volume plasma. Penurunan volume plasma ini juga berarti
bahwa volume darah yang dipompa oleh jantung menurun. Hal ini berdampak pada
kurangnya transpor darah ke otak sehingga otak tidak mendapatkan cukup oksigen. Hal
inilah yang menyebabkan timbulnya rasa kantuk.
Referensi :
Sherwood, Lauralee. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi 6. Jakarta : EGC.
Halaman 118, 126, 274
Respository.usu.ac.id
7. Diagnosis Banding
HIPERTIROIDISME
A. Definisi
B. Etiologi
C. Patofisiologi
D. Klasifikasi
Hipertiroidisme dapat timbul spontan atau akibat asupan hormon tiroid yang
berlebihan. Terdapat dua tipe hipertiroidisme spontan yang paling sering dijumpai
yaitu penyakit Graves dan goiter nodular toksik. Pada penyakit Graves terdapat dua
kelompok gambaran utama yaitu tiroidal dan ekstratiroidal, dan keduanya mungkin
tak tampak. Ciri-ciri tiroidal berupa goiter akibat hiperplasia kelenjar tiroid, dan
hipertiroidisme akibat sekresi hormon tiroid yang berlebihan. Pasien mengeluh lelah,
gemetar, tidak tahan panas, keringat semakin banyak bila panas, kulit lembab, berat
badan menurun, sering disertai dengan nafsu makan yang meningkat, palpitasi dan
takikardi, diare, dan kelemahan serta atropi otot. Manifestasi ekstratiroidal
oftalmopati ditandai dengan mata melotot, fisura palpebra melebar, kedipan
berkurang, lig lag, dan kegagalan konvergensi. Goiter nodular toksik, lebih sering
ditemukan pada pasien lanjut usia sebagai komplikasi goiter nodular kronik,
manifestasinya lebih ringan dari penyakit Graves.
E. Manifestasi Klinis
F. Pemeriksaan Penunjang
3. Yodium tiroid scan akan menunjukkan jika penyebabnya adalah nodul tunggal
atau seluruh kelenjar.
G. Diagnosis
No. Gejala Yang Baru Timbul Dan Atau Bertambah Berat Nilai
2 Berdebar +2
3 Kelelahan +3
6 Keringat berlebihan +3
7 Gugup +2
1. Tyroid Teraba +3 -3
2. Bising Tyroid +2 -2
3. Exoptalmus +2 -
5. Hiperkinetik +4 -2
6. Tremor Jari +1 -
7. Tangan Panas +2 -2
8. Tangan Basah +1 -1
9 Fibrilasi Atrial +4 -
<80 x/menit - -3
80-90 x/menit - -
>90 x/menit +3 -
Hipertiroid : ≥ 20
Eutiroid: 11 - 18
Hipotiroid: <11
H. Penatalaksanaan
2. Tiroidektomi : operasi baru dikerjakan kalau keadaan pasien eutiroid, klinis maupun
biokimiawi.
3. Yodium radioaktif.
J. Prognosis
Referensi :Greenstein, Bens dkk. 2007. ERLANGGA. Sistem Endokrin. Hal 21-24
A. Epidemiologi
B. Patogenesis
Rusaknya sel-sel β pancreas karena pengaruh dari luar (virus,zat kimia, dll).
Desensitasi
atau penurunan reseptor glukosa pada kelenjar pancreas.
Desensitasi atau kerusakan reseptor insulin di jaringan perifer.
C. Patofisiologi
1. Resistensi insulin
Pada awal perkembangan diabetes mellitus tipe 2, sel β menunjukan gangguan pada
sekresi insulin fase pertama, artinya sekresi insulin gagal mengkompensasi resistensi
insulin. Apabila tidak ditangani dengan baik, pada perkembangan selanjutnya akan terjadi
kerusakan sel-sel β pankreas. Kerusakan sel-sel β pancreas akan terjadi secara progresif
sering kali akan menyebabkan defisiensi insulin, sehingga akhirnya penderita memerlukan
insulin eksogen. Pada penderita diabetes mellitus tipe 2 memang umumnya ditemukan
kedua factor tersebut, yaitu resistensi insulin dan defisiensi insulin.
