Anda di halaman 1dari 14

Definisi

Luka bakar adalah luka yang disebabkan oleh kontak dengan suhu tinggi seperti api, air panas, listrik,
bahan kimia, dan radiasi. Luka ini dapat menyebabkan kerusakkan jaringan. Cadera lain yang termasuk
luka bakar adalah sambaran petir, sengatan listrik, sinar X dan bahan korosif. Kerusakan kulit yang terjadi
tergantung pada tinggi suhu dan lama kontak. Suhu minimal untuk dapat menghasilkan luka bakar adalah
sekitar 44 C dengan kontak sekurang-kurangnya 5 6 jam. Suhu 65 C dengan kontak selama 2 detik
sudah cukup menghasilkan luka bakar. Kontak kulit dengan uap air panas selama 2 detik mengakibatkan
suhu kulit pada kedalaman 1 mm dapat mencapai suhu 47 Celsius, air panas yang mempunyai suhu 60
C yang kontak dengan kulit dalam waktu 10 detik akan menyebabkan partial thickness skin loss dan
diatas 70C akan menyebabkan full thickness skin loss. Temperatur air yang digunakan untuk mandi
adalah berkisar 36 C 42 C. Pelebaran kapiler dibawah kulit mulai terjadi pada saat suhu mencapai 35
C selama 120 detik, vesikel terjadi pada suhu 53 C 57 C selama kontak 30 120 detik.
Klasifikasi luka bakar menurut Dupuytren
Klasifikasi derajad luka bakar berbeda-beda untuk masing-masing negara oleh karena ini sangat
bergantung terhadap management pengobatan yang digunakan oleh negara tersebut. Klasifikasi lama yang
diperkenalkan oleh Dupuytren adalah pembagian derajad luka bakar dalam 6 derajat :

1. Luka bakar derajad 1

Luka akibat terkena panas dari api, benda panas dan cairan panas yang suhunya tidak mencapai titik
didih, atau akibat cairan kimia. Biasanya bentuk luka berupa kemerahan dan proses penyembuhan terjadi
tanpa meninggalkan parut. Waktu penyembuhan antara beberapa jam sampai beberapa hari.

2. Luka bakar derajad 2

Luka diakibatkan terkena benda panas atau cairan panas yang suhunya mencapai titik didih atau lebih
tinggi. Lapisan kulit superficial hanya sedikit yang rusak dan penyembuhannya tanpa meninggalkan
jaringan parut. Pada awalnya terdapat vesikel yang kemudian akan terasa sakit dan warnanya menjadi
hitam.

3. Luka bakarderajad 3

Luka bakar ini adalah akibat cairan yang suhunya diatas titik didih. Pada keadaan ini lapisan superficial
kulit seluruhnya rusak sehingga pada penyembuhan akan meninggalkan jaringan parut. Ujung persyarafan
juga terbakar dan halini mengakibatkan rasa nyeri yang hebat. Pada proses penyembuhan dapat terjadi
jaringan parut yang mengandung semua element kulit, sehingga tidak mengalami kontraktur.

4. Luka bakar derajad 4

Seluruh jaringan kulit mengalami kerusakan. Ujung syaraf juga ikut rusak, sehingga pada luka bakar ini
rasa nyeri tidak ada. Jaringan parut yang terbentuk akan mengalami kontraksi dan deformitas. Luka
terkelupas pada hari ke 5 atau ke 6 dan penyembuhan akan berjalan lambat.

5. Luka bakar derajad 5

Pada keadaan ini kerusakan juga meliputi fasia otot dan hampir selalu mengalami deformitas.

6. Luka bakarderajad 6

Keadaan ini biasanya fatal, jika tidak meninggal maka biasanya mengakibatkan kerusakan anggota
badan.
Klasifikasi luka bakar oleh Wilson

