Anda di halaman 1dari 16

Data penunjang:

mengeluh badan terasa lemah,


banyak minum,
banyak kencing,
sering kencing malam,
Hipertensi
Alkalosis Metabolik (Alkalosis Metabolik Penyebab umum alkalosis metabolik ini
adalah muntah berkepanjangan, hipovolemia, penggunaan obat golongan
diuretik, dan hipokalemia)

Nyeri Kepala, Edema


Kelemahan Otot Berat
Polinukturia, Haus
Tampak bingung dan sering kesemutan
mati rasa dan perasaan kesemutan,
perubahan penglihatan ,
kesulitan berbicara ,atau masalah dengan keseimbangan.
Hipernatremia (normal : 135 150 mEg/L)
Hipokalemia (normal : 3,5 5 mEg/L)

Hiperaldosteronisme bisa disebabkan oleh suatu tumor (biasanya jinak) pada


kelenjar adrenal (suatu keadaan yang disebut sindroma Conn).Kadang
hiperaldosteronisme merupakan respon terhadap penyakit tertentu. Misalnya
kelenjar adrenal melepaskan sejumlah besar aldosteron jika tekanan darah
sangat tinggi atau jika arteri yang membawa darah ke ginjal menyempit.
Hiperaldosteronisme bisa menyebabkan rendahnya kadar kalium, sehingga
terjadi kelemahan, kesemutan, kejang otot dan kelumpuhan. Sistem saraf
bisa tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Beberapa penderita merasakan
haus yang berlebihan dan sering berkemih, dan penderita lainnya ada yang
mengalami perubahan kepribadian.(Price & Wilson, 2006)

Gangguan otot merupakan salah satu gangguan yang diakibatkan karena terjadi gangguan
hormonal diantaranya kelenjar adrenal yang menghasilkan aldosteron.
Aldosteronisme adalah keadaan klinis yang diakibatkan oleh produksi aldosteron suatu hormon
steroid mineralokortikoid korteks adrenal secara berlebih. Efek metabolik aldosteron berkaitan

dengan keseimbangan elektrolit dan cairan. Aldosteron meningkatkan reabsorsi natrium tubulus
proksimal ginjal dan menyebabkan ekskresi kalium dan ion hidrogen. Konsekuensi klinis
kelebihan aldosteron adalah retensi natrium dan air.
1. Aldosteronisme Primer yaitu keadaan klinis yang disebabkan oleh produksi aldosteron
(hormon steroid mineralokortikoid korteks adrenal ) secara berlebihan sebagai akibat dari
adenoma/tumor/hiperplasia pada kortek adrenal.
2. Aldosteronisme Sekunder yaitu pengeluaran aldosteron oleh karena rangsangan dari
sistem renin angiotensin

ALDOSTERONISME
4. Patofisiologi
Peningkatan aldosteron menyebabkan peningkatan reabsorbsi natrium, jumlah total
natrium dalam tubuh dan hiperpolemia. Edema jarang ditemukan karena adanya
mekanisme pengalihan, dimana terjadi reabsorbsi natrium pada tubulus proksimal
terhalang dengan adanya sitem regulator ginjal.
Hipertensi arteri terjadi karena peningkatan volume cairan, kadar natrium pada arterior
dan pembuluh darah serta reaktifitas simfatis penurunan kalium pada intra dan ekstra
seluler terjadai karena peningkatan ekresi kalium pada tubulus ginjal. Hipokalemia
berakibat kelemahan otot, patique. Polinuktoria (karena peningkatan konsentrasi urin).
Perubahan konduktifitas elektrik pada miokard dan penurunan toleransi glukosa.
5.Tanda dan gejala Paralysis

Distribusi paralisis memberikan syarat yang penting untuk bagian saraf yang rusak. Hemiplegia
disebabkan kerusakan otak pada sisi berlawanan dengan paralysis, biasanya dari stroke.
Paraplegia terjadi setelah injuri pada bagian bawah batang otak , dan quadriplegia terjadi setelah
kerusakan bagian atas batang otak pada tingkat bahu atau lebih tinggi ( saraf yang mengontrol
lengan sejajar tulang belakang ). Diplegia biasanya mengindikasikan kerusakan otak, lebih sering
karena serebral palsy. Monoplegia mungkin disebabkan pemisahan kerusakan diantara system
saraf pusat atau saraf perifer. Kelemahan atau paralysis hanya dapat terjadi pada lengan dan kaki
dapat mengindikasikan penyakit diemelinisasi. Gejala lain yang sering menyertai paralisis
termasuk mati rasa dan perasaan kesemutan, nyeri, perubahan penglihatan , kesulitan
berbicara ,atau masalah dengan keseimbangan.
Tanda dan Gejala Aldosteronisme :

