Anda di halaman 1dari 35

Makassar, 6 April 2017

LAPORAN PBL SISTEM ENDOKRIN

MODUL 1

BERAT BADAN MENURUN

KELOMPOK 1

SATRIA MANDALA B ( 110 2014 0014 )

ANDI CHAERUNNISA ( 110 2014 0136 )

AULIA AMANI ( 110 2014 0009 )


MUHAMMAD RAFSANJANI ( 110 2014 0040 )

ARIDAYANA ( 110 2014 0063 )

HERRY GUNAWAN ( 110 2014 0094 )


NADIAH AN-NUR ( 110 2014 0130 )

AYDILLA LIL ANNISANI ( 110 2014 0140 )

LILIS LESTARI ( 110 2014 0152 )

FADHILAH NUR AZIZAH ( 110 2014 0157 )

TUTOR : dr.

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

MAKASSAR

2017
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan atas limpahan rahmat, taufik, dan hidayah-Nya
sehingga laporan hasil TUTORIAL modul 1 pada skenario 1 dari kelompok 1 ini dapat
terselesaikan dengan baik. Dan tak lupa kami kirimkan salam dan shalawat kepada nabi
junjungan kita yakni Nabi Muhammad SAW. Yang telah membawa kita dari alam yang
penuh kebodohan ke alam yang penuh kepintaran.

Kami juga mengucapkan terima kasih kepada setiap pihak yang telah membantu
dalam pembuatan laporan ini dan yang telah membantu selama masa TUTORIAL khususnya
kepada beberapa tutor sekaligus pembimbing kami yang telah membantu selama proses PBL
berlangsung. Dan kami juga mengucapkan permohonan maaf kepada setiap pihak jika dalam
proses PBL telah berbuat salah baik disengaja maupun tidak disengaja.

Semoga Laporan hasil TUTORIAL ini dapat bermanfaat bagi setiap pihak yang telah
membaca laporan ini dan khususnya bagi tim penyusun sendiri. Diharapkan setelah membaca
laporan ini dapat memperluas pengetahuan pembaca mengenai Sistem Endokrin.

Makassar, 6 April 2017

Kelompok 1
SKENARIO

Seorang laki-laki umur 45 tahun, mengunjungi dokter oleh karena berat badan
menurun yang dialami sejak 1 bulan terakhir. Nafsu makan baik dan yang bersangkutan tidak
sedang melakukan program diet. Penderita juga mengeluh akhir-akhir ini selalu merasa
lemas, lelah, dan selalu mengantuk dan terganggu dengan keluhan kram pada kedua tungkai.

KLARIFIKASI KATA
Kata Kunci

 Laki-laki 45 tahun
 Berat badan menurun sejak 1 bulan terakhir
 Nafsu makan baik dan tidak diet
 Keluhan : lemas, lelah, selalu mengantuk dan kram pada kedua tungkai

PERTANYAAN

1. Organ-organ apa saja yang terlibat pada skenario?


2. Apa yang menyebabkan berat badan menurun? Jelaskan juga dengan patomekanisme!
3. Hormon-hormon apa saja yang terlibat dalam penurunan berat badan?
4. Jelaskan patomekanisme gejala dari skenario tersebut !
(lemas, lelah, mengantu, dan kram pada kedua tungkai)
5. Apa hubungan antara penurunan berat badan dengan gejala yang menyertai?
6. Apa saja langkah-langkah diagnosis?
7. Apa saja diagnosis banding dari skenario tersebut?
8. Apa perspektif islam terhadap skenario tersebut?

JAWABAN

1. Organ-organ yang terlibat pada skenario


Beberapa kelenjar endokrin :
 Glandula Hypofise
 Glandula Thyreoidea
 Glandula Parathyreoidea
 Glandula Suprarenalis
 Pancreas
 Testis/ovarium
 Epiphyse (Glandula Pinealis)
 Thymus
Glandula Hypophyse (Glandula Pituitaria)
 Bentuk ovoid/kacang, ukuran 12 x 8 mm, berat 500 mg
 Terdapat intracranial (ttp extradural) pada central fossa cranii media lanjutan dasar
diencephalon/vetr III
 Suatu kelenjar “two in one” organ : terdapat 2 bagian kelenjar dengan fungsi
masing- masing
 Dibungkus oleh Capsula jaringan ikat
 Adenohypophyse menghasilkan growth hormon, thyroid stimulating hormone
(TSH), adrenocorticotrophic hormone (ACTH), gonadotrophic hormone (GTH),
follicle stimulating hormone (FSH), luteinizing hormone (LH)
 Neurohypophyse menghasilkan hormon oxytocin dan anti-diuretic hormone (ADH).

Letak
 “fossa hypophyseal” pada superior sinus sphenoidalis + nasopharynx
 Di tutupi “diaphragma sellae” (bagian duramater) centralnya berlubang dilalui
Infunndibulum
 Sinus Cavernosum & isinya (lateral) \
 Sinus intercavernosus (ant+post+inf)
 Chiasma opticum (ant. Sup)
 Dikelilingi Circulus Willisi

Lobus

1. Lobus anterior (Adenohypophyse)


Pars : Pars ant/distalis
Infundibulum : Pars Intermedia
2. Lobus Posterior (Neurohyphophyse)
Eminentia mediana : Lobus neuralis
Infundibulum stem

Lobus anterior > lobus posterior


Lobus anterior struktur “celluler” (glandular)
Lobus posterior struktur “neural” (axon dari hypothalamus)
Lobus anterior tidak berhubungan dengan Diencephalon
Lobus posterior lanjutan Diencephalon
Vaskularisasi
1. Arteri dari cab. A. Carotis interna :
a. A. Hyphophyseus superior
b. A. Hyphophyseus inferior
2. Vena (ke sinus cavernosus)
a. V. Hyphophyseus superior
b. V. Hyphophyseus inferior
3. Intrahyphophyseal terbentuk
a. Anastomose
b. Sistem portal hyphophyse

Glandula Suprarenalis (Adrenal Gland )


 Berat 3-6 mg, ukuran 50x30x10 mm, warna kekuning-kuningan
 Ada 2 buah : Glandula suprarenalis sinistra et dextra
 Terdapat 2 bagian : cortex ( luar 9/10) dan medulla (dalam, 1/10)
 Mempunyai hilus : terletak pada facies anterior, dilewati vasa suprarenalis &
pembuluh lymphe .
 Bagian korteks menghasilkan hormon kortikokortikoid dan mineralokortikoid
 Bagian medulla menghasilkan hormon adrenal dan noradrenalin
Letak :
 Pada cavum abdominis ( retroperitoneal)
 Pada polus superior renalis sin + dextra
 Dibungkus : fascia renalis & perirenal fat

VASCULARISASI:
1. A.suprarenalis superior (cab.a.phrenicainf)
2. A.suprarenalis media (cab.lgsg aorta abd)
A.suprarenalisinf (cab.a.renalis)Arteri tersebut tidak masuk pada hilus suprarenalis
tetapi pada permukaan lainnya.