1. Luka bakar derajad satu ( derajad satu dan dua, Dupuytren)

Terjadi eritema dan blister tanpa kehilangan epidermis. Disini kapiler mengalami dilatasi dan
terjadi transudasi cairan kedalam jaringan ikat, yang menyebabkan edema. Secara umum blister
diliputi oleh kulit yang berwarna keputihan diatasnya, epidermis yang avaskuler dan dibatasi oleh
zona yang berwarna hiperemi. Bila besar blister kurang dari 1 cm maka blister ini akan diresorpsi,
sebaliknya bila blister ini pecah maka akan meninggalkan daerah dengan dasar yang berwarna
kemerahan. Luka bakar derajad satu ini akan sembuh tanpa meninggalkan jaringan parut.
Walaupun luka bakar yang terjadi adalah derajad satu akan tetapi bila meliputi lebih dari sepertiga
permukaan tubuh terutama yang terletak pada daerah kepala, leher, badan, atau dinding depan
dari abdomen maka akan menyebabkan kefatalan.
2. Luka bakar derajad dua ( derajad tiga dan empat, Dupuytren)

Terjadi destruksi dari seluruh ketebalan kulit. Epidermis dapat mengalami koagulasi, pengerutan,
berupa daerah yang dibatasi oleh zona yang berwarna kemerahan, dan blister kulit. Dalam
beberapa hari, biasanya dalam beberapa minggu jaringan yang nekrosis akan mengelupas dan
meninggalkan ulcus yang lambat menyembuh. Luka bakar derajad dua sering memerlukan
koreksi bedah plastik untuk mengatasi jaringan parut yang terbetuk selama penyembuhan.

3. Luka bakar derajad tiga ( derajad lima dan enam, Dupuytren)

Yang karakteristik dari luka bakar ini adalah destruksi yang luas tidak hanya pada kulit dan
subkutis tetapi juga pada otot dan tulang.destruksi pada ujung-ujung syaraf juga dapat terjadi
yang mengakibatkan kehilangan rasa nyeri yang relatif. Devitalisasi jaringan pada area luka bakar
menyebabkan mudah terkenanya infeksi dan penyembuhan yang berjalan lambat. Bila
eksposurenya berkepanjangan, maka kulit dan jaringan ikat dibawah kulit akan terbakar dan
menjadi arang. Sedangkan ekposure yang luas dari tubuh setelah kematian oleh karena panas dan
asap menyebabkan seluruh tubuhh menjadi arang dengan otot-otot dan organ- organ dalam yang
terpanggang, dan akhirnya menghanguskan bagian-bagian tubuh terutama ekstremitas, genetalia
dan telinga.
Klasifikasi derajad luka bakar yang lainnya

1. Luka bakar derajad 1 (luka bakar superficial)

Luka bakar hanya terbatas pada lapipsan epidermis. Luka bakar derajad ini ditandai dengan
kemerahan yang biasanya akan sembuh tanpa jaringan parut dalam waktu 5 7 hari.

2. Luka bakar derajad 2 (luka bakar dermis)

Luka bakar derajad dua mencapai kedalaman dermis tetapi masih ada element epitel yang tersisa,
seperti sel epitel basal, kelenjar sebasea, kelenjar keringat, dan folikel rambut. Dengan adanya
sisa epitel yang sehat ini, luka dapat sembuh sendiri dalam 10 21 hari. Oleh karena kerusakan
kapiler dan ujung syaraf di dermis, luka derajad ini tampak lebih pucat dan lebih nyeri
dibandingkan luka bakar superficial, karena adanya iritasi ujung syaraf sensorik. Juga timbul bula
berisi cairan eksudat yang keluar dari pembuluh karena permeabilitas dindingnya meninggi. Luka
bakar derajad 2 dibedakan menjadi :
a. Derajad dua dangkal

Dimana kerusakan mengenai bagian superficial dari dermis dan penyembuhan terjadi secara
spontan dalam 10- 14 hari.

b. Derajad dua dalam

Dimana kerusakan mengenai hampir seluruh bagian dermis. Bila kerusakkan lebih dalam
mengenai dermis, subyektif dirasakan nyeri.penyembuhan terjadi lebih lama tergantung bagian
dari dermis yang memiliki kemampuan reproduksi sel-sel kulit ( epitel, stratum germinativum,
kelenjar keringat, kelenjar sebasea dsb) yang tersisa. Biasanya penyembuhan terjadi dalam waktu
lebih dari satu bulan.

3. Luka bakar derajad 3

Lukabakar derajad tiga meliputi seluruh kedalaman kulit, mungkin subkutis, atau organ yang
lebih dalam. Oleh karena tidak ada lagi elemen epitel yang hidup maka untuk mendapatkan
kesembuhan harus dilakukan cangkok kulit. Koagulasi protein yang terjadi memeberikan
gambaran luka bakar berwarna keputihan, tidak ada bula dan tidak nyeri.

Luas luka bakar


Penentuan luas luka bakar pada kulit adalah penting pada kasus kasus dimana kematian terjadi lambat
oleh karena luas dan derajad luka bakar sangat penting pengaruhnya terhadap prognosis dan managemen
pengobatannya. Untuk perhitunngan luas luka bakar secara tradisional dihitung dengan menggunakan
`Rule of Nines` dari Wallace. Dikatakan bahwa luka bakar yang terjadi dapat diindikasikan sebagai
presentasi dari total permukaan yang terlibat oleh karena termal injury. Bila permukaan tubuh dihitung
sebagai 100 %, maka kepala adalah 9 %, tiap tiap ekstremitas bagian atas adalah 9 %, dada bagian
depan adalah 18 %, bagian belakang adalah 18 5, tiap-tiap ekstremitas bagian bawah adalah 18 % dan
leher 1 %.

Rumus tersebut tidak dapat digunakan pada anak dan bayi karena relatif luas permukaan kepala anak jauh
lebih besar dan luas relatif permukaan kaki lebih kecil. Oleh karena itu, digunakan `Rule of ten` untuk
bayi dan `Rule of 10-15-20` dari Lund and Browder untuk anak. Dasar presentasi yang digunakan dalam
rumus tersebut adalah luas telapak tangan dianggap seluas 1 %.
Derajad dan luas luka bakar tergantung pada banyak faktor seperti jarak korban dengan api, lamanya
eksposure ,bahkan pakaian yang digunakan korban pada waktu terjadinya kebakaran. Komposisi pakaian
dapat menentukan derajad keparahan dan luasnya luka bakar. Kain katun murni akan mentransmisi lebih
banyak energi thermal ke kulit dibandingkan dengan bahan katun polyester. Bahan katun terbakar lebih
cepat dan dapat menghasilkan luka bakar yang besar dan dalam. Bila bahan yang dipakai kandungan
poliesternya lebih banyak akan menyebabkan luka bakar yang relatif ringan atau kurang berat. Bahan
rajutan akan menghasilkan daerah luka bakar yang relatif lebih kecil bila dibandingkan dengan bahan
pintalan. Sehingga dapat dikatakan bahwa bila bahan yang dipakai bertambah berat maka daerah yang
terbakar akan berkurang. Selain itu derajad luka bakar akan berkurang bila pakaian yang dipakai korban
ketat dan mengelilingi tubuh
Penyebab kematian pada luka bakar
1. Kebanyakan kematian pada luka bakar biasanya terjadi pada kebakaran yang hebat yang terjadi
pada gedung-gedung atau rumah-rumah bila dibandingkan dengan kebakaran yang terjadi pada
kecelakaan pesawat terbang atau mobil. Pada kasus-kasus kebakaran yang terjadi secara bertahap
maka CO poisoning dan smoke inhalation lebih sering bertanggung jawab dalam penyebab
kematian korban dibanding dengan luka bakar itu sendiri. CO poisoning merupakan aspek yang
penting dari penyebab kematian pada luka bakar, biasanya korban menjadi tidak sadar dan
meninggal sebelum api membakarnya, ini dapat menjawab pertanyaan mengapa korban tidak
melarikan diri pada waktu terjadi kebakaran. Sehingga dalam menentukan penyebab dari
kematian, maka luas dan derajat luka bakar serta saturasi darah yang mengandung CO harus
dinilai secara hati hati. Gas CO ini dibentuk dari pembakaran yang tidak sempurna misalnya
kayu yang terbakar, kertas, kain katun, batu bara yang terbakar akan menghasilkan gas CO.

CO dalam darah merupakan indikator yang paling berharga yang dapat menunjukkan bahwa
korban masih hidup pada waktu terjadi kebakaran. Oleh karena gas ini hanya dapat masuk
melalui absorbsi pada paru-paru. Pada perokok dapat dijumpai saturasi CO dalam darah hanya
lebih dari 5%, dan ini dapat menunjukan bahwa korban masih bernafas pada waktu terjadinya
kabakaran, demikian juga pada korban atherosclerosis coroner yang berat dapat meninggal
dengan kadar COHB yang lebih rendah dari pada individu yang sehat. Bila CO merupakan
penyebab mati yang utama maka saturasi dalam darah paling sedikitnya dibutuhkan 40% COHB,
kecuali pada orang tua, anak-anak dan debilitas dimana pernah dilaporkan mati dengan kadar 25
%. Sebenarnya kadar COHB pada korban yang sekarat selama kebakaran, sering tidak cukup
tinggi untuk menyebabkan kematian. Banyak kasus-kasus fatal menunjukan 50- 60 % saturasi,
walaupun kadarnya secara umum kurang dari kadar yang terdapat dalam darah pada keracunan
CO murni, seperti pembunuhan dengan gas mobil atau industrial exposure, dimana
konsentrasinya dapat mencapai 80 %. Selain itu adanya gas-gas toksik dan pengurangan oksigen
dalam atmosfer dapat menyebabkan kematian dengan kadar CO yang rendah.Yoshida et al
(1991), mempublikasikan data dari 120 korban yang mati pada kebakaran rumah di Jepang,
didapati 9 orang mempunyai konsentrasi COHB dibawah 10 %, dimanasaturasi range pada
korban rata-rata 1 95 %. Pada 31 korban yang dibuat analisa gas sianida, dua orang mempunyai
kadar sianida yang tinggi dan rendah.

2. Beberapa faktor lainnya selain CO yang dapat dipercaya sebagai penyebab kematian adalah
kasus-kasus kematian oleh karena smoke inhalation. Pada banyak kasus kematian, dimana
thermal injuries pada badan tidak sesuai dengan penyebab kematian maka dikatakan penyebab
kematian adalah smoke inhalation. Asap yang berasal dari kebakaran terutama alat-alat rumah
tangga seperti furniture, cat , kayu, pernis, karpet dan komponen-komponen yang secara
struktural terdiri polystyrene, polyurethane, polyvinyl dan material-material plastik lainnya
dikatakan merupakan gas yang sangat toksik bila dihisap dan potensial dalam menyebabkan
kematian. Tragedi kebakaran yang terjadi di MGM Grant Hotel Las Vegas pada tahun 1981
menelan korban 86 orang meninggal hanya 2 orang yang meninggal karena luka bakarnya,
sisanya meninggal oleh karena smoke inhalation, kebanyakan di dalam ruangan yang terletak
dilantai atas dari tempat terjadinya kebakaran.
sianida adalah salah satu gas yang dihasilkan dalam kebakaran, akan tetapi pada kenyataannya,
jumlah sianida yang diproduksi dalam kebakaran adalah relatif kecil dengan konsentrasi yang
sebenarnya tidak membahayakan dalam kehidupan. Bahkan dalam ruangan yang tertutup yang
diberikan gas sianida murni dengan konsentrasi tinggi, seperti yang terjadi pada kamp-kamp
kematian NAZI ternyata tidak dapat menyebabkan kematian dalam waktu yang cepat dan
kematian tidak terjadi dalam beberapa menit. Deteksi sianida dalam darah sulit dilakukan apalagi
gas ini juga diproduksi postmortem pada waktu pembusukan.

3. Trauma mekanik

Kematian oleh karena trauma mekanik biasanya disebabkan karena runtuhnya bangunan disekitar
korban, atau merupakan bukti bahwa korban mencoba untuk melarikan diri seperti memecahkan
kaca jendela dengan tangan. Luka-luka ini harus dicari pada waktu melakukan pemeriksaan luar
jenasah untuk memastikan apakah luka-luka tersebut signifikan dalam menyebabkan kematian.
Trauma tumpul yang mematikan tanpa keterangan antemortem sebaiknya harus dicurigai sebagai
suatu pembunuhan.
4. Anoxia dan Hypoxia

Kekurangan oksigen dengan akibat hipoksia dan anoksia sangat jarang sebagai penyebab
kematian. Bila oksigen masih cukup untuk menyalakan api maka masih cukup untuk
mempertahankan kehidupan. Sebagai contoh tikus dan lilin yang diletakkan dalam tabung yang
terbatas kadar oksigennya ternyata walaupun lilin padam lebih dahulu tikus masih aktif berlari
disekitarnya.
Radikal bebeas dapat diajukan sebagai salah satu kemungkinan dari penyebab kematian, oleh
karena radikal bebas ini dapat menyebabkan surfaktan menjadi inaktif, jadi mencegah pertukaran
oksigen dari alveoli masuk kedalam darah.

5. Luka bakar itu sendiri

Secara general dapat dikatakan bahwa luka bakar seluas 30 50 % dapat menyebabkan kematian.
Pada orang tua dapat meninggal dengan presentasi yang jauh lebih rendah dari ini, sedangkan
pada anak-anak biasanya lebih resisten.
Selain oleh derajad dan luas luka bakar prognosis juga dipengaruhi oleh lokasi daerah yang
terbakar, keadaan kesehatan korban pada waktu terbakar. Luka bakar pada daerah perineum,
ketiak, leher, dan tangan dikatakan sulit dalam perawatannya, oleh karena mudah mengalami
kontraktur.

6. Excessive Heat

Environmental hypertermia dapat menjadi fatal. Bila tubuh tereksposure pada gas panas,air panas
atau ledakan panas dapat menyebabkan shock yang disertai kolaps kardiovaskuler yang
mematikan.
Delayed death

1. Shock
Cedera termis menyebabkan gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit sampai shock, yang
dapat menimbulkan asidosis, nekrosis tubular akut, dan disfungsi cerebral. Kondisi-kondisi ini
dapat dijumpai pada fase awal syok yang biasanya berlangsung sampai 72 jam pertama. Segera
setelah terjadi luka bakar, terjadi perubahan-perubahan yang bertahap yang mengikutinya.
Kerusakkan akan terjadi sampai kedalaman kulit tertentu, akan tetapi lapisan kulit yang lebih
dalam walaupun masih vital akan mengalami trauma cukup berat sebagai akibat thermal injury.
Pembuluh darah kapiler akan melebar dan terjadi peningkatan permeabilitas kapiler, sehingga
cairan yang kaya protein akan cepat hilang dari plasma kedalam ruang extracellular,
menyebabkan edema yang hebat dan kehilangan volume darah dari sirkulasi. Peningkatan
permeabilitas pembuluh darah yang progresif ini berhubungan dengan pengaktifan komplemen
dan pelepasan histamin, dimana interaksi dari histamin dan xanthine oxidase akan menghasilkan
peningkatan aktifitas katalitik enzim-enzim ini. Oksigen toksik yang dihasilkan oleh reaksi
xanthine oxidase meliputi H2O2 dan radikal hidroksil,substansi inilah yang menyebabkan
kerisakan endothel pembuluh darah.

2. Pulmonary edema

Luka bakar pada jalan nafas akan mengakibatkan inhalasi asap dan api yang panas pada saluran
nafas. Bibir dan mulut biasanya memperlihatkan kelainan berupa luka bakar, dan perubahan yang
sama terjadi pada saluran nafas. Intubasi endotracheal dan humidifikasi udara yang diinspirasi
sangat diperlukan untuk mengatasi respiratori distress.
Edema paru yang fulminan dapat terjadi sebagai akibat iritasi dinding alveoli, bronchiolar dan
bronchus oleh karena inhalasi asap dan gas. Kematian terjadi oleh karena korban `drowning` pada
sekresi lendir yang berlebihan yang diproduksi oleh saluran nafasnya. Mekanisme kematian ini
biasanya timbul dalam beberapa jam, dapat dalam satu atau dua hari setelah broncho-pulmonary
terjadi. Somke inhalation ini dapat diikuti oleh fase laten. Dimana pada fase ini tidak ada gejala-
gejala dari obstruksi jalan nafas seperti refleks bronchospasme dan hipersekresi. Setelah 6 sampai
48 jam kemudian fase kedua dapat terjadi, yang karakteristik dari fase ini adalah onset dari edema
paru yang terjadi secara tiba-tiba, yang diikuti oleh obstruksi tracheobronchial yang hebat dan
reflek batuk yang tidak efektif yang kemudian diikuti oleh retensi dari sekresi, atelektase dan
bronchopneumonia. Keadaan ini diperburuk lagi dengan hambatan dalam pembentukan surfactant
oleh karena kerusakan secara kimia dan hypoxia dari sel-sel alveoli. Adanya mukosa bronchus
yang nekrosis, terbentuknya alveolar membrane hyaline dan edema interstitial akan menyebabkan
hambatan dalam pengembangan paru dan menyebabkan ventilasi yang adekwat menjadi tidak
mungkin. Perubahan-perubahan pada paru ini dapat mengakibatkan kegagalan jantung kanan
yang akut. Kematian oleh karena acut chemical-smoke lung injury ini secara pasti tidak dapat
diketahui. Nitrous fumes, cadmium dan sulphur oxides dan kenaikan konsentrasi ozone
menyebabkan masalah serius yang berbahaya dalam menyebabkan kerusakan jaringan ikat.

3. Laryngeal edema

Inhalasi udara yang panas, gas atau api akan menyebabkan edema yang meliputi lipatan
aryepiglotik , epiglottis dan vocal cord yang mengakibatkan hambatan dalam jalan nafas.
Kelainan pada laryng ini biasanya diikuti dengan luka bakar pada wajah yang berat.

4. Pneumonia dan infeksi saluran nafas lainnya

Hipostatik pneumonia adalah komplikasi non spesifik yang tersering yang terjadi oleh karena
thermal injury. Inhalasi asap dan gas-gas kimia akan menyebabkan iritasi mukosa saluran nafas
yang menyebabkan predisposisi invasi kuman dan akhirnya menyebabkan
laryngotracheobronchitis dan pneumonitis.

5. Lower nephron nephrosis (hemoglobinuric nephrosis)

Destruksi jaringan ikat apapun sebabnya akan menyebabkan shok dan sepsis yang mengakibatkan
kelainan pada ginjal dengan akibat anuria dan azotemia

6. Acute hemolytic anemia

Terjadi destruksi yang nyata yang menyertai kelainan klinik dan laboratorium. Ini dapat tertutup
oleh karena adanya hemokonsentrasi.

Penentuan intravitalitas luka bakar :

1. Jelaga dalam saluran nafas.

Pada kebakaran rumah atau gedung dimana rumah atau gedung beserta isi perabotannya juga
terbakar seperti bahan-bahan yang terbuat dari kayu, plastik akan menghasilkan asap yang
berwarna hitam dalam jumlah yang banyak. Akibat dari inhalasi ini korban akan menghirup
partikel karbon dalam asap yang berwarna hitam. Sebagai tanda dari inhalasi aktif antemortem,
maka partikel-partikel jelaga ini dapat masuk kedalam saluran nafas melalui mulut yang terbuka,
mewarnai lidah, dan pharynx, glottis , vocal cord , trachea bahkan bronchiolus terminalis.
Sehingga bila secara histology ditemukan jelaga yang terletak pada bronchiolus terminalis
merupakan bukti yang absolut dari fungsi respirasi. Sering pula dijumpai adanya jelaga dalam
mukosa lambung, ini juga merupakan bukti bahwa korban masih hidup pada wakrtu terdapat asap
pada peristiwa kebakaran. Karbon ini biasanya bercampur dengan mucus yang melekat pada
trachea dan dinding bronchus oleh karena iritasi panas pada mukosa. Ditekankan sekali lagi
bahwa ini lebih nyata bila kebakaran terjadi didalam gedung dari pada di dalam rumah.

2. Saturasi COHB dalam darah.

CO dalam darah merupakan indikator yang paling berharga yang dapat menunjukkan bahwa
korban masih hidup pada waktu terjadi kebakaran. Oleh karena gas ini hanya dapat masuk
melalui absorbsi pada paru-paru.

Akan tetapi bila pada darah korban tidak ditemukan adanya saturasi COHB maka tidak berarti
korban mati sebelum terjadi kebakaran. Pada nyala api yang terjadi secara cepat, terutama
kerosene dan benzene, maka level carbonmonoksida lebih rendah atau bahkan negative dari pada
kebakaran yang terjadi secara perlahan-lahan dengan akses oksigen yang terbatas seperti pada
kebakaran gedung.

Satu lagi yang harus disadari bahwa kadarsturasi CO dalam darah tergantung beberapa factor
termasuk konsentrasi CO yang terinhalasi dari udara, lamanya eksposure, rata-rata dan kedalaman
respiration rate dan kandungan Hb dalam darah. Kondisi-kondisi ini akan mempengaruhi
peningkatan atau penurunan rata-rata absorbsi CO. sebagai contoh api yangmenyala dalam
ruangan tertutup, akumulasi CO dalam udara akan cepat meningkat sampai konsentrasi yang
tinggi, sehingga diharapkan absorbsi CO dari korban akan meningkan secra bermakna.
Pada otopsi biasanya relatif mudah untuk menentukan korban yang meninggal pada keracuan CO
dengan melihat warna lebam mayat yang berupa cherry red pada kulit, otot, darah dan organ-
organ interna, akan tetapi pada orang yang anemik atau mempunyai kelainan darah warna cherry
red ini menjadi sulit dikenali. Warna cherry red ini juga dapat disebabkan oleh keracuan sianida
atau bila tubuh terpapar pada suhu dingin untuk waktu yang lama.

3. Reaksi jaringan

Sebenarnya tidak mungkin untuk membedakan luka bakar yang akut yang terjadi antemortem dan
postmortem. Pemeriksaan mikroskopik luka bakar tidak banyak menolong kecuali bila korban
dapat bertahan hidup cukup lama sampai terjadi respon respon radang. Kurangnya respon tidak
merupakan indikasi bahwa luka bakar terjadi postmortem. Pemeriksaan slide secara mikroskopis
dari korban luka bakar derajad tiga yang meninggal tiga hari kemudian tidak ditemukan reaksi
radang, ini diperkirakan oleh karena panas menyebabkan trombosis dari pembuluh darah pada
lapisan dermis sehinggga sel-sel radang tidak dapat mencapai area luka bakar dan tidak
menyebabkan reaksi radang.

Blister juga bukan merupakan indikasi bahwa korban masih hidup pada waktu terjadi kebakaran,
oleh karena blister ini dapat terjadi secara postmortem.Blister yang terjadi postmortem berwarna
kuning pucat, kecuali pada kulit yang hangus terbakar.Agak jarang dengan dasar merah atau
areola yang erythematous, walaupun ini bukan merupakan tanda pasti. Secara tradisionil banyak
penulis mengatakan bahwa untuk dapat membedakan blister yang terjadi antemortem dengan
blister yangterjadi postmortem adalah dengan menganalisa protein dan chlorida dari cairan itu.
Blister yang dibentuk pada ante mortem dikatakan mengandung lebih banyak protein dan
chloride, tetapi inipun tidak merupakan angka yang absolut

4. Subendocardial left ventricular hemorrhages

Perdarahan subendokardial pada ventrikel kiri dapat terjadi oleh karena efek panas. Akan tetapi
perdarahan ini bukan sesuatu yang spesifik karena dapat disebabkan oleh berbagai mekanisme
kematian. Pada korban kebakaran perdarahan ini merupakan indikasi bahwa sirkulasi aktif sedang
berjalan ketika tereksposure oleh panas tinggi yang tidak dapat ditolerasi oleh tubuh dan ini
merupakan bukti bahwa korban masih hidup saat terjadi kebakaran.

Artefak artefak yang ditemukan pada mayat oleh karena luka bakar:
Pada kebakaran yang hebat, apakah di dalam gedung atau yang terjadi pada kecelakaan mobil yang
terbakar, sering terlihat bahwa keadaan tubuh korban yang terbakar sering tidak mencerminkan kondisi
saat matinya.

1. Skin Split

Kontraksi dari jaringan ikat yang terbakar menyebabkan terbelahnya kulit dari epidermis dan korium
yang sering menyebabkan artefak yang menyerupai luka sayat dan sering disalah artikan sebagai
kekerasan tajam. Artefak postmortem ini dapat mudah dibedakan dengan kekerasan tajam antemortem
oleh karena tidak adanya perdarahan dan lokasinya yang bervariasi disembarang tempat. Kadang-kadang
dapat terlihat pembuluh darah yang intak yang menyilang pada kulit yang terbelah.
2. Abdominal Wall Destruction

Kebakaran partial dari dinding abdomen bagian depan akan menyebabkan keluarnya sebagian
dari jaringan usus melalui defek yang terjadi ini. Biasanya ini terjadi tanpa perdarahan, apakah
perdarahan yang terletak diluar atau didalam rongga abdomen.

3. Skull Fractures

Bila kepala terpapar cukup lama dengan panas dapat menyebabkan pembentukan uap didalam
rongga kepala yang lama kelamaan akan mengakibatkan kenaikan tekanan intra cranial yang
dapat menyebabkan terpisahnya sutura-sutura dari tulang tengkorak.
Pada luka bakar yang hebat dan kepala sudah menjadi arang atau hangus terbakar dapat terlihat
artefak fraktur tulang tengkorak yang berupa fraktur linear. Disini tidak penah diikuti oleh
kontusio serebri, subdural atau subarachnoid.

4. Pseudo Epidural Hemorrhage

Artefak umum yang biasanya terdapat pada korban yang hangus terbakar dan kepala yang sudah
menjadi arang adalah pseudo epidural hemorrhage atau epidural hematom postmortem. Untuk
membedakan dengan epidural hematom antemortem tidak sulit oleh karena pseudo epidural
hematom biasanya berwarna coklat, mempunyai bentukan seperti honey comb appearance, rapuh
tipis dan secara tipikal terletak pada daerah frontal, parietal, temporal dan beberapa kasus dapat
meluas sampai ke oksipital.

5. Non-Cranial Fractures

Artefak berupa fraktur pada tulang-tulang ekstremitas juga sering ditemukan pada korban yang
mengalami karbonisasi oleh karena tereksposure terlalu lama dengan api dan asap. Tulang
tulang yangterbakar mempunyai warna abu-abu keputihan dan sering menunjukan fraktur kortikal
pada permukaannya. Tulang ini biasanya hancur bila dipegang sehingga memudahkan trauma
postmortem pada waktu transportasi ke kamar mayatatau selama usaha memadamkan api. Mayat
sering dibawa tanpa tangan dan kaki, dan mereka sudah tidak dikenali lagi di TKP karena sudah
mengalami fragmentasi.
6. Pugilistic Posture

Pada mayat yang hangus terbakar, tubuh akan mengambil posisi pugilistic. Koagulasi dari otot-
otot oleh karena panas akan menyebabkan kontraksi serabut otot otot fleksor dan mengakibatkan
ekstremitas atas mengambil sikap seperti posisi seorang boxer dengan tangan terangkat
didepannya, paha dan lutut yang juga fleksi sebagian atau seluruhnya. Posisi pugilistic ini tidak
berhubungan apakah individu itu terbakar pada waktu hidup atau sesudah kematian. pugilistic
attitude atau heat rigor ini akan hilang bersama dengan timbulnya pembusukan.

Identifikasi korban
Masalah identifikasi adalah persoalan yang panjang dan tidak didiskusikan secara terperinci pada bab ini.
Terlalu seringnya kejadian bahwa mayat yang sudah hangus itu cepat-cepat dikubur hanya dengan sedikit
usaha-usaha penyidikan mengenai kematian dari peristiwa yang nyata-nyata terjadi. Sehingga sering
timbul peratnyaan yang memalukan dari pihak asuransi yang bermaksud membayar asuransi
kematiannya, bagaimana seorang dokter forensic menegakkan identifikasi dari mayat ini?
Bila tidak terdapat kerusakan yang berat dari luka bakar maka identifikasi dapat cepat ditegakkan melalui
identifikasi personal, fotografi, atau fingerprints. Akan tetapi bila tubuh sudah hangus terbakar seperti
arang dan terjadi mutilasi pada kepala atau ekstremitas sehingga tidak didapatkan lagi sidik jarinya maka
methode lain harus digunakan. Methode yang terbanyak dan paling dipercaya adalah dental identification
karena gigi relatif tahan terhadap api. Methode lain yang dapat dipercaya tetapi kurang umum
penggunaannya adalah membandingkan x-ray yang diambil antemortem dan postmortem dari korban.
Bila identifikasi tidak dapat dibuat melalui finger prints, dental charts, dental x-rays atau antemortem x-
ray maka hanya satu harapan yang dapat digunakan dalam menegakan identifikasi yaitu melalui
pemeriksaan DNA.

Bagaimanapun juga melengkapi data data pembanding seperti karakter fisik, luka-luka lama atau bekas
operasi, tattoo merupakan tugas pathology dalam mengidentifikasi mayat.

ASPEK MEDICO LEGAL

Dalam Pasal 131 menyebut bahwa:

Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik luka, keracunan ataupun
mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan permintaan
keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya.
Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secara tertulis, yang dalam
surat itu disebutkan dengan tegas untuk pemeriksaan luka atau pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan
bedah mayat.

Mayat yang dikirim kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter pada rumah sakit harus diperlakukan
secara baik dengan penuh penghormatan terhadap mayat tersebut dan diberi label yang memuat identitas
mayat, dilak dengan diberi cap jabatan yang dilekatkan pada ibu jari kaki atau bagian lain badan mayat.

Anda mungkin juga menyukai