Anda di halaman 1dari 34

SKENARIO A

Sukirman, seorang anak laki –laki berusia 7 tahun dengan berat badan 22 kg dibawa ibunya ke IGD
RSMP karena kaki tangannya dingin. Sejak 4 hari yang lalu, panas tinggi terus menerus namun tidak disertai
kejang dan tidak disertai batuk pilek. Sejak 1 hari yang lalu, panas turun tetapi anak masih tampak lesu dan
disertai BAB berwarna hitam. Sukirman mulai gelisah dan tidak BAK sejak 12 jam yang lalu.

Pemeriksaan Fisik:

Primary Survey:
Airway : bisa berbicara jika dipanggil namanya dengan suara keras
Breathing : pernapasan 30x/menit, suara nafas kiri dan kanan vesikuler, ronkhi tidak ada,
wheezing tidak ada
Circulation : tekanan darah tidak terukur, nadi sulit diraba, ekstremitas terlihat pucat dan
teraba dingin, capillary refilled time > 3 detik, sumber perdarahan tidak
tampak. Dokter IGD melakukan tindakan pertolongan pertama, yaitu
memposisikan anak dalam posisi hirup kemudian saat akan memberikan
cairan resusitasi, akses vena sulit didapat.
Disability : membuka mata dengan panggilan, gerakan ekstremitas dengan rangsangan
nyeri, mengerang, pupil isokor, refleks cahaya (+)
Exposure :
a. Suhu 36,1 oC
b. Rumple Leed (+)
c. Kutis marmorata

Secondary Survey :
- Kepala :
a. Mata : conjungtiva tidak anemis
b. Hidung : nafas cuping hidung tidak ada
c. Telinga : tidak ada kelainan
d. Mulut : pasien mengerang
- Leher : dalam batas normal, vena jugularis datar (tidak distensi)
- Thoraks :
a. Inpeksi : gerak nafas simetris, retraksi tidak ada, frekuensi nafas 30x/menit
b. Palpasi : iktus kordis teraba pada ICS 5 midclavicularis sinistra, stem fremitus kanan dan kiri
sama.
c. Perkusi : batas jantung normal, sonor pada kanan dan kiri
d. Auskultasi : suara jantung jelas dan regular, suara paru vesikuler, ronkhi tidak ada, wheezing tidak
ada.
- Abdomen :
a. Inspeksi : datar
b. Palpasi : lemas, nyeri tekan (-), hepar-lien dalam batas normal
c. Perkusi : timpani
d. Auskultasi : bising usus dalam batas normal
- Ekstremitas inferior dan superior : akral dingin, capillary refilled time > 3 detik

Kondisi Sukirman memburuk, kesadaran semakin menurun, frekuensi nafas 10x/menit, nadi tidak teraba.
Dokter IGD mencoba resusitasi intraossesus tetapi Sukirman tidak dapat tertolong.

IDENTIFIKASI MASALAH
1. Sukirman, seorang anak laki –laki berusia 7 tahun dengan berat badan 22 kg dibawa ibunya ke IGD
RSMP karena kaki tangannya dingin.
2. Sejak 4 hari yang lalu, panas tinggi terus menerus namun tidak disertai kejang dan tidak disertai batuk
pilek. Sejak 1 hari yang lalu, panas turun tetapi anak masih tampak lesu dan disertai BAB berwarna hitam.
Sukirman mulai gelisah dan tidak BAK sejak 12 jam yang lalu.
3. Primary Survey:
Airway : bisa berbicara jika dipanggil namanya dengan suara keras
Breathing : pernapasan 30x/menit, suara nafas kiri dan kanan vesikuler, ronkhi tidak ada,
wheezing tidak ada
Circulation : tekanan darah tidak terukur, nadi sulit diraba, ekstremitas terlihat pucat dan
teraba dingin, capillary refilled time > 3 detik, sumber perdarahan tidak
tampak. Dokter IGD melakukan tindakan pertolongan pertama, yaitu
memposisikan anak dalam posisi hirup kemudian saat akan memberikan
cairan resusitasi, akses vena sulit didapat.
Disability : membuka mata dengan panggilan, gerakan ekstremitas dengan rangsangan
nyeri, mengerang, pupil isokor, refleks cahaya (+)
Exposure :
a. Suhu 36,1 oC
b. Rumple Leed (+)
c. Kutis marmorata

4. Secondary Survey :
- Kepala :
a. Mata : conjungtiva tidak anemis
b. Hidung : nafas cuping hidung tidak ada
c. Telinga : tidak ada kelainan
d. Mulut : pasien mengerang
- Leher : dalam batas normal, vena jugularis datar (tidak distensi)
- Thoraks :
a. Inpeksi : gerak nafas simetris, retraksi tidak ada, frekuensi nafas 30x/menit
b. Palpasi : iktus kordis teraba pada ICS 5 midclavicularis sinistra, stem fremitus kanan dan
kiri
sama.
c. Perkusi : batas jantung normal, sonor pada kanan dan kiri
d. Auskultasi : suara jantung jelas dan regular, suara paru vesikuler, ronkhi tidak ada, wheezing
tidak
ada.
- Abdomen :
a. Inspeksi : datar
b. Palpasi : lemas, nyeri tekan (-), hepar-lien dalam batas normal
c. Perkusi : timpani
d. Auskultasi : bising usus dalam batas normal
- Ekstremitas inferior dan superior : akral dingin, capillary refilled time > 3 detik

5. Kondisi Sukirman memburuk, kesadaran semakin menurun, frekuensi nafas 10x/menit, nadi tidak
teraba. Dokter IGD mencoba resusitasi intraossesus tetapi Sukirman tidak dapat tertolong.
ANALISIS MASALAH
1. Sukirman, seorang anak laki –laki berusia 7 tahun dengan berat badan 22 kg dibawa ibunya ke
IGD RSMP karena kaki tangannya dingin.
a. Apa makna mengalami kaki dan tangan dingin pada kasus?
Jawab:
Kaki dan tangan dingin (akral dingin) merupakan tanda dari penurunan perfusi ke jaringan yang
merupakan salah satu tanda dari tanda syok.

Akral dingin pada keadaan darurat atau pada kondisi gawat seperti syok yang dialami pasien, tubuh akan
mengkompensasikan darah fokus pada organ-organ vital, sehingga pasokan darah di perifer berkurang.
darah yang membawa panas tubuh juga mengakibatkan bagian ekstremitas jadi dingin karena pembuluh
darah akan menyempit dan akibatnya kulit menjadi pucat.

b. Apa kemungkinan penyebab kaki dan tangan dingin?


Jawab :
Akral dingin pada anak dapat terjadi karena renjatan hipovolemik yang disebabkan oleh:
 Kehilangan cairan dan elektrolit : diare, muntah, diabetes insipidus, heat stroke renal loss.
 Perdarahan : Perdarahan internal (ruptura hepar/lien trauma jaringan lunak fraktura tulang panjang,
perdarahan saluran cerna, dan perdarahan eksternal misalnya akibat trauma.
 Kehilangan plasma : sindroma nefrotik, obstruksi ileus, demam berdarah dengue peritonitis
 Penyebab lain dari renjatan hipovolemi adalah kebocoran kapiler (capillary leak syndrome), cairan
intravaskular keluar ke jaringan seperti luka bakar, sepsis, penyakit-penyakit keradangan lain,
pada keadaan ini anak tampak sembab meski sebenarnya anak ini kekurangan cairan intravaskular.

c. Bagaimana mekanisme kaki dan tangan dingin ?