D. Faktor resiko
1. Obesitas (kegemukan)
Terdapat korelasi bermakna antara obesitas dengan kadar glukosa darah, pada derajat
kegemukan dengan IMT >23 dapat menyebabkan peningkatan kadar glukosa darah
menjadi 200mg%. 1,2
2. Hipertensi
4. Dislipedimia
Adalah keadaan yang ditandai dengan kenaikan kadar lemakdarah (Trigliserida> 250
mg/dl). Terdapat hubungan antara kenaikan plasma insulin dengan rendahnya HDL (<
35 mg/dl) sering didapat pada pasien Diabetes.
6. Faktor Genetik
DM tipe 2 berasal dari interaksi genetis dan berbagai faktor mental Penyakit ini sudah
lama dianggap berhubungan dengan agregasi familial. Risiko emperis dalam hal
terjadinya DM tipe 2 akan meningkat dua sampai enam kali lipat jika orang tua atau
saudara kandung mengalami penyakit ini.
E. Gejala klinis
Gejala diabetes mellitus dibedakan menjadi akut dan kronik Gejala akut diabetes
mellitus yaitu : Poliphagia (banyak makan) polidipsia (banyak minum), Poliuria
(banyak kencing/seringkencing di malam hari), nafsu makan bertambah namun berat
badan turun dengan cepat (5-10 kg dalam waktu 2-4 minggu), mudah lelah.
Gejala kronik diabetes mellitus yaitu : Kesemutan, kulit terasa panas atau seperti
tertusuk tusuk jarum, rasa kebas di kulit, kram, kelelahan, mudah mengantuk,
pandangan mulai kabur, gigi mudah goyah dan mudah lepas, kemampuan seksual
menurun bahkan pada pria bisa terjadi impotensi, pada ibu hamil sering terjadi
keguguran atau kematian janin dalam kandungan atau dengan bayi berat lahir lebih dari
4kg.
F. Diagnosis
Keluhan dan gejala yang khas ditambah hasil pemeriksaan glukosa darah sewaktu
>200 mg/dl, glukosa darah puasa >126 mg/dl sudah cukup untuk menegakkan
diagnosis DM. Untuk diagnosis DM dan gangguan toleransi glukosa lainnya diperiksa
glukosa darah 2 jam setelah beban glukosa.Sekurang- kurangnya diperlukan kadar
glukosa darah 2 kali abnormal untuk konfirmasi diagnosis DM pada hari yang lain
atau Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) yang abnormal. Konfirmasi tidak
diperlukan pada keadaan khas hiperglikemia dengan dekompensasi metabolik akut,
seperti ketoasidosis, berat badan yang menurun cepat .
G. Penatalaksanaan
3. Latihan Jasmani Disarankan latihan jasmani secara teratur ( 3-4 kali seminggu )
selama kurang lebih 30 menit. Latihan jasmani yang dianjurkan adalah jogging,
bersepeda dan renang oleh karena jenis olah raga ini memenuhi kriteria CRIPE
(continous, rhythmical, interval, progressive, endurance training). Sedapat mungkin
latihan mencapai zona sasaran yaitu 15 mencapai 75 – 85 % dari denyut nadi
maksimal (220 - umur ), namun harus disesuiakan dengan kemampuan dan ada atau
tidaknya penyakit penyerta.
1. Golongan Sulfonilurea
Mekanisme kerja utama dari obat ini adalah merangsang peningkatan sekresi insulin
pankreas. Dapat menyebabkan rekasi hipoglikemia dan sering timbul perasaan lapar
sehingga merupakan pilihan utama untuk penderita DM dengan berat badan kurang.
Untuk menghindari resiko hipoglikemia yang berkepanjangan, maka golongan
sulfonylurea dengan waktu kerja panjang sebaiknya dihindari pada penderita usia
lanjut.
2. Golongan Meglitinide
Obat golongan ini juga merangsang sekresi insulin pancreas, namun waktu kerjanya
sangat singkat, sehingga merupakan obat terpilih untuk penderita DM dengan kadar
glukosa darah Post prandail (2 jam sesudah makan) yang tinggi.
3. Golongan Biguanide (Metformin)
Golongan obat mempunyai kerja utama untuk menekan produksi glukosa hati dan
memperbaiki resistensi insulin. Obat tidak menekan nafsu makan dan bahkan dapat
menimbulkan rasa mual sehingga cocok diberikan pada penderita yang gemuk. Efek
samping yang ditakutkan dari obat ini adalah terjadinya laktik asidosis, oleh karena
itu tidak dianjurkan untuk penderita DM dengan kecenderungan hipoksiemia
(misalnya penyakit jangtung dan gangguan perfusi paru yang berat). Obat ini bisa
diberikan sebelum makan, namun bila terdapat mual maka dapat diberikan pada saat
bersamaan atau sesudah makan.
