Anda di halaman 1dari 6

MIOPIA dan MIOPIA PATOLOGIS

Miopia adalah keadaan ketika sinar yang ditangkap mata tidak difokuskan secara tepat
pada retina akibat bola mata terlalu panjang atau kornea terlalu melengkung yang
menyebabkan penglihatan jarak jauh menjadi terganggu.(1) Telah terjadi peningkatan jumlah
kasus miopia di seluruh dunia akhir-akhir ini, termasuk di dalamnya miopia patologis. Walaupun
manifestasi miopia yang lebih berat ini kecil proporsinya, masalah yang ditimbulkan cukup
signifikan karena menyebabkan penurunan penglihatan yang progresif dan ireversibel. Definisi
miopia patologis adalah miopia yang disertai dengan makulopati. Yang termasuk dalam
makulopati adalah chorioretinal atrophy, patchy chorioretinal atrophy, lacquer cracks, myopic
choroidal neovascularization (myopic CNV), dan CNV-related macular atrophy.(2) Secara klinis,
kriteria miopia berat, yaitu kelainan refraksi lebih dari -6 dioptri (D) atau panjang bola mata
lebih dari sama dengan 26,5 mm, sering dijadikan prediksi miopia patologis, namun sampai saat
ini belum terbukti signifikansinya.(3)
Data terbaru menunjukkan miopia patologis ditemukan pada 1%-2% populasi Amerika,
sekitar 5% populasi Italia, 5%-8% populasi Jepang, 15% populasi Singapura, dan 38% mahasiswa
di Taiwan.(3) Berdasarkan studi epidemiologi di Asia pada tahun 2016, diketahui prevalensi
miopia patologis pada dewasa muda lebih tinggi pada populasi Asia (6,8%-21,6%) dibandingkan
non-Asia (2,0%-2,3%). Dari studi tersebut ditemukan juga bahwa prevalensi miopia patologis
lebih tinggi pada lansia (0,9%-3,1%) dibandingkan anak-anak dan remaja (<0,2%).(4) Prevalensi
gangguan penglihatan akibat miopia patologis dilaporkan sebanyak 0,1%-0,5% di Eropa dan
0,2%-1,4% di Asia.(5)

PATOFISIOLOGI

Penyebab utama perkembangan miopia patologis adalah pemanjangan bola mata dan
stafiloma posterior.(6) Pemanjangan bola mata menyebabkan peningkatan elastisitas dan
penipisan sklera, sehingga lapisan uvea atau koroid (di dalam sklera) menonjol ke sklera.
Penonjolan inilah yang disebut stafiloma. Stafiloma posterior pada akhirnya akan menyebabkan
atrofi, traksi, dan makulopati neovaskular yang menjadi ciri miopia patologis.(7)

FAKTOR RISIKO

Faktor genetik dan lingkungan memegang peran dalam perkembangan miopia patologis.
Faktor risiko utama termasuk usia tua, bola mata yang panjang, dan ukuran sferis miopia yang
semakin tinggi.(6) Selain itu, terdapat faktor risiko yang juga mempengaruhi, yaitu gender
wanita, diskus optic yang lebih luas, dan riwayat keluarga yang menderita miopia.(5)

GEJALA

Pasien biasanya memiliki riwayat menggunakan kacamata tebal sejak kecil atau
penurunan penglihatan yang progresif perlahan. Gejala bisa muncul terlambat karena
progresivitas kerusakan retina yang lambat. Pada kasus dengan central CNV atau foveal schisis,
dapat terjadi metamorphopsia atau skotoma yang berujung pada penurunan penglihatan
sentral.

PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan visus, tekanan intraocular, refleks pupil, dan fundus (dengan dilatasi pupil)
penting untuk dilakukan. Pemeriksaan daerah makula dan perifer dilakukan lebih seksama
untuk menemukan gambaran komplikasi yang berhubungan dengan miopia patologis.
Gambaran tersebut bisa berupa lacquer cracks, myopic schisis, atau choroidal
neovascularization di makula dan robekan atau lubang di perifer.

