Anda di halaman 1dari 30

Skenario 4

pembimbing : dr. Shobihatus syifak

Izzcha Maizi Azzahro


6140019081
Skenario
“MATA KABUR”
Pasien laki-laki berusia 25 tahun datang ke rumah sakit dengan keluhan mata kanan
kabur mendadak sejak 4 jam sebelum ke rumah sakit. Keluhan tersebut dirasakan
setelah pasien mengangkat benda berat. Setelah mengangkat barang, pasien mengatakan
pandangannya awalnya buram seperti melihat air keruh kemudian secara mendadak
pandangan berubah menjadi hitam seperti tertutup tirai pada bagian sisi dekat hidung,
sedangkan pada sisi dekat pelipis pasien masih dapat melihat sedikit namun tidak begitu
jelas. Pasien menyangkal melihat titik hitam maupun kilatan cahaya sebelumnya.
Kata kunci
a. Pasien laki laki usia 25 tahun
b. Mata kanan kabur mendadak sejak 4 jam sebelum ke RS
c. Keluhan dirasakan setelah pasien mengangkat benda berat
d. Pandangan awalnya buram seperti melihat air keruh lalu secara mendadak
pandangan berubah menjadi hitam seperti tertutup tirai pada bagian sisi dekat
hidung
e. pada sisi dekat pelipis pasien masih dapat melihat sedikit namun tidak begitu
jelas
f. Pasien menyangkal melihat titik hitam maupun kilatan cahaya sebelumnya
Learning objective
1. MMM Anatomi Mata
2. MMM Definisi, etiologi, klasifikasi, epidemiologi ablasio retina dan miopia
3. MMM manifestasi klinis dan komplikasi ablasio retina dan miopia
4. MMM alur diagnosis dan prognosis ablasio retina dan miopia
5. MMM Diagnosis banding ablasio retina dan miopia
6. MMM Tata Laksana dan pencegahan ablasio retina dan miopia
7. MMM patogenesis ablasio retina dan miopia
8. MMM patofisiologi ablasio retina dan myopia
Mahasiswa mampu memahami Anatomi Mata
Mahasiswa mampu memahami Anatomi Mata

Mata dibentuk untuk menerima rangsangan berkas-berkas cahaya pada retina, lalu dengan perantaraan serabut-serabut nervus
optikus, mengalihkan rangsangan ini ke pusat penglihatan pada otak, untukditafsirkan, anatomi organ penglihatan dapat
dikelompokkan menjadi:
Ekstrinsik
a. Alis Mata (Supersilium)
b. Kelopak mata
c. Bulu mata atau rambut mata
d. Rongga Mata (Cavum Orbita)
e. Konjungtiva

Intrinsik
f. Kornea
g. Sklera
h. Retina
i. Uvea
j. Iris
k. Pupil
l. Lensa mata
m. Corpus luteum
n. Aquos humor
Mahasiswa mampu memahami Anatomi Mata

Pembuluh darah mata Pembuluh darah untuk bagian dalam bola mata, cabang
arteria ophtalmica, juga menembus sclera bersama nervus opticus. Pembuluh
darah yang berada di lapisan sebelah dalam bernama choroidea. Pada lapisan
choroidea terdapat arteria centralis retinae, dan cabang-cabang pembuluh darah
lain. Darah vena keluar dari tempat yang sama dan selanjutnya bermuara pada
sinus cavernosus. Di tempat masuk bola mata, pembuluh darah dan saraf dapat
ditemukan di bagian dalam bola mata yang dinamakan discus nervi optic
(Syaifuddin, 2012).
Mahasiswa mampu memahami Definisi, etiologi, klasifikasi, epidemiologi
ablasio retina dan miopia
Ablasio retina
Definisi: Ablasio retina merupakan pemisahan retina sensorik, yakni lapisan fotoreseptor dan jaringan bagian
dalam, dari epitel pigmen retina di bawahnya (himayani dkk., 2021).