Jawab :
Virus dengue masuk ke tubuh melalui vektor nyamuk masa inkubasi 3 hari  respon imun non
seluler  makrofag memfagosit virus dengue  virus dengue justru bereplikasi  respon imun seluler
 Terbentuk antibody untuk virus dengue, Sel T Helper, Sel T sitotoksik, Mengeluarkan mediator
Inflamasi dan komplemen (kinin, komplemen C3a da C5a, serta histamin yang dihasilkan oleh sel
mast) Mediator Inflamasi (TNF-α, IL-1, IL-6) dan media komplementer (C5a dan C3a) menyebabkan
permeabilitas kapiler meningkat dan Antibody virus dengue mendestruksi trombosit yang terinfeksi
virus dengue  Kebocoran plasma (Plasma leakage) plasma darah keluar dari intravaskular ke
ektravaskular hipovolemi  volume darah menurun cardiac output menurun  refleks simpatis 
Vasokonstriksi yang paling kuat terjadi pada pembuluh darah skeletal, sphlanchnic dan kulit, sedang
pada pembuluh darah otak dan koronaria tidak terjadi vasokonstriksi  suhu tubuh perifer menjadi
dingin dan kulit menjadi pucat.

Infeksi virus dengue  virus masuk kedalam darah  virus bekembang dalam sistem retikuloendotelial
 terbentuknya komplek antigen antibody  agregasi trombosit, gangguan koagulasi 
trombositopenia, peningkatan permeabilitas kapiler  kebocoran plasma  penurunan volume darah 
sirkulasi darah difokuskan ke organ vital  penurunan sirkulasi kejaringan perifer  tangan dan kaki
dingin (tanda syok)

d. Bagaimana hubungan usia dan jenis kelamin dengan keluhan pada kasus?
Jawab :
Usia :
Kelompok usia 5-10 tahun merupakan kelompok yang paling banyak terinfeksi virus dengue. Pada
umumnya pasien DBD berusia dibawah 15 tahun, terbanyak dibawah 10 tahun, memiliki derajat
keparahan yang cenderung lebih tinggi. Makin muda usia pasien, makin tinggi pula mortalitasnya, hal
ini kemungkinan disebabkan karena pada anak yang lebih muda endotel pembuluh darah kapiler lebih
rentan terjadi pelepasan sitokin sehingga terjadi peningkatan permeabilitas kapiler yang lebih banyak.
Jenis Kelamin :
Adanya korelasi antara jenis kelamin dengan tingkat infeksi DBD. Hal ini disebabkan laki-laki,
terutama pada usia anak-anak, lebih sering beraktivitas di luar rumah daripada perempuan.
Kejadian DBD terbanyak terjadi pada kelompok umur 5 - 14 tahun. alam stratifikasi DBD oleh
World Health Organization (WHO) 2005 yang mengindikasikan tinggi-nya angka perawatan
rumah sakit dan kematian akibat DBD, khususnya pada anak.

e. Apa yang dimaksud dengan syok?


Jawab:
Syok adalah sindrom klinis akibat kegagalan sirkulasi dalam mencukupi kebutuhan oksigen jaringan
tubuh. Syok terjadi akibat penurunan perfusi jaringan vital atau menurunnya volume darah secara
bermakna. Syok juga dapat terjadi akibat dehidrasi jika kehilangan cairan tubuh lebih 20% BB (berat
badan) atau kehilangan darah ≥ 20% EBV (estimated blood volume)

f. Apa penyebab syok?


Jawab:
Menurut Leksana (2015), syok bisa disebabkan oleh:
1. Perdarahan (syok hipovolemik)
2. Dehidrasi (syok hipovolemik)
3. Serangan jantung (syok kardiogenik)
4. Gagal jantung (syok kardiogenik)
5. Trauma atau cedera berat
6. Infeksi (syok septik)
7. Reaksi alergi (syok anafilaktik)
8. Cedera tulang belakang (syok neurogenik)
9. Sindroma syok toksik.

g. Apa klasifikasi syok?


Jawab:
Menurut Behrman (2014), mengklasifikasikan syok sebagai berikut:
1) Hipovolemia : terjadi karenan kehilangan cairan dari ruang intravaskular yang terjadi sekunder
karena asupan yang kurang atau kehilangan cairan yang banyak. Berkurangnya volume darah akan
menurunkan preload, isi sekuncup dan curah jantung.
2) Distributif : distribusi aliran darah abnormal dpat mengakibatkan gangguan perfusi jaringan yang
berat. Maldistribusi aliran darah tersebut biasnya karena ada kelainan tonus vaskular.
3) Kardiogenis : akibat gangguan fungsi miokardium yang tercermin dengan depresi kontraktilitas
miokardium dan curah jantung dengan perfusi jaringan buruk.
4) Obstruktif : obstruksi mekanis aliran ventrikel
5) Disosiatif : kondisi perfusi jaringan normal, tetap sel tidak dapat menggunakan oksigen hemoglobin
mengalami gangguan daya ikat terhadap oksigen sehingga menghambat proses pelepasan oksigen ke
jarinngan.

h. Apa kriteria syok hipovolemik?


Jawab:
Tabel kriteria syok hipovolemik berdasarkan derajatnya:
Ringan Sedang Berat
Ektremitas dingin Sama, ditambah: Sama, ditambah:
Waktu pengisian Takikardi Hemodinamik tidak
kapiler meningkat Takipnea stabil
Diaprosis Oligouria Takikardi bergejala
Vena kolaps Hipotensi ortostatik Hipotensi
Cemas Perubahan kesadaran

i. Apa saja stadium syok?


Jawab:
Secara umum stadium syok dibagi menjadi 3 kategori, yaitu stadium kompensasi, stadium
dekompensasi, dan stadium irreversible; setiap stadium syok memiliki mekanisme dan
patofisiologi yang berbeda menurut Leksana (2015), sebagai berikut:
1. Stadium Kompensasi
Pada stadium ini fungsi organ vital dipertahankan melalui mekanisme kompensasi fi siologis
tubuh dengan cara meningkatkan refl eks simpatis, sehingga resistensi sistemik meningkat,
meningkatkan denyut jantung sehingga CO meningkat; dan meningkatkan sekresi
vasopressin, RAAS (renin-angiotensinaldosterone system) menyebabkan ginjal menahan air
dan sodium di dalam sirkulasi. Gejala klinis pada syok dengan stadium kompensasi ini
adalah takikardi, gelisah, kulit pucat dan dingin, pengisian kapiler lambat.