Hipertensi dengan tekanan diastolik antara 100-130 mmHg

Hipokalemia

Alkalosis Metabolik

Nyeri Kepala, Edema

Kelemahan Otot Berat

Polinukturia, Haus

Tampak bingung dan sering kesemutan

6. Diagnosis

Memberikan perhatian dengan teliti pada pasien dengan ada riwayat dapat menunjukkan
penyebab paralisis. Pemeriksaan akan melihat indikasi seperti jatuh atau trauma lainnya, terpapar
dengan toksin, adanya infeksi atau pembedahan, sakit kepala yang tidak deterangkan, mengawali
adanya penyakit hormonal atau metabolisme dan riwayat kelemahan atau kondisi neurologis
lainnya. Pengkajian neurologis uji kekuatan, refleks, dan sensasi mempengaruhi lokasi dan lokasi
yang normal. Pemeriksaan termasuk CT Scans, MRI atau myelograpy dapat menyatakan bagian
dari injuri. Electromyographi dan test kecepatan hantaran saraf adalah penampilan untuk uji
fungsi otot dan saraf (http://.www.healtoz.com/healthhatoz/Atoz/ency/paralysis.jsp.diambil
18/2/2013 )

7. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan paralisis hanya untuk menghilangkan penyebab utamanya. Penurunan
fungsi disebabkan kelumpuhan dalam waktu lama dapat diatasi melalui program rehabilitasi.
Rehabilitasi termasuk :
1. Terapi fisik : terapi fisik difokuskan pada pergerakan. Terapi fisik membantu
mengembangkan cara untuk mengimbangi paralisis melalui penggunaan otot yang masih
mempunyai fungsi normal, membantu mempertahankan dan membentuk adanya
kekuatan dan mengontrol bekas yang dipengaruhinya pada otot dan membantu
mempertahankan ROM dalam mempengaruhi anggota badan untuk mencegah otot dari
pemendekan ( kontraktur ) dan terjadinya kecacatan. Jika pertumbuhan kembali saraf
yang diharapkan, terapi fisik menggunakan retrain yang mempengaruhi anggota badan

selama pemulihan. Terapi fisik juga menggunakan peralatan yang sesuai seperti
penyangga badan dan kursi roda.
2. Terapi kerja ( occupational therapy ). Fokus terapi kerjaadalah pada aktivitas sehari hari
seperti makan dan mandi. Terapi kerja mengembangkan alat dan tehnik khusus yang
mengijinkan perawatan sendiri dan jalan memberi kesan untuk memodifikasi rumah dan
tempat kerja bahwa pasien dengan kelemahannya bias hidup normal.
3. Terapi khusus lainnya : pasien membutuhkan pelayanan terapi pernafasan, konselor
bagian rahabilitasi, pekerja sosial, nutrisi, berbicara, guru pengajar khusus, terapi rekreasi
atau, therafi hormonal
(http://.www.healtoz.com/healthhatoz/Atoz/ency/paralysis.jsp.diambil tgl 18/2/2013 )
4. Constraint Induced Treatment Program, yaitu cara penatalaksanaan digunakan pada
paralysis yang terjadi setelah terkena stroke dan injuri otak.

8. Pengkajian
Fokus pengkajian pada keadaan umum pasien ; keluhan utama ; lokasi keluhan utama; sifat
keluhan utama dan lamanya keluhan ; faktor faktor yang memperberat keluhan . Pengkajian
dari kepala sampai kaki dan meninjau system tubuh sebagai data dasar, dengan menekankan pada
daerah yang memungkinkan mengalami masalah. Pasien diinspeksi dalam posisi statis dan
dinamis. Khususnya melalui inspeksi pada semua daerah kulit seperti adanya kemerahan atau
kerusakan yang kritis. Pemeriksaan fungsi dasar : gerakan aktif, pasif dan isometric melawan
tahanan sendi. Pemeriksaan spesifik : tes intra artikular ( joint Play Movement ) sendi bahu; tes