Etiologi: Etiologi yang mendasari retinal detachment bergantung pada subtipenya. Pada ablasio retina
regmatogenosa etiologinya antara lain, trauma, miopia patologis, ekskavasi retina perifer, operasi intraokular
sebelumnya, retinal detachment pada mata disebelahnya dan ada anggota keluarga yang juga pernah
mengalami. Pada ablasi retina traksi etiologinya antara lain, retinopati diabetik proliferatif, trauma, retinopati
prematuritas, vitreotinopati proliferatif, dan oklusi vena retina. Pada ablasi retina eksudatif etiologinya antara
lain, tumor mata primer, sifilis, toksoplasmosis, metastasis okular, dan sarcoidosis, oftalmia simpatik, nekrosis
retina akut dan tuberkulosis (Rahmani, 2022).

Klasifikasi: Menurut American Ophtometric Association (AAO), ablasio retina terbagi 2, yaitu regmatogen
dan non regmatogen.
Mahasiswa mampu memahami Definisi, etiologi, klasifikasi, epidemiologi
ablasio retina dan miopia
Epidemiologi: Menurut American Academy of Ophtamology (AAO), ablasio retina, khususnya tipe
regmatogen merupakan kasus kegawatdaruratan mata terbanyak nomor tiga setelah iskemik optic neuropati
dan oklusi pembuluh darah retina sentral. Penelitian menunjukkan bahwa insiden ablasio retina yaitu 6.3 and
17.9 per 100,000 populasi. Di Indonesia sendiri, ablasio retina merupakan indikasi operasi vitrektomi
terbanyak di Provisi Sulawesi Utara periode Januari – Desember 2014 (59%) (himayani dkk., 2021)
Miopia
Definisi: Miopia atau biasa disebut Rabun Jauh merupakan suatu kondisi dimana cahaya yang memasuki mata
terfokus di depan retina sehingga membuat objek yang jauh terlihat kabur (Lestari dkk., 2020).
Etiologi: Faktor internal yang diduga menyebabkan miopia diantaranya usia, jenis kelamin, riwayat kelahiran,
keturunan , etnik, genetik, status gizi, merokok, serta menderita penyakit tertentu seperti hipertensi dan
diabetes melitus (DM). Sedangkan faktor ekstrinsik yang diduga berkaitan dengan miopia adalah lama
beraktivitas dekat dan jauh, lokasi tempat tinggal, tingkat pendidikan dan IQ, sosioekonomi. Miopia yang
terjadi sebelum usia 20 tahun akan menetap. Sementara itu, kejadian miopia yang muncul setelah usia 20
tahun biasanya disebabkan oleh komplikasi penyakit seperti hipertensi dan DM (Lestari dkk., 2020).
Mahasiswa mampu memahami Definisi, etiologi, klasifikasi, epidemiologi
ablasio retina dan miopia
Klasifikasi: Berdasarkan besar koreksi yang diperlukan, miopia dapat diklasifikasikan menjadi miopia ringan
(6.00 dioptri) (Lestari dkk., 2020).

Epidemiologi: Prevalensi myopia bervariasi berdasar negara dan kelompok etnis, hingga mencapai 70-90% di
beberapa negara Asia. Di Indonesia, prevalensi kelainan refraksi menempati urutan pertama dari penyakit
mata, meliputi 25% penduduk atau sekitar 55 juta jiwa. Sedangkan prevalensi myopia di Indonesia lebih dari -
0,5% pada usia dewasa muda di atas 21 tahun adalah 48,1%. Umumnya koreksi terhadap myopia adalah
dengan menggunakan kacamata minus atau lensa kontak, tetapi keduanya bukanlah penyelesaian bagi kasus
ini, karena kacamata maupun lensa kontak tidak dapat memperbaiki kerusakan mata itu sendiri akan tetapi
hanya membantu untuk memperjelas penglihatan dengan cara mengubah arah cahaya agar dibiaskan jatuh
tepat di retina (Wulandari, 2018).