2. Stadium Dekompensasi
Beberapa mekanisme terjadi pada fase dekompensasi, seperti memburuknya perfusi jaringan
yang menyebabkan penurunan O2 bermakna, mengakibatkan metabolisme anaerob sehingga
produksi laktat meningkat menyebabkan asidosis laktat. Kondisi ini diperberat oleh
penumpukan CO2 yang menjadi asam karbonat. Asidemia akan menghambat kontraktilitas
miokardium dan respons terhadap katekolamin. Selain itu, terdapat gangguan metabolisme
energy dependent Na+/K+ pump di tingkat seluler, menyebabkan integritas membran sel
terganggu, fungsi lisosom dan mitokondria memburuk yang dapat berdampak pada
kerusakan sel. Pada stadium dekompensasi ini aliran darah lambat, rantai kinin serta sistem
koagulasi rusak, akan diperburuk dengan agregrasi trombosit dan pembentukan trombus yang
disertai risiko perdarahan. Pelepasan mediator vaskuler, seperti histamin, serotonin, dan
sitokin, menyebabkan terbentuknya oksigen radikal serta platelet aggregating factor.
Pelepasan mediator oleh makrofag menyebabkan vasodilatasi arteriol dan permeabilitas
kapiler meningkat, sehingga menurunkan venous return dan preload yang berdampak pada
penurunan CO. Gejala pada stadium dekompensasi ini antara lain takikardi, tekanan darah
sangat rendah, perfusi perifer buruk, asidosis, oligouria, dan kesadaran menurun.

3. Stadium Irreversible
Stadium ini merupakan stadium lanjut syok yang tidak mendapatkan penanganan tepat dan
berkelanjutan. Pada stadium ini akan terjadi kerusakan dan kematian sel yang dapat
berdampak pada terjadinya MOF (multiple organ failure). Pada stadium ini, tubuh akan
kehabisan energi akibat habisnya cadangan ATP (adenosine triphosphate) di dalam sel.
Gejala klinis stadium ini meliputi nadi tak teraba, tekanan darah tak terukur, anuria, dan
tanda-tanda kegagalan organ (MODS – multiple organ dysfunctions)
Tabel 2. Stadium syok berdasarkan volueme plasma yang hilang
Stadium Plasma yang hilang Gejala
1.Presyok 10-15% Pusing, takikardi ringan, sistolik
(compensated) ±750 ml 90-100 mmHg
2.Ringan 20-25 % Gelisah, keringat dingin, haus,
(compensated) 1000-1200 ml diuresis berkurang, takikardi >
100/menit, sistolik 80-90 mmHg
3.Sedang 30-35 % Gelisah, pucat, dingin, oliguri,
(reversible) 1500-1750 ml takikardi >100/menit, sistolik 70-
80 mmHg
4.Berat 35-50 % Pucat, sianotik, dingin, takipnea,
(irreversible) 1750-2250 ml anuri, kolaps pembuluh darah,
takikardi/tak teraba lagi, sistolik 0-
40 mmHg.

j. Bagaimana cara menegakkan diagnosis syok?


Jawab:
Anamnesis  riwayat penyakit
Gejala klinis:
1) Perhatikan denyut nadi (takikardia >160 x/menit pada bayi, >140 x/menit pada anak usia
pra-sekolah, >120 x/menit pada anak usia sekolah – pubertas dan >100 dewasa) (ATLS,
2008).
2) Perhatikan tekanan darah (perbedaan antara sistol dan diastol), hipotensi (ATLS, 2008).
3) Perhatikan laju pernapasan, perfusi kulit (akral dingin dan pucat) (ATLS, 2008).
4) Perhatikan terjadi dehidrasi (isotonis, hipertonis dan hipotonis) atau tidak (ATLS, 2008).
5) Perhatikan oligouria dan anuria (Rifki, 2013).
6) Perhatikan ansietas dan agitasi (Rifki, 2013).
7) Pada DSS, dapat terjadi manifestasi gejala SSP meliputi kejang, spatis, perubahan
kesadaran, dan paresis sementara (Tahir, 2006).
8) Terjadinya penyakit penyerta tergantung dari saat terjadinya gejala yaitu pada saat viremia,
kebocoran plasma, atau konvalesen (Tahir, 2006)

k. Bagaimana pertolongan pertama syok pada kasus?


Jawab:
Dalam menghadapi kasus demam dengue, tentukan terlebih dahulu apakah pasien dalam kondisi syok
atau non-syok; kedua, tentukan saat pasien datang adalah demam hari ke berapa. Tata laksana suportif
yang direkomendasi oleh WHO 2011 adalah mempertahankan oksigenasi saluran napas yang adekuat
dengan pemberian oksigen. Tata laksana utama adalah mengganti cairan intravaskular dan elektrolit
yang hilang. Pada DBD, cairan awal diperlukan secara oral atau parenteral untuk menghindari terjadinya
syok. Jika sindrom syok dengue (SSD) terjadi, resusitasi volume plasma diperlukan segera. Kristaloid
harus diberikan 10-20 mg/kgBB IV dengan bolus secepatnya. Jika tidak responsif, koloid dan transfusi
darah dapat digunakan. Produk darah kadang diperlukan untuk memperbaiki koagulasi intravaskular
diseminata.

l. Bagaimana memonitoring pasien syok?


Jawab:
Pemantauan tanda vital (tekanan darah, ferkuensi nadi, frekuensi pernafasan, dan suhu), diuresis yang
ketat, serta hematokrit dan trombosit sangat penting, terutama di saat terjadi penurunan suhu badan
hingga mencapai normal.
Hal-hal yang harus diperhatikan pada monitoring adalah nadi, tekanan darah, respirasi, dan temperature
harus dicatat setiap 15-30 menitatau leih sering, sampai syok dapat diatasi, kadar hematokrit harus
diperiksa setiap 4-6 jam sampai keadaan klinis pasien stabil. Setiap pasien harus mempunyai formulir
pemantauan, mengenai jenis cairan, jumlah, dan tetesan, unutk menentukan apakah cairan yang
diberikan sudah mencukupi, jumlah serta frekuensi diuresis

m. Apa dampak syok hipovolemik?


Jawab:
Syok mengakibatkan gangguan perfusi dan oksigenasi jaringan, serta aktivasi inflamasi dan jalur sitokin.
Komplikasi utama syok adalah gagal sistem multiorgan eliputi gagal nafas, gagal ginjal, disfungsi hati,
gangguan fungsi koagulasi dan disfungsi serebrum. Pasien syok dngen gagal multi organ memiliki
angka kematian yang tinggi

n. Apa indikasi atau kriteria seseorang pasien dibawa ke IGD?


Jawab:
Pasien yang memenuhi kriteria sebagai pasien gawat darurat adalah :
1) Nyeri dada
2) Perdarahan yang tidak dapat dihentikan
3) Nyeri yang tidak tertahankan
4) Batuk darah atau muntah darah
5) Sesak nafas atau kesulitan bernafas
6) Pusing yang disertai adanya kelemahan otot atau penglihatan kabur
7) Diare dan muntah yang hebat
8) Penurunan kesadaran yang tiba-tiba
9) Korban kecelakaan atau kekerasan

o. Bagaimana alur pengelolaan pasien di IGD?