kekuatan otot; tes koordinasi gerakan; tes sirkumtensia otot ( lingkar otot ). Pasien pasien
dengan kelumpuhan kuadriplegia dan paraplegia mempunyai pengalaman yang bervariasi dalam
derajat kehilangan kekuatan motorik, sensasi dalam dan superfisial, mengontrol vasomotorik,
defekasi, berkemih serta fungsi seksual. Disamping itu perlu dikaji kondisi psikologis pasien .
Pengertian terhadap respon emosional dan psikologis pasien dicapai melalui observasi respon
dan tingkah laku pasien serta keluarga untuk mendengarkan keluhan pasien. Keberhasilan
pelaksanaan terapi kelumpuhan tergantung pada motivasi, usaha dan keinginan pasien. Oleh
sebab itu diperlukan dukungan dari keluarga ataupun orang yang terdekat dengan pasien.
Pelaksanaan terapi ini mungkin membutuhkan waktu lama dan biaya yang besar oleh sebab itu
perlu dikaji kemampuan ekonomi pasien atau sumber dana yang tersedia. Biarkan pasien yang
menentukan terapi yang akan dijalani sesuai kemampuannya. Kaji kondisi pasien sebelum, pada
saat dan setelah menjalankan terapi.

Pemeriksaan pada pasien hemiplegia :

pemeriksaan fungsi dasar : gerakan aktif, pasif dan tes isometrik melawan tahanan bahu

spesifik : tes intra artikular ( Joint Play Movement ) sendi bahu ; tes kekuatan otot;

tes koordinasi gerakan ; tes sirkumferensia otot ( lingkar otot ) daerah bahu.

9. Asuhan Keperawatan
A. Keluhan Utama
Klien dengan aldosteronisme biasanya mengeluh badan terasa lemah, banyak minum,
banyak kencing, sering kencing malam, sakit kepala.

B. Riwayat kesehatan
Riwayat kesehatan sekarang :
Tanyakan sejak kapan klien merasakan keluhan seperti yang ada pada keluhan utama dan
tindakan yang dilakukan untuk menanggulanginya.
Riwayat penyakit dahulu :
Tanyakan tentang adanya riwayat penyakit atau pemakai obat-obatan bebas yang bisa
mempengaruhi.
Riwayat kesehatan keluarga :
Tanyakan apakah ada keluarga yang pernah menderita penyakit yang sama
(aldosteronisme).
C. Pengkajian
1. Observasi atau temuan
Neurologis :
Kelemahan otot
Keletihan
Parestesi
Paravisis lengan dan tungkai
Tanda chvestek (+)
Tetani dan disfungsi autoimun
Kardiovasculer :
Hipertensi

Hipotensi postural tanpa reflek tachicardi


Peningkatan nadi ketika berjongkok
Cardiomegali
Penurunan konduksi melalui myocardium

Ginjal :
Poliuri
Polidipsi
Azotemia
2. Pemeriksaan diagnostik atau laboratorium
Peningakata aldosteron plasma
Aktivitas renin plasma ditekan atau tidak dapt dirangsang
Gagal untuk menekan aldosteron dengan manuver biasa
Hipernatremia (normal : 135 150 mEg/L)
Hipokalemia (normal : 3,5 5 mEg/L)
Hiperpolemia
Alkolosis metabolik
Eksresi urine (24 jam) 18 glukoronid

EKG
Segmen ST dan gelombang T tertekan, terlihat gelombang U

Kontraksi ventrikel prematur


Scan lodokolesterol
Scan CT kelenjar adrenal untuk menentukan letak adenoma atau untuk membedakan
hiperplasia dari adenoma
Kateterisasi vena adrenal

D.Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan berdasarkan pengkajian pada pasien meliputi :

Immobilisasi berhubungan dengan ketidakmampuan berjalan

Gangguan integritas kulit berhubungan dengan kehilangan sensasi dan imobilisasi


permanen

Resiko terhadap perubahan perfusi jaringan, kardiovaskuler berhubungan dengan


disritmia karena hipokalemia.

