Anda di halaman 1dari 39

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sebagai

bagian

dari

kelompok

Gestasional

Trofoblastic

Disease

(GTD),

koriokarsinoma adalah suatu neoplasma trofoblas ganas yang timbul dari plasenta dengan
penyebaran sekunder secara hematogen ke paru-paru, otak, hati, ginjal, usus, panggul dan
vagina. Koriokarsinoma memiliki gejala yang bervariasi mulai dari batuk, sesak,
hemoptisis, menoragia, perdarahan gastrointestinal hingga deteriorisasi neurologis yang
sangat membahayakan, tergantung pada lokasi invasi metastasis. Penyakit ini disertai
dengan peningkatan kadar serum b-HCG kadar yang bervariasi dari rendah hingga sangat
tinggi. Selain kemoterapi, juga dilakukan intervensi bedah terutama pada lesi yang jauh
dan cukup besar resisten atau lesi yang resisten terhadap kemoterapi.1
Insiden GTD yang dilaporkan bervariasi di seluruh dunia, dari yang terendah 23
kasus per 100.000 kehamilan (Paraguay) hingga tertinggi 1.299 kasus per 100.000
kehamilan (Indonesia). Variabilitas ini disebabkan oleh adanya perbedaan kriteria
diagnostik dan pelaporan. Insiden yang dilaporkan di Amerika Serikat adalah sekitar 110
hingga 120 per 100.000 kehamilan. Beberapa buku memperkirakan insiden
koriokarsinoma yang lebih tinggi yaitu 1 per 40.000 kehamilan di Eropa dan Amerika
Utara hingga 9,3 per 40.000 kehamilan di Asia Tenggara dan Jepang.2
Koriokarsinoma memiliki prognosis yang baik apabila terdeteksi lebih dini karena
sifat neoplasma trofoblas getasional berespon baik terhadap kemoterapi. Apabila tidak
diterapi secara dini maka dapat terjadi metastase jauh secara hematogen dan menjadi
lebih susah untuk disembuhkan.3
Penjelasan

di

atas

menggambarkan

perlunya

uraian

permasalahan

dan

penatalaksanaan mengenai koriokarsinoma sebagai salah satu keganasan pada organ


reproduksi wanita.

BAB II
LAPORAN KASUS
Autoanamnesis dan pemeriksaan fisik dilakukan di ruang nifas RSUD A.W.
Syahranie Samarinda pada tanggal 5 Mei 2015, pukul 21.00 WITA, diperoleh data
sebagai berikut :
2.1

Identitas
Identitas Pasien
Nama

Ny. S. L.

Umur

42 Tahun

Agama

Islam

Pendidikan terakhir
Pekerjaan
Suku

:
:
:

SD
Ibu Rumah Tangga
Dayak

Alamat

Jl. P.M. Noor RT. 48 No. 64

Nama

Tn. S

Umur

35 tahun

Agama

Islam

Pendidikan terakhir

SMP

Pekerjaan

Wiraswasta

Suku

Jawa

Alamat

Jl. P.M. Noor RT. 48 No. 64

Identitas Suami Pasien

2.2

Anamnesis
Keluhan Utama :
Kehamilan anggur yang tidak sembuh setelah menjalani 2 kali kuretase dan 6 kali
kemoterapi.
Riwayat Penyakit Sekarang :
2

Pasien mengeluhkan kehamilan anggur yang tidak sembuh setelah


menjalani 2 kali kuretase dan 6 kali kemoterapi, yang diketahuinya saat kontrol ke
poli kandungan dan kebidanan RSUD A.W Syahranie. Pasien mengaku paham
bahwa kehamilan anggur yang dialaminya telah menjadi suatu tumor ganas.
Pasien disarankan oleh dokter spesialis obstetri dan ginekologi untuk menjalani
operasi pengangkatan rahim sebagai tatalaksana penyakitnya dan pasien setuju
untuk dilakukan operasi berserta segala resikonya. Pasien tidak ada keluhan lain.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Pasien terdiagnosis menderita kehamilan anggur pada tanggal 26 Agustus
2014. Pada saat itu pasien sedang hamil dengan usia kehamilan jalan 4 bulan
(HPHT : 8 April 2014, TFU : 1 jari dibawah pusat) dan keluar bercak darah
melalui jalan lahir. Pasien kemudian berobat ke dokter spesialis obstetri dan
ginekologi dan menjalani pemeriksaan ultrasonografi lalu didiagnosis mengalami
kehamilan anggur.
Pada tanggal 29 Agustus 2014 perdarahan semakin banyak dan bergumpalgumpal. Pasien berobat ke IGD RSUD A.W. Sjahranie dan pada hari yang sama
dilakukan kuretase mola yang pertama. Hasil pemeriksaan kadar hormon HCG
pada tanggal 3 September adalah > 1500 mIU/ml. Pasien kemudian menjalani
kuretase yang kedua pada tanggal 18 September 2014.
Pada tanggal 30 September 2014 dilakukan pemeriksaan kadar hormon
HCG dan diperoleh hasil 1.471 mIU/ml. Pasien kemudian kontrol ke poli
kandungan dan kebidanan RSUD A.W. Sjahranie pada tanggal 13 Oktober 2014
dan didiagnosis dengan koriokarsinoma. Pasien kemudian direncanakan untuk
kemoterapi MTX sebagai tatalaksana penyakitnya.
Pasien menjalani kemoterapi MTX sebanyak 6 seri selama periode bulan
Oktober 2014 Februari 2015. Pemeriksaan kadar serum HCG pasien (22
Desember 2014) post kemoterapi MTX seri ke III turun hingga < 2 mIU/ml,
namun kadar serum HCG pasien (20 April 2015) post kemoterapi seri ke VI
kembali naik yaitu 22 mIU/ml.

Perjalanan penyakit :
No
Tanggal
1
26 8 2014

29 8 2014

Follow up
Hamil dengan usia kehamilan 4

Keterangan
HPHT : 8 4 2014

bulan, keluar bercak darah

TFU : 1 jari dibawah pusat

USG Mola Hidatidosa


Perdarahan semakin banyak

Hasil PA I Mola hidatidosa

pasien berobat ke UGD RSUD


A.W.S Mola Hidatidosa
3

3 9 2014

Kuret Mola I Cito


Kontrol Post Kuret I

R/ Kuret Mola II
Cek Lab lengkap, Foto Thorak,

17 9 2014

Kontrol Post Kuret I

HCG
HCG post kuretase I
(3/9/2014)

18 9 2014

Kuret Mola II

> 1500 mIU/ml


Hasil PA II Tidak
didapatkan jaringan villi dan

25 9 2014

Kontrol Post Kuret II

desidua
Hasil HCG post kuretase II

13 10 2014

Kontrol Post Kuret II

belum ada
HCG post kuretase II
(30/9/2014)
1.471

8
9

18 10 2014
9 11 2014

Kemoterapi I
Kemoterapi II

mIU/ml Pro

Kemotrapi MTX
MTX 29,6 mg IM
MTX 26,7 mg IM
HCG (22/10/2014)
778,4

mIU/ml

HCG (7/11/2014)
10

29 11 2014

Kemoterapi III

10,14 mIU/ml
MTX 29,2 mg IM
HCG (26/11/2014)

11

25 12 2014

Kemoterapi IV

778,4 mIU/ml
MTX 30 mg IM
HCG (22/12/2014)
4

12
13
14

17 1 2015
18 2 2015
23 4 2015

< 2 mIU/ml
MTX 30 mg IM
MTX 30 mg IM
HCG (20/4/2015)