Jawab :
Menurut Apriyani (2008) adapun adapun Prosedur Instalasi Gawat Darurat adalah :
1. Pasien masuk ruang gawat darurat.
2. Pengantar mendaftar ke bagian administrasi (front liner).
3. Instalasi Gawat Darurat (IGD) menerima status pasien dari rekam medik dan map plastik merah.
4. Paramedik dan dokter triase memeriksa kondisi pasien.
5. Paramedik dan dokter melakukan tindakan yang diperlukan sesuai SPM emergensi dokter
menjelaskan tindakan yang akan dilakukan dan di setujui oleh pasien/keluarga (informed consent).
6. Bila pasien menolak pemeriksaan dan atau tindakan (medik, penunjang, ranap), pasien/keluarga
menandatangani surat penolakan.
7. Pasien tanpa pengantar dan dalam kondisi tidak sadar, dokter atau paramedis berhak melakukan
tindakan penyelamatan bila terdapat kondisi yang mengancam jiwa pasien.
8. Bila diperlukan pemeriksaan penunjang, dokter membuat pengantar ke unit terkait dan
mengonfirmasi lewat telpon, pengambilan sampel laboratorium dilakukan di ruang gawat darurat,
untuk pemeriksaan rontgen, paramedik mengantarkan pasien ke unit radiologi.
9. Dokter menjelaskan tindakan yang akan dilakukan dan disetujui oleh pasien/keluarga (informed
consent).

Menurut Kementerian Kesehatan RI (2012), berikut merupakan alur pelayanan Instalasi Gawat
Darurat:
p. Bagaimana standar pelayanan di IGD?
Jawab:
Setiap rumah sakit wajib memiliki pelayanan gawat darurat yang memiliki kemampuan:
1. Melakukan pemeriksaan awal kasus-kasus gawatdarurat
2. Melakukan resusitasi dan stabilitasi (lifesaving).
3. Pelayanan di Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit harus dapat memberikan pelayanan 24
jam dalam sehari dan tujuh hari dalam seminggu.
4. Berbagai nama untuk instalasi/unit pelayanan gawat darurat di rumah sakit diseragamkan
menjadi INSTALASI GAWAT DARURAT (IGD).
5. Rumah sakit tidak boleh meminta uang muka pada saat menangani kasus gawat darurat.
6. Pasien gawat darurat harus ditangani paling lama 5 (lima) menit setelah sampai diIGD.
7. Organisasi Instalasi Gawat Darurat (IGD) didasarkan pada organisasi multidisiplin,
multiprofesi dan terintegrasi, dengan struktur organisasi fungsional yang terdiri dari unsur
pimpinan dan unsur pelaksana, yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan pelayanan
terhadap pasien gawat darurat di Instalasi Gawat Darurat (IGD), dengan wewenang penuh
yang dipimpin olehdokter.
8. Setiap Rumah sakit wajib berusaha untuk menyesuaikan pelayanan gawat daruratnya
minimal sesuai dengan klasifikasi berikut.

Adapun standar pelayanan minimal yang harus dimiliki oleh IGD rumah sakit adalah:
Standar Pelayanan Minimal IGD Rumah Sakit
N
INDIKATOR STANDAR
O
1. Kemampuan menangani life-saving anak dan
100%
dewasa
2. Jam buka pelayanan gawat darurat 24 jam
3. Pemberian pelayanan gawa darurat yang
bersertifikat yang masih berlaku 100%
BLS/PPGD/GELS/ALS
4. Ketersediaan tim penanggulangan bencana 1 tim
5. Waktu tanggap pelayanan dokter di gawat darurat Kurang dari atau 5 menit terlayani
setelah pasien datang
6. Kepuasan pelanggan Lebih dari sama dengan 70%
7. Kematian pasien < 24 jam Kurang dari sama dengan 2/1000
(pindah ke pelayanan rawat inap
setelah 8 jam)
8. Khusus untuk rumah sakit jiwa pasien dapat
ditenangkan dalam waktu kurang dari sama dengan 100%
48 jam
9. Tidak adanya pasien yang diharuskan membayar
100%
uang muka
2. Sejak 4 hari yang lalu, panas tinggi terus menerus namun tidak disertai kejang dan tidak disertai
batuk pilek. Sejak 1 hari yang lalu, panas turun tetapi anak masih tampak lesu dan disertai BAB
berwarna hitam. Sukirman mulai gelisah dan tidak BAK sejak 12 jam yang lalu.
a. Apa makna keluhan 4 hari lalu panas tinggi terus-menerus namun tidak diserti kejang dan tidak
disertai batuk pilek?
Jawab :
Makna 4 hari yang lalu panas tinggi terus menerus merupakan manifestasi klinis dari Dengue
Haemorrhagic Fever (DHF), makna tidak disertai kejang adalah tidak ada gangguan neorologis, dan
makna tidak disertai batuk pilek adalah tidak ada gangguan pada traktus respiratorius bagian atas.

Menurut WHO (2009), terdapat 3 gambaran klinis penderita Dengue Haemorrhagic Fever (DHF) yaitu:
a. Fase febris
Biasanya demam mendadak tinggi 2 – 7 hari, disertai muka kemerahan, eritema kulit, nyeri seluruh
tubuh, mialgia, artralgia dan sakit kepala. Pada beberapa kasus ditemukan nyeri tenggorok, injeksi
farings dan konjungtiva, anoreksia, mual dan muntah. Pada fase ini dapat pula ditemukan tanda
perdarahan seperti ptekie, perdarahan mukosa, walaupun jarang dapat pula terjadi perdarahan
pervaginam dan perdarahan gastrointestinal.
b. Fase kritis
Fase kritis terjadi pada hari 3 – 7 sakit dan ditandai dengan penurunan suhu tubuh disertai kenaikan
permeabilitas kapiler dan timbulnya kebocoran plasma yang biasanya berlangsung selama 24 – 48
jam. Kebocoran plasma sering didahului oleh lekopeni progresif disertai penurunan hitung
trombosit. Pada fase ini dapat terjadi syok.
c. Fase pemulihan
Fase pemulihan, bila fase kritis terlewati maka terjadi pengembalian cairan dari ekstravaskuler ke
intravaskuler secara perlahan pada 48 – 72 jam setelahnya. Keadaan umum penderita membaik,
nafsu makan pulih kembali , hemodinamik stabil dan diuresis membaik.

Demam pada Sukirman memiliki siklus demam yang khas terjadi pada Demam
Berdarah
Dengue. Demam pada DBD mempunyai siklus demam disebut “Siklus Pelana Kuda”
(lihat gambar)

b. Apa hubungan keluhan kaki dan tangan dingin dengan keluhan 4 hari yang lalu?
Jawab :
Tidak ada hubungan langsung antara keluhan 4 hari yang lalu berupa demam dengan kaki dan tangan
dingin. Kedua hal ini merupakan perjalanan alamiah penyakit yang disebabakan oleh infeksi virus
Dengue.
Keluhan 4 hari yang lalu berupa demam merupakan respon tubuh terhadap infeksi virus dengeue dengan
pengaktifan mediator inflamasi. Sedangkan tangan dan kaki dingin merupakan tanda syok yang terjadi
karena menurunnya sirkulasi ke jaringan perifer akibat terjadi peningkatan permeabilitas kapiler.

c. Apa penyebab panas tinggi terus menerus namun tidak disertai kejang dan tidak disertai batuk
pilek?
Jawab:
Penyebab demam pada kasus ini adalah virus dengue, yang memiliki 4 serotipe (dengue-1, dengue-2,
dengue-3, dengue-4). Termasuk kedalam grup B Anthropod Borne Virus (arbovirus)

d. Bagaimana mekanisme demam pada kasus?