Resiko terhadap cedera berhubungan dengan kelemahan otot, parestesi, disfungsi


autonomik dan tetani.
E.Intervensi Keperawatan

Diagnosa keperawatan 1 : immbolisasi berhubungan dengan ketidakmampuan


berjalan
Hasil yang diharapkan : mempertahankan posisi optimal dari fungsi tubuh

Kriteria hasil : tidak adanya kontraktur, fungsi motorik , rentang gerak dan kekuatan
tangan, lengan dan tungkai normal
Intervensi :
1. jelaskan alasan perlunya bed rest
2. tempatkan pada matras / tempat tidur terapeutik
3. posisikan tubuh sejajar yang pantas
4. hindari menggunakan alas tempat tidur yang kasar
5. pertahankan alas tempat tidur bersih, kering dan bebas dari kerutan
6. pasang papan pada tempat tidur
7. gunakan alat ( contoh : bulu domba ) untuk melindungi pasien
8. pasang pengaman tempat tidur, jika perlu
9. awasi kondisi kulit
10. gunakan alat untuk mencegah footdrop

Diagnosa keperawatan 2 : Gangguan integritas kulit berhubungan dengan kehilangan


sensasi dan imobilisasi permanen
Hasil yang diharapkan :
Kriteria hasil : integritas kulit dapat dipertahankan , tidak ada lecet atau luka pada bagian
tubuh yang mengalami kelumpuhan.
Intervensi :

1. Inspeksi seluruh area kulit, catat pengisian kapiler, adanya kemerahan dan
pembengkakan.

2. lakukan masase dan lubrikasi pada kulit dengan lotion atau minyak
3. lindungi sendi dengan menggunakan bantalan busa
4. lakukan perubahan posisi sesering mungkin ditempat tidur ataupun sewaktu duduk.
Letakkan pasien dalam posisi telungkup secara periodik
5. bersihkan dan keringkan kulit khususnya daerah daerah dengan kelembaban tinggi
seperti : dengan menggunakan bantalan bus
6. lakukan perubahan posisi sesering mungkin ditempat tidur ataupun sewaktu duduk.
Letakkan pasien dalam posisi telungkup secara periodik
7. bersihkan dan keringkan kulit khususnya daerah daerah dengan kelembaban tinggi
seperti : perineum
8. tinggikan ektremitas secara periodik

Diagnosa Keperawatan 3 : Resiko terhadap perubahan perfusi jaringan,


kardiovaskuler berhubungan dengan disritmia karena hipokalemia.
Intervensi :

1. Pertahankan diet tinggi kalium


2. Berikan kalium dan suplemen sesuai pesanan
3. Pantau kadar kalium serum setiap 8 jam

4. Pantau terhadap tanda dan gejala hipokalemia


5. Antisipasi kebutuhan untuk memberikan bantuan saat melakukan aktivitas
6. Bantu saat melakukan latihan rentang gerak setiap 8 jam sekali bila pasien menjalani
tirah baring
Rasional :

Agar kadar kalium dalam tubuh normal

Untuk menambah masuk kalium yang tidak di dapatkan

Mengetahui kadar kalium normal

Mengetahui adanya gejala hipokalemia

Agar klien tidak mengalami kerusakan jaringan tubuh karenatirah baring yang lama.

Evaluasi

Kadar kalium dalam tubuh normal

Tidak ada tanda dan gejala hipokalemia

Terpenuhinya diet tinggi kalium

Diagnosa Keperawatan 4 : Resiko terhadap cedera berhubungan dengan kelemahan otot,


parestesi, disfungsi autonomik dan tetani.

Intervensi :
1. Kaji fungsi neuromuskular setiap 4 8 jam, laporkan perubahan yang menandakan
potensial terjadinya tetani, peningkatan kelamahan / parastesi.
2. Bantu dan berikan dorongan untuk melakukan ambulasi bila pasien mampu.
3. Berikan bantuan untuk memberikan ambulasi.
4. Pertahankan tempat tidur dalam posisi rendah dan pagar tempat tidur tetap terpasang.
5. Singkirkan benda-benda dan objek lain yang secara potensial membahayakan diri
lingkungan pasien.
Rasional :

Agar mengetahui lebih awal terhadap terjadinya kelemahan otot

Agar klien tidaak merasa lelah daaan bosan dalam posisi yang sama pada proses
penyembuhan

Untik menghindari terjadinya cedera atau trauma yang akan terjadi saat klien menjalani
proses penyembuhan

Menjaga agar terjadi hal-hal yang membahayakan bagi klien

Evaluasi :

Tidak terjadi cedera yang berhubungan dengan kelemahan otot

Mobilitas terpenuhi

Tidak terjadi intoleren aktivitas

Kurang pengetahuan tentang kebutuhan penatalaksanaan terapi jangka panjang.