Kemoterapi V
Kemoterapi VI
Kontrol Post Kemoterapi VI

22 mIU/ml
Riwayat Penyakit Keluarga :
Tidak Ada
Riwayat Haid :
-

Menarche usia 13 tahun

Siklus teratur 1 bulanan sebelum menderita hamil anggur

Lama haid 3 - 5 hari, dalam sehari mengganti pembalut 2-3 kali

Haid pertama haid terakhir : 18 4 2015

Riwayat Pernikahan
-

Menikah 3 kali

Usia pertama kali menikah 18 tahun

Dengan suami sekarang 2 tahun

Riwayat Obstetrik :
No

Tahun
Partus

Tempat
Partus

Umur
kehamilan

Jenis
Persalinan

Penolong
Persalinan

1991

Rumah

Aterm

Spontan

Dukun

1993

Rumah

Aterm

Spontan

Dukun

2002

Rumah

Aterm

Spontan

Bidan

Kuretase

dr. Sp. OG

2014
4

(Mola
Hidatidosa)

Rumah
Sakit

Jenis
Kelamin
Anak/ BB
Laki-laki
3300 gr
Laki-laki
2900 gr
Perempuan
3200 gr

Keadaan
Anak
Sekarang
Sehat
Sehat
Sehat

Riwayat Keluarga Berencana :


Pasien pernah menggunakan kontrasepsi suntik 3 bulan, lama pemakaian 1 tahun
5

2.3 Pemeriksaan fisik :


1. Berat badan 69 kg, tinggi badan 154 cm
2. Gizi

: Pre obesitas

3. Keadaan Umum

: Tampak sakit ringan

4. Kesadaran

: Komposmentis, GCS : E4 V5 M6

5. Tanda vital :
Tekanan darah

: 120/70 mmHg

Frekuensi nadi

: 92 x/menit, kuat angkat, reguler

Frekuensi napas

: 22 x/menit, reguler

Suhu

: 36,7C

6. Status generalis :
Kepala

: Normosefali

Mata

: Konjungtiva anemis (-/-), ikterik (-/-)

Telinga/hidung/tenggorokan

: Tidak ditemukan kelainan

Leher

: Pembesaran KGB (-)

Thorax:

Jantung

: S1 S2 tunggal, reguler, murmur (-), gallop (-)

Paru

: Vesikuler, rhonki (-/-), wheezing (-/-)

Abdomen

: Hepar : pembesaran (-), limpa pembesaran (-),


nyeri tekan (-)

Ekstremitas : Atas : akral hangat


Bawah : akral hangat edema tungkai (-/-), varices (-/-)
7.

Status Ginekologi
Pemeriksaan Dalam
Vulva vagina kesan normal
Portio tebal kuncup, arah posterior, tidak ada nyeri goyang
Ostium uteri eksterna tertutup
Uterus kesan normal
Adneksa tidak ada nyeri tekan
Pelepasan sekret vagina
6

2.4 Pemeriksaan Penunjang


Tanggal 4 Mei 2015
Pemeriksaan Darah Lengkap :
Hemoglobin

: 12,5 g/dl

Hematokrit

: 37,7 %
: 5.600/ mm3

Leukosit
Trombosit

: 208.000/ mm3

BT

: 3

CT

: 8

HbsAg

: Non Reaktif

112

: Non Reaktif

Pemeriksaan Urin
Berat Jenis

: 1.020

Ketone

:-

Nitrit

:-

Leukosit

:-

Hemoglobin

:-

Warna

: Kuning

Kejernihan

: Agak eruh

pH

: 6.0

Protein

:-

Glukosa

:-

Bilirubin

:-

Urobilinogen

:-

Sel epitel

: +2

Eritrosit

: 0-1 / lpb

Leukosit

: 0-1 / lpb

Pemeriksaan Kimia Darah


7

Glukosa sewaktu : 118 mg/dl


SGOT

: 16 U.I

SGPT

: 10 U.I

Alkali Fosfatase : 48 U.I


Bilirubin total

: 0,8 mg/dl

Bilirubin direk

: 0,2 mg/dl

Bilirubin indirek : 0,6 mg/dl


Protein total

: 8,0 mg/dl

Albumin

: 4,0 g/dl

Globulin

: 4,0 g/dl

Ureum

: 20,0 mg/dl

Creatinin

: 0,6 mg/dl

Pemeriksaan Beta HCG Kuantitatif


Tanggal
3 September 2014
30 September 2014
22 Oktober 2014
7 November 2014
26 November 2014
22 Desember 2014
20 April 2015

Hasil
> 1500 mIU/ml
1.471 mIU/ml
778,4 mIU/ml
10,14 mIU/ml
2,62
mIU/ml
<2
mIU/ml
22
mIU/ml

Pemeriksaan Radiologi
1. Foto thoraks (16 9 2014)
Kesimpulan : Jantung dan paru dalam batas normal, metastase (-)
2. Echokardiografi (15 1 2015)
Kesimpulan : Normal echocardiografi
3. Ultrasonografi (23 4 2015)

4. Patologi Anatomi
Hasil pemeriksaan Patologi Antomi kuretase I tanggal 29/8/2014
Makroskopik

: Diterima jaringan tak teratur 35 gr sebagian terdapat jaringan


bulat-bulat

menyerupai

buah

anggur

putih

abu-abu

kecoklatan rapuh.
Mikroskopik

: Sediaan jaringan terlihar proliferasi vili-vili chorialis yang


berdegenerasi hidrofik dengan disertai proliferasi sel-sel
desidua dan sel-sel trofoblast diantara area-area perdarahan.

Kesimpulan

: Mola Hidatidosa

Hasil pemeriksaan Patologi Antomi kuretase II tanggal 18/9/2014


Makroskopik

: Diterima jaringan coklat kehitaman, kenyal, rapuh, tidak


teratur berat 2gr.

Mikroskopik

: Sediaan menunjukan fragmented jaringan endometrium dan


jaringan endoserviks, diantaranya dengan perdarahan luas.
Tidak didapatkan jaringan desidua dan villi chorialis dan
tanda ganas.

Kesimpulan

: Tidak didapatkan jaringan villi dan desidua

2.5 Diagnosis
9

Koriokarsinoma post kemoterapi MTX 6 seri


2.6 Rencana Tindakan
Histerektomi Total

10

2.7 Follow Up
Follow Up Perawatan Pasien Pre Operasi di Ruang Mawar
Tanggal
4 Mei 2015

Follow Up Pre operasi


Menerima pasien baru dari poli kandungan

Terapi
Lapor dr. Sp.OG, Advis :

Perawatan Hari

dan kebidanan RSUD AWS

ke - 1
Pre operasi

Cek

KU : Baik

laboratorium darah lengkap,

Keluhan : Kehamilan anggur yang tidak

urin lengkap, kimia darah

sembuh setelah menjalani 2 kali kuretase

lengkap, BT, CT, 112 dan

dan 6 kali kemoterapi. Keluhan lain tidak

HbsAg

ada

Pemeriksaan Fisik :
TD=100/60 mmHg , N : 72x/i kuat angkat,

Persiap
kan darah (WB) 2 kolf

Puasak

regular, RR: 21 x/i , T : 36,4 oC

an pasien mulai pukul 24.00

Anemis (-/-), Ikterus (-/-), Sianosis (-/-)

tanggal 5/5/2015

Vesikuler (+++/+++) Wheezing (-/-)

Rhonki (-/-)
Bising usus (+) kesan normal,

dua kali
-

Akral hangat, edema (-)


BAK : (+) 4 kali/hari

Klisma
KIE
dan SIO

Lapor

BAB : (+) 1 kali

ulang pukul 07.00 tanggal

PDV :

6/5/2015

Vulva vagina kesan normal, portio tebal


kuncup, arah posterior, tidak ada nyeri
goyang, ostium uteri eksterna tertutup,
uterus kesan normal, adneksa tidak ada nyeri
5 Mei 2015

tekan, pelepasan sekret vagina


KU : Baik

Lapor dr. Sp.An :

Perawatan Hari

Keluhan : Keluhan tidak ada

ke - 2
Pre operasi

Pemeriksaan Fisik :
TD=110/70 mmHg , N : 80x/i kuat angkat,
regular, RR: 21 x/i , T : 36,7 oC

Acc
Operasi

Pasien
di puasakan

Anemis (-/-), Ikterus (-/-), Sianosis (-/-)


11

Vesikuler (+++/+++) Wheezing (-/-), Rhonki


(-/-)
Bising usus (+) kesan normal,
Akral hangat, edema (-)
BAK : (+) 3 kali/hari
BAB : (+) 2 kali
Pada tanggal 6 Mei 2015 dilakukan Operasi Histerektomi Total terhadap pasien
oleh Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi di OK IGD RSUD A. W. Sjahranie
Samarinda pukul 11.30 WITA.
Persiapan Sebelum Operasi :
1.