Jawab :
Tergigit nyamuk aedes aegypti infeksi sekunder (infeksi kedua kalinya dengan serotipe virus dengue
yang berbeda) Antibody heterolog  virus bereplikasi kompleks antigen-antibody  aktivasi
monosit dan makrofag  IL 1, IL6, TNF  stimulasi hipothalamus  asam arakhidonat  PGE2 
demam

e. Apa makna sejak 1 hari yang lalu, panas turun tetapi anak masih tampak lesu dan disertai BAB
bewarna hitam?
Jawab:
Makna sejak 1 hari yang lalu, panas turun  telah memasuki fase kritis selama 2-3 hari dimana apabila
pada fase ini tidak ditangani dapat terjadi renjatan.

Makna tampak lesu  akibat telah terjadinya gangguan sirkulasi akibat plasma leakage

Makna BAB bewarna hitam (melena)  telah terjadinya perdarahan akibat gangguan dari permeabilitas
pembuluh darah yang meningkat di lambung. Makna melena yang merupakan manifestasi Dengue
Haemorrhagic Fever (DHF).

Manifestasi Dengue Haemorrhagic Fever (DHF) meliputi:


1. Demam tinggi dengan mendadak dan terus-menerus selama 2 – 7 hari.
2. Manifestasi perdarahan, termasuk setidak-tidaknya uji tornikuet positif dan salah satu bentuk lain
(petekia, purpura, ekimosis, epistaksis, dan perdarahan gusi), hematemesis dan atau melena.
3. Pembesaran hati.
4. Renjatan yang ditandai oleh nadi lemah, cepat disertai tekanan nadi menurun (menjadi 20 mmHg
atau kurang), tekanan darah menurun (tekanan sistole menurun sampai 80 mmHg atau kurang)
disertai kulit yang teraba dingin dan lembab terutama pada ujung hidung, jari dan kaki, penderita
menjadi gelisah, timbul sianosis di sekitar mulut.

f. Bagaimana anak masih tampak lesu dan disertai BAB bewarna hitam?
Jawab:
Tergigit nyamuk aedes aegypti infeksi virus dengue (sekunder)  virus berkebang biak dalam RES
 membentuk kompleks virus antibodi  aktivasi komplemen  pengeluaran anafilaktosin C3a dan
C5a  peningkatan histamin  permeabilitas dinding pembuluh darah meningkat  kebocoran plasma
hipovolemia  tidak adekuatnya perfusi dan oksigenasi jaringan  lesu.
Arbovirus (melalui nyamuk aedes aegypti)  beredar dalam aliran darah  infeksi virus dengue
(viremia)  mengaktivasi sistem komplemen membentuk dan melepaskan zat C3a, C5a  PGE2
Hipothalamus  hipertermi  peningkatan reabsorbsi Na+ dan H2O  permeabilitas membran
meningkat  agregasi trombosit  penghancuran trombosit oleh RES, pengeluaran faktor III
(trombosplastin)  trombositopenia, penurunan faktor pembekuan  perdarahan masif  Hb
teroksidasi oleh HCL  melena.

g. Apa makna Sukirman mulai gelisah dan tidak BAK sejak 12 jam yang lalu?
Jawab:
Makna Sukirman mulai gelisah merupakan renjatan yang disebabkan oleh kebocoran plasma yang
mengakibatkan penurunan perfusi ke otak sehingga penderita merasa gelisah dan tidak BAK sejak 12
jam yang lalu juga disebabkan penurunan perfusi ke ginjal yang menyebabkan peningkatan retensi Na
dan air sehingga terjadilah oliguria.

Volume urin normal pada anak yaitu 1-2 ml/kgBB/jam.

h. Bagaimana mekanisme mulai gelisah?


Jawab:
Tergigit nyamuk aedes aegypti infeksi virus dengue (sekunder)  virus berkebang biak dalam RES 
membentuk kompleks virus antibodi  aktivasi komplemen  pengeluaran anafilaktosin C3a dan C5a
 peningkatan histamin  permeabilitas dinding pembuluh darah meningkat  kebocoran plasma
hipovolemia tidak adekuatnya perfusi dan oksigenasi jaringan otak  penurunan kesadaran 
gelisah.

3. Primary Survey:
Airway : bisa berbicara jika dipanggil namanya dengan suara keras
Breathing : pernapasan 30x/menit, suara nafas kiri dan kanan vesikuler, ronkhi tidak ada,
wheezing tidak ada
Circulation : tekanan darah tidak terukur, nadi sulit diraba, ekstremitas terlihat pucat dan
teraba dingin, capillary refilled time > 3 detik, sumber perdarahan tidak
tampak. Dokter IGD melakukan tindakan pertolongan pertama, yaitu
memposisikan anak dalam posisi hirup kemudian saat akan memberikan
cairan resusitasi, akses vena sulit didapat.
Disability : membuka mata dengan panggilan, gerakan ekstremitas dengan rangsangan
nyeri, mengerang, pupil isokor, refleks cahaya (+)
Exposure :
d. Suhu 36,1 oC
e. Rumple Leed (+)
f. Kutis marmorata

a. Apa interpretasi dari primary survey?


Jawab :
Pemeriksaan Primary Survey Normal Interpretasi
Airway bisa berbicara jika di bisa berbicara jika di Normal
panggil namanya dengan panggil namanya dengan
suara keras suara keras
Breathing pernafasan 30x/menit, RR 20-30 x/menit untuk Takipneu
suara napas kiri dan kanan usia 2-5 tahun, menurut
vesikuler, ronki tidak ada, kriteria WHO untuk anak
wheezing tidak ada >12 bulan RR >30 x/menit
didiagnosis sebagai
takipnue, suara napas kiri
dan kanan vesikuler, ronki
tidak ada, wheezing tidak
ada
Circulation tekanan darah tidak tekanan darah dapat Tanda-tanda syok
terukur, nadi sulit diraba, terukur, nadi dapat diraba,
ekstremitas terlihatpucat ekstremitas tidak terlihat
dan teraba dingin, pucat dan teraba dingin,
capillary refilled time > 3 capillary refilled time <2
detik, sumber pendarahan detik, tidak ada
tidak tampak. perdarahan.
Disability membuka mata dengan Eye: Spontan membuka Eye: 4
panggilan, gerakan mata Motorik:5
ekstremitas dengan Motorik: mengikuti Verbal:2
rangsangan nyeri, perintah GCS: 10 penurunan
mengerang, pupil isokor, Verbal: berorientasi baik kesadaran sedang
refleks cahaya (+) pupil isokor, refleks
cahaya (+)
0
Exposure Suhu 36,1 C Suhu 36,5-37,50 C Hipotermia,
Rumpled Leed (+) Rumpled Leed (-) Pteckie
Kutis marmorata Tidak ada kutis marmorata Hipotermia

b. Bagaimana mekanisme abnormal dari primary survey?