Mahasiswa mampu memahami manifestasi klinis dan komplikasi ablasio
retina dan miopia
Manifestasi klinis
ablasio retina Pasien dapat melihat bayangan kecil gelap yang melayang-layang (floaters) dan melihat kilatan
cahaya (fotopsia) serta penurunan tajam pengelihatan(Kanski et al, 2020) . Selanjutnya pasien mengalami
gangguan pada lapang pandang yang sering didefinisikan sebagai melihat di balik tirai hitam. Gangguan lapang
pandang sebelah bawah lebih sering disadari pasien dibanding gangguan lapang pandang atas. Kuadran di mana
defek pertama kali muncul dapat berfungsi memprediksi lokasi break retina primer. Kehilangan lapang pandang
sentral terjadi bila defek sudah melibatkan fovea. Ablasio retina juga bisa tidak menimbulkan gejala bila jumlah
cairan subretina sedikit sekali(Khurana, 2018).
Manifestasi klinis
ablasio retina Pasien dapat melihat bayangan kecil gelap yang melayang-layang (floaters) dan melihat kilatan
cahaya (fotopsia) serta penurunan tajam pengelihatan(Kanski et al, 2020) . Selanjutnya pasien mengalami
gangguan pada lapang pandang yang sering didefinisikan sebagai melihat di balik tirai hitam. Gangguan lapang
pandang sebelah bawah lebih sering disadari pasien dibanding gangguan lapang pandang atas. Kuadran di mana
defek pertama kali muncul dapat berfungsi memprediksi lokasi break retina primer. Kehilangan lapang pandang
sentral terjadi bila defek sudah melibatkan fovea. Ablasio retina juga bisa tidak menimbulkan gejala bila jumlah
cairan subretina sedikit sekali(Khurana, 2018).
Mahasiswa mampu memahami manifestasi klinis dan komplikasi ablasio
retina dan miopia
Komplikasi
ablasio retina Ablasio retina berpotensi menimbulkan komplikasi serius berupa kebutaan. Meskipun telah
dicapai keberhasilan penempelan retina secara anatomis, belum tentu diikuti oleh perbaikan secara fungsional.
Salah satu penyebabnya adalah keterlambatan dalam diagnosis dan tatalaksana sehingga berpengaruh pada
perbaikan tajam penglihatan setelah operasi. Progresifitas katarak merupakan komplikasi yang dapat terjadi
pada pasien berusia diatas 50 tahun(brar et al, 2022).

Manifestasi klinis
miopia Penderita miopia akan mengatakan melihat jelas dalam jarak dekat atau pada jarak tertentu dan melihat
kabur jika pandangan jauh. Penderita miopia juga mempunyai kebiasaan mengernyitkan mata untuk mencegah
aberasi sferis atau untuk mendapatkan efek pinhole (lubang kecil). Selain itu, dapat pula timbul keluhan yang
disebut astenopia konvergensi karena pungtum remotum (titik terjauh yang masih dilihat jelas) yang dekat
sehingga mata selalu dalam keadaan konvergensi. Bila hal di atas menetap, maka penderita akan terlihat juling
ke dalam atau esotropia(Pramesti, 2022)
Mahasiswa mampu memahami manifestasi klinis dan komplikasi ablasio
retina dan miopia
Komplikasi miopia
Myopic macular degeneration (MMD), retinal detachment (RD), cataract, dan open angle glaucoma (OAG),
Trombosis dan perdarahan koroid. Komplikasi ini dapat menyebabkan gangguan penglihatan yang ireversibel di
kemudian hari(Haarman et al, 2020).