PENEMUAN KLINIS

Penipisan Retinal Pigment Epithelium (RPE) ditemukan dalam berbagai tingkat


keparahan di seluruh fundus. Lesi atrofi pucat yang terjadi di sekitar diskus optik dikenal
sebagai peri-papillary atrophy.
Pada keadaan miopia patologis, diskus optik akan terlihat oval atau yang disebut tilted
disc. Keadaan ini disebabkan oleh pendataran area diskus temporal dan ekspansi sklera ke
dalam sehingga terlihat sebagai area hipopigmentasi (hypopigmented myopic crescent). Pada
kondisi yang lebih berat, pembuluh darah koroid tampak lebih jelas di bawah lapisan RPE yang
atrofi.
Lacquer cracks berbentuk pita kuning ireguler dan sering ditemukan di bagian posterior
fundus. Sekitar 4,2% mata dengan panjang bola mata 26,5 mm atau lebih memiliki gambaran
fundus ini. Lacquer cracks merupakan robekan pada membran Bruch dan dapat menjadi fokus
dari neovaskularisasi koroid yang mungkin terjadi ke depannya. Suatu studi melaporkan bahwa
sebanyak 29,4% pasien dengan lacquer cracks akan mengalami CNV. Seiring berjalannya waktu,
robekan atau lacquer cracks dapat meluas dan meregang hingga membentuk gambaran
geographic atrophy.(8)
Perubahan patologis yang penting dan sering ditemukan pada miopia patologis adalah
pertumbuhan choroidal neovascularization (CNV). Manifestasi klinis awal dari pertumbuhan
CNV ini adalah penurunan atau distorsi penglihatan. Gambaran yang dapat dilihat adalah
perdarahan subretina, elevasi dan infiltrasi retina oleh pembuluh darah, dan akumulasi cairan
subretina.(3)
Stafiloma, atau penonjolan jaringan sklera yang paling sering terjadi pada diskus optik
atau makula, ditemukan pada sekitar 35% mata dengan miopia tinggi. Kelainan jaringan ini
paling mudah dilihat dengan pemeriksaan Optical Coherence Tomography (OCT) atau B scan
ophthalmic ultrasound.(9)

KLASIFIKASI

Klasifikasi sistematis ini disusun oleh ahli miopia patologis dunia berdasarkan suatu
meta analisis (META-PM study).(10) Makulopati miopia diklasifikasikan menjadi 5 kategori
menurut gambaran atrofi yang terjadi.
 Kategori 0: tidak ada lesi degeneratif makula
 Kategori 1: hanya tessellated fundus
 Kategori 2: atrofi korioretinal difus
 Kategori 3: atrofi korioretinal patchy
 Kategori 4: atrofi makula

Selain klasifikasi di atas, telah diusulkan suatu klasifikasi baru yang tidak terfokus pada
gambaran atrofi yang ternyata tidak merepresentasikan seluruh kasus miopia patologis.
Klasifikasi baru ini dinamakan ATN, yang mencakup komponen atrofi (A), traksi (T), dan
neovaskular (N).(6)

PROSEDUR DIAGNOSIS

Diagnosis CNV pada miopia patologis didasarkan pada hasil funduskopi, terutama
dengan menggunakan biomikroskopi lampu celah dan pemeriksaan lainnya, seperti
fluorescence angiography (FA) dan spectral domain OCT (SD-OCT).(1,2)
Pada funduskopi, CNV pada miopia akan tampak datar, kecil, dengan lesi subretina
berwarna keabuan di bawahnya, atau lokasinya dekat fovea dengan atau tanpa perdarahan.
Umumnya, CNV miopia memiliki cairan subretina atau eksudat yang minimal dibandingkan
dengan CNV pada age macular degeneration (AMD) dan perdarahan yang ada tidak
sepenuhnya menutupi CNV di bawahnya.(2)
Diagnosis klinis CNV miopia umumnya ditegakkan dengan pemeriksaan FA. Untuk
meningkatkan akurasi diagnostik, pemeriksaan FA direkomendasi untuk dilakukan bersamaan
dengan SD-OCT. FA dapat mengevaluasi adanya CNV beserta tipe, area, dan aktivitasnya.
Gambaran angiografi fluoresens pada miopia CNV berupa hiperfluoresensi berbatas tegas pada
fase awal dan kebocoran dengan pola klasik CNV (umumnya kebocoran ringan) pada fase lanjut.
(2)
SD-OCT merupakan metode yang dipilih dalam mengidentifikasi CNV miopia. Meskipun
pemeriksaan dengan FA lebih sensitif, SD-OCT merupakan prosedur yang non-invasif, lebih
cepat, dan lebih banyak tersedia di fasilitas kesehatan. Oleh karena itu, pemeriksaan dengan
SD-OCT rutin dilakukan untuk mendeteksi adanya cairan subretina atau eksudat yang
disebabkan oleh CNV miopia serta untuk memonitor respon terapi. Gambaran miopia CNV pada
SD-OCT berupa area hiperreflektif di atas RPE dengan atau tanpa cairan intraretinal, cairan
subretinal, atau eksudasi. SD-OCT juga berguna dalam mengidentifikasi kelainan patologis
penyerta, seperti foveoskisis miopia atau pembentukan lubang pada makula (macular hole).
(1,2)