Jawab :
Frekuensi nafas 30x/menit :
Infeksi Virus  Makrofag  Virus bereplikasi di makrofag  aktivasi T-helper dan T-Sitotoksik 
limfokin dan INF-gamma  monosit  sekresi mediatoe inflamasi (TNF-α, IL-1, PAF), IL-6 dan
Histamin  disfungsi sel endotel  kebocoran plasma Syok Hipovolemik  penurunan curah
jantung  penurunan CO  aktivasi simpatis  pengeluaran epineprin  vasokontriksi perifer 
penurunan aliran darah perifer  peningktatan usaha mendapatkan O2 untuk organ vital  Frekuensi
Nafas 30x/menit atau Takipneu (Silbernagl, 2014).

Tekanan darah tidak teratur:


Infeksi Virus  Makrofag  Virus bereplikasi di makrofag  aktivasi T-helper dan T-Sitotoksik 
limfokin dan INF-gamma  monosit  sekresi mediatoe inflamasi (TNF-α, IL-1, PAF), IL-6 dan
Histamin  disfungsi sel endotel  kebocoran plasma  berkurangnya stroke volume  tekanan
darah tidak teratur (Silbernagl, 2014).

Penurunan kesadaran:
Infeksi Virus  Makrofag  Virus bereplikasi di makrofag  aktivasi T-helper dan T-Sitotoksik 
limfokin dan INF-gamma  monosit  sekresi mediatoe inflamasi (TNF-α, IL-1, PAF), IL-6 dan
Histamin  disfungsi sel endotel  kebocoran plasma  berkurangnya perfusi oksigen ke jaringan
otak  penurunan kesadaran (Silbernagl, 2014).

Vena tidak distensi


Infeksi Virus  Makrofag  Virus bereplikasi di makrofag  aktivasi T-helper dan T-Sitotoksik 
limfokin dan INF-gamma  monosit  sekresi mediatoe inflamasi (TNF-α, IL-1, PAF), IL-6 dan
Histamin  disfungsi sel endotel  kebocoran plasma  berkurangnya aliran balik vena  vena tidak
distensi (Silbernagl, 2014).

Rumpled (+)
Infeksi Virus  Makrofag  Virus bereplikasi di makrofag  aktivasi T-helper dan T-Sitotoksik 
limfokin dan INF-gamma  monosit  sekresi mediatoe inflamasi (TNF-α, IL-1, PAF), IL-6 dan
Histamin  disfungsi sel endotel  kebocoran plasma  agregrasi trombosit  trombositopenia 
Rumpled (+)(Silbernagl, 2014).

Akral pucat dan teraba dingin:


Infeksi Virus  Makrofag  Virus bereplikasi di makrofag  aktivasi T-helper dan T-Sitotoksik 
limfokin dan INF-gamma  monosit  sekresi mediatoe inflamasi (TNF-α, IL-1, PAF), IL-6 dan
Histamin  disfungsi sel endotel  kebocoran plasma  plasma darah keluar dari intravascular ke
ekstravaskular  volume darah ↓  CO ↓  aliran darah ke perifer ↓  akral pucat dan teraba dingin
(Silbernagl, 2014).

Capillary Refilled Time > 3 detik:


Infeksi Virus  Makrofag  Virus bereplikasi di makrofag  aktivasi T-helper dan T-Sitotoksik 
limfokin dan INF-gamma  monosit  sekresi mediatoe inflamasi (TNF-α, IL-1, PAF), IL-6 dan
Histamin  disfungsi sel endotel  kebocoran plasma  syok Hipovolemik  penurunan curah
jantung  penurunan CO  aktivasi simpatis  vasokontriksi perifer  penurunan aliran darah perifer
 perfusi ke jaringan tidak adekuat  TD tidak terukur  nadi filiformis  Capillary Refilled Time >
3 detik.

c. Bagaimana pemeriksaan dari primary survey?


Jawab :
Primary Survey (ABCDE)
Penilaian keadaan penderita dan prioritas terapi berdasarkan jenis perlukaan, tanda- tanda vital
dan mekanisme trauma. Tanda vital penderita harus dinilai secara cepat dan efisien. Tujuannya
untuk mengetahui kondisi pasien yang mengancam jiwa.

Airway (jalan nafas)


1. Pemeriksaan Jalan Napas
L = Look / Lihat gerakan nafas atau pengembangan dada, adanya retraksi sela iga, warna
mukosa / kulit dan kesadaran
L = Listen / Dengar aliran udara pernafasan
F = Feel / Rasakan adanya aliran udara pernafasan
2. Pengelolaan Jalan Nafas
Merupakan tindakan yang dilakukan untuk membebaskan jalan napas dengan tetap
memperhatikan kontrol servikal. Tujuannya adalah membebaskan jalan napas untuk
menjamin jalan masuknya udara ke paru secara normal sehingga menjamin kecukupan
oksigenasi tubuh (Bouillon, 2009).
a. Pengelolaan jalan nafas tanpa alat :
i. Membuka jalan nafas dengan proteksi servikal
Chin Lift
Head Tilt
Jaw thrust
ii. Membersihkan jalan nafas
iii. Mengatasi sumbatan nafas parsial
b. Pengelolaan dengan alat
Cara ini dilakukan bila pengelolaan jalan nafas tanpa alat tidak berhasil dengan sempurna
dan fasilitas tersedia. Peralatan dapat berupa:
- Pemasangan Pipa (tube)
- Pengisapan benda cair (suctioning)
- Membersihkan benda asing padat dalam jalan nafas
- Membuka jalan nafas
- Proteksi servikal
Breathing (Pernafasan)
Memperbaiki fungsi ventilasi dengan cara memberikan pernafasan bantuan untuk menjamin
kebutuhan oksigen dan pengeluaran gas karbon dioksida.

Circulation (Perdarahan)
Tindakan yang dilakukan untuk mengembalikan fungsi sirkulasi tubuh yang tadinya terhenti atau
terganggu. Tujuannya adalah agar sirkulasi darah kembali berfungsi normal. Gangguan sirkulasi
ditandai dengan:
a. Tingkat kesadaran
Bila volume darah menurun, perfusi otak berkurang yang akan menyebabkan penurunan
kesadaran, tetapi penderita yang sadar belum tentu normovolemik.
b. Warna kulit
Warna kulit dapat membantu diagnosis hipovolemi. Pasien tampak pucat, ekstremitas dingin,
berkeringat dingin dan capillary refill time lebih dari 2 detik.
c. Nadi
Nadi yang cepat dan kecil merupakan tanda dari hipovolemi.