Mahasiswa mampu memahami alur diagnosis dan prognosis ablasio retina
dan myopia
Alur diagnosis
Pasien dengan adanya ablasio retina merasakan seperti adanya kilatan cahaya atau dikenal juga dengan
fotopsia. Pasien juga merasakan seperti melihat objek coklat kehitaman atau floaters. Baik fotopsia maupun
floaters biasanya unilateral. Penurunan visus berat dapat dirasakan jika makula terlibat dalam ablasio retina.
Pasien juga dapat merasakan seperti adanya gambaran awan atau jaring dalam penglihatan mereka.
Pada pemeriksaan fisik, pemeriksaan visus dilakukan sebelum dilatasi pupil. Visus dapat mencapai kurang
dari 6/60 jika terdapat keterlibatan makula dalam ablasio retina. Tekanan intraokular teraba menurun. Apabila
memungkinkan pemeriksaan slit lamp dilakukan untuk melihat keabnormalitasan pada segmen anterior mata.
Jika didapatkan tanda dan gejala yang mengerah kepada kecurigaan ablasio retina seperti yang sudah
dijelaskan, dokter dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan funduskopi. Pupil didilatasi terlebih dahulu.
Oftalmoskop direk dapat digunakan untuk memvisualisasikan refleks merah (red reflex), yang
mengindikasikan adanya ablasio retina maupun perdarahan vitreous. Red reflex biasanya pucat ataupun abu –
abu
Mahasiswa mampu memahami alur diagnosis dan prognosis ablasio retina
dan myopia
Prognosis ablasio retina
Ketepatan dalam diagnosis dan pengobatan yang sesuai menentukan prognosis Pasien. Pasien
yang tidak ditangani segera beresiko dalam kehilangan penglihatan yang berat dan dapat menjadi
kehilangan penglihatan yang permanen. Ketajaman visual bergantung kepada makulanya sudah
terkena atau belum. Perbaikan dari ablasio retina dalam ketajaman visual mencapai minimal
20/40 dalam 75% pasien dengan yang makulanya belum ablasi. Sedangkan pasien yang
makulanya sudah terkena, perbaikan visus hanya pada 40% pasien. Satu dari empat pasien
mengalami ablasio retina di mata yang kontralateral. Follow up diperlukan dalam memonitor
tanda yang menyebabkan terjadinya kembali ablasio retina. Prognosis ketajaman visual pada
ablasio retina regmatogen juga bergantung kepada keterlibatan fovea.
Mahasiswa mampu memahami alur diagnosis dan prognosis ablasio retina
dan myopia
Alur diagnosis ablasio retina
Pada anamnesa, pasien mengeluh penglihatan kabur saat melihat jauh, cepat lelah saat membaca atau
melihat benda dari jarak dekat. Pada pemeriksaan opthalmologis dilakukan pemeriksaan refraksi yang
dapt dilakukan dengan dua cara yaitu dengan cara subjektif dan objektif. Cara subyektif dilakukan
dengan menggunakan optotipe dari Snellen dan trial lenses; dan cara objektif dengan opthalmoskopi
direk dan pemeriksaan retinoskopi. Pemeriksaan dengan optotipe Snellen dilakukan dengan jarak
pemeriksa dan pasien sebesar 6 meter sesuai dengan jarak tak terhingga, dan pemeriksaan harus
dilakukan dengan tenang, baik pemeriksa maupun pasien. Pada pemeriksaan terlebih dahulu di
tentukan tajam penglihatan atau visus (VOD/VOS) yang dinyatakan dengan bentuk pecahan. Jarak
antara pasien dengan optotipe Snellen: Jarak yang seharusnya dilihat oleh pasien dengan visus normal.
Visus yang terbaik adalah 6/6, yaitu pada jarak pemeriksaan 6 meter dapat terlihat huruf yang
seharusnya terlihat pada jarak 6 meter. Bila huruf terbesar dari optotipe Snellen tidak dapat terlihat,
maka pemeriksaan dilakukan dengan cara meminta penderita menghitung jari pada dasar putih, pada
bermacam-macam jarak.