Sumber: http://abanksugir.blogspot.com/2013/03/paralysis-dengan-gangguankelenjar.html

Hyperaldosteronism, kelebihan produksi pada aldosteron


Sumber: http://mypotik.blogspot.com/2011/02/hyperaldosteronism-kelebihanproduksi.html

DEFINISI
Pada hyperaldosteronism, kelebihan produksi pada aldosteron menyebabkan
penumpukan cairan dan tekanan darah meningkat, kelemahan, dan, jarang
terjadi periode pada kelumpuhan.

Hyperaldosteronism bisa disebabkan oleh tumor pada kelenjar


adrenalin atau kemungkinan reaksi terhadap beberapa
penyakit.

Kadar aldosterone tinggi bisa menyebabkan tekanan darah tinggi dan


kadar potassium rendah; kadar potassium rendah bisa menyebabkan
kelemahan, perasaan geli, kejang otot, dan periode pada kelumpuhan
sementara.

Dokter mengukur kadar pada sodium, potassium, dan aldosteron di


dalam darah.

Kadangkala, tumor diangkat, atau orang menggunakan obat-obatan


yang menghambat aksi aldosteron.

Aldosteron, hormon yang diproduksi dan dikeluarkan oleh kelenjar adrenalin,


memberi isyarat kepada ginjal untuk mengeluarkan sedikit sodium dan
banyak potassium. Produksi aldosteron sebagian diatur oleh kortikotropin
(dikeluarkan oleh kelenjar pituitary) dan sebagian melalui sistem reninangiotensin-aldosteron). Renin, sebuah enzim diproduksi di ginjal,
mengendalikan aktivasi pada hormon angiotensin, yang merangsang
kelenjar adrenalin untuk menghasilkan aldosteron.

PENYEBAB
Hyperaldosteronism bisa disebabkan oleh sebuah tumor (biasanya
adenoma non kanker) pada kelenjar adrenalin (kondisi yang disebut
sindrom conn), meskipun kadangkala kedua kelenjar terlibat dan
terlalu aktif. Kadangkalahyperaldosteronism adalah reaksi untuk
penyakit tertentu, seperti tekanan darah yang sangat tinggi
(hipertensi) atau penyempitan pada salah satu arteri menuju ginjal.

GEJALA
Kadar aldosteron tinggi bisa menyebabkan kadar potassium rendah. Kadar
potassium rendah seringkali tidak menghasilkan gejala tetapi bisa
menyebabkan kelemahan, rasa geli, kejang otot, dan periode pada
kelumpuhan sementara. Beberapa orang menjadi sangat haus dan sering
berkemih.

DIAGNOSA
Dokter yang menduga hyperaldosteronism pertama kali menguji kadar
sodium dan potassium di dalam darah. Dokter bisa juga mengukur kadar
aldosteron. Jika tinggi, spironolacton atau eplerenon, obat-obatan yang
menghambat gerak aldosteron, kemungkinan diberikan untuk melihat jika
kadar sodium dan potasium kembali normal. Pada sindrom Conn, kadar
renin juga sangat rendah.
Ketika terlalu banyak aldosteron yang diproduksi, dokter meneliti kelenjar
adrenalin untuk tumor yang tidak bersifat kanker (adenoma). Computed
tomography (CT) atau magnetic resonance imaging (MRI) bisa sangat
membantu, tetapi kadangkala contoh darah dari setiap adrenalin harus diuji
untuk memastikan sumber hormon.

PENGOBATAN
Jika tumor ditemukan, hal tersebut biasanya bisa diangkat dengan operasi.
Ketika tumor diangkat, tekanan darah kembali normal, dan gejala lainnya
hilang sekitar 70% setiap waktu. Jika tidak ada tumor ditemukan dan kedua
kelenjar terlalu aktif, pengangkatan sebagian kelenjar adrenalin tidak bisa
mengendalikan tekanan darah tinggi, dan pengangkatan sepenuhnya akan
menghasilkan penyakit Addison, diperlukan pengobatan untuk bertahan
hidup. Meskipun begitu, spironolactone atau eplerenone biasanya bisa
mengendalikan gejala-gejala, dan obat-obatan untuk tekanan darah tinggi
segera tersedia. Jarang kedua kelenjar adrenalin harus di angkat.

Anda mungkin juga menyukai