Obat ini bekerja sebagai competitive inhibitor dengan karbohidrat diusus, sehingga
menghambat absorbsi absorbsi karbohidrat. Cocok diberikan pada penderita DM
dengan nafsu makan yang sulit terkontrol dan juga bermanfaat untuk menekan kadar
glukosa darah post prandial. Obat ini bisa menimbulkan rasa tidak enak pada perut
seperti kembung dan flatulen sehingga pemberiannya sebaiknya pada waktu makan.
5. Golongan Thyozolidindiones
Golongan obat ini mempunyai peran utama sebagai Insulin sensitizer, memperbaiki
resistensi insulin diperifer, sehingga cocok diberikan pada penderita dengan dugaan
resistensi insulin (gemuk). Bila diberikan obat ini maka harus dilakukan pemantauan
fungsi hati yang ketat (setiap 3 bulan) oleh karena bersifat hepatotoksik.
H. Komplikasi
Komplikasi DM terdiri dari Komplikasi akut dan komplikasi kronik.
A. Komplikasi akut terdiri dari :
1. Koma Ketoasidosis ( KAD )
Terjadi karena adanya kekurangan insulin secara absolute (terutama pada
penderita DM tipe 1. KAD biasanya dipicu oleh stress berat seperti infeksi atau
trauma. Secara klinis biasanya ditandai dengan penurunan kesadaran, dehidrasi /
syok, demam, pernapasan Kussmaull dan ditemukannya bendabenda keton dalam
urine ( Ketonuria/ketosis).
4. Hipoglikemik
Komplikasi ini dapat terjadi akibat kesalahan magement dari dokter
(Overtreatment ) atau kesalahan penderita ( minum OHO atau suntikan insulin tapi
penderita tidak makan). Kadar glukosa darah biasanya < 50 mg/dl dan jarang
ditemukan tanda-tanda dehidrasi. Biasanya diawali dengan gejala-gejala
peringatan : mengantuk, perasaan lapar, gemetar dan tidak dapat berkonsentrasi.
Bila keadaan berlanjut maka akan timbul gejala neuroglopenia seperti gelisah dan
mengamuk dan pada akhirnya akan masuk koma. Terapi utama adalah pemberian
Dextrose 25 % intravena sebanyak 1 – 2 flacon ( 25-50 cc) dan dilanjutkan dengan
infuse dextrose 5 – 10 % sampai kadar glukosa darah stabil.
Referensi : Greenstein, Bens dkk. 2007. ERLANGGA.Edisi II. Sistem Endokrin. Hal
44-50
TIROTOKSIKOSIS
A. Etiologi
1. Penyakit Graves’ ( Diffuse Toxic goiter ) Lebih dari 90% penyebab tirotoksikosis
disebabkan oleh penyakit Graves’, oleh karena itu maka pembahasan selanjutnya
topik tirotoksikosis akan lebih difokuskan pada penyakit Grevas’ ini.
3. Struma Multinoduler
Gejala utama dari tirotoksikosis adalah berat badan menurun walaupun nafsu
makan baik, berdebar-debar, kecemasan dan gelisah, cepat lelah, banyak
berkeringat, tidak tahan panas, sesak bila bergiat, tremor dan kelemahan otot. Pada
pemeriksaan fisik biasanya ditemukan adanya pembesaran kelenjar tiroid.
C. Diagnosis
Diagnosis tirotoksikosis, umumnya dapat ditegakkan berdasarkan gejala
klinik, pemeriksaan untuk menilai derajat tirotoksikosis maupun untuk
pemantauan, maka pemeriksaan laoboratorium yang terbaik adalah kombinasi
antara FT4 (kadar tiroksin bebas) dengan TSH (thyroid stimulating hormone).
Kadar FT4 yang tinggi (normal 2,2 – 5,3 ng/dl) dan kadar TSH yang rendah
(normal 0,5 – 5,0) menunjukkan adanya tirotoksikosis (hipertiroid). Oleh
karena penyakit Graves’ merupakan penyakit autoimmum, maka pemeriksaan
autoantibody seperti Tg Ab dan TPO Ab, namun sayang pemeriksaan tersebut
juga memberikan nilai yang positif untuk penyakit autoimmune tiroid yang lain
(Hashimoto). Pemeriksaan antibodi yang khas untuk Graves’ adalah TSH-R Ab.