Mahasiswa mampu memahami alur diagnosis dan prognosis ablasio retina
dan myopia
Mahasiswa mampu memahami alur diagnosis dan prognosis ablasio retina
dan myopia
Prognosis Miopia Prognosis gangguan refraksi umumnya baik karena kondisi ini dapat
dikoreksi dengan mudah menggunakan kacamata atau lensa kontak. Potensi komplikasi
gangguan refraksi mencakup progresivitas gangguan refraksi, peningkatan risiko penyakit
oftalmologi lain akibat gangguan refraksi derajat tinggi, amblyopia, hingga kebutaan.
Prognosis pada gangguan refraksi pada umumnya baik karena kondisi ini dapat dikoreksi
menggunakan terapi sederhana seperti kacamata dan lensa kontak. Pasien anak yang tidak
diterapi dapat mengalami amblyopia. Myopia biasanya muncul antara usia 6 dan 12 tahun,
dengan tingkat perkembangan rata-rata sekitar 0,50 D per tahun (Sidarta, 2009).
Mahasiswa mampu memahami Diagnosis banding ablasio retina dan
miopia
Diagnosis Banding Ablasio Retina
1. Retinoskisis
2. Efusi koroid
3. Massa koroid
4. Perdarahan suprakoroid (Blair and Czyz, 2022).
Diagnosis Banding Miopi
1. Axial Miopia
2. Refraktif Miopia
3. Hereditari Miopia (Juszczyszyn, 2022).
Mahasiswa mampu memahami Tata Laksana dan pencegahan ablasio
retina dan miopia
Ablasio retina
Profilaksis Profilaksis yang dapat digunakan untuk mencegah ablasio retina adalah dengan menutup break,
menggunakan cryotherapy atau fotokoagulasi laser. Cryotherapy pada area yang luas meningkatkan risiko
lepasnya epitel pigmen yang dapat memicu pembentukan membrane epiretinal. Oleh sebab itu, laser dipilih
pada lesi yang lebih luas, namun sulit untuk lesi sangat perifer. Cryotherapy lebih dipilih pada media yang
keruh, ukuran pupil lebih kecil dan lesi di anterior. Terapi yang digunakan juga berdasarkan pilihan,
pengalaman operator, serta ketersediaan alat (dr. Afrisal Hari Kurniawan, 2018).
Operasi pada Ablasio Retina
Prinsip operasi dari ablasio retina regmatogen adalah dengan menemukan semua break, membuat iritasi
korioretina (skar) di sekitar setiap break dan melekatkan antara retina dan EPR.
1. Vitrektomi
Indikasi vitrektomi:
 primary vitrectomy pada ablasio retina (semua stadium),
 ablasio retina dengan kekeruhan vitreus,
 ablasio retina dengan giant retinal break,
 ablasio retina dengan PVR
Mahasiswa mampu memahami Tata Laksana dan pencegahan ablasio
retina dan miopia
2. Pneumatic Retinopexy
3. Scleral Buckle

Miopia
1. Kacamata
2. Lensa Kontak
3. Ortokeratologi
Mahasiswa mampu memahami patogenesis ablasio retina dan myopia
Patogenesis Ablasio Retina
Ablasio retina adalah kondisi medis yang terjadi ketika lapisan retina terlepas dari bagian belakang bola mata.
Patogenesis ablasio retina terkait dengan kerusakan pada struktur yang menopang retina, seperti akibat trauma
atau masalah vaskular yang memengaruhi suplai darah ke retina. Beberapa faktor risiko yang dapat
meningkatkan kemungkinan terjadinya ablasio retina antara lain usia tua, riwayat keluarga, miopia, dan
kelainan retina lainnya. Kerusakan pada struktur yang menopang retina dapat terjadi akibat berbagai faktor,
seperti cedera pada mata atau perubahan pada pembuluh darah di mata. Cedera pada mata dapat merusak
struktur yang menopang retina, seperti selaput vitreus yang menempel pada retina. Ketika selaput vitreus
terlepas dari retina, hal ini dapat memicu terlepasnya retina (ablasio retina). Selain itu, terdapat beberapa
penyakit vaskular yang juga dapat meningkatkan risiko terjadinya ablasio retina, seperti retinopati diabetik
dan arteriopati hipertensif (Mitry, 2013).