MANAJEMEN

Pasien dengan miopia tinggi yang stabil dilakukan pemeriksaan mata berkala tiap tahun.
Jika terjadi pertumbuhan CNV atau komplikasi lainnya, pasien dimonitor lebih ketat dan
diberikan penanganan sesuai kondisi.

TERAPI
Sampai saat ini, tidak ada farmakoterapi ataupun tindakan bedah yang dapat
mengurangi proses pemanjangan bola mata dan penipisan sklera, koroid, dan retina pada
miopia patologis. Akan tetapi, beberapa terapi untuk CNV (komplikasi utama miopia patologis)
sudah ditemukan saat ini.
Terapi yang paling sering dilakukan untuk CNV pada miopia patologis saat ini adalah
laser ablasi fototermal yang difokuskan pada pembuluh-pembuluh darah baru yang tumbuh.
Kekurangan dari terapi ini adalah angka rekurensi yang tinggi dan kecenderungan meluasnya
jaringan parut fotokoagulasi yang meningkatkan risiko terganggunya penglihatan sentral.
Photodynamic therapy (PDT) menggantikan laser termal kemudian. Keuntungan dari
PDT adalah dapat menargetkan pembuluh darah secara selektif sehingga mengurangi
kerusakan dan pertumbuhan jaringan parut pada retina, RPE, serta koroid sekitar.
Anti-vascular endothelial growth factor (anti-VEGF) adalah terapi lini pertama untuk
miopia patologis dengan CNV saat ini. Data-data yang ada saat ini mengindikasikan bahwa
respon klinis pasien lebih baik pada pemberian 1-3 injeksi dibandingkan pemberian jangka
panjang. Ranibizumab 0,5mg menjadi pilihan terapi untuk CNV pada miopia patologis.(11)

PEMBEDAHAN

Pasien dengan foveoschisis atau makuloschisis yang mengalami penurunan penglihatan


dapat dilakukan vitrektomi untuk melepaskan traksi pada fovea dan mencegah terjadinya
ablasio retina. Pasien dengan makuloschisis disertai komplikasi lubang pada makula atau atrofi
korioretina memiliki prognosis yang lebih buruk. Sebanyak 80% kasus dengan ablasio fovea dan
50% kasus dengan retinoschisis meningkat visusnya setelah dilakukan operasi dan pemasangan
tampon gas atau silicone oil untuk mendorong perlekatan kembali lapisan retina. Penggunaan
macular buckle untuk stafiloma dan traksi vitreus atau ablasio inkomplit memiliki angka
keberhasilan lebih tinggi untuk perlekatan kembali dibandingkan vitrektomi saja. Namun
demikian, macular buckling masih menjadi kontroversi karena komplikasi pasca operasi
(metamorphopsia dan terganggunya sirkulasi darah di koroid) yang sering terjadi.(12)

KOMPLIKASI

Komplikasi yang berhubungan dengan penurunan penglihatan pada miopia patologis,


yaitu penipisan dan atrofi yang berakhir pada hilangnya fotoreseptor, perkembangan CNV,
lubang pada makula, dan ablasio makula serta fovea.(8)