Pemeriksaan hormonal dan antibodi pada penderita penyakit tidak memerlukan
persiapan khusus bagi penderita (tidak perlu berpuasa).
D. Terapi
Walaupun dasar terjadinya penyakit Graves’ adalah proses autoimmune, namun
tujuan utama terapi penyakit ini adalah mengontrol hypertiroidisme. Terdapat 3
modalitas terapi saat ini yaitu : Obat anti tiroid, operasi dan radioterapi.
1. Obat anti tiroid(OAT) . Golongan obat ini terdiri dari propylthyourasil (PTU),
Metimazol dan Carbimazole (dirubah dengan cepat menjadi metimazole
setelah diminum) biasanya diberikan pada dengan dosis awal 100 – 150 mg
per enam jam ( PTU ) atau 30 – 40 mg (Metimazole/carbimazole) per 12 jam.
Biasanya remisi spontan akan terjadi dalam waktu 1 – 2 bulan. Pada saat itu
dosis obat dapat diturunkan menjadi 50-200mg (dalam dosis terbagi/ 2kali
sehari) untuk PTU atau 5 – 20 mg (dosis 1-2 kali sehari) untuk Metimazole.
Dosis maintenance ini dapat diberikan hingga 2 tahun untuk mencegah relaps.
Mekanisme kerja obat ini adalah menghambat konversi T4 (tidak aktif)
menjadi bentuk aktif (T3) dan juga memblok aktifitas hormon tiroid. Efek
samping obat ini adalah agranulositosis, reaksi allergi dan hepatotoksik. Pada
penderita hipertiroid yang sedang hamil maka pilihan obat adalah PTU, oleh
karena obat ini kurang dapat melewati barrier palasenta (hidrofilik), kecuali
bila juga terjadapat tanda-tanda toksik pada janin maka dapat dipilih obat
Metimazole (lipofilik).
2. Operasi. Biasanya dilakukan subtotal tiroidektomi dan merupakan pilihan untuk
penderita dengan pembesaran kelenjar gondok yang sangat besar atau
multinoduler. Operasi hanya dilakukan setelah penderita euthyroid (biasanya
setelah 6 minggu setelah pemberian OAT) dan dua minggu sebelumnya harus
dipersiapkan dengan pemberian larutan kalium yodida (lugol) 5 tetes 2 kali
sehari (dianggap dapat mengurangi vaskularisasi sehingga mempermudah
operasi)
3. Terapi Yodium Radioaktif ( I131). Pemberian radiasi secara oral (minum)
dilakukan apabila ada kontra indikasi pemberian obat OAT, tidak berespon
dan sering relaps dengan OAT. Radioaktif harus diberikan bila fungsi jantung
normal dan dikontraindikasikan pada penderita hamil. Terapi radiasi dianggap
dapat menghentikan proses autoimmune pada penyakit Graves’ namun
mempunyai efek samping hipotiroidisme yang permanent.
4. Pilihan obat lainnya.
a. Beta blocker.
Propranolol 10 – 40 mg/hari (tid) berfungsi untuk mengontrol gejala
tahikardia, hipertensi dan fibrilasi atrium. Dapat pula sebagai obat pembantu
OAT oleh karena juga menghambat konversi T4 ke T3.
b. Barbiturate.
Phenobarbital digunakan sebagai obat penenang ( sedataif) dan juga dapat
mempercepat metabolisme T4 sehingga dapat menurunkan kadar T4 dalam
darah.
E. Komplikasi
1. Penyakit jantung tiroid (PJT).
Diagnosis ditegakkan bila terdapat tanda-tanda dekompensasi jantung
(sesak, edem dll), hipertiroid dan pada pemeriksaan EKG maupun fisik didapatkan
adanya atrium fibrilasi.
F. Pengendalian
Pengendalian tirotoksikosis dimaksudkan untuk mempertahankan kadar FT4
dan THSs sesuai atau mendekati kadar orang normal. Pemeriksaan pemantauan
biasanya dilakukan setiap 3 bulan atau bila ada tanda-tanda komplikasi
pengobatan. Pemantauan terhadap fungsi hati dan darah rutin mutlak diperlukan
pada penderita yang diberikan pengobatan dengan obat anti tiroid.
Referensi :Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 4. Jilid 2. Hal 1843-1845