Disability (Status neurologis)


1. Tentukan tingkat kesadaran memakai skor GCS
Metode Penilaian Derajat Skala Koma Glasgow GCS (Glasgow Coma Scale-
Score:
A. Eye-SCORE (kemampuan membuka mata/eye opening responses)
 Nilai 4 : membuka mata spontan (normal).
 Nilai 3 : dengan kata-kata akan membuka mata bila diminta.
 Nilai 2 : membuka mata bila diberikan rangsangan nyeri.
 Nilai 1 : tidak membuka mata walaupun dirangsang nyeri.
B. Verbal-SCORE (memberikan respon jawaban secara verbal/verbal responses)
 Nilai 5 : memiliki orientasi baik karena dapat memberi jawaban dengan
baik dan benar pada pertanyaan-pertanyaan yang diajukan (nama, umur,
dll).
 Nilai 4 : memberikan jawaban pada pertanyaan tetapi jawabannya seperti
bingung (confused conservation).
 Nilai 3 : memberikan jawaban pada pertanyaan tetapi jawabannya hanya
berupa kata-kata yang tidak jelas (inappropriate words).
 Nilai 2 : memberikan jawaban berupa suara yang tidak jelas bukan
merupakan kata (incomprehensible sounds).
 Nilai 1 : tidak memberikan jawaban berupa suara apapun.
C. Motor-SCORE (menilai respon motorik ekstremitas/motor responses)
 Nilai 6 : dapat menggerakkan seluruh ekstremitas sesuai dengan
permintaan.
 Nilai 5 : dapat menggerakkan ekstremitas secara terbatas karena nyeri
(localized pain).
 Nilai 4 : respon gerakan menjauhi rangsang nyeri (withdrawal)
 Nilai 3 : respons gerak abnormal berupa fleksi ekstremitas.
 Nilai 2 : respons gerak abnormal berupa gerak ekstensi.
 Nilai 1 : tidak ada respons berupa gerak.
2. Nilai pupil : besarnya, isokor atau tidak, reflek cahaya dan awasi tanda-tanda
lateralisasi.
3. Evaluasi dan Re-evaluasi airway, oksigenasi, ventilasi dan circulation.

Exposure
Pasien harus benar-benar buka pakaian, biasanya dengan memotong pakaian. Kita harus
menutupi pasien dengan selimut hangat untuk mencegah hipotermia. Cairan infuse harus
dihangatkan dan lingkungan yang hangat dipertahankan.

4. Secondary Survey :
- Kepala :
a. Mata : conjungtiva tidak anemis
b. Hidung : nafas cuping hidung tidak ada
c. Telinga : tidak ada kelainan
d. Mulut : pasien mengerang
- Leher : dalam batas normal, vena jugularis datar (tidak distensi)
- Thoraks :
a. Inpeksi : gerak nafas simetris, retraksi tidak ada, frekuensi nafas 30x/menit.
b. Palpasi : iktus kordis teraba pada ICS 5 midclavicularis sinistra, stem fremitus kanan dan
kiri
sama.
c. Perkusi : batas jantung normal, sonor pada kanan dan kiri
d. Auskultasi : suara jantung jelas dan regular, suara paru vesikuler, ronkhi tidak ada, wheezing
tidak
ada.
- Abdomen :
a. Inspeksi : datar
b. Palpasi : lemas, nyeri tekan (-), hepar-lien dalam batas normal
c. Perkusi : timpani
d. Auskultasi : bising usus dalam batas normal
- Ekstremitas inferior dan superior : akral dingin, capillary refilled time > 3 detik

a. Apa interpretasi dari hasil pemeriksaan Secondary Survey?


Jawab :
Mulut: mengerang, interpretasi abnormal
Ekstremitas inferior dan superior : akral dingin, capillary refilled time > 3 detik, interpretasi akral
abnormal, CRT memanjang.

b. Bagaimana mekanisme dari hasil abnormal pemeriksaan Secondary Survey?


Jawab :
Infeksi dihasilkan berbagai sitokin  peningkatan permeabilitas pembuluh darah keluarnya plasma
ke jaringan intertisial volume plasma berkurang perfusi ke perifer berkurang CRT memanjang.

5. Kondisi Sukirman memburuk, kesadaran semakin menurun, frekuensi nafas 10x/menit, nadi tidak
teraba. Dokter IGD mencoba resusitasi intraossesus tetapi Sukirman tidak dapat tertolong.
a. Apa makna kondisi Sukirman memburuk, kesadaran semakin menurun, frekuensi nafas 10x/menit, nadi
tidak teraba?
Jawab:
Maknanya tubuh tidak mampu berkompensasi lagi. Karena Mekanisme kompensasi syok menjadi tidak
berguna ketika terjadi syok berkepanjangan. Syok telah memasuki fase dekompensasi pada kondisi ini.
Tubuh akhirnya ikut berkontribusi dalam menangani syok misalnya dengan mengalirkan darah dari
kulit, otot dan saluran cerna ke organ vital seperti jantung, otak dan ginjal.

b. Bagaimana tindakan dokter IGD yang tepat dalam mengatasi kasus ini?
Jawab:
Menurut Advanced Trauma Life Support for Doctors (2008), Melakukan penilaian cepat dan
tindakan tepat untuk menghindari kematian, dengan melakukan initial assessment (penilaian
awal) yang meliputi:
1. Persiapan
2. Triase
3. Primary Survey (ABCDE)
4. Resusitasi
5. Tambahan untuk primary Survey & Resusitasi
6. Pertimbangan kemungkinan rujukan
7. Secondary Survey (pemeriksaan head-to-toe anamnesa)
8. Tambahan untuk secondary Survey
9. Pemantauan dan reevluasi berkesinambungan
10. Terapi definitif
Primary dan secondary survey harus dilakukan berulangkali untuk mengetahui perubahan
kondisi pasien yang mungkin memerlukan intervensi tambahan.
c. Apa indikasi resusitasi intraosseus?
Jawab :
Jalur intraosseus dilakukan dalam keadaan darurat atau setelah dua kali kegagalan mendapatkan
jalur vena perifer atau setelah gagal pemberian cairan melalui oral. Cairan intraosesus harus
dikerjakan secara cepat dalam 2-5 menit.

d. Bagaimana cara melakukan resusitasi intraosseus?


Jawab:
Alat-alat yang dibutuhkan
1) Larutan povidone iodine
2) Anesthesia lokal
3) Lidocaine 1%
4) Jarum intraosseous
5) Syringe 5-10 ml
6) Infus set dan normal saline
7) Plester
8) Imobilisasi.

Persiapan Pasien
1) Jelaskan ke pasien/keluarga pasien tentang resiko dan keuntungan teknik ini.
2) Informed Consent.
3) Tentukan lokasi dengan palpasi.
4) Bersihkan kulit dengan povidone iodine.
5) Infiltrasi lokal anesthesi ke dalam kulit, jaringan subkutan dan jaringan periosteum diatas
tulang yang akan ditusuk

Lokasi Pemasangan
Tibia proximal lokasi yang paling sering digunakan pada pasien anak.

Teknik Pemasangan
1) Periksa kelengkapan dan fungsi alat,
2) Tentukan lokasi dan imobilisasi dengan tangan yang tidak dominan.

Gambar 3 : Stabilisasi extremitas


Sumber : Blacka, 2010
3) Pegang jarum intraosseous dengan tangan yang dominan.
4) Masukkan jarum dengan cara tegak lurus atau sedikit angulasi 10o - 15o dari panjang tulang.

Gambar 4 : Posisi jarum 90 derajat saat dimasukkan


Sumber : Blacka, 2010

5) Arah jarum selalu menjauhi growth plate untuk menghindari cedera.


6) Setelah menembus kulit dan jaringan subkutan, jarum akan kontak dengan tulang. Untuk
menembus koteks tulang jarum dimasukkan dengan cara memutar.
Gambar 5 : Posisi jarum yang tepat pada saat penusukan
Sumber : Blacka, 2010
7) Setelah jarum masuk intraosseous hentikan untuk mencegah over penetrasi.
8) Keluarkan stylet.