Mahasiswa mampu memahami patogenesis ablasio retina dan myopia
Patogenesis Miopia
Patogenesis miopia melibatkan beberapa faktor, termasuk faktor genetik, lingkungan, dan gaya hidup. Pada
orang dengan miopia, bentuk bola mata lebih memanjang dari biasanya, sehingga cahaya yang masuk tidak
difokuskan dengan baik pada retina. Faktor genetik memainkan peran penting dalam patogenesis miopia.
Studi tentang keluarga menunjukkan bahwa jika seseorang memiliki orang tua dengan miopia, maka risiko
mengalami miopia akan lebih tinggi. Selain itu, penelitian juga menunjukkan bahwa ada beberapa lokus
genetik yang berhubungan dengan miopia. Namun, interaksi antara faktor genetik dan lingkungan juga
mempengaruhi patogenesis miopia.
Faktor lingkungan, seperti pola penggunaan mata dan aktivitas fisik, juga berperan dalam patogenesis miopia.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa penggunaan mata yang intensif pada jarak dekat, seperti membaca
atau menggunakan gadget, dapat meningkatkan risiko miopia. Aktivitas fisik yang terlalu sedikit juga
dikaitkan dengan peningkatan risiko miopia. Selain itu, beberapa penelitian juga menunjukkan bahwa paparan
sinar matahari yang cukup dapat membantu mengurangi risiko miopia.
Mahasiswa mampu memahami patofisiologi ablasio retina dan myopia
PATOFISIOLOGI ABLASIO RETINA
Ablasio retina terjadinya selalu karena adanya robekan retina atau lubang retina. Sering terjadi pada miopia,
pada usia lanjut, dan pada mata afakia. Perubahan yang merupakan faktor predisposisi adalah degenerasi
retina perifer, pencairan sebagian badan kaca yang tetap melekat pada daerah retina tertentu, cedera, dan
sebagainya. Perubahan degeneratif retina pada miopia dan usia lanjut juga terjadi di koroid. Sklerosis dan
sumbatan pembuluh darah koroid akan menyebabkan berkurangnya perdarahan ke retina. Hal ini terjadi pada
miopia karena teregangnya dan menipisnya pembuluh darah retina. Perubahan ini terutama terjadi di daerah
ekuator, yaitu tempat terjadinya 90% robekan retina. Terjadinya degenerasi retina pada mata miopia 10
sampai 15 tahun lebih awal daripada mata emetropia. Ablasio retina delapan kali lebih sering terjadi pada
mata miopia daripada mata emetropia atau hiperopia. Ablasio retina terjadi sampai 4% dari semua mata
afakia, yang berarti 100 kali lebih sering daripada mata fakia (Budiono, 2013)
Mahasiswa mampu memahami patofisiologi ablasio retina dan myopia
PATOFISIOLOGI MIOPIA
Gangguan refraksi pada mata bisa dapat dicetuskan oleh kebiasaan, genetik dan juga riwayat penyakit
metabolik. Gangguan refraksi dapat menyebabkan bayangan jatuh tidak tepat di retina. Gangguan refraksi
meliputi miopia dan juga ametropia. Miopia dapat disebabkan oleh beberapa hal yaitu sumbu mata yang lebih
panjang, indeks bias yang meningkat serta perubahan posisi lensa. Yang pada akhirnya menyebabkan
bayangan jatuh di depan retina. Pasien akan mengeluh kabur melihat jauh. Untuk mengkompensasi hal
tersebut, penderita biasanya mengernyitkan mata untuk lebih memfokuskan cahaya yang kabur. Hal tersebut
mengakibatkan kontraksi otot mata yang berlebihan, sehingga menyebabkan mata menjadi lelah yang pada
akhirnya dapat menyebabkan pusing pada penderita (Budiono, 2013)
Kesimpulan
Berdasarkan data yang didapatkan dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik seperti pandangan berubah
menjadi hitam seperti tertutup tirai pada bagian sisi dekat hidung, Visus : mata kiri tajam penglihatan 2/60,
Pemeriksaan TIO : Kanan (10,5 mmHg), Kiri (21,6 mmHg) pasien menderita ablasio retina dan miopia.