VENA:

 Hanyaada 1 vena suprarenalis, keluardarihilussuprarenalis


 Dextra →ke V. Cava inferior
 Sinistra →kev.renalissinistra
ALIRAN LYMPHE:
Ikutv.suprarenalis
Kenl.paraaortici
Pemb.lymphe keluar dari hilus SR
INNERVASI:
Hanya SYMPATHIS, dari n.splanchnicusthoracis, ke cortex + medulla
TDK ADA innervasi parasympathis.
 PANCREAS
 Hormon yang dihasilkan yaitu gastrin, kolesistokinin, sekretin, glukagon dan insulin.
LETAK:
 Retroperitoneal didalam cav.abd
 Melintang hampir horizontal dengan bagian cauda agak naik ke hilus lienalis
 Terdapat pada ddg post bursa omentalis
 Pada level V.L2 ke Th12-L1
 Gabungan KEL. EKSOKRIN dan KEL. ENDOKRIN
 Bagian KEL. EKSOKRIN  yang punya Ductus Pancreaticus
 Bagian KEL. ENDOKRIN  yaitu bagian PULAU-PULAU LANGERHANS dari
Pancreas, terdiri sel :
o Sel ά HormonGLUCAGON
o Sel β Hormon INSULIN

Bagian-bagiannya :

1. CAPUT PANCREATIS:
 Regio epigastrium
 Terletak pada lengkungan huruf “C” duodenum (pars
sup+desc+horizontal)
 S/d batas INCISURA PANCREATICA
2. CORPUS PANCREATIS:
 Regio epigastrium
 Mulaipdincisurapancreatica
 Diventral aorta abdominalis & rensin,di dorsal gaster
 S/d batas lig.lienorenale
3. CAUDA PANCREATIS:
 Regio hypochondrium sinistra
 Di dalam lig.lienorenale, masuk hilus lienalis

Glandula Thyreoidea
 Hormon yang dihasilkan yaitu triidotironin (T3), tiroksin (T4) dan kalsitonin
LETAK

o Diventral :
– Bagian Caudal LARYNX (Cartilago Thyreoidea + Cricoidea)
– Bagian Cranial TRACHEA (s/d cincin cartilago trachealis VI)
o Ditutupi :
– Otot-otot Infrahyoid
o Medial (sisi dalam) :
– Larynx
– Trachea
– Oesphagus
– Carotid Sheath
– N. Recurrens laryngeus

Melekat pada LARYNX  ikut gerakan naik-turun LARYNX

Produksi Hormon  THYROXIN

 Vaskularisasi

 A.THYREOIDEA SUPERIOR (cab. A.carotisexterna), mempercab.kanr.anterior


(menujuke isthmus) dan posterior, beranastomose dengan r.ascendensa.thyreoidea
inferior

 A.THYREOIDEA INFERIOR (cab.truncusthreocervicalis) mensuplai kesebag.besar


kelenjar

 A.THYREOIDEA IMA (cab. Truncus brachio cephalicus atau langsung dari arcus
aortae)

 Aliran darah vena (V.THYREOIDEA SUP,MEDIA) bermuara ke dalam


v.jugularisinterna dan v.thyreoidea inferior bermuarake v..brachiocephalica

 ALIRAN LYMPHE

 LN. CERVICALIS PROFUNDUS ( bagian superior dan inferior)

 LN. PARATRACHEALIS
 Innervasi
SYMPATHIS (mengikutia.thyreoidea superior dana.thyreoidea inferior)
 GANGLION CERVICALE SUPERIOR
 GANGLION CERVICALE MEDIUS

THYMUS

 Terletak :

o Pada Mediastinum Superior

o Tepat dibelakang Manubrium Sterni

o Didepan pembuluh darah besar jantung

 Terdiri dari 2 Lobus

 Pada orang dewasa  Regressi pada > 20 tahun

 Produksi hormon THYMOSIN  pengaturan Immunologis(merangsang kerja sel


limfosit T)
 TESTIS
 Hormon yang dihasilkan yaitu estrogen dan testosteron
 Bentuk Ovoid agakgepeng, ± P x L x T = 4 x 2,5 X 3 cm
 Bagian-bagiannya :

 Extremitas Superior

 Extremitas Inferior

 Margoanterior

 Margoposterior terdapat mediastinum testis (terdapat rete testis)

 Letak  - dalamcavum scroti

- Testis kiri lebih rendah daripada kanan

 Struktur

 Dibentuk oleh jaringan ikat TUNICA ALBUGINEA

 Dibungkus oleh TUNICA VAGINALIS td Lamina Viscerali sdan


Parietalis(diantaranya terdapat rongga)

 Bagian dalamnya TUNICA VASCULOSA Lapisan pembuluh darah

 Dari mediastinum testis(padamargo posterior) keluar ductuli efferentes


 Didorsocranial testis terdapatujung FUNICULUS SPERMATICUSsehingga testis
tergantung dalam cavum scroti

 Testis dapatbergerak  naik turun oleh kontraksi m.cremasterica pada Funiculus


Spermaticus

 Pada rongg aantara lamina visceralis + parietalis TUNICA VAGINALIS bisaterdapat


:

 Cairan HYDROCELE

 Darah HEMATOCELE

 CRYPTORCHISMUS  Testis yg tidak turun ke scrotum,

Bisa tertinggal/terletak : - cavum Abdominis

- cavum Pelvis

- canalis inguinalis

 Homolog dengan TESTIS pria

 Bentuk oval – gepeng; P x L x T = ± 4 x 2 x 1 cm

 Terletak pada FOSSA OVARICA  dinding lat cavum pelvis

 Bagian-bagian :

– Extremitas Superior + Inferior

– Margo liber (ant) + mesovarica (post)

– Facies lateralis + medialis

– Hilus Ovarii

 FIKSASI :

– Lig. Suspensorium Ovarica (pada Ext. Sup)

– Lig. Ovarii Proprium (pada Ext. Inf)

– Mesovarium (pada Margo post)


 OVARIUM
 Hormon yang dihasilkan yaitu estrogen dan progesteron

 Homolog dengan TESTIS pria

 Bentuk oval – gepeng; P x L x T = ± 4 x 2 x 1 cm

 Terletak pada FOSSA OVARICA  dinding lat cavum pelvis

 Bagian-bagian :

– Extremitas Superior + Inferior

– Margo liber (ant) + mesovarica (post)

– Facies lateralis + medialis

– Hilus Ovarii

 FIKSASI :

– Lig. Suspensorium Ovarica (pada Ext. Sup)

– Lig. Ovarii Proprium (pada Ext. Inf)

– Mesovarium (pada Margo post)

 Hepar

Hepar merupakan organ terbesar dalam rongga perut, hepar terletak pada bagian
superior dari rongga perut. Terletak pada regio hipokondrium kanan, epigastrium dan
terkadang bisa mencapai regio hipokondrium kiri. Hepar pada orang dewasa memiliki
berat sekitar 2% dari berat badan.

Hepar dibagi menjadi 4 lobus, yaitu lobus dextra, lobus caudatus, lobus sinistra dan
quadratus. Memiliki lapisan jaringan ikat tipis yang disebut kapsula Glisson, dan pada
bagian luarnya ditutupi oleh peritoneum. Daerah tempat keluar masuk pembuluh darah
pada hepar dikenal dengan nama hilus atau porta hepatis. Pembuluh yang terdapat pada
daerah ini antara lain vena porta, arteri hepatica propia, dan terdapat duktus hepatikus
dextra dan sinistra.
Vena pada hepar yang membawa darah keluar dari hepar menuju vena cava
inferior adalah vena hepatica. Sedangkan, pembuluh darah vena porta dan arteri hepatica
alirannya menuju pada porta hepatica.

Persarafan pada hepar dibagi menjadi dua yaitu bagian parenkim dan permukaan
hepar. Pada bagian parenkim, persarafan dikelola oleh N. Hepaticus yang berasal dari
plexus hepatikus. Mendapatkan persarafan simpatis dan parasimpatis dari N.X.
sedangkan pada bagian permukaannya mendapatkan persarafan dari nervi intercostales
bawah.

Referensi : R. Putz, R. Pabts. 2002. Sobotta. ECG : Jakarta. Jilid II. Hal. 128

Jurnal Unsrat.ac.id (Jurnal Sistem Homon) Hal. 21-24

2. Penyebab berat badan menurun


a. Pengaruh Hormon Insulin
Hormon insulin berperan dalam metabolisme glukosa dalam sel. Apabila ada
gangguan pada sekresi dan kerja insulin, misalnya hyposekresi dan resistensi
insulin, maka akan menimbulkan hambatan dalam utilasi glukosa serta
peningkatan kadar glukosa darah (hyperglikemia). Hyposekresi insulin disebabkan
oleh rusaknya sel β. Resistensi insulin disebabkan tidak adanya atau tidak
sensitifnya reseptor insulin yang berada dipermukaan sel. Hyposekresi dan
resistensi insulin menyebabkan glukosa tidk masuk ke dalam sel sehingga tidak
dihasilkan energi. Akibatnya, terjadi penguraian glikogen dalam otot. Dan
pemecahan protein sehingga menyebabkan penurunan berat badan.
b. Pengaruh Hormon Tiroid
Hormon tiroid berperan dalam metabolisme yang terjadi dalam tubuh.
Kelebihan hormon tiroid menyebabkan peningkatan kecepatan metabolisme basal
yang terjadi dalam tubuh. Apabila glukosa tidak mampu mencukupi kebutuhan
metabolisme tubuh, maka tubuh menggunakan glikogen dan protein sebagai bahan
bakar penggantinya. Akibatnya, massa otot menurun dan berat badan pun
menurun.
c. Pengaruh Hormon Kortisol
Salah satu hormon yang mengatur regulasi berat badan adalah kortisol.
Apabila terjadi penurunan kortisol, akan berakibat pada menurunnya metabolisme
dalam tubuh. Penurunan kortisol ini sendiri dapat disebabkan oleh destruksi
korteks adrenal. Penurunan metabolisme dalam tubuh akan mengakibatkan
penurunan jumlah energi yang diperoleh (ATP menurun). Hal ini memicu
terjadinya pemecahan di dalam otot sendiri, sehingga massa otot berkurang.
Penurunan massa otot ini pada akhirnya akan menyebabkan penurunan berat
badan.

Referensi :Wilfrid, Mary dkk. 2013. ECG. Halaman 46-59

3. Hormon-hormon yang terlibat pada skenario


1. Kortisol
o Peningkatan kortisol dapat menyebabkan berat badan meningkat (obesitas
central)
o Dapat meningkatkan nafsu makan
o Menghambat hormone Tiroid, GH, dan hormone reproduksi.
o Menyebabkan penyimpanan trigliserida & penurunan lemak
o Merangsang produksi glukosa
2. Insulin
o Kortisol meningkatkan insulin
o Berperan dalam peningkatan BB
o Mengubah energy menjadi lemak dan menyimpan lemak, sehingga berat
badan menjadinaik
o Berat badan turun saat insulin mengalami penurunan, lalu terjadi pembakaran
lemak didalam tubuh.
o Makanan tinggi glikemik terutama karbohidrat menyebabkan pelepasan
insulin
o Makanan serat, mencegah pelepasan insulin
3. Leptin
o Dibentuk di sel lemak, sehingga makin banyak sel lemak dalam tubuh, maka
makin tinggi hormone leptin
o Peningkatan leptin di tubuh membuat tubuh menerima perintah untuk berhenti
makan. Begitu pula sebaliknya.
o Logisnya, seseorang mengalami obesitas semakin baik. Tetapi kebanyakan
orang obesitas, resisten terhadap hormone leptin, sehingga tidak bekerja
dengan baik dan tidak ada perintah untuk berhenti makan.
4. Tiroid
o Penting dalam metabolism
o Penderita hipotiroid bias bertambah berat badannya.
o Pasien yang memiliki tiroid terlalu aktif sering mengalami peningkatan nafsu
makan
5. GH (Growth Hormon)
o Dapat menyebabkan diabetes dan resistensi insulin
o Meningkatkan massa otot
o Merangsang hati mensekresi IGF-1
6. Testosteron
o Apabila testosterone mengalami penurunan, maka berat badan juga ikut
mengalami penurunan, baik kepada pria maupun wanita
7. Estrogen
o Estrogen yang rendah menyebabkan penyimpanan lemak ditubuh.

Referensi :respositoy.usu.ac.id (Sindrom Metabolik)

5. Hubungan antara penurunan berat badan dengan gejala.

 Sekresi insulin menurun > glukosa tidak bisa masuk kedalam sel > sel melakukan
glikoneogenesis dan lipolisis > muscle wasting dan jaringan lemak berkurang >
lemas/lelah/berat badan menurun
 Resistensi insulin > glukosa darah meningkat > darah mengental > darah ke otak
berkurang > mengantuk

Disamping itu penurunan berat badan juga menyebabkan massa otot berkurang. Hal
itu disebabkan karena kurangnya ATP, yang merupakan efek dari ketidakseimbangan
antara suplai O2 dengan proses metbolisme dalam tubuh. Metabolisme didalam tubuh
menjadi cepat (biasanya dipengaruhi oleh hormon tiroid) namun suplai O2 tidak dapat
menyeimbangi kebutuhan metabolisme tubuh sehingga tubuh melakukan kompensasi
beruba metabolisme anaerob namun ATP yang dihasilkan sedikit dan disamping itu
juga dihasilkan asam laktat. Sehingga tubuh menjadi lelah dan lemas.
Referensi :

Sherwood, Lauralee. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi 6. Jakarta : EGC.
Halaman 781-783

Jurnal panduan endokrin repository. usu. ac. Id

6. Patomekanisme gejala pada skenario

A. Kram Pada Kedua Tungkai

Basis patofisiologik pengembangan timbulnya periferal neuropati dari diabetes


tidaklah dipahami dengan sepenuhnya, dan berbagai hipotesis telah diajukan. Faktor-
faktor etiologik daripada diabetes neuropati diduga adalah vaskuler, metabolisme,
neurotrofik dan immunologik.

1. Faktor vaskular

Abnormalitas vaskuler yang terjadi pada pasien dengan diabetik polineuropati


meliputi penebalan membran basalis dinding pembuluh darah, endotelial hiperplasia,
disfungsi endotelial, peningkatan ekspresi endotelin dan peningkatan kadar vascular
endothelial growth factor (VEGF). Diabetes secara selektif merusak sel, seperti
endotelial sel dan mesangial sel, dimana kecepatan pengangkutan glukosa tidak
merosot dengan cepat seperti halnya hasil peningkatan kadar gula, hal ini mendorong
ke arah penumpukan glukosa tinggi dalam sel. Berdasarkan teori ini, terjadi proses
iskemia endoneurial yang berkembang karena adanya peningkatan endoneural vascular
resistance terhadap daerah hiperglikemi. Berbagai faktor berkenaan dengan
metabolisme, termasuk pembentukan glycostatin end product, juga telah mencakup,
mendorong ke arah kerusakan kapiler, inhibisi transpor aksonal, aktivitas
Na+/K+ATPase, dan akhirnya ke degenerasi aksonal.

2. Teori berkenaan dengan metabolisme

Ada 2 teori utama berhubungan dengan efek yang berkenaan dengan metabolisme
dari hiperglikemi kronis dan efek iskemia pada saraf periferal. Efek hiperglikemia yang
berkenaan dengan metabolisme meliputi pembuatan potensi neurotoksin (seperti jenis
oksigen reaktif dan sorbitol) dan perubahan tingkatan enzimntraseluler dan molekul
pemberian isyarat (seperti Na+/K+ATPase, protein kinase C, dan protein mitogen-
activated kinase).

2.1. The polyol pathway

Di dalam status yang normoglikemik, kebanyakan glukosa intrasellular adalah


di phosphorylated ke glucose-6-phosphate oleh hexoginase. Hanya sebagian kecil dari
glukosa masuk polyol pathway. Dibawah kondisi-kondisi hiperglikemi, hexoginase dan
merusak protein, lipid dan asam nukleat. Hasil dari oksidasi atau nitrosilasi dari radikal
bebas akan menyebabkan penurunan aktivitas biologik, kehilangan kemampuan
metabolisme energi, transport, dan kehilangan kemampuan fungsi utama lainnya.
Akumulasi dari proses ini akan menyebabkan sel mati melalui mekanisme apoptosis
atau nekrotik. Suatu teori mengatakan bahwa gula yang berlebihan dalam sirkulasi
darah di tubuh saling berinteraksi dengan suatu enzim di dalam sel Schwann, yang
disebut aldose reductase. Aldose reductase mengubah bentuk gula ke dalam sorbitol,
yang pada gilirannya menarik air ke dalam sel Schwann, menyebabkan sel Schwann
membengkak. Ini pada gilirannya menjepit serabut saraf, menyebabkan kerusakan dan
menimbulkan rasa nyeri. Akhirnya sel Schwanndan serabut saraf dapat nekrosis.

2.2 Aktivasi protein kinase C pathway

Berperan dalam pathogenesis diabetic peripheral neuropathy. Hiperglikemi


didalam sel meningkatkan sintesa suatu molekul yang disebut dicylglycerol (DAG),
yaitu suatu critical activating factor untuk isoforms protein kinase-C,β,α,ð. Protein
kinase C juga diaktifkan oleh oxydative stressdan advanced glycation end product.
Aktivasi protein kinase C menyebabkan peningkatan permeabilitas vaskuler, gangguan
sintesa nitric oxyde(NOs), dan perubahan aliran darah. Advanced glycation end product
sangat toksik dan merusak semua protein tubuh, termasuk sel saraf. Dengan
terbentuknya AGEs dan sorbitol, maka sintesis dan fungsi NO akan menurun, sehingga
vasodilatasi berkurang, aliran darah ke saraf menurun, dan bersama rendahnya
mionisitol dalam sel saraf, terjadilah neuropati diabetik.

2.3 Adenosine diphosphate (ADP)

Ada bukti bahwa poly Adenosine diphosphate (ADP)-ribose polymerase


(PARP) mempunyai suatu peran penting dalam mediator beberapa pathway dari
hyperglycemia induced damage.
2.4. The hexosamine pathway

Ketika hiperglikemia intraselluler berkembang didalam sel target dari komplikasi


diabetes, menyebabkan produksi ROS (reactive oxygen species) mitokhondria. ROS
menerobos inti DNA, yang mengaktifkan PARP. PARP kemudian memodifikasi
enzimGAPDH (glycolytic glyceryldehyde-3 fosfat dehidrogenase), dengan demikian
mengurangi aktivitasnya. Akhirnya, pengurangan aktivitas GAPDH akan mengaktifkan
polyolpathway, meningkatkan pembentukan AGE intraseluler (lycation and product),
mengaktifkan PKC dan sesudah itu NFxB, dan mengaktifkan hexosamine pathway flux.

3. Faktor neurotropik

Nerve growth factordiperlukan untuk mempercepat dan mempertahankan


pertumbuhan saraf. Pada penderita diabetes kadar NGF serum cenderung turun dan
berhubungan dengan derajat neuropati.

4. Faktor immunologi

Pada penderita diabetes dijumpai adanya antineural antibodiesdalam serum yang


secara langsung dapat merusak struktur saraf sensorik dan motorik yang bisa dideteksi
dengan immunoflorens indeks.

B. Lemah dan Lemas

Insulin yang dikeluarkan oleh sel beta pankreas dapat diibaratkan sebagai anak
kunci yang dapat membuka pintu masuknya glukosa ke dalam sel, untuk kemudian di
dalam sel glukosa itu dimetabolisasikan menjadi tenaga. Bila insulin tidak ada, maka
glukosa tidak dapat masuk ke dalam sel, akibatnya glukosa akan tetap berada di dalam
pembuluh darah yang artinya kadarnya di dalam darah meningkat. Dalam keadaan ini
badan akan menjadi lemah dan lemas karena tidak ada sumber energi di dalam sel.

C. Mengantuk

Hal ini disebabkan karena penurunan insulin yang menyebabkan tingginya kadar
glukosa darah. Tingginya kadar glukosa dalam darah (hiperglikemia) akan
mengakibatkan viskositas darah meningkat. Peningkatan viskositas darah akan
menyebabkan penurunan volume plasma. Penurunan volume plasma ini juga berarti
bahwa volume darah yang dipompa oleh jantung menurun. Hal ini berdampak pada
kurangnya transpor darah ke otak sehingga otak tidak mendapatkan cukup oksigen. Hal
inilah yang menyebabkan timbulnya rasa kantuk.

Referensi :
Sherwood, Lauralee. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi 6. Jakarta : EGC.
Halaman 118, 126, 274
Respository.usu.ac.id

7. Diagnosis Banding

HIPERTIROIDISME

A. Definisi

Hipertiroidisme (tiroid terlalu aktif) adalah suatu kondisi dimana kelenjar


tiroid menghasilkan terlalu banyak hormon tiroksin. Hipertiroidisme dapat secara
signifikan mempercepat metabolisme tubuh, menyebabkan penurunan berat badan
tiba-tiba, detak jantung yang cepat atau tidak teratur, berkeringat dan gelisah atau
mudah tersinggung.

Tirotoksikosis merupakan suatu kondisi dimana didapatkan kelebihan hormon


tiroid karena ini berhubungan dengan suatu kompleks fisiologis dan biokimiawi yang
ditemukan bila suatu jaringan memberikan hormon tiroid berlebihan.

B. Etiologi

Penyebab Hipertiroidisme adalah adanya Imuoglobulin perangsang tiroid


(Penyakit Grave), sekunder akibat kelebihan sekresi hipotalamus atau hipofisis
anterior, hipersekresi tumor tiroid. Penyebab tersering hipertiroidisme adalah penyakit
Grave, suatu penyakit autoimun, yakni tubuh secara serampangan
membentuk thyroid-stymulating immunoglobulin (TSI), suatu antibodi yang
sasarannya adalah reseptor TSH di sel tiroid.

C. Patofisiologi

Tirotoksikosis ialah manifestasi klinis kelebihan hormon tiroid yang beredar


dalam sirkulasi. Hipertiroidisme adalah tirotoksikosis yang diakibatkan oleh kelenjar
tiroid yang hiperaktif. Apapun sebabnya manifestasi klinisnya sama, karena efek ini
disebabkan ikatan T3 dengan reseptor T3-inti yang makin penuh. Rangsang oleh TSH
atau TSH-like substance (TSI, TSAb), autonomi intrinsik kelenjar menyebabkan
tiroid meningkat, terlihat dari radioactive neck-uptake naik. Sebaliknya pada destruksi
kelenjar misalnya karena radang, inflamasi, radiasi, akan terjadi kerusakan sel hingga
hormon yang tersimpan dalam folikel keluar masuk dalam darah. Dapat pula karena
pasien mengkonsumsi hormon tiroid berlebihan. Dalam hal ini justru radioactive
neck-uptake turun. Membedakan ini perlu, sebab umumnya peristiwa kedua ini,
toksikosis tanpa hipertiroidisme, biasanya self-limiting disease.

D. Klasifikasi

Hipertiroidisme dapat timbul spontan atau akibat asupan hormon tiroid yang
berlebihan. Terdapat dua tipe hipertiroidisme spontan yang paling sering dijumpai
yaitu penyakit Graves dan goiter nodular toksik. Pada penyakit Graves terdapat dua
kelompok gambaran utama yaitu tiroidal dan ekstratiroidal, dan keduanya mungkin
tak tampak. Ciri-ciri tiroidal berupa goiter akibat hiperplasia kelenjar tiroid, dan
hipertiroidisme akibat sekresi hormon tiroid yang berlebihan. Pasien mengeluh lelah,
gemetar, tidak tahan panas, keringat semakin banyak bila panas, kulit lembab, berat
badan menurun, sering disertai dengan nafsu makan yang meningkat, palpitasi dan
takikardi, diare, dan kelemahan serta atropi otot. Manifestasi ekstratiroidal
oftalmopati ditandai dengan mata melotot, fisura palpebra melebar, kedipan
berkurang, lig lag, dan kegagalan konvergensi. Goiter nodular toksik, lebih sering
ditemukan pada pasien lanjut usia sebagai komplikasi goiter nodular kronik,
manifestasinya lebih ringan dari penyakit Graves.

E. Manifestasi Klinis

1. Umum : Tak tahan hawa panas hiperkinesis, capek, BB turun,


tumbuh cepat, toleransi obat, hiperdefekasi, lapar.

2. Gastrointestinal : Makan banyak, haus, muntah, disfagia, splenomegali.

3. Muskular : Rasa lemah.

4. Genitourinaria : Oligomenorea, amenorea, libido turun, infertil,


ginekomasti.
5. Kulit : Rambut rontok, kulit basah, berkeringat, silky hair dan
onikolisis.

6. Psikis dan saraf : Labil, iritabel, tremor, psikosis, nervositas, paralisis


periodik dispneu.

7. Jantung : hipertensi, aritmia, palpitasi, gagal jantung.

8. Darah dan limfatik : Limfositosis, anemia, splenomegali, leher membesar.

9. Skelet : Osteoporosis, epifisis cepat menutup dan nyeri tulang.

F. Pemeriksaan Penunjang

1. Thyroid-stimulating hormone (TSH) yang dihasilkan oleh hipofisis akan menurun


pada hipertiroidisme. Dengan demikian, diagnosis hipertiroidisme hampir selalu
dikaitkan dengan kadar TSH yang rendah. Jika kadar TSH tidak rendah, maka tes lain
harus dijalankan.

2. Hormon tiroid sendiri (T3, T4) akan meningkat. Bagi


pasien denganhipertiroidisme, mereka harus memiliki tingkat hormon tiroid yang
tinggi. Terkadang semua hormon tiroid yang berbeda tidak tinggi dan hanya satu atau
dua pengukuran hormon tiroid yang berbeda dan tinggi. Hal ini tidak terlalu umum,
kebanyakan orang dengan hipertiroid akan memiliki semua pengukuran hormon tiroid
tinggi (kecuali TSH).

3. Yodium tiroid scan akan menunjukkan jika penyebabnya adalah nodul tunggal
atau seluruh kelenjar.

G. Diagnosis

Untuk mendiagnosis penyakit ini harus dilakukan beberapa pemeriksaan


seperti pemeriksaan fisik dan tes darah laboratorium untuk melihat kadar hormon T3,
T4 dan THS. Jika kadar hormon tiroid tinggi dan kadar hormon THS rendah, hal ini
mengindikasikan kelenjar tiroid terlalu aktif yang disebabkan oleh adanya suatu
penyakit. Bisa juga dideteksi dengan menggunakan scan tiroid yang menggunakan
sinar X-ray untuk melihat kelenjar tiroid setelah menggunakan iodin radioaktif
melalui mulut. Untuk mendiagnosis hipertiroid bisa menggunakan Indeks Wayne
seperti terlihat pada tabel 1 di bawah ini.
Tabel 1. Indeks Wayne

No. Gejala Yang Baru Timbul Dan Atau Bertambah Berat Nilai

1 Sesak saat kerja +1

2 Berdebar +2

3 Kelelahan +3

4 Suka udara panas -5

5 Suka udara dingin +5

6 Keringat berlebihan +3

7 Gugup +2

8 Nafsu makan naik +3

9 Nafsu makan turun -3

10 Berat badan naik -3

11 Berat badan turun +3

No Tanda Ada Tidak

1. Tyroid Teraba +3 -3

2. Bising Tyroid +2 -2

3. Exoptalmus +2 -

4. Kelopak Mata Tertinggal Gerak +1 -


Bola Mata

5. Hiperkinetik +4 -2

6. Tremor Jari +1 -
7. Tangan Panas +2 -2

8. Tangan Basah +1 -1

9 Fibrilasi Atrial +4 -

10. Nadi Teratur

<80 x/menit - -3

80-90 x/menit - -

>90 x/menit +3 -

Hipertiroid : ≥ 20

Eutiroid: 11 - 18

Hipotiroid: <11

H. Penatalaksanaan

Prinsip pengobatan tergantung dari etiologi tirotoksikosis, usia pasien, riwayat


alamiah penyakit, tersedianya modalitas pengobatan, situasi pasien, resiko pengobatan,
dan sebagainya. Pengobatan tirotoksikosis dikelompokkan dalam:

1. Tirostatiska : kelompok derivat tioimidazol (CBZ, karbimazole 5 mg, MTZ,


metimazol atau tiamazol 5, 10, 30 mg), dan darivat tiourasil (PTU propiltiourasil 50,
100 mg)

2. Tiroidektomi : operasi baru dikerjakan kalau keadaan pasien eutiroid, klinis maupun
biokimiawi.

3. Yodium radioaktif.

J. Prognosis

Dubia ad bonam. Mortalitas krisis tiroid dengan pengobatan adekuat adalah


10-15%. Individu dengan tes fungsi tiroid normal-tinggi, hipertiroidisme subklinis,
dan hipertiroidisme klinis akan meningkatkan risiko atrium fibrilasi. Hipertiroidisme
juga berhubungan dengan peningkatan risiko gagal jantung (6% dari pasien), yang
mungkin menjadi sekunder untuk atrium fibrilasi atau takikardia yang
dimediasicardiomyopathy. Gagal jantung biasanya reversibel bila hipertiroidisme
diterapi. Pasien dengan hipertiroidisme juga berisiko untuk hipertensi paru sekunder
peningkatan cardiac output dan penurunan resistensi vaskuler paru. Pada pasien
dengan penyakit jantung yang sudah ada sebelumnya, hipertiroidisme meningkatkan
risiko kematian (rasio hazard [HR] = 1,57), dan bahkan mungkin pada pasien tanpa
jantung. Hal ini juga meningkatkan risiko stroke iskemik (HR = 1,44) antara dewasa
usia 18 sampai 44 years. Hipertiroidisme tidak diobati juga berpengaruh terhadap
kepadatan mineral tulang yang rendah dan meningkatkan risiko fraktur pinggul.

Referensi :Greenstein, Bens dkk. 2007. ERLANGGA. Sistem Endokrin. Hal 21-24

DIABETES MELITUS TIPE-2

A. Epidemiologi

International Diabetes Federation(IDF) menyebutkan bahwa prevalensi Diabetes


Melitus di dunia adalah 1,9% dantelahmenjadikan DM sebagai penyebab kematian urutan
ketujuh di dunia sedangkan tahun 2012 angka kejadian diabetes melitus didunia adalah
sebanyak 371 juta jiwa dimana proporsi kejadian diabetes mellitus tipe 2 adalah 95% dari
populasi dunia yang menderita diabetes mellitus.

B. Patogenesis

Diabetes mellitus merupakan penyakit yang disebabkan oleh adanya kekurangan


insulin secara relatif maupun absolut. Defisiensi insulin dapat terjadi melalui 3 jalan,
yaitu:

 Rusaknya sel-sel β pancreas karena pengaruh dari luar (virus,zat kimia, dll).
 Desensitasi
atau penurunan reseptor glukosa pada kelenjar pancreas.
 Desensitasi atau kerusakan reseptor insulin di jaringan perifer.
C. Patofisiologi

Dalam patofisiologi DM tipe 2 terdapat beberapa keadaan yang berperan yaitu :

1. Resistensi insulin

2. Disfungsi sel β pancreas


Diabetes mellitus tipe 2 bukan disebabkan oleh kurangnya sekresi insulin, namun
karena sel-sel sasaran insulin gagal atau tidak mampu merespon insulin secara normal.
Keadaan ini lazim disebut sebagai “resistensi insulin”. Resistensi insulin banyak terjadi
akibat dari obesitas dan kurangnya aktivitas fisik serta penuaan. Pada penderita diabetes
mellitus tipe 2 dapat juga terjadi produksi glukosa hepatik yang berlebihan namun tidak
terjadi pengrusakan sel-sel β langerhans secara autoimun seperti diabetes mellitus tipe 2.
Defisiensi fungsi insulin pada penderita diabetes mellitus tipe 2 hanya bersifat relative dan
tidak absolut.

Pada awal perkembangan diabetes mellitus tipe 2, sel β menunjukan gangguan pada
sekresi insulin fase pertama, artinya sekresi insulin gagal mengkompensasi resistensi
insulin. Apabila tidak ditangani dengan baik, pada perkembangan selanjutnya akan terjadi
kerusakan sel-sel β pankreas. Kerusakan sel-sel β pancreas akan terjadi secara progresif
sering kali akan menyebabkan defisiensi insulin, sehingga akhirnya penderita memerlukan
insulin eksogen. Pada penderita diabetes mellitus tipe 2 memang umumnya ditemukan
kedua factor tersebut, yaitu resistensi insulin dan defisiensi insulin.

D. Faktor resiko

1. Obesitas (kegemukan)

Terdapat korelasi bermakna antara obesitas dengan kadar glukosa darah, pada derajat
kegemukan dengan IMT >23 dapat menyebabkan peningkatan kadar glukosa darah
menjadi 200mg%. 1,2

2. Hipertensi

Peningkatan hipertensi berhubungan erat dengan tidak tepatnya penyimpanan garam


dan air, atau meningkatnya tekanan dari dalam tubuh pada sirkulasi pembuluh darah
perifer.

3. RiwayatKeluarga Diabetes Mellitus

Seorang yang menderita Diabetes Mellitus didugamempunyai gen


diabetes.Didugabahwabakat diabetes merupakan gen resesif.Hanya orang yang bersifat
homozigot dengan gen resesif tersebut yang menderita Diabetes Mellitus.

4. Dislipedimia
Adalah keadaan yang ditandai dengan kenaikan kadar lemakdarah (Trigliserida> 250
mg/dl). Terdapat hubungan antara kenaikan plasma insulin dengan rendahnya HDL (<
35 mg/dl) sering didapat pada pasien Diabetes.

5. Umur
Berdasarkan penelitian, usia yang terbanyak terkena Diabetes Mellitus adalah


>45 tahun.
6. Riwayat persalinan
Riwayat abortus berulang, melahirkan bayi cacat
atau berat badan bayi >4000gram

6. Faktor Genetik


DM tipe 2 berasal dari interaksi genetis dan berbagai faktor mental Penyakit ini sudah
lama dianggap berhubungan dengan agregasi familial. Risiko emperis dalam hal
terjadinya DM tipe 2 akan meningkat dua sampai enam kali lipat jika orang tua atau
saudara kandung mengalami penyakit ini.

E. Gejala klinis

Gejala diabetes mellitus dibedakan menjadi akut dan kronik Gejala akut diabetes
mellitus yaitu : Poliphagia (banyak makan) polidipsia (banyak minum), Poliuria
(banyak kencing/seringkencing di malam hari), nafsu makan bertambah namun berat
badan turun dengan cepat (5-10 kg dalam waktu 2-4 minggu), mudah lelah.

Gejala kronik diabetes mellitus yaitu : Kesemutan, kulit terasa panas atau seperti
tertusuk tusuk jarum, rasa kebas di kulit, kram, kelelahan, mudah mengantuk,
pandangan mulai kabur, gigi mudah goyah dan mudah lepas, kemampuan seksual
menurun bahkan pada pria bisa terjadi impotensi, pada ibu hamil sering terjadi
keguguran atau kematian janin dalam kandungan atau dengan bayi berat lahir lebih dari
4kg.

F. Diagnosis

Keluhan dan gejala yang khas ditambah hasil pemeriksaan glukosa darah sewaktu
>200 mg/dl, glukosa darah puasa >126 mg/dl sudah cukup untuk menegakkan
diagnosis DM. Untuk diagnosis DM dan gangguan toleransi glukosa lainnya diperiksa
glukosa darah 2 jam setelah beban glukosa.Sekurang- kurangnya diperlukan kadar
glukosa darah 2 kali abnormal untuk konfirmasi diagnosis DM pada hari yang lain
atau Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) yang abnormal. Konfirmasi tidak
diperlukan pada keadaan khas hiperglikemia dengan dekompensasi metabolik akut,
seperti ketoasidosis, berat badan yang menurun cepat .

Ada perbedaan antara uji diagnostik DM dan pemeriksaan penyaring. Uji


diagnostik dilakukan pada mereka yang menunjukkan gejala DM, sedangkan
pemeriksaan penyaring bertujuan untuk mengidentifikasi mereka yang tidak
bergejala, tetapi punya resiko DM (usia> 45 tahun, berat badan lebih, hipertensi,
riwayat keluarga DM, riwayat abortus berulang, melahirkan bayi> 4000 gr, kolesterol
HDL <= 35 mg/dl, atau trigliserida ≥ 250 mg/dl). Uji diagnostik dilakukan pada
mereka yang positif uji penyaring.11

Pemeriksaan penyaring dapat dilakukan melalui pemeriksaan kadar glukosa


darah sewaktu atau kadar glukosa darah puasa, kemudian dapat diikuti dengan tes
toleransi glukosa oral (TTGO) standar

G. Penatalaksanaan

Terdapat 4 pilar utama pengelolaan penderita DM yaitu :

1. Penyuluhan Penyuluhan dimaksudkan untuk memberikan pengertian dan


pengetahuan sebanyak mungkin pada penderita DM. Oleh karena penyakit DM
merupaka penyakit kronik yang berlangsung seumur hidup, maka sangat diperlukan
pengertian dan kerjasama antara dokter dengan penderita beserta keluarganya.
Pemberian pengetahuan yang memadai kepada penderita DM akan menimbulkan
motivasi penderita untuk turut bekerja sama dalam mengendalikan kadar glukosa
darahnya, dan senantiasa mau menolong dirinya sendiri dalam upaya pemburukan
penyakit dan pencegahan komplikasi.

2. Perencanaan makan Strandar diet bagi penderita DM adalah makanan dengan


komposisi yang seimbang dalam hal karbohidrat, protein dan lemak. Komposisi gizi
yang dianjurkan adalah sebagai berikut : Karbohidrat 60 – 70 % Protein 10 – 15 %
Lemak 20 – 25 % Jumlah kalori yang diberikan disesuaikan dengan status gizi dan
aktifitas penderita dan dimaksudkan untuk mencapai dan mempertahankan berat
badan idaman.

3. Latihan Jasmani Disarankan latihan jasmani secara teratur ( 3-4 kali seminggu )
selama kurang lebih 30 menit. Latihan jasmani yang dianjurkan adalah jogging,
bersepeda dan renang oleh karena jenis olah raga ini memenuhi kriteria CRIPE
(continous, rhythmical, interval, progressive, endurance training). Sedapat mungkin
latihan mencapai zona sasaran yaitu 15 mencapai 75 – 85 % dari denyut nadi
maksimal (220 - umur ), namun harus disesuiakan dengan kemampuan dan ada atau
tidaknya penyakit penyerta.

Pada dasarnya pengelolaan DM tanpa dekompensasi metabolik, sebaiknya dimulai


dengan pengaturan makan disertai latihan jasmani yang cukup selama beberapa
waktu (4-8 minggu). Bila setelah itu kadar glukosa darah masih belum memenuhi
kadar sasaran metabolik yang diinginkan, baru diberikan obat hipoglikemik oral atau
insulin sesuai dengan indikasi. Dalam keadaan dekompensasi metabolic, misalnya
ketoasidosis, stress berat, kadar glukosa darah yang sangat tinggi, berat badan yang
menurun dengan cepat dll, maka insulin atau obat berkhasiat hipoglikemik dapat
segera diberikan pada kesempatan pertama.

4. Obat berkhasiat hipoglikemik : Terdapat 2 kelompok obat berkhasiat hipoglikemik


yaitu : obat hipoglikemik oral (OHO) dan insulin. A. Obat hipoglikemik Oral : Saat
ini terdapat 5 jenis OHO yang tersedia dipasaran. OHO tersebut dimetabolisme dan
diekresikan di hati dan ginjal. Oleh karena itu tidak dianjurkan diberikan pada
penderita dengan gannguan fungsi hati dan ginjal, karena dapat menyebabkan
memburuknya fungsi kedua organ tersebut dan dapat menyebabkan terjadinya
akumulasi obat dalam tubuh.

1. Golongan Sulfonilurea

Mekanisme kerja utama dari obat ini adalah merangsang peningkatan sekresi insulin
pankreas. Dapat menyebabkan rekasi hipoglikemia dan sering timbul perasaan lapar
sehingga merupakan pilihan utama untuk penderita DM dengan berat badan kurang.
Untuk menghindari resiko hipoglikemia yang berkepanjangan, maka golongan
sulfonylurea dengan waktu kerja panjang sebaiknya dihindari pada penderita usia
lanjut.

2. Golongan Meglitinide

Obat golongan ini juga merangsang sekresi insulin pancreas, namun waktu kerjanya
sangat singkat, sehingga merupakan obat terpilih untuk penderita DM dengan kadar
glukosa darah Post prandail (2 jam sesudah makan) yang tinggi.
3. Golongan Biguanide (Metformin)

Golongan obat mempunyai kerja utama untuk menekan produksi glukosa hati dan
memperbaiki resistensi insulin. Obat tidak menekan nafsu makan dan bahkan dapat
menimbulkan rasa mual sehingga cocok diberikan pada penderita yang gemuk. Efek
samping yang ditakutkan dari obat ini adalah terjadinya laktik asidosis, oleh karena
itu tidak dianjurkan untuk penderita DM dengan kecenderungan hipoksiemia
(misalnya penyakit jangtung dan gangguan perfusi paru yang berat). Obat ini bisa
diberikan sebelum makan, namun bila terdapat mual maka dapat diberikan pada saat
bersamaan atau sesudah makan.

4. Golongan alfa glukosidase Inhibitor (Acarbose).

Obat ini bekerja sebagai competitive inhibitor dengan karbohidrat diusus, sehingga
menghambat absorbsi absorbsi karbohidrat. Cocok diberikan pada penderita DM
dengan nafsu makan yang sulit terkontrol dan juga bermanfaat untuk menekan kadar
glukosa darah post prandial. Obat ini bisa menimbulkan rasa tidak enak pada perut
seperti kembung dan flatulen sehingga pemberiannya sebaiknya pada waktu makan.

5. Golongan Thyozolidindiones

Golongan obat ini mempunyai peran utama sebagai Insulin sensitizer, memperbaiki
resistensi insulin diperifer, sehingga cocok diberikan pada penderita dengan dugaan
resistensi insulin (gemuk). Bila diberikan obat ini maka harus dilakukan pemantauan
fungsi hati yang ketat (setiap 3 bulan) oleh karena bersifat hepatotoksik.

H. Komplikasi
Komplikasi DM terdiri dari Komplikasi akut dan komplikasi kronik.
A. Komplikasi akut terdiri dari :
1. Koma Ketoasidosis ( KAD )
Terjadi karena adanya kekurangan insulin secara absolute (terutama pada
penderita DM tipe 1. KAD biasanya dipicu oleh stress berat seperti infeksi atau
trauma. Secara klinis biasanya ditandai dengan penurunan kesadaran, dehidrasi /
syok, demam, pernapasan Kussmaull dan ditemukannya bendabenda keton dalam
urine ( Ketonuria/ketosis).

2. Koma Hiperosmoler Non Ketotik (KHNK)


Pada keadaan ini sebenarnya terdapat insulin dalam darah walaupun hanya
mencukupi untuk kebutuhan basal (biasanya ditemukan pada penderita DM tipe 2).
Juga dipicu oleh faktor stress yang meneybabkan kebutuhan insulin meningkat.
Gejala dan terapi pada prinsipnya sama dengan KAD, hanya tidak ditemukan
ketosis ( oleh karena masih ada insulin) dan biasanya terdapat hiperosmoler,
sehingga cairan yang digunakan untuk mengatasi dehidrasi adalah larutan
hipotonik ( NaCl 0,45%).

4. Hipoglikemik
Komplikasi ini dapat terjadi akibat kesalahan magement dari dokter
(Overtreatment ) atau kesalahan penderita ( minum OHO atau suntikan insulin tapi
penderita tidak makan). Kadar glukosa darah biasanya < 50 mg/dl dan jarang
ditemukan tanda-tanda dehidrasi. Biasanya diawali dengan gejala-gejala
peringatan : mengantuk, perasaan lapar, gemetar dan tidak dapat berkonsentrasi.
Bila keadaan berlanjut maka akan timbul gejala neuroglopenia seperti gelisah dan
mengamuk dan pada akhirnya akan masuk koma. Terapi utama adalah pemberian
Dextrose 25 % intravena sebanyak 1 – 2 flacon ( 25-50 cc) dan dilanjutkan dengan
infuse dextrose 5 – 10 % sampai kadar glukosa darah stabil.

B. Komplikasi Kronik terdiri dari :

1. Komplikasi Mikro dan makrovaskuler meliputi : Penyakit Jantung koroner, stroke,


penyakit arteri oklusif perifer ( PAOD). Dasar terjadinya komplikasi
makrovaskuler adalah adanya percepatan proses aterosklerosis dan disfungsi
endotel.

2. Komplikasi Mikrovaskuler meliputi Retinopati dan Nefropati diabetic.

3. Neropati diabetik meliputi : neuropati perifer (kram-kram parastesi tungkai


/numbness) dan neupati otonom (gangguan irama jantung, inkontenentia urin dan
alvi serta gastropati diabetik).

4. Komplikasi campuran, biasanya merupakan gabungan antara komplikasi neuropati


dan vaskulopati seperti impotensi dan kaki diabetic (diabetic foot ). Infeksi sering
terjadi dan sulit sembuh pada penderita DM oleh karena kadar glukosa darah yang
tinggi merupakan media yang baik untuk pertumbuhan kuman dan juga adanya
vasulopati dan neuropati.

Referensi : Greenstein, Bens dkk. 2007. ERLANGGA.Edisi II. Sistem Endokrin. Hal
44-50

TIROTOKSIKOSIS

Tirotoksikosis adalah suatu sindroma klinik yang terjadi akibat meningkatnya


kadar hormon tiroid (T3) yang beredar dalam tubuh. Triyodotironin (T3) akan
meningkatkan komsumsi oksigen dan produksi panas melalui rangsangan tarhadap
Na+-K+ ATPase pada hampir semua jaringan tubuh (kecuali otak, limpa dan testis)
yang pada akhirnya akan meningkatkan basal metabolisme rate. Hormon tiroid juga
akan merangsang peningkatan sintesis struktur protein dan akhirnya menyebabkan
berkurangnnya massa otot.

A. Etiologi

Terdapat beberapa penyebab tirotoksikosis diantaranya :

1. Penyakit Graves’ ( Diffuse Toxic goiter ) Lebih dari 90% penyebab tirotoksikosis
disebabkan oleh penyakit Graves’, oleh karena itu maka pembahasan selanjutnya
topik tirotoksikosis akan lebih difokuskan pada penyakit Grevas’ ini.

2. Adenoma Toksik ( Penyakit Plummer ).

3. Struma Multinoduler

4. Tiroiditis sub akut

5. Torotoksikosis faksisia ( biasanya akibat minum hormon tiroid untuk menurunkan


berat badan)

6. Penyebab yang sangat jarang : struma ovarium, molahidatidosa, karsinoma tiroid


follikulare yang bermetastase. Penyebab utama terjadinya penyakit Graves’ adalah
proses otoimmun, sedangkan DM pada umumnya faktor genetik dan lingkungan
yang memegang peranan penting, kecuali pada penderita DM tipe 1 yang juga
disebabkan proses otoimmun. Itulah sebabnya, kadang dijumpai penyakit Graves’
bersama-sama dengan DM tipe 1 serta mpenyakit otoimmun lainnya.
B. Gejala

Gejala utama dari tirotoksikosis adalah berat badan menurun walaupun nafsu
makan baik, berdebar-debar, kecemasan dan gelisah, cepat lelah, banyak
berkeringat, tidak tahan panas, sesak bila bergiat, tremor dan kelemahan otot. Pada
pemeriksaan fisik biasanya ditemukan adanya pembesaran kelenjar tiroid.

C. Diagnosis
Diagnosis tirotoksikosis, umumnya dapat ditegakkan berdasarkan gejala
klinik, pemeriksaan untuk menilai derajat tirotoksikosis maupun untuk
pemantauan, maka pemeriksaan laoboratorium yang terbaik adalah kombinasi
antara FT4 (kadar tiroksin bebas) dengan TSH (thyroid stimulating hormone).
Kadar FT4 yang tinggi (normal 2,2 – 5,3 ng/dl) dan kadar TSH yang rendah
(normal 0,5 – 5,0) menunjukkan adanya tirotoksikosis (hipertiroid). Oleh
karena penyakit Graves’ merupakan penyakit autoimmum, maka pemeriksaan
autoantibody seperti Tg Ab dan TPO Ab, namun sayang pemeriksaan tersebut
juga memberikan nilai yang positif untuk penyakit autoimmune tiroid yang lain
(Hashimoto). Pemeriksaan antibodi yang khas untuk Graves’ adalah TSH-R Ab.
Pemeriksaan hormonal dan antibodi pada penderita penyakit tidak memerlukan
persiapan khusus bagi penderita (tidak perlu berpuasa).
D. Terapi
Walaupun dasar terjadinya penyakit Graves’ adalah proses autoimmune, namun
tujuan utama terapi penyakit ini adalah mengontrol hypertiroidisme. Terdapat 3
modalitas terapi saat ini yaitu : Obat anti tiroid, operasi dan radioterapi.

1. Obat anti tiroid(OAT) . Golongan obat ini terdiri dari propylthyourasil (PTU),
Metimazol dan Carbimazole (dirubah dengan cepat menjadi metimazole
setelah diminum) biasanya diberikan pada dengan dosis awal 100 – 150 mg
per enam jam ( PTU ) atau 30 – 40 mg (Metimazole/carbimazole) per 12 jam.
Biasanya remisi spontan akan terjadi dalam waktu 1 – 2 bulan. Pada saat itu
dosis obat dapat diturunkan menjadi 50-200mg (dalam dosis terbagi/ 2kali
sehari) untuk PTU atau 5 – 20 mg (dosis 1-2 kali sehari) untuk Metimazole.
Dosis maintenance ini dapat diberikan hingga 2 tahun untuk mencegah relaps.
Mekanisme kerja obat ini adalah menghambat konversi T4 (tidak aktif)
menjadi bentuk aktif (T3) dan juga memblok aktifitas hormon tiroid. Efek
samping obat ini adalah agranulositosis, reaksi allergi dan hepatotoksik. Pada
penderita hipertiroid yang sedang hamil maka pilihan obat adalah PTU, oleh
karena obat ini kurang dapat melewati barrier palasenta (hidrofilik), kecuali
bila juga terjadapat tanda-tanda toksik pada janin maka dapat dipilih obat
Metimazole (lipofilik).
2. Operasi. Biasanya dilakukan subtotal tiroidektomi dan merupakan pilihan untuk
penderita dengan pembesaran kelenjar gondok yang sangat besar atau
multinoduler. Operasi hanya dilakukan setelah penderita euthyroid (biasanya
setelah 6 minggu setelah pemberian OAT) dan dua minggu sebelumnya harus
dipersiapkan dengan pemberian larutan kalium yodida (lugol) 5 tetes 2 kali
sehari (dianggap dapat mengurangi vaskularisasi sehingga mempermudah
operasi)
3. Terapi Yodium Radioaktif ( I131). Pemberian radiasi secara oral (minum)
dilakukan apabila ada kontra indikasi pemberian obat OAT, tidak berespon
dan sering relaps dengan OAT. Radioaktif harus diberikan bila fungsi jantung
normal dan dikontraindikasikan pada penderita hamil. Terapi radiasi dianggap
dapat menghentikan proses autoimmune pada penyakit Graves’ namun
mempunyai efek samping hipotiroidisme yang permanent.
4. Pilihan obat lainnya.
a. Beta blocker.
Propranolol 10 – 40 mg/hari (tid) berfungsi untuk mengontrol gejala
tahikardia, hipertensi dan fibrilasi atrium. Dapat pula sebagai obat pembantu
OAT oleh karena juga menghambat konversi T4 ke T3.
b. Barbiturate.
Phenobarbital digunakan sebagai obat penenang ( sedataif) dan juga dapat
mempercepat metabolisme T4 sehingga dapat menurunkan kadar T4 dalam
darah.
E. Komplikasi
1. Penyakit jantung tiroid (PJT).
Diagnosis ditegakkan bila terdapat tanda-tanda dekompensasi jantung
(sesak, edem dll), hipertiroid dan pada pemeriksaan EKG maupun fisik didapatkan
adanya atrium fibrilasi.

2. Krisis Tiroid (Thyroid Storm).


Merupakan suatu keadaan akut berat yang dialami oleh penderita
tiritoksikosis (life-threatening severity). Biasanya dipicu oleh faktor stress (infeksi
berat, operasi dll). Gejala klinik yang khas adalah hiperpireksia, mengamuk dan
tanda tanda-tanda hipertiroid berat yang terjadi secara tiba-tiba.

3. Periodic paralysis thyrotocsicosis ( PPT).

Terjadinya kelumpuhan secara tiba-tiba pada penderita hipertiroid dan


biasanya hanya bersifat sementara. Dasar terjadinya komplikasi ini adalah adanya
hipokalemi akibat kalium terlalu banyak masuk kedalam sel otot. Itulah sebabnya
keluhan PPT umumnya terjadi setelah penderita makan (karbohidrat), oleh karena
glukosa akan dimasukkan kedalam selh oleh insulin bersama-sama dengan kalium
(K channel ATP-ase).

F. Pengendalian
Pengendalian tirotoksikosis dimaksudkan untuk mempertahankan kadar FT4
dan THSs sesuai atau mendekati kadar orang normal. Pemeriksaan pemantauan
biasanya dilakukan setiap 3 bulan atau bila ada tanda-tanda komplikasi
pengobatan. Pemantauan terhadap fungsi hati dan darah rutin mutlak diperlukan
pada penderita yang diberikan pengobatan dengan obat anti tiroid.
Referensi :Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 4. Jilid 2. Hal 1843-1845

8. Perspektif Islam bedasarkan dari skenario


Ma asaba min musiibatin fii alardi wala fii anfusikum illa fii kitabin min qabli
an nabraaha inna thalika 'ala Allahi yasiirun. Likayla ta'saw 'ala ma fatakum
wala tafrahuu bima atakum waAllahu la yuhibbu kulla mukhtalin fakhuurin
Artinya:
“Tiada suatu bencana pun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada diri kalian
sendiri melainkan telah tertulis di dalam kitab (Lauh Mahfuzh) sebelum Kami
menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.
(Kami jelaskan yang demikian itu) agar kalian jangan berduka cita atas apa yang
luput dari kalian, dan agar kalian jangan terlalu gembira dengan apa yang
diberikan-Nya kepada kalian. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang
sombong lagi membanggakan diri.”
Referensi : https://jurnal.ugm.ac.id

Anda mungkin juga menyukai