Gambar 6 : Cara mengeluarkan stylet


(Sumber : Blacka, 2010)

9) Aspirasi darah (mungkin tidak berhasil pada situasi resusitasi henti jantung) untuk
meyakinkan lokasi jarum sudah benar.
Gambar 7 : Teknik aspirasi
Sumber : Blacka, 2010

10) Hubungkan dengan cairan infus yang sudah disiapkan

Gambar 8 : Jarum dihubungkan dengan cairan infus dengan tekanan

e. Apa macam-macam resusitasi cairan ?


Jawab:
Ada dua jenis cairan pengganti cairan tubuh :
A. Cairan kristaloid : merupakan cairan yang mengandung partikel dengan berat molekul (BM)
rendah (<8000 Dalton), dengan atau tanpa glukosa.
Tekanan onkotik rendah, sehingga cepat terdistribusi ke seluruh ruang ekstraseluler.
Contoh cairan kristaloid:
Larutan ionic
1) Ringer Lactat (RL)
Merupakan cairan paling fisiologis jika sejumlah volume besar diperlukan. Komposisi :
+ + - ++ -
Na 130, K 4, Cl 109, Ca 3, Lactate 28

Indikasi : sebagai replacement therapy, seperti syok hipovolemik, diare, trauma, luka bakar.
Catatan :
a. Laktat yang terdapat di dalam RL akan dimetabolisme oleh hati menjadi bikarbonat
untuk memperbaiki keadaan seperti asidosis metabolik
b. Kalium yang terdapat di dalam RL tidak cukup untuk maintenance sehari-hari, apalagi
untuk defisit kalium
c. Tidak mengandung gukosa sehingga bila dipakai sebagai cairan maintenance harus
ditambah glukosa untuk mencegah terjadinya ketosis

2) Ringer Acetate
+ - ++ –
Komposisi : Na 130, K+ 4, Cl 109, Ca 3, Acetate 28
Indikasi : digunakan sebagai terapi pengganti cairan pada pasien dengan gangguan hepar,
karena metabolisme asetat terjadi di otot, berbeda dengan laktat yang dimetabolisme di hati
(hepar).

3) NaCl physiologic (0,9% saline


+ -
Komposisi : Na 154 Cl 154
+
Digunakan sebagai cairan resusitasi (Replacement Therapy) terutama untuk kasus kadar Na
rendah, keadaan dimana RL tidak cocok digunakan, misalnya pada alkalosis, retensi kalium,
cairan pilihan untuk trauma kapitis, dipakai untuk mengencerkan darah merah sebelum
transfusi.
Kekurangan cairan ini:
-
a. Tidak mengandung HCO3
+
b. Tidak mengandung K
+ -
c. Kadar Na dan Cl relatif tinggi sehingga dapat terjadi acidosis hyperchloremia,
acidosis dilutional dan hypernatremia.
4) Hartmann’s solution

Non-ionik
1) Dextrose 5% dan 10%
Indikasi : digunakan sebagai cairan maintenance pada pasien dengan pembatasan intake
natrium atau cairan pengganti pada pure water deficit, dan penggunaan perioperatif.
Kekurangan :
a. Tidak mengandung elektrolit
b. Cairan hipotonik sehingga menambah volume intrasel sehingga dapat mengakibatkan
terjadinya edema anasarka (edema seluruh tubuh).
c. Menyebabkan hiponatremia dan hipokloremia (gangguan keseimbangan elektrolit).

2. Cairan Koloid : merupakan cairan yang mengandung zat dengan BM tinggi (>8000
Dalton), misalnya protein. Tekanan onkotik tinggi sehingga sebagian besar akan tetap
tinggal di ruang intravaskuler. Contohnya plasma protein fraction (plasmanat), albumin, blood
product (fresh frozen plasma, red blood cells concentration, cryoprecipitate), koloid sintetik
(dextran, hetastarch, gelatin) (ACSCT, 2004).

Jenis cairan resusitasi yang sebaiknya diberikan pada kasus ini adalah Cairan kristaloid, misalnya Ringer
Laktat (RL) dan NaCl 0,9%.

f. Bagaimana cara pemberian resusitasi cariran?


Jawab:
Tabel. penggantian cairan berdasarkan kelasnya.
Pemberian resusitasi cariran bila ada gangguan sirkulasi, harus dipasang sedikitnya 2 IV line. Kateter
IV yang dipakai harus berukuran besar. Besar arus (tetesan infus) yang didapat tidak tergantung dari
ukuran vena melainkan tergantung dari besar kateter IV dan berbandiung terbalik dengan oanjang
kateter IV. Pada awalnya sebaiknya menggunakan vena pada lengan. Jenis alur IV line lain seperti
vena seksi atau vena sentralis tergantung dari kemampuan petugas yang melayani (ATLS, 2008).
Bolus kristaloid isotonik 10-30 ml/kgbb diberikan dalam 6-10 menit, melalui akses intravaskular atau
intraoseal. Setiap selesai pemberian bolus dilakukan penilaian keadaan anak. Bila masih terdapat tanda
syok diberikan bolus kristaloid kedua 10-30 ml/kgbb/6-10 menit. Bolus selanjutnya baik kristaloid
maupun koloid diberikan sampai perfusi sistemik membaik dan syok teratasi. Anak yang mengalami
syok hipovolemik sering memerlukan cairan resusitasi 60-80 ml/kgbb dalam satu jam pertama
(Darwis, 2003).

g. Apa penyebab kematian Sukirman?


Jawab:
Syok hipovolemik yang tidak teratasi secara adekuat e.c suspect Dengue Shock Sindrome

h. Bagaimana standar kompetensi dokter umum pada kasus?


Jawab:
3B. Gawat darurat Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan memberikan terapi
pendahuluan pada keadaan gawat darurat demi menyelamatkan nyawa atau mencegah
keparahan dan/atau kecacatan pada pasien. Lulusan dokter mampu menentukan rujukan yang
paling tepat bagi penanganan pasien selanjutnya. Lulusan dokter juga mampu menindaklanjuti
sesudah kembali dari rujukan (Konsil Kedokteran Indonesia, 2012).

i. Bagaimana pandangan islam pada kasus ini?


Jawab:
Kematian adalah suatu kepastian, seperti halnya pergantian siang dan malam. Yang mana ada
dalam firman Allah yang berbunyi:

” Engkau masukkan malam ke dalam siang dan Engkau masukkan siang ke dalam malam.
Engkau keluarkan yang hidup dari yang mati, dan Engkau keluarkan yang mati dari yang
hidup  . Dan Engkau beri rezki siapa yang Engkau kehendaki tanpa hisab (batas).”(QS.Ali
Imran:27).

2.1 Kesimpulan
Sukirman, anak laki-laki 7 tahun meninggal dunia karena mengalami syok hipovolemik
yang tidak teratasi secara adekuat e.c suspect Dengue Shock Sindrome

2.2 Kerangka Konsep


Suspect infeksi DSS

Viremy

Disfungsi endotel

Agregasi trombosit terus-menerus

Kebocoran plasma/ vaskulopati Trombositopenia Gangguan Faktor pembekuan darah

Syok hipovolemik Koagulopati

Di kulit Di Sistem RES


Akral dingin dan anuria

Rumpled Leed (+) Melena

Anda mungkin juga menyukai