Daftar pustaka
Sidarta, Ilyas. 2009. Penuntun Ilmu Penyakit Mata edisi keempat . Jakarta: Balai Penerbit FK UI
:204-205
Sultan ZN, Agorogiannis EI, Iannetta D, et al. Rhegmatogenous retinal detachment: a review of
current practice in diagnosis and management. BMJ Open Ophthalmology 2020;5:e000474.
Syaifuddin. 2012. Atlas Berwarna Tiga Bahasa Anatomi Tubuh Manusia. Jakarta: Salemba
Medika.
Kurmasela, G. P., Saerang, J. S. M. & Rares, L 2013, ‘Hubungan Waktu Penggunaan Laptop
dengan Keluhan Penglihatan pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi’,
Jurnal e-Biomedik, 1(1), hlm. 291– 299.
Kanski JJ, Gout I, Sehmi K. (2020). Clinical Ophthalmology: A Systematic Approach. 6 ed. New
York: Elsevier;
Daftar pustaka
Brar, V.S., Law, S.K., Lindsey, J.L., Mackey, D.A., Schultze, R.L., Silverstein, E., and Singh,
R.S.J. (2022). Fundamentals and Principles of Ophthalmology (American Academy of
Ophthalmology)
Pramesti, N. (2022). Pembaruan Informasi Terkini dan Panduan Tentang Pengelolaan Miopia.
Jurnal Ilmiah Kesehatan Sandi Husada 11, 242–246.
Haarman, A.E.G., Enthoven, C.A., Willem Tideman, J.L., Tedja, M.S., Verhoeven, V.J.M., and
Klaver, C.C.W. (2020). The complications of myopia: A review and meta-analysis. Investigative
Ophthalmology and Visual Science 61.
Budiono S, Trisnowati T S, Moestidjab, Eddyanto. 2013. Buku Ajar : Ilmu Kesehatan Mata.
Surabaya : Airlangga University Press (AUP)
Mitry, D., Awan, M. A., Borooah, S., Siddiqui, M. A., Brogan, K., & Fleck, B. W. (2013). Surgical
outcome and prognostic factors for primary retinal detachment in Dundee, Scotland. Graefe's
Archive for Clinical and Experimental Ophthalmology, 251(2), 429-434.
Daftar pustaka
Flitcroft, D. I. (2012). The complex interactions of retinal, optical and environmental factors in
myopia aetiology. Progress in retinal and eye research, 31(6), 622-660.
Blair K, Czyz CN. Retinal Detachment. [Updated 2022 Dec 26]. In: StatPearls [Internet]. Treasure
Island (FL): StatPearls Publishing; 2023 Jan-.
Juszczyszyn KP. (2022). Myopia Differential Diagnosis. Ophthatherapy Vol.9.
dr. Afrisal Hari Kurniawan, S. (., 2018. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Ablasio
Retina Regmatogen. Jakarta: PERDAMI.
Angelo, A. A. H. A. S., 2017. Modalitas Pencegahan Progresivitas School-age Myopia. CDK-25,
44(4), pp. 297-298.

Anda mungkin juga menyukai