PROGNOSIS

Penurunan visus yang progresif akibat penipisan korioretina, atrofi, dan peregangan
jaringan parut terjadi pada sekitar 40% pasien dengan miopia patologis. Pada suatu studi
prospektif selama 6 tahun, sebanyak 1,2% mata miopia berkembang menjadi miopia patologis
dan sebanyak 17% dengan miopia patologis mengalami progresivitas yang signifikan. Tingkat
keparahan miopia dan panjang bola mata menjadi prediktor prognosis ke arah perburukan.(13)
Dafpus dari Casey
1. K O-M, Y F, K S, H T, K U, T Y. Imaging of Pathologic Myopia. Asia-Pacific J Ophthalmol
(Philadelphia, Pa) [Internet]. 2019 Mar 1 [cited 2021 Aug 5];8(2):172–7. Available from:
https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/30924327/
2. Ohno-Matsui K, Ikuno Y, Lai TYY, Gemmy Cheung CM. Diagnosis and treatment guideline
for myopic choroidal neovascularization due to pathologic myopia. Vol. 63, Progress in
Retinal and Eye Research. Elsevier Ltd; 2018. p. 92–106.

1. Myopia (nearsightedness) | AOA [Internet]. [cited 2021 Jul 21]. Available from:
https://www.aoa.org/healthy-eyes/eye-and-vision-conditions/myopia?sso=y
2. K O-M. Pathologic Myopia. Asia-Pacific journal of ophthalmology (Philadelphia, Pa) [Internet].
2016 [cited 2021 Jul 24];5(6):415–23. Available from:
https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/27898445/
3. McCannel CA. 2020-2021 Basic and Clinical Science Course, Section 12: Retina and Vitreous.
2020;
4. YL W, SM S. Epidemiology of Pathologic Myopia in Asia and Worldwide. Asia-Pacific journal of
ophthalmology (Philadelphia, Pa) [Internet]. 2016 [cited 2021 Jul 23];5(6):394–402. Available
from: https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/27898442/
5. TY W, A F, R H, G C, P M. Epidemiology and disease burden of pathologic myopia and myopic
choroidal neovascularization: an evidence-based systematic review. American journal of
ophthalmology [Internet]. 2014 [cited 2021 Jul 25];157(1). Available from:
https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/24099276/
6. J R-M, JA M, I F-M, L A, A G-L, JM R-M. Myopic maculopathy: Current status and proposal for a
new classification and grading system (ATN). Progress in retinal and eye research [Internet].
2019 Mar 1 [cited 2021 Jul 25];69:80–115. Available from:
https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/30391362/
7. K O-M, JB J. Posterior staphyloma in pathologic myopia. Progress in retinal and eye research
[Internet]. 2019 May 1 [cited 2021 Jul 25];70:99–109. Available from:
https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/30537538/
8. Ohno-Matsui K, Jonas JB. Understanding Pathologic Myopia. Updates on Myopia: A Clinical
Perspective [Internet]. 2020 Jan 1 [cited 2021 Jul 28];201–18. Available from:
https://link.springer.com/chapter/10.1007/978-981-13-8491-2_9
9. Diagnosis and Treatment of CNV in Myopic Macular Degeneration - American Academy of
Ophthalmology [Internet]. [cited 2021 Jul 28]. Available from:
https://www.aao.org/eyenet/article/diagnosis-treatment-of-cnv-in-myopic-macular-degen
10. K O-M, R K, JB J, CM C, SM S, VJ V, et al. International photographic classification and grading
system for myopic maculopathy. American journal of ophthalmology [Internet]. 2015 May 1
[cited 2021 Jul 28];159(5):877-883.e7. Available from:
https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/25634530/
11. S W, VJ B, G L, U M, K O-M, T S, et al. RADIANCE: a randomized controlled study of ranibizumab
in patients with choroidal neovascularization secondary to pathologic myopia. Ophthalmology
[Internet]. 2014 [cited 2021 Jul 30];121(3):682-692.e2. Available from:
https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/24326106/
12. SM S, S M, QV H. Prevention and Management of Myopia and Myopic Pathology. Investigative
ophthalmology & visual science [Internet]. 2019 Feb 1 [cited 2021 Jul 30];60(2):488–99.
Available from: https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/30707221/
13. YL W, C S, CW W, YB C, REK M, AC Y, et al. Six-Year Changes in Myopic Macular Degeneration in
Adults of the Singapore Epidemiology of Eye Diseases Study. Investigative ophthalmology &
visual science [Internet]. 2020 Apr 1 [cited 2021 Jul 30];61(4). Available from:
https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/32298432/
 

Anda mungkin juga menyukai