Informed concent
2.

Menerangkan kepada pasien tentang tindakan

operasi yang dilakukan : garis besar prosedur tindakan, tujuan dan manfaat
tindakan (histerektomi total)
Pasien dipuasakan

3.

LAPORAN OPERASI

Bangsal : Mawar
Nama : Ny. S.L.

Nomor : 78.52.58
Umur : 42 tahun
Pembedahan Khusus

Nama Ahli Bedah

: dr., Sp. OG

Elektif

Nama Anestesi

: dr., Sp. An

Jenis Anestesi :

Nama Operasi

Diagnosis Pre Operatif

General Anestesi
Diagnosis Post Operatif

Histerektomi total

Koriokarsinoma post

Koriokarsinoma post total

kemoterapi MTX 6 seri


Jam Mulai : 11.30

histerektomi

Tanggal : 6/5/2015

Jam Selesai : 12.15


1. Informed consent
2. Pasien disiapkan di meja operasi, diposisikan berbaring, diberikan general anstesi
3. Dilakukan desinfeksi pada dinding perut, lapangan operasi dipersempit dengan
menggunakan duk steril
4. Dilakukan incise midline dari atas simfisis hingga umbilicus, kemudian bergeser
kearah sisi lateral kiri umbilicus hingga + 3 cm diatas umbilicus
5. Dinding abdomen dibuka lapis demi lapis (kutis-subkutis-lemak-fascia transversam.obliqus eksterna-m.rectus abdominis-m.pyramidalis-m.obliqus interna12

6.
7.
8.
9.

m.transversus-peritoneum).
Perdarahan yang terjadi dihentikan dengan menggunakan kauter
Lapangan operasi diperlebar dengan menggunakan hap
Tampak adanya uterus yang membesar dengan ukuran + 7 cm x 6 cm x 7cm .
Dilakukan incisi pada uterus sampai dengan servix mengikuti alur segmen bawah

uterus, perdarahan yang ada dihentikan dengan kauter.


10. Uterus hingga servix diangkat, dipasang tampon vagina.
11. Kontrol perdarahan
12. Pada dinding vagina ditempelkan supratul
13. Rongga abdomen dicuci dengan cairan fisiologis NaCl 0,9%, kemudiian cairan dalam
cavum abdomen disuction.
14. Lapis demi lapis lapisan abdomen dijahit
- Peritoneum dan otot dengan cat gut no.1.
- Fascia dengan catgut 1.0
- Lemak dengan vicryl 2.0
- Subkutis dan kutis dengan cat gut 3.0
15. Permukaan abdomen dibersihkan dengan NaCl 0.9%
16. Luka ditutup dengan supratul dan kassa steril
17. Eksplorasi ke dalam vagina untuk mengeluarkan sisa darah beku dan sisa-sisa
jaringan
18. Balans cairan

Instruksi post operasi :


1. Infus D5 : RL 1 : 1 28 tpm
2. Cefotaxime injeksi 1 gr/ 8 jam/ iv
3. Antrain injeksi 1 amp/ 8 jam/ iv
4. Ranitidin 1 amp/8 jam/ iv
5. Ketoprofen supposutoria II/ rektal
6. Cek Hb post operasi jam 06.00 wita, bila Hb 8 gr/ dl maka transfusi darah (WB)
2 kolf
Follow Up Perawatan Pasien Post Operasi di Ruang Mawar
Tanggal
6 Mei 2015
13.00

Follow Up Post operasi

Terapi

Pasien selesai operasi dan di observasi

Terapi post operasi:

di Ruang Mawar Nifas

KU : Pasien tampak lemah


Kesadaran : Komposmentis
Keluhan : Nyeri pada luka operasi

Inj.
Cefotaxime 1gr/8jam/iv

Inj.
Ranitidin 1ampul/8jam/iv
13

Pemeriksaan Fisik :

TD=110/80 mmHg , N : 92 x/i kuat


angkat, regular, RR: 20 x/i , T : 37,2 oC

Inj.
Antrain 1ampul/8jam/iv

Ketop

Anemis (-/-), Ikterus (-/-), Sianosis (-/-)

rofen supposutoria II /

Vesikuler (+++/+++) Wheezing (-/-)

12jam/rektal

Rhonki (-/-), Suara jantung S1S2 Reguler

Bising usus tidak ada,


Akral hangat, edema (-)

Infus
RL : D5% 1 : 1 28 tpm

Cek

BAK : Urin output 100 cc/jam, kuning

Hb pukul 18.00 Bila

jernih, BAB : (-)

Hb 8 transfusi darah

Balance cairan :

(PRC 2) kolf

Input cairan
Infus

= 2000 cc

Obat injeksi = 25 cc
Metabolisme air = 5cc/kgBB/hari 5 x
69 kg = 345 cc
Minum = 0 cc
Total input = 3.085 cc
Output cairan :
Urine = 2400 cc
IWL (15 cc/kgBB/hari) 15 x 69 kg =
1.035 cc
Total output = 3.435 cc
18.00

Balance cairan : - 350 cc


KU : Pasien tampak lemah

Lapor dr. Sp, OG :

Kesadaran : Komposmentis

Keluhan : Nyeri pada luka operasi


Pemeriksaan Fisik :

Tidak
perlu transfusi darah

Boleh

TD=110/80 mmHg , N : 92 x/i kuat

minum & diet lunak

angkat, regular, RR: 20 x/i , T : 37,2 oC

TKTP

Anemis (-/-), Ikterus (-/-), Sianosis (-/-)

Terap

14

Vesikuler (+++/+++) Wheezing (-/-)

i lanjut

Rhonki (-/-), Suara jantung S1S2 Reguler


Bising usus (+) menurun,
Akral hangat, edema (-)
BAK : Urin output 150 cc/jam, kuning
jernih
BAB : (-)
Laboratorium :
Hemoglobin : 13,2 mg/dl
Leukosit

: 24.500/mm3

Hematorkrit : 38%
7 Mei 2015

Trombosit
KU : Baik

: 194.000/mm3

Post operasi

Keluhan : Nyeri pada luka operasi

Hari ke 1

Pemeriksaan Fisik :
TD=110/70 mmHg , N : 82x/i kuat angkat,

Terapi :
lunak TKTP
-

regular, RR: 20 x/i , T : 36,8 oC


Anemis (-/-), Ikterus (-/-), Sianosis (-/-)

Diet
Mobil
isasi

Saran

Vesikuler (+++/+++) Wheezing (-/-)

kan ibu untuk makan,

Rhonki (-/-), Suara jantung S1S2 Reguler

minum, istirahat,

Bising usus (+) kesan normal,

mobilisasi

Akral hangat, edema (-)

Asam

Luka operasi : GV luka operasi kering,

mefenamat 3 x 500mg Per

BAK : Urin output 100 cc/jam, kuning

oral

jernih

Inj.
Cefotaxime 1gr/8jam/iv

BAB : (-), Flatus (+)


-

Inj.
Ranitidin 1ampul/8jam/iv

Infus
RL : D5% 1 : 1 28 tpm

15

8 Mei 2015

KU : Baik

Terapi :

Post operasi

Keluhan : Nyeri pada luka operasi

Hari ke 2

Pemeriksaan Fisik :
TD=110/70 mmHg , N : 82x/i kuat angkat,

lunak TKTP
-

regular, RR: 20 x/i , T : 36,8 oC,


Anemis (-/-), Ikterus (-/-), Sianosis (-/-)

Diet
Mobil
isasi

Saran

Vesikuler (+++/+++) Wheezing (-/-)

kan ibu untuk makan,

Rhonki (-/-), Suara jantung S1S2 Reguler

minum, istirahat,

Bising usus (+) kesan normal,

mobilisasi

Akral hangat, edema (-)

Luka operasi : GV luka operasi kering


BAK : Urin output 150 cc/jam, kuning

Aff
kateter urin

Asam

jernih

mefenamat 3 x 500mg Per

BAB : (+) 1 kali, Flatus (+)

oral
-

Inj.
Cefotaxime 1gr/8jam/iv

Inj.
Ranitidin 1ampul/8jam/iv

9 Mei 2015

KU : Baik

Infus

RL : D5% 1 : 1 28 tpm
Terapi :

Post operasi

Keluhan : Nyeri pada luka operasi -

Boleh

Hari ke 3

berkurang

makan minum seperti

Pemeriksaan Fisik :

biasa

TD=120/80 mmHg , N : 86x/i kuat angkat, regular, RR: 22 x/i , T : 36,7 oC,
Anemis (-/-), Ikterus (-/-), Sianosis (-/-)

infus
-

Vesikuler (+++/+++) Wheezing (-/-)


Rhonki (-/-), Suara jantung S1S2 Reguler

Cefad
roxyl 2 x 500 mg per oral

Bising usus (+) kesan normal,


Akral hangat, edema (-)

Aff

As.
Mefenamat tab 3x500mg

Sulfas

16

Luka operasi : GV luka operasi kering

ferosus 2 x 300 mg
-

BAK : (+)

Kead
aan umum pasien baik,

BAB : (+) 1 kali

pasien boleh pulang dan


kontrol 3 hari lagi ke poli
kandungan RSUD AWS
Samarinda.

Hasil Pemeriksaan Patologi Anatomi 6 Mei 2015


Jawaban Pemeriksaan Patologi
Nomor PA

: N.1505045

Nomor RM

: 198003

Kepada Yth

: dr. Sp. OG

Nama

: Ny. Siti Lerek

Rumah Sakit

: R. Mawar

Umur

: 42 thn

Tgl. Terima

: 06-05-2015

Jenis Kelamin

: Perempuan

Tgl. Jawab

: 19-05-2015

Pekerjaan

: IRT

Alamat

: Jl. P.M. Noor

Diagnosa Klinis : Koriokarsinoma


Makroskopis

Diterima jaringan tanpa adneksa, ukuran 4,0 x 5,0 x 3,0 cm permukaan irisan kasar.
Mikroskopis
Potongan-potongan jaringan :
= Ekto dan endoserviks dalam batas normal
= Endometrium kelenjar fase proliferasi
= Sedikit struma desidoid, keradangan dan perdarahan
= Tak tampak sel trofoblast
Tak ditemukan keganasan
Kesimpulan
Uterus, Operasi :
Tak tampak lagi Chorio Ca
17

18

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Definisi
Koriokarsinoma merupakan salah satu jenis dari Gestasional Trophoblastic Disease
(GTD) yang bersifat ganas. Koriokarsinoma berasal dari sel-sel sitotrofoblas serta
sinsitiotrofloblas yang menginvasi miometrium, merusak jaringan di sekitarnya termasuk
pembuluh darah sehingga menyebabkan perdarahan. Gestasional Trphoblastic Disease
sendiri adalah suatu kelompok tumor yang berasal dari jaringan trofoblas yang
seharusnya berkembang menjadi plasenta . GTD terdiri dari dua jenis premalignansi,
yaitu partial mola hidatidosa dan complete mola hidatidosa, serta tiga kondisi malignansi
yaitu mola invasif, koriokarsinoma, dan placental site throphoblastic tumor (PSTT).
Ketiga istilah terakhir juga dikenal sebagai Gestasional Trofoblastic Neoplasia (GTN).4,5,6
Jaringan trofoblastik gestasional terbentuk dari sel perifer blastokista beberapa hari
setelah konsepsi. Jaringan tersebut dibagi menjadi 2 lapisan yaitu; lapisan luar
sinsitiotrofoblas yang dibentuk oleh sel-sel besar multinucleated dan lapisan dalam dari
sel

mononuclated

yang

membentuk

sitotrofoblas.

Sinsitiotrofoblas

menginvasi

endometrium secara agresif membentuk suatu hubungan antara fetus dan ibu yang
dikenal sebagai plasenta. Normalnya pertumbuhan trofoblas diatur secara ketat oleh
mekanisme seluler yang belum dapat dipahami untuk mencegah perkembangan
metastasis lebih lanjut. Penyakit trofoblastik gestasional ganas atau GTN, muncul ketika
mekanisme pengontrol ini gagal, menghasilkan invasi dari jaringan trofoblas yang
mencapai miometrium, yang mengizinkan penyebaran secara hematogen dan
pembentukan emboli tumor.5
3.2 Epidemiologi
Insidensi dan faktor-faktor etiologi GTD sulit untuk ditentukan. Hal ini disebabkan
adanya kesulitan dalam mengumpulkan data epidemiologi yang terpercaya, akibat adanya
beberapa faktor yaitu definisi kasus yang tidak konsisten, ketidakmampuan menentukan
populasi yang berisiko, tidak adanya pengumpulan data yang terpusat, kekurangan
kelompok kontrol terhadap kelompok yang berisiko, dan kelangkaan penyakit.7
19

Penelitian epidemiologi melaporkan variasi yang luas mengenai insidensi mola


ho\idatidosa. Di Amerika Utara, Australia, Selandia Baru, dan Eropa

menunjukkan

insidensi mola hidatidosa antara 0,57-1,1 per 1000 kehamilan, sedangkan penelitian di
Asia Tenggara dan Jepang menunjukkan insidensi yang lebih besar yaitu 2,0 per 1000
kehamilan. Investigasi terhadap perbedaan insidensi antar etnik dan ras menunjukkan
adanya peningkatan insidensi mola hidatidosa pada penduduk Indian Amerika, Eskimo,
Spanyol, dan Afrika Amerika.7 Laporan epidemiologi GTD lain juga melaporkan tingkat
insidensi yang bervariasi mulai dari yang terendah 23 kasus per 100.000 kehamilan
(Paraguay) hingga tertinggi 1.299 kasus per 100.000 kehamilan (Indonesia). Variabilitas
ini disebabkan oleh adanya perbedaan kriteria diagnostik dan pelaporan. Insiden yang
dilaporkan di Amerika Serikat adalah sekitar 110 hingga 120 per 100.000 kehamilan.2
Data insidensi GTD terkhusus untuk koriokarsinoma sangat terbatas akbiat jarangnya
kasus dan tingkat kesulitan membedakan mola invasif dengan koriokarsinoma. Beberapa
buku memperkirakan insiden koriokarsinoma yaitu 1 per 40.000 kehamilan di Eropa dan
Amerika Utara hingga 9,3 per 40.000 kehamilan di Asia Tenggara dan Jepang.2,7
3.3 Etiologi dan Faktor Resiko
Gestasional Trophoblastic Neoplasia atau penyakit trofoblas ganas yang terdiri dari
mola invasif, koriokarsinoma, placental site throphoblastic tumor dan epithleoid
trophoblastic tumor hampir selalu bermula dari sebuah bentuk kehamilan. Disebutkan
bahwa penyakit trofoblas ganas didahului oleh :
a. Mola hidatidosa ( 50% kasus ), 2-3% kasus mola menjadi koriokarsinoma
b. Aborsi atau kehamilan ektopik ( 25% kasus )
c. Kehamilan preterm atau kehamilan aterm ( 25% kasus ) 8
Faktor risiko koriokarsioma meliputi mola hidatidosa komplit sebelumnya, etnik, dan
usia maternal lanjut. Kemungkinan seorang wanita dengan riwayat mola sempurna untuk
mengalami koriokarsinoma hampir 1000 kali lebih tinggi dibandingkan dengan
kehamilan lainnya. Faktor risiko juga meningkat pada wanita Asia dan Indian Amerika
dan menurun pada Afrika Amerika. Sama halnya dengan kehamilan mola, median usia
wanita dengan koriokarsinoma lebih tinggi daripada kehamilan normal. Wanita dengan
usia < 18 tahun memiki faktor resiko sedikit lebih tinggi dan wanita > 45 memiliki faktor
resiko yang lebih tinggi untuk memiliki koriokarsinoma. Terdapat pula peningkatan risiko
20

khoriokarsinoma pada wanita dengan penggunaan kontrasepsi oral jangka panjang dan
golongan darah A.7,9
3.4 Patologi
Kehamilan mola hidatidosa dan Gestasional Trofoblastic Neoplasia (GTN) berasal
dari trofoblas plasenta. Trofoblas normal tersusun dari sitotrofoblas, sinsitiotrofoblas, dan
trofoblas intermediet. Sinsitiotrofoblas menginvasi stroma endometrium dengan
implantasi dari blastokista dan merupakan sebuah tipe sel yang memproduksi human
chorionic gonadotropin (hCG). Fungsi sitotrofoblas adalah untuk menyuplai sinsitium
dengan sel-sel sebagai tambahan untuk pembentukan kantong luar yang menjadi vili
korion sebagai pelindung kantung korion. Vili korion berbatasan dengan endometrium
dan lamina basalis dari endometrium membentuk plasenta fungsional untuk nutrisi fetalmaternal dan membuang sisa-sisa metabolisme. Trofoblas intermediet terletak di dalam
vili, tempat implantasi, dan kantong korion. Semua tipe dari trofoblas dapat
mengakibatkan penyakit trofoblas gestasional ketika mereka berproliferasi.6
Gambaran Klinikopatologis dari Penyakit Trofoblastik Gestasional
Penyakit trofoblas

Gambaran Patologi

Gambaran Klinis

gestasional
Mola hidatidosa

46, XX (terutama) 46, XY

15-20% skuele trofoblas

sempurna

Fetus/Embrio tidak ada

hCG > 100.000mU/mL

Pembengkakan difus vili

komplikasi medis

Hyperplasia difus trofoblas


Triploid (69, XXY; 69, XYY; 69, XXX)

<15% skuele trofoblas

Fetus/Embrio abnormal

hCG < 100.000mU/mL

Pembengkakan fokal vili

komplikasi medis jarang

Hyperplasia fokal trofoblas


Invasi myometrium

15% metastasis ke paru/vagina

Vili membengkak

Sering didiagnosis secara klinis

Trofoblast hiperplasia
Hiperplasia trofoblast abnormal dan

dibandingkans secara patologi


Penyebaran vaskular ke tempat

anaplasia

jauh-paru/otak/hati

Vili tidak ada

Keganasan

Perdarahan dan nekrosis


Sel-sel tumor menginfiltrasi

Sangat jarang

Mola hidatidosa parsial

Mola invasif

Koriokarsinoma

PSTT

21

myometrium melalui invasi secara

Kadar hCG kurang terpercaya

vascular/limfatik

sebagai indikator

Sel-sel intermediet/ tidak ada vili

Relatif kemoresistensi

Perdarahan/nekrosis lebih sedikit

Pengobatan : pembedahan

Pengecatan sel tumor dengan hPL positif

3.4.1

Mola invasif
Mola invasif adalah tumor jinak yang timbul dari invasi myometrial terhadap

mola hidatidosa melalui perluasan langsung menembus jaringan atau saluran vena.
Sekitar 10-17% dari mola hidatidosa akan menyebabkan mola invasif, dan sekitar 15
% dari jumlah ini akan bermetastasis ke paru atau vagina. Mola invasif lebih sering
didiagnosis secara klinis daripada patologi berdasarkan kenaikan hCG yang menetap
setelah evakuasi mola dan lebih sering diobati dengan kemoterapi tanpa diagnosis
histopatologi.6
Gambar 3. Mola Invasif

Mola invasive dengan ekstensi langsung jaringan mola, termasuk hydropic vili, dan
hiperplastik trofoblas yang meliputi myometrium.
3.4.2

Koriokarsinoma
Koriokarsinoma adalah suatu penyakit keganasan yang ditandai dengan

hiperplasia trofoblastik abnormal dan anaplasia, ketidakadaan vili korion,


perdarahan, dan nekrosis, dengan invasi langsung ke miometrium dan invasi vaskular
yang mengakibatkan penyebaran ke tempat-tempat yang jauh, paling sering ke paru,
22

otak, hati, pelvis dan vagina, ginjal, usus, dan limpa. Koriokarsinoma telah
dilaporkan berhubungan dengan setiap kejadian kehamilan, Sekitar 25% dari kasus
diikuti aborsi atau kehamilan tuba. 25% berhubungan dengan kehamilan preterm atau
aterm, dan 50% lainnya timbul dari mola hidatidosa, meskipun hanya 2-3% dari mola
hidatidosa yang berkembang menjadi koriokarsinoma.6
Gambar 4. Koriokarsinoma

Koriokarsinoma terdiri dari sitotrofoblas dan sinsitiotrofoblas abnormal, dengan


hyperplasia dan anaplasia, tidak ada vili korionik, pendarahan, dan necrosis.
3.4.3

Placental site trophoblastic tumor


PSTT adalah suatu penyakit yang sangat jarang yang timbul dari tempat

implantasi plasenta dan terutama terdiri dari trofoblas mononuklear intermediet tanpa
infiltrasi vili korion di dalam lembaran-lembaran atau tali-tali antara serat-serat
myometrial. PSTT berhubungan dengan invasi vaskular yang kurang, nekrosis, dan
perdarahan yang lebih dari koriokarsinoma, dan memiliki kecenderungan untuk
bermetastase ke sistem limfatik. Pewarnaan imunohistokimia memperlihatkan
23

adanya sitokeratin yang difus dan laktogen plasenta manusia, dimana hCG hanyalah
fokal. Studi sitogenik telah memperlihatkan bahwa PSTT lebih sering diploid
daripada aneuploid . Sebagian besar PSTT mengikuti kehamilan nonmola.6
Gambar 5. Placental site trophoblastic tumor

Placental site trophoblastic tumor dengan lembaran mononuclear intermediate


trophoblast cells tanpa chorionic villi yang menginfiltrasi diantara serat myometrial.
3.4.4

Epithelioid trophoblastic tumor (ETT)


Epithelioid trophoblastic tumor (ETT) adalah varian jarang dari PSTT yang

menstimulasi karsinoma. Berdasarkan sifat morfologi dan histokimia, kelihatannya


ini berkembang dari transformasi neoplastik trofoblas intermediet tipe korionik.
Sebagian besar ETT timbul beberapa tahun setelah persalinan aterm.6
3.5 Klasifikasi
Pembagian staging FIGO 1982 bersifat sederhana, mengacu pada hasil pemeriksaan
klinis dan pencitraan, misalnya foto thorak.10
Tabel I : Staging klinis menurut FIGO
Stadium 1

Tumor trofoblastik gestasional terbatas pada korpus uteri

24

Stadium II

Stadium III
Stadium IV

Tumor trofoblastik gestasional meluas ke adneksa atau vagina,


namun terbatas pada struktur genitalia.
Tumor trofoblastik gestasional bermetastasis ke paru, dengan
atau tanpa metastasis di genitalia interna.
Bermetastasis ke tempat lain

Ada beberapa sistem yang digunakan untuk mengkategorikan penyakit trofoblas


ganas. Semua sistem mengkorelasikan antar gejala klinik pasien dan risiko kegagalan
pada kemoterapi. Sistem Skoring FIGO tahun 2000 merupakan modifikasi sistem
skoring WHO. Perhitungang faktor prognostic dengan skor 0-6 dianggap sebagai pasien
dengan resiko rendah, sedangkan dengan skor >7 maka dianggap sebagai beresiko
tinggi.10
Tabel II : Skoring faktor risiko menurut FIGO (WHO) dengan staging FIGO
Skor

Usia

< 40

40

Kehamilan sebelumnya

Mola

Abortus

Aterm

<4

4-6

7-12

>12

< 103

103-104

>104-105

>105

< 3 cm

3-4

> 5 cm

Limpa,

Traktus

ginjal

gastrointestinal

1-4

5-8

Interval dengan kehamilan


tersebut (bulan)
Kadar hCG sebelum terapi
(mIU/mL)
Ukuran tumor terbesar,
termasuk uterus
Lokasi metastasis
Jumlah metastasis yang
diidentifikasi
Kegagalan kemoterapi
sebelumnya

Otak, hepar
>8

Agen tunggal Agen multipel

3.6 Manifestasi Klinis


25

Manifestasi gejala GTN bervariasi tergantung pada jenis kehamilan sebelumnya,


derajat penyakit, dan jenis histopatologi. GTN yang timbul setelah mola hidatidosa (mola
invasif atau khoriokarsinoma) sebagian besar menimbulkan perdarahan ireguler setelah
evakuasi mola hidatidosa. Tanda yang perlu dicurigai GTN postmola adalah pembesaran
ireguler uterus dan pembesaran persisten ovarium bilateral. Lesi metastasis ke vagina
dapat terlihat saat evakuasi, trauma lesi tersebut dapat menyebabkan perdarahan yang tak
terkontrol.6
Koriokarsinoma dengan kehamilan non mola tidak memiliki gejala dan tanda
tertentu, dimana gejala dan tanda lebih berhubungan dengan lokasi invasi tumor ke uterus
atau tempat metastasis. Pada pasien dengan perdarahan uterus pospartum dan
subinvolusi, neoplasia trofoblas gestasional harus dipertimbangkan berserta penyebab
lainnya,

seperti

retensi

hasil-hasil

konsepsi

atau

endomyometritis,

tumor

primer/metastase dari sistem organ atau kehamilan lainnya yang terjadi sesaat setelah
yang pertama. Perdarahan karena perforasi uterus atau lesi metastasis dapat menyebabkan
nyeri abdomen, hemoptisis, melena, atau adanya peningkatan tekanan intracranial dari
perdarahan intraserebral menyebabkabkan sakit kepala, kejang atau hemiplegia. Pasien
mungkin juga dapat menunjukkan gejala pulmonal seperti dipsnea, batuk, dan nyeri dada,
yang disebabkan metastasis ke paru.6
3.7 Diagnosis
Human Chorionic Gonadotropin
hCG merupakan penanda spesifik tumor yang diproduksi oleh mola hidatidosa dan
neoplasma trofoblastik gestasional. Hal ini secara mudah diukur secara kuantitatif di urin
dan darah, dan kadar hCG menunjukkan korelasi dengan berat penyakit. hCG adalah
glikoprotein yang terdiri dari 2 subunit yang tidak sama, subunit yang mirip dengan
hormon pituitari dan subunit yang khas diproduksi plasenta. Beberapa bentuk hCG
yang ada, termasuk setidaknya 6 variasi mayor yang dapat dideteksi di serum:
hyperglycosilated, nicked, non C-terminal subunit , subunit bebas, nicked subunit
bebas, dan subunit bebas. Molekul hCG pada penyakit trofoblas gestasional lebih
heterogen daripada kehamilan normal, dengan demikian pemeriksaan yang dapat
mendeteksi bentuk hCG dan fragmen-fragmen gandanya harus di pantau pada pasien
26

penyakit trofoblas kehamilan. Sebagian besar institusi menggunakan penilaian berlapis


antibodi monoclonal yang otomatis, cepat, dan radiolabeled yang dapat mengukur
perbedaan campuran molekul terkait hCG.6
Diagnosis klinis neoplasma trofoblas gestasional posmolar sering dibuat dengan
adanya peningkatan atau plateau kadar hCG setelah evakuasi mola hidatidosa.
Koriokarsinoma biasanya didiagnosis dengan adanya peningkatan kadar hCG, sering
bersamaan dengan adanya metastasis setelah ada kehamilan sebelumnya. PSTT dan ETT
biasanya berhubungan dengan sedikit peningkatan kadar hCG.6
Meskipun akurasi pengukuran kadar hCG tinggi pada diagnosis dan pemantauan
lanjut penyakit trofoblas gestasional, beberapa penilaian laboratorium memberikan hasil
positif palsu. Hal tersebut disebut hasil hCG palsu, dengan kadar yang dilaporkan sebesar
800 mIU/mL, menyebabkan pasien sehat mendapatkan pembedahan atau kemoterapi
yang tidak berguna. Penyebab hasil positif palsu ini adalah enzim proteolitik yang
diproduksi campuran protein nonspesifik dan antibodi heterofil (human antimouse).
Antibodi ini ditemukan ada 3-4% orang sehat dan dapat menyerupai imunoreaktivitas
hCG dengan berikatan dan menangkap tracer mouse IgG. 6
Terdapat 3 cara untuk menentukan apakah hasil hCG positif palsu, yaitu : (1)
Menentukan kadar hCG urin, yang harus negatif karena substansi terkait tidak
diekskresikan di urin (2) membutuhkan pengenceran serial serum, yang seharusnya tidak
menunjukkan penurunan paralel dengan pengenceran; (3) kirim serum dan urin pasien ke
laboratorium rujukan hCG. Sebagai tambahan, terdapat reaktivitas silang hCG dengan
LH (luteinizing hormone), yang dapat mengarah ke peningkatan palsu kadar hCG yang
rendah. Pengukuran LH untuk mengidentifikasi kemungkinan ini dan supresi LH dengan
pil kontrasepsi oral akan mencegah masalah ini.6
Quiescent gestasional trophoblastic disease adalah istilah yang diterapkan untuk
suatu bentuk neoplasia trofoblastik gestasional yang tidak aktif sebelumnya yang
dikarakteristikkan dengan kadar rendah hCG yang persisten (<200mIU/mL) dari hCG
yang sebenarnya untuk paling tidak 3 bulan yang berhubungan dengan riwayat penyakit
trofoblas gestasional atau abortus spontan, tapi tanpa terdapat manifestasi klinis. Kadar
hCG

tidak

berubah

dengan

kemoterapi

atau

pembedahan.

Subanalisis

hCG

mengungkapkan tidak ada hCG terhiperglikosilat yang berhubungan dengan invasi


27

sitotrofoblas. Pemantauan pasien dengan penyakit trofoblas gestasional tenang


(quiescent

gestasional

trophoblastic

disease

pengembangan aktif yang menyusul neoplasia trofoblas

sebelumnya

menunjukkan

gestasional pada sekitar

seperempat kasus, dimana ditunjukkan dengan peningkatan hCG terglikosilasi dan hCG
total. 6
Menurut rekomendasi Perkumpulan Penelitian Penyakit Trofoblastik Internasional
tahun 2001 untuk menatalaksana kondisi ini, positif palsu hCG sebagai hasil dari antibodi
heterofil atau percampuran LH harus disingkirkan, pasien harus diperika secara lanjut,
kemoterapi atau pembedahan segera harus dihindari dan pasien harus dipantau dalam
jangka waktu yang lama dengan tes hCG secara periodik dan menghindari kehamilan.
Pengobatan harus diberikan bila ada peningkatan hCG menetap atau tampak manifestasi
klinis penyakit.6
Diagnosis patologi
Diagnosis patologi mola invasif, khoriokarsinoma, PSTT, ETT dapat dibuat dengan
kuretase, biopsi lesi metastase, atau pemeriksaan specimen histerektomi atau plasenta.
Biopsi lesi vagina menunjukkan tumor trofoblas gestasional berbahaya karena perdarahan
masif yang mungkin dapat terjadi. 6
3.8 Penatalaksanaan
Kemoterapi profilaksis
Beberapa peneliti melaporkan bahwa kemoterapi profilaksis pada saat evakuasi
molar mengurangi frekuensi tumor postmolar. Kim dan rekan melaporkan dalam uji coba
secara acak prospektif bahwa profilaksis MTX mengurangi kejadian tumor postmolar
dari 47% menjadi 14% pada pasien dengan risiko tinggi dengan mola komplit.
Kemoterapi profilaksis mungkin sangat bermanfaat pada pasien dengan risiko tinggi
dengan mola komplit ketika follow up hormonal tidak tersedia atau tidak dapat
diandalkan. 10
Hormonal Follow-up
Semua pasien harus diikuti dengan pengukuran hCG setelah evakuasi molar untuk
memastikan remisi. Pasien diperiksa nilai-nilai hCG mingguan sampai tidak terdeteksi
selama 3 minggu dan kemudian pemeriksaan hCG bulanan sampai tidak terdeteksi
28

selama 6 bulan. Semua pasien dengan GTN stadium I, II, dan III harus diikuti dengan
pemeriksaan hCG mingguan sampai tidak terdeteksi selama 3 minggu, dan kemudian
pemeriksaan bulanan sampai tidak terdeteksi selama 12 bulan. Pasien dengan stadium
IV GTN diikuti pemeriksaaan bulanan selama 24 bulan karena pada stadium ini lebih
besar risiko

untuk

terjadi

late

relapse. Semua

pasien

harus

didorong

untuk

menggunakan kontrasepsi yang efektif selama seluruh interval monitoring.10


Pasien dianjurkan untuk menggunakan kontrasepsi yang dapat diandalkan
selama interval follow up hormonal. Sementara insiden postmolar tumor telah dilaporkan
meningkat pada pasien yang menggunakan kontrasepsi oral, tetapi data dari Gynecologic
Oncology Group dan center kami menunjukkan bahwa kontrasepsi oral tidak
mempengaruhi risiko postmolar GTN.10
Kemoterapi
Manajemen optimal GTN memerlukan evaluasi menyeluruh dari luasnya penyakit
sebelum pengobatan. Penyelidikan Metastasis harus mencakup roentgenogram dada,
ultrasonografi dari perut dan panggul, dan computed tomography (CT) atau
magnetic resonance imaging (MRI) epala.
Sementara pengukuran hCG dalam cairan cerebrospinal (CSF) mungkin menyarankan
keterlibatan otak, rasio satu pengukuran hCG plasma dan CSF mungkin menyesatkan
karena perubahan yang cepat kadar hCG dalam plasma mungkin tidak segera tercermin
dalam CSF. Selanjutnya, Keterlibatan dari otak dan hati jarang terjadi dalam
ketiadaan metastasis vagina dan / atau paru.5
Terapi stadium 1 : Terapi primer stadium 1
Pemilihan terapi utama stadium I GTN didasarkan pada keinginan pasien untuk
mempertahankan kesuburan. Jika pasien tidak lagi ingin mempertahankan kesuburan,
histerektomi dengan ajuvan agen kemoterapi tunggal mungkin dilakukan sebagai
pengobatan utama. Kemoterapi ajuvan diberikan untuk mengobati metastasis occult yang
mungkin sudah hadir. Metastasis occult paru terdeteksi oleh CT scan pada 40% pasien
dengan dugaan nonmetastatic disease. Single-agen kemoterapi baik dengan MTX atau
act-D adalah pengobatan pilihan pada pasien dengan stadium I GTN yang ingin
mempertahankan kesuburan.5
Terapi stadium 1 : Terapi sekunder stadium 1
29

Pasien dengan resistensi terhadap kemoterapi agen tunggal ditanganu\i dengan


kombinasi kemoterapi dengan MTX, act-D, dan siklofosfamide (MAC); atau VP. (EMACO) etoposid, MTX, act-D, siklofosfamid, dan Oncovin vincristine (Tabel 116.2); atau
terapi bedah (histerektomi atau lokal reseksi). 5

MAC disukai sebagai kombinasi kemoterapi awal pada pasien ini karena etoposid
dikaitkan dengan peningkatan risiko untuk tumor kedua. Jika penyakit ini resisten
terhadap kedua agen kemoterapi tunggal dan kombinasi, dan jika pasien ingin
mempertahankan kesuburan, reseksi rahim lokal dapat dipertimbangkan. USG, MRI,
dan / atau arteriografi dapat mengidentifikasi lokasi tumor rahim yang resisten
ketika reseksi lokal direncanakan.5
Terapi stadium II dan III
Pasien stadium II dan III GTN dengan risiko rendah (skor prognostik 7) diterapi
dengan pengobatan primer menggunakan single agent kemoterapi dengan MTX atau actD, sedangkan pasien dengan risiko tinggi dikelola dengan kemoterapi kombinasi primer
EMA-CO. Pasien dengan penyakit resisten terhadap kemoterapi agen tunggal diobati
dengan EMA-CO. Pasien dengan penyakit resisten terhadap EMA-CO dapat diobati
dengan memodifikasi rejimen bahwa dengan menggantikan cisplatin dan etoposide pada
hari ke-8, dan meningkatkan dosis MTX infus menjadi 1 g/m2 (EMA-CE).5

30

Terapi stadium IV
Semua pasien dengan stadium IV GTN dikelola dengan kombinasi kemoterapi
primer dengan EMA-CO. Jika ditemukannya metastasis otak, dosis MTX di infus
ditingkatkan menjadi 1 g/m2. Pasien dengan penyakit resisten terhadap EMA-CO
mungkin kemudian diobati dengan EMA-CE. 10
Pembedahan
Pembedahan dilakukan sebagai pengobatan dari GTN terutama baik untuk mengobati
komplikasi penyakit maupun excise dari tumor yang resisten. Histerektomi dapat
dilakukan untuk mengontrol perdarahan uterus atau sepsis atau untuk mengurangi beban
tumor dan membatasi kebutuhan untuk kemoterapi. Pendarahan dari metastasis vagina
dapat dikelola dengan, eksisi lokal luas, atau arteriographic embolisasi arteri
hipogastrikus. 10
Radioterapi
Jika metastasis otak terdeteksi, iradiasi seluruh otak segera direncanakan di sebagian
besar pusat di Amerika Serikat. Risiko pendarahan otak spontan mungkin dikurangi
dengan penggunaan bersamaan iradiasi otak dan kemoterapi.Yordan Jr dan rekan
melaporkan bahwa kematian akibat keterlibatan serebral terjadi pada 11 (44%) dari 25
pasien yang diobati dengan kemoterapi saja tetapi tidak satu pun terjadi dari 18 pasien
31

yang diobati dengan radiasi otak dan chemotherapy. 10


3.8 Prognosis
Prognosis koriokarsinoma pada umumnya baik apabila dapat terdeteksi lebih dini,
juga dengan penanganan yang cepat karena neoplasma trofoblas getasional berespon baik
terhadap kemoterapi. Apabila tidak segera dilakukan tindakan, maka akan terjadi
metastase jauh karena sifat metastasenya hematogen pada :11
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.

Paru 60-95%
Vagina 40-50%
Vulva, serviks 10-15%
Otak 5-15%
Hati 5-15%
Ginjal 0-5%
Limpa 0-5%
Usus 0-5%

32

BAB IV
PEMBAHASAN
Pada laporan kasus berikut diajukan kasus seorang wanita Ny. S.L., usia 42 tahun
datang ke ruang Mawar Nifas pada tanggal 4 April 2015 pukul 14.30 WITA. Setelah
dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang maka didapatkan
diagnosis koriokarsinoma post kemoterapi MTX seri ke 6 pro total abdominal
histerektomi.
Pada anamnesis didapatkan informasi sebagai berikut yaitu seorang wanita
berumur 42 tahun datang dengan keluhan kehamilan anggur yang tidak sembuh setelah
menjalani 2 kali kuretase dan 6 kali kemoterapi, yang diketahuinya saat kontrol ke poli
kandungan dan kebidanan RSUD A.W Syahranie. Pasien mengaku paham bahwa
kehamilan anggur yang dialaminya telah menjadi suatu tumor ganas. Pasien tidak ada
keluhan lain.
Pasien pertama kali terdiagnosis menderita kehamilan anggur pada tanggal 26
Agustus 2014. Pada saat itu pasien sedang hamil dengan usia kehamilan jalan 4 bulan
(HPHT : 8 April 2014, TFU : 1 jari dibawah pusat) dan keluar bercak darah melalui jalan
lahir. Pasien kemudian berobat ke dokter spesialis obstetri dan ginekologi dan menjalani
pemeriksaan ultrasonografi lalu didiagnosis mengalami kehamilan anggur. Pada tanggal
29 Agustus 2014 perdarahan semakin banyak dan bergumpal-gumpal. Pasien berobat ke
IGD RSUD A.W. Sjahranie dan pada hari yang sama dilakukan kuretase yang pertama.
Hasil pemeriksaan kadar hormon HCG pada tanggal 3 September adalah

> 1500

mIU/ml. Pasien kemudian menjalani kuretase yang kedua pada tanggal 18 September
2014. Pada tanggal 30 September 2014 dilakukan pemeriksaan kadar hormon HCG dan
diperoleh hasil 1.471 mIU/ml. Pasien tanggal 13 Oktober 2014 didiagnosis dengan
koriokarsinoma dan direncanakan untuk kemoterapi MTX. Pasien menjalani kemoterapi
MTX sebanyak 6 seri selama periode bulan Oktober 2014 Februari 2015. Pada tanggal
22 Desember 2014, kadar hormon HCG pasien turun hingga < 2 mIU/ml. Setelah
kemoterapi kadar HCG kembali naik yaitu 22 mIU/ml (20 April 2015).
Sebagian besar koriokarsinoma berkembang dari Mola Hidatidosa (kehamilan
anggur). Disebutkan bahwa koriokarsinoma selama kehamilan bisa didahului oleh Mola
33

hidatidosa ( 50% kasus ), Aborsi spontan / kehamilan ektopik ( 25% kasus ), kehamilan
preterm atau aterm (25% kasus). Etiologi terjadinya koriokarsinoma belum jelas
diketahui. Trofoblas normal cenderung menjadi invasive dan erosi pembuluh darah
berlebih-lebihan. Gejala dari GTN yang timbul setelah mola hidatidosa (mola invasif atau
khoriokarsinoma) adalah perdarahan ireguler.
Pada pemeriksaan ginekologi (pemeriksaan dalam vagina) ditemukan vulva vagina
kesan normal, portio tebal kuncup, arah posterior, tidak ada nyeri goyang, ostium uteri
eksterna tertutup, uterus kesan normal, adneksa tidak ada nyeri tekan, pelepasan sekret
vagina. Pada pemeriksaan fisik dan ginekologi tidak ditemukan adanya temuan khusus
yang dapat mengarah untuk menegakan diagnosis koriokarsinoma.
Koriokarsinoma ]tidak memiliki gejala dan tanda tertentu, dimana gejala dan tanda
lebih berhubungan dengan lokasi invasi tumor ke uterus atau tempat metastasis.
Perdarahan karena perforasi uterus atau lesi metastasis dapat menyebabkan nyeri
abdomen, hemoptisis, melena, atau adanya peningkatan tekanan intracranial dari
perdarahan intraserebral menyebabkabkan sakit kepala, kejang atau hemiplegia. Pasien
mungkin juga dapat menunjukkan gejala pulmonal seperti dipsnea, batuk, dan nyeri dada,
yang disebabkan metastasis ke paru
Pada pemeriksaan penunjang didapatkan kadar beta HCG yang kembali meningkat
yaitu 22 mIU/ml setelah menjalani kemoterapi MTX sebanyak 6 seri dan pada
pemeriksaan USG didpatakan bahwa ukuran kavum uterus masih membesar.
Diagnosis klinis neoplasma trofoblas gestasional posmolar sering dibuat dengan
adanya peningkatan atau plateau kadar hCG setelah evakuasi mola hidatidosa.
Koriokarsinoma biasanya didiagnosis dengan adanya peningkatan kadar hCG, sering
bersamaan dengan adanya metastasis setelah ada kehamilan sebelumnya
Penatalaksanaan pada pasien ini adalah histerektomi total. Histerektomi umumnya
dilakukan pada wanita dengan usia 40 tahun atau pada wanita yang memang
menginginkan untuk dilakukan hysterektomi. Histerektomi juga disarankan pada infeksi
berat dan perdarahan yang tidak terkendali dan resisten terhadap kemoterapi

34

BAB V
PENUTUP
Kesimpulan
Telah dilaporkan sebuah kasus atas pasien Ny. S. L. berusia 42 tahun yang datang
ke rumah sakit A.W. Syahranie Samarinda untuk kontrol setelah menjalani kemoterapi
MTX 6 seri. Setelah melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang maka didapatkan diagnosis sebagai koriokarsinoma post kemoterapi 6 seri.
Pada pasien ini dilakukan tindakan operatif yakni tindakan histerektomi total.
Diagnosis akhir pada pasien ini adalah koriokarsinoma post histerektomi total.
Secara umum penegakan diagnosis maupun penatalaksanaan pada pasien tersebut sudah
tepat dan sesuai dengan teori yang ada.

35

DAFTAR PUSTAKA
1. American Cancer Society. 2014. What is estational trophoblastic disease?. The
American Cancer Society is a qualified 501(c)(3) tax-exempt organization.
Available

at:

http://www.cancer.org/cancer/gestationaltrophoblasticdisease/detailedguide/gestati
onal-trophoblastic-disease-what-is-g-t-d.
2. Mirambo, Mazgio, et al. 2010. CASE REPORT: UNSUSPECTED UTERINE
CHORIOCARCINOMA WITH LUNG METASTASIS. Journal of Rural and
Tropical

Public

Health

James

http://core.ac.uk/display/18410769
3. Cancer
Research
UK.
2014.

Cook

University.

Choriocarcinoma.

Available

at

Available

:
at:

http://www.cancerresearchuk.org/aboutcancer/type/GTT/choriocarcinoma/about/explaining-persistent-trophoblasticdisease-and-choriocarcinoma.
4. Baltazar, C.J. Epidemiological Features of Choriocarcinoma. Available at :
http://www.ncbi. nlm.nih.gov/pubmed/1088402. Diakses 28 April 2013.
5. Ngan HY, Kohorn EI, Cole LA, et al.. 2012. Trophoblastic disease. Int J
Gynaecol Obstet 119 (Suppl 2): S130-6. doi: 10.1016/S0020-7292(12)60026-5.
Available

at:

http://www.cancer.gov/cancertopics/pdq/treatment/gestationaltrophoblastic/Health
Professional.
6. Tie W, Tajnert K, Plavsic SK. 2013. Ultrasound Imaging of Gestational
Trophoblastic Disease. Donald School J Ultrasound Obstet Gynecol
2013;7(1):105-112. Available at:)
7. Cunningham, F.G., Gant, N.F., Leveno, K.J., Gilstrap, L.C., Hauth, J.C.,
Wenstrom, K.D. 2005. Obstetri Williams Edisi 21. Jakarta: EGC.
8. Lurain, John R.. 2010. Gestational trophoblastic disease I: epidemiology,
pathology, clinical presentation and diagnosis of gestational trophoblastic disease,
and management of hydatidiform mole. American Journal of Obstetrics &
Gynecology December 2010. doi: 10.1016/j.ajog.2010.06.073. Available at:
http://www.ajog.org/
9. Benedet, J.L., et al. 2000. Staging classifications and clinical practice guidelines
of gynaecologic cancers. FIGO Committe on Gynecologic Oncology. Reprinted
36

from International Journal of Gynecology and Obstetrics, 70 (2000) 207-312.


Available

at:

http://www.igcs.org/files/TreatmentResources/FIGO_IGCS_staging.pdf.
10. Dhanda, Sunita, Ramani, Subhash, Thakur, Meenkashi. 2014. Gestational
Trophoblastic Disease: A Multimodality Imaging Approach with Impact on
Diagnosis and Management. Hindawi Publishing Corporation Radiology
Research and Practice Volume 2014, Article ID 842751. Available at:
http://dx.doi.org/10.1155/2014/842751.
11. Lurain, John R.. 2011. Gestational trophoblastic disease II: classification and
management of gestational trophoblastic neoplasia. American Journal of
Obstetrics & Gynecology December 2011. doi: 10.1016/j.ajog.2010.06.072.
Available at: http://www.ajog.org/.

37

DOKUMENTASI

38

39

Anda mungkin juga menyukai