Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

Miopia adalah penyebab utama kebutaan (legal blindness) dan low vision diseluruh
dunia. High myopia adalah miopia dengan -6.00 D atau kurang dengan panjang aksial 26,5
mm atau lebih.1
Myopic choroidal neovascularization (CNV) adalah komplikasi yang mengancam
penglihatan yang sering terjadi dari miopia dan miopia patologik. Secara klinis, CNV ini
dapat di katakan sebagai myopic CNV berdasarkan etiologinya yaitu status refraksi dari mata
dan menyingkirkan penyebab lainnya yang berkaitan dengan CNV.2
Selama bertahun-tahun, terapi standar untuk myopic CNV adalah Photodynamic
therapy (PDT). Sekarang telah ada pilihan terapi yang efektif untuk myopic CNV , yaitu anti-
vascular endothelial growth factor (VEGF).2,3

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi dan Etiologi.


High Myopia, adalah kelainan refraksi -6.00 D atau panjang aksial 26,5 mm
atau lebih yang dapat menyebabkan terjadinya perubahan pada anatomi mata sehingga
memicu terjadi komplikasi. Disaat high myopia dapat menyebabkan penurunan
ketajaman penglihatan oleh karena komplikasinya maka disebut dengan miopia
patologik.4
Miopia patologik sering disebut juga dengan myopic macular degeneration,
atau myopic maculopathy, atau degenerative myopia. Definisi dari miopia patologik
sendiri termasuk panjang aksial dan status refraksi sebelumnya, tapi sekarang lebih di
tegaskan sebagai mata yang mengalami atrofi chorioretinal yang sama atau lebih
berat dari atrofi yang difus. Di dalam mata dengan miopia patologik, 10,2% dari mata
ini mengalami choroidal neovascularisation (CNV).4
Satu komplikasi yang serius dari miopia patologik adalah miopik choroidal
neovascularisation (CNV), yang sering menyebabkan penurunan tiba-tiba tapi
progresif dari penglihatan sentral dan berhubungan dengan prognosis yang buruk
kecuali di lakukan terapi.5

2.2. Epidemiologi.
Miopia merupakan permasalahan umum di seluruh dunia. Di Amerika, miopia
mempengaruhi kurang lebih 34 juta orang pada tahun 2010, dengan kemungkinan
mencapai 45 juta orang pada tahun 2050. Prevalensi miopia meningkat terutama di
negara asia timur seperti Singapura, Taiwan, dan Cina, dimana prevalensi rata-rata
adalah 40%. Miopia patologik merupakan konsekuensi dari miopia yang mungkin
terjadi, dan diperkirakan mengenai lebih dari 3% dari populasi seluruh dunia. Kurang
lebih 35% dari pasien dengan miopik CNV mengalami kelainan bilateral pada mata
yang normal dalam 8 tahun.5
Miopik CNV ditemukan pada 5-10 % mata dengan high myopia. Seiring
waktu, banyak faktor lingkungan dan genetik yang ditemukan sebagai penyebabnya.
Diantara penyebab itu adalah : lacquer cracks (29%), patchy atrophy (20%), jenis

2
kelamin terutama wanita, dan ekspresi dari protein genetik pro-inflamasi. Adanya
riwayat miopia pada mata yang lain (34%).4

2.3. Patogenesis dari miopik CNV


Patogenesis dari miopik CNV masih kontroversial. Pertumbuhan subretina
yang berkaitan dengan atrofi RPE di bawahnya (75-94% dari miopik CNV terjadi
pada lacquer cracks), bersamaan dengan penipisan dari choroidal, sehingga
dinyatakan bahwa stimulus angiogenik yang terjadi karena hipoksia choroidal dapat
merupakan mekanisme patogenik yang dapat diterima, yaitu ketika robekan pada RPE
barrier terjadi yang berupa lacquer crack dan patchy atrophy. Panjang aksial dan
kelainan refraksi jika terjadi sendiri, tidak merupakan faktor resiko untuk miopik
CNV. Perkembangan miopik CNV biasanya asimptomatik hingga terjadi aktivasi,
yang memicu reduksi cepat dari tajam penglihatan dengan metamorfopsia dan
skotoma.4
Beberapa teori telah dikemukakan untuk menjelaskan terjadinya miopik CNV, antara
lain: 2
1. Teori mekanik adalah berdasarkan asumsi bahwa pemanjangan dan progresifitas
dari aksis antero-posterior bola mata menyebabkan stres mekanik pada retina,
menyebabkan tidak seimbangnya antara faktor pro-angiogenik dan anti-
angiogenik, sehingga menyebabkan miopic CNV. Adanya lacquer cracks
merupakan faktor predisposisi untuk terjadinya miopik CMV.
2. Teori Heredodegeneratif, mengatakan bahwa kelainan refraksi pada miopia
diturunkan secara genetik. Ini didukung oleh penelitian dimana polimorfisme pada
1 nukleotida pada beberapa gen (contohnya pada epitel pigmen) berkaitan dengan
perkembangan dan progresifitas dari miopik CNV.
3. Teori Hemodinamik, yang berkaitan dengan perubahan perfusi pada sirkulasi
choroidal pada mata yang miopik, seperti keterlambatan pengisian choroidal dan
penipisan yang difus dari koroid.

2.4. Diagnosis Miopik CNV.2,5,6


Gejala pada miopik CNV termasuk penurunan tajam penglihatan, adanya
skotoma sentral, dan atau metamorfopsia. Miopik CNV biasanya terlihat sebagai
membran yang keabuan dengan atau tanpa perdarahan pada retina, kecil, dan datar
3
pada pemeriksaan slit-lamp biomicroscopy, yang mana dapat memiliki batas yang
hiperpigmentasi jika terjadi kronis dan rekuren.
Pemeriksaan standar untuk diagnosis dari miopik CNV adalah pemeriksaan
fundus biomikroskopi, flourescein angiography (FA), dan optical coherence
tomography (OCT). FA dan OCT secara umum direkomendasikan sebagai
pemeriksaan diagnosis dasar untuk miopik CNV dan bersama dengan pemeriksaan
warna dan pemeriksaan klinis.
Flourescein angiography menggambarkan adanya kelainan, tipe, area, dan
aktifitas dari miopik CNV, dan bermanfaat dalam menyingkirkan penyebab lainnya.
Hampir semua miopik CNV memiliki gambaran yang klasik pada FA, yaitu dengan
hyperflouresence dengan batas yang jelas pada fase awal, dan leakage pada
pewarnaan flourescein selama fase lanjut. OCT juga diperlukan untuk identifikasi
pada fovea, menilai ketebalan retina dan adanya cairan ekstraseluler, dan untuk
memberi gambaran dalam menilai respon pengobatan di kemudian hari.
Pada spectral domain optical coherence tomography (SD-OCT) miopik CNV
terlihat sebagai daerah atau lesi yang reflektifitasnya tinggi (highly reflective) dengan
batas yang kabur pada RPE, dan membran limitans eksterna. Jika ada perdarahan
subretina, sisa dari retina dibawahnya dapat meninggi (elevated) minimal atau
menebal. Cairan intraretina, cairan subretina, atau dan terlepasnya RPE dapat terjadi,
tapi biasanya minimal atau tidak ada.
Indocyanine Green Angiography, dapat digunakan sebagai tambahan
pemeriksaan FA, karena menyediakan informasi pada sirkulasi choroidal, bersamaan
dengan lokasi dan perluasan dari lacquer cracks.

4
Gambar 1. Gambaran pada pasien dengan miopia patologik. (1A,1B) foto fundus dan red-free
foto menunjukkan adanya lacquer cracks (panah biru), diskus optikus terlihat tilting dan
flatteing di temporal, ada stafiloma posterior, dan perdarahan di makula (panah putih tipis). (1C)
gambaran fase awal FA; adanya halangan dari pewarnaan koroid karena perdarahan dengan
hyperflourescence yang kabur (panah putih). (1D) pada fase lanjut, peningkatan
hyperflourescence pada sentral dengan adanya leakage, bersamaan dengan CNV.7

Gambar 2. Gambaran OCT menunjukkan perbedaan aktifitas. (A). adanya lesi yang
hyperreflective yang berkaitan dengan neovaskularisasi koroidal miopik juxtafoveal (panah),
terletak di atas lapisan RPE dengan eksudasi minimal. Setelah 3 bulan (B), lesi telah menjadi
scar , terlihat sebagau lesi yang sangat reflektif dengan batas tegas, dan tidak ada cairan
intraretina yang terlihat, sehingga menandakan lesi yang tidak atif (panah).7

5
2.5 Diagnosis Banding
Terdapat beberapa diagnosis banding dan patologi yang harus di singkirkan
dari miopik CNV saat pemeriksaan pada pasien dengan miopia dan penururunan
tajam penglihatan. Antara lain:

Tabel 1. Patologi yang berkaitan dan diagnosis banding untuk miopik CNV.2

Komplikasi lainnya dari miopia patologik harus diidentifikasi dengan


OCT/FA, seperti myopic traction maculopathy, epiretinal membrane, vitreomacular
traction dan myopic full thickness atau lamellar macular hole, oleh karena keadaan ini
memerlukan terapi yang berbeda dengan miopik CNV. Perdarahan retina karena
adanya lacquer crack dan perubahan eksudatif dari makula berkaitan dengan makula
yang berbentuk dome-shaped atau stafiloma harus diidentifikasi dan di singkirkan
dengan pemeriksaan OCT/FA. Pada kasus dengan perdarahan yang signifikan,
indocyanine green angiography (ICGA) dapat mengidentifikasi adanya lacquer crack
dan atau CNV. Harus di ketahui bahwa OCT saja tidak dapat membedakan miopik
CNV dari perdarahan subretina oleh karena pembentukan lacquer crack, yang dapat
menyebabkan pemberian terapi Anti- VEGF yang tidak diperlukan karena adanya
perdarahan subretina tanpa adanya CNV. Sebagai tambahan, miopik CNV juga harus
dibedakan dengan penyebab CNV lainnya (seperti: multifocal choroiditis atau
punctate inner choroidopathy atau age related macular degeneration). Penting juga
diketahui, miopik CNV memiliki lesi yang berbeda dengan AMD-CNV, terutama
pada pasien dengan usia muda, tapi paling sering CNV tipe 2 atau klasik yang mana

6
lesi lebih kecil dari AMD, dengan cairan subretinal yang minimal dan tidak adanya
drusen pada usia yang biasanya terjadi.

2.6. Tatalaksana. 6
Selama beberapa dekade, beberapa terapi dikemukakan untuk miopik CNV,
termasuk thermal laser photocoagulation, photodynamic therapy and submacular surgery.
Angka kesuksesan dari modalitas ini bervariasi. Dengan kesuksesan dari anti-vascular
endothelial growth factor (VEGF), yang digunakan untuk terapi CNV karena AMD, maka
telah dilakukan penelitian pada beberapa kasus miopik CNV dan dengan hasil yang
memuaskan.
a. Thermal laser photocoagulation
Thermal laser photocoagulation dan operasi tidak lagi menjadi terapi utama untuk
miopic CNV. Dikarenakan bekas luka (scarring) yang tidak akan membaik lagi,
skotoma sentral, dan angka rekurensi yang tinggi. Selama beberapa tahun, laser ini
merupakan satu-satunya modalitas terapi untuk miopik CNV. Karena reduksi yang
cepat dan berat dari penglihatan dan skotoma sentral, maka laser dibatasi pada lesi
ekstrafovea. Dan juga pada kasus ini, efikasi jangka panjangnya terbatas, karena
adanya atrofi dari jaringan parut dan rekurensi yang tinggi.

b. Operasi
Miopik CNV, yang mana paling sering adalah CNV tipe 2, secara teoritis dapat di
angkat dengan operasi karena letaknya anterior dari RPE dan dapat dikeluarkan
dengan tidak melibatkan lapisan RPE. Akan terapi, eksisi dengan operasi pada miopik
CNV subfoveal menunjukkan hasil yang mengecewakan karena pembentukan
jaringan parut atrofi post operasi, skotoma sentral dan rekurensi yang tinggi.
Terapi operasi lainnya pernah dikemukakan seperti macular translocation (MT),
manfaatnya adalah dengan memindahkan neurosensori retina pada fovea ke daerah
yang dianggap lebih sehat kompleks RPE-membran Bruch-nya, bersamaan dengan
pemindahan lesi dari subfoveal ke ekstrafoveal sehingga memungkinkan modalitas ini
dapat merusak fovea.

c. Photodynamic therapy
Efikasi dan keamanan dari terapi PDT pada lesi miopik CNV telah dipelajari pada
penelitian dengan menggunakan Verteporfin, hasil penelitian menunjukkan kestabilan
7
dalam tajam penglihatan pada 72% mata dengan subfoveal CNV setelah dilakukan
PDT dalam periode 12 bulan. Akan tetapi tetap ada penurunan dalam tajam
penglihatan sebanyak 2,8 huruf pada 12 bulan ini. setelah 24 bulan kestabilan pada
terapi awal tidak dapat dipertahankan.

d. Terapi anti-VEGF
Keberhasilan terapi dengan anti-VEGF pada miopik CNV dilaporkan pada beberapa
penelitian, dimana terdapat peningkatan visus 10-15 huruf dalam 1 hingga 3 kali
injeksi dalam periode 12 bulan. Respon dari pemberian anti-VEGF termasuk resolusi
dari cairan retina dan regresi dari lesi subretinal.
Dari beberapa penelitian yang dilakukan terhadap 4 anti VEGF untuk terapi miopik
CNV, hanya ranibizumab dan aflibercept yang di setujui untuk indikasi ini, aflibercept
digunakan untuk terapi neovaskular AMD, gangguan visus karena edema makula
sekuder karena perdarahan pada pembuluh darah vena retina, gangguan visus karena
diabetik makular edema, dan gangguan visus karena miopik CNV.

2.7. Prognosis.
Pada beberapa penelitian yang dilakukan, terdapat beberapa faktor yang
mempengaruhi faktor prognostik pada miopik CNV, antara lain:
 Usia. Pada beberapa penelitian disimpulkan bahwa usia merupakan faktor yang
signifikan yang juga mempengaruhi hasil dari terapi. Pada penelitian tentang terapi
ranibizumab menyimpulkan bahwa pasien yang diterapi anti-VEGF ranibizumab
pada usia <40 tahun menunjukkan tajam penglihatan yang meningkat atau stabil,
berbeda dengan pasien dengan usia >40 tahun, dimana 57% pasiennya hanya stabil
saja atau hanya membaik sedikit. Hasil akhir dari tajam penglihatan berbeda antara
kedua grup sesuai usia, dimana pada grup usia muda lebih banyak pasien yang
penglihatannya membaik menjadi 20/40 dibandingkan pada grup usia lebih tua.
 Tajam penglihatan dasar, lacquer cracks yang meluas hingga ke fovea, atrofi
peripapiller, dan ukuran CNV. Berdasarkan penelitian dengan terapi bevacizumab
injeksi, faktor prognostik berhubungan dengan hasil visus akhir yang baik, yaitu pada
pasien dengan sedikitnya perkembangan atrofi chorioretinal, ukuran CNV yang kecil
sebelum terapi, dan usia muda.

8
 Lokasi dari CNV, pasien dengan subfoveal CNV secara umum memiliki visus akhir
yang lebih buruk dibadingkan pasien dengan lesi yang non subfoveal. Penelitian lain
menunjukkan bahwa insiden atrofi chorioretinal pada subfovea CNV adalah 80%
dibandingkan 6% pada non subfoveal, dengan perbedaan ukuran dari atrofi yang
signifikan.

9
BAB III
KESIMPULAN

Miopik CNV merupakan satu komplikasi yang paling sering mengancam penglihatan
pada miopia patologik. Progresifitas dari miopik NCV menunjukkan penglihatan yang stabil
pada awalnya, yang diikuti dengan penurunan perlahan dari tajam penglihatan seiring waktu
oleh karena atrofi dari chorioretinal. Hasil akhir dari tajam penglihatan berhubungan dengan
jarak dari CNV ke fovea dan juga ukuran CNV. Lokasi subfovea dari CNV berhubungan
dengan hasil akhir penglihatan yang buruk jika dibandingkan dengan lokasi di juxtafoveal
dan extrafoveal.
Untuk diagnosis miopik CNV, harus dilakukan flourescein angiography (FA), begitu
juga teknik pencitraan lainnya harus dipikirkan untuk mencari diagnosis banding dan
menghindari terapi yang tidak dibutuhkan, termasuk pemeriksaaan SD-OCT. Setelah
diagnosis telah ditetapkan, terapi inisial harus di lakukan dan terap Anti-VEGF merupakan
lini awal terapi, kecuali ada kontraindikasi.
Saat ini, terapi anti-VEGF merupakan modalitas terapi yang paling menjanjikan untuk
miopik CNV. Dibandingkan dengan terapi sebelumnya seperti PDT yang menunjukkan
hanya kestabilan visus dalam jangka waktu pendek,

10
DAFTAR PUSTAKA

1. Kumar A, Surve A, Gupta Y. Myopic CNVM. Eyewiki. 2019 (cited 20 july 2019).
Available from: https://eyewiki.aao.org/Myopic_CNVM
2. Wong TY, Ohno-Matsui K, Leveziel N, et al. Myopic Choroidal
neovascularisation: current concepts and update on clinical management. Br J
Ophthalmol. 2015 (cited 20 july 2019). Available from:
https://bjo.bmj.com/content/bjophthalmol/99/3/289.full.pdf
3. Karagiannis D, Kontadakis GA, Kaprinis K, et al. Treatment of myopic choroidal
neovascularization with intravitreal ranibizumab injection: the role of age. 2017
(cited on 21 july 2019). Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5488753/
4. Vingolo EM, Napolitano G, Casillo L. Pathologic myopia: complication and
visual rehabilitation. 2019 (cited on 21 july 2019). Available from:
https://www.intechopen.com/online-first/pathologic-myopia-complications-and-
visual-rehabilitation
5. Cheung CMG, Arnold JJ, Holz F, et al. Myopic choroidal neovascularization.
2017 (cited on 21 july 2019). Available from:
https://www.aaojournal.org/article/S0161-6420(17)31301-5/fulltext.
6. Teo K, cheung CMG. Choroidal neovascularization secondary to pathologic
myopia. World J ophthalmol. 2014 (cited on 20 july 2019). Available from.
https://www.wjgnet.com/2218-6239/full/v4/i3/35.htm
7. Raecker ME, Park DW, Lauer AK. Diagnosis and treatment of CNV in myopic
macular degeneration. 2015 (cited on 21 july 2019). Available from:
https://www.aao.org/eyenet/article/diagnosis-treatment-of-cnv-in-myopic-
macular-degen.

11

Anda mungkin juga menyukai