Anda di halaman 1dari 19

Kajian Pendidikan Kedokteran:

Moratorium Fakultas Kedokteran

Bidang Pendidikan dan Profesi ISMKI


#ISMKIUntukNegeri

Bethari Abi Safitri (Wakil Sekretaris Bidang Kajian


Pendidikan dan Profesi)
Fakultas Kedokteran Universitas Lambung Mangkurat
2013
Dini Ayu Harisiani ( Staff Bidang Kajian Pendidikan dan
Profesi )
Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro 2013

Maret 2016
Dokter sebagai garda terdepan untuk mengawal kesehatan, memegang
peranan penting untuk menentukan taraf kesehatan suatu negara. Kualitas
dokter dapat mencerminkan sejauh apa peran garda terdepan seorang dokter
terwujud, hal ini tentu akan berdampak besar terhadap kesehatan masyarakat.
Namun kenyataan yang ada dalam upaya menjamin kualitas kedokteran yang
ada terdapat beberapa permasalahan dengan fokus isu yang berbeda. Fokus isu
tersebut akan menjadi poin dalam kajian ini, dan poin permasalahan yang akan
diangkat dalam tulisan ini antara lain :
1. Melakukan Pembenahan Sistem Pendidikan Kedokteran
Carut marut dan kontroversi yang menyelimuti sistem pendidikan kedokteran di
Indonesia perlu di benahi. Mulai dari tahap preklinik dan klinik yang rawan
privatisasi, hingga tahap internship yang masih memiliki banyak kekurangan
disana sini harus segera ditangani oleh pemerintah. Aksi nyata harus dilakukan
pemerintah, seperti dengan memberikan alokasi dana lebih besar untuk
kesehatan, terutama pendidikan kedokteran, dan peninjauan ulang sistem
internship yang sarat masalah. Namun sekali lagi, permasalahan yang banyak
terjadi di dunia pendidikan kedokteran bukanlah hanya permasalahan
pemerintah namun permasalahan kita bersama. Duduk diam dan menyaksikan
segala sesuatunya terjadi bukanlah sikap generasi bangsa Indonesia yang
menginginkan
perubahan.
2. Moratorium Pendirian Fakultas Kedokteran
Saat ini Indonesia memiliki 75 Fakultas Kedokteran yang terdiri dari Fakultas
Kedokteran Negeri maupun swasta. Fakultas-fakultas kedokteran tersebut
memiliki akreditasi yang beragam, mulai dari A sampai C. Jumlah yang cukup
banyak tapi masih belum cukup memenuhi kebutuhan kita. Apakah kita akan
menambah jumlah fakultas kedokteran untuk menambah jumlah lulusan dokter
di Indonesia? Apakah tindakan tersebut akan menyelesaikan masalah-masalah
kesehatan di Negara kita ? Jawabannya adalah tidak, karena diperlukan waktu
lama untuk menyamaratakan kualitas fakultas kedokteran dan lulusan dokter di
Indonesia. Selain itu, mendirikan suatu fakultas kedokteran bukanlah hal yang
mudah, ada banyak sekali persyaratan yang harus dilengkapi oleh perguruan
tinggi yang bersangkutan. Hal tersebut memerlukan komitmen tinggi dari para
pemangku kebijakan terkait. Hilangnya komitmen dan intregitas akan
mengakibatkan tidak terpenuhinya standar fakultas kedokteran yang mumpuni
yang akan berdampak terhadap kualitas lulusan dokter. Selanjutnya yang terjadi
adalah menjamurnya fakultas kedokteran di Indonesia namun tidak disertai
perbaikan kualitas kesehatan bangsa Indonesia. Maka dari itu, perlu dilakukan
moratorium fakultas kedokteran baru sehingga fokus kita kini hanya untuk

meningkatkan kualitas pendidikan kedokteran dan lulusannya, bukan untuk


menambah kuantitasnya.
Pengertian Moratorium
Moratorium berasal dari Bahasa latin morari yang berarti penundaan, adalah
otorisasi legal untuk menunda pembayaran utang atau kewajiban tertentu
selama batas waktu yang ditentukan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia,
moratorium adalah (1) penangguhan pembayaran utang didasarkan pada
undang-undang agar dapat mencegah krisis keungan yang semakin hebat. (2)
penundaan; penangguhan.
Perkembangan kebijakan moratorium dari waktu ke waktu
Kebijakan moratorium sebenarnya telah dilaksanakan sejak tahun 2010
dan terus berlaku hingga saat kajian ini ditulis. Komitmen untuk
melaksanakan moratorium tidak hanya disampaikan oleh Kementrian Riset
dan Perguruan Tinggi sebagai pemangku kebijakan yang bertanggung
jawab atas perijinan pendirian program studi. Kebijakan moratorium
senantiasa mendapat dukungan dari banyak pihak dari tahun ke tahun.
KKI menghentikan untuk sementara pemberian rekomendasi untuk
pembukaan FK baru sejak Januari 2010. Moratorium ini kemudian
diperkuat oleh moratorium serupa dari Direktorat Jenderal Pendidikan
Tinggi Kemendikbud RI melalui SE DirJen Dikti No. 1061/E/T/2012 tahun
2012. (SE Dirjen Dikti diterbitkan pada 2012 bukan 2010)

Kemendikbud - (Agustus 2014)

Mendikbud Mohammad Nuh menuturkan, saat ini Kemendikbud tidak asal


dalam mengeluarkan izin operasional FK baru. Sejak kebijakan moratorium
dicabut, Kemendikbud baru mengeluarkan satu izin pendirian FK baru
yakni FK milik Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (Unusa). Izin untuk
FK baru itu keluar karena Kemendikbud menilai institusi Unusa sudah
memenuhi persyaratan Kemendikbud M.Nuh menjelaskan aturan baru
pendirian FK merujuk kepada Undang-Undang 20/2013 tentang Pendidikan
Kedokteran (Dikdok). Dalam UU itu, sedikitnya ada empat persyaratan
yang wajib dipenuhi unviersitas atau institusi untuk mendirikan FK. Empat
persyaratan itu adalah, memiliki dosen dan tenaga kependidikan sesuai
dengan aturan yang berlaku. Kemudian memiliki gedung untuk
penyelenggaraan pendidikan. Selanjutnya memiliki laboratorium biomedis,
laboratorium
kedokteran
klinis,
laboratorium
bioetika
(humaniorakesehatan), serta laboratorium kedokteran komunitas dan
kesehatan masyarakat. Syarat terakhir adalah, institusi wajib memiliki RS
pendidikan. Skema lainnya adalah memiliki RS yang bekerjasama dengan
RS pendidikan lainnya. Syarat-syarat tadi ditetapkan untuk menjamin
pendidikan dokter berkualitias. Sesuai dengan UU Dikdok mengamanatkan
pendidikan dokter harus menghasilkan dokter yang bermartabat, bermutu,
kompeten, berbudiluhur, dan berbudaya menolong. Selain itu juga

mencetak dokter yang berorientasi dengan keselamatan pasien, bermoral,


dan berjiwa sosial tinggi. Pertimbangan Kemendikbud mengeluarkan
kebijakan moratorium pendidikan FK baru, disebabkan karena ada FK yang
menjalankan pendidikan tidak sehat. Diantaranya adalah menerima
mahasiswa baru dengan rasio yang tidak wajar, hingga ratusan orang.
Pada aturan yang baru, setiap FK baru dibatasi hanya boleh menerima
mahasiswa baru sebanyak 50 orang saja. Kemudian untuk akreditasi FK
baru, langsung ditetapkan mendapatkan akreditasi terendah dan
diharapkan ditingkatkan sambil berjalan.

Konsil Kedokteran Indonesia ( Maret 2015)

Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) mengungkapkan, banyak fakultas


kedokteran (FK) berdiri tanpa memperhatikan kualitas. Pendirian hanya
didasari oleh keinginan menggenjot profit dan biasanya terjadi pada
institusi pendidikan swasta. Prof bambang juga mengatakan bahwa
apabila selama rentang waktu diberlakukan moratorium pendirian fakultas
kedokteran, terdapat universitas yang mendirikan fakultas kedokteran ,
maka pendirian tersebut dianggap tindakan illegal.

Ikatan Dokter Indonesia (Maret 2015)

IDI menyatakan sikap mendukung kebijakan moratorium. IDI meminta


pemerintah untuk meninjau masalah usulan pendirian fakultas kedokteran
(FK) baru. Dalam pandangan Ketua Purna IDI Prijo Sidipratomo, perbaikan
kualitas fakultas-fakultas kedokteran yang sudah ada pada semua
universitas di Indonesia mesti didahulukan. Maka, pemerintah pun dapat
lebih fokus pada ihwal menghasilkan dokter yang kompeten dan beretika.
Moratorium perlu dilakukan, karena perlu dilakukan perbaikan terlebih
dahulu kualitas fakultas-fakultas kedokteran
yang ada. Untuk
menghasilkan sarjana-sarjana atau dokter-dokter yang bisa terjamin
kualitasnya di tengah masyarakat. Apalagi, untuk mendirikan sebuah
fakultas kedokteran itu diperlukan persyaratan dan biaya sangat mahal.
Sehingga, tidak sembarangan pihak bersedia mendirikan institusi
pendidikan yang benar-benar berkualitas. sebuah universitas yang baru
didirikan, tidak bisa lantas langsung mendirikan sebuah FK.

Kemenristekdikti (September 2015)


Pemerintah ingin menata kembali pendidikan kedokteran yang sarat

masalah. Berdasarkan data, hanya 18 atau 20 persen mahasiswa


kedokteran yang dinyatakan lulus Ujian Kompetensi Mahasiswa Program
Profesi Kedokteran (UKMPPD). Ini pertanda ada proses yang kurang baik.

Beliau

mengatakan

salah

satu

bentuk

penataan

tersebut

adalah

moratorium FK. Penghentian pendirian FK baru ini akan berlaku hingga


proses pembelajaran di bidang kedokteran berjalan kembali baik.
Menurutnya, moratorium tersebut dimaksudkan menjaga kualitas lulusan
pendidikan kedokteran. Ditambahkan, pemerintah ingin fokus untuk
memperbaiki

FK

yang

bermasalah.

Selain

itu,

pemerintah

akan

melakukan monitoring dan evaluasi terhadap sekitar 32 FK yang


bermasalah. Pemerintah juga akan melaksanakan pembinaan setiap
enam bulan sekali terhadap FK-FK bermasalah tersebut. Dengan melihat
jumlah mahasiswa yang lulus UKMPPD di fakultas kedokteran bermasalah
masih di bawah 60 persen, tuturnya. "Kebutuhan dokter sangat besar.
Karena itu, jangan sampai memproduksi dokter yang tidak ada mutunya."

Menristek Dikti M Nasir di BPPT II, Jakarta, Senin (28/9/2015).

Notulensi Audiensi ISMKI bersama Konsil Kedokteran Indonesia


(KKI), Selasa 8 Maret 2016 mengenai Moratorium.
ISMKI sebagai wadah aspirasi mahasiswa kedokteran Indonesia juga turut
andil dalam keberlangsungan kebijakan moratorium pendirian fakultas
kedokteran. Dalam rangka menjalankan fungsi pengawasan, ISMKI
melaksanakan audiensi dengan KKI dengan hasil sebagai berikut :
1) Kemenristek dikti belum mengemukakan secara resmi nama-nama
Universitas yang layak membuka FK yang baru dari 35 Universitas yang
mendaftarkan secara resmi pada Januari-Maret 2015 ketika moratorium
dicabut melalui press conference (harusnya dilaksanakan pada bulan
januari) dan KKI sudah sering menanyakan hal ini pada pihak
Kemenristekdikti RI terkait Moratorium. Dan belum ada kepastian sampai
sekarang.
2) Hal yang diutamakan untuk tahun 2016 adalah peningkatan akreditasi
Fakultas Kedokteran C menjadi B (target KKI 10-15 FK).
3) Moratorium Pembukaan FK juga seyogyanya akan diumumkan melalui
Press Confrence, direncanakan moratorium diberlakukan sampai batas
waktu yang belum ditentukan sembari melakukan pembinaan kepada FK
yang sudah ada.
4) Ketua KKI mempunyai program untuk melakukan penutupan FK dalam
rangka menyaring FK - FK dengan cara tidak asal menutup tetapi dengan
terlebih dahulu melakukan pembinaan terhadap FK FK yang masih
berakreditasi C menjadi B.

5) FK Univ. Bosowa tidak termasuk dalam daftar 35 Universitas yang


mendaftarkan diri pada tahun 2015.

6) Pada tahun 2015 ada 35 calon Fakultas kedokteran dan menyebar di


seluruh Indonesia (tidak termasuk Bosowa) yang mendaftar pada bulan
januari- maret 2015. KKI berencana untuk tidak akan memberikan izin
kepada lebih dari 5 perguruan tinggi (diusahakan tidak lebih dari 3,
dengan alasan sudah banyaknya FK dengan usaha untuk membenahi
yang sudah ada ).
7) KKI sudah mendesak Presiden dan Kemenristek dikti terkait Moratorium
Pembukaan FK dan dari KKI memiliki kualifikasi tersendiri untuk membuka
Fakultas Kedokteran.
8) Untuk membuka PPDS baru ada beberapa syarat yang harus dipenuhi,
diantaranya adalah harus mendapat surat rekomendasi dari KKI (wajib),
jika tidak maka tidak akan bisa.
9) Untuk membuka FK baru, Terdapat 5 TIM yaitu KKI, DIKTI, IDI, AIPKI dan
ARSPI dari masing-masing ada 1 wakil. Tim ini yang akan menilai calon FK
dari SDM, sarana, prasarana, kurikulum, dan lain-lain. Lalu di evaluasi dan
dinilai apakah pantas dibuka atau tidak dan tetap wewenang dari Tim.
Bukan mutlak dari KKI.
10)
KKI selama ini telah melakukan proses Monitoring dan Evaluasi
(monev) terhadap FK dan FKG. Hasilnya terdapat 3 FK, 1 FKG, dan 1 PPDS
yang akan direkomendasikan kepada Kemenristek dikti RI untuk dibekukan
(disuspend) dengan tidak menerima mahasiswa baru sembari FK tersebut
melakukan perbaikan
Pelaksanaan kebijakan moratorium pendirian fakultas kedokteran
Perjalanan kebijakan moratorium tidaklah sesuai dengan yang telah
direncanakan sejak awal. Ada banyak penyimpangan-penyimpangan terkait
kebijakan moratorium yang terus berkembang bahkan sejak kebijakan
moratorium tersebut dilaksanakan
Maret 2016
Berita yang sangat mengejutkan ditengah-tengah kebijakan moratorium
pendidikan kedokteran di Indonesia yang telah disepakati bersama oleh
banyak pihak.

Gambar 1. Berita Pemberian Izin dibukanya Prodi Kedokteran di 8


PTN dan PTS (Kompas)
Kedelapan PT yang membuka program studi kedokteran tahun ini adalah
Universitas Khairun Ternate, Universitas Surabaya, Universitas
Ciputra
Surabaya,
Universitas
Muhammadiyah
Surabaya,
Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahin Malang, UIN
Alauddin Makassar, Universitas Bosowa Makassar, dan Universitas
Wahid Hasyim Semarang. Pernyataan Muhammad Nasir selaku Menteri
Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi menjadi tanya besar bagi beberapa
pihak dikarenakan pemberian izin pendirian FK kepada 8 Perguruan Tinggi
dianggap menyalahi kebijakan moratorium FK yang sedang berjalan
hingga saat ini.

Gambar 2. Penyerahan SK Prodi Kedokteran Baru


Alasan perlu diberlakukan moratorium fakultas kedokteran
1. Pelaksanaan UKMPPD dan jumlah lulusan yang belum maksimal
Dengan 75 Fakultas kedokteran yang ada di Indonesia, kira-kira terdapat
15000 lulusan dokter untuk setiap tahunnya. Namun semenjak kebijakan
UKDI sejak tahun 2008 atau yang saat ini disebut sebagai UKMPPD (Uji
Kompetensi Mahasiswa Pendidikan Profesi Dokter) diberlakukan, maka
tidak semua lulusan fakultas kedokteran dapat langsung disumpah dan
melaksanakan tugasnya sebagai seorang dokter. Syarat mutlak yang
harus diikuti seluruh mahasiswa kedokteran untuk bisa menjadi seorang
dokter adalah lulus UKMPPD.
Menimba ilmu di fakultas kedokteran yang berbeda-beda dengan standar
dan sistem yang berbeda-beda, mahasiswa kedokteran dituntut untuk
memiliki kualifikasi yang sama dan menjadi dokter yang terstandar secara
nasional. Fakultas kedokteran yang belum terstandardisasi dengan baik
tentu akan sedikit banyak berdampak kepada lulusan yang dihasilkannya.
Hal ini tercermin dari angka kelulusan UKMPPD secara nasional yang
beberapa kali tercatat kurang dari 50%. Data kelulusan UKMPPD di setiap
institusi juga sangat fluktuatif dan jauh dari target yang diharapkan oleh
pemerintah.
Dengan pendirian FK baru tentu akan menambah runyam permasalahan
ini. Karena semakin banyak peserta UKMPPD maka diharapkan semakin
banyak pula tingkat kelulusannya. Jika tidak, maka akan semakin banyak
mahasiswa retaker dimana hal ini akan memperpanjang daftar antrian
Internship dan apabila dibiarkan maka yang ditakutkan adalah efek
domino dimana di satu titik akan terjadi antrian peserta yang membludak.

Jumlah Peserta Internsip berdasarkan Jumlah Lulusan UKMPPD


2014
WaktuUjian

Keberangkatan
Internsip
Oktober 2014

Batch
I
2014
Februari
Batch II 2014 - Mei
November 2014
Batch
III
2014
- Februari 2015
Agustus
Batch
IV
2014
- Mei 2015
November
JumlahLulusan/CalonPesertaInternsip

Jumlah
Peserta
3960

Tk Kelulusan
56,2%

JumlahPesert
a Lulus
2226

4134
1909

29,8%
67%

1232
1270

2447

61%

1491
6219

Tabel 1. Jumlah Perserta Internship berdasarkan Julah Lulusan UKMPPD


2014

Gambar 3. Jumlah Perserta Internship berdasarkan Julah Lulusan


UKMPPD 2014

Jumlah Peserta Internsip berdasarkan Jumlah Lulusan UKMPPD 2015


WaktuUjian

KeberangkatanIntern
sip

JumlahPesert
a

TkKelulusa
n

JumlahPesert
a Lulus

Batch I 2015 Februari

Oktober-November
2015*
Batch II 2015 Mei
(2016)**
Batch III 2015 - Agustus (2016)
Batch
IV
2015
- (2016)
November
JumlahLulusan 2 Batch

3513

63%

2204

3793
-

46%
-

1742
3946

*KeberangkatanOktober 2015 untukSisa Batch IV 2014 sebanyak 504 orang


**Keberangkatan November 2015 untuk Batch I 2015 sebanyak 3000 orang

Tabel 2. Jumlah Peserta Internsip berdasarkan Jumlah Lulusan


UKMPPD 2015

*KeberangkatanOktober 2015 untukSisa Batch IV 2014 sebanyak 504 orang


**Keberangkatan November 2015 untuk Batch I 2015 sebanyak 3000 orang

Gambar 4. Jumlah Peserta Internsip berdasarkan Jumlah


Lulusan UKMPPD 2015

Moratorium perlu dilakukan agar pemerintah bersama-sama dengan


fakultas kedokteran dapat terus mengupayakan peningkatan kualitas
institusinya dan mahasiswa lulusannya. Hal tersebut diharapkan akan
meningkatkan jumlah dokter di Indonesia dan mengurangi jumlah retaker
UKMPPD yang akan dijelaskan pada topik bahasan dibawah.
2. Peningkatan jumlah retaker UKMPPD

Seperti telah disinggung sebelumnya bahwa pendirian FK baru


yang tidak diiringi dengan peningkatan kualitas secara holistik, baik
mahasiswa lulusannya maupun sistem dan sarana-prasarana akan sangat
berakibat fatal pada keberlangsungan program pemerintah seperti
UKMPPD dan Internsip. Semakin banyak mahasiswa yang tidak lulus maka
akan mengakibatkan meningkatnya jumlah retaker. Dengan membenahi
FK yang telah ada dan fokus dalam peningkatan kualitas mahasiswa
kedokteran
diharapkan
akan
mampu
menyelesaikan
masalah
menumpuknya retaker UKMPPD. Dengan total 75 institusi saja sudah
diperkirakan akan ada 12.988 retaker pada tahun 2016. Jumlah tersebut
adalah jumlah retaker dari UKMPPD tahun 2015 saja, belum lagi ditambah
dari retaker UKMPPD tahun-tahun sebelumnya.
Selain menimbulkan masalah dan beban bagi fakultas kedokteran,
permasalahan retaker ini juga berdampak pada status sosial dan beban
moral dan biaya mahasiswa yang bersangkutan.

% kelulusan first taker UKMPPD 2014-2015

First Taker: 4256


Retaker 1: 2051 (tidak lulus mei 2015) + 3310 = 5361
Retaker 2: 5361 x 56,25% = 3016 5361-3016 = 2345
Retaker 3: 2345 x 56,25% = 1319 2345-1319 = 1026
Total Estimasi 2016 = 12.988

Gambar 5. % kelulusan first taker UKMPPD 2014-2015

Bila kita lihat data diatas, perkiraan kekurangan dokter pada tahun 2019
adalah 3,639 dan meningkat hingga menjadi 4,080 pada tahun 2025.
Sementara itu diperkiraan terdapat 12.988 retaker UKMPPD pada tahun
2016 ini. Banyaknya jumlah retaker disebabkan oleh rendahnya jumlah
presentase kelulusan UKMPPD dibeberapa institusi.
Institusi (PTN dan PTS) dengan kelulusan UKMPPD terendah
institusi
Kelulusan
Series 2
Series 3
A
3
61
5%
B
2
11
15%
C
84
362
19%
D
15
51
23%
E
86
265
25%
F
60
161
27%
G
109
290
27%
H
11
24
31%
I
26
52
33%
J
8
15
35%
Tabel 3. Institusi (PTN dan PTS) dengan kelulusan UKMPPD
terendah
Data Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi 2015
Peningkatan kualitas fakultas kedokteran dan kualitas lulusan dokter akan
meningkatkan kelulusan UKMPPD dan dengan demikian apabila jumlah
retaker dapat dikurangi , bahkan dapat menutupi kekurangan dokter di
Indonesia hingga tahun 2025 bahkan akan berkelebihan. Hal tersebut
dapat dicapai hanya dengan memaksimalkan kualitas 75 Fakultas
kedokteran yang ada tanpa perlu menambah jumlah fakultas kedokteran
lagi.
3. Akreditasi Fakultas Kedokteran di Indonesia yang masih di bawah
cita-cita
Pendirian fakultas kedokteran baru juga dirasa tidak akan menyelesaikan
permasalahan yang ada yaitu terkait kualitas lulusan dokter di Indonesia.
Peningkatan kualitas pendidikan kedokteran di Indonesia saat ini menjadi
permasalahan terbesar yang sedang dihadapi oleh kita bersama.
Menurut data BANPT pada Januari 2015, Masih terdapat 25 Universitas
terakreditasi C , 30 fakultas kedokteran terakreditasi B dan hanya 16
universitas yang terakreditasi A. Akreditasi sendiri merupakan suatu
standar yang merepresentatifkan kondisi dan kualitas suatu universitas
atau program pendidikan.
Sementara itu peningkatan kualitas fakultas kedokteran di Indonesia
terkesan lambat karena dari tahun 2014 hingga 2015, hanya 5 universitas
yang berhasil meningkatkan akreditasinya.
Total
Universitas
Fakultas Kedokteran
Total U. Negeri

dengan

71
Univ
31
Univ

Total U. Swasta
Total U. Negeri Akreditasi A
Total U. Swasta Akreditasi A
Total U. Negeri Akreditasi B
Total U. Swasta Akreditasi B
Total U. Negeri Akreditasi C
Total U. Swasta Akreditasi C
TOTAL PRAKIRAAN LULUSAN/TAHUN

40
Univ
12
Univ
4 Univ
11
Univ
19
Univ
8 Univ
17
Univ
14200
Mhs

16
Univ
30
Univ

25
Univ

Tabel 4. Total Universitas dengan Fakultas Kedokteran


Perubahan update dari edisi
2014
Universitas Katolik Widya Mandala
Surabaya

Baru
terakreditasi
&
mendapat B
Universitas Islam Bandung
Meningkat dari C
ke B
Universitas Islam Negeri Syarif Meningkat dari C
Hidayatullah Jakarta
ke B
Universitas Mataram
Meningkat dari C
ke B
Universitas
Muhammadiyah Meningkat dari C
Surakarta
ke B
Data BAN-PT , 25 Januari 2015
Tabel 5. Perubahan Update dari Edisi 2014 Universitas dengan
Fakultas Kedokteran
Sementara itu menurut data terbaru yang dikeluarkan Konsil Kedokteran
Indonesia pada tahun 2015 akhir, terdapat peningkatan jumlah fakultas
kedokteran menjadi sebanyak 75 Fakultas Kedokteran. Namun hal ini tidak
menjamin peningkatan kualitas pendidikan fakultas kedokteran, karena
tidak terjadi peningkatan kualitas fakultas kedokteran yang signifikan,
justru jumlah fakultas kedokteran terakreditasi C dari hanya 25 FK pada
tahun 2015 awal menjadi 30 FK pada akhir tahun 2015

Senada dengan data kemajuan kualitas fakultas kedokteran yang


diunggah beberapa lembaga organisasi diatas, menurut data terbaru
LAMPTKES pada akhir tahun 2015 secara presentase , dari 75 fakultas
kedokteran di Indonesia hanya 4,98% dengan akreditasi A, 58,36%
dengan akreditasi B dan 36,66% dengan akreditasi C.

Gambar 6. Jumlah Prodi yang telah Diputuskan Akreditasi oleh


LAM-PTKes
Pendirian Fakultas Kedokteran baru justru akan menambah jumlah
Fakultas Kedokteran terakredtasi C (Cukup) dikarenakan kebijakan
pemerintah bagi Fakultas Kedokteran yang baru berdiri adalah diberi
peringkat akreditasi terendah yaitu C. Padahal, untuk meningkatkan
akreditasi sekitar 5 fakultas kedokteran memerlukan waktu kurang lebih 1
tahun. Data terakhir saat ini terdapat 30 fakultas kedokteran terakreditasi
C yang harus diupayakan meningkat akreditasinya menjadi B. Apabila
dilakukan penambahan fakultas kedokteran, tentu akan meningkatkan
beban pemerintah dalam mencapai tujuan peningkatan kualitas fakultas
kedokteran di Indonesia.
Moratorium pendirian FK perlu dilakukan agar pemerintah lebih
fokus dalam memperbaiki fakultas kedokteran yang sudah ada. Karena
dengan meningkatkan kualitas fakultas kedokteran yang telah ada, akan
menjawab permasalahan kekurangan dokter di Indonesia. Apabila
akreditasi suatu universitas meningkat, maka daya tampung universitas
tersebut akan meningkat pula. Sehingga akan menyerap makin banyak
mahasiswa kedokteran dan secara linier akan berdampak pada
meningkatnya lulusan kedokteran.
Hal ini berdasar pada sistem rekruitmen calon mahasiswa baru
dilakukan sesuai dengan ketentuan dan kemampuan institusi, berdasarkan
ketentuan Kuota Penerimaan Mahasiswa Baru pada Fakultas atau Program
Studi Kedokteran pada SE No: 576/E/HK/2013 di bawah ini yang merujuk
kepada hasil kelulusan UKMPPD terhadap kuota penerimaan mahasiswa
baru. Sebagai contoh, Institusi X berakreditasi A dengan hasil kelulusan
UKMPPD 85%, maka institusi tersebut berhak menerima 230 mahasiswa
baru.

Tabel 6. Hasil Uji Kompetensi Dokter Indonesia


4. Persebaran dokter yang tidak merata
Terkonsentrasinya dokter di bagian barat Indonesia, terutama di pulau
Jawa mengakibatkan dokter yang bertugas di bagian timur Indonesia bisa
jadi bertanggung jawab atas lebih dari 2.320 orang dan dokter spesialis
lebih dari 8.540 orang.

Gambar 7. Persebaran Dokter di Indonesia


Berdasarkan data Pengembangan Dan Pemberdayaan Sumber Daya
Manusia Kesehatan Kemenkes RI tahun 2015, Jumlah dokter terbanyak
terdapat di Provinsi Jawa Barat yaitu sebesar 4828 dokter, disusul
dengan Jawa tengah dan jawa timur yaitu sebesar 4587 dan 4606.
Sementara itu peringkat ke 4 , 5 dan 6 dengan jumlah dokter terbanyak
adalah provinsi Sumatra utara, DKI Jakarta, dan Banten. Sementara itu
daerah dengan jumlah dokter yang sangat minim yaitu hanya sejumlah
178 dokter adalah provinsi Papua Barat, kemudian disusul oleh

Kalimantan Utara yaitu sejumlah 203 dokter, dan Sulawesi barat


yaitu sebesar 230 dokter.
Rasio dokter umum terhadap jumlah puskesmas menunjukkan
distributif data yang sangat variatif. Rasio tertinggi dimiliki oleh provinsi
Kepulauan Riau sebesar 4,21 dimana dengan 73 puskesmas yang ada,
terdapat 307 dokter umum, sehingga dapat diperkirakan bahwa satu
puskesmas dapat dilayani oleh 3-4 dokter umum. Keadaan sebaliknya
justru terjadi pada Provinsi Papua Barat dimana terdapat 149
puskesmas namun jumlah dokter umum yang tersedia hanyalah sejumlah
61 dokter sehingga dapat dipastikan ada beberapa puskesmas yang tidak
memiliki dokter atau seorang dokter harus membawahi beberapa
puskesmas. Namun secara keseluruhan ternyata rasio dokter umum
dengan puskesmas di suatu daerah dapat dikatakan cukup memadai,
dikarenakan hanya terdapat 2 provinsi dengan rasio <1 , dan 20 provinsi
dengan rasio > 1,0 , dan sisanya memiliki rasio dokter terhadap
puskesmas sebesar > 2. Pada tahun 2014, secara nasional, rasio dokter
umum per puskesmas adalah sebesar 1.83 ,dimana berarti setidaknya
setiap satu puskesmas di Indonesia telah dilayani oleh satu orang dokter
umum. Secara umum jumlah dokter yang bekerja di puskesmas telah
tercapai, tetapi persebarannya yang belum merata.

RASIO DOKTER UMUM, DOKTER GIGI, PERAWAT DAN BIDAN TERHADAP JUMLAH PUSKESMAS
MENURUT PROVINSI TAHUN 2014

Data Depkes RI 2015


Tabel 7. Rasio Dokter Umum, Dokter Gigi, Perawat dan Bidan terhadap
Jumlah Puskesmas menurut Provinsi Tahun 2014
5. Rumah Sakit Utama Pendidikan Salah satu persayaratan pendidikan
kedokteran adalah tersedianya Rumah Sakit Utama pendidikan
(RSUP) kedokteran dalam jaringan lahan praktek yang kelayakannya
dinilai oleh pakar pendidikan kedokteran sesuai dengan kriteria yang telah
ditetapkan dalam panduan pendidikan kedokteran (Dirjen Dikti 2002).
Pada tahun 2006 KKI juga telah mengesahkan Standar Pendidikan Profesi
Kedokteran dimana dikatakan bahwa Institusi pendidikan kedokteran
harus menjamin tersedianya fasilitas pendidikan klinik bagi mahasiswa
yang terdiri dari RS Pendidikan dan sarana kesehatan lain yang diperlukan.
Standar RSUP diatur menurut PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK
INDONESIA NOMOR 93 TAHUN 2015. Didalamnya terdapat 40 pasal yang
mengatur mengenai standar RSUP yang harus dimiliki oleh setiap fakultas
kedokteran. Syarat ini tentu bukan merupakan hal yang mudah untuk
dipenuhi oleh setiap institusi. RSUP menjadi sangat penting karena pada
pendidikan klinik, mahasiswa kedokteran akan menghabiskan sebagian
besar waktunya di RSUP untuk menggali ilmu sebanyak-banyaknya guna
memperlengkapi kualifikasinya sebagai seorang dokter kelak. Oleh karena
itu apabila suatu FK tidak memiliki RSUP yang memadai bagi
mahasiswanya, maka yang terjadi adalah penurunan kualitas mahasiswa
lulusannya. Dengan menambah fakultas kedokteran, tentu akan semakin
banyak diperlukan RSUP dimana bahkan saat ini masih banyak FK yang
telah berdiri puluhan tahun namun belum memiliki RSUP nya sendiri.

Sehingga alangkah lebih bijaknya apabila pemerintah dan kita bersama


fokus untuk memperhatikan dan membenahi FK yang sudah ada agar
setidaknya memenuhi standar yang telah ditetapkan pemerintah.
Implementasi pendidikan kedokteran yang ada masih memiliki
banyak kekurangan. Lulusan dokter saat ini memang masih jauh dari kata
cukup untuk memenuhi kebutuhan dokter di Indonesia. Ditambah lagi
dengan kondisi geografis Indonesia yang menjadi tantangan tersendiri
dalam menyelesaikan permasalahan persebaran tenaga medis yang
merata. Namun, mengingat banyaknya permasalahan dan kekurangan
yang menyelimuti pendidikan kedokteran saat ini, kurang bijak rasanya
apabila permasalahan kurangnya tenaga dokter di Indonesia diselesaikan
dengan cara menambah jumlah fakultas kedokteran di Indonesia.
Sebenarnya, kuantitas bukanlah masalah, namun kualitas yang harus kita
benahi. Mengutip optimisme Ir. Soekarno yang hanya membutuhkan 10
pemuda untuk mengubah dunia, begitu hal nya dengan pemecahan
masalah yang menyelimuti pendidikan kedokteran saat ini, kuantitas
bukanlah masalah besar, selama kualitas dan intregitas tetap terjaga,
maka semuanya akan terselesaikan dengan baik. Sistem yang saat ini ada
bukanlah sistem terbaik yang kita miliki. Sibuk menambah jumlah lulusan
namun melupakan sistem yang tak sempurna ini bukanlah keputusan
yang bijak dalam upaya meningkatkan taraf kesehatan Indonesia.

Daftar Pustaka
1.
2.
3.
4.

KKI.go.id
Ban-PT
Buku Profil Kesehatan Indonesia 2014. Kementrian Kesehatan RI.
Buku Sewindu KKI

Anda mungkin